Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada awalnya ilmu kalam lahir banyak persoalan yang timbul dikalangan
masyarakat, karena itulah muncul berbagai pendapat dan pemikiran, sehingga
terbentuk aliran-aliaran pemikiran para ulama. termasuk aliran teologi yang
untuk menyelesaikan masalah-masalah kalam tersebut.
Hal ini berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, baik
berupa potensi biologis maupun psikologis dan terus berkembang untuk mencari
nilai-nilai kebaikan. Ilmu kalam dengan perkembangannya menimbulkan
permasalaan, kemudian berkembang menjadi beberapa aliran, hal ini disebabkan
karena perbedaan-perbedaan yang dimulai oleh para ulama kalam.
Disini kita akan menggali lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran yang
mereka jalani, Aliran-aliran tersebut masing-masing mempunyai landasan yang
dijadikan dasar mereka dalam ber-hujjah. Baik itu Al-Quran maupun Hadits.
Diantara aliran-aliran tersebut adalah aliran Ibnu Taimiyah dan Wahabiyah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana aliran Ibnu Taimiyah itu?
b. Bagaimana aliran Wahabiyah itu?
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui aliran Ibnu Taimiyah
b. Untuk mengetahui aliran Wahabiyah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 IBNU TAIMIYAH


A. Riwayat Singkat Hidup Ibn Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyyuddin Ahmad bin Abi AlHalim binTaimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 rabiul
awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20
Dzul Qaidah tahun 729 H. Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh
penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslimin pada umumnya.
Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam
Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa ibn Taimiyah merupakan
seorang tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak
leluasa kepada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud, serta
seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang berani. Selain itu ia
dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir, faqih, teolog, bahkan memiliki
pengetahuan luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah Umar dan
khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al-Ghazali dan Ibn Arabi.
Kritikannya ditujukan pula pada kelompok-kelompok agama sehingga
membangkitkan para ulama sezamannya. Berulangkali Ibn Taimiyah masuk
kepenjara hanya karena bersengketa dengan para ulama sezamannya (Abdul
Rozak).
B. Pemikiran Teori Ibnu Taimiyah
Pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut :
- Sangat berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadist
- Tidak memberikan ruang gerak yang bebas kepada akal
- Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama
- Di dalam islam yang diteladani hanya 3 generasi saja (sahabat, tabiin,
-

dan tabii-tabiin)
Allah memili sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.
Ibn Taimiyah mengkritik Imam Hanbali dengan mengatakan bahwa

kalaulah kalamullah itu qadim, kalamnya pasti qadim pula. Ibn Taimiyah
adalah seorang tekstualis. Oleh sebab itu pandangannya dianggap oleh ulama
mazhab

Hanbal,

Al-kitab

Ibn

Al-Jauzi

sebagai

pandangan

tajsim

(antropomorpisme) Allah, yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.

Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah


sebagai salaf perlu ditinjau kembali.
Berikut ini adalah pandangan ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah
(Abdullah Yusuf, 1993):
a. Percaya Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau RasulNya menyifati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1. Sifat salbiyah, yaitu qidam, baqa, muhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu
binafsihi, dan wahdanniyah.
2. Sifat manawi, yaitu qudrah, iradah, samea, bashar, hayat, ilmu, dan
kalam.
3. Sifat khabariah (sifat-sifat yang diterangkan Al-Quran dan Hadis
walaupun akal bertanya tentang maknanya). Seperti keterangan yang
menyatakan bahwa Allah dilangit; Allah diatas Arasy; Allah turun
kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman diakhirat kelak; wajah,
tangan dan mata Allah
4. Sifat dhafiah, meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah
pada alam makhluk, rabb al-amin, khaliq al-kaum. Dan falik al-habb wa
al-nawa.
b. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan RasulNya sebutkan, seperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir, al-bathin, al-alim,
al-qadir, al-hayy, al-qayyum, as-sami, dan al-bashir.
c. Menerima sepenuhnya nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah
makna yang tidak dikehendaki lafadz, tidak menghilangkan pengertian
lafazd, tidak mengingkarinya, tidak menggambarkan bentu-bentuk Tuhan,
dan tidak menyerupai sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluknya.
Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutsyabihat.
Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus
diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak mentajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanyatanya tentangNya (Abdul Rozak).
C. Konsepsi baik buruk menurut pandangan Ibnu Taimiyah
As-Safarini pernah menyatakan, sebagaimana ia kutip dari pendapat
Ibnu Taimiyah, bahwa Allah menciptakan manusia atau ciptaan-Nya dengan
ikhtiar, sebagaimana tertera dalam bait syair berikut:
Tuhan kita menciptakan (manusia atau makhluk-Nya) dengan ikhtiar
tanpa tuntunan dan tanpa terpaksa. Tuhan tidak menciptakan makhluknya
3

untuk tujuan yang sia-sia, sebagaimana tersirat dari petunjuk nash yang ada.
Dengan demikian, ikutilah petunjuknya
Ibnu Taimiyah mengatakan, sebagaimana dikutip oleh As-Safarini,
persoalan tentang konsep baik dan buruk menurut pandangan akal telah
menimbulkan perselisihan yang cukup tajam di antara kalangan mutazilah
dan kelompok-kelompok lainnya. Kalangan mutazilah, Al-Karamiyah, dan
sebagai pengikut Abu Hanafiah, Malik, Asy-Syafii, Ahmad dan ahli hadits
menetapkan bahwa akal dapat menentukan sesuatu yang baik dan buruk.
Sedangkan yang munafikan peran akal dalam menetapkan konsep baik dan
buruk adalah kalangan Al-Asy ariyah dan kelompok yang seide dengan
mereka seperti sebagian pengikut imam Malik, imam Asy-Syafii dan imam
Ahmad (Syaikh, Abdul)
2.2 WAHABIYAH
a. Sejarah wahabiyah
Wahabiyah merupakan

gerakan

atau

organisasi

sosial-politik

berdasarkan keislaman menurut alam pemikiran pendirinya, Muhammad bin


Abdul Wahab (1703-1787 M/ 1115-1201 H). Nama Wahabiyah diberikan
oleh lawan-lawan gerakan ini pada masa hidup pendirinya dan kemudian
dipakai oleh orang-orang Eropa. Pendirinya sendiri menamakan alirannya
dengan nama Muwahidun atau Muwahidin (kaum Unitarian) dan sistem
atau tarekat mereka adalah Muhammadan (kata ini dapat merujuk kepada
Muhammad bin Abdul Wahab sendiri, tetapi juga mengisyaratkan kepada
Nabi Muhammad). Mereka mengaku sebagai golongan sunni, pengikut
madzhab Ahmad bin Hambal versi Ibnu Taimiyah.
Sekembalinya dari pengembaraan mencari ilmu dan pengalaman yang
hampir menghabiskan masa mudanya, Ibnu Abdul Wahab bermaksud
memulai mengajarkan paham-pahamnya di kampung kelahirannya, Uyainah,
yaitu sebuah dusun di Najed, daerah Saudi Arabia sebelah timur. Tetapi ia
mendapatkan tantangan yang besar, antara lain yang menentangnya yaitu
saudara kandungnya, Sulaiman, dan sepupunya Abdullah bin Husein. Karena
ajaran-ajarannya mengakibatkan keributan dan pertumpahan darah antar
suku, akhirnya Ibnu Abdul Wahab terpaksa meninggalkan Uyainah. Ia
bersama keluarganya pindah ke Dariyyah. Di Dariyyah, ia diterima dengan

baik, bahkan ketua sukunya, Muhammad bin Saud, mendukung pahamnya


dan menyanggupi untuk menyebarluaskannya. (Syarif Hidayatullah, 1992:
974-975)
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini
adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : " (QS: An-Nisa 115)."

(4:115) Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran


baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dkuasainya itu dan kami
masukkan ia ke dalam Jahanam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul
Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan
tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang
disampaikan ahlussunnah wal jamaah berkaitan dengan tawassul, ziarah
kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih
dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun
sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul
Wahab. "Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan
Ramadhan?"

Dengan

segera

dia

menjawab,

"Setiap

malam Allah

membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah


membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal
sampai akhir Ramadhan." Lelaki itu bertanya lagi kalau begitu pengikutmu
tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum
muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak
itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang
muslim?" Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu
bahasa.
5

Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan
ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh
keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang
tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bidah. Itulah
ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah
mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri.
Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada
para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri
ini.
Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham
Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW
dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini
adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih Bukhari & Muslim
dan lainnya.
Diantaranya: Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari
arah sana, sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam
Kitabul Fitan) Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang
membaca Al-Quran namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka
(tidak sampai kehati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar
dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak
akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).(HR
Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748).
b. Ciri Ciri Wahabi
- Serampangan dalam berdalil.
Kaum Salafi & Wahabi hanya mengandalkan segelintir dalil umum tentang
bidah yang mereka paksakan pengertiannya untuk mengharamkan atau
menganggap sesat amalan-amalan khusus dan terperinci. Berdalil dengan
cara seperti ini adalah bathil (tidak benar) dan tidak dikenal di kalangan para
ulama. Hal itu disebabkan oleh cara mereka memahami dalil bidah yang
sangat tekstual (harfiyah) dan kasuistik tanpa menggunakan metodologi para
ulama ushul. Oleh karenanya, fatwa-fatwa mereka yang membidahkan acara
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW., tahlilan, ziarah kubur para wali,

tawassul dengan orang yang sudah meninggal, dan lain sebagainya adalah
merupakan pemerkosaan terhadap dalil dan penipuan terhadap umat, sebab
perkara-perkara tersebut tidak pernah disebutkan larangannya baik di dalam
al-Quran maupun di dalam hadis Rasulullah SAW. Bahkan mereka tidak
segan-segan menggunakan ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang orang
kafir atau musyrik penyembah berhala sebagai dalil untuk menganggap sesat
kaum muslimin yang melakukan peringatan Maulid, tahlilan, tawassul, dan
lain sebagainya. Bagaimana mungkin mereka dengan tega menyamakan
saudaranya yang muslim dan beriman dengan para penyembah berhala,
sedang Allah saja jelas-jelas membedakannya.
- Dalam bidang tauhid, mereka berpendirian sebagai berikut:
1. Penyembahan kepada selain Allah adalah salah, dan siapa yang berbuat
demikian maka ia harus dibunuh
2. Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan
orang-orang saleh, termasuk golongan musyrikin
3. Termasuk dalam perbuatan musyrik yaitu memberikan pengantar kata
(wasilah) dalam sholat dengan nama Nabi-nabi atau wali atau malaikat
(seperti sayyidina Muhammad)
4. Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas AlQuran dan Sunnah, atau ilmu yang semata-mata hanya bersumber dari
akal-pikiran saja
5. Termasuk kufur dan ilhad juga, mengingkari qadar dalam semua
perbuatan dan penafsiran Quran dengan jalan Tawil
6. Dilarang memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Allah dan
doa-doa (wirid), cukup dengan menghitung kerata jari saja
7. Sumber syariat islam dalam soal halal dan haram hanya Al-Quran
semata dan sumber lain sesudahnya ialah Sunnah Rosul. Perkataan ulama
Mutakalimin dan Fiqoha tentang halal dan haram tidak menjadi pegangan
selama tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
8. Pintu Ijtihad tetap terbuka dan siapa pun juga boleh melakukan Ijtihad,
asal sudah memenuhi syarat-syaratnya. (Hanafi, 1967: 150-151)
-

Terkesan Mendikte Allah

Kaum Salafi & Wahabi telah memposisikan Allah seperti yang mereka
inginkan. Ini terbersit ketika mereka berkata, bahwa orang yang melakukan
tahlilan atau peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw telah melakukan hal
yang sia-sia dan tidak ada pahalanya, padahal pada acara tersebut orang jelasjelas melakukan amal shaleh berupa silaturrahmi, berzikir, membaca alQuran, membaca shalawat, menuntut ilmu, mendengarkan nasihat, berbagi
makanan, berdoa, mengenang Nabi Saw. dengan membaca riwayat hidup
beliau, dan memuliakan Nabi Saw serta memupuk kecintaan kepada beliau,
yang masing-masing itu jelas-jelas diperintahkan oleh Allah secara langsung
maupun tidak langsung dan dijamin mendapat pahala. Ini merupakan
kejanggalan besar di dalam aqidah, sebab Allah Maha Pemurah, tidak pelit
seperti mereka.

- Sekuler
Yaitu dengan membagi pengertian bidah menjadi dua: Bidah yang terlarang
yaitu bidah agama (bidah diiniyyah) dan bidah yang menyangkut urusan
dunia (bidah duniawiyyah) yang mereka anggap wajar atau boleh-boleh saja
menurut kebutuhan. Bukankah semua urusan di dunia ini memiliki dampak
dan resiko di akhirat nanti? Berarti, agama dan dunia tidak bisa dipisahkan, di
mana tidak mungkin menjalankan agama tanpa fasilitas dunia, sebagaimana
tidak mungkin selamat bila orang menjalani hidup di dunia tanpa tuntunan
agama. Dalam hal ini, sebenarnya mereka sudah melakukan bidah yang
sangat fatal (yang melanggar fatwa mereka sendiri), yaitu membagi definisi
bidah dengan pembagian yang tidak pernah disebutkan oleh Rasulullah SAW
dan para Sahabat beliau.
- Menanamkan Kesombongan & Kebencian
Yaitu dengan mendoktrin para pengikutnya untuk menganggap sesat amalan
orang lain dan menjauhi amalan tersebut, serta menganggap bahwa kebenaran
hanya yang sejalan dengan mereka. Pada kenyataannya di lapangan, Wahabi
& Salafi bukan saja telah mendoktrin untuk menjauhi suatu amalan, tetapi
sekaligus menjauhi para pelakunya, dan ini berbuntut pada rusaknya

hubungan silaturrahmi. Lebih parahnya lagi, sebagian mereka juga


menanamkan kebencian terhadap para ulama yang menulis kitab-kitab agama
dengan ikhlas hanya karena tidak sejalan dengan paham Salafi & Wahabi.
- Materialisme
yaitu dengan hanya mengakui manfaat zhahir yang terlihat dari sebuah
perbuatan, dan mengingkari manfaat batin yang justeru lebih berharga dari
manfaat zhahir. Terbukti, mereka lebih memilih memberi makan atau
santunan kepada fakir-miskin atau anak yatim dalam rangkaian aksi sosial
yang mereka yakini berpahala, daripada memberi peluang mendapat rahmat,
ampunan, dan hidayah dalam acara tahlilan atau peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW. yang mereka yakini sia-sia. Padahal di dalam acara
tahlilan atau Maulid, orang bukan cuma diberi peluang mendapat rahmat,
ampunan, dan hidayah, tetapi juga diberi makan. Memang, menurut Wahabi
& Salafi, mengenyangkan perut orang lapar berarti menyelamatkannya dari
jurang kekafiran. Sayangnya, setelah selamat dari jurang kekafiran, orang itu
dijerumuskan ke jurang kesombongan, dan kesombongan adalah jalan lain
menuju kekafiran.
- Menyalahkan & Mendiskreditkan Orang Lain
yaitu dengan menuduh amalan orang lain sebagai amalan syirik atau sesat
tanpa upaya mencari tahu alasan-alasan mengapa amalan itu dilakukan.
Bila paham Salafi & Wahabi ini dipegang seseorang secara pasif (untuk pribadi) dan
bijaksana (dalam menyikapi perbedaan), maka bahaya tadi dapat dihindari dengan
sendirinya. Tetapi bila paham ini diyakini sebagai yang benar dan yang tidak
sejalan dengannya adalah sesat, maka paham ini berarti mengandung ekslusivisme
(merasa istimewa sendiri) yang akan memunculkan sifat sombong pada diri
pengikutnya. Dan bila paham ini dipegang secara aktif (dipromosikan dan
didakwahkan), maka akan terbuka peluang-peluang terjadinya bahaya seperti
disebutkan di atas.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
- Riwayat Singkat Hidup Ibn Taimiyah, Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah
Taqiyyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim binTaimiyah. Dilahirkan di Harran pada
hari senin tanggal 10 rabiul awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada
-

malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H.


Pemikiran Teori Ibnu Taimiyah
Sangat berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadist, Tidak memberikan ruang
gerak yang bebas kepada akal, Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua
ilmu agama, di dalam islam yang diteladani hanya 3 generasi saja (sahabat,
tabiin, dan tabii-tabiin), Allah memili sifat yang tidak bertentangan dengan

tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.


Pandangan ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah
Percaya Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya
menyifati, percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, menerima sepenuhnya
nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah makna yang tidak dikehendaki
lafadz

10

Konsepsi baik buruk menurut pandangan Ibnu Taimiyah, As-Safarini pernah


menyatakan, sebagaimana ia kutip dari pendapat Ibnu Taimiyah, bahwa Allah

menciptakan manusia atau ciptaan-Nya dengan ikhtiar.


Wahabiyah merupakan gerakan atau organisasi sosial-politik berdasarkan
keislaman menurut alam pemikiran pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab

(1703-1787 M/ 1115-1201 H).


Ciri-ciri Wahabi yaitu serampagan dalam berdal, terkesan mendikte Allah, sekuler,
menanamkan kesombongan & kebencian, materialisme menyalahkan &
mendiskreditkan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yusuf. 1993. Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat hlm 5860. Bandung: Sinar Baru.
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Ibid, hlm. 117
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Ibid, hlm. 115
Hanafi, Ahmad, M. A. 1967. Pengantar Theology Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna.
Hidayatullah, S. 1992. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: IAIN.
Syaikh, DR. Said Abdul Azhim, Ibnu Taimiyah Pembaruan Salafi dan Dakwah
Reformasi hlm. 162. 2005. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

11

Anda mungkin juga menyukai