Anda di halaman 1dari 37

HALAMAN JUDUL

PROPOSAL
TUGAS AKHIR TI 141501
APLIKASI TEORI PERMAINAN UNTUK MENYELESAIKAN
PERMASALAHAN ECONOMIC LOAD DISPATCH PADA
SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI 500kV
ALFIYYAH AZZAH MELATI
NRP 2513 100 071
Dosen Pembimbing
Dr.Eng. Erwin Widodo ST., M.Eng.

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2016

APLIKASI TEORI PERMAINAN UNTUK MENYELESAIKAN


PERMASALAHAN ECONOMIC LOAD DISPATCH PADA
SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI 500kV
Nama

: Alfiyyah Azzah Melati

NRP

: 2513100071

Pembimbing : Dr.Eng. Erwin Widodo ST., M.Eng.

ABSTRAK
Economic Load Dispatch (ELD) adalah alokasi pembebanan pada unit-unit
pembangkit yang ada dalam sistem tenaga listrik secara optimal ekonomi, yaitu
pada total biaya operasinya minimal. Selain memperhatikan pembangkitan dari
sisi ekonomi, perlu dipertimbangkan juga banyaknya emisi yang dikeluarkan
setiap pembangkit ke lingkungan harus minimum. Permasalahan ELD di
Indonesia diterapkan oleh sistem kelistrikan Jawa-Bali 500 kV. Dari berbagai
pembangkit yang digunakan di sistem kelistrikan tersebut, terdapat pembangkit
hidro yaitu PLTA Cirata dan PLTA Saguling, serta pembangkit thermal yaitu
PLTU Suralaya, PLTGU Muara Tawar, PLTU Tanjung Jati, PLTGU Gresik,
PLTGU Grati dan PLTGU Paiton. Dalam penelitian ini, daya yang dialokasikan
untuk dibangkitkan oleh setiap pembangkit dalam sistem kelistrikan Jawa Bali
500 kV dicari menggunakan pendekatan teori permainan dengan pemain berupa
pembangkit yang digunakan, strategi berupa berapa banyak yang dibangkitkan
setiap pembangkit, serta payoff berupa biaya yang dikeluarkan oleh pembangkit
dalam proses pembangkitan. Hasil akhir penelitian ini diharapkan berupa strategi
berapa jumlah daya yang dibangkitkan oleh setiap pembangkit pada sistem
kelistrikan Jawa-Bali 500kV untuk menghasilkan biaya pembangkitan yang
minimum.

Kata kunci : Economic Load Dispatch, Sistem Kelistrikan Jawa Bali 500 kV,
Teori Permainan.

(Halaman ini Sengaja Dikosongkan)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
ABSTRAK...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 - PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1

Latar Belakang...........................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah......................................................................................3

1.3

Tujuan Penelitian.......................................................................................3

1.4

Manfaat Penelitian.....................................................................................4

1.5

Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................4

1.5.1

Batasan...............................................................................................4

1.5.2

Asumsi...............................................................................................4

1.6

Sistematika Penulisan................................................................................4

BAB 2 - TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................7


2.1

Sistem Tenaga Listrik................................................................................7

2.1.1

Pembangkit.........................................................................................7

2.1.2

Jaringan Transmisi.............................................................................8

2.1.3

Jaringan Distribusi.............................................................................9

2.1.4

Beban...............................................................................................10

2.2

Sistem Kelistrikan Jawa Bali 500 kV......................................................11

2.3

Economic Load Dispatch (ELD)..............................................................14

2.3.1

Model Matematis Economic Load Dispatch....................................14

2.3.2

Karakteristik Input-Output (untuk objektif biaya pembangkitan)...15

2.4

Teori Permainan.......................................................................................17

2.4.1

Pure Strategy....................................................................................18

2.4.2

Mixed Strategy.................................................................................18

2.4.3

Zero Sum Games..............................................................................19

2.4.4

Non Zero Sum Games......................................................................19

2.4.5

Cooperative Games..........................................................................19

2.4.6

Pencarian solusi dari permainan......................................................19

2.5

Literature Review.....................................................................................21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN..........................................................25


3.1

Studi Literatur..........................................................................................25

3.2

Studi Lapangan dan Pengumpulan Data..................................................26

3.3

Identifikasi Elemen Permainan................................................................26

3.4

Pengolahan Data......................................................................................27

3.4.1

Pembuatan Model Matematis...........................................................27

3.4.2

Pembuatan Matriks Payoff...............................................................28

3.4.3

Aplikasi Teori Permainan.................................................................28

3.5

Verifikasi dan Validasi.............................................................................28

3.6

Eksperimen dan Analisis..........................................................................29

3.7

Penarikan Kesimpulan.............................................................................29

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan dijelaskan mengenai hal-hal yang mendasari
dilakukannya penelitian serta identifikasi masalah penelitian yang meliputi latar
belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta batasan
dan asumsi yang digunakan dalam penelitian.
1.1

Latar Belakang
Perkembagan teknologi untuk membantu manusia yang pesat mendorong

manusia memiliki sifat konsumtif yang bertambah (Nata, 2014). Pertambahan


sifat konsumtif manusia tersebut menyebabkan kebutuhan manusia akan berbagai
hal di kehidupannya juga semakin bertambah, tidak terkecuali kebutuhan energi
listrik. Saat ini, energi listrik diperlukan seluruh manusia sebagai sumber
kehidupan. Tanpa adanya energi listrik, aktivitas yang dilakukan oleh manusia
terhadap teknologi-teknologinya akan terhambat (Mulyati, 2008). Dengan
penggunaan listrik yang semakin meningkat, konsekuensinya adalah penggunaan
bahan bakar untuk membangkitkan listrik seperti batu bara dan gas alam yang
juga semakin meningkat. Dari sudut pandang ekonomi, konsumsi bahan bakar
yang digunakan untuk melakukan pembangkitan listrik menjadi suatu masalah
yang perlu mendapat perhatian serius karena biaya bahan bakar memiliki andil
sekitar 60% dari total biaya pembangkitan dan dari 60% biaya bahan bakar
tersebut, 85% diantaranya adalah biaya bahan bakar untuk pembangkit thermal
(Kanata, 2013). Sehingga, perlu dilakukan penghematan biaya dengan melakukan
alokasi pembebanan yang membuat kombinasi jumlah beban pembangkitan listrik
dengan biaya yang murah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan pengaturan alokasi
pembebanan listrik yang dilakukan oleh pembangkit sehingga biaya bahan bakar
yang memiliki proporsi terbesar dari total biaya pembangkitan akan minimum.
Selain itu, pengaturan alokasi juga mampu mengatasi permasalahan permintaan

daya listrik. Perencanaan alokasi pembangkitan adalah salah satu masalah penting
dari sistem tenaga listrik.
Economic Load Dispatch adalah pembagian pembebanan pada unit-unit
pembangkit yang ada dalam sistem tenaga listrik secara optimal menurut sisi
ekonomi, yaitu pada harga beban sistem tertentu yang total biaya operasinya
minimal (Penangsang, 2010). Penerapan Economic Load Dispatch pada sistem
pembangkit digunakan untuk menentukan kombinasi output tenaga yang optimal
untuk semua unit pembangkit dengan meminimasi total biaya bahan bakar dan
memenuhi beberapa batasan seperti kapasitas pembangkit dan kesetimbangan
daya agar semua permintaan dapat terpenuhi.
Permasalahan Economic Load Dispatch di Indonesia diterapkan oleh
sistem kelistrikan 500 kV Jawa-Bali. Dari berbagai macam pembangkit yang
digunakan di sistem kelistrikan tersebut, terdapat pembangkit yang merupakan
pembangkit hidro (bertenaga air) yaitu PLTA Cirata dan PLTA Saguling, serta
pembangkit thermal (bertenaga panas) yaitu PLTU Suralaya, PLTGU dan PLTG
Muara Tawar, PLTU Tanjung Jati, PLTGU Gresik, PLTGU Grati dan PLTGU
Paiton. Berbeda dengan pembangkit hidro yang mengandalkan debit dari air yang
mengalir, pembangkit listrik thermal membutuhkan bahan bakar seperti gas atau
batu bara yang biayanya besar untuk memulai pembangkitan serta tidak
diperkenankan hingga mati karena set up dari pembangkit thermal akan
membutuhkan waktu yang banyak dan biaya yang besar (Rahman, 2012). Atas
dasar hal tersebut, perlu dilakukan penentuan jumlah alokasi pembebanan yang
optimal menurut sisi ekonomi yaitu dengan meminimalkan biaya pembangkitan.
Permasalahan Economic Load Dispatch

dapat diselesaikan dengan

pendekatan teori permainan dimana setting permainan dilakukan untuk


mendapatkan biaya yang minimum saat setiap pembangkit melakukan
pembangkitan listrik untuk memenuhi permintaan. Player atau pemain yang
digunakan dalam permainan adalah setiap pembangkit karena operator yang ada
di setiap pembangkit dapat memilih strategi untuk membangkitkan seberapa
banyak. Strategi yang digunakan yaitu berapa banyak jumlah listrik yang
dibangkitkan setiap pembangkit. Serta, payoff dalam permainan ini berupa biaya
yang dibutuhkan untuk melakukan pembangkitan pada setiap strategi pembangkit.
6

Penyelesaian permasalahan Economic Load Dispatch telah banyak


dilakukan dengan berbagai macam metode. Banyak penelitian sebelumnya yang
menggunakan metode metaheuristik seperti menggunakan metode Particle Swarm
Optimization (PSO) oleh Rahman (2012) dan Wardana (2014) Genetic Algorithm
(GA) dan micro-Genetic Algorithm (-GA) oleh Amruddin (2011), Ant Colony
Optimization (ACO) oleh Mahatma (2013), Differential Evolution (DE) oleh
Anesya (2012), dan lain-lain. Metode lain yang digunakan yaitu dengan metode
linear programming seperti yang dilakukan oleh Farag (1995), serta menggunakan
turunan kalkulus seperti yang dilakukan oleh Cekdin (2011).
Penyelesaian permasalahan Economic Load Dispatch menggunakan
pendekatan teori permainan sebelumnya telah dilakukan oleh Nezihe Yildiran dan
Emin Tacer pada Agustus 2015 dengan objek amatan 6 pembangkit di Turki.
Dengan diterapkannya aplikasi teori permainan pada sistem kelistrikan Jawa-Bali
500kV, diharapkan akan ditemukan jumlah daya yang tepat untuk setiap
pembangkit agar biaya pembangkitan yang dikeluarkan minimum.
1.2

Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian tugas akhir ini adalah

bagaimana menentukan alokasi pembebanan yang lebih baik pada setiap unit
pembangkit sehingga kebutuhan beban pada sistem kelistrikan Jawa-Bali dapat
terpenuhi dengan biaya pembangkitan yang minimum.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui alokasi pembebanan dan biaya minimum yang dibutuhkan untuk


melakukan pembebanan yang lebih minimum.
2. Mengetahui performa dari pengaplikasian metode teori permainan untuk
penyelesaian permasalahan Economic Load Dispatch.

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk

memberikan alternatif alokasi pembebanan yang lebih baik dengan biaya


operasional pembangkitan yang lebih minimum.
1.5

Ruang Lingkup Penelitian


Berikut merupakan ruang lingkup dari penelitian tugas akhir ini yang

terdiri dari batasan dan asumsi yang digunakan saat penelitian.


1

Batasan
Berikut merupakan batasan yang digunakan di dalam penelitian ini :
1. Sistem amatan berupa sistem kelistrikan 500 kV di untuk pulau Jawa dan
tidak mempertimbangkan beban di pulau Bali.
2. Sistem kelistrikan interkoneksi Jawa Bali yang digunakan hanya dari
pembangkit

hingga

jaringan

transmisi

ke

pusat

beban.

Tidak

memperhatikan pendistribusian ke rumah-rumah penduduk.


3. Elemen biaya yang digunakan untuk minimasi biaya pembangkitan hanya
elemen biaya bahan bakar (fuel cost komponen C) dan biaya setup.
4. Perspektif yang digunakan dalam sistem adalah perspektif sistem
kelistrikan dari PT. Pembangkitan Jawa Bali.
2

Asumsi
Berikut merupakan batasan yang digunakan di dalam penelitian ini :
1. Tidak terjadi rugi-rugi (losses) transmisi saat dilakukan penyaluran listrik
dari pembangkit ke pusat beban.
2. Kabel transmisi diasumsikan tidak memiliki kapasitas beban saat
melakukan kegiatan transmisi.
3. Nilai kapasitas minimal atau TML dari pembangkit dengan bahan bakar
gas diambil dari nominal Take Or Pay (TOP) dari supplier gas.

1.6

Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir ini terdiri dari enam bab dengan sistematika penulisan

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan dijelaskan mengenai hal-hal yang mendasari
dilakukannya penelitian serta identifikasi masalah penelitian yang meliputi latar
belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta batasan
dan asumsi yang digunakan dalam penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka berisi tentang uraian teori dari permasalahan dan
metode yang digunakan yang diperoleh dari referensi yang akan digunakan
sebagai landasan dalam kegiatan penelitian tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada metodologi penelitian dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam penelitian aplikasi metode teori permainan untuk menyelesaikan
permasalahan economic load dispatch untuk minimasi biaya pembangkitan.
BAB IV PEMBUATAN MODEL DAN MATRIKS PAYOFF
Pada bab pembuatan model dan algoritma dijelaskan mengenai tahapan
pembuatan model economic load dispatch (ELD) pada sistem kelistrikan Jawa
Bali 500kV dan matriks payoff yang digunakan untuk menyelesaikan masalah
ELD.
BAB V EKSPERIMEN DAN ANALISIS
Pada bab eksperimen dan analisis dijelaskan tahapan eksperimen untuk
menyelesaikan permasalahan economic load dispatch di Sistem Kelistrikan Jawa
Bali 500kV dan penjabaran analisis hasil eksperimen. Selain itu, analisis juga
dilakukan dengan mengukur performansi hasil teori permainan yang dilakukan.
BAB VI KESIMPULAN
Pada bab kesimpulan berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan
penelitian yang diharapkan selanjutnya.
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka berisi tentang uraian teori dari permasalahan dan
metode yang digunakan yang diperoleh dari referensi yang akan digunakan
sebagai landasan dalam kegiatan penelitian tugas akhir ini.
2.1

Sistem Tenaga Listrik


Sistem tenaga listrik merupakan suatu kesatuan kompleks yang terdiri dari

beberapa komponen utama yakni pembangkit, jaringan transmisi, distribusi dan


pusat-pusat beban. Sistem tenaga listrik memiliki fungsi menyalurkan daya dari
pusat pembangkit ke pusat pusat beban sehingga bersifat terinterkoneksi
(Penangsang, 2010).
3

Pembangkit
Pembangkit listrik atau generator merupakan komponen penting dalam

sistem tenaga listrik karena berfungsi sebagai hulu dari penyaluran listrik.
Generator yang sering digunakan dalam sistem tenaga listrik adalah generator AC
sinkron 3 phasa. Dalam sistem kelistrikaan modern, generator atau pembangkit
digerakkan secara mekanis menggunakan turbin. Dua jenis turbin yang umum
dipakai di Indonesia dan dapat menggerakkan generator adalah turbin hidrolik
yang digunakan di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan turbin uap yang
digerakkan oleh energi yang dihasilkan dari pembakaran batubara, gas, dan bahan
nuklir yang digunakan di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Sampai dengan bulan September 2014, kapasitas terpasang pembangkit
PLN dan IPP di Indonesia adalah 43.457 MW yang terdiri dari 33.499 MW di
sistem Jawa-Bali dan 9.958 MW di sistem-sistem kelistrikan Wilayah Sumatera
dan Indonesia Timur. Pembangkit sewa tidak termasuk dalam angka tersebut (PT
PLN (PERSERO), 2015).
Dalam melakukan pembangkitan, terdapat beberapa komponen biaya yang
juga harus dipertimbangkan menurut Praditya (2011) adalah sebagai berikut :

10

CAPEX (Capital Expenditure) Komponen Biaya A


Komponen biaya A dalam pembangkitan merupakan sebuah fixed cost atau
biaya yang harus tetap dikeluarkan terlepas dari pembangkit tersebut
beroperasi atau tidak dalam bentuk modal. Yang termasuk dalam komponen
biaya ini adalah capital cost (biaya konstruksi pembangkit).

OPEX (Operational Expenditure)


o Operating and Maintenance Fixed Cost Komponen Biaya B
Komponen biaya B dalam pembangkitan merupakan biaya fixed cost
dalam bentuk operasional. Biasanya komponen biaya ini memiliki
proporsi yang kecil dari total biaya pembangkitan. Yang termasuk dalam
komponen biaya ini adalah biaya manajemen, gaji pegawai, dll.
o Fuel Cost Komponen Biaya C
Komponen biaya C dalam pembangkitan merupakan biaya yang
dibutuhkan untuk bahan bakar yang digunakan oleh pembangkit listrik.
Biaya ini tergantung pada jenis bahan bakar dan jumlah daya yang ingin
dibangkitkan. Biasanya komponen biaya ini memiliki proporsi yang cukup
besar, yaitu sekitar 60% dari total biaya pembangkitan (Kanata, 2013).
Dalam penelitian ini hanya digunakan komponen biaya C, yaitu biaya
bahan bakar karena komponen biaya C dapat merepresentasikan total
biaya pembangkitan karena memiliki proporsi yang banyak.
o Operating and Maintenance Variable Cost Komponen Biaya D
Komponen biaya D dalam pembangkitan merupakan biaya yang
dibutuhkan setiap pembangkit yang berdasarkan pada besar daya yang
akan dibangkitkan. Biasanya komponen biaya ini memiliki proporsi yang
kecil dari total biaya pembangkitan. Sebagai contoh, biaya yang masuk
dalam komponen biaya ini adalah biaya untuk pelumas. Semakin banyak
daya yang dibangkitkan, akan semakin berat kerja dari mesin pembangkit
sehingga dibutuhkan pelumas untuk memudahkan mesin pembangkit.

Jaringan Transmisi
Jaringan transmisi listrik bertujuan untuk menyalurkan energi listrik dari

pembangkit menuju sistem pusat beban dalam bus dalam rangka menyuplai

11

beban. Saluran transmisi juga menghubungkan peralatan selama bekerja normal,


maupun ketika terjadi gangguan (Penangsang, 2010).
Standar tegangan transmisi yang dikeluarkan oleh United States dalam
standar ANSI yaitu dengan satuan 69kV, 115kV, 138kV, 230kV, 345kV, 500kV
dan 765kV. Di Indonesia, terdapat 3 jenis tegangan transmisi yang banyak
digunakan yaitu 70 kV, 150 kV, dan 500 kV. Berdasarkan dari tegangan yang
disalurkan, terdapat 3 klasifikasi tegangan transmisi, yaitu :
1. Saluran Transmisi Tegangan Tinggi (High Voltage HV), yaitu tegangan
transmisi yang lebih kecil dari 138 kV.
2. Saluran Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi (Extra High Voltage EHV), yaitu
tegangan transmisi yang berada pada rentang 220 kV hingga 750 kV.
3. Saluran Transmisi Tegangan Ultra Tinggi (Ultra High Voltage UHV), yaitu
tegangan transmisi yang lebih tinggi dari 765 kV.
Dalam proses penyaluran listrik melalui jaringan transmisi, selalu terdapat
rugi-rugi transmisi atau yang biasa disebut losses. Namun, pada tugas akhir ini,
losses daya saat transmisi diasumsikan 0, yaitu tidak ada losses yang terjadi saat
proses penyaluran listrik dari pusat pembangkit ke bus-bus beban. Sehingga pada
batasan kesetimbangan daya, jumlah yang dibangkitkan harus sama dengan
jumlah permintaan daya beban listrik.
5

Jaringan Distribusi
Sistem distribusi adalah bagian yang menyalurkan energi dari bus-bus

beban transmisi ke pusat-pusat beban yang ada di konsumen. Besar tegangan


saluran distribusi primer yaitu 4 kV sampai dengan 34,5 kV dan menyuplai beban
dalam area tertentu. Sedangkan untuk distribusi sekunder, tegangan yang disuplai
yakni pada level tegangan 240/120 V (Penangsang, 2010).
Berdasarkan letaknya, sistem distribusi dibagi menjadi 2 yaitu Overhead
dan Underground (Amruddin, 2011). Overhead transmisi listrik disalurkan di
udara atau di atas tanah, contohnya dengan menggunakan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), sedangkan Underground disalurkan di bawah
tanah, contohnya dengan menggunakan saluran kabel transmisi bawah laut.

12

Sama seperti jaring transmisi, dalam proses pendistribusian listrik, juga


selalu terdapat rugi-rugi atau yang biasa disebut losses. Namun, pada tugas akhir
ini, losses daya diasumsikan 0 yang berarti diasumsikan tidak ada losses yang
terjadi saat proses penyaluran listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban.
6

Beban
Beban pada sistem tenaga dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu skala

industri, skala komersil, dan skala rumah tangga. Daya beban industri disuplai
langsung dari sistem transmisi tanpa melalui jaringan distribusi karena memiliki
beban yang sangat besar. Sedangkan skala lainnya akan disambungkan dari
jaringan distribusi karena memiliki beban yang kecil seperti untuk pencahayaan,
pemanasan, dan pendinginan yang tidak mempengaruhi secara signifikan
frekuensi dan nilai konsumsi daya reaktif seperti beban besar dari skala industri.
Daya dinyatakan dalam satuan kilowatt atau megawatt, besarnya beban
berbeda tiap waktu, dan daya yang dibangkitkan harus menyesuaikan dengan
kebutuhan beban. Beban kurva harian dari peralatan listrik merupakan beban
komposit yang berasal dari penggunaan listrik yang berbeda.
Seluruh beban dihubungkan dengan generator yang masing-masing
membangkitkan daya untuk disalurkan ke jaringan transmisi dengan tujuan
memenuhi beban. Berikut ini merupakan penggambaran sistem tenaga listrik.

Gambar 2.1 Penggambaran Sistem Tenaga Listrik (Sidik, 2015)

Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa sistem tenaga listrik terdiri dari 4
komponen yaitu sistem pembangkit, sistem transmisi, sistem distribusi dan
konsumen atau beban. Keempat sistem ini terhubung secara seri kecuali untuk
beban industri yang tanpa melalui sistem distribusi. Energi listrik dibangkitkan
dari sistem pembangkit berupa PLTA, PLTD, PLTP, PLTG, PLTU, PLTGU untuk
didistribusikan dan memenuhi demand beban yang ada di konsumen.
13

2.2

Sistem Kelistrikan Jawa Bali 500 kV


Sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV merupakan sebuah sistem interkoneksi

yang menghubungkan seluruh beban listrik yang ada di Jawa Bali dengan
pembangkit, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi. Sistem kelistrikan ini
berfungsi sebagai backup dari sistem kelistrikan 150 kV dan 70 kV yang hanya
dapat menangani demand listrik untuk daerah dengan radius kecil. Jadi, ketika
terdapat demand listrik dari konsumen atau masyarakat, demand tersebut akan
terlebih dahulu dipenuhi oleh sistem kelistrikan 150 kV dan 70 kV. Setelah jumlah
demand tidak dapat dipenuhi, maka sistem kelistrikan 500 kV ditugaskan untuk
mengalokasikan listrik yang dibangkitkan menuju pusat-pusat beban listrik yang
demandnya belum terpenuhi.
Dengan berfungsi sebagai sistem backup dari sistem kelistrikan 150 kV dan
70 kV, serta tidak seimbangnya jumlah bus pembangkit dan bus load yang ada di
pulau Jawa, maka sistem kelistrikan 500 kV yang merupakan sistem kelistrikan
Extra High Voltage perlu diintegrasikan dalam satu sistem interkoneksi untuk
pulau jawa dan dalam peyalurannya ke beban, perlu disalurkan menggunakan
trafo step down untuk menurunkan tegangan sebelum masuk ke beban konsumen.
Sistem interkoneksi kelistrikan Jawa Bali 500 kV terdiri atas 26 bus dengan
29 saluran dan 9 bus pembangkit. Pembangkit-pembangkit yang terpasang dalam
sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV ini terdiri dari 2 pembangkit hidro yaitu
PLTA Cirata, PLTA Saguling, dan 7 pembangkit thermal yaitu PLTU Suralaya,
PLTU New Suralaya, PLTU Tanjung Jati, PLTG Muata Tawar, PLTGU Gresik,
PLTGU Paiton, dan PLTGU Grati. Berikut ini penggambaran sistem kelistrikan
Jawa Bali 500 kV dalam peta beban sesaat pada 29 September 2015 pukul 18.00.

Gambar 2.2 Peta Beban Sesaat 29 September 2015 pukul 18:00 Sistem Kelistrikan
Jawa Bali 500kV (Sumber : PT. Pembangkitan Jawa Bali, 2015)

14

Berikut ini merupakan penggambaran sistem kelistrikan interkoneksi Jawa


Bali 500 kV dalam single line base diagram.

Gambar 2.3 Single Line Base Diagram Sistem Kelistrikan Interkoneksi Jawa Bali 500 kV

15

(Sumber : PT. Pembangkitan Jawa Bali, 2015)

Berikut ini merupakan tabel persebaran bus pada sistem kelistrikan


interkoneksi Jawa Bali 500 kV berdasarkan provinsi.
Tabel 2.1 Persebaran Bus Sistem Kelistrikan Jawa Bali 500 kV Berdasarkan Provinsi
BUS PEMBANGKIT
Provinsi
Daftar Bus Pembangkit
Daftar Bus Load (Pusat Beban)
Banten
Suralaya, New Suralaya Cilegon, Balaraja
DKI Jakarta
Kembangan, Gandul, Cawang
Muara Tawar, Cirata,
Cibinong, Bekasi, Depok, Tasikmalaya,
Jawa Barat
Saguling
Mandirancan, Cibatu, Bandung Selatan
Jawa Tengah
dan Jogjakarta
Jawa Timur

Tanjung Jati

Pedan, Ungaran

Paiton, Gresik, Grati

Kediri, Ngimbang, Surabaya Barat (Krian)

Dari Gambar 2.2 dan 2.3 dapat dilihat bahwa sistem kelistrikan Jawa Bali
menghubungkan semua pusat beban ke pembangkit dengan 28 saluran. Setiap
pembangkit memiliki tugas untuk mengalokasikan daya yang dibangkitkan
menuju beberapa pusat beban. Dari pusat beban, listrik kemudian didistribusikan
menuju rumah-rumah sehingga penduduk mendapatkan saluran listrik.
Jika dilihat dari persebaran, demand beban, dan kemampuan pembangkit
berdasarkan provinsi seperti yang terlihat pada Gambar 2.2 dan Tabel 2.1, dapat
dilihat bahwa jumlah pembangkit yang ada di Jawa bagian barat (Banten, DKI
Jakarta, dan Jawa Barat) jauh lebih sedikit dibandingkan Jawa bagian timur (Jawa
Tengah, Jogjakarta, dan Jawa Timur), sedangkan untuk jumlah bus load yang
merupakan demand beban yang ada di Jawa bagian barat lebih banyak juga
dibanding Jawa bagian timur. Tidak seimbangnya jumlah beban ini terjadi
dikarenakan daerah Jawa bagian barat merupakan wilayah penting administratif
negara seperti adanya Istana Negara, sehingga listrik tidak diperkenankan hingga
padam. Dengan sistem yang saling terkoneksi sepanjang pulau Jawa, maka
diharapkan pembangkit di Jawa bagian timur yang memiliki jumlah dan
kemampuan pembangkitan beban yang lebih banyak dibanding kebutuhannya,
dapat juga mengcover beban yang ada di Jawa bagian barat yang memiliki jumlah

16

dan kemampuan lebih sedikit dibanding kebutuhan beban. Contohnya, diharapkan


pembangkit Paiton juga dapat memenuhi kekurangan pembebanan untuk Cilegon.
2.3

Economic Load Dispatch (ELD)


Economic Load Dispatch (ELD) adalah pembagian pembebanan pada unit-

unit pembangkit yang ada dalam sistem tenaga listrik secara optimal menurut sisi
ekonomi, yaitu pada harga beban sistem tertentu yang total biaya operasinya
minimal (Penangsang, 2010). Menurut Singh & Kumar (2015), Economic Load
Dispatch juga diartikan sebagai masalah alokasi daya yang dibebankan kepada
unit pembangkit untuk dibangkitkan dengan meminimalkan total biaya
pembangkitan dan memenuhi batasan-batasan yang ada. Besar beban pada suatu
sistem tenaga selalu berubah setiap periode waktu tertentu, oleh karena itu untuk
menyuplai beban secara ekonomis, Economic Load Dispatch dilakukan pada tiap
besar beban tersebut. Penerapan ELD pada sistem tenaga listrik digunakan untuk
menentukan kombinasi output tenaga yang optimal untuk semua unit pembangkit
dengan meminimasi total biaya bahan bakar dan memenuhi beberapa batasan
seperti kapasitas pembangkit dan jumlah pembangkitan minimum agar semua
permintaan dapat terpenuhi.
Pada pembangkitan energi listrik, terdapat tiga komponen biaya utama yaitu
biaya pembangunan fasilitas, biaya kepemilikan dan biaya operasi. Biaya operasi
adalah biaya yang memiliki bagian yang paling dominan pada sistem
pembangkitan listrik. Salah satu komponen dominan pada biaya operasi adalah
biaya bahan bakar (fuel cost) dan setiap pembangkit memiliki karakteristik fuel
cost yang berbeda-beda sesuai dengan jenis bahan bakar dan efisiensi dari
pembangkit. Optimasi biaya operasi yaitu biaya fuel cost sangat mempengaruhi
biaya produksi energi listrik. Dalam kondisi normal, kapasitas total dari
pembangkit lebih besar dari daya beban (Pload) dan rugi-rugi transmisi (Ploss).
7

Model Matematis Economic Load Dispatch


Secara umum, tujuan utama dari Economic Load Dispatch adalah

meminimalkan konsumsi bahan bakar dari pembangkit pada sistem dengan


menentukan daya output setiap unit pembangkit. Model matematis dari

17

permasalahan Economic Load Dispatch menurut Farag (1995) adalah sebagai


berikut.
Fungsi tujuan : minimasi total biaya pembangkitan (biaya bahan bakar)
ai P2i
( +b i Pi +c i)

(2.1)

FT =MIN
i=1

Keterangan :

FT

= total biaya bahan bakar

ai , bi , ci

= koefisien persamaan biaya pembangkit i

Pi

= daya yang dibangkitkan pembangkit i

= jumlah pembangkit

Persamaan biaya pembangkitan untuk setiap pembangkit didapatkan dari


hasil regresi non linier karakteristik output (berupa biaya bahan bakar atau daya
emisi) dan input (berupa daya output yang ingin dihasilkan). Persamaan
dihasilkan berdasarkan :
a. Percobaan tentang efisiensi dari pembangkit
b. Data historis mengenai operasi dari unit pembangkit
c. Data desain dari unit pembangkit yang diberikan pabrik produsen.
d. Penelitian mengenai economic load dispatch sebelumnya
Konstrain 1 : Kesetimbangan Daya
n

(2.2)

Pi P D + P L dengan PL= Pi B ij P j
i=1

i=1 j=1

Keterangan :

PD

= total demand sistem

PL

= besar losses yang terjadi

B ij

= matriks elemen losses dari pembangkit i ke j

Konstrain 2 : Kapasitas Pembangkit


(2.3)

min

max

Pi P i Pi

18

Keterangan :

min

Pi

= kapasitas daya minimum pembangkit i

Pmax
i

= kapasitas daya maksimum pembangkit i

Karakteristik Input-Output (untuk objektif biaya pembangkitan)


Terdapat dua jenis pembangkit yang digunakan dalam sistem kelistrikan

Jawa-Bali, yaitu pembangkit thermal dan pembangkit hidro. Kedua pembangkit


tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam membangkitkan listrik.
Berikut ini merupakan penjelasan dari kedua jenis pembangkit tersebut.
2.3.1.1 Karakteristik Input-Output Pembangkit Thermal
Pada pembangkit thermal, karakteristik input didasarkan atas biaya
konsumsi bahan bakar untuk menghasilkan karakteristik output berupa jumlah
daya yang dibangkitkan atau dibebankan ke pembangkit tersebut. Pada umumnya
karakteristik input-output pembangkit thermal memiliki satuan Btu per jam input
ke unit generator (Mbtu/h). Biaya pembangkitan merupakan perkalian dari biaya
bahan bakar dan kebutuhan bahan bakar setiap jam. Selain biaya pembangkitan,
dalam biaya operasi juga terdapat biaya tenaga kerja, biaya pemeliharaan, biaya
transportasi bahan bakar, dll yang sulit untuk diinterpretasikan secara langsung
dalam karakteristik input-output pembangkit thermal (Miller et al., 1994).

Gambar 2.4 Kurva Input-Output Pembangkit Thermal

Dari Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa kurva yang dibentuk oleh karakteristik
input-output pembangkit thermal membentuk kurva convex polinomial pangkat

19

dua. Terdapat dua batasan yang dari output daya yang dihasilkan yaitu Pmin sebagai
batas minimum daya yang dibangkitkan dan P max sebagai batas maksimum daya
yang dibangkitkan. Batas minimum digunakan agar pembangkit tidak mati karena
jika pembangkit mati maka membutuhkan waktu set-up yang lama dan biaya yang
cukup besar lagi untuk melakukan pembangkitan. Sementara itu, batas maksimum
didapatkan dari kapasitas komponen pembangkit.
2.3.1.2 Karakteristik Input-Output Pembangkit Hidro
Pada pembangkit hidro, karakteristik input didasarkan atas volume air
yang dibutuhkan per unit waktu untuk menghasilkan karakteristik output berupa
jumlah daya yang dibangkitkan atau dibebankan ke pembangkit tersebut.

Gambar 2.5 Kurva Input-Output Pembangkit Hidro (a) Jumlah Input Air (b) Kenaikan Air

Dari Gambar 2.5(a) dapat dilihat bahwa kurva yang dibentuk oleh
karakteristik input-output pembangkit hidro berdasarkan jumlah input air yang
digunakan sedikit lebih landai dibanding kurva untuk pembangkit thermal. Dapat
dikatakan bahwa karakteristik pembangkit hidro yaitu kebutuhan volume input air
per unit waktu terhadap daya yang dibangkitkan hampir linier. Untuk Gambar
2.5(b) menggambarkan bahwa kenaikan air sebagai input berbentuk linier dan
meningkat pada waktu tertentu.

20

2.4

Teori Permainan
Teori

Permainan

adalah

suatu

metodologi dengan pendekatan

matematis untuk merumuskan dan menganalisis situasi persaingan dan konflik


antara berbagai persaingan dalam pengambilan keputusan secara interaktif.
Pengambilan keputusan dengan teori permainan melibatkan lebih dari satu
decision maker (atau disebut player/pemain) yang memiliki tujuan berbeda-beda,
dimana keputusan masing-masing mempengaruhi hasil untuk semua decision
maker. Interaktivitas ini membedakan teori permainan dari teori keputusan
standar, yang fokus utamanya hanya melibatkan satu decision maker. Untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan, setiap pemain dapat memiliki banyak pilihan
strategi yang dapat diterapkan. Hal ini diterapkan sebagai upaya untuk
memprediksi perilaku pemain dalam mencapai tujuan masing-masing. (Maschler,
et al., 2013)
9

Pure Strategy
Ketika permainan dilakukan dalam bentuk normal, tiap pemain memilih

strategi yang akan menghasilkan hasil yang terbaik bagi diri sendiri (Hogarth,
2006). Kedua strategi membentuk pasangan dan dapat dilambangkan dengan (
i , i ). Contoh pada Gambar 2.6 dapat menunjukkan bagaimana setiap
pemain dapat memilih strategi pada permainan pure strategy. Nilai yang berada di
dalam matriks merupakan nilai payoff atau konsekuensi dari setiap pengambilan
keputusan atau strategi. Nilai payoff positif menyatakan keuntungan yang diterima
Pemain 1 dan kerugian untuk Pemain 2. Jika nilainya negatif menyatakan
kerugian untuk Pemain 1 dan keuntungan untuk Pemain 2. Pemain 1 adalah
pemain yang bermain dalam strategi baris dan Pemain 2 adalah pemain yang
bermain dalam strategi kolom.

21


14 2 1
1 3 9
4 3 4
8 6 7
Pemain 2
1 2 3

2
11
20
16
4

1 [ ]
2
Pemain 1
3
4
Gambar 2.6 Contoh Matriks Payoff Permainan Pure Strategy

Dari contoh pada Gambar 2.6 dapat dilihat bahwa Pemain 2 menginginkan
mendapatkan hasil nilai payoff -1 pada strategi ( 2 , 1 ). Karena dia akan
mendapatkan 1 dan membuat Pemain 1 akan rugi sebanyak 1.
10

Mixed Strategy
Jika permainan yang dilakukan tidak memiliki saddle point atau titik

kesetimbangan, pemain dalam permainan dapat melakukan kombinasi strategi


dengan melakukan beberapa strategi secara repetitif dengan distribusi peluang
tertentu. Berikut ini merupakan penggambaran hal ini secara matematis.
X = probabilitas pemain 1 menggunakan strategi i (i = 1,2,...,m),
Y = probabilitas pemain 2 menggunakan strategi j (j = 1,2,...,n).
dengan m dan n adalah jumlah strategi dari setiap pemain (Hillier &
Lieberman, 2000).
11

Zero Sum Games


Zero Sum Games adalah tipe permainan yang menggambarkan jumlah

keuntungan yang diterima oleh Pemain 1 akan berjumlah sama dengan kerugian
yang dirasakan oleh Pemain 2 dan sebaliknya. Atau, jika angka keduanya pada
matriks payoff jika dijumlahkan bernilai 0. Salah satu permainan yang bersifat
zero sum games adalah permainan kartu poker dimana jumlah uang yang diterima
pemenang sama dengan jumlah uang yang dikeluarkan oleh pemain yang kalah.
12

Non Zero Sum Games

22

Non Zero Sum Games adalah tipe permainan yang menggambarkan jumlah
keuntungan yang diterima oleh Pemain 1 tidak selalu berjumlah sama dengan
kerugian yang dirasakan oleh Pemain 2 dan sebaliknya. Tipe permainan seperti ini
adalah tipe permainan yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari karena
keputusannya bersifat dinamis dimana bisa saja jika memilih pasangan strategi
tertentu keduanya akan menerima keuntungan atau keduanya merasakan kerugian.
Biasanya, tipe permainan yang digolongkan ke dalam non zero sum games
merupakan permainan yang bersifat kompetitif dan tidak memiliki satu strategi
optimal atau menggunakan mixed strategy. Penulisan nilai payoff di dalam matriks
payoff akan ditulis dengan notasi (a,b) dimana a merupakan keuntungan untuk
Pemain 1 dan b merupakan keuntungan untuk Pemain 2.
13

Cooperative Games
Cooperative Games adalah tipe permainan yang mengakomodasi

kemungkinan semua pemain akan melakukan koordinasi atau kerja sama dalam
menentukan strategi yang terbaik untuk kedua pihak. Strategi yang dihasilkan bisa
saja tidak optimal karena berdasarkan kesepakatan yang dilakukan kedua pihak
setelah bekerjasama dan berkooperasi.
14

Pencarian solusi dari permainan


Pencarian solusi dari permainan dapat dilakukandengan beberapa cara,

yaitu maximin-minimax, dominasi strategi, metode grafis, dan complementary


slackness.
2.4.1.1 Maximin-Minimax
Metode maximin dan minimax dilakukan dengan cara mencari nilai
paling maksimum dari nilai-nilai paling minimal jika melakukan setiap strategi
baris (mencari solusi agar tidak rugi banyak), serta mencari nilai paling minimum
dari nilai-nilai paling maksimal jika melakukan setiap strategi kolom (mencari
solusi agar tidak untung sedikit). Metode ini menerapkan sikap tenggang rasa
dimana setiap pemain harus memikirkan kepentingan pemain lain dalam
mengambil keputusan. Sebab jika pemain memilih strategi yang salah dengan
tidak memikirkan pemain lain, maka pemain tersebut yang akan merugi sendiri
dalam jumlah yang banyak.

23

2.4.1.2 Dominasi Strategi


Langkah pertama yang biasanya digunakan untuk menemukan strategi
yang optimal yaitu dengan strategi didominasi. Caranya, menghilangkan beberapa
strategi dalam matriks payoff dengan menghapus stretegies yang jika digunakan
selalu kalah atau terdominasi dibanding jika memilih strategi lain. Dengan
menghilangkan melalui duplikasi apa yang kita benar-benar lakukan adalah
menghapus setiap strategi yang identik dalam matriks payoff. Eliminasi oleh
dominasi adalah ketika kita menggunakan menghilangkan strategi yang
menyediakan nilai payoff lebih rendah atau lebih lemah.
2.4.1.3 Metode Grafis
Metode pencarian solusi lainnya dari game theory adalah dengan metode
grafis. Metode grafis digunakan hanya ketika ada salah satu pemain yang
memiliki hanya 2 strategi pilihan. Probabilitas dari suatu strategi diwakili dengan
p dan yang lainnya adalah 1-p. Kemudian, dibuat grafik fungsi linear dari
permainan matriks. Metode grafis untuk memecahkan masalah pemrograman
matematika didasarkan pada mendefinisikan set langkah-langkah logis. Mengikuti
prosedur yang sistematis ini, masalah pemrograman yang diberikan dapat dengan
mudah dipecahkan dengan jumlah komputasi yang minimum. Seperti kita akan
melihat bahwa dari karakteristik kurva kita dapat mencapai informasi lebih lanjut.
Berikut ini merupakan contoh penyelesaian dengan metode grafis.

Gambar 2. 7 Contoh penyelesaian menggunakan metode grafis (Widodo, 2013)

24

2.4.1.4 Complementary Slackness


Game yang tidak memiliki saddle point dan strategi yang mendominasi
dapat diselesaikan dengan metode complementary slackness. Metode ini hanya
digunakan untuk permainan 2 pemain dengan masing-masing 2 strategi.
Sebelum melakukan metode ini, terlebih dahulu membuat reward matrix dari
matriks payoff. Berikut perumusan metode complementary slackness menurut
Widodo (2014).
A=

a11 a 12
a21 a 22

X 1=

a 22a21
a 22+a 11a 12a21

X 2=

a11a12
a 22+a 11a 12a21

V =

2.5

a11 a22a12 a21


a22 + a11 a12a 21

Literature Review
Selain landasan teori yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya,

penelitian ini juga didasari oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang diambil


dari beberapa jurnal ilmiah dan tugas akhir. Penelitian-penelitian sebelumnya
meliputi penelitian mengenai economic dispatch dengan metode dan objektif yang
berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa critical review yang berhubungan
dengan penelitian ini.
Tabel 2.2 Literature Review Penelitian

No

Penelitian

Metode

Objektif

(Farag et al., 1995) Economic Load


Dispatch Multiobjective Optimization
Procedures Using Linear Programming
Techniques

Linear
Programmin
g

(Kumar et al., 2010) A hybrid multiagent based particle swarm optimization


algorithm for economic power dispatch

Particle
Swarm
Optimization

Minimasi biaya
pembangkitan listrik dan
minimasi emisi yang
dihasilkan
Minimasi biaya
pembangkitan listrik
dengan pertimbangan
valve point effect

25

10

11

(Pandi et al., 2011) Dynamic economic


load dispatch using hybrid swarm
intelligence based harmony search
algorithm
(Amruddin, 2011) Aplikasi Micro
Genetic Algorithm untuk Penyelesaian
Economic Dispatch Sistem Kelistrikan
Jawa Bali 500 kV
(Kumar et al., 2012) A novel multiobjective directed bee colony
optimization algorithm for multi
objective emission constrained economic
power dispatch
(Anesya, 2012) Optimisasi Economic
Dispatch pada Sistem Kelistrikan Jawa
Bali 500 kV menggunakan Differential
Algorithm
(Rahman, 2012) Optimisasi Pembebanan
Pembangkit (Economic Dispatch) pada
Sistem 500 kV Jawa Bali Menggunakan
Particle Swarm Optimization dengan
Pertimbangan Kapasitas Transmisi
(Mahatma, 2013) Implementasi
Algoritma Ant Colony Optimization
untuk Menyelesaikan Permasalahan
Dynamic Economic Dispatch dengan
Memperhatikan Rugi-rugi Daya
Transmisi dan Valve Effect
(Wardana, 2014) Implementasi
Algoritma Particle Swarm Optimization
untuk Menyelesaikan Permasalahan
Dynamic Economic Dispatch
Memperhatikan Ramp Rate
(Singh et al., 2015) Multiobjective
Economic Load Dispatch Problem
Solved by New PSO
(Aji, 2016) Optimasi Economic Load
Dispatch Sistem Kelistrikan Jawa Bali
500kV dengan Algoritma Ions Motion
Optimization

Harmony
search
algorithm

Minimasi biaya
pembangkitan listrik
secara dinamis menurut
waktu

Micro Genetic
Algorithm

Minimasi biaya
pembangkitan listrik

Directed Bee
Colony
Optimization

Minimasi biaya
pembangkitan listrik dan
minimasi emisi yang
dihasilkan

Differential
Algorithm

Minimasi biaya
pembangkitan listrik

Particle
Swarm
Optimization

Minimasi biaya
pembangkitan listrik
dengan
mempertimbangkan
kapasitas transmisi

Ant Colony
Optimization

Minimasi biaya
pembangkitan listrik
dengan rugi-rugi daya
transmisi dan valve effect

Particle
Swarm
Optimization
Particle
Swarm
Optimization
Ions Motion
Optimization

Minimasi biaya
pembangkitan listrik
dengan
mempertimbangkan ramp
rate
Minimasi biaya
pembangkitan listrik dan
minimasi emisi Nox
Minimasi biaya
pembangkitan listrik dan
minimasi emisi CO2

Dari literature review pada Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa penelitianpenelitian mengenai economic dispatch dahulu diselesaikan dengan pendekatan
linear programming dan algoritma metaheuristik. Namun seiring berjalannya
waktu, metode optimasi tidak bisa memperhatikan kepentingan kedua pihak yaitu
setiap pembangkit dan PT. PJB, sehingga pada penelitian ini digunakan metode

26

dengan pendekatan teori permainan untuk mengatur jumlah daya yang


dibangkitkan setiap pembangkit dengan biaya yang minimum.

27

(halaman ini sengaja dikosongkan)

28

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada metodologi penelitian dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam penelitian apliksasi teori permainan untuk menyelesaikan
permasalahan economic load dispatch untuk minimasi biaya pembangkitan.
Berikut merupakan flowchart dari penelitian yang dilakukan.

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian

3.1

Studi Literatur
Tahap studi literatur bertujuan untuk mencari referensi terkait dengan

permasalahan economic load dispatch dan pengaplikasian metode teori permainan


yang digunakan dalam penelitian ini. Pencarian referensi juga dilakukan untuk
mengetahui data-data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus ELD.

29

3.2

Studi Lapangan dan Pengumpulan Data


Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi riil pada sistem

kelistrikan 500kV Jawa-Bali. Studi lapangan dilakukan di PT. Pembangkitan


Jawa-Bali di Surabaya. Studi lapangan ini bertujuan untuk mengetahui proses
eksisting yang terjadi pada sistem kelistrikan tersebut yang terdiri dari
pembangkit, transmisi, distribusi, dan pembebanan. Setelah itu, didapatkan
karakteristik permasalahan yang dapat dioptimalkan.
Setelah diketahui permasalahan yang dapat diperbaiki / dioptimalkan,
dilakukan pengambilan data. Data yang diambil dari PT. Pembangkitan Jawa Bali
yaitu berupa :
i. Data pembangkit listrik (jumlah dan jenis bus).
- Digunakan untuk mengetahui pembangkit yang akan dialokasikan
bebannya.
ii. Data saluran sistem transmisi 500kV Jawa-Bali.
- Digunakan untuk mengetahui sistem penyaluran listrik.
iii. Data pembebanan / pembangkitan daya eksisting.
- Digunakan untuk mengetahui bagaimana kondisi

eksisting

pembangkitan daya setiap pembangkit, serta untuk mengetahui biaya


yang dibutuhkan dan daya yang dihasilkan setiap pembangkit
iv. Jumlah demand daya sistem kelistrikan.
- Digunakan untuk mengetahui jumlah kebutuhan daya di pusat beban.
3.3

Identifikasi Elemen Permainan


Dari hasil studi yang dilakukan, kemudian dilakukan identifikasi untuk

menentukan bagaimana game diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai


keadaan sistem secara riil. Identifikasi yang dilakukan yaitu :
Tabel 3.1 Identifikasi Elemen Permainan

Elemen
Game dan
Goal
Pemain
Strategi
Nilai payoff

Identifikasi
Menentukan strategi terbaik pada tiap pembangkit untuk
melakukan pembangkitan dengan biaya minimum
Setiap pembangkit listrik
Daya yang dibangkitkan
Biaya yang dibutuhkan untuk pembangkitan

30

3.4

Pengolahan Data
Data yang telah didapatkan dari proses pengambilan data kemudian diolah

untuk menjadi model seperti berikut.


15

Pembuatan Model Matematis


Dalam tahap pengolahan data, langkah awal yang dilakukan yaitu

membuat model matematis dari permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian
tugas akhir mengenai economic load dispatch ini, model matematis terdiri dari
fungsi tujuan yaitu minimasi biaya pembangkitan beserta fungsi pembatas
kesetimbangan daya dan

kapasitas pembangkit. Berikut ini adalah model

matematis dari kasus economic load dispatch yang akan digunakan dalam tugas
akhir ini.

(3.1)

2
( i Pi +bi Pi+ c i)

MIN Z=FT =
i=1

Subject to :
n

(3.2)

Pi=P D

(3.3)

max
Pmin
i P i Pi

i=1

Fungsi tujuan dari permasalahan ini adalah minimasi biaya pembangkitan


dari setiap pembangkit untuk menghasilkan output yang ditunjukkan oleh
persamaan (3.1). Konstrain atau fungsi pembatas (3.2) merupakan fungsi
pembatas kesetimbangan daya yang mengharuskan daya yang dikeluarkan oleh
pembangkit (Pi) besarnya harus sama dengan daya yang dibutuhkan oleh
konsumen (PD) karena mengabaikan losses yang terjadi saat proses transmisi
listrik. Konstrain atau fungsi pembatas (3.3) merupakan fungsi pembatas kapasitas
pembangkit yang mengharuskan jumlah daya yang dikeluarkan oleh pembangkit

31

tidak boleh melebihi kapasitas maksimal dan tidak boleh kurang dari kapasitas
minimum pembangkit.
16

Pembuatan Matriks Payoff


Setelah model matematika dibuat, selanjutnya adalah pembuatan matriks

payoff. Matriks payoff dibuat dengan elemen seperti pada Tabel 3.1 dan nilai
payoff didapatkan dari biaya yang dihasilkan dari model matematis economic load
dispatch dengan input berupa strategi jumlah daya yang dibangkitkan. Berikut
merupakan contoh matriks payoff yang dibuat.
Tabel 3.2 Contoh matriks payoff dalam penelitian ini

PLTU
Maksimal

Maksimal

Biaya maksimal
pembangkit

Sesuai demand
Biaya PLTGU +
a

2
( i Pi +bi Pi +c i)

PLTGU

i=1

Sesuai TOP

Batas TOP + Biaya PLTU

Batas TOP +
a

2
( i Pi +bi Pi +c i)

i=1

Sesuai
demand

Biaya PLTU +
a

2
( i Pi +bi Pi +c i)

i=1

i=1

17

2
( i Pi +bi Pi +c i)

Aplikasi Teori Permainan

32

Setelah dibuat matriks payoff, teori permainan diaplikasikan dengan tujuan


mencari nilai atau solusi optimal dengan berbagai metode penyelesaian yang telah
ditulis pada tinjauan pustaka.
3.5

Verifikasi dan Validasi


Setelah dilakukan pembuatan model dan matriks payoff, maka langkah

berikut adalah dilakukan verifikasi dan validasi. Verifikasi adalah tahapan untuk
mengetahui model yang dibangun telah tepat secara logis dan matematis,
sedangkan validasi merupakan tahapan untuk melihat apakah model yang telah
dibuat mampu merepresentasikan permasalahan yang diteliti. Verifikasi dan
validasi pada penelitian ini dilakukan untuk model matematis menggunakan tools
untuk optimasi pada MATLAB.

3.6

Eksperimen dan Analisis


Setelah model dan algoritma diverifikasi dan divalidasi, maka selanjutnya

dilakukan beberapa eksperimen untuk mencari hasil optimal dari permasalahan.


Hal ini perlu dilakukan karena banyaknya pilihan strategi yang digunakan dapat
bersifat tidak optimal karena dapat mempertimbangkan kooperasi dan koordinasi.
Hasil dari beberapa eksperimen ini selanjutnya perlu dianalisis sehingga dapat
menghasilkan penyelesaian untuk kasus ELD.
3.7

Penarikan Kesimpulan
Tahapan terakhir adalah penarikan kesimpulan dimana penarikan tahap ini

merupakan jawaban dari tujuan dari penelitian ini dilakukan. Kesimpulan juga
berdasarkan hasil analisis dan interpretasi hasil eksperimen yang sudah dilakukan.
Selanjutnya, diberikan rekomendasi yang diharapkan mengenai pengembangan
dari penelitian ini untuk penelitian selanjutnya.

33

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

34

DAFTAR PUSTAKA
Aji, A. B. (2016). Optimasi Economic Load Dispatch Sistem Kelistrikan Jawa
Bali 500kV dengan Ions Motion Optimization. Surabaya: Tugas Akhir ITS.
Amruddin, A. (2011). Aplikasi Micro Genetic Algorithm untuk Penyelesaian
Economic Dispatch pada Sistem Kelistrikan Jawa Bali 500 kV. Surabaya:
ITS Surabaya.
Anesya, V. (2012). Optimisasi Economic Dispatch pada Sistem Kelistrikan Jawa
Bali 500 kV menggunakan Differential Algorithm. Surabaya: ITS
Surabaya.
Farag, A., Al-Baiyat, S., & Cheng, T. (1995, May). Economic Load Dispatch
Multiobjective Optimization Procedures Using Linear Programming
Techniques. IEEE Transactions on Power Systems, 10(2), 731-738.
Hillier, F. S. & Lieberman, G. J., 2000. Introduction to Operation Research. 7th
ed. Standford University: Thomas Casson.
Hogarth, D., 2006. Program for Solving Two-person Zero-sum games, England:
University of Bath.
Kanata, S. (2013, November). CFBPSO sebagai Solusi Economic Dispatch pada
Sistem Kelistrikan 500 kV Jawa-Bali. JNTETI, 2(4), 280-286.
Kumar, R., Sadu, A., Kumar, R., & Panda, S. (2012). A novel multi-objective
directed bee colony optimization algorithm for multi objective emission
constrained economic power dispatch. Electrical Power and Energy
Systems, 1241-1250.
Kumar, R., Sharma, D., & Sadu, A. (2010). A hybrid multi-agent based particle
swarm optimization algorithm for economic power dispatch. Electrical
Power and Energy Systems, 115-123.
Mahatma, A. (2013). Implementasi Algoritma Ant Colony Optimization untuk
Menyelesaikan Permasalahan Dynamic Economic Dispatch dengan
Memperhatikan Rugi-rugi Daya Transmisi dan Valve Effect. Surabaya: ITS
Surabaya.
Maschler, M., Solan, E. & Zamir, S., 2013. Game Theory. 1st ed. United
Kingdom: Cambridge University Press.
Miller, R. H., & Malinowski, J. (1994). Power System Operation. Singapore:
McGraw-Hill International.

35

Mulyati, M. (2008). PENETAPAN TARIF DASAR LISTRIK (TDL) UNTUK


SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA . Jurnal Teknik Industri, Vol. 8
No.1.
Nata, P. D. (2014, September 1). Perkembangan Teknologi dan Masyarakat yang
Konsumtif. Diambil kembali dari Institut Komunikasi Indonesia Baru:
http://komunikasi.us/index.php/course/15-komunikasi-teknologi-danmasyarakat/2176-perkembangan-teknologi-dan-masyarakat-yangkonsumtif
Pandi, R., & Panigrahi, B. K. (2011). Dynamic economic load dispatch using
hybrid swarm intelligence based harmony search algorithm. Expert
Systems with Applications, 8509-8514.
Penangsang, O. (2010). Diktat Kuliah Pengoperasian Optimum Sistem Tenaga
Listrik. Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya.
PT PLN (PERSERO). (2015, Januari 12). RENCANA USAHA PENYEDIAAN
TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) 2015 - 2024. Jarkarta,
Jakarta, Indonesia.
Rahman, M. F. (2012). Optimisasi Pembebanan Pembangkit (Economic Dispatch)
pada Sistem 500 kV Jawa Bali Menggunakan Particle Swarm
Optimization dengan Mempertimbangkan Kapasitas Transmisi. Surabaya:
ITS Surabaya.
Singh, N., & Kumar, Y. (2015). Multiobjective Economic Load Dispatch Problem
Solved by New PSO. Advances in Electrical Engineering, 1-6.
Wardana, R. (2014). Implementasi Algoritma Particle Swarm Optimization untuk
Menyelesaikan Permasalahan Dynamic Economic Dispatch dengan
Memperhatikan Ramp Rate. Surabaya: ITS Surabaya.
Widodo, E., 2014. Complementary Slackness Solution in Game Theory. Surabaya,
Game Theory Class.

36

Anda mungkin juga menyukai