Anda di halaman 1dari 26

TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS KONTRUKSI

Kelompok 14

Wiswa Parwata

1361121007

David Titus Teopilus

1361121030

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas
paper ini tepat pada waktunya. Tugas paper ini kami buat sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan mata kuliah Etika Profesi dan Pengembangan Proyek
Komersial.
Adapun judul paper ini adalah Tanggung Jawab Sosial Bisnis Kontruksi.
Tugas paper ini disusun sudah maksimal atas bantuan banyak pihak, untuk
itu kami mengucapkan terima kasih yang kepada yang terhormat Ibu Ni Komang
Armaeni, ST., MT selaku Dosen Pengajar dan Pembimbing yang telah dengan
sabar membimbing hingga selesainya Tugas paper ini.
Atas bantuan dan bimbingan, kami mengharapkan Tugas paper ini mendapat
saran atau kritik membangun demi kesempurnaan dan semoga Tugas paper ini
dapat berguna untuk pembaca.
Denpasar, 7 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................3
2.1 Perngertian Tanggung Jawab Sosial...............................................................3
2.2 Keadilan Sosial...............................................................................................4
2.3 Paham Keadilan..............................................................................................4
2.4 Hak Pekerja.....................................................................................................6
2.4.1 Hak Atas Pekerjaan..................................................................................7
2.4.2 Hak Atas Upah Yang Adil........................................................................7
2.4.3 Hak Untuk Berserikat..............................................................................7
2.4.4 Hak Atas Keselamatan dan Kesehatan....................................................8
2.4 Lingkungan Hidup..........................................................................................8
2.4.1 Bisnis Konstruksi dan Lingkungan Hidup..............................................9
2.4.2 Etika Lingkungan Hidup.......................................................................10
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................14
3.1 Masalah tanggung jawab sosial bisnis konstruksi........................................14
3.1.1 Contoh kasus dari berbagai sumber di Indonesia..................................14
3.2 Corporate Social Responsibility (CSR)........................................................19
3.2.1 Dasar Pemahaman CSR bagi Perusahaan..............................................20
BAB IV PENUTUP..............................................................................................23
4.1 Kesimpulan...................................................................................................23
4.2 Saran.............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor strategis dalam mendukung
tercapainya pembangunan nasional. Posisi strategis tersebut dapat dilihat dari
adanya keterkaitan dengan sektor lain. Jasa konstruksi sesungguhnya merupakan
bagian penting dari terbentuknya produk konstruksi, karena jasa konstruksi
menjadi arena pertemuan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Pada
wilayah penyedia jasa juga bertemu sejumlah faktor penting yang mempengaruhi
perkembangan sektor konstruksi seperti pelaku usaha, pekerjanya dan rantai pasok
yang menentukan keberhasilan dari proses penyediaan jasa konstruksi, yang
menggerakkan pertumbuhan sosial ekonomi.
Dalam pembangunan nasional, dengan pembangunan ekonomi sebagai soko
gurunya maka tanggung jawab sosial perusahan konstruksi mempunyai peranan
yang penting dalam memajukan kesejahteraan umum untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur.
Dalam kenyataan, sering terjadi kesenjangan sosial yang besar dalam
masyarakat kita, juga melemahnya tanggung jawab sosial yang terlihat pada
ketidakpedulian pelaku bisnis konstruksi dalam lingkungan hidup. Situasi yang
demikian ini kurang menunjang perkembangan bisnis konstruksi yang sehat.
Karena itu, para pelaku bisnis konstruksi mempunyai tanggung jawab langsung
untuk mengatasi masalah ini, dan bahkan merupakan suatu keharusan yang tidak
bisa ditawar tawar, yaitu tanggung jawab sosial.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah tanggung jawab sosial yang ada dalam bisnis konstruksi?
2. Bagaimanakah kaitan tanggung jawab sosial khususnya lingkungan dan
masyarakat terhadap bisnis konstruksi?
3. Apakah permasalahan dan contoh kasus tanggung jawab sosial bisnis
konstruksi di Indonesia?
4. Apakah yang dimaksud dengan CSR (Corporate Social Responsibility)?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tanggung jawab sosial yang ada dalam bisnis konstruksi.
1

2. Mengetahui kaitan tanggung jawab sosial khususnya lingkungan dan


masyarakat terhadap bisnis konstruksi.
3. Mengetahui permasalahan dan contoh kasus tanggung jawab sosial bisnis
konstruksi di Indonesia
4. Mengetahui tentang CSR (Corporate Social Responsibility)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perngertian Tanggung Jawab Sosial
Perusahan konstruksi mempunyai tanggung jawab sosial yang berkaitan
langsung dengan masyarakat, maka disini terlihat dengan jelas bahwa ada dua

jalur tanggung jawab sosial perusahaan konstruksi sesuai dengan dua jalur
hubungan perusahaan konstruksi dengan masyarakat.
Tanggung jawab sosial perusahaan konstruksi adalah keterlibatan perusahaan
konstruksi dalam mengusahakan kebaikan dan kesejahetraan sosial masyarakat,
tanpa terlalu menghiraukan untung ruginya dari segi ekonomis. Tanggung jawab
sosial ini dapat kita rumuskan dalam dua wujud :
1. Tanggung jawab positif
Melakukan kegiatan yang bukan didasarkan pada perhitungan untung
ruginya, melainkan didasarkan pada pertimbangan demi kesejahteraan
sosial. Ada banyak masalah sosial seperti pengangguran, kurangnya
pelayanaan kesehatan, terbatasnya prasarana pendidikan. Diharapkan
perusahaan konstruksi ikut serta memecahkan masalah masalah sosial
tersebut
2. Tanggung jawab negatif
Tidak melakukan kegiatan kegiatan yang dari segi ekonomis
menguntungkan tetapi dari segi sosial merugikan kepentingan dan
kesejahteraan sosial
2.2 Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah sikap adil, jujur dan objektif, baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap diri orang lain. Prinsip keadilan sosial ini merupakan prinsip
utama dalam etika, sehingga kita dituntut agar memberi kepada setiap orang apa
yang menjadi haknya. Dalam prinsip ini terkandung hal hal :

1. Perlakuan baik terhadap orang lain


Perlakuan baik terhadap orang lain, sebagaimana kita inginkan
diperlakukan orang lain kepada kita. Jika anda ingin dihormati orang
lain, tunjukkanlah bahwa anda juga menghormati orang lain walaupun
bentuk hormat yang diinginkan manifestasinya berbeda
2. Persamaan martabat
Hal ini dapat diwujudkan melalui sikap hormat terhadap martabat
manusia yang sama untuk semua orang, menghilangkan diskriminasi
sesama manusia. Sikap adil menimbulkan sikap melindungi kaum

yang lemah dari kaum yang kuat. Bukan malah sebaliknya, yaitu
semakin memeras dan menekan. Namun, harus diakui pelaksanaan
keadilan sangat bergantung dengan proses ekonomi, politis, sosial,
budaya, dan ideologis dalam masyarakat yang disebut keadilan
struktural.
2.3 Paham Keadilan
Keadilan sosial merupakan tema yang muncul sebagai persoalan etika yang
sangat berhubungan dengan dunia bisnis konstruksi. Ada berbagai paham dan
teori keadilan, yang semuanya berusaha merumuskan apa itu keadilan sosial dan
bagaimana menegakkan keadilan dalam dunia bisnis konstruksi.
Menurut keraf (1993 : 105 119), paham keadilan ini terdiri dari paham
tradisional., paham kejujuran, paham hak, paham kapitalisme, dan paham
sosialisme. Secara khusus akan dibahas keadilan menurut paham pancasila.
a. Paham tradisional
Secara tradisional paham keadilan dibagi menjadi tiga yaitu : keadilan
umum (legal), keadilan membagi (distributif), dan keadilan tukar
menukar (komutatif).
b. Paham Kejujuran
Paham ini juga disebut kontrak sosial mengenai keadilan. Teori ini
didasarkan pada angggapan mengenai kedudukan seseorang dalam
perjanjian. Kontrak harus mencantumkan aturan yang bersifat rasional,
moralis, dan mengatur hubungan antarindividu secara jujur.
Menurut paham ini, setiap manusia membutuhkan sesamanya. Produsen
(perusahaan konstruksi)

membutuhkan konsumen (klien), karena itu

janganlah konsumen (klien) diperlakukan dengan tidak adil. Perusahan


bisnis konstruksi yang satu membutuhkan perusahaan bisnis konstruksi
lainnya, manajer konstruksi membutuhkan tenaga buruh atau tukang.
c. Paham Pemilikan Hak
Teori ini menekankan pemilikan hak seseorang dalam memiliki suatu
barang, dengan prinsip :
1. Perolehan suatu barang
Menurut prinsip ini, para pelaku bisnis konstruksi berhak memperoleh
imbalan atas jasa atau kerja yang dilakukannya, sedangkan klien berhak
memperoleh pelayanan dan hasil pekerjaan yang sebaik baiknya.

2. Penyerahan suatu barang


Menurut prinsip ini, perusahan konstruksi mempunyai kewajiban
menyerahkan pendapatan yang seharusnya diterima oleh para pegawainya,
sedangkan para pegawai mempunyai kewajiban menyerahkan tenaga dan
pikirannya demi mengembangkan perusahaan konstruksi.
d. Paham Kapitalis
Menurut paham ini, perusahaan konstruksi diberi kebebasan untuk
melaksanakan proyek sesuai denga kemampuan dan kekuatannya. Jika
perusahaan konstruksi itu kuat, maka besarlah kemungkinan mendapat
kesempatan untuk melaksanakan proyek, dibandingkan perusahaan
konstruksi yang lemah. Dalam situasi demikian, maka bisa terjadi yang
kuat memakan yang lemah , inilah sisi buruk dari keadilan menurut
paham kapitalisme.
e. Paham Sosialisme
Menurut paham ini, bisnis konstruksi hanya boleh dilakukan oleh negara,
sehingga tidak ada yang diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan.
Sentralnya peranan negara dalam bisnis konstruksi memang sangat ideal
bagi tercapai keadilan, tetapi juga bisa menciptakan kelas sosial yang baru
yang sangat berkuasa, yang akhirnya bisa menciptakan persoalan
ketidakadilan yang baru.
f. Paham Pancasila
Bangsa indonesia mencantumkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
sebagai tujuan akhir yang digambarkan sebagai masyarakat yang adil dan
makmur merupakan wujud akhir dari masyarakat yang dituju. Dalam
masyarakat itu terdapat keadilan dan kemakmuran yang lengkap, yang
mencakup keadilan hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, dan moral.
Bisnis konstruksi yang keadilan sosial memang mengandung banyak unsur
normalitif yang mengatur tingkah laku dan perbuatan pelaku bisnis
konstruksi, yang selalu terkait dengan sanksi sanksi sosial yang jelas.
Keadilan sosial, sebagaimana telah didefinisikan diatas, menunjukan
adanya norma norma masyarakat yang diakui dan dilaksanakan secara
tertib oleh anggota masyarakat. Hal ini berarti bahwa bisnis konstruksi
yang berkeadilan sosial yang berdasarkan paham pancasila memang hanya
akan benar benar terwujud apabila setiap pelaku bisnis konstruksi sudah

benar benar melaksanakan semua asas Pancasila secara utuh dalam


kegiatan bisnisnya.
2.4 Hak Pekerja
Keadilan sosial dalam bisnis konstruksi juga berkaitan dengan hak hak para
pekerja. Berikut ini akan dibahas tentang tanggung jawab sosial perusahaan
konstruksi dalam hubungannya dengan beberapa hak pekerja yang sesuai dengan
peraturan peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya : hak atas pekerjaan,
hak atas upah yang adil, hak untuk berserikat, dan hak atas keselamatan dan
keselamatan.
2.4.1

Hak Atas Pekerjaan


Hak atas pekerjaan ini juga berhubungan dengan ada sikap hormat

terhadap manusia sebagai makhluk yang membentuk dan menentukan dirinya


sendiri, bahkan menentukan lingkungan fisik maupun sosial. Oleh karena itu,
pengangguran sebagai masalah dalam era industrialisasi dewasa ini merupakan
situasi yang harus dibasmi karena bertentangan dengan hak pekerjaan dan
bertentangan dengan kodrat manusia.
Dalam kaitannya dengan bisnis konstruksi, maka perusahaan konstruksi
harus ikut pula menanggulangi masalah pengangguran dengan cara sebaik
mungkin melibatkan tenaga indonesia dalam proyek proyek yang mereka
kerjakan dan mengurangi bahkan meniadakan penggunaan tenaga asing.
2.4.2

Hak Atas Upah Yang Adil


Hak atas upah yang adil bukan dimaksudkan agar semua pekerja di beri

upah yang sama. Upah yang adil adalah suatu patokan mengenai upah minimum
yang layak bagi penghidupan yang layak, dan atas dasar upah minimum layak
itulah pasar dapat ikut menetukan tingkat upah minimum yang berlaku.
Misalnya, dalam hal kebijaksanaan Upah Minimum Regional (UMR) yang
ditetapkan oleh masing masing daerah (karena patokan kelayakan masing
masing daerah berbeda beda)

ada kemungkinan ketentuan upah yang adil

berbeda menurut kebutuhan pokok seseorang atau kelompok, latar belakang

pendidikan dan pengalaman, lama kerja, lingkup tanggung jawab dan resikonya,
serta macam dan kondisi perusahaannya. Perbedaan tingkat upah ini tidak bisa
diabaikan, tetapi teruslah berada dalam batas tingkat upah minimum.
2.4.3

Hak Untuk Berserikat


Hak untuk berserikat dan membentuk serikat pekerja di Indonesia telah di

akui dan diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 yang menyatakan :
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang undang. Bahkan dalam
pelaksanaannya, telah dibentuk organisasi secara nasional dan di banyak
perusahaan telah terbentuk pula Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Dengan
adanya serikat pekerjaan ini diharapkan terpenuhinya hak hak pekerja, termasuk
hak hak untuk memperoleh upah yang adil. Pada gilirannya akan tercapai
keadilan sosial, baik di lingkungan perusahaan konstruksi maupun masyarakat.
2.4.4

Hak Atas Keselamatan dan Kesehatan


Pada dekade terakhir ini, dunia bisnis konstruksi Indonesia mengalami

pertumbuhan yang pesat. Kemajuan desain proyek proyek konstruksi, seperti


proyek proyek gedung tinggi, membawa konsekuensi semakin rumitnya
pelaksanaan konstruksi yang selanjutnya berdampak pada semakin tinggi resiko
kecelakaan kerja konstruksi. Oleh karena itu, sudah saatnya pelaku bisnis
konstruksi juga harus memberikan jaminan perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja melalui asuransi sosial tenaga kerja.
2.4 Lingkungan Hidup
Tema etika bisnis konstruksi dan kelestarian lingkungan muncul sebagai
tantangan baru yang mendesak, karena muncul sebagai persoalan yang menyentuh
kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Mereka didesak dan tersingkir akibat
kegiatan bisnis konstruksi. Dengan meminjam istilah Korten (1993:23), mereka
menjadi pengungsi ekonomi dan pengungsi lingkungan hidup, karena mereka
kehilangan sumber daya ekonomi dan tempat untuk hidupnya sehari-hari, mereka
mengalami bentuk kemiskinan yang paling merendahkan martabat manusia.

Dalam bayangan ancaman tersebut, dirasakan perlunya menelaah kembali


seluruh pemikiran mengenai hubungan antarmanusia dalam masyarakat, dan
hubungan antar manusia dan alam yang memberinya kehidupan, karena pemikiran
yang lama agaknya tidak lagi mampu memberikan kemungkinan untuk
memecahkan masalah, bahkan hanya menjadi penyebab munculnya masalah yang
semakin pelik. Dalam upaya semacam inilah, diperlukan sebuah paradigma baru
untuk menelaah hubungan kegiatan bisnis konstruksi dengan kelestarian
lingkungan secara lebih memadai.
2.4.1

Bisnis Konstruksi dan Lingkungan Hidup

Hubungan antara bisnis konstruksi dan lingkungan hidup semakin menjadi


pusat perhatian, sebab pada dasarnya masalah lingkungan hidup timbul sebagai
akibat kegiatan bisnis konstruksi. Kegiatan bisnis konstruksi yang mempunyai
peran besar dalam pembangunan nasional sering dianakemaskan sebegitu rupa,
sehingga kurang diawasi dan kenakalan meraka dibiarkan. Hubungan antara bisnis
konstruksi dan lingkungan hidup kemudian menampakkan wajah yang buruk.
Misalnya,

lahan

dieksploitasi

untuk

pembangunan

perumahan

tanpa

memperhatikan keseimbangan lingkungan yang berakhir dengan kerusakan


lingkungan dan timbulnya banjir di mana-mana. Mereka menganggap seolah-olah
mereka hidup tanpa tetangga, tanpa orang lain. Mereka tidak mau tahu bahwa
kelakuan mereka telah amat merugikan orang lain, juga merusakkan lingkungan
hidup. Para pelaku bisnis konstruksi tersebut seolah-olah hanya mengejar
keuntungan diri sendiri dan merasa layak membuat rugi orang lain.
Bisnis konstruksi memang bertujuan mencari keuntungan. Seorang pelaku
bisnis konstruksi bekerja untuk mencari keuntungan, kalau tidak mencari
keuntungan ia bukan pelaku bisnis konstruksi, mencari keuntungan adalah nafas
pelaku bisnis konstruksi. Akan tetapi, mengatakan bahwa tujuan hidup adalah
mencari keuntungan, sudah barang tentu akan analog dengan mengatakan bahwa
tujuan hidup adalah hanya untuk bernafas. Disamping itu, ada batasan moral
mengenai keuntungan, misalnya, jual beli manusia, obat terlarang, minuman
keras, pornografi, sekalipun mungkin amat menguntungkan, jelas bertentangan
dengan moral masyarakat. Begitu pula menipu pajak, mempekerjakan anak-anak,

menindas pekerja, memenipulasikan peraturan, semuanya bisa menguntungkan


tetapi bukan itu bisnis konstruksi yang bercorak etis.
Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, bisnis konstuksi sering berjalan
sendiri. Bisnis konstruksi sering dikelola dengan naluri atau dorongan ketamakan,
ketidak-sabaran, kerakusan, kebodohan, dan kecerobohan. Kalangan bisnis
konstruksi sering menganggap bahwa alam ini adalah suatu asset modal yang
didapat dengan gratis. Di pihak lain, tenaga manusia yang melimpah
menyebabkan sumber daya manusia itu dihargai seminimal mungkin, ditekan
serendah mungkin sebagai faktor produksi belaka. Bisnis konstruksi dijalankan
solah-olah tiada hari esok, mengeruk dan mengeruk keuntungan, seolah-olah
manuisa tidak mempunyai anak-nak yang harus tetap hidup. Bisnis konstruksi
dilakukan seolah-olah perusahan sedang mengalami likuidasi. Cara kita
mengeksploitasi alam dan sesama manusia, bagaikan menjelang saat di mana kita
sedang mengalami kebangkrutan, sehingga kita melakukan perusakan habishabisan terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia. Cara kita
memperlakukan pekerja dan lingkungan alam seolah-olah kita sedang terancam
gulung tikar, sehingga semuanya hendak dihabiskan sekaligus.
2.4.2

Etika Lingkungan Hidup


Untuk menghadapi perusakan alam dan perusakan kemanusiaan dalam

masyarakat akibat kegiatan konstruksi diperlukan pendekatan etika lingkungan


hidup yang bermula dari asumsi mengenai keterikatan semua unsur kehidupan di
muka bumi ini, bahkan dengan bumi itu sendiri.
Kehidupan ini bukan hanya untuk manusia (apalagi segelintir orang),
melainkan semuanya merupakan sebuah komunitas, yaitu komunitas biotik.
Kita perlu mencari keseimbangan antara kebebasan individu yang merupakan
asumsi dari dunia bisnis konstruksi, dengan seluruh lingkungan biotik, baik dalam
bentuk alam lingkungan dan masyarakat. Dilihat dari perspektif ekologis, setiap
individu berada dalam suatu jaringan kehidupan yang saling bergantung.
Keseluruhan kehidupan itu merupakan satu kesatuan organik yang memberikan
kepada setiap warganya hak yang sama untuk hidup. Adal hal yang saling

menentukan (kodeterminasi) yang bersifat dinamis antara individu dan


masyarakat, ada saling ketergantungan antara bisnis konstruksi dan lingkungan
hidup, antara manusia dan alam, antara pekerja dan pemilik perusahaan
konstruksi.
Tidak bisa disangkal bahwa dunia bisnis sekarang ini telah banyak
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Bukan hanya di negara-negara yang sudah
maju, akan tetapi juga di negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia.
ekonomi dan bisnis telah mempengaruhi totalitas kebudayaan masyarakat, bukan
hanya dalam tataran lokal atau nasional tetapi juga global-mondial. Dalam
keadaan yang demikian itu, sekarang faktor lingkungan ditambahkan sebagai
faktor yang asasi dalam dunia bisnis konstruksi, itu terbukti dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Hidup dan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1986 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Karena menyadari hal ini, pelaku bisnis konstruksi harus benar-benar
memikirkan suatu bisnis konstruksi yang menghargai harkat manusia dan
martabat alam. Pengaruh yang kuat dari dunia bisnis konstruksi yang menentukan
sendi kehidupan bermasyarakat ini menyadarkan agar kita kritis terhadap
kecenderungan imoralitas bisnis konstruksi. Dengan demikian, semua itu
membuat kita berfikir untuk menemukan hubungan yang benar dan seimbang
dalam perspektif hubungan yang tidak saling mematikan antara dunia bisnis
konstruksi, manusia, dan lingkungan alam.
a. Sikap Dasar
Etika lingkungan hidup yang diperlukan dalam dunia bisnis konstruksi
tidak kurang dari suatu perubahan fundamental dalam sikap pelaku bisnis
konstruksi terhadap lingkungan dan alam. Sikap dasar yang dituntut itu
dapat dirumuskan sebagai berikut : menguasai secara berpartisipasi,
menggunakan sambil memelihara. Pelaku bisnis konstruksi tetap
menguasai alam, dia tetap menggunakannya, tetapi yang perlu berubah
adalah cara penguasaan dan cara pemanfaatannya. Ia menguasai tidak
sebagai pihak di luar dan di atas alam, tetapi sebagai bagian dari alam,

10

sebagai partisipasi dalam ekosistem bumi. Jadi, sikap dasar yang perlu
terus dikembangkan oleh pelaku bisnis konstruksi adalah menguasai
sambil

menghargai,

mencintai,

mendukung,

dan

mengembangkan

lingkungan hidup. Pelaku bisnis konstruksi harus selalu membatinkan


sebagai suatu kewajiban bahwa dalam setiap pertemuannya dengan alam,
ia akan meninggalkannya dalam keadaan utuh.
b. Sikap Tanggung Jawab
Ini etika lingkungan hidup bagi bisnis konstruksi adalah sikap tanggung
jawab pelaku bisnis konstruksi terhadapnya. Sikap tanggung jawab ini
mempunya dua acuan, yaitu keutuhan biosfer dan generasi yang akan
datang.
1. Keutuhan biosfer
Campur tangan pelaku bisnis konstruksi terhadap alam selalu dijalankan
dalam tanggung jawab terhadap kelestarian semua proses kehidupan yang
sedang berlangsung. Pelaku bisnis konstruksi harus peka terhadap
keseimbangan ekosistem. Bagaimana pun juga, dia tidak boleh
mengurangi kadar kehidupan lingkungan.
2. Generasi yang akan datang
Pelaku bisnis konstruksi harus menyadari tanggung jawabnya terhadap
generasi yang akan datang. Pelaku bisnis konstruksi dibebani kewajiban
untuk mewariskan ekosistem bumi ini dalam keadaan baik dan utuh
kepada generasi yang akan datang, yaitu anak cucu kita.
c. Unsur-unsur Etika Lingkungan Hidup
Tuntutan yang lebih konkret bagi pelaku bisnis konstruksi yang termuat
1.

dalam sikap tanggung jawab terhadap lingkungan adalah sebagai berikut.


Pelaku bisnis konstruksi harus belajar menghormati alam. Lebih dari itu,
semua makhluk hidup harus dipandang sebagai saudara, sebagai

perwujudan solidaritas horizontal antara semua makhluk hidup.


2. Pelaku bisnis konstruksi harus mebatinkan tanggung jawab khusus
terhadap lingkungan lokalnya sendiri : agar lingkungannya menjadi bersih,
sehat, dan alamiah sejauh mungkin.
3. Pelaku bisnis konstruksi harus merasa bertanggung jawab terhadap
kelestarian biosfer. Sebagaimana dia sendiri termasuk biosfer, maka dia
tidak akan melakukan apa pun yang mengancam kesehatan dan
ketangguhannya.
11

4. Pelaku bisnis konstruksi harus menjadikan solidaritas dengan generasi


yang akan datang sebagai acuan tetap dalam komomunikanya dengan
lingkungan hidup, supaya bisa meninggalkan ekosistem bumi ini secara
utuh dan baik kepada mereka.
5. Pelaku bisnis konstruksi harus memahami etika lingkungan hidup baru
yang memuat larang keras untuk merusak, mengotori, dan meracuni alam
dengan slogan: membangun tanpa merusak atau membangun tanpa
menggusur.
6. Pelaku bisnis konstruksi harus menjaga proposionalitas dalam menentukan
hasil atau manfaat mana yang membenarkan sebuah perusakan atau
pengotoran dalam pembangunan.
7. Pelaku bisnis konstruksi harus mengikuti prinsip pembebanan biaya pada
penyebab, yaitu biaya pemberesan kembali lingkungan hidup selalu harus
dibebankan pada penyeban sebuah perusakan.

12

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Masalah tanggung jawab sosial bisnis konstruksi


3.1.1 Contoh kasus dari berbagai sumber di Indonesia
Pada tahun 2012 Pemkot Denpasar mengadakan proyek penataan pedestrian
Jalan Gajahmada sebagai kawasan heritage. Pemkot Denpasar menganggarkan
senilai Rp 3.150.000.000. Tender ini dimenangkan PT Alit Wirajaya dengan nilai
penawaran Rp 2.520.000.000. Dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan
perencanaan atau Detail Engenering Design (DED). Terdakwa Alit Widhiadnyana
AS dalam kegiatan penataan pedestrian Jalan Gajamada tahun 2012 telah
memperkaya diri dengan realisasi pengeluaran negara sebesar Rp 2.222.181.818,
sedangkan nilai fisik barang yang diterima Rp 2.011.640.023. Alit diduga tidak
mengerjakan pekerjaan tersebut sesuai kontrak dan addendum. Namun tetap
mendapatkan pembayaran kontraktor pembuatan laporan pelaksanaan pekerjaan,
dan menyatakan pekerjaan tersebut telah mencapai 100 persen. Padahal,
berdasarkan surat Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Udayana, Nomor 639/UN.14.1.31.1. 2/PM 03/2013 perihal hasil kajian
pembuatan pedestrian Gajah Mada Denpasar pada 5 Desember 2013, terungkap
banyak item pekerjaan yang volumenya kurang dari volume yang tercantum pada
RAB kontrak addendum dengan total biaya kurang. Kerugian negara berdasarkan
perhitungan auditor BPKP Perwakilan Bali tertanggal 29 September 201, sebesar
Rp 210.541.795.
Sumber : Tribun Bali (Rabu, 2 September 2015 13:20)

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia (PT FI)


menggelar unjuk rasa. Dalam unjuk rasa tersebut, SPSI Freeport meminta adanya
keadilan pembagian bonus bagi kurang lebih 800 karyawan yang bekerja di
tambang terbuka. Sekretaris Hubungan Industrial Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (SPSI) Freeport Tri Puspital menyebutkan, klimaks permasalahan pada
pertemuan 19 September 2016 terjadi ketimpangan pemberian bonus bagi pekerja
13

tambang terbuka hanya 17 persen. Sementara bagi pekerja Geotek mendapatkan


bonus 45 persen dari total gaji karyawan.
Para pekerja kecewa mendapatkan bonus kecil, apalagi selama ini karyawan
telah membantu perusahaan dalam operasional. Dengan adanya ketimpangan ini,
maka sejak 28 September karyawan memutuskan untuk mogok kerja, hingga ada
kesepakatan antara perusahaan dan karyawan. Setiap harinya, tambang terbuka itu
menghasilkan sekitar 200 ribu ton ore atau bijih mineral. Sementara para pekerja
di tambang terbuka itu membawa alatnya masing-masing berkisar 6-7 jam per
hari.
Sementara ini yang dituntut oleh teman-teman karyawan adalah meminta
transparansi dari perusahaan tentang pemberian bonus, misalnya bagaimana
formula pemberian bonus, bagaimana caranya dan baru dibandingkan dengan
aktual pencapaian dengan kondisi real di lapangan. Juru bicara PT Freeport
Indonesia, Riza Pratama membenarkan adanya mogok kerja sejak 28 September
dari karyawan di tambang terbuka, karena masalah pemberian bonus.
Sumber : Liputan6.com (03 Okt 2016, 17:49 WIB)

Proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung belum melibatkan tenaga


kerja terampil dari Kabupaten Bandung Barat yang menjadi salah satu daerah
perlintasan kereta tersebut. Padahal, KBB memiliki sejumlah tenaga kerja
terampil yang bisa diberdayakan.
Sampai sekarang belum ada permintaan dari Direktur PT Kereta Cepat terhadap
tenaga kerja di KBB. Seharusnya memang, proyek tersebut melibatkan tenaga
kerja lokal, ujar Kasi Perluasan dan Penempatan Tenaga Kerja Dinsosnakertrans
KBB Sutrisno, Kamis (21/1/2016).
Sutrisno mengungkapkan, KBB sebenarnya memiliki sejumlah tenaga kerja
terampil, seperti dari teknik sipil yang bisa dilibatkan dalam proyek

14

pembangunan. Kompetensi mereka pun, menurut dia, bisa diuji terlebih dahulu
sebelum dilibatkan dalam kegiatan pembangunan tersebut.
Berbeda dengan proyek kereta cepat, pemanfaatan tenaga kerja terampil asal KBB
telah diberdayakan dalam pembangunan PLTA Upper Cisokan. Sedikitnya 25
tenaga kerja akan dilibatkan dalam pembangunan pembangkit listrik untuk
memasok kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan Bali itu.
Kalau Direktur Cisokan, sudah ada permintaan ke Pemda untuk merekrut tenaga
kerja asal KBB. Dan, kami sudah siapkan itu, katanya.
Sutrisno mengungkapkan, setiap proyek pembangunan pemerintah sejatinya
melibatkan tenaga kerja lokal. Apalagi, saat ini banyak tenaga kerja yang tidak
terserap sejumlah perusahaan akibat krisis ekonomi.
Di KBB, jumlah angkatan kerja per tahun mencapai 60.000 orang, sementara
jumlah perusahaan skala kecil hingga besar sekitar 400 unit. Namun akibat krisis
ekonomi, banyak yang tidak terserap. Justru banyak yang dirumahkan, tuturnya.
Sementara itu, Direktur PT Kereta Cepat Indonesia Cina, Hanggoro Budi
Wiryawan di sela peletakan batu pertama kereta cepat di kawasan Walini,
Cikalongwetan mengungkapkan, proyek tersebut membutuhkan 87.000 pekerja.
Sejumlah tenaga kerja tersebut akan diutamakan dari daerah sekitar.
Jumlah pekerja yang dibutuhkan pada tahap konstruksi kereta cepat sebanyak
39.000 orang, pada saat konstruksi TOD 20.000 orang, dan pada saat operasional
TOD sebanyak 28.000 orang, katanya. (Cecep Wijaya/A-88)
Sumber : Pikiran Rakyat (21 Januari, 2016 - 18:06)

Rusak lingkungan, proyek pembangunan Hotel Westin di Jalan Raya


Andong, Peliatan, Ubud menuai banyak keluhan. Tidak hanya mengotori
jalan raya, proyek hotel ini juga dididuga mencaplok spadan sungai dan
mengotori aliran sungai.

15

Komisi I DPRD Gianyar sempat melakukan sidak ke lokasi proyek, temukan


sejumlah dugaan pelanggaran dan meminta agara dinas terkait untuk bersikap.
Ketua Komisi I DPRD Gianyar, Nyoman Artawa Putra yang ditemui, Selasa
(12/10), mengatakan, keluhan dari masyarakat sudah diterima sejak beberapa
bulan terkahir. Masyarakat mengeluhkan jalan raya yang berdebu, akibat ceceran
tanah yang diangkut mobil proyek kerap. Bahkan saat musin huja, jalan menjadi
licin dan mengotori jalan dan membahayakan pengguna jalan. Aliran sungai yang
sebelumnya jernih, kini keruh dan kotor dalam dua bulan terakhir lantaran diduga
akibat pembuangan limbah proyak ke sungai. Demikian halnya, di Beji Belong,
Peliatan yang sebelumnya menjadi tempat permandian umum, kini tidak lagi
dimanffatkan warga lantaran airnnya keruh.
Atas sejumlah keluhan itu, Senin (11/10) lalu, sebut Artawa, pihaknya melakukan
sidak ke proyek pembangunan hotel yang direncanakan sebanyak 150 kamar ini.
Kami menemukan kejanggalan dan kami yakini ada pelanggaran sempadan
sungai. Kami juga temukan adanya pengolahan limbah yang juga dekat dengan
aliran sungai, ungkapnya.
Menyikapi kondisi itu pihaknya mengharapkan tim monitoring dan evaluasi
(monev) dari Dinas PU Gianyar untuk melakukan pengecekan ke lokasi. Apalagi
secara kasat melihat bangunan hotel ini melanggar sempadan dan mengotori
sungai. Setidaknya, proyek itu diawasi secara ketat, karen sudah merusak
lingkungan. Perizinanberkaiatan dengan lingkungan sebaiknya dievaluasi,"
tegasnya.
Kepada jajaran eksekutif, Artawa juga meminta agar cermat mengkaji analisis
dampak lingkungan (Amdal). Sebab, jika tidak cermat dalam menganalisa kajian,
akan berakibat fatal bagi lingkungan dan pembangunan ke depan. Bahkan
seyogyanya, Amdal tidak keluar jika konsep konstruksi bangunan kajian dampak
lingkungannya tidak matang. Terlebih jika ternyata berdampak negatif bagi
lingkungan seperti yang kami amati langsung ini, sorotnya.
Padahal, BLH kabupaten/kota sudah ada imbauan agar dalam mengeluarkan
sebuah izin analisis mengenai dampak lingkungan maka terlebih dahulu harus ada
16

pengkajian Amdal yang Komprehensif dan melibatkan semua pihak-pihak terkait


guna menghindari kesalahan dalam penyusunan amdal. Amdal bisa saja dibawah
keranah hukum ketika didalam pelaksanaan dan penyelenggaraan suatu usaha
tidak berpedoman pada kajian yang telah dikeluarkan, tekannya.
Sumber : Tribun Bali (13 October 2016 14:41)

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, selaku kuasa hukum Koalisi


Selamatkan Teluk Jakarta, tetap menyiapkan sejumlah langkah hukum untuk
menghentikan proyek reklamasi. Langkah hukum disiapkan meski masih
menunggu putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang
memenangkan

banding

Pemprov

DKI

atas

izin

reklamasi.

Pengacara publik LBH Jakarta, Tigor Hutapea, menjelaskan upaya hukum


yang akan dilakukan adalah berbentuk gugatan atas kerusakan lingkungan
hidup ke Pengadilan Negeri, laporan tindak pidana pencemaran lingkungan,
serta pelaporan maladministrasi dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"Kami telah siapkan dokumen dan sudah ada legal opinion seperti gugatan
pencemaran lingkungan dan lainnya. Tujuannya untuk meyakinkan para pihak
dalam proses pelaporan atau persidangan," kata Tigor, di Kantor LBH Jakarta,
Menteng,
Tigor

Jakarta

menambahkan,

Pusat,
proyek

Jumat

reklamasi

tak

(21/10/2016).
layak

dilanjutkan.

Ia

menyampaikan itu dengan merujuk Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004


tentang Perikanan. Menurut Tigor, reklamasi Teluk Jakarta membuat
pencemaran lingkungan yang masif.
Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan dari Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Martin Hadiwinata, menyampaikan
pihaknya telah mengkaji potensi kerugian yang ditimbulkan jika reklamasi
Teluk Jakarta dilanjutkan.
Dari hitungan KNTI, kerugian ekonomi akibat proyek reklamasi mencapai Rp
743 miliar. Kerugian itu di antaranya mencakup menghilangkan budidaya
17

kerang hijau seharga Rp 85 juta untuk 1 hektar per tahun, serta kerusakan
ekosistem

mangrove

yang

mencapai

Rp

28

miliar

per

bulan.

"Ini sudah memenuhi unsur pencemaran. Kami akan melaporkan adanya


perusakan,

pencemaran

sumber

daya

ikan

dengan

Undang-Undang

Perikanan," ujar Martin.


Sumber : Kompas.com (Jumat, 21 Oktober 2016 | 19:33 WIB)

3.2 Corporate Social Responsibility (CSR)


Terdapat dua jenis konsep CSR, yaitu dalam pengertian luas dan dalam
pengertian sempit. CSR dalam pengertian luas, berkaitan erat dengan tujuan
mencapai kegiatan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic activity).
Keberlanjutan kegiatan ekonomi bukan hanya terkait soal tanggungjawab sosial
tetapi juga menyangkut akuntabilitas (accountability) perusahaan terhadap
masyarakat dan bangsa serta dunia internasional. CSR dalam pengertian sempit
dapat dipahami dari beberapa peraturan dan pendapat ahli berikut:
1. Menurut (Widjaja & Yeremia, 2008) CSR merupakan bentuk kerjasama
antara perusahaan (tidak hanya Perseroan Terbatas) dengan segala hal (stakeholders) yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan
perusahaan untuk tetap menjamin keberadaan dan kelangsungan hidup usaha
(sustainability) perusahaan tersebut. Pengertian tersebut sama dengan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yaitu merupakan komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik
bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada
umumnya (Widjaja & Yani, 2006). Menurut UUPT 2007 pengertian CSR
dalam Pasal 1 angka 3 menyebutkan tang-gungjawab sosial dan lingkungan
adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi

berkelanjutan

guna

meningkatkan

kualitas

kehidupan

dan

lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas


setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

18

2. UUPM 2007, dalam penjelasannya pasal 15 huruf b disebutkan


tanggungjawab sosial perusahaan adalah tanggungjawab yang melekat pada
setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang
serasi,seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat. Tampak bahwa UUPT 2007 mencoba memisahkan
antara tanggung jawab sosial dengan tanggung jawab lingkungan, yang
mengarah pada CSR sebagai sebuah komitmen perusahaan terhadap
pembangunan ekonomi berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan.
3. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan, konsep CSR dapat dipahami dalam Pasal 2 bahwa
menjadi ke-wajiban bagi BUMN baik Perum maupun Persero untuk
melaksanakannya.
4. World Business Council for Sustainable Development didefinisikan
sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi pada pembangunan
ekonomi

berkelanjutan

dengan

memperhatikan

para

karyawan

dan

keluarganya, masyarakat sekitar serta public pada umumnya guna


meningkatkan kualitas hidup mereka.
5. Menurut (Kotler & Nance, 2005) mendefinisikannya sebagai komitmen
korporasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui
kebijakan praktik bisnis dan pemberian kontribusi sumber daya korporasi.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa CSR merupakan social responsibility
dan perusahaan dalam hubungannya dengan pihak internal dan eksternal
3.2.1

perusahaan.
Dasar Pemahaman CSR bagi Perusahaan
Pemahaman tentang CSR pada umumnya berkisar pada tiga hal pokok,

yaitu CSR adalah: pertama, suatu peran yang sifatnya sukarela (voluntary) dimana
suatu perusahaan membantu mengatasi masalah sosial dan lingkungan, oleh
karena itu perusahaan memiliki kehendak bebas untuk melakukan atau tidak
melakukan peran ini; Kedua, disamping sebagai institusi profit, perusahaan
menyisihkan sebagian keuntungannya untuk kedermawanan (filantropi) yang
tujuannya untuk memberdayakan sosial dan perbaikan kerusakan lingkungan

19

akibat eksplorasi dan eksploitasi. Ketiga, CSR sebagai bentuk kewajiban


(obligation) perusahaan untuk peduli terhadap dan mengentaskan krisis
kemanusiaan dan lingkungan yang terus meningkat.
Pemahaman CSR selanjutnya didasarkan oleh pemikiran bahwa bukan
hanya Pemerintah melalui penetapan kebijakan public (public policy), tetapi juga
perusahaan harus bertanggungjawab terhadap masalah-masalah sosial. Bisnis
didorong untuk mengambil pendekatan pro aktif terhadap pembangunan
berkelanjutan. Konsep CSR juga dilandasi oleh argumentasi moral. Tidak ada satu
perusahaan pun yang hidup di dalam suatu ruang hampa dan hidup terisolasi.
Perusahaan hidup di dalam dan bersama suatu lingkungan. Perusahaan dapat
hidup dan dapat tumbuh berkat masyarakat dimana perusahaan itu hidup,
menyediakan berbagai infrastruktur umum bagi kehidupan perusahaan tersebut,
antara lain dalam bentuk jalan, transportasi, listrik, pemadaman kebakaran, hukum
dan penegakannya oleh para penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim).
Pola atau bentuk CSR juga berkembang dari yang bentuk charity principle
kepada stewardship principle (Anne, 2005). Berdasarkan charity principle,
kalangan masyarakat mampu memiliki kewajiban moral untuk memberikan
bantuan kepada kalangan kurang mampu. Jenis bantuan perusahaan ini sangat
diperlukan dan penting khususnya pada masa atau system Negara dimana tidak
terdapat system jaminan sosial, jaminan kesehatan bagi orang tua, dan tunjangan
bagi penganggur. Sedangkan dalam stewardship principle, korporasi diposisikan
sebagai public trust karena menguasai sumber daya besar dimana penggunaannya
akan berdampak secara fundamental bagi masyarakat. Oleh karenanya perusahaan
dikenakan tanggungjawab untuk menggunakan sumber daya tersebut dengan caracara yang baik dan tidak hanya untuk kepentingan pemegang saham tetapi juga
untuk masyarakat secara umum.
Dengan demikian korporasi dewasa ini memiliki berbagai aspek tanggungjawab.
Korporasi harus dapat mengelola tanggungjawab ekonominya kepada pemegang
saham, memenuhi tanggungjawab hukum dengan mematuhi peraturan perundangundangan yang berlaku, dan bertanggungjawab sosial kepada para stakeholder
(pemegang kepentingan).

20

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

21

DAFTAR PUSTAKA
Kirana, Andy. Etika Bisnis Konstruksi.Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI),
1996.

22

Marnelly, T.Romi. Corporate Social Responsibility (Tinjauan Teori dan Praktek


di Indonesia), website : download.portalgaruda.org, 28 Oktober 2016, 8:59
WITA.

23

Anda mungkin juga menyukai