Anda di halaman 1dari 181

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN

MAKANAN CEPAT SAJI PADA MAHASISWA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2012

SKRIPSI

DISUSUN OLEH
IKA SUSWANTI
NIM: 108101000044

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/ 2013M

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN GIZI
Skripsi, 11 Januari 2013
Ika Suswanti, NIM: 108101000044
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012
xix + 122 halaman, 29 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 1 lampiran
ABSTRAK
Makanan cepat saji merupakan makanan cepat saji yang dalam proses
memasaknya tidak membutuhkan waktu yang lama, Makanan cepat saji merupakan
makanan yang digemari oleh remaja khususnya mahasiswa. Makanan cepat saji mudah
ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun. Resiko gangguan kesehatan dari
makanan cepat saji dapat diperoleh dari segi makanan yang memiliki kalori cukup tinggi
namun rendah zat gizi lain, kandungan bahan tambahan pangan yang digunakan, serta
penggunaan kemasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi
cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau
daftar pertanyaan mengenai karakteristik siswa dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan makanan yaitu, jenis kelamin, pengetahuan, status gizi, pendapatan, faktor
makanan (rasa, tekstur, warna, bumbu, bentuk, harga), jumlah keluarga dan perpindahan
penduduk. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKIK UIN
Jakarta tahun 2012 yang berjumlah 1345 mahasiswa dengan jumlah sampel 181 orang.
Hasil penelitian menunjukan jumlah responden yang melakukan pemilihan
makanan cepat saji dengan baik lebih tinggi yaitu sebesar (60,8%) dibandingkan dengan
responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji kurang baik (39,2%). Hal ini
berarti sebagian besar mahasiswa memiliki kesadaran akan pentingnya memilih
makanan yang sehat namun sesuai selera. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa
tidak ada hubungan antara jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan, rasa, tekstur, bentuk,
bumbu, harga, jumlah keluarga dan perpindahan penduduk terhadap pemilihan makanan
cepat saji, Namun terdapat hubungan antara status kesehatan (P-value 0,001) dan warna
(P-value 0,03). Pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK lebih mengarah pada
kesadaran akan keamanan pangan, namun rendah perhatiannya dalam hal kandungan
gizi dari makanan cepat saji tersebut. Oleh karena itu, akan lebih baik jika keduanya
mendapat perhatian yang sama. Perhatian akan kandungan gizi bisa mengurangi resiko
terjadinya penyakit degenerative di kemudian hari.
( Daftar Bacaan 62 (1989 2012) )
Kata kunci: makanan cepat saji, pemilihan makanan, mahasiswa
ii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES


PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
NUTRITION DEPARTMENT
Thesis, January 2013
Ika Suswanti, NIM: 108101000044
Determine of The Factors Associated With The Selection of Fast Food at the
Faculty Of Medicine And Health Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
xix+ 122 pages, 29 tables, 2 charts, 1 figure, 1 appendix
ABSTRACT
Fast food in the cooking process does not require a long time, fast food is the
food most liked by teenagers, especially students that are still in their late teens.
Penchant for fast food because fast food is easy to find and can be consumed in any
condition. Actually, fast food is not always harmful to health, it depends on the ability of
one's own food choices. The risk of health problems from fast food can be obtained in
terms of the food itself that has high calories but low in other nutrients, food additives
ingredients used, and the use of packaging. The purpose of this study was to determine
the factors associated with the selection of Fast Food In Faculty of Medicine and Health
Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012.
This research is a quantitative study using a cross-sectional study design. The
instrument used in this study is a questionnaire or a list of questions about the
characteristics of students and the factors that influence the choice of food that is, sex,
knowledge, nutrition status, income, dietary factors (taste, texture, color, flavor, shape,
price), family size and population displacement. The population in this study were all
students FKIK UIN Jakarta in 2012 which amounted to 1345 students with a sample of
181 people.
The results showed the number of respondents who did the selection of fast food
with the amount of either higher (60.8%) compared with those who did the selection of
fast food is not good (39.2%). This means that most of the students have an awareness of
the importance of choosing healthy foods, but according to taste. In this study the result
that there is no relationship between gender, knowledge, income, taste, texture, shape,
flavor, price, number of families and people movement against fast food selection, but
there is a relationship between health status (P-value 0.001) and color (P-value 0.03) for
the selection of fast food. The selection of food at a student lead FKIK more awareness
of food safety, but low concern in terms of nutritional content of fast food is. Therefore,
it would be better if they receive the same attention. Attention will be able nutrients
reduce the risk of degenerative diseases later in life.
(Reading List 62 (1989-2012))
Keywords : fast food, food choice, student

iii

iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS


Identitas Diri
Nama

: Ika Suswanti

Tempat/ Tanggal Lahir

: Jakarta, 8 Juni 1990

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Kedungwuluh, RT 07/RW 03 no.197


Padaherang, Ciamis, Jawa Barat

Hp

: 085718591334

Email

: icha.ydoet@gmail.com
Pendidikan Formal

Tahun 1994-1995

: TK Nurul Huda

Tahun 1995-2001

:SDN 1 Kedungwuluh

Tahun 2001-2004

: SMPN 1 Padaherang

Tahun 2004-2007

: SMAN 1 Banjarsari

Tahun 2008-2012

: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vi

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya Persembahkan


terUntuk Ibu dan Ayah saya terCinta serta
Sahabat dan orang-orang Baik yang membantu
mewujudkan mimpi-mimpi saya

Mulailah segala sesuatu dengan selalu berprasangka baik


kepada Allah
Karenanya merupakan salah satu syarat terkabulnya
doa..
Dalam setiap harapan pastikan itu selalu bersamaNya
Manusia hanya cukup ber- Usaha, Doa, Yakin dan
Pasrah
Dengan izin-Nya, segala sesuatu diluar logika manusia
akan terjadi sesuai kehendak-Nya
Karena Dialah yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk
hamba-Nya

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
maha segalanya, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 .
Shalawat dan salam penyusun haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang
membawa umatnya dari alam kejahiliyaan menuju alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
penyusun mengucap rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada :
1. Ibu dan Ayah tercinta yang memberikan bantuan doa, moril maupun materil
yang tak terhingga dan selalu menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi saya.
Kakak dan Adik-adiku, kak Asri Nirmala, Nurasisyiyah, Abdi Maulana dan si
kecil penyemangat hidupku M. Insan Kamil. terima kasih atas segala dukungan
dan doa yang selalu ada dalam setiap fase hidupku.
2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febriati, Msi, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta staf serta segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan
Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
berguna bagi penyusun.
4. Bapak M.Farid Hamzens Msi, selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan motivasi kepada
penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas
kebaikan dan budi mulia Bapak.
5. Ibu Yuli Amran, MKM, selaku dosen pembimbing II dan dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan

viii

motivasi kepada penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga


Allah membalas kebaikan dan budi mulia ibu.
6.

Ibu Ratri Ciptaningtyas, Skn, Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, dan Ibu Itje ,
atas kesediaannya menjadi dosen penguji. Terima kasih atas bimbingan, arahan,
dan saran yang berharga bagi penulis.

7. Seluruh Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta


angkatan 2009-2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah bersedia
untuk menjadi responden penelitian penyusun, terima kasih atas bantuan dan
kerja samanya. Terlebih kepada Yusna & Danie Farmasi 2010, Angga PSPD
2010, Indah Keperawatan 2011, Faulia Keperawatan 2009, Ilham Keperawatan
2010 dan adik-adik jurusan Kesehatan masyarakat atas bantuannya membantu
penyusun untuk terkumpulnya kuesioner. Semoga kalian semua juga
dimudahkan dalam setiap urusannya.
8. Sahabat-sahabat

terhebat

saya

Melda

Santi

(sahabat

sekaligus

rekan

seperjuangan saya terima kasih atas segala bantuannya ya mel..), Nurmalita Sani,
Dimiyati Syahidah, Rima Zeinnamira, Resti Ratnawati, Oki Oktaviani (terima
kasih atas semua pengalaman, canda, tawa, senang, susah yang membuat cerita
di kehidupan penyusun yang nggak akan pernah terlupakan) serta semua temanteman jurusan Kesehatan Masyarakat angkatan 2008 yang sedang sama-sama
berjuang dan saling mengingatkan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga menyadari kekurangankekurangan yang sangat mungkin terjadi dalam penulisan kesempurnaan skripsi
ini. Meskipun demikian semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
pembacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua. Aamiin.

Jakarta, Januari 2013

Penulis

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .....

ABSTRAK

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

iv

LEMBAR PENGESAHAN ......

RIWAYAT HIDUP ...

vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ...

vii

KATA PENGANTAR ..

viii

DAFTAR ISI ............

DAFTAR TABEL ........

xv

DAFTAR BAGAN ..

xviii

DAFTAR GAMBAR

xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................

B. Rumusan Masalah

C. Pertanyaan Penelitian ...

10

D. Tujuan...............................

11

1. Tujuan Umum ..

11

2. Tujuan Khusus...

11

E. Manfaat..

12

1. Manfaat Bagi Remaja.

12

2. Manfaat Bagi Peneliti lain.....

12

F. Ruang Lingkup Kegiatan

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..

14

A. Makanan Cepat Saji.

14

1. Penggunaan Kemasan..

16

2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji

25

3. Bahan Tambahan Makanan ...

26

4. Pemilihan Makanan.

32

B. Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan Cepat Saji...

33

1. Pengetahuan ......

33

2. Usia........

34

3. Jenis kelamin..............

34

4. Pendapatan ........

35

5. Keterampilan Memasak.

36

6. Status Gizi .

37

7. Faktor Makanan

37

8. Musim dan Tingkatan sosial

42

9. Mobilitas .......

42

10. Pekerjaan dan Jumlah Keluarga.

43

11. Perpindahan penduduk/tempat tinggal ..

45

C. Kerangka Teori .

45

BAB III KERANGKA KONSEP ........

47

A. Kerangka Konsep.......

47

B. Definisi Operasional .........

50

C. Hipotesis Penelitian....

52

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .........

53

A. Desain Penelitian............

53

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.........

53

C. Populasi dan Sampel..........

53

D. Pengumpulan Data....

55

E. Pengukuran Data .........

56

F. Pengolahan Data................

58

G. Analisa Data ..

59

BAB V HASIL.

61

A. Gambaran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

61

Jakarta
Analisis Univariat

64

1. Gambaran Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas

64

B.

Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012...

xi

2. Gambaran Jenis Kelamin ..

65

3. Gambaran Pengetahuan..........

65

4. Gambaran Status Gizi

66

5. Gambaran Rasa .

67

6. Gambaran Tekstur .

67

7. Gambaran Warna...

68

8. Gambaran Bentuk .

69

9. Gambaran Bumbu .

70

10. Gambaran Harga ...

70

11. Gambaran Perpindahan Tempat Tinggal

71

12. Gambaran Uang Saku

72

C. Analisis Bivariat

73

1. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan Makanan Cepat

73

Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012................................
2. Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan Makanan Cepat

74

Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
3. Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan Makanan Cepat

75

Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012....
4. Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji

76

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
5. Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji

77

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
6. Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012

xii

79

7. Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji

80

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
8. Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji

81

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
9. Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji

82

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
10. Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan

83

Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Tahun
2012
11. Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat

85

Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian .....

87

B. Pemilihan Makanan Cepat Saji .

88

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemilihan Makanan

92

Cepat Saji...
1. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji

92

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
2. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

96

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012....
3. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012

xiii

99

4. Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

103

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
5. Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

107

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
6. Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

110

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
7. Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

111

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
8. Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

114

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012....
9. Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

115

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
10. Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada

116

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun


2012
11. Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan Makanan

117

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012...
BAB VII PENUTUP .
A. Simpulan .

120

B. Saran

121

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL
Nomor

Hal

Tabel
2.1

Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji

15

2.2

Jenis Bahan Pengawet Yang Diperbolehkan

28

2.3

Jenis bahan pewarna yang diperbolehkan

29

5.1

Jumlah dan Distribusi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun

61

2012
5.2

Distribusi Frekuensi Tingkat Keterlibatan Responden dalam

62

Pemilihan Makanan Cepat Saji


5.3

Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Cepat Saji Yang Sering di

63

Konsumsi
5.4

Distribusi Frekuensi Kategori Pemilihan Makanan Cepat Saji

64

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN


Jakarta Tahun 2012
5.5

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas

65

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012


5.6

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Mahasiswa Fakultas

66

Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012


5.7

Distribusi Frekuensi Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas

66

Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012


5.8

Distribusi Frekuensi Variabel Rasa Dalam Memilih Makanan

67

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN


Jakarta Tahun 2012
5.9

Distribusi Frekuensi Variabel Tekstur Dalam Memilih Makanan

68

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN


Jakarta Tahun 2012
5.10

Distribusi Frekuensi Variabel Warna Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN

xv

68

Jakarta Tahun 2012


5.11

Distribusi Frekuensi Variabel Bentuk Dalam Memilih Makanan

69

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN


Jakarta Tahun 2012
5.12

Distribusi Frekuensi Variabel Bumbu Dalam Memilih Makanan

70

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN


Jakarta Tahun 2012
5.13

Distribusi Frekuensi Variabel Harga Dalam Memilih Makanan

71

Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN


Jakarta Tahun 2012
5.14

Distribusi Perpindahan tempat tinggal Pada Mahasiswa Fakultas

71

Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012


5.15

Distribusi Uang Saku Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan

72

Ilmu KesehatanUIN Jakarta Tahun 2012


5.16

Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan

73

Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan


Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.17

Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan

74

Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan


Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.18

Analisis Hubungan Antara Status Gizi Dengan Pemilihan

75

Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan


Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.19

Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan Makanan

76

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Tahun 2012
5.20

Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan Makanan

78

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Tahun 2012
5.21

Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan Makanan

xvi

79

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Tahun 2012
5.22

Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan Makanan

80

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Tahun 2012
5.23

Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan Makanan

81

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Tahun 2012
5.24

Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan Makanan

82

Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Tahun 2012
5.25

Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan

84

Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun 2012
5.26

Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan


Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012

xvii

85

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan

Halaman

2.1

Kerangka Teori

46

3.1

Kerangka Konsep

49

xviii

DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
2.1

Hal
Ukuran yang tepat dalam memakai pengawet dan pewarna
yang aman

xix

29

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan satu fase yang penting dari proses pertumbuhan
dan perkembangan manusia karena masa remaja merupakan masa transisi antara
masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri sekunder,
tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif
(Soetjiningsih, 2007). Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan
oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja. Keadaan gizi remaja
umumnya dipengaruhi oleh perilaku konsumsi makanan yang berakibat pada
tingkat konsumsi zat gizi.
Perilaku konsumsi makanan yang salah pada masa remaja menyebabkan
ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan
(Thamrin dkk, 2008). Hal inilah yang dapat menyebabkan kondisi remaja
mengarah kepada kelebihan gizi maupun kekurangan gizi. Kekurangan gizi
maupun kelebihan gizi pada masa remaja merupakan dampak dari suatu perilaku
makan yang salah dan merupakan masalah utama yang harus segera
ditanggulangi karena fase remaja merupakan fase akhir dari proses pertumbuhan
dan perkembangan manusia (Husaini dalam Siagian, 2004). Dampak dari
perilaku makan yang salah pada masa remaja akan berpengaruh pada kesehatan
dalam fase kehidupan selanjutnya setelah dewasa dan berusia lanjut.
Perilaku makan yang salah yang tampak saat ini yaitu munculnya
anggapan bahwa mengonsumsi makanan cepat saji merupakan sebuah tren di
1

kalangan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education


Authority (2002) dalam Sihaloho (2012), usia 15 34 tahun adalah konsumen
terbanyak yang memilih mengonsumsi makanan cepat saji, keadaan tersebut
dapat dipakai sebagai cermin dalam tatanan masyarakat Indonesia, bahwa
rentang usia tersebut adalah golongan pelajar dan pekerja muda. Golongan usia
ini memiliki aktivitas yang tinggi dari usia lainnya, makin tingginya aktivitas
mengakibatkan seseorang melakukan pemilihan makanan, mengonsumsi
makanan secara praktis tapi tetap beragam merupakan salah satu pilihan yang
dianggap mampu mengatasi rasa lapar pada kondisi tertentu, hal tersebut
mendorong seseorang untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Kegemaran
terhadap makanan cepat saji disebabkan karena makanan cepat saji mudah
ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun.
Ada beberapa pengertian yang dikaitkan dengan makanan cepat saji yaitu
diantaranya tergolong fast food, junk food, instan food, street food. Makanan
cepat seperti fast food merupakan makanan cepat saji yang dalam proses
memasaknya tidak membutuhkan waktu yang lama, makanan yang tergolong
dalam kategori ini seperti fried chiken, gorengan, mie instan, humberger, pizza
dll. Apabila junk food biasanya berupa makanan makanan ringan atau snack yang
terbuat dari umbi-umbian, kentang, atau jagung yang dibuat chips atau serupa
kripik dalam bentuk makanan kemasan, makanan ini dengan kandungan kalori
tinggi, kandungan gula/ lemak/ garam tinggi dan nilai gizi yang rendah dalam hal
protein, serat, vitamin dan kandungan mineral (Kaushik, at all. 2011) misalnya
chips/keripik, coklat, es krim, makanan ringan dll. Instan food merupakan

makanan yang mengalami pengolahan khusus yang siap untuk disajikan dalam
sekali makan atau terdispersi dalam cairan dengan waktu memasak yang singkat
seperti mie instan, corn flakes, bubuk sup, bubur instan, spagety (Kaushik, at all.
2011). Sementara makanan jajanan street food merupakan makanan dan
minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau
disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang
disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Kepmenkes, 2003) seperti
cilok, siomay, otak-otak, cakwe dll.
Mengonsumsi makanan cepat saji tidak membahayakan kesehatan jika
seseorang dapat membatasi makanan cepat saji serta memperhatikan keamanan
pangan dari makanan yang dikonsumsinya. Namun sayangnya dengan ditengah
berkembangnya industri makanan cepat saji, terdapat kecurangan produsen
dalam menghasilkan makanan cepat saji sehingga hal tersebutlah yang dapat
membahayakan konsumen makanan cepat saji. Oleh karena itu seseorang perlu
memiliki kemampuan untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang
sesuai selera namun sesuai dengan syarat kesehatan.
Umunya remaja kurang menyadari bahwa konsumsi makanan yang cepat
saji memiliki dampak negatif bagi kesehatan tubuh, resiko gangguan kesehatan
dari makanan cepat saji tersebut dapat diperoleh dari segi makanan itu sendiri
yang memiliki kalori cukup tinggi namun rendah zat gizi lain, kandungan bahan
tambahan pangan yang digunakan, serta dalam penyajiannya makanan cepat saji
dapat dikonsumsi langsung ditempat atau disajikan dalam kemasan. Namun,
biasanya remaja lebih menyukai makanan cepat saji yang di kemas dalam

kemasan untuk kepraktisan, padahal kemasan yang digunakan sebagai pengemas


juga perlu diwaspadai sebagai resiko dari makanan yang disajikan dengan cara
dikemas.
Makanan cepat saji biasanya merupakan penyebab utama remaja malas
makan karena memiliki kalori yang cukup tinggi sehingga selalu merasa kenyang
namun kandungan nutrisinya terbatas. Kandungan kalori yang cukup tinggi
merupakan salah satu faktor penyebab obesitas. Selain itu, makanan cepat saji
menyebabkan remaja mengalami kekurangan zat gizi lain seperti protein, vitamin
dan serat karena kandungannya yang rendah (Muwakhilda, 2008). Bahan
tambahan pangan yang terkandung pada makanan juga merupakan salah satu
hal yang harus diperhatikan karena pada umumnya makanan cepat saji tersebut
mengandung zat-zat tambahan makanan seperti pemanis, pewarna, pengawet dan
penguat rasa (Ramayulisdkk, 2008). Penggunaan bahan tambahan pangan dalam
produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat
dibenarkan karena hal tersebut memang lazim dilakukan. Namun, penggunaan
bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan seperti menambahkan
bahan kimia berbahaya pada makanan atau penggunaan bahan tambahan pangan
secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan
karena dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang
mengonsumsi pangan tersebut. Penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak
sesuai dengan fungsi yang seharusnya dapat menyebabkan keracunan, gangguan
fungsi hati, gangguan saluran pernafasan, sakit ginjal, gangguan paru-paru,
gangguan fungsi hati, gangguan pencernaan, kanker atau bahkan kematian.

Dari hasil analisis sampel yang dilakukan BPOM pada tahun 2001 hingga
2003, masih terdapat pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya,
seperti: rhodamin, boraks, dan formalin. Hasil analisis sampel pangan yang
mengandung rhodamin B (dari 315 sampel, 155 sampel mengandung rhodaminB /49%), boraks (dari 1222 sampel, 129 sampel mengandung boraks /11%) serta
formalin dari 242 sampel 80 sampel mengandung formalin / 33%). Dimana jenis
pangan tersebut diantaranya mie basah, makanan ringan, kerupuk, dan terasi
(BPOM, 2004).
Disamping mengandung kalori tinggi dan rendah zat gizi lain, serta
mengadung bahan tambahan pangan, kemasan makanan pun merupakan salah
satu faktor resiko makanan yang di kemas dalam kemasan dianggap memiliki
dampak negatif bagi tubuh. Dari sisi food safety kemasan makanan bukan
sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi.
Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan,
kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua
kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling
sering kita jumpai saat ini adalah plastik, kertas dan styrofoam. Penggunaan jenis
wadah tersebut beresiko menimbulkan gangguan kesehatan karena bahan dasar
pembuatan jenis kemasan maupun pigmen warna kemasan bisa bermigrasi ke
makanan pada kondisi tertentu sehingga jika terus menerus terakumulasi dalam
tubuh akan menyebabkan kanker (Sulchan, 2007).
Berbagai faktor mempengaruhi remaja dalam pemilihan makanan yang
dikonsumsinya. Secara garis besar dikelompokan menjadi tiga determinan yaitu

faktor individu, makanan dan lingkungan (Sanjur, 1982 dalam Azrimaidaliza


dkk, 2008). Menurut Kristianti (2009) faktor yang membuat para remaja lebih
memilih mengonsumsi makanan capat saji antara lain kesibukan orang tua
khususnya ibu yang tidak sempat menyiapkan makanan di rumah sehingga
remaja lebih memilih membeli makanan diluar (fast food), lingkungan sosial dan
kondisi ekonomi yang mendukung dalam hal besarnya uang saku remaja. Selain
itu, penyajian fast food yang cepat dan praktis tidak membutuhkan waktu lama,
rasanya enak, sesuai selera dan seringnya mengonsumsi fast food dapat
menaikkan status sosial remaja, menaikkan gengsi dan tidak ketinggalan
globalitas.
Tren mengonsumsi makanan cepat sajipun, tidak hanya terlepas pada
masyarakat awam yang kurang memahami dampak yang ditimbulkan dari
makanan cepat saji, seseorang yang cukup mengerti akan dampak tersebut seperti
mahasiswa kesehatan cukup memiliki minat terhadap makanan cepat saji ini.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trigan (2012) yang berkaitan dengan
pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara terhadap makanan siap saji, diketahui bahwa sebanyak 83,6%
mahasiswa memiliki pengetahuan yang baik mengenai makanan siap saji, bila
dilihat dari sikap terhadap makanan cepat saji yaitu sebesar 62,1% memiliki
sikap yang baik, namun bila dilihat dari tindakan mengonsumsi makanan cepat
saji sebanyak 37,9% menyatakan sangat sering mengonsumsi, 33,7%
menyatakan sering dan sebanyak 28,4% menyatakan jarang mengonsumsi
makanan cepat saji dimana jenis makanan yang paling sering dikonsumsi

dikalangan mahasiswa itu sendiri beberapa diantaranya adalah gorengan yang


merupakan makanan paling sering dikonsumsi setiap hari dengan persentase
69,5%, mie instan sebanyak 63,2%, ayam goreng kentucky 61,1%, mie goreng
55,8% dan mie ayam dengan persentase 53,7%. Dari hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan dan sikap yang baik terhadap
makanan cepat saji tidak menutup kemungkinan seseorang untuk tidak
mengonsumsi makanan cepat saji.
Perilaku pemilihan makanan yang baik adalah salah satu perilaku hidup
sehat yang merupakan bagian dari usaha preventif dan promotif yang harus ada
dalam citra diri mahasiswa kesehatan, namun sayangnya hal tersebut masih
kurang mendapat perhatian dari kalangan mahasiswa kesehatan itu sendiri.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 responden remaja
dengan rata-rata usia 19-21 tahun pada mahasiswa kesehatan di Fakultas
Kedokteran

dan

Ilmu

Kesehatan

UIN

Syarif

Hidayatullah,

frekuensi

mengonsumsi fast food sejenis mie instan 80% diantaranya mengonsumsi mie
instan 1-2 kali/minggu, sementara dalam mengonsumsi junk food paling banyak
mengonsumsi roti kemasan yaitu hampir 50% diantara mengonsumsi roti
kemasan 3-4 kali/minggu. Dalam mengonsumsi street food 50% diantanya
mengonsumsi bakso dan mie ayam 1-2 kali/minggu, dan 60% diantarnya
mengonsumsi siomay 1-2 kali/minggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan
kemungkinan dalam satu minggu mahasiswa mengonsumsi beragam makanan
cepat saji yang berbeda setiap harinya.

Sementara dalam hal pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK


diantaranya

sebanyak

70%

responden

menyatakan

kadang-kadang

mempertimbangkan kandungan gizi makanan, dalam hal pertimbangan terhadap


bahan

tambahan

pangan

hampir

50%

diantaranya

masih

kurang

mempertimbangkan keamanan penggunaan BTP dimana hampir separuh


responden menyatakan kadang-kadang masih tetap membeli makanan walaupun
memiliki warna yang mencolok, serta dalam hal pertimbangan terhadap kemasan
yang digunakan 50% diantaranya masih tetap membeli makanan yang dikemas
mengunakan plastik hitam, 60% diantaranya masih tetap membeli walaupun
makanan dikemas dengan menggunakan stryofoam, dan 60% diantaranya masih
tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan kertas yang bertinta.
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian
pada remaja kalangan mahasiswa kesehatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta.
B. Rumusan Masalah
Tren dalam mengonsumsi makanan cepat saji tidak hanya terjadi pada
masyarakat biasa, seseorang yang mengerti akan dampak yang ditimbulkan dari
makanan cepat saji cukup memiliki minat yang tinggi pada makanan ini,
dimanan salah satunya mahasiswa kesehatan. Perilaku pemilihan makanan yang
baik adalah salah satu perilaku hidup sehat yang merupakan bagian dari usaha
preventif dan promotif yang harus ada dalam citra diri mahasiswa kesehatan,
namun sayangnya hal tersebut masih kurang mendapat perhatian dari kalangan
mahasiswa kesehatan itu sendiri.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Trigan (2012) dapat


disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap yang baik terhadap makanan cepat
saji tidak menutup kemungkinan seseorang untuk tidak mengonsumsi makanan
cepat saji. Sementara berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10
responden remaja dengan rata-rata usia 19-21 tahun pada mahasiswa kesehatan
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, frekuensi
mengonsumsi fast food sejenis mie instan 80% diantaranya mengonsumsi mie
instan 1-2 kali/minggu, sementara dalam mengonsumsi junk food paling banyak
mengonsumsi roti kemasan yaitu hampir 50% diantara mengonsumsi roti
kemasan 3-4 kali/minggu. Dalam mengonsumsi street food 50% diantanya
mengonsumsi bakso dan mie ayam 1-2 kali/minggu, dan 60% diantarnya
mengonsumsi siomay 1-2 kali/minggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan
kemungkinan dalam satu minggu mahasiswa mengonsumsi beragam makanan
cepat saji yang berbeda setiap harinya. Dalam hal pemilihan makanan cepat saji
pada mahasiswa FKIK diantaranya sebanyak 70% responden menyatakan
kadang-kadang mempertimbangkan kandungan gizi makanan, dalam hal
pertimbangan terhadap bahan tambahan pangan hampir 50% diantaranya masih
kurang mempertimbangkan keamanan penggunaan BTP dimana hampir separuh
responden menyatakan kadang-kadang masih tetap membeli makanan walaupun
memiliki warna yang mencolok, serta dalam hal pertimbangan terhadap kemasan
yang digunakan 50% diantaranya masih tetap membeli makanan yang dikemas
mengunakan plastik hitam, 60% diantaranya masih tetap membeli walaupun
makanan dikemas dengan menggunakan steryofoam, dan 60% diantaranya masih

10

tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan kertas yang bertinta. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada mahasiswa
kesehatan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Pertanyaan penelitian
a. Bagaimana gambaran pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK
UIN Syarif Hidayatullah ?
b. Bagaimana gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
pendapatan, status kesehatan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah ?
c. Bagaimana gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk makanan,
bumbu,harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah?
d. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (perpindahan penduduk) mahasiswa
FKIK UIN Syarif Hidayatullah?
e. Bagaimana hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, uang
saku, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
FKIK?
f. Bagaimana hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu,
harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
FKIK?
g. Bagaimana hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan penduduk)
terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK?

11

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran pemilihan pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
b. Mengetahui gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
uang saku, status gizi) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
c. Mengetahui gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk,
bumbu, harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
d. Mengetahui gambaran faktor lingkungan (pengaruh perpindahan
penduduk) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
e. Mengetahui hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
pendapatan, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
f. Mengetahui hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk,
bumbu, harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
g. Mengetahui hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan tempat
tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK
UIN Syarif Hidayatullah.

12

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi remaja
a. Dapat memberikan memberi informasi terkait gambaran perilaku
pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif
Hidayatullah.
b. Dapat memberikan motivasi agar mahasiswa mahasiswa FKIK UIN
Syarif Hidayatullah dapat melakukan pemilihan makanan cepat saji
dengan baik.
2. Bagi Penelitian lain
a. Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu sebagai bahan
pembelajaran dalam memperkaya ilmu dari hasil penelitian.
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian
berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih luas ruang
lingkupnya.
F. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan
pada bulan Juni Desember 2012. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah
untuk menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang terkait Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan Populasi dan

13

sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIK dengan menggunakan


pendekatan kuantitatif dan desain studi cross sectional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Makanan cepat saji
Produk makanan cepat saji dewasa ini beragam dan terus berkembang
sehubungan dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat. Produk makanan
cepat saji menjadi popular karena pelayanannya yang cepat, praktis, nyaman dan
harganya yang relatif terjangkau. Bagi masyarakat kota, makanan cepat saji
merupakan jawaban akan terbatasnya waktu dimana sebagian besar mobilitas
kehidupan masyarakat kota dilakukan diluar rumah sehingga tidak punya waktu
untuk makan didalam rumah (Sudarisman, 1996 dalam Fitria, 2000).
Menurut Bertram (1975) dalam Fitria, (2000) makanan cepat saji
mengandung dua arti yang berbeda, namun keduanya sama-sama mengacu pada
penghidangan dan konsumsi makanan secara cepat. Kedua arti tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: 1) makanan capat saji dapat diartikan sebagai
makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal
mungkin; 2) makanan cepat saji dapat diartikan sebagai makanan yang dapat
dikonsumsi secara cepat.
Secara umum produk makanan cepat saji dibedakan menjadi dua bentuk
yaitu produk makanan cepat saji yang berasal dari barat dan lokal. Sementara
dari jenis makanannnya produk fast food yang biasa dikonsumsi sebagai
makanan jajanan pada saat ini terdiri dari makanan utama atau biasa dikenal
dengan istilah meals, makanan kecil atau biasa disebut dengan snack dan

14

15

minuman yang biasa disebut beverages (Fardiaz &Guhardja, 1996 dalam Fitria,
2000).
Sementara menurut Kaushik, at all (2011) makanan cepat saji mengacu
pada makanan yang dapat siap untuk dimakan. Penggunaan istilah makanan
cepat saji biasa dikenal dengan sebutan fast food dan junk food. Sebagian besar
junk food adalah fast food tetapi tidak semua fast food dikatakan sebagai junk
food, terutama ketika fast food tersebut bergizi.
Tabel 2.1 Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji
Tipe makanan

Definisi

Jenis

Fast food

Makanan cepat saji yang dijual di restoran

Burgers, pizza, fried

atau toko yang dengan cepat disiapkan dan

chiken.

cepat disajikan
Junk food

makanan dengan kandungan kalori tinggi,

Chips/keripik,

kandungan gula/ lemak / garam tinggi dan

coklat, es krim,

nilai gizi yang rendah dalam hal protein,

makanan ringan dll.

serat, vitamin dan kandungan mineral.


Instan food

Street food

Makanan

yang

mengalami

pengolahan

Mie instan, corn

khusus yang siap untuk disajikan dalam

flakes, bubuk sup,

sekali makan atauterdispersi dalam cairan

bubur instan,

dengan waktu memasak yang singkat

spagety.

Makanan siap saji yang dijual oleh penjaja

Siomay, batagor,

di jalan-jalan atau vendor/tempat umum.

cilok, otak-otak,
cakwe dll.

Sumber : Modifikasi Kaushik, at all. 2011 dalam Journal Indian Pediatrics

16

Makanan cepat saji merupakan makanan yang paling digemari oleh


remaja khususnya mahasiswa yang masih tergolong pada remaja akhir. Hal
tersebut karena makanan cepat mudah ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam
kondisi apapun. Sebenarnya makanan cepat saji tidak selalu membahayakan bagi
kesehatan, hal tersebut dapat tergantung dari kemampuan pemilihan makanan
yang

dimiliki

seseorang.

Mengkonsumsi

makanan

cepat

saji

tidak

membahayakan kesehatan jika seseorang dapat membatasi makanan cepat saji


serta memperhatikan keamanan pangan dari makanan yang dikonsumsinya.
Namun sayangnya dengan ditengah berkembangnnya industri makanan
cepat saji, terdapat kecurangan produsen dalam menghasilkan makanan cepat saji
sehingga hal tersebutlah yang dapat membahayakan konsumen makanan cepat
saji. Oleh karena itu seseorang perlu memiliki kemampuan untuk melakukan
pemilihan makanan cepat saji yang sesuai selera namun sesuai dengan syarat
kesehatan.
Sebagian besar masyarakat mungkin kurang memperhatikan keamanan
pangan dari makanan cepat saji ini, resiko kesehatan yang dapat muncul dari
makanan cepat saji ini dapat berupa kandungan kalori yang cukup tinggi jika
pola konsumsinya tidak diatur, bahan tambahan pangan serta pengguaan
kemasan yang digunakan untuk membungkus makanan. Berikut adalah faktorfaktor yang harus diperhatikan dalam memilh makanan cepat saji:
1. Penggunaan Kemasan
Kemasan merupakan salah satu cara yang mudah untuk menempatkan
makanan dalam kondisi apapun dan dimanapun yang bertujuan untuk

17

kepraktisan.

Selain mempermudah konsumen dalam mengkonsumsinya,

kemasan makanan juga berguna untuk melindungi kualitas pangan juga


dimaksudkan untuk promosi Dari sisi food safety kemasan makanan bukan
sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi.
Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan,
kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua
kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling
sering kita jumpai saat ini adalah plastik dan styrofoam (BPOM, 2008).
Kemasan plastik banyak digunakan karena beberapa keunggulan dan
keuntungannya. Kemasan plastik tersebut terbuat dari beberapa jenis polimer
yaitu Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE),
Polipropilen (PP), Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara
kemasan plastik tersebut, salah satu jenis yang cukup populer di kalangan
masyarakat produsen maupun konsumen adalah jenis polistirena terutama
polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang
seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam
merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical.
Oleh pembuatnya styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator
pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan (BPOM, 2008).
Kemasan polistirena foam dipilih karena mampu mempertahankan
pangan yang panas/dingin, tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran
dan keutuhan pangan yang dikemas, ringan, dan inert terhadap keasaman pangan.
Karena kelebihannya tersebut, kemasan polistirena foam digunakan untuk

18

mengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses lebih lanjut.
Banyak restoran siap saji menyuguhkan hidangannya dengan menggunakan
kemasan ini, begitu pula dengan produk-produk pangan seperti mi instan, bubur
ayam, bakso, kopi, dan yoghurt (BPOM, 2008).
Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kemasan pangan
antara lain adalah: sifat bahan kimia pangan serta stabilitasnya dalam hal
komposisi kimia, biokimia, mikrobiologi, kemungkinan reaksi dan kecepatan
reaksi terhadap bahan kemasan, pengaruhnya dengan suhu dan waktu. Sifat
bahan kimia pengemas, kompatibilitasnya harus dinilai secara seksama. Apakah
bahan kimia tersebut mudah termigrasi, misalnya pangan dengan kadar lemak
tinggi atau pangan bersuhu tinggi, tidak boleh dikemas dengan plastik yang dapat
berpeluang melepaskan monomer yang bersifat karsinogenik kedalam pangan,
serta evaluasi terhadap pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap komposisi
yang dikandung pengemas. Evaluasi terhadap faktor lingkungan ini diperlukan
karena mengingat migrasi bahan toksik sangat dipengaruhi suhu, lama kontak
dan jenis senyawa toksik dalam kemasan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengemasan adalah (BPOM, 2012) :
a. Sesuai derajat asam basanya (pH)
Pangan memiliki kadar asam basa yang beragam. Ada pangan yang
bersifat asam, netral dan ada pula yang basa. Pangan yang bersifat asam
sebaiknya tidak dikemas dalam kemasan yang terbuat dari logam.
Sedangkan pangan yang bersifat netral lebih banyak memiliki kecocokan
dengan banyak jenis bahan pengemas.

19

b. Suhu saat pengemasan dan penyimpanan.


Pengemasan pangan ada yang dilakukan pada saat pangan bersuhu
tinggi (diatas 60oC), suhu kamar, ataupun suhu rendah. Pengemasan pangan
pada suhu tinggi, ataupun penyimpanan pangan terkemas pada suhu tinggi
dapat meningkatkan migrasi bahan kimia toksik, misalnya formaldehid dari
kemasan melamin dapat bermigrasi kedalam pangan pada suhu tinggi.
c. Kandungan bahan kimia dominan
Bahan kimia yang dominan dalam pangan dapat berupa protein,
lemak/minyak, garam dan sebagainya. Pemilihan kemasan sebaiknya
disesuaikan dengan kandungan bahan kimia pada pangan. Sebaiknya
kemasan yang dipilih adalah yang tidak bereaksi dengan bahan kimia pada
pangan. Sebagai contoh: pangan berkadar garam tinggi, akan dapat
mendegradasi kemasan logam.
Salah satu resiko yang ditimbulkan dengan menggunakan beberapa
jenis kemasan ini adalah kemungkinan untuk terjadinya migrasi bahan
kima ke dalam makanan. Migrasi merupakan perpindahan bahan kimia baik
itu polimer, monomer, ataupun katalisator kemasan (contoh formalin dari
kemasan/wadah melamin) kedalam pangan. Migrasi bahan kimia tersebut
memberikan dampak berupa penurunan kualitas pangan dan keamanan
pangan, juga menimbulkan efek terhadap kesehatan. Jumlah senyawa
termigrasi pada umumnya tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat
berpengaruh fatal terutama pada jangka panjang (bersifat kumulatif dan
karsinogenik). Faktor yang mempengaruhi migrasi adalah jenis serta

20

konsentrasi bahan kimia yang terkandung, sifat dan komposisi pangan,


suhu dan lama kontak serta kualitas bahan kemasan (jika bahan bersifat
inert atau tidak mudah bereaksi maka potensi migrasinya kecil dan
demikian pula sebaliknya) (BPOM, 2012).
Migrasi bahan toksik merupakan masalah serius jangka panjang bagi
kesehatan konsumen, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dalam
pemilihan kemasan pangan. Menyikapi keberadaan jenis bahan kemasan
yang mudah berimigrasi kedalam produk pangan, diperlukan kebijakan
khusus yang efektif dan mencapai sasaran dalam pemilihan kemasan
(BPOM, 2012).
Beberapa jenis bahan kemasan yang biasa digunakan (BPOM, 2012).:
a. Kemasan Plastik
Plastik adalah campuran yang mengandung polimer, filler,
pemlastis/plasticizer, pengawet/retard, nyala, antioksidan, lubrikan,
penstabil/stabilizer panas dan pigmen warna. Jenis polimer yang banyak
digunakan adalah

polietilen, polipropilen, polivinil

klorida

dan

polistirina. Risiko yang dapat ditimbulkan akibat campuran senyawa


tersebut diantaranya: senyawa kimia toksik, yang merupakan akibat
bermigrasinya plastik dengan produk pangan, yang dipengaruhi oleh
tingginya suhu dan lamanya waktu kontak.
b. Kemasan Logam
Kemasan kaleng

dapat

terbuat dari

berbagai

jenis

logam

misalnya seng, aluminium dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan

21

seng tidak beracun bagi tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa
logam akan bereaksi dengan asam, yang menyebabkan logam tersebut
melarut. Banyak bahan pangan yang bersifat asam, sehingga kontak
antara asam dengan kemasan logam dapat melarutkan kemasan logam
yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan banyaknya
logam yang terlarut, artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin
banyak logam yang terlarut. Oleh karena itu perlu dipilih jenis pangan
yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan logam, agar kualitas
produk pangan tetap terjaga. Perlu pula diperhatikan penggunaan bahan
tambahan pada pembuatan kaleng seperti: cat, serta bahan pelapis kaleng
organik epoksi fenol dan organosol. Kaleng ataupun kemasan logam
lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan
kadmium karena dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan
manusia.
c. Kemasan Kertas dan Sejenisnya
Bahan pengemas yang berasal kertas dan sejenisnya sudah lama
dikenal masyarakat, termasuk kertas tisu, koran bekas, ataupun kertas
bekas lainnya yang telah diputihkan. Struktur dasar kertas adalah bubur
kertas (selulosa) dan felted mat. Komponen lain adalah hemiselulosa,
fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak
esensial, alkaloid, pigmen, mineral. Pada pembuatan kertas terkadang
digunakan klor sebagai pemutih, adhesive aluminium, pewarna dan

22

pelapis. Bahan berbahaya yang ada dalam kertas, yang dapat bermigrasi
kedalam pangan antara lain adalah tinta dan klor.
Mengingat penggunaan kemasan kertas dapat memberikan ancaman
bagi kesehatan, maka pemilihan bahan pangan yang dikemas, dan
penggunaan kertas sebagai pengemas harus diperhatikan. Kertas bertinta
seharusnya tidak digunakan untuk membungkus bahan pangan secara
langsung. Migrasi bahan kimia berbahaya dari kemasan dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan ataupun akumulasi bahan toksik.
Salah satu bahaya penggunaan kertas bekas sebagai pengemas
pangan adalah adanya kontaminasi mikroorganisme, sehingga dapat
merusak produk pangan dan menimbulkan penyakit. Apabila kertas bekas
yang mengandung tinta digunakan untuk membungkus produk pangan
yang berminyak seperti gorengan, maka minyak dalam keadaan panas
dapat melarutkan timbal (Pb) yang terkandung pada tinta dan bermigrasi
ke produk pangan.
Mengkonsumsi produk pangan yang terkontaminasi timbal dapat
membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan keracunan akut
yang ditandai dengan munculnya rasa haus dan rasa logam. Gejala lain
yang dapat muncul adalah sembelit, kram perut,mual, muntah, kolik, dan
tinja berwarna hitam, dapat pula disertai dengan diare atau konstipasi.
Terhadap susunan saraf pusat, timbal anorganik dapat

menyebabkan

paraestesia, nyeri dan kelemahan otot, anemia berat dan hemoglobinuria


akibat hemolisis. Selain itu keracunan timbal berat, dapat pula

23

menimbulkan kerusakan ginjal, gagal ginjal akut, dan kematian yang


terjadi dalam 1-2 hari. Apabila keracunan akut teratasi, umumnya akan
terlihat gejala keracunan Pb kronik. Terpapar timbal kronik diketahui
bersifat neurotoksik (menyerang saraf) dan akumulatif, bahkan dapat
menyebabkan kanker, gangguan fungsi ginjal (nefrotoksik), sistem
hemopoietik, saluran pencernaan, pada laki-laki dapat menyebabkan
penurunan kualitas sperma sehingga dapat menyebabkan kemandulan,
menurunkan fertilitas, dan berpotensi menurunkan kecerdasan (IQ) pada
anak - anak. Kertas bekas yang diputihkan dengan cara menambahkan
klor (chlorine), bila terkena suhu tinggi akan menghasilkan dioksin yaitu
suatu senyawa racun yang berbahaya bagi kesehatan karena bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker). Pada konsentrasi yang tinggi
dioksin dapat menyebabkan penyakit kulit chloracne (jerawat yang parah
disertai dengan erupsi kulit dan kista). Selain itu dioksin juga dapat
menyebabkan penurunan hormon reproduksi pria hingga 50% dan
menyebabkan kanker prostat dan kanker testis. Sedangkan pada wanita,
dioksin dapat menyebabkan kanker payudara dan endometriosis, yakni
jaringan selaput lendir rahim yang tumbuh di luar rongga rahim
d.

Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen


Kaca/gelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan
terhadap air, gas ataupun asam, atau memiliki sifat inert. Kemasan kaca
juga dapat diberi warna, banyak digunakan untuk produk minuman yang
memiliki sifat-sifat tertentu sehingga dapat menyaring cahaya yang

24

masuk ke dalam kemasan kaca. Jenis kemasan ini dianggap kemasan


yang paling aman untuk produk pangan. Porselen atau keramik, biasanya
sering digunakan sebagai gelas atau peralatan makan. Selain ada yang
dibuat dari tanah liat, ada pula porselen yang dibuat dari bahan dolomite
dengan beberapa bahan campuran lainnya. Porselen cukup aman
digunakan sebagai wadah makanan, terutama yang bersuhu tinggi.
Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih gelas,
atau peralatan makan dari porselen antara lain suhu pembakaran pada saat
pembuatan serta bahan bakunya.Porselen dibuat dengan cara dibakar
pada suhu sangat tinggi yaitu di atas 1200C. Pembakaran yang sempurna
akan menghasilkan porselen yang baik dan kuat. Namun bila pembakaran
kurang dari 800C, maka porselen yang dihasilkan akan kurang baik. Bila
bahan baku yang digunakan adalah dolomite, maka kualitas porselen juga
kurang baik.Porselen dari bahan baku dolomite dengan pembakaran yang
kurang sempurna, dapat berpotensi terjadi migrasi

senyawa kimia

kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium karbonat (MgCO3) dari


dolomite ke dalam bahan pangan. Dolomite merupakan bahan baku yang
cukup luas penggunaannya, antara lain digunakan dalam industri gelas
dan kaca lembaran, industri keramik dan porselen, industri refraktori,
pupuk dan pertanian. Warna porselen umumnya putih, sedangkan bila
dengan bahan dolomite akan berwarna agak kusam.

25

2. Kandungan Gizi Makanan Cepat Saji


Selain bahaya yang disebabkan oleh penggunaan kemasan, kandungan
gizi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan makanan cepat saji
dianggap membahayakan bagi kesehatan tubuh. Setiap makanan memiliki
kandungan gizi tertentu sesuai dengan bahan yang diolahnya baik itu makanan
ringan dalam kemasan yang pada umumnya siap disantap langsung maupun
makanan olahan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas seperti
makanan jajanan (street food) mapun fast food.
Makanan yang mempunyai kemungkinan untuk dikemas, seperti
makanan jajanan (bakso, siomay, gorengan dll) umumnya tidak dapat
diketahui dengan pasti kandungan gizi dari makanan tersebut kecuali bagi
seseorang yang mengetahui rata-rata zat gizi dari makanan tersebut dari
perhitungan sendiri maupun perhitungan yang sudah ada. Tetapi pada
makanan kemasan yang siap dikonsumsi dan memiliki izin peredaran dari
BPOM umumnya harus memenuhi kriteria tertentu dalam pendistribusiannya
salah satunya dengan mencantumkan Informasi nilai gizi pada makanan
tersebut.
Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologists (dalam
republika, 2010) manfaat memperhatikan nilai gizi makanan kemasan adalah
dengan memperhatikan porsi sajian menunjukkan seberapa banyak porsi
dalam kemasan tersebut bisa disajikan, membantu memperkirakan seberapa
banyak kalori yang dikonsumsi setiap penyajian, mengetahui jumlah total dari
lemak, termasuk lemak jenuh dan lemak trans. Lemak tersebut dapat

26

meningkatkan risiko kolesterol tinggi dan penyakit jantung, menghindari


alergi bahan makanan tertentu. Pemilihan makanan kemasan untuk
mengetahui nilai gizi, dapat melalui informasi kandungan gizi yang tertera
pada produk makanan kemasan.
Di Indonesia, Informasi Nilai Gizi atau dikenal juga dengan Nutrition
Information atau Nutrition Fact atau Nutrition labeling merupakan salah satu
informasi yang wajib dicantumkan apabila label pangan memuat sejumlah
keterangan tertentu. Secara definisi lnformasi Nilai Gizi dapat diartikan
sebagai daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan
format yang telah ditetapkan (BPOM, 2009).
Akibat yang muncul dari konsumsi makanan instan ini adalah
menimbulkan dampak negatif bagi tubuh, salah satunya memicu timbulnya
penyakit degeneratif karena kandungan zat gizinya yang tidak seimbang.
Konsumsi diet tinggi gula, lemak jenuh, garam dan kalori dapat menyebabkan
awal perkembangan obesitas, dislipidemia hipertensi, dan toleransi glukosa
(Kaushik, et all, 2011). Konsumsi makanan yang dianjurkan adalah makanan
pokok 3x sehari dan membatasi makanan ringan untuk 2x sehari. Dimana
konsumsi makanan ringan harus dibatasi sebesar 100-200 kalori (Ladock,
2012).
3. Bahan tambahan makanan
Kehadiran makanan baik itu makanan kemasan maupun makanan olahan
lainnya tidak luput oleh peranan bahan tambahan makanan (BTM) atau yang
sering disebut pula bahan tambahan pangan (BTP). Definisi Bahan Tambahan

27

Pangan (BTP) menurut PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan ialah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Sementara menurut Undang-undang
RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, bahan tambahan pangan adalah bahan
atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan
baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti
gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan ini berupa bahan
atau campuran bahan yang secara alami dan bukan merupakan bagian dari
bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan
diantaranya adalah untuk mengawetkan pangan, membentuk pangan menjadi
lebih baik, renyah dan lebih enak, memberikan warna dan aroma lebih
menarik, meningkatkan warna dan aroma lebih menarik, menghemat biaya.
Peran bahan tambahan makanan sangatlah besar dalam menghasilkan
produk-produk kemasan. Keberadaan bahan tambahan makanan tersebut
bertujuan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik,
dengan rasa dan tekstur yang lebih sempurna. Pada intinya penggunaan bahan
tambahan makanan ini telah terbukti tidak membahayakan kesehatan. Namun
demikian, penggunaanya dalam dosis yang tidak terlalu tinggi atau melebihi
ambang yang diizinkan akan menimbulkan masalah kesehatan Sinaga (2008).
Bahan tambahan pangan yang terdapat pada makanan kemasan seperti;
pewarna, pengawet, pemanis dan penguat rasa (Ramayulis dkk, 2008).

28

Maraknya penggunaan BTP pada makanan ringan terkait dengan


beragam tujuan. Para produsen biasanya menggunakan BTP untuk mencegah
produk dari bau apek (tengik), misalnya pada makanan ringan yang
mengandung banyak minyak, maka ditambahkan BTP antioksidan.Selain itu
pada makanan ringan biasanya ditambahkan BTP penguat rasa MSG agar
makanan berasa gurih, serta ditambahkan juga BTP perisa untuk
menghasilkan berbagai macam flavor seperti rasa pizza, rasa sate ayam dan
barbeque.
Peraturan mengenai penggunaan BTP di Indonesia dituangkan di dalam
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 722 tahun 1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada
makanan menurut Permenkes 722/88 tersebut adalah antioksidan, antikempal,
pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung,
pengemulsi, pemantap, pengental, pengawet, pengeras, pewarna (pewarna
alam &pewarna sintetik), penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, sekuestran.
Berikut adalah jenis dan jumlah penggunaan bahan tambahan yang
diperbolehkan:
Tabel 2.2 Jenis Bahan Pengawet yang Diperbolehkan
Jenis pengawet
210 Asam benzoate
211 Natrium benzoate
220 Belerang dioksida
280 Asam propionate

Jumlah maksimum penggunaan


1g/kg
1g/kg
500mg/kg
2g/kg (roti)/3g/kg (keju olahan)

(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004)

29

Tabel 2.3 Jenis Bahan Pewarna yang Diperbolehkan


Jenis Pewarna
124 Ponceau 4R

Jumlah maksimum penggunaan


70mg/L (minuman) / 300mg/kg
(makanan)
129 Merah allura
70mg/L
(minuman)
/300mg/kg
(makanan)
127 Erythrosine
300mg/kg
(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004)
Gambar 2.1 Ukuran Yang Tepat Dalam Memakai Pengawet Dan
Pewarna Yang Aman

(Sumber : Badan pengawas obat dan Makanan, 2004)


Semua senyawa kimia apabila dikonsumsi secara terus menerus dalam
waktu lama mau tidak mau akan menimbulkan efek tidak baik terhadap
kesehatan, oleh karena itu maka dibatasi kadar penggunaannya di dalam produk.
Untuk BTP yang sudah dikaji keamanannya terutama oleh institusi terpercaya
seperti komite JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives)
maka dapat dipertanggungjawabkan keamanannya karena senyawa ini sudah
melalui pengkajian ilmiah yang cukup mendalam dan sudah melalui serangkaian
studi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengetahui efek
toksikologinya terutama pada manusia.
Senyawa yang sudah jelas menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan ialah golongan senyawa yang dilarang penggunaannya didalam

30

pangan seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722
tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu sebagai berikut:
Asam borat (boric acid) dan senyawanya
Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
Dulsin (dulcin)
Kalium klorat ( potassium chlorate)
Kloramfenikol (chloramphenicol)
Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
Nitrofurazon (nitrofurazone)
Formalin (formaldehyde)
Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia
untuk memastikan pangan yang memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel
yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari
2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan
yang menggunakan bahan kimia berbahaya (BPOM, 2004) seperti :
Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat
racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak
disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan
dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada

31

paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Rhodamin B tersedia di


pasar untuk industri tekstil. Bahan tersebut biasanya dibeli dalam partai
besar, dikemas ulang dalam plastik kecil dan tidak berlabel sehingga dapat
terbeli oleh industri kecil untuk digunakan dalam pangan.
Boraks
Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna,
tekstur dan flavor. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan
tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks
(Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen,
mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke
dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit
kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian.
Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan
kematian.
Formalin
Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan
dalam industri pangan sebagai pengawet. Formaldehida digunakan dalam
industri plastik, anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, tekstil, cat dan
mebel. Formaldehida juga digunakan untuk mengawetkan mayat dan
mengontrol parasit pada ikan. Formalin diketahui dapat menyebabkan kanker
dan bila terminum dapat menyebabkan rasa terbakar pada tenggorokan dan

32

perut. Sedikitnya 30 mL (sekitar 2 sendok makan) formalin dapat


menyebabkan kematian.
4. Pemilihan Makanan
Definisi istilah pemilihan makanan mengandung makna kekuatan
kemauan orang untuk mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Istilah
ini

mengukur

seberapa

kuat

pemilihan

tersebut

dan

faktor

yang

mempengaruhi pemilihan makanan tersebut sering menjadi fokus yang utama


(Gibney, 2009). Pengendalian dalam makna pemilihan makanan disini dapat
diartikan kemampuan sesorang dalam memilih makanan dari aspek apapun
baik berupa makanan yang sesuai dengan selera (suka/ tidak suka) maupun
makanan yang sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada
pemilihan makanan yang baik.
Menurut Gibney (2009) keterlibatan sesorang terhadap makanan
mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan dalam
sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting
dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan
pengetahuan tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi
informed choice (memilih setelah mendapatkan informasi). Keterlibatan yang
tinggi maupun rendah dalam memahami makanan yang dikonsumsinya
mengarahkan sesorang untuk memiliki kemampuan melakukan pemilihan
yang baik maupun kurang baik. Keterlibatan yang tinggi seperti selalu
meperhatikan kandungan gizi, komposisi, tanggal kadarluasa, perhatian yang

33

tinggi terhadap penggunaan bahan tambahan pangan, serta perhatian terhadap


penggunaan kemasan yang digunakan.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan
Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) ada tiga
faktor

utama

yang

mempengaruhi

preferensi/pemilihan

makanan

yaitu:

a) faktor indvidu, b) faktor makanan, dan c) faktor lingkungan. Ketiga faktor


tersebut akan mempengaruhi preferensi seseorang terhadap makanan yang
akhirnya akan mempengaruhi konsumsi pangan.
1.

Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki konsumen dapat meningkatkan kemampuan

konsumen untuk mengerti suatu pesan, membantu mengamati logika yang salah,
dan dapat menghindari penafsiran yang tidak benar Engel et all (1995) dalam
Susanto (2008). Pengetahuan yang cukup diharapkan dapat mengubah perilaku
remaja sehingga dapat memilih makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan
dan seleranya.
Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya
perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu
pertimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin
baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan
kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan
gizinya akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan
pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan
(Sediaoetama 1996 dalam Azrimaidaliza 2011).

34

2.

Usia
Menurut Krebs et all (2007) dalam Fermi (2008), prevalensi konsumsi
makanan ringan meningkat tiap individu pada anak usia 2- 18 tahun.
Summebell et all (1995) menyatakan pada kelompok umur 39-59 tahun total
energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan adalah sebesar 25,5 %
pada laki-laki dan 21,4% pada perempuan. Sementara pada usia 65-91 tahun
tahun total energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan hanya 16,6%
pada laki-laki dan 17,9% pada perempuan Fermi (2008).

3.

Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
pemilihan makanan (Sanjur, 2003). Menurut Gibney, et al (2009) umumnya
kaum wanita tampak lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang makanan
dan gizi serta menunjukan perhatian yang lebih besar terhadap keamanan
makanan, kesehatan dan penurunan berat badan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Azrimaidaliza (2008) remaja
laki-laki lebih bervariasi dalam pemilihan makanan dibandingkan siswa
perempuan. Hal ini disebabkan karena pada usia remaja, perempuan lebih
memperhatikan body image atau citra tubuh sehingga membatasi asupan
makanan. Ezelle et al (1985) dalam Fermia (2008) menyatakan bahawa pola
konsumsi makanan ringan pada anak laki-laki dan anak perempuan cenderung
sama meskipun asupan energi, kalsium, riboflavin pada anak laki-laki
cenderung lebih tinggi dari pada anak perempuan. Konsumsi makanan ringan

35

pada perempuan berkontribusi 21% pada total asupan energinya sedangkan


pada laki-laki hanya 14%.
4.

Pendapatan
Pendapatan di definisikan sebagai jumlah seluruh uang yang diterima
oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu
tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja,
pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran
transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tujangan sosial atau asuransi
pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 1996 dalam Agung, 2012).
Pendapatan mahasiswa bisa berasal dari uang saku dari orang tua, dan
beasiswa (jika penerima beasiswa). Yang dimaksud dengan uang saku dari
orangtua adalah uang saku yang diterima setiap bulan atau setiap minggu,
dari uang saku inilah yang selanjutnya mahasiswa gunakan dalam memenuhi
kebutuhan mereka untuk selanjutnya mereka alokasikan kepos-pos
pengeluaran konsumsi mereka baik itu konsumsi makanan dan non makanan
(Agung, 2012). Menurut Benjamin et all (2004) dalam Arifyani (2010). Uang
saku sangat mementukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan.
Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai dengan uang saku
mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya seseorang akan sering
memilih makanan-makanan yang modern dengan pertimbangan prestice dan
harapan akan diterima kalangan peer group mereka.

36

5.

Keterampilan memasak
Keterampilan memasak adalah suatu jenis keterampilan dalam bidang
tatacara memasak yang didalamnya terdapat kegiatan dari mempersiapkan
bahan, peralatan yang digunakan, proses pengolahan sampai bahan makanan
tersebut siap untuk dimakan.
Banyak faktor yang berbeda mempengaruhi pemilihan jenis makanan dan
yang dikonsumsi, tetapi keterampilan untuk menyiapkan makanan yang tepat
sangat

memainkan

peran

penting.

Kurangnya

keterampilan

dalam

mempersiapkan dan memasak makanan bisa berdampak pada kesehatan


karena hal tersebut dapat membatasi pilihan makanan (Eufic, 2011).
Makanan yang disiapkan di rumah cenderung lebih bergizi daripada
yang berada dari rumah, dan berbagai makanan sehat dapat dicapai oleh
orang-orang yang secara teratur memasak yang berawal dari bahan mentah
yang segar (Caraher M, 1999). Selanjutnya, memasak dari bahan mentah
memberikan keleluasaan konsumen dalam pilihan bahan makanan, dan
dengan demikian memungkinkan untuk melakukan pola makan sehat (terkait
dengan nutrisi seperti garam, lemak jenuh dan gula) yang akan diikuti lebih
ketat, untuk membantu mencapai diet gizi seimbang, karena gizi diketahui
memainkan peran penting dalam kesehatan. Kemampuan persiapan makanan
dan

keterampilan

memasak

memiliki

potensi

untuk

mempengaruhi

kesejahteraan seseorang dan kesehatan. Oleh karena itu, keterampilan untuk

37

menyiapkan makanan, mengikuti resep dan tersedianya fasilitas, dapat


berdampak pada pilihan makanan (Eufic, 2011).
6. Status Gizi
Suhardjo (2003) menyatakan bahwa status gizi merupakan bagian yang
penting dari status kesehatan sesorang. Status gizi sering digunakan sebagai
cara untuk mengevaluasi keseimbangan antara asupan makanan yang masuk
ke dalam tubuh dengan energi yang digunakan atau dikeluarkan untuk
beraktivitas. Sehingga perbandingan BB/TB yang diproyeksikan dalam status
gizi merupakan salah satu cara untuk mengimbangi makanan (Nurcahyo,
2011).
Beberapa orang memiliki masalah kesehatan yang mempengaruhi
pilihan makanan (Dorothy, 2006), misalnya orang yang memiliki status gizi
lebih berusaha menurunkan berat badan dengan diet biasanya akan memilih
makanan yang berbeda dari seseorang yang status gizinya normal
memungkinkan dia untuk makan apapun yang dia inginkan tanpa
kekhawatiran dari kenaikan berat badan yang berlebih.
7. Faktor makanan
Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih
makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti
penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar
(Gibney, et al, 2009). Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan
utama bagi seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut

38

sensori seperti (rasa, warna, tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan
preferensi makanan individu. Panca indera memiliki dampak terbesar dan
menentukan apakah makanan akan ditelan atau lebih akan dimakan (Lau et al.,
1984 dalam Weaver, 1997). Sistem penciuman mampu mengidentifikasi
berbagai tak terbatas zat-zat volatil. Bau makanan secara kimiawi kompleks
dan menstimulasi sejumlah reseptor (Hara dan Hukum, 1972 dalam Weaver,
1997).

Tekstur,

bau,

dan

penampilan

dapat

berhubungan

dengan

ketidaksukaan terhadap makanan. Sementara itu, warna makanan merupakan


rangsangan pertama pada indera penglihatan sehingga warna memegang
peranan utama dalam pemilihan makanan. Karena bila warnanya tidak
menarik akan mengurangi selera seseorang untuk mengkonsumsinya (Moehyi,
1992 dalam Arifyani 2010).
Pemilihan makanan dipengaruhi oleh penerimaan atribut dan kesesuaian
untuk dimakan. Sebagian besar keputusan pemilihan berdasarkan oleh
kualitas panca indera.

Penilaian sensori bisa dianggap sebagai satu

pendekatan paling praktis untuk memprediksikan penerimaan konsumen


terhadap suatu produk makanan, selain produk baru, produk diperbaiki
kualitas atau modifikasi metode (Aminah 1989 dalam Haryati 2009). Institut
Teknologi Makanan mendifinisikan penilaian sensori sebagai suatu disiplin
ilmu yang digunakan untuk merangsang, mengukur, menganalisis dan
menginterprestasi reaksi ciri-ciri makanan dan bahan-bahan apabila dinilai
oleh panca indera seperti melihat, bau, rasa, sentuh dan dengar (IFT 1981
dalam Haryati 2009). Dimana melibatkan penggunaan organ-organ sensori

39

yaitu mata, hidung, lidah, kulit dan telinga. Penilaian ini berhubungan dengan
tanggapan konsumen terhadap rupa bentuk, aroma, citarasa, tekstur dan rasa
sesudah dimakan tanpa mempertimbangkan label, harga dan keterangan
lainnya (Stone & Sidel 1995 dalam Haryati 2009).
The American Heritage Dictionary menawarkan dua definisi rasa. Definisi
pertama adalah bahwa rasa adalah kemampuan sensorik tubuh untuk
membedakan manis, asam, asin, dan pahit ketika zat bersentuhan dengan
lidah. Definisi kedua adalah bahwa rasa adalah kombinasi dari rasa, bau dan
sentuhan yang mulut dapat merasakan (Utermohlen, 2006 dalam Magoulas,
2003). Studi telah menunjukkan rasa baru bahwa setidaknya ada enam selera
sensorik, menambahkan selera lemak dan Umami. umami berarti 'lezat' dalam
bahasa Jepang dan itu adalah kata yang sering digunakan untuk
menggambarkan rasa gurih makanan ketika akan meningkat. Anatomi rasa
menggunakan lidah, hidung, otak dan konsep visual yang memiliki
mengajarkan apa yang harus mengharapkan otak. Rasa sebenarnya persepsi
sensorik terakhir yang terjadi Banyak studi ilmiah telah menyimpulkan bahwa
sensori stimulan yang mempengaruhi tubuh manusia adalah sentuhan, rasa,
bau, suara, dan penglihatan).Makanan pertama divisualisasikan dan kemudian
ditempatkan ke dalam mulut di mana ia dikunyah. Selama pengunyahan air
liur yang diaktifkan di mulut bercampur dengan makanan maserasi dan
memberikan uap ke hidung. Selama proses ini molekul individu rasa yang
dibawa dalam paket saraf, di mana sinapsis, atau sel-sel komunikator,
mengirim informasi ke saraf pemancar dalam bentuk serotonin. Serotonin

40

kemudian membakar sinapsis tambahan sehingga memberikan pesan ke otak


untuk disimpan (Utermohlen, 2006 dalam Magoulas, 2003).
Karakteristik makanan mempengaruhi seseorang dalam melakukan
pemilihan makanan untuk dikonsumsinya, faktor organoleptik makanan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Organoleptik makanan
adalah penilaian indera untuk menguji suatu kualitas bahan pangan dengan
cara merasa, meraba, dan melihat untuk menentukan kualitas makanan, faktor
organoleptik makanan berupa rasa, warna, tekstur dari makanan tersebut.
Menurut Mukri (1990) dalam Aristi (2011) cita rasa makanan ditimbulkan
dari rangsangan indera penglihatan dan pengecapan. Makanan yang memiliki
cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan menarik, menebar aroma
sedap dan memberikan rasa yang lezat. Selain itu, Warna memegang penting
dalam penampilan suatu makanan dan merupakan hal yang harus diperhatikan
dalam makanan, Warna merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai
indikator kesegaran atau kematangan suatu produk.Warna merupakan daya
tarik terbesar untuk menikmati aroma makanan. Warna dalam makanan dapat
meningkatkan penerimaan konsumen tentang sebuah produk, betapapun
lezatnya makanan apabila warna makanan tidak menarik maka akan
menurunkan selera makan, namun harus diperhatikan pula zat pewarna yang
digunakan dalam makanan. Zat pewarna sintesis yang digunakan untuk
makanan tetapi tidak memenuhi standar penggunaanya akan membahayakan
kesehatan.

41

Sementara itu, menurut Soenardi (1996) dalam Aristi (2012) tekstur


makanan adalah yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan
didalam mulut. Tekstur meliputi kerenyahan, keempukan atau kekerasan dari
makanan yang dirasakan oleh indera pengecap. Tekstur dapat mempengaruhi
cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan dan dapat merangsang getah
lambung serta dapat menentukan kelezatan makanan. Tekstur dan konsistensi
suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh suatu bahan
tersebut, tekstur dapat mengubah rasa dan bau karena dapat mempengaruhi
kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar
air liur. Bila semakin kentar suatu bahan, penerimaaan terhadap intensitas
rasa, bau dan cita rasa semakin berkurang (Winarno, 1989 dalam Aristi,
2011).
Menurut

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Azrimaidaliza

(2008)

karakterisitik makanan berhubungan dengan pemilihan makanan pada remaja.


Penelitian

ini menunjukan kebanyakan remaja dalam memilih makanan

mempertimbangkan aroma, rasa, warna,porsi,tekstur dan harga makanan. Pada


survei yang dilakukan oleh

The International Food Information Council

Foundations pada tahun 2008, 54 % responden mengatakan rasa memiliki


dampak yang besar pada pembelian makanan dan minuman mereka, harga
mempengaruhi 41 % , 29 % untuk kesehatan, dan 27 % untuk kenyamanan
(Central for advancing health, 2009).

42

8. Musim dan tingkatan sosial


Bencana alam seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus dan terutama
perubahan lingkungan hidup keluarga secara tidak langsung akan mengarah
kepada kebiasaan makan Adanya musim bencana alam tersebut dapat
mengurangi cadangan pangan bahkan meniadakan sama sekali, penambahan
pangan dari daerah lain, belum tentu dapat menyelesaikan masalah
kekurangan pangan didaerah bencana tersebut (Suhardjo, 1989).
Perbedaan kebiasaan makan juga sering ditemui dalam keluarga yang
mendahulukan atau mengistimewakan orang tua dalam hidupnya, sehingga
anak-anak dan kaum wanita biasanya mendapat prioritas terakhir dalam hal
makanananya. Hal tersebut dapat mempengaruhi status gizi dari anak maupun
kamum wanita tersebut, padahal jumlah energi yang diperlukan oleh ibu
rumah tangga cukup besar dibandingkan kepala keluarga yang biasanya
bekerja dikantor.
9.

Mobilitas
Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
(Hidayat, 2004) Mobilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam pemilihan makanannya. Semakin tinggi mobilitas seseorang,
biasanya semakin tinggi pula ketergantungan akan makanan instan yang mana
hal ini dapat mengganggu asupan nutrisi ke dalam tubuh. Menurut Boutelle
(2007) (dalam ministrymagazine, 2011) kegiatan ekstrakurikuler untuk anakanak dan pekerjaan tambahan/lembur untuk orang tua sering mengakibatkan

43

ketergantungan pada makanan cepat saji. Penelitian menunjukkan bahwa


rumah di mana makanan cepat saji menggantikan makanan tradisional
setidaknya tiga kali seminggu cenderung memiliki lebih banyak chip dan soda
yang tersedia.
10. Pekerjaan dan jumlah keluarga
Pekerjaan yang dapat mempengaruhi pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan tentang kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat
hubungan antara pendapatan yang berasal dari keuntungan pekerjaan terhadap
gizi yang tentunya terkait dengan pemilihan makanan, hal ini merupakan
pengaruh dari didorong oleh pengaruh menguntungkan dari pendapatan yang
meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya (Suhardjo,
1989).
Menurut BKKBN (1998), besar rumah tangga adalah jumlah anggota
keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya
yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar
rumah tangga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumah tangga kecil, sedang,
dan besar. Rumah tangga kecil adalah rumah tangga yang jumlah anggotanya
kurang atau sama dengan 4 orang. Rumah tangga sedang adalah rumah tangga
yang memiliki anggota antara lima sampai tujuh orang, sedangkan rumah
tangga besar adalah rumah tangga dengan jumlah anggota lebih dari tujuh
orang (BKKBN, 1998 dalam Ermawati, dkk, 2009). Pada skala rumah tangga
tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh adanya pangan yang cukup
dipengaruhi oleh kemampuan keluarga untuk memperoleh bahan yang

44

diperlukan (Suhardjo 1989), semakin besar jumlah keluarga maka


pengeluaran untuk konsumsi makanan lebih besar dari pada pengeluaran
untuk non pangan.
Keluarga adalah bagian penting bagi anak dalam belajar perilaku.
Menurut Arbeit dkk (1991 dalam Sarintohe, 2000), keterlibatan keluarga
amatlah penting dalam pendidikan nutrisi. De Bourdeaudhuij dan Van Oost
(1996 dalam Sarintohe, 2000) menjelaskan bahwa family food rules
merupakan salah satu peran keluarga dalam membentuk perilaku makan yang
sehat. Family food rules terdiri dari kewajiban untuk makan makanan yang
sehat dan larangan makan makanan yang tidak sehat. Jadwal makan keluarga
juga merupakan salah satu dari family food rules, yang dapat membantu
membiasakan anak untuk punya jadwal makan yang tetap.
Keluarga inti terlihat memainkan peran penting dalam pembentukan pola
makan. Peran fasilitas sosial yang dalam hal ini jumlah keluarga pada asupan
energi berhubungan positif antara jumlah orang yang hadir pada saat
bersantap pada saat makan makanan kudapan maupun konsumsi makanan
dengan asupan energi yang tinggi seperti makanan pokok. Misalnya makanan
yang disantap bersama dengan orang lain rata-rata 44% lebih banyak daripada
makanan yang disantap sendirian dan pilihan makanan lebih tinggi pada
makanan dengan karbohidrat, lemak, protein dalam jumlah yang lebih besar.
Hal ini diasumsikan bahwa hubungan itu bersifat klausal yang mencerminkan
kombinasi peningkatan ketersediaan makanan, suasana sosial yang rileks,

45

gangguan, makanan yang lebih menggoda dan durasi bersantap yang lebih
lama (Gibney, et all, 2009).
11. Perpindahan penduduk/tempat tinggal
Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini
berhubungan

dengan

lokasi

geografis

yang

berkontribusi

terhadap

ketersediaan pangan dan biaya makanan (Dorothy, 2006). Misalnya seseorang


yang hidup di desa tidak terdapat restoran yang menghidangkan makanan
cepat saji, karena tidak terbiasa mengkonsumsi makanan tersebut, setelah
pindah dari desa ke kota dimana lebih banyak tersedia makanan cepat saji.
maka ia akan tertarik untuk mecoba makanan diluar kebiasaan makanannya.
C. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan menurut Elizabeth Dan
Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu individu
(umur, jenis, kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, keterampilan
memasak, status kesehatan), makanan (rasa, warna, tekstur, harga, tipe makanan,
bentuk makanan, bumbu, kombinasi makanan) dan lingkungan (musim,
pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga, tingkat sosial
masyarakat).

46

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Konsumsi makanan

Preferensi/ pemilihan makanan

Faktor individu

Faktor makanan

Faktor lingkungan

Umur

Rasa

Musim

Jenis kelamin

Warna

Pekerjaan

Pendidikan

Tekstur

Mobilitas

Pendapatan

Harga

Perpindahan penduduk

Pengetahuan

Tipe makanan

Jumlah keluarga

Bentuk makanan

Tingkat sosial masyarakat

Keterampilan memasak
Sumber : Elizabeth Dan
Kesehatan

Bumbu
Kombinasi makanan

Sumber : Elizabeth Dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989)

BAB III
KERANGKA KONSEP
A.

Kerangka Konsep
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan menurut Elizabeth
dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) terdiri dari faktor individu (usia,
jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan dan pendapatan, keterampilan
memasak, status kesehatan), faktor makanan (rasa, warna, tekstur, harga,
bentuk makanan, tipe makanan,
lingkungan

bumbu, kombinasi makanan) serta faktor

(musim, pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah

keluarga, tingkat sosial masyarakat)


Dari beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan diatas,
terdapat variabel yang tidak diteliti yaitu variabel:
1. Keterampilan memasak tidak diukur karena indikator untuk menentukan
seseorang terampil atau tidaknya dalam memasak sangat komplek seperti
kegiatan dari mulai mempersiapkan bahan, peralatan yang digunakan,
proses pengolahan sampai bahan makanan tersebut siap untuk dimakan.
sehingga peneliti memiliki keterbatasan untuk meneliti hal tersebut.
2. Tipe makanan dan kombinasi makanan karena tipe makanannya homogen
dimana tipe makanan kemasan. biasanya tipe makanan kering artinya
makanan tersebut tidak berkuah/ digoreng/direbus. Sementara kombinasi
makanan tidak di teliti karena biasanya makanan cepat saji berupa makanan
tunggal/ satu jenis saja.

47

48

3. Sementara musim tidak diteliti karena desain penelitian ini cross sectional
sehingga peneliti hanya mengukur kejadian pada saat itu sehingga musim
yang berkaitan dengan bencana alam tidak diteliti karena responden pada
saat itu tidak dalam kondisi bencana alam.
4. Pendidikan, pekerjaan tidak diteliti dikarenakan responden dalam penelitian
ini homogen secara keseluruhan merupakan mahasiswa yang menempuh
jalur pendidikan yang sama yaitu perguruan tinggi, mahasiswa tersebut
aktif kuliah yang berarti belum memiliki pekerjaan.
5. Tingkat sosial masyarakat tidak diteliti karena pada masa kini tingkat sosial
di keluarga sudah tidak menjadi hal yang diutamakan karena seorang ibu
rumah tangga dan anak bisa duduk satu meja dengan kepala keluarga untuk
menikmati makanan bersama.
6. Jumlah keluarga karena penelitian ini cros sectional artinya peneliti hanya
menilai pada saat itu juga, sementara responden dalam penelitian ini
mahasiswa dimana terdapat mahasiswa yang mengekos/tidak tinggal
bersama keluarga maka dari itu jumlah keluarga tidak diikut sertakan.
7. Mobilitas tidak diteliti karena umunya mobilitas respoden homogen dalam
arti, hampir sama pada setiap mahasiswa.

49

Bagan 3.1 Kerangka konsep

Faktor individu:
Usia
Jenis kelamin
Pengetahuan
Pendapatan (uang saku)
Status kesehatan (status gizi)

Faktor makanan:
Rasa

Pemilihan makanan cepat saji

Warna
Tekstur
Harga
Bumbu makanan

Faktor lingkungan:
Perpindahan penduduk

Sumber: Modifikasi Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989)

50

B. Definisi Operasional
Variabel

Pemilihan makanan
cepat saji

Jenis kelamin

Pengetahuan

Status gizi

Definisi operasional
Perilaku yang ditunjukan responden
dalam memilih makanan cepat saji
berdasarkan pertimbangan dari segi
kandungan gizi makanan, bahan
tambahan pangan dan penggunaan
kemasan.
Alat kelamin utama yang
membedakan laki-laki dan
perempuan.
Kemampuan responden dalam
menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan makanan cepat
saji.
Kondisi tubuh responden yang
diukur berdasarkan indikator berat
badan dibandingkan dengan tinggi
badan.

47

Alat ukur

Kuesioner

Kuesioner

Kuesioner

Kuesioner

Hasil ukur
1. Baik = skor diatas rata-rata median.
2. Kurang baik = skor di bawah rata-rata
median.

1. Laki-laki
2. Perempuan
1. Kurang baik skor < median
2. Baik median
1. Kurus
2. Normal
3. Gemuk

Skala

Ordinal

Nominal

Ordinal

Ordinal

51
40

Faktor makanan

Pendapatan (Uang
saku)

Perpindahan
penduduk

Penilaian indera untuk menguji


suatu kualitas bahan pangan dengan
cara merasa, meraba, dan melihat
untuk menentukan kualitas
makanan. Meliputi: Rasa, Warna,
Bentuk , Bumbu, Tekstur, Harga.
Nilai mata uang yang diterima oleh
responden berdasarkan hitungan
harian.

Berpindahnya tempat tinggal


responden dari tempat tinggal
sebelumnya ke tempat tinggal saat
sekarang pada saat dilakukannya
penelitian.

1. Tidak penting < median


2. Penting median
Kuesioner

Ordinal

Kuesioner

1. Dibawah rata-rata jika < median


2. Rendah median

Ordinal

Kuesioner

1. Tidak berpindah tempat tinggal


2. Pindah tempat tinggal

Nominal

52

C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
status gizi,

uang saku)

terhadap pemilihan makanan cepat saji pada

mahasiswa FKIK.
2. Ada hubungan antara faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu,
harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
FKIK.
3. Ada hubungan antara karakteristik lingkungan (perpindahan tempat
tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini desain studi yang digunakan adalah rancangan studi
cross sectional yaitu studi epidemiologi observasional yang bertujuan untuk
mempelajari faktor-faktor resiko terjadinya efek yang berupa penyakit atau status
kesehatan dan termasuk dalam rentang waktu yaitu variabel-variabel yang
termasuk faktor risiko dan variabel efek di observasi sekaligus dalam waktu yang
bersamaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan yang berlokasi di Jl. Kertamukti Pisangan,Ciputat Jakarta Selatan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Desember 2012.
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Populasi yang diamati pada penelitian ini
adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
yang berjumlah 1345 orang. Jumlah sampel yang dibutuhkan dihitung
berdasarkan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Dengan perhitungan sebagai
berikut:

53

54

n=

{Z1/22P(1P) + Z1P1(1P1) +P2 (1P2)}2


(12)2

Keterangan :
n

: Jumlah sampel

Z1-/2 : Tingkat kemaknaan pada = 5% (Z1-/2 = 1,96)


Z1-

: Kekuatan uji pada 1- = 80% (1- = 0,84)

P1

: Proporsi niat sangat berperan terhadap pemilihan makanan cepat


saji pada penelitian sebelumnya yaitu 29% (Sihaholo,2012)

P2

: Proporsi niat cukup berperan terhadap mengkonsumsi makanan


cepat saji pada penelitian sebelumnya yaitu 27% (Sihaholo,2012)

: P1+ P2/2 = 29% + 27% /2 = 28% = 0,51

Maka besar sampel yang dihasilkan adalah : 0,4998


n = {1,962. 0,28(1-0,28) + 0,840,29(1-0,29) +0,27 (1-0,27)}2 Deff
(0,29-0,27)2
n = 43 orang
n = 43 x 2 = 85 orang
Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik Cluster Sampling (area sampling) atau sampling daerah.
Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya
terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok
yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai bila populasi dapat
dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada
dalam setiap kelompok (Nasution, 2003).

55

Pengambilan sampel dilakukan melalui 2 tahap. Tahap pertama adalah


pengambilan kelas pada tiap prodi, setelah itu, tahap kedua adalah penarikan
sampel dari masing-masing kelas yang telah dipilih, dalam pemilihan sampel
pada tiap kelas tersebut digunakan tabel acak untuk menentukan responden yang
dijadikan sampel penelitian.
Dikarenakan pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini
cluster sampling 2 tahap maka jumlah sampel dikalikan 2 menjadi 172 orang,
untuk mengantisipasi sampel droup out maka peneliti menambah dari jumlah
sampel yang dibutuhkan sebesar 10%, sehingga jumlah seluruh sampel yang
diambil sebanyak 181 orang.
D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini berupa kuesioner yang mencakup
pertanyaan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
pemilihan makanan cepat saji yang terdiri dari; karakteristik individu
responden (usia, jenis kelamin, pengetahuan, pendapatan/uang saku, status
kesehatan), faktor makanan: rasa, warna, tekstur, bentuk, dan bumbu, harga,
faktor lingkungan: perpindahan penduduk
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari arsip Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan mengenai biodata mahasiswa.

56

E. Pengukuran Data
1. Pemilihan Makanan Cepat Saji
Untuk mengetahui pemilihan makanan cepat saji, peneliti menlai
perhatian responden terhadap kecenderungan pemilihan makanan cepat saji
yang biasa dipilih responden dalam pemilihan makananya yang tersaji dalam
bentuk skala likert kemudian, Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai
3 pada jawaban selalu, 2 untuk jawaban kadang-kadang dan 1 untuk
jawaban tidak. Kemudian diinterpretasikan dalam bentuk skor pemilihan
makanan cepat saji dari masing-masing responden. Kemudian dikategorikan
berdasarkan nilai median variabel tersebut. Sehingga kategori pada variabel
ini terdiri dari pemilihan makanan cepat saji baik dan pemilihan makanan
cepat saji kurang baik. Syaratnya jika skor < median dikatakan responden
memiliki pemilihan makanan cepat saji kurang baik dan jika skor median
dikatakan pemilihan makanan cepat saji baik. Pertanyaan mengenai
pemilihan makanan cepat saji ini dinilai berdasarkan pemilihannya terhadap
makan yang rendah kalori, rendah lemak, rendah natrium, perhatian terhadap
tanggal kadarluasa, informasi nilai gizi, komposisi makanan, serta bahan
tambahan pangan.
2. Jenis Kelamin
Untuk variabel jenis kelamin, pertanyaan bersifat tertutup dan setiap
respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu laki-laki atau
perempuan.

57

3. Pengetahuan
Dalam penelitian ini, terdapat 10 pertanyaan yang berkaitan dengan
pengetahuan responden yang berkaitan dengan makanan cepat saji. Semua
pertanyaan bersifat tertutup dengan model pilihan ganda. Penilaian dilakukan
dengan memberikan nilai 2 pada jawaban yang benar dan 1 untuk jawaban
yang salah. Nilai total bagi setiap responden diperoleh dengan cara
menjumlahkan skor dari jawaban yang benar. Kemudian dikategorikan
menjadi kurang baik, apabila skor nilai < median dan baik apabila skor nilai
median.
4. Uang Saku
Untuk mengetahui pendapatan/uang saku respoden, disajikan dalam
bentuk pertanyaan yang bersifat terbuka, dimana masing-masing responden
menuliskan besarnya uang jajan sesuai dengan jumlah uang yang diterima
oleh responden setiap harinya dari orang tua/wali responden untuk keperluan
jajan. Selanjutnya ditentukan median atau titik tengah dari jumlah uang saku
respoden tersebut yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui
tinggi rendahnya uang saku respoden. Kemudian dikategorikan menjadi
rendah apabila < dari median uang saku mahasiswa dan tinggi apabila dari
median uang saku mahasiswa
3. Faktor Makanan
Untuk mengetahui faktor makanan yang terdiri dari rasa, tekstur, wrna,
bentuk, bumbu, dan harga. Pertanyaan disajikan dalam bentuk skala likert.
yang terdiri dari jawaban sangat tidak penting dengan skor 1, tidak penting

58

dengan skor 2, penting dengan skor 3, dan sangat penting dengan skor 4.
Selanjutnya

diinterpretasikan

dalam

bentuk

skor

untuk

Kemudian

dikategorikan menjadi tidak penting apabila < dari median dan penting
apabila dari median.
5. Perpindahan tempat tinggal
Untuk variabel perpindahan tempat tinggal, pertanyaan bersifat tertutup
dan setiap respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu berpindah
tempat tinggal/mengekos dan tidak berpindah tempat tinggal/mengekos.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer. Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah
sebagai berikut:
1. Editing
Kegiatan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang
di kuesioner sudah lengkap (semua pertanyaan sudah ada jawaban), jelas
(jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca), relevan (jawaban
yang tertulis relevan dengan pertanyaan), dan konsisten (apakah antara
beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten).
2. Coding
Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.
Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan
mempercepat entry data.

59

3.

Entry data
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan
pengkodingan, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis.
Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner kedalam
komputer dengan menggunakan program komputer.

4. Cleaning data
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada
kesalahan atau tidak.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat.
1.

Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendapat gambaran distribusi
responden yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis data univariat dilakukan pada
setiap variabel, baik variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan
cepat saji, pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor makanan,
dan perpindahan penduduk.

2. Analisis Bivariat
Analisis data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang
bermakna antara variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan cepat
saji terhdap faktor pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor
makanan, dan perpindahan penduduk dengan menggunakan uji chi square.

60

Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai P, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara
dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P <0,05 dan
dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P 0,05. Metode ini
digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika P value 0,05
maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang
bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika P value < 0,05
maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara kedua variabel tersebut.
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya
tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Jika nilai OR < 1 artinya variabel independen memperkecil resiko untuk
bermotivasi dalam berperilaku aman. Dan jika nilai OR > 1 artinya variabel
independen meningkatkan resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman.

BAB V
HASIL

A. Gambaran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta


Penelitian ini mengambil lokasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta. Kampus ini berlokasi di Jl. Kertamukti Pisangan, Ciputat Jakarta
Selatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta ini memiliki empat
program studi yang terdiri dari program studi Kesehatan Masyarakat, Farmasi,
Keperawatan, dan Pendidikan Dokter. Jumlah mahasiswa hingga akhir periode 2012
ini adalah berjumlah 1345 orang yang terbagi dalam masing-masing program studi.
Tabel 5.1 Jumlah dan Distribusi Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Program studi

Jumlah mahasiswa

Kesehatan masyarakat

429

Farmasi

369

Keperawatan

203

Pendidikan Dokter

344

Total

1345

Sumber: Data Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN


Jakarta tahun 2012
Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan metode random atau acak
dengan bantuan tabel acak sehingga diperoleh proporsi sampel dari masing-masing
program studi adalah 57 untuk jurusan kesehatan masyarakat, 50 untuk jurusan
farmasi, 27 untuk keperawatan dan 47 untuk jurusan pendidikan dokter sehingga total
sampel dalam penelitian ini adalah 181 orang.

61

62

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Keterlibatan Responden dalam


Pemilihan Makanan Cepat Saji
Pemilihan
Rendah kalori
Rendah lemak
Rendah natrium
Kandungan gizi
Daftar komosisi
Tanggal kadarluasa
Warna
Penyedap rasa
Pemanis
Pegawet
Rasa
Kemasan plastic
Kemasan stryofoam
Kemasan bertinta

Tidak n(%)
65 (35,9)
52 (28,7)
91 (50,3)
39 (21,5)
40 (22,1)
2 (1,1)
13 (7,2)
13 (7,2)
13 (7,2)
39 (21,5)
8 (4,4)
23 (12,7)
29 (16)
28 (15,5)

Kadang2
n(%)
108 (59,7)
107 (59,1)
87 (48,1)
100 (55,2)
87 (48,1)
27 (14,9)
79 (43,6)
93 (51,4)
81 (44,8)
97 (53,6)
60 (33,1)
87 (48,1)
128 (70,7)
97 (53,6)

Selalu
n(%)
8 (4,4)
22 (12,2)
3 (1,7)
42 (23,2)
54 (29,8)
152 (84)
89 (49,2)
75 (41,4)
87 (48,1)
45 (24,9)
113 (62,4)
71 (39,2)
24 (13,3))
56 (30,9)

Sumber: Data Primer


Berdasarkan

tabel diatas dapat diketahui dari beberapa variabel yang

berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji terdapat keterlibatan/perhatian


tertinggi pada variabel tanggal kadarluasa sebesar (84%), rasa (62,4%), dan warna
(49,2%), sementara keterlibatan/perhatian rendah pada variabel konsumsi rendah
natrium (50,3%), rendah kalori (35,9%), dan rendah lemak dan sebesar (28.7%).

63

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Cepat Saji Yang Sering di
Konsumsi
Jenis makana
cepat saji

Jumlah dalam 1x

Frekuensi

makan
2x

>2x

>3

Fried chiken

65 (35,9%)

65 (35,9%)

61(33,7%)

4 (2,2%)

Pizza

19 (10,5%)

18 (9,9%)

1 (0,6%)

18 (9,9%)

1 (0,6%)

20 (11%)

17 (9,4%)

3 (1,7%)

19 (10,5%)

1 (0,6%)

Gorengan

132 (72,4%)

67 (36.5%)

65(35,9%)

109 (60,2%)

23 (12,7%)

Bakso

100 (55,2%)

93 (51,4%)

7 (3,9%)

93(51,4%)

7 (3,9%)

Mie ayam

75 (41,4%)

75 (41,4%)

75(41,4)

Ciki

63 (34,8%)

57 (31,5%)

6 (3,3%)

63 (34,8%)

Keripik

98 (54,1%)

97(53,6%)

1 (0,6%)

92 (50,8%)

6 (3,3%)

Cokelat

95 (52,5%)

91(50,3%)

4 (2,2%)

88 (48,6%)

6 (3,3%)

Biscuit

101 (55,8%)

72 (39,8%)

29 (16%)

88 (48,6%)

13 (7,2%)

Kriuk

69 (38,1%)

65 (35,9%)

4 (2,2%)

65 (35.9%)

3 (2.2%)

Siomay

64 (35,4%)

63 (34,3%)

2 (1,1%)

61 (33,7%)

4 (2,2%)

Cilok

28 (15,5%)

23 (12,7%)

5 (2,8%)

27 (14,9%)

1 (0,6%)

Otak2

12 (6,6%)

10 (5,5%)

2 (1,1%)

11(5,5%)

1 (0,6%)

Cakwe

13 (92,8%)

11 (6,1%)

2 (1,1%)

13 (7,2%)

Cimol

33 (18,2%)

31 (17,1%)

2 (1,1%)

30 (16,6%)

3 (1,7%)

Mie instan

123 (68%)

120 (66,3%)

3 (1,7%)

108 (59,7%)

15 (8,3%)

Bubur

13 (7,2%)

12 (6,6%)

1 (0,6%)

7 (3,9%)

6 (3,3%)

Sphagety

17 (9,4%)

15 (8,3%)

2 (1,1%)

13 (7,2%)

3 (1,7%)

Humberger

Sumber : Data Primer

64

Berdasarkan tabel diatas jenis makanan cepat saji yang paling sering dikonsumsi
responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie instan (68%),
biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%).
B. Analisis Univariat
1. Gambaran Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Analisis univariat distribusi pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2012 diperoleh hasil yang
disajikan pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kategori Pemilihan makanan Cepat Saji Pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Kategori pemilihan makanan

Jumlah (n)

Persen (%)

Kurang baik

71

39.2

Baik

110

60.8

181

100.0

Total

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pemilihan makanan capat saji pada


mahasiswa FKIK UIN Jakarta, dapat dikatahui jumlah mahasiswa yang melakukan
pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih tinggi yaitu sebesar 110 (60,8%)
responden dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan
cepat saji kurang baik yaitu sebesar 71 (39,2%). Kategori pemilihan makanan
cepat saji ini berdasarkan pertimbangan yang dilakukan dalam memilih makanan
cepat saji seperti; mempertimbangkan kalori, lemak, natrium, kandungan gizi,

65

tanggal kadarluasa, komposisi makanan, bahan tambahan pangan, cita rasa serta
penggunaan kemasan.
2. Gambaran Jenis Kelamin
Analisis univariat jenis kelamin Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.5
berikut ini.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Jenis Kelamin

Jumlah (n)

Persen (%)

Laki laki

27

14.9

Perempuan

154

85.1

181

100.0

Total

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi jenis kelamin pada mahasiswa


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012 yang ikut
dalam penelitian ini lebih banyak perempuan (85,1 %) dibandingkan laki-laki
(14,9 %).
3. Gambaran Pengetahuan
Analisis univariat pengetahuan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel
5.6 berikut ini.

66

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran


dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Jenis Kelamin

Jumlah (n)

Persen (%)

Pengetahuan kurang baik

40

22.1

Pengetahuan baik

141

77.9

181

100.0

Total

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pengetahuan pada mahasiswa


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah
responden yang memiliki pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebesar 141 (77,9%)
responden dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan kurang
baik sebesar 40 (22,1%) responden.
4. Gambaran Status gizi
Analisis univariat status gizi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada
tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7 Distribusi Status Gizi Pada Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Jenis Kelamin
Kurus
Normal
Gemuk
Total

Jumlah (n)

Persen (%)

58
112
11
181

32.0
61.9
6.1
100.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi status gizi pada mahasiswa Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden
yang memiliki status gizi normal lebih banyak yaitu sebesar 112 (61,9%)

67

responden dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus 58


(32%) dan gemuk yaitu sebesar 11 (6,1%) responden.
5. Gambaran Variabel Rasa dalam Memilih Makanan
Analisis univariat variabel rasa dalam memilih makanan pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh
hasil yang disajikan pada tabel 5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Variabel Rasa Dalam Memilih Makanan
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Jenis Kelamin
Tidak penting
Penting
Total

Jumlah (n)

Persen (%)

(3.3%)

175
181

(96.7%)
100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi rasa dalam memilih makanan


pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun
2012, jumlah responden yang menganggap variabel rasa penting dalam memilih
makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 (96,7%) repsonden dibandingkan dengan
yang menganggap variabel rasa tidak penting yaitu sebesar 6 (3,3%) responden.
7. Gambaran Variabel Tekstur dalam Memilih Makanan
Analisis univariat variabel tekstur dalam memilih makanan pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.9 berikut ini.

68

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Variabel Tekstur Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Tekstur

Jumlah (n)

Persen (%)

22

(12.2%)

159

(87.8%)

181

100.0

Tidak penting
Penting
Total

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi tekstur dalam memilih


makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel tekstur merupakan hal
yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 159 (87,8%)
repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel tekstur tidak penting
yaitu sebesar 22 (12,2%) responden.
6. Gambaran Variabel Warna dalam Memilih Makanan
Analisis univariat variabel warna dalam memilih makanan pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.10 berikut ini.
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Variabel Warna Dalam Memilih Makanan
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Warna

Jumlah (n)
29

Tidak penting

152

Penting
Total

181

Persen (%)
(16.0%)
(84%)
100.0

69

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi warna dalam memilih


makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel warna merupakan hal
yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 152 (84%)
repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel warna tidak penting
yaitu sebesar 29 (16%) responden.
7. Gambaran Variabel Bentuk dalam Memilih Makanan
Analisis univariat variabel bentuk dalam memilih makanan pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.11 berikut ini.
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Variabel Bentuk Dalam Memilih Makanan
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Bentuk

Jumlah (n)
34

Tidak penting

147

Penting
Total

181

Persen (%)
(18.8%)
(81.2%)
100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi bentuk dalam memilih


makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel bentuk merupakan hal
yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 147 (81,2%)
repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting
yaitu sebesar 34 (18,8%) responden.

70

8. Gambaran Variabel Bumbu dalam Memilih Makanan


Analisis univariat variabel bumbu dalam memilih makanan pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,
diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.12 berikut ini.
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Variabel Bumbu Dalam Memilih Makanan
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Bumbu

Jumlah (n)
5

Tidak penting

176

Penting
Total

181

Persen (%)
(2.8%)
(97.2%)
100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi bumbu dalam memilih


makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel bumbu merupakan hal
yang penting lebih banyak yaitu sebesar 176 (97,2%) repsonden dibandingkan
dengan yang menganggap tidak penting sebesar 5 (2,8%) responden.
9. Gambaran Variabel Harga dalam Memilih Makanan
Analisis univariat variabel harga dalam memilih makanan pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh
hasil yang disajikan pada tabel 5.13 berikut ini.

71

Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Variabel Harga Dalam Memilih Makanan


Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012
Harga

Jumlah (n)
13

Tidak penting

168

Penting
Total

181

Persen (%)
(7.2%)
(92.8%)
100.0

Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi harga dalam memilih


makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
Tahun 2012, jumlah responden yang menganggap variabel harga merupakan hal
yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 168 (92,8%)
repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting
yaitu sebesar 13 (7,2%) responden.
11. Gambaran Perpindahan Tempat Tinggal
Analisis univariat perpindahan tempat tinggal yang dalam hal ini dinilai
melalui perpindahan tempat tinggal pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada
tabel 5.14 berikut ini.
Tabel 5.14 Distribusi Perpindahan Tempat Tinggal Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Jenis Kelamin

Jumlah (n)

Persen (%)

Berpindah tempat tinggal

131

72.4

Tidak berpindah tempat tinggal

50

27.6

181

100.0

Total

72

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi perpindahan tempat tinggal pada


mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012,
jumlah responden yang berpindah tempat tinggal lebih banyak yaitu sebesar 131
(72,4%) responden dibandingkan dengan responden yang tidak berpindah tempat
tinggal yaitu sebesar 50 (27,6%) responden.
12. Gambaran Uang saku
Analisis univariat pendapatan yang dalam hal ini dinilai melalui uang saku
yang dikeluarkan untuk kebutuhan makanan dalam sehari pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh
hasil yang disajikan pada tabel 5.15 berikut ini.
Tabel 5.15 Distribusi uang saku Pada Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Uang saku

Jumlah (n)

Dibawah rata-rata < Rp. 20000


Diatas rata-rata Rp.20000
Total

181

Persen (%)

77

42.5

104

57.5
100.0

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi uang saku yang dikeluarga untuk


pengeluaran makanan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta Tahun 2012, jumlah responden yang uang saku Rp.20000 dalam
sehari lebih banyak yaitu sebesar 104 (57,5%) responden dibandingkan dengan
responden yang uang sakunya < Rp. 20000 yaitu sebesar 77 (42,5%) responden.

73

C. ANALISIS BIVARIAT
1. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan
pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel
5.16 berikut ini.
Tabel 5.16 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Jenis

Kurang

Kelamin

Baik

Laki-laki

Baik

n (%)

n (%)

15 (55,6)

12 (44,4)

Total

Pvalue

27 (100)
0,063

Perempuan

56 (36,4)

98 (63,6)

154 (100)

OR

2,188
CI (0,9575,002)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden perempuan lebih


banyak memiliki pemilihan makanan baik yaitu sebesar (63,6%) dibandingkan
dengan responden laki-laki (44,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value
= 0,063). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,188 (CI =
0,957-5,002), artinya responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang

74

2,188 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik
dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan.
2. Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan makanan Cepat
Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan pengetahuan

dengan

pemilihan makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel
5.17 berikut ini.
Tabel 5.17 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Pengetahuan

Kurang baik
Baik

Kurang
Baik

Baik

n (%)

n (%)

18 (45)

22 (55)

53 (37,6)

88 (62,4)

Total

P-value

OR

0,570

1,358
CI (0,6882,763)

40 (100)
141 (100)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki


pengetahuan baik cenderung untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji baik
lebih tinggi yaitu sebesar (62,4%) dibandingkan responden yang memiliki
pengetahuan kurang baik (55%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada
hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun

75

2012 (P value = 0,570). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR =


1,358 (CI = 0,688-2,763), artinya responden yang memiliki pengetahuan kurang
baik memiliki peluang 1,358 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji
yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik.
3. Analisis Hubungan Antara Status Gizi dengan Pemilihan makanan Cepat
Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan status gizi dengan pemilihan
makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.18 berikut
ini.
Tabel 5.18 Analisis Hubungan Antara Status Gizi dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Status gizi

Kurus

Normal
Gemuk

Kurang
Baik

Baik

n (%)

n (%)

32

26

(55,2%)

(44,8%)

32

80

(28,6%)

(71,4%)

7 (66,3%)

4(36,4%)

Total

P-value

1,422
C1 (0,3755,392)

58(100%)

112(100%)
11(100%)

OR

0,001

4,375
CI (1,19815,974)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki status
gizi normal cenderung untuk memiliki pemilihan cepat saji baik lebih tinggi
yaitu sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi

76

kurus (44,8%) dan gemuk (36,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pemilihan makanan pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun
2012 (P value = 0,001) . Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai
OR = 1,422 (CI=0,375-5,392) dan 4,375 CI (1,198- 15,974), artinya responden
yang memiliki status gizi kurus memiliki peluang 1,422 kali untuk melakukan
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden
yang memiliki status gizi gemuk dan responden yang memiliki status gizi normal
memiliki peluang 4,375 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji
yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi
sgemuk .
4. Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan rasa dengan Pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.19 berikut
ini.
Tabel 5.19 Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012

Rasa

Pemilihan makanan
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)

Total

Tidak
penting

1 (16,7)

5(83,3)

6 (100)

Penting

70 (40)

105 (60)

112 (100)

Pvalue

OR

0,406

0,300
CI (0,0342,632)

77

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap rasa
tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung memiliki pemilihan makanan
cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (83,3%) dibandingkan dengan responden
yang menganggap rasa merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan yang
hanya (60%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara rasa
dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,406). Berdasarkan
perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,300 (CI=0,034-2,632), artinya
responden yang menganggap rasa tidak penting dalam memilih makanan cepat saji
memiliki peluang 0,300 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang
kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap rasa penting dalam
memilih makanan cepat saji.
5. Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan tekstur dengan pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.20 berikut
ini.

78

Tabel 5.20 Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan makanan


Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Pemilihan makanan
Tekstur

Kurang
Baik

Tidak
penting
Penting

Baik

n (%)

n (%)

12 (54,4)

10 (45,5)

59 (37,1)

100 (62,9)

Total

P-value

OR

0,181

2,034
CI (0,8284,996)

22 (100)
159 (100)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap


tekstur merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan cepat saji
cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu
sebesar (62,9%) dibandingkan dengan responden yang menganggap tekstur
merupakan variabel nyang tidak penting dalam pemilihan makanan yang hanya
(45,5%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara tekstur
dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,181). Berdasarkan
perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,034 (CI=0,828-4,996), artinya
responden yang menganggap tekstur tidak penting dalam memilih makanan cepat
saji memiliki peluang 2,034 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji
yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap tekstur
penting dalam memilih makanan cepat saji.

79

6. Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji


Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan warna dengan pemilihan
makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.21 berikut
ini.
Tabel 5.21 Analisis Hubungan Antara Warna Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Pemilihan makanan
Warna

Tidak penting
Penting

Kurang
Baik

Baik

n (%)

n (%)

17 (58,6)

12 (41,4)

54 (35,5)

98 (64,5)

Total

P-value

OR

0,033

2,571
CI (1,1435,781)

29 (100)
152 (100)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap


warna penting dalam pemilihan makanan cenderung memiliki pemilihan makanan
baik lebih tinggi yaitu sebesar (64,5%) dibandingkan dengan responden yang
menganggap warna merupakan variabel yang tidak penting (41,4%). Hasil uji Chi
Square menunjukkan ada hubungan antara warna dengan pemilihan makanan cepat
saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta
Tahun 2012 (P value = 0,033). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh
nilai OR = 2,571 (CI=1,143-5,781) , artinya responden yang menganggap warna
tidak penting dalam memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,571 kali untuk

80

melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan
responden yang menganggap warna penting dalam memilih makanan cepat saji.
7. Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan bentuk dengan Pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.22 berikut
ini.
Tabel 5.22 Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Pemilihan makanan
Bentuk

Tidak
penting
Penting

Kurang
Baik

Baik

n (%)

n (%)

12 (35,3)

22 (64,7)

59 (40,1)

88 (59,9)

Total

P-value

OR

0,744

0,814
CI
(0,3741,769)

34 (100)
147 (100)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap


bentuk tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk memiliki
pemilihan makanan baik lebih tinggi yaitu sebesar (64,7%) dibandingkan yang
menganggap bentuk merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan
(59,9%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara bentuk
dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,744). Berdasarkan

81

perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,814 (CI= 0,374-1,769), artinya


responden yang menganggap bentuk tidak penting dalam memilih makanan cepat
saji memiliki peluang 0,814 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji
yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap warna penting
dalam memilih makanan cepat saji.
8. Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan bumbu dengan Pemilihan
makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.23 berikut
ini.
Tabel 5.23 Analisis Hubungan Antara Bumbu Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Pemilihan makanan
Bumbu

Tidak
penting
Penting

Kurang
Baik

Baik

n (%)

n (%)

3 (60%)

2 (40%)

68 (38,6)

108 (61,4)

Total

P-value

OR

0,382

2,382
CI(0,38814,626)

5 (100)
108 (100)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap


bumbu merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk
memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (61,4%)
dibandingkan responden yang menganggap bumbu merupakan variabel yang tidak

82

penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak
ada hubungan antara bumbu dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value
= 0,382). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,382 (CI=
0,388-14,626), artinya responden yang menganggap bumbu tidak penting dalam
memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,382 kali untuk melakukan
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden
yang menganggap bumbu penting dalam memilih makanan cepat saji.
9. Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan harga dengan Pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.24 berikut
ini.
Tabel 5.24 Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Pemilihan makanan
Harga

Tidak
penting
Penting

Kurang
Baik

Baik

n (%)

n (%)

3 (23,1%)

10 (76,9%)

68 (40,5)

108 (59,5)

Total

P-value

OR

0,346

0,441
CI
(0,1771,662)

13(100)
168 (100)

83

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap


harga tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung untuk memiliki pemilihan
makanan cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (76,9%) dibandingkan yang
menganggap harga merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan
makanan (59,5%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara
harga dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,346).
Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,441 (CI= 0,1771,662), artinya responden yang menganggap harga tidak penting dalam memilih
makanan cepat saji

memiliki peluang 0,441 kali untuk melakukan pemilihan

makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang
menganggap harga penting dalam memilih makanan cepat saji.
10. Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan perpindahan tempat tinggal
dengan pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada
tabel 5.25 berikut ini.

84

Tabel 5.25 Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal dengan


Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Perpindahan

Kurang

Penduduk

Baik

Baik

n (%)

n (%)

15 (30)

35 (70)

Total

P-value

OR

0,161

0,951 CI
(0,8683,498)

Tidak
berpindah

50 (100)

tempat tinggal
Berpindah
tempat tinggal

56 (42,7)

75 (57,3)

131(100)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang tidak berpindah
tempat tinggal cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih
tinggi yaitu sebesar (70%) dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat
tinggal (53,7%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara
perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value
= 0,161). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,951 (CI=
0,868-3,498), artinya responden yang tidak berpindah tempat tinggal memiliki
peluang 0,951 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang
baik dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat tinggal.

85

11. Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan makanan Cepat
Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan uang saku

dengan

pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel
5.26 berikut ini.
Tabel 5.26 Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Uang saku

Kurang
Baik

Baik

n (%)

n (%)

28(36,4)

49(63,6)

Total

P-value

OR

0,600

0,811
CI (0,4421,487)

Uang saku
dibawah rata-

77(100)

rata <Rp.20000
Uang saku
rata-rata

43(41,3)

61(58,7)

104 (100)

Rp.20000

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki


pemilihan makanan baik lebih banyak pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata < Rp. 20000 (63,6%) dibandingkan dengan responden yang
memiliki uang saku diatas rata-rata Rp. 20000 (58,7%). Hasil uji Chi Square
menunjukkan tidak ada hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan
cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN

86

Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,600). Berdasarkan perhitungan risk estimete


diperoleh nilai OR = 0,811(CI= 0,442-1,487), artinya responden yang memiliki
uang saku dibawah rata-rata

memiliki peluang 0,811 kali untuk melakukan

pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden
uang saku diatas rata-rata.

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memungkinkan terjadinya bias dimana pada variabel status gizi
yang seharusnya diukur dengan indikator berat badan dan tinggi badan dilakukan
pengukuran pada tiap responden, namun karena jumlah respoden cukup banyak, maka
peneliti tidak melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung
sehingga bisa jadi respoden hanya mengingat berat badan pada saat terakhir
pengkuran. Kemungkinan hal tersebut akan berpengaruh pada validitas data sehingga
data berat badan dan tinggi badan tidak menunjukan data yang sebenarnya.
Pada variabel pemilihan makanan, peneliti tidak menyamaratakan peresepsi
indiaktor pemilihan makanan seperti; memberikan contoh makanan yang rendah
kalori, randah lemak dan rendah natrium sehingga kemungkinan responden hanya
menggunakan persepsi dirinya mengenai variabel tersebut untuk mengisi kuesioner,
sehingga dikhawatirkan terjadi perbedaan persepsi responden dengan persepsi peneliti
pada variabel tersebut yang berakibat pada bias informasi.
Selain itu bias penelitian lain juga bisa disebabkan karena responden membawa
pulang kuesioner penelitian sehingga dapat dimungkinkan kuesioner tersebut diisi
oleh orang lain. Hal ini disebabkan karena penelitian ini memiliki pertanyaan yang
cukup banyak sehingga waktu respoden untuk mengisi kuesioner kemungkinan cukup
lama, akibatnya hal ini akan mengganggu jadwal kuliah dari responden. Oleh karena
itu, peneliti berinisiatif untuk memberikan kenyamanan bagi responden dengan
membawa pulang kuesioner penelitian.

87

88
B. Pemilihan makanan Cepat Saji
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan
dari luar (Skinner 1938 dalam Notoatmodjo, 2003). Meskipun perilaku adalah bentuk
respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun
dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik individu atau faktor
lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulus yang diberikan
sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda karena perilaku
merupakan hasil antara berbagai faktor baik faktor eksternal maupun internal.
Menurut Notoatmodjo (2003) yang termasuk perilaku internal adalah karakteristik
orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin
dan sebagainya, sementara yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Namun faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku
seseorang karena biasanya faktor lingkungan ini berada dibawah kendali atau
kemauan individu itu sendiri.
Perilaku memilih makanan merupakan sebuah respons dari suatu stimulus yang
yang berkaitan dengan perilaku kesehatan seseorang. Gibney at all (2009)
menyatakan bahwa pemilihan makanan mengandung arti kemauan seseorang untuk
mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Pengendalian disini dapat diartikan
sebagai respons sesorang dalam memilih makanan yang sesuai dengan selera namun
sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang
baik.

89
Seseorang yang memiliki stimulus faktor internal yang baik maka akan
memiliki keterlibatan tinggi dalam pemilihan makanannya sehingga mengarah kepada
pemilihan makanan yang baik, Menurut Gibney et all (2009) keterlibatan sesorang
terhadap makanan mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan
dalam sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting
dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan pengetahuan
tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi informed choice
(memilih setelah mendapatkan informasi), namun hal ini tidak terlepas dari pengaruh
faktor internal yang juga mendukung dalam memilih makanan yang baik pula, karena
dalam

membentuk

perilaku

seseorang,

kedua

faktor

tersebut

sangatlah

mempengaruhi.
Dalam penelitian ini kategori pemilihan makanan dapat dilihat dari keterlibatan
seseorang dalam pemilihan makanannya. Seseorang yang dianggap memiliki
keterlibatan tinggi terhadap variabel makanan yang rendah kalori, rendah lemak,
rendah natrium, perhatian terhadap daftar komposisi makanan, tanggal kadarluasa,
warna, bahan tambahan pangan serta penggunaan kemasan, dianggap memiliki
pemilihan makanan yang baik dan sebaliknya.
Hasil penelitian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta yang berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji, menunjukan bahwa
mahasiswa yang memiliki pemilihan makanan cepat saji baik memiliki presentase
yang lebih tinggi yaitu sebesar 60,8% dibandingkan dengan mahasiswa dengan
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik yaitu sebesar 39,2%. Sementara
keterlibatan/perhatian tertinggi terdapat pada variabel tanggal kadarluasa sebesar

90
(84%), rasa (62,4%), dan warna (49,2%), sementara keterlibatan/perhatian rendah
pada variabel konsumsi rendah natrium (50,3%), rendah kalori (35,9%), dan rendah
lemak sebesar (28.7%). Sementara jenis makanan cepat saji yang paling sering
dikonsumsi responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie
instan (68%), biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%).
Dalam hal ini untuk mengukur kevalidan pernyataan responden terkait kebiasaan
responden dalam pemilihan makanan yang rendah kalori, lemak dan natrium. Peneliti
menghubungkannya dengan jenis makanan cepat saji yang dikonsumsi responden.
Peneliti mengambil jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh responden yaitu
gorengan, mie instan, biscuit, bakso, keripik. Jenis makanan ini dapat mewakili
makanan-makanan yang mengandung kalori, lemak dan natrium tinggi. Seperti bakso
dan gorengan merupakan salah satu jenis makanan yang tinggi kalori dan lemak,
sementara mie instan, biscuit dan keripik merupakan salah satu makanan yang tinggi
natrium.
Dalam hal ini, responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan
yang rendah kalori sebanyak 5 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan 3 kali
perminggu, namun terdapat 1 orang responden yang frekuesi mengonsumsi
gorengannya >3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan masih terdapat
ketidakvalidan jawaban antara pernyataan responden dengan kebiasaan konsumsinya.
Responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan kalori tidak selalu memiliki
perilaku konsumsi makanan cepat saji yang rendah kalori juga.
Sementara itu, responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan
rendah lemak, sebanyak 12 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan 3 kali

91
dalam 1 minggu dan terdapat

2 orang respoden yang menyatakan selalu

mempertimbangkan makanan rendah lemak, frekuensi gorengannya > 3 kali dalam 1


minggu. Hal tersebut juga menyatakan ketidakvalidan antara jawaban responden
dengan kebiasaan konsumsi.
Sementara itu pada pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan
yang rendah natrium dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan selalu
mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1 orang yang memiliki
frekuensi konsumsi mie instan 3 kali dalam 1 minggu dan pada responden ini tidak
terdapat rensponden yang mengonsumsi mie instan > 3 kali dalam 1 minggu. Hal
tersebut menunjukan bahwa responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan
makanan rendah natrium jarang/hampir tidak mengonsumsi mie instan seminggu
sekali.
Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah kalori
dimana jenis makanannya adalah bakso dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan selalu mempertimbangkan makanan yang rendah kalori hanya 4 orang
yang memiliki frekuensi konsumsi bakso 3 kali dalam 1 minggu dan pada
responden ini tidak terdapat rensponden yang mengonsumsi bakso > 3 kali dalam 1
minggu. Hal tersebut menunjukan bahwa rensponden yang menyatakan selalu
mempertimbangkan makanan rendah kalori jarang/hampir tidak mengonsumsi bakso
dalam seminggu.
Pernyataan respoden dalam mempertimbangkan makanan yang rendah natrium
dimana jenis makanannya adalah keripik dapat diketahui bahwa responden yang
menyatakan selalu mempertimbangkan makanan yang rendah natrium hanya 1

92
orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik 3 kali dalam 1 minggu dan
terdapat 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik >3 kali dalam 1 minggu.
Hal

tersebut

menunjukan

bahwa

rensponden

yang

menyatakan

selalu

mempertimbangkan makanan rendah natrium tidak selalu memiliki perilaku frekuensi


konsumsi makanan yang rendah natrium pula. Hal tersebut menunjukan
ketidakvalidan antara jawaban responden dengan perilaku konsumsi makanan cepat
saji. Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa tidak selalu seseorang yang
pemilihan makanannya baik belum tentu memiliki perilaku konsumsi yang baik pula..
C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
1. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
pemilihan makanan (Sanjur, 2003). Menurut Gibney, et al (2009) terdapat
perbedaan pemilihan makanan antara laki-laki dan perempuan, hal ini disebabkan
karena pada umumnya kaum wanita tampak lebih banyak mempunyai
pengetahuan tentang makanan dan gizi serta menunjukan perhatian yang lebih
besar terhadap kemanan makanan, kesehatan dan penurunan berat badan. Pada
usia remaja banyak dari mereka yang berusaha mengubah penampilannya
sehingga ingin terlihat menarik. Kepedulian terhadap penampilan dan gambaran
tubuh yang ideal dapat mengarah kepada upaya obsesif seperti mengontrol berat
badan (Davison & Birch dalam Papalia 2008 dalam Andea, 2010). Pola ini
menjadi lebih umum diantara anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Konsep
tubuh yang ideal pada perempuan adalah tubuh langsing (Sanggarwaty, 2003
dalam Andea, 2010), sedangkan pada laki-laki adalah tubuh berisi, berotot,

93
berdada bidang, serta biseps yang menonjol (McCabe & Ricciardeli, 2004 dalam
Andea, 2010), sehingga begitu seseorang merasa dirinya gemuk, biasanya orang
akan mencoba mengontrol makanannya (Gunawan, 2004 dalam Andea, 2010).
Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi perempuan yang ikut pada
penelitian ini lebih tinggi yaitu sebesar 85% dibandingkan laki-laki yang hanya
14,9%. Sementara bila dilihat dari pemilihan makanannya, perempuan lebih
cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar 63,6%
dibandingkan

dengan

laki-laki

sebesar

44,4%.

Hasil

analisis

statistik

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan
makanan cepat saji (p-value = 0,063).
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan
cepat saji tersebut dimungkinkan karena proporsi perempuan yang ikut dalam
penelitian ini lebih banyak daripada pada laki-laki hal ini disebabkan karena
presentase perempuan pada mahasiwa FKIK UIN Jakarta secara keseluruhan
memang jauh lebih tinggi yaitu sebesar 71% dibandingkan presentase laki-laki
yang hanya 29% sehingga dalam pengambilan sampel, perempuan lebih memiliki
banyak kesempatan untuk terpilih menjadi responden penelitian, akibatnya
hubungan jenis kelamin terhadap pemilihan makanan cepat saji ini bersifat
homogen karena menurut Gibney et, all (2009) perempuan lebih cenderung
menunjukan perhatiannya terhadap pemilihan makanan dari pada laki-laki .
Bila dilihat kecenderungannya perempuan lebih banyak memiliki
pemilihan makanan yang baik daripada laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Weaver (2009) dalam Azrimaidaliza (2011) pada mahasiswa

94
di Texas University yang menyatakan hasil bahwa perempuan lebih banyak
melakukan pemilihan makanan dibandingkan dengan laki-laki. Seperti pendapat
yang dikemukakan Gibney, et all (2009) perempuan lebih menunjukan
perhatiannya pada pemilihan makanan, karena perempuan lebih menunjukan
perhatian yang lebih besar pada keamanan pangan, kesehatan dan penurunan berat
badan. Perhatian yang tinggi terhadap penurunan berat badan disebabkan karena
perempuan lebih memperhatiakan body image, seperti hasil penelitian Pope,
Philips, dan Olivardia (2000 dalam Andea 2010) menunjukkan bahwa perempuan
lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan laki-laki. Pengaruh body
image ini lebih mempengaruhi perempuan karena biasanya perempuan lebih ingin
terlihat langsing, sehingga perempuan cenderung untuk membatasi dirinya dalam
mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan berat badannya. Akibatnya
perempuan lebih memilih-milih makanan yang kandungan lemak dan kalorinya
rendah. Hal ini mengakibatkan banyak dari remaja perempuan yang mengontrol
berat badan dengan cara mengkonsumsi makanan yang rendah asupan kalori dan
lemak dari makanan yang dikonsumsinya.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data dalam penelitian ini dimana
terlihat bahwa perhatian perempuan lebih tinggi dalam hal pemilihan makanan
yang rendah kalori, hasil analisis menunjukan bahwa presentase perempuan lebih
tinggi menyatakan kadang-kadang dalam memilih makanan rendah kalori yaitu
sebesar 61,7% dibandingkan laki-laki yang sebesar 48,1%. Selain itu, perhatian
dalam pemilihan makanan rendah lemak, presentase perempuan juga cenderung
lebih tinggi memilih makanan rendah lemak, hasil analisis menunjukan bahwa

95
perempuan yang menyatakan selalu dalam memilih makanan rendah lemak
yaitu sebesar 13% sementara laki-laki hanya 7,4%.
Selain perhatiannya yang tinggi terhadap penurunan berat badan, menurut
Gibney, et all (2009) perempuan juga menunjukan perhatian yang tinggi terhadap
kemanan pangan. Menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita, dkk 2009) wanita
selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan menilai segala
sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat awas terhadap
berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi.
Selain itu menurut Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990, dalam
Marsellita, dkk 2009) konsumen wanita lebih banyak tertarik pada warna dan
bentuk. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian ini dimana perempuan lebih
menjukan perhatiannya terhadap keamanan pangan dalam hal warna makanan,
tanggal kadarluasa, dan kemasan. Dari hasil penelitian didapatkan, perempuan
lebih menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap warna makanan yaitu
sebesar 51,3% dibandingkan laki-laki yang hanya 37%. Perempuan lebih
menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap tanggal kadarluasa yaitu sebesar
85,7% dibandingkan laki-laki yang hanya 74,1%. Perempuan lebih menunjukan
perhatian yang lebih tinggi dalam hal penggunaan kertas bertinta yaitu sebesar
32,5% dibandingkan laki-laki yang hanya 22,2%.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa konsumen wanita
memang memiliki karakteristik yang mendetail dalam melihat suatu objek yang
mana dalam hal ini makanan, sehingga konsumen wanita lebih cenderung untuk
memperhatikan tanggal kadarluasa, penggunaan kemasan serta warna, dimana

96
keamanan pangan merupakan suatu isu yang cukup mendapatkan perhatian di
masyarakat salah satunya isu yang berkembang saat ini bahwa warna yang
mencolok beresiko menggunakan bahan pewarna berbahaya, dengan karakteristik
wanita yang detail hal tersebut cukup mendapat perhatian dalam pemilihan
makananya daripada pada konsumen laki-laki.
Oleh karena itu, sangat diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan
pemilihan makanannya, karena tanpa pertimbangan yang baik dan mendetail
dalam memilih makanan sangat beresiko mengalami berbagai masalah yang
ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas, keracunan
pangan

dan

lain-lain.

Sementara

untuk

perempuan

diharapkan

dapat

mempertahankan pemilihan makanan tersebut.


2. Hubungan Pengetahuan Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi salah
satunya adalah pengetahuan gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu
pertimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin
baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan
kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan
gizinya akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan
pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan
(Sediaoetama 1996 dalam Azrimaidaliza 2011).
Sementara Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa perilaku merupakan
hasil resultant dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dan
eksternal keduanya saling mempengaruhi, dimana respon yang dihasilkan dari

97
kedua faktor tersebut berbeda pada setiap individu. Dalam hal ini pengetahuan
merupakan salah satu dari variabel faktor internal, perilaku yang ditampakan
akibat pengaruh pengetahuan akan berbeda-beda karena dipengaruhi pula oleh
faktor eksternal yaitu pengaruh lingkungan, sehingga perilaku yang tampak pada
seseorang berbeda-beda tergantung dari faktor yang dominan dari kedua faktor
tersebut.
Teori Reasoned Action yang dikembangkan oleh Ajzren (1980 dalam
Achmat, 2010) menyatakan bahwa perilaku seseorang didasari oleh sikap dan
norma subjektif. Maksudnya jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari
menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif
terhadap perilaku tersebut serta kebalikannya. Selain itu, jika orang-orang lain
yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu
yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orangorang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang
positif serta sebaliknya. Theory of Reasoned Action dapat diartikan sebagai
perilaku yang di bawah kendali individu sendiri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase responden yang memiliki
pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebesar 77,9% dibandingkan dengan
responden yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 22,1%.
Sementara hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik lebih banyak pada responden yang melakukan pemilihan
makanan baik pula yaitu sebesar (62,4%) dibandingkan responden yang memiliki

98
pengetahuan kurang baik (55%). Bila dilihat hubungannya, tidak ada hubungan
antara pengetahuan terhadap pemilihan makanan cepat saji (p-value= 0,570).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihaloho
(2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap
pola pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,92). Penelitian Syadiah (2009)
dalam Sihaloho (2012) pun mendapatkan hasil bahwa pada pelajar SMA
hubungan mengenai pengetahuan gizi tentang fast food dengan tindakan
kosnumsi fast food memperoleh nilai (p-value = 0,77) artinya tidak ada hubungan
bermakna antara pengetahuan dengan tindakan pemilihan konsumsi fast food.
Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan makanan
cepat saji kemungkinan disebabkan karena pengaruh faktor lain yang lebih besar
dari pada pengaruh pengetahuan. Seperti yang diungkapkan Notoatmodjo (2003)
bahwa perilaku yang tampak pada seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal, faktor eksternal disini dimungkinkan pengaruh orang lain. Dalam
masyarakat kita semua berpartisipasi untuk menjalin hubungan sosial yang
bervariasi antara individu. Hubungan ini melibatkan keluarga, teman sebaya,
rekan kerja, dan orang-orang di berbagai organisasi yang kita milik. Dalam
sebuah studi tentang pilihan makanan yang dilakukan oleh Feunekes et al. (1998
dalam Jones, et al, 2011) menyatakan bahwa sebanyak 94% pemilihan makanan
seseorang serupa dengan pasangannya, 87% remaja serupa dengan orang tua
mereka, dan 19% pemilihan makanan antara remaja serupa dengan rekan-rekan
mereka.

99
Sementara dari penelitian ini dapat diketahui bahwa orang yang memiliki
pengetahuan baik lebih banyak pada orang yang tidak mengekos atau berpindah
tempat tinggal yaitu sebesar 80% sehingga kemungkinan penyebab tidak adanya
hubungan adalah karena pengaruh keluarga yang dominan dalam pemilihan
makanan cepat saji, hal ini dapat dilihat dari hasil peneilitian ini, responden yang
memiliki pemilihan makanan yang baik lebih tinggi pada responden yang tidak
mengekos yaitu sebesar 70% dibandingkan yang tidak mengekos yaitu sebesar
53,7%. Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat pada setiap individu,
perilaku makan seseorang tidak jauh berbeda dengan keluarganya, karena
pendidikan awal seorang individu berasal dari lingkungan keluarga. Adanya
kecenderungan

pengetahuan

yang

baik

pada

responden

penelitian

ini

kemungkinan disebabkan karena memang lingkungan keluarga responden


mendukung untuk memiliki pengetahuan yang baik pula, sehingga pemilihan
makanan cepat saji yang baik dari keluarga mendorong mereka juga untuk
terbiasa memilih makanan cepat saji yang baik.
Responden dalam penelitian ini secara keseluruhan memiliki pengetahuan
yang baik dan perilaku memilih makanan cepat saji yang baik pula. Oleh karena
itu, akan lebih baik jika memang pengetahuan yang dimiliki dan perilaku yang
baik tersebut dipertahankan agar menjadi suatu kebiasaan yang baik dalam
memilih makanan.
3. Hubungan Status Gizi Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Status gizi merupakan bagian yang penting dari status kesehatan sesorang
(Suhardjo, 2003). Status gizi pada umumnya merupakan dampak dari pola

100
konsumsi seseorang yang berakibat pada kecenderungan terhadap status gizi
normal, atau tidak normal (kurus dan gemuk). Indikator status gizi diukur
berdasarkan pembagian berat badan berbanding tinggi badan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa presentase repsonden yang tergolong
status gizi normal lebih tinggi yaitu sebesar 61,9% dibandingkan dengan
responden yang tergolong status gizi kurus yang hanya 32% dan gemuk 6,1%
responden. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki
status gizi normal cenderung untuk melakukan pemilihan makanan baik yaitu
sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus
dan gemuk. Bila dilihat hubungannya, terdapat hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,001).
Hubungan ini kemungkinan disebabkan karena seseorang yang memiliki
status gizi normal, ia terbiasa untuk memilih makanan yang baik sehingga
mempengaruhi status gizi mereka. Hal ini dapat terlihat dari beberapa variabel
yang dapat menggambarkan pemilihan makanan seperti; memperhatikan
konsumsi rendah kalori dan rendah lemak, responden yang memiliki status gizi
normal lebih banyak menyatakan kadang-kadang memperhatikan asupan
rendah lemak dan rendah kalori dengan masing-masing presentase 62,5% dan
67%.
Berbeda halnya pada responden dengan status gizi kurus, mereka
cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang kurang baik lebih tinggi
yaitu sebesar 52,2%. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan kategori status
gizi terhadap pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, pada responden

101
dengan kategori IMT kurus sebanyak 50% responden lebih cenderung untuk
tidak memilih makanan yang rendah kalori, dan sebanyak 46,6% tidak
memilih makanan yang rendah lemak, bila dilihat perilaku memilih makanan
cepat saji orang yang memiliki status gizi kurus justru seharusnya mengarahkan
mereka kepada status gizi yang lebih seperti pendapat yang dikemukakan
Arisman (2004) yang menyatakan bahwa makanan olahan mengandung tinggi
kalori dan lemak sehingga menyebabkan gizi lebih dan bisa mengarah pada
obesitas. Namun hal ini justru sebaliknya, mereka sudah mengkonsumsi makanan
yang tinggi kalori namun masih tetap berada pada status gizi kurus, kemungkinan
hal ini disebabkan responden yang memiliki status gizi kurus yang ikut dalam
penelitian ini memiliki laju metabolisme basal tubuhnya tinggi, laju metabolisme
basal maksudnya adalah jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh seseorang
dalam keadaan beristirahat, setiap orang memiliki laju metabolisme basal tubuh
yang berbeda-beda. Pada orang yang memiliki laju metabolisme basal tubuh yang
tinggi, cenderung sulit gemuk kemungkinan hal inilah yang menyebabkan pada
sebagian orang yang banyak makan, namun tetap kurus (Heidy, 2012). Akibatnya
karena merasa tubuhnya kurus mereka cenderung banyak makan dan memilih
makanan yang tinggi kalori dan lemak.
Sementara pada responden yang tergolong status gizi gemuk lebih tinggi
memiliki pemilihan makanan yang kurang baik yaitu sebesar 66,3%. Namun bila
dilihat kecenderungannya dengan membandingkan kategori status gizi terhadap
pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, responden dengan status gizi gemuk
lebih banyak menyatakan kadang-kadang memilih makanan yang rendah kalori

102
dan rendah lemak sebesar 72,7%, hal ni menunjukan seseorang yang memiliki
status gizi gemuk memiliki keterlibatan yang tinggi dalam memilih makanan yang
rendah kalori dan lemak. Kemungkinan responden dalam penelitian ini kondisi
gemuknya lebih dipengaruhi oleh variabel gentik, sehingga walaupun mereka
cenderung memperhatikan asupan kalori dan lemak namun karena genetik lebih
dominan pengaruhnya, mereka tergolong pada status gizi gemuk. Menurut Syarif,
2003 (dalam Hidayati 2005) bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi
obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan
bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker
menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan
gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap
pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet.
Sementara, stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai
penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas
melalui efek resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan
oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang buruk (Kopelman

2002 dan

Newnham 2000 dalam Hidayati 2005). Dengan demikian kerentanan terhadap


obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi
fenotipe (Newnham,2000 dalam Hidayati 2005) sehingga dalam hal ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa, seseorang yang gemuk kemungkinan bisa disebabkan
oleh variabel lain yang pengaruhnya lebih kuat seperti genetik.
Oleh karena itu, pada responden dengan status gizi normal yang
cenderung memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik diharapakan dapat

103
mempertahakan perilakunya tersebut. Sementara pada responden dengan status
gizi yang kurus dan gemuk diharapkan dapat merubah gaya hidup dengan
meningkatkan olahraga, karena olahraga dapat menyeimbangkan tingkal
metabolisme basal.
4. Hubungan Uang Saku Terhadap Pemilihan Makanan
Pendapatan yang terpakai dan jumlang uang yang akan dibelanjakan untuk
membeli makanan merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan
(Gibney,et al, 2009). Pendapatan yang diterima oleh mahasiswa adalah berupa
uang saku. Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan
kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu seperti uang saku harian, mingguan
maupun bulanan. Jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan tergantung pada
tingkat pendapatan. Uang saku sangat mementukan pemilihan makanan dan
konsumsi makanan. Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai
dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya
seseorang akan sering memilih makanan-makanan yang modern dengan
pertimbangan prestice dan harapan akan diterima kalangan peer group mereka
(Benjamin et all ,2004 dalam Arifyani 2010).
Sementara teori Engels yang menyatakan bahwa: Semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi
makanan (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa
dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih
kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi
pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan

104
keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada
kebutuhan non pangan.
Besar uang saku untuk pengeluaran makanan yang di keluarkan
mahasiswa FKIK UIN Jakarta per hari paling kecil adalah Rp 5000 dengan ratarata pengeluaran uang saku untuk makanan sebesar Rp 20.000. Berdasarkan hasil
penelitian, mahasiswa yang mengeluarkan uang saku untuk pengeluaran makanan
diatas rata-rata yaitu Rp. 20000 lebih tinggi 104 (57,5%) dibandingkan dengan
pengeluaran yang dibawah rata-rata < Rp. 20000 sebesar 77 (42,5%), sementara
hasil analisis statistik menunjukkan bahwa responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata < Rp. 20000 lebih banyak memiliki pemilihan makanan baik
yaitu sebesar (63,6%) dibandingkan dengan responden yang memiliki uang saku
diatas rata-rata Rp.20000 (58,7%). Bila dilihat hubungannya. tidak ada
hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value =
0,600).
Tidak adanya hubungan disini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain
yaitu status kesehatan/status gizi lebih dominan pengaruhnya dalam pemilihan
makanan daripada uang saku, dari hasil analisis diketahui bahwa orang yang
memiliki status gizi kurus lebih tinggi pada responden yang memiliki uang saku
diatas rata-rata yaitu sebesar 34,6% dibandingkan responden yang memilki uang
saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 28,6%. Orang yang memiliki status gizi
normal lebih tinggi pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata
yaitu sebesar 63,6% dibandingkan responden yang memilki uang saku diatas ratarata yaitu sebesar 60,6%. Orang yang memiliki status gizi gemuk lebih tinggi

105
pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 7,8%
dibandingkan responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar
4,8%.
Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki
uang saku dibawah rata-rata cenderung memiliki status gizi normal dan gemuk
sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung memiliki
status gizi kurus. Dari data ini dapat diperoleh kemungkinan bahwa orang yang
memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering mengkonsumsi
makanan cepat saji yang biasanya tinggi akan kalori dan lemak, sementara orang
yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung membatasi perilaku
mengkonsumsi makanan cepat saji. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan Engels yang menyatakan bahwa: Semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi
makanan (Sumarwan ,1993 dalam Rahma 2011).
Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis statistik kecenderungannya,
responden yang pendapatannya lebih tinggi pengeluaran konsumsi makanannya
lebih kecil kemungkinan karena pengeluarannya akan lebih besar pada kebutuhan
nonpangan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini bahwa seseorang yang memilki
pendapatan lebih tinggi memiliki frekuensi lebih rendah dalam mengkonsumsi
makanan cepat saji, namun tingkat konsumsinya lebih tinggi hanya pada beberapa
makanan-makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang tinggi. Pada
responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata frekuensi konsumsi
makanannya lebih kecil pada beberapa jenis makanan cepat saji seperti konsumsi

106
gorengan, pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi
gorengannya sebesar (68,3%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata yaitu sebesar (75,3%), responden yang memiliki uang saku
diatas rata-rata konsumsi mie ayam sebesar (36,5%) dibanding pada responden
yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%), responden
yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi siomay sebesar (30,1%)
dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu
sebesar (46,5%) serta pada beberapa variable makanan cepat saji yang lain.
Namun pada beberapa makanan cepat saji yang memilki nilai prestise tinggi,
responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata justru memiliki frekuensi
makanan cepat saji lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata seperti pada makan sejenis pizza dan cokelat, dari hasil analisis
didapatkan bahwa responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi
pizzanya sebesar (13,5%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata yaitu sebesar (6,5%). Sementara itu, responden yang memiliki
uang saku diatas rata-rata konsumsi coklatnya sebesar (54,8%%) dibanding pada
responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%).
Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang
memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering memilih makanan
cepat saji sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata rendah dalam
memilih makanan cepat saji. Kemungkinan karena orang yang memiliki uang
saku diatas rata-rata pengeluarannya lebih banyak pada kebutuhan non-pangan,

107
sekalipun mereka mengkonsumsi makanan cepat saji, mereka lebih memilih
makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, akan lebih baik pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji, walaupun
presentase responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata lebih baik dalam
pemilihan makanannya.
5. Hubungan Rasa Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih
makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti
penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar (Gibney,
et al, 2009). Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan utama bagi
seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut sensori seperti
(rasa, warna,tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan preferensi makanan
individu. Namun kepekaan terhadap atribut sensoris berkaitan dengan fungsi
fisiologis organ tubuh. Fungsi fisiologis ini berkaitan pula dengan usia, umumnya
penurunan fungsi fisiologis akan mempengaruhi pemilihan makanan terutama
pada usia lanjut.
Rasa adalah jumlah dari semua rangsangan sensorik yang dihasilkan oleh
konsumsi makanan (Eufic, 2005). Menurut Drewnowski (1997) dalam Widyawati
(2009) menyatakan bahwa faktor rasa pada intik pangan tergantung pada umur
dan jenis kelamin. Perbedaan gender dalam indera telah dilaporkan di beberapa
penelitian Tilgner dan Barylko-Pilielna (1959 dalam Weaver, 1997)) menemukan
wanita memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk manis

108
dan asin tapi kurang selera untuk asam dan tidak ada perbedaan antara jenis
kelamin untuk kepahitan. Dalam sebuah survei di seluruh dunia oleh National
Geographic Society (Gilbert dan Wysocki, 1987 dalam Weaver, 1997)),
perempuan ditemukan merasakan aroma lebih akut daripada laki-laki.
Hasil analisis menunjukkan responden yang mengangap variabel rasa
penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 (96,7%)
repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel rasa tidak penting
yaitu sebesar 6 (3,3%) responden. Bila dilihat hubungannya responden yang
menganggap rasa merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan
makanan memiliki pemilihan makanan cepat saji baik yang lebih tinggi yaitu
sebesar (83,3%) dibandingkan yang menganggap rasa merupakan variabel penting
dalam pemilihan makanan yang hanya 60%. Sementara hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan
cepat saji (p-value = 0,406). Hal ini dimungkinkan karena variabel umur dalam
penelitian ini bersifat homogen dalam arti bahwa rata-rata usia respoden sama
termasuk kategori remaja akhir berbeda halnya jika variabel umur dalam
penelitian ini bervariasi termasuk didalamnya lansia. Menurut Sayuti

(1998)

pada orang usia lanjut, terjadi atrofi papilla lidah sehingga permukaan lidah
cenderung menjadi licin. Atrofi dimulai dari ujung lidah dan sisi lateralnya. Hal
tersebut tentu saja berpengaruh pada menurunnya jumlah reseptor cecapan rasa
sehingga terjadilah penurunan sensitivitas rasa. Sehingga sensitifitas rasa pada
remaja tidak terlalu diperhatikan akibatnya tidak ada hubungan antara rasa dengan
pemilihan makanan cepat saji.

109
Selain itu faktor lain yang mempengaruhi rasa tidak berhubungan dengan
pemilihan makanan pada penelitian ini adalah karena variabel jenis kelamin,
responden yang ikut pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada lakilaki hal ini dapat terlihat pada penelitian ini presentase perempuan lebih banyak
sebesar

85,1%

dibandingkan

laki-laki

yang

hanya

14,9%.

Menurut

Wreksoatmodjo (2004) antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam


sensitivitas terhadap rasa. Belum diketahui secara pasti dimana letak perbedaan
tersebut namun ditengarai terdapat pengaruh aspek neurologis terhadap rasa
pengecapan. Gangguan rasa pengecapan lebih banyak dirasakan pada pria
sementara banyak yang menilai perempuan lebih peka terhadap rasa, oleh karena
itu kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan dalam penelitian ini rasa tidak
berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji.
Oleh karena itu, walaupun rasa tidak mempengaruhi dalam pemilihan
makanan karena responden masih memiliki fungsi fisiologis yang masih baik,
akan lebih baik jika tetap diperhatikan karena biasanya pada usia seperti ini,
perbedaan perhatian terhadap rasa lebih disebabkan karena perbedaan selera,
misalnya lebih menyukai rasa asin, manis, maupun gurih. Biasanya rasa berkaitan
dengan bumbu makanan, seseorang yang lebih menyukai rasa asin/manis
cenderung menambahkan bumbu seperti garam/gula pada makanannya atau
seseorang yang lebih menyukai rasa gurih cenderung menambahkan bumbu
seperti penyedap pada makanannya. Hal ini tetap harus diperhatikan karena
dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk menciptakan rasa yang sesuai

110
selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif seperti hipertensi maupun
diabetes saat usia lanjut.
6. Hubungan Tekstur Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Tidak hanya rasa yang mempengaruhi pemilihan makanan tetapi juga bau,
penampilan dan tekstur makanan. Tekstur/Konsistensi makanan juga merupakan
komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas panca
indera rasa dipengaruhi oleh konsisitensi makanan. Tekstur meliputi rasa garing,
keempukan, dan kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap.
Makanan yang berkonsistensi padat atau kenyal akan memberikan rangsangan
lambat terhadap panca indera .
Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap
variabel tekstur merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih
banyak yaitu sebesar 159 (87,8%) repsonden dibandingkan dengan yang
menganggap variabel tekstur tidak penting yaitu sebesar 22 (12,2%) responden,
bila dilihat hubungannya responden yang menganggap tekstur merupakan variabel
yang penting dalam pemilihan makanan memiliki pemilihan makanan yang baik
lebih tinggi yaitu sebesar (62,9%) dibandingkan dengan responden yang
menganggap tekstur merupakan variabel nyang tidak penting dalam pemilihan
makanan yang hanya (45,5%), namun dari hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara tekstur dengan pemilihan makanan cepat saji
(p-value = 0,181). Hal ini dimungkinkan karena variabel usia lebih berpengaruh
terhadap tekstur makanan. Variabel usia pada penelitian ini bersifat homogen
dalam arti responden secara keseluruhan memiliki usia yang hampir sama dimana

111
masih tergolong kedalam fase remaja. walaupun sebagian besar responden lebih
banyak menganggap variabel tekstur penting dalam pemilihan makanan namun
tekstur tidak berhubungan terhadap pemilihan makanan mereka, hal ini
kemungkinan disebabkan karena skala penting dalam arti tekstur pada fase
remaja adalah lebih kepada kesukaan mereka terhadap makanan yang memiliki
tekstur garing/ renyah karena pada umumnya fungsi fisiologis pada rongga mulut
pada usia remaja masih sempurna, hal ini akan berbeda halnya jika variabel usia
bersifat heterogen, terutama jika lansia diikutkan pada penelitin ini. Pada lansia
mulai banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan

gusi karena proses

degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses pengunyahan, lansia akan
kesulitan untuk mengkonsumsi makanan yang berkonsistensi keras akibatnya
lansia akan lebih memperhatikan pemilihan makanannya (Fatimah, 2010).
Dalam hal ini tekstur tidak mempengaruhi pemilihan makanan pada usia
responden penelitian, kemungkinan tekstur akan lebih diperhatikan dengan
semakin meningkatnya usia.
7. Hubungan Warna Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Warna juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan
makanan Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990 dalam Marsellita, dkk
2009). Terdapat perbedaan yang kuat dalam perilaku pria dan wanita. Konsumen
pria adalah konsumen yang mudah dipengaruhi oleh nasehat yang baik serta
argumentasi yang obyektif. Sedangkan konsumen wanita lebih banyak tertarik
pada warna dan bentuk. Sementara menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita,
dkk 2009) wanita selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan

112
menilai segala sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat
awas terhadap berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu
yang terjadi.
Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap
variabel warna merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih
banyak yaitu sebesar 152 (84%) repsonden dibandingkan dengan yang
menganggap variabel warna tidak penting yaitu sebesar 29 (16%) responden. bila
dilihat hubungannya responden yang yang menganggap warna penting dalam
pemilihan makanan cepat saji memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik
lebih tinggi yaitu sebesar (64,5%) dibandingkan dengan responden yang
menganggap warna merupakan variabel yang tidak penting (41,4%).
Adanya hubungan pada variabel warna dimungkinkan karena warna
makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan, dengan
melihat warna dapat memberikan tanda kualitas yang diharapkan (Pelto, 1989)
maksudnya dengan warna dapat diketahui indikator kesegaran atau kematangan
suatu produk, atau bahaya dari suatu produk sehingga dalam hal ini responden
lebih peka terhadap warna yang terdapat pada makanan, seperti makanan yang
menggunakan pewarna sintesis berbahaya lebih memiliki warna

yang

terang/mencolok daripada makanan dengan pewarna buatan yang tidak berbaya.


Bila dilihat kecenderungannnya wanita memberikan perhatian yang lebih
besar kepada warna makanan, hal ini dapat terlihat bahwa lebih banyak wanita
yang menganggap variabel warna lebih penting dalam pemilihan makanan yaitu
sebesar 87,7% dari pada laki-laki yang hanya 63%. Hal ini sesuai dengan

113
pendapat Segal, Dasen, Berry dan Portinga, 1990 dan Kartajaya, 2003 dalam
Marsellita, dkk 2009) yang menyatakan bahawa konsumen wanita lebih banyak
tertarik pada warna dan bentuk dan juga sangat awas terhadap berbagai isu,
sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi.
Sementara itu bila dilihat dari perhatian terhadap isu makanan yang
berkembang dapat dilihat dari sisi pengetahuannya apakah makanan yang
memiliki warna mencolok menggunakan bahan pewarna berbahaya? sebagian
besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang hal tersebut hal ini
dapat terlihat bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki jawaban yang
benar untuk pertanyaan tersebut dengan presentase jawaban benar pada laki-laki
sebesar

92,6%

dan pada perempuan sebesar 95,5%. Hal ini menandakan

sebagian besar responden sangat peka terhadap isu yang berkaitan dengan bahaya
makanan yang selama ini berkembang bahwa makanan yang mencolok
dimungkinkan menggunakan bahan pewarna sintetis yang berbahaya bagi
kesehatan.
Oleh karena itu,

akan lebih

baik

pada

laki-laki untuk

lebih

mengaplikasikan pengetahuannya yang baik dalam memilih makanan kedalam


pemilihan makanan dengan mempertimbangkan warna, karena warna dapat
dijadikan indikator pertama untuk melihat keamanan pangan. Sementara itu,
karena memiliki karakteristik mendetail, warna cenderung memiliki perhatian
yang tinggi pada perempuan.

114
8. Hubungan Bentuk Makanan Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Berbeda halnya dengan variabel bentuk, responden yang memiliki
pemilihan makanan baik lebih banyak pada responden yang menganggap bentuk
tidak penting dalam pemilihan makanan (64,7%) dibandingkan yang menganggap
bentuk merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan (59,9%).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bentuk
dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,744). Walaupun jumlah
responden yang mengangap variabel bentuk merupakan hal yang penting dalam
memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 147 (81,2%) repsonden bila
dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting yaitu
sebesar 34 (18,8%) responden.
Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan oleh makanan
cepat saji biasanya disajikan tidak dengan mengkhususkan bentuk-bentuk tertentu
untuk menarik perhatian, biasanya para produsen membentuk makanan dengan
bentuk yang sama dengan produsen lainnya misalnya; bakso dibentuk dalam
kondisi yang bulat, hanya yang berbeda variasi isi yang membuat konsumen lebih
tertarik. Begitupun dengan makanan cepat saji lainnya seperti makanan kemasan,
biasanya untuk menarik perhatian produsen lebih memfokuskan kepada
pengemasan makanan yang menarik agar banyak diminati konsumen. Karena
dalam produk makanan kemasan, kemasan merupakan salah satu faktor yang
secara fisik dilihat pertama kali oleh konsumen. Daya tarik suatu kemasan akan
diserap otak sadar dan otak bawah sadar konsumen. Hal ini yang pada akhirnya

115
banyak mempengaruhi reaksi atau tindakan konsumen di tempat penjualan
(Tjhaja, 2009).
9. Hubungan Bumbu Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Sementara itu pada variabel lain yaitu bumbu, bumbu berkaitan dengan
rasa karena bumbu dapat menghasilkan rasa pada makanan. Jumlah responden
yang mengangap variabel bumbu merupakan hal yang penting lebih banyak yaitu
sebesar 176 (97,2%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap tidak
penting sebesar 5 (2,8%) responden. Bila dilihat hubungannnya responden yang
menganggap bumbu merupakan variabel penting memiliki pemilihan makanan
baik lebih tinggi yaitu sebesar (61,4%) dibandingkan yang menganggap bumbu
merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bumbu dengan
pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,382).
Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan karena
biasanya bumbu lebih dikaitkan dengan selera terhadap rasa. Orang yang
menyukai rasa asin/manis cenderung menambahkan garam/gula kedalam
makanannya. Sementara respons seseorang terhadap rasa tertentu tergantung pada
perbedaan genetik misalnya beberapa orang merupakan supertester yang dapat
merasakan perbedaan kecil dalam rasa. Kesukaan terhadap rasa tertentu juga
dipengaruhi oleh budaya dan proses belajar dari pengalaman masa lalunya
ataupun pengaruh orang-orang terdekat (Wade, 2008).
Penelitian ini lebih difokuskan pada makanan cepat saji yang pada
umumnya menggunakan bumbu-bumbu yang relatif sama dalam penyajiannya.

116
Seperti yang dikemukakan (Moehyi, 1992 dalam Arifyani, 2010) setiap jenis
masakan sudah ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masingmasing jenis bumbu itu. Perbedaanya hanya pada selera rasa dari masing-masing
individu.
Oleh karena itu, walaupun akibat dari penggunaan bumbu yang berlebihan
pada tidak dapat dirasakan secara langsung, namun alangkah baiknya jika hal ini
tetap harus diperhatikan karena dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk
menciptakan rasa yang sesuai selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif
seperti hipertensi maupun diabetes saat usia lanjut.
10. Hubungan Harga Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Begitupun dengan variabel harga, pendapat yang dikemukakan (Jones, et
al, 2011) yang menyatakan bahwa teori ekonomi mengasumsikan bahwa
perbedaan relatif pada harga sebagian dapat menjelaskan perbedaan antara
individu dalam hal pilihan makanan dan perilaku diet. De Irala-Estevez et al.
(2000) dalam EUFIC , 2005) menyatakan bahwa biaya makanan adalah penentu
utama pilihan makanan. Apakah biaya mahal tergantung fundamental pada
pendapatan seseorang dan status sosial ekonomi.
Dari penelitian ini diketahui jumlah responden yang mengangap variabel
harga merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu
sebesar 168 (92,8%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel
bentuk tidak penting yaitu sebesar 13 (7,2%) responden. Sementara bila dilihat
kecenderungan responden yang menganggap harga merupakan variabel tidak
penting memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar (76,9%)

117
dibandingkan yang menganggap harga merupakan variabel yang penting dalam
pemilihan makanan (59,5%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara harga dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value =
0,346).
Tidak adanya hubungan ini kemungkinan disebabkan responden dalam
penelitian ini menilai suatu makanan tidak berdasarkan harga namun lebih kepada
penampilan makanan. Dalam menilai suatu objek, indra pengelihatan merupakan
indera yang pertama kali menilai. Sehingga dalam menilai makanan hal yang
menjadi fokus utama konsumen adalah penampilan makanan. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil penelitian ini variabel warna merupakan variabel yang
berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji. Mungkin sebagian besar
responden memiliki anggapan walaupun harganya mahal namun belum tentu
menjamin kualitas bahwa makanan yang dikonsumsinya itu tidak berbahaya bagi
kesehatan tubuh.
Oleh karena itu, anggapan responden yang menganggap harga tidak
penting dalam pemilihan makanan akan lebih baik untuk dipertahankan karena
belum tentu harga yang tinggi menjamin kualitas makananya baik.
11. Hubungan Perpindahan Tempat Tinggal Terhadap Pemilihan Makanan
Cepat Saji
Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini
berhubungan dengan lokasi geografis yang berkontribusi terhadap ketersediaan
pangan dan biaya makanan (Dorothy, 2006). Dari pendapat yang dikemukakan
Dorothy (2006) dapat disimpulkan bahwa pebedaan geografis menyebabkan

118
beraneka ragam pula makanan yang tersedia. Misalnya; kehidupan di kota lebih
memiliki ketersediaan yang lebih banyak dan bervariasi serta kemudahan akses
terhadap suatu pangan daripada kehidupan di desa, sehingga hal tersebut lebih
mendorong seseorang untuk mencoba sesuatu yang belum pernah ditemukan di
tempat tinggal sebelumnya.
Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah responden yang melakukan
mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak yaitu sebesar (72,4%)
responden dibandingkan dengan responden yang tidak berpindah tempat tinggal
yaitu sebesar (27,6%) responden. Sementara, bila dilihat kecenderungannya
responden yang memiliki pemilihan makanan baik lebih banyak pada respoden
yang tidak berpindah tempat tinggal/mengekos (70%) dibandingkan dengan
responden yang berpindah tempat tinggal/mengekos (53,7%) hal ini kemungkinan
disebabkan seseorang yang tidak berpindah tempat tinggal kemungkinan
pengaruh keluarganya lebih dominan dalam memilih makanan, karena keluarga
merupakan lingkungan yang paling dekat bagi semua anggota keluarga, dengan
semakin dekat dengan keluarga hubungannya semakin erat karena perhatian yang
dicurahkan lebih tersampaikan. Sementara bila dilihat hubungannya, tidak ada
hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji (pvalue = 0,161).
Tidak adanya hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan
makanan cepat saji kemungkinan disebabkan karena variasi makanan yang
ditawarkan ditempat tinggal saat kuliah tidak berbeda jauh dengan variasi
makanan di tempat tinggal aslinya. Sehingga dalam hal ini walaupun terdapat

119
perbedaan geografis namun makanan yang tersedia sama dengan lingkungan
sebelumnya, hal ini menyebabkan pemilihan makanan respondenen tidak jauh
berbeda dengan pemilihan makanan di tempat asalnya. Akibatnya dalam hal ini
perpindahan penduduk tidak mempengaruhi pemilihan makanan cepat saji.
Oleh karena itu, diharapkan pada responden yang mengekos untuk lebih
memberikan perhatiannya pada pemilihan makanan cepat saji, walaupun dalam
hal ini responden yang mengekos jauh dari keluarga sehingga pengawasan
keluarga kurang, merubah perilaku makan menjadi sehat sudah menjadi
kewajiban utama pada setiap individu.

BAB VII
PENUTUP

A. Simpulan
1. Jumlah responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih
tinggi dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan cepat
saji kurang baik.
2. Pada variabel faktor individu diketahui bahwa; responden yang ikut dalam penelitian
ini lebih banyak perempuan, jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik lebih
tinggi, jumlah responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak, jumlah
responden yang uang saku 20000 dalam sehari lebih tinggi.
3. Pada variabel faktor makanan diketahui bahwa; jumlah responden yang mengangap
penting variabel rasa, tekstur, warna, bentuk, bumbu, dan harga lebih tinggi dari yang
menganggap variabel tersebut tidak penting.
4. Pada variabel lingkungan dapat diketahui bahwa jumlah responden yang melakukan
mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak dari pada yang tidak
mengekos/perpindahan tempat tinggal.
5. Pada faktor individu dapat diketahui tidak ada hubungan antara jenis kelamin,
pengetahuan, uang saku terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun
terdapat hubungan yang signifikan pada variabel status gizi.
6. Pada faktor makan dapat diketahui tidak ada hubungan antara rasa, tekstur, bentuk,
harga, bumbu terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas

120

121
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun terdapat
hubungan yang signifikan pada variabel warna makanan.
7.

Pada faktor lingkungan dapat diketahui tidak ada perpindahan penduduk terhadap
pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012.

B. Saran
1. Pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK lebih mengarah pada kesadaran akan
keamanan pangan, namun rendah perhatiannya dalam hal kandungan gizi dari
makanan cepat saji tersebut. Oleh karena itu, akan lebih baik jika keduanya mendapat
perhatian yang sama. Perhatian akan kandungan gizi bisa mengurangi resiko
terjadinya penyakit degenerative di kemudian hari.
2. Diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan pemilihan makanannya, terutama
yang berpengaruh terhadap status gizi dan keamanan pangan seperti warna makanan.
Umunya pada kedua variabel ini laki-laki menunjukan keterlibatan yang rendah
dimana laki-laki kurang mempertimbangkan makanan yang rendah kalori dan lemak
serta perhatian yang rendah terhadap warna yang mencolok pada makanan. Tanpa
pertimbangan yang baik dikhawatirkan dapat beresiko mengalami berbagai masalah
yang ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas. Sementara
untuk perempuan diharapkan dapat mempertahankan perilaku pemilihan makanan
tersebut.
3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan melakukan penelitian kembali tetang perilaku
pemilihan makanan cepat saji ini, dengan variabel-variabel yang diteliti pada

122
penelitian ini atau menambah variabel-variabel baru. Dan menggukan analisis yang
lebih mendalam lagi seperti analisis multivariat.

DAFTAR PUSTAKA

Al Jannah, Wardah. 2010. Faktor-Faktor Berhubungan Dengan Perilaku Membaca


Label Informasi Nilai Gizi Produk Pangan Kemasan Pada Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat UIN Jakarta. Program Strata I Program Studi Kesehatan Masyarat
UIN Jakarta.
Andea, Raisa. 2010. Hubungan Antara Body Image Dan Perilaku Diet Pada Remaja.
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Agung Perkasa, Andi. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi
Mahasiswa UNHAS. Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar.

Arifyani, Anastasya. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Konsumsi


Fast Food Pada Siswa SMPN 11 Jakarta. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC Kedokteran: Jakarta

Aristi, Dela. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan biasa pada
pasien pasca melahirhan kelas III di rumah sakit umu kabupaten Tangerang tahun
2010. FKIK UIN Jakarta.
Azrimaidaliza, Idral Punakarya. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
makanan pada remaja di kota padang sumatera barat tahun 2008. Jurnal
kesehatan masyarakat volume, 6 nomor 1 Agustus 2011.
Badan Litbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. diunduh dalam
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Bahan Tambahan
Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Direktorat Standardisasi Produk
Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pencantuman
Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan Polistirena
Foam (Styrofoam). Jurnal Vol. 9, No. 5, September 2008 hal 1. Edisi September
2008.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Informasi Nilai Gizi
Produk Pangan (manfaat dan cara pencantumannya. Jurnal Volume 10, No.5
September 2009. Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Artikel Cermat
Memilih Kemasan Pangan Untuk Menghindari Keracunan. Diunduh dari
ik.pom.go.id/wp-content/.../cermat-memilih-kemasan-pangan.pdf pada 21 Agustus
2012.
Caraher M. (1999). The state of cooking in England: The Relationship Of Cooking Skills
To Food Choice. Br Food J 109:590-609.
Center for Advancing Health. 2009. Nutrition Facts Panels. Case Study: Fda Nutrition
Fact Panels.
Emalia, Risa Dona, Rini Mutahar , Fatmalina Febry. 2009. Hubungan Iklan Makanan
Dan Minuman Di Media Massa Dengan Frekuensi Konsumsi Junk Food Pada
Remaja Di SMA Negeri 13 Palembang Tahun 2009.
European Food International Council (EUFIC). 2005. The Determinants of Food Choice.
Diunduh dalam http://www.eufic.org/article/en/expid/review-food-choice/ pada 16
Desember 2011 pukul 20.44 WIB.

Fatmah. 2010. Gizi usia lanjut. Erlangga: Jakarta


Femia, intan. 2008. Gambaran Konsumsi Makanan Ringan Pada Anak Usia Sekolah Di
SD Cakra Buana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Gibney, Michael J, et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. EGC Kedokteran : Jakarta

Hartati, Yuli. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Ikan Dan
Status Gizi Anak 1 2 Tahun Di Kecamatan Gandus Kota Palembang. Program
Studi Magister Gizi Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Semarang.
Haryati, Fitria. 2000. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Fast-Food
Modern Waralaba Dan Tradisional Pada Siswa Smu Negeri Di Jakarta Selatan. Gizi
Masyarakat Fakultas Pertanian. Institut Tekhnologi Bandung.
Haryati, Rita. 2009. Pengoptimuman Tiga Formulasi Sata Pada Bangsa Indonesia,
Melayu
Dan
Cina
Melalui
Penilaian Sensori.
Diunduh
dalam
http://jurnalfloratek.wordpress.com/tag/sensori/
Heidy. 2012. Tanya jawab dokter Ingin cepat langsing. Diunduh dalam
http://www.tanyadok.com/konsultasi/ingin-cepat-langsing pada 28 desember 2012.
Hidayati Siti Nurul, Rudi Irawan, Boerhan Hidayat. 2005. Obesitas Pada Anak. Divisi
Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakiultas
Kedokteran Universitas Air langga. Surbaya.

Indrawati, Anak Agung Ayu Diah. 2011. Tesis Perlindungan Hukum Konsumen Dalam
Pelabelan Produk Pangan. Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

Jones and Barlet. 2011. Overview of Determinants of Food Choice and Dietary Change:
Implications for Nutrition Education.
Khomsan A. Teknik pengukuran pengetahuan. Bogor: Institut Pertanian Bogor;2000.
Ladock Jason. 2012. Articles: What Is Your Ideal Calorie Intake?.
http://www.healthguidance.org/entry/11184/1/What-Is-Your-Ideal-CalorieIntake.html diunduh pada 13 juli 2012 pukul 22.05.
Magoulas, Costa. 2003. How color affects food choices. University of Nevada, Las
Vegas Bachelor of Arts Warner Southern University
Muwakhidah dan Dian Tri . 2008. Faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas
pada remaja dalam Jurnal Kesehatan, I , Hal 133-140. Prodi gizi fakultas ilmu
kesehatan universitas muhammadiyah Surakarta.

Muftiyana, Leni. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima


Makanan Pasien Rawat Inap Di Rumaha Sakit Ibu Dan Anak Budi Asih Serang.
Fakultas kedoteran dan ilmu kesehatan UIN Jakarta.
Narendra, Moersintowarti B (dkk).2002. Buku Ajar Edisi 1 Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja. Jakarta: Sagung Seto.
Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Novasari, Tri. 2009. Analisis Perilaku Siswi Lembaga Bahasa dan Pendidikan
Profesional LIA Dalam Mengkonsumsi Makanan Cepat Saji di Palembang.
Ollberding NJ, Wolf RL, Contento I. 2010. Food label use and its relation to dietary
intake among U.S. adults. J Am Diet Assoc ;110:1233-1237.
http://www.eatright.org/media/content.aspx?id=6442453151. Diunduh pada 13 juli
2012 pukul 12.05 WIB.
Pelto, Gretel H., Pertti J. Pelto, And Ellen Messer. 1989. Research Methods In
Nutritional Anthropology. United Nations University Press :Japan d unduh dalam
http://archive.unu.edu/unupress/unupbooks/80632e/80632E02.htm
Rahma, Aulia 2011. Studi Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan
Rumah Tangga Kaya dan Miskin di Kota Makassar.Universitas Hasanudin. Makasar
Ramayulis, Rita dan Lilis kristin lesmana. 2008. 17 Alternatif Untuk Langsing. Jakarta.
Penebar swadaya.
Republika. 2010. Label informasi teliti sebelum beli makanan dalam kemasan. Edisi
rabu 12 mei 2010.
Sarintohe, Eveline. 2000. Perilaku Makan pada Remaja yang Obesitas (Tinjauan dari
Social Cognitive Theory). Universitas Kristen Maranatha
Sayuti, Hasibuan. 1998. Keadaan-keadaan di Rongga Mulut Yang Perlu Diketahui pada
Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU No 4 Januari 1998
Siagian. 2004. Kebiasaan Makan Dan Konsumsi Serat Makanan Pada Remaja SMU Di
Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Sinaga, Abdullah. 2008. Aspek Hukum perlindungan konsumen bahan-bahan berbahaya


pada produksi makanan di Indonesia. Sekolah pasca sarjana universitas sumatera
utara medan.
Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta:
CV.Sagung Seto.
Staf Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. 2012.
Data Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun
2012. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Bumi aksara: Jakarta.
Sulchan, Mohammad dan Endang Nur W. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan
Styrofoam dalam Majalah Kedoktan Indonesia, Volume: 57, Nomor: 2, Pebruari
2007.
Susanto. 2008. Pengaruh Label Kemasan Pangan Terhadap Keputusan Siswa Sekolah
Menengah Atas Dalam Membeli Makanan Ringan Di Kota Bogor. Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Tarigan, Elsa Frida. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang Konsumsi Makanan Cepat Saji.
Gizi
Kesehatan
Masyarakat
USU
Medan.
Diunduh
dalam
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31100
Thamrin, Husni. 2008. Jurnal Gizi Dan Pangan Kebiasaan Makan Dan Pengetahuan
Reproduksi Remaja Putrid Peserta Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan
Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi
Manusia. IPB.
Tjahaja, Ayrinna dan Herlin Hidayat. 2009. Analisis Pengaruh Kemasan Terhadap
Minat Daya Beli Konsumen (Studi Kasus Di Perumahan Taman Alfa Indah Raya
Jakarta Barat) dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4209166180_19074913.pdf

. 1999. Label Dan Iklan Pangan. Peraturan Pemerintah


Republik Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999.

. 1988. Bahan Tambahan Makanan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722


tahun 1988.

.1996. Pangan. Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996.


.2004. Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. PP. No. 28 tahun 2004
.2006. Kategori Pangan. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006.
.2012. Cermat Memilih Kemasan Pangan Untuk Menghindari Keracunan. Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

Zahara, Siti.2009. Hubungan Karakterisitik Individu, Penegtahuan, Dan Faktor Lain


Dengan Kepatuhan Membaca Label Informasi Nilai Gizi, Komposisi, Dan
Kadarluwasa Pada Mahasiswa FKM UI Depok. Program Strata I Program Studi
Kesehatan Masyarat UI.
Widyawati, Ira Kusuma. 2009. Analisis Preferensi Pangan Masyarakat Dan Daya
Dukung Gizi Menuju Pencapaian Diversifikasi Pangan Kabupaten Bogor.
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
West, Dorothy. (2006). Dalam Influences On Nutritional Practices And Wellness Across
The Lifespan
Weaver, Michelle Rae. 1997. Food Preferences Of Men And Women Determined By
Questionnaire And Feeding. A Thesis In Food And Nutrition. Submitted To The
Graduate Faculty Of Texas Tech University .
Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. 2004. Aspek Neurologik Gangguan Rasa Pengecapan.
Majalah Kedokteran Universitas Atma Jaya 3 (3) hlm 155
Wade, carole dan Carol Tavris. 2008. Psikologi (edisi pertama). Erlangga: Jakarta

LAMPIRAN

Identitas responden

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI


PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2012

(Salam). Saya Peneliti dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang
melakukan penelitian untuk meningkatkan Program gizi dan kesehatan reproduksi remaja. Saya akan
bertanya mengenai beberapa hal, termasuk di dalamnya mengenai Pemilihan Makanan cepat saji.
Pengisian kuesioner ini akan berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Besar harapan kami anda dapat
mengisi kuesioner ini secara lengkap dan jujur.
Jawaban anda akan Saya rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan mengetahuinya, Kemudian
akan dibawa dan disimpan, dan hanya beberapa orang dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan sponsor dari penelitian ini yang diizinkan melihatnya. Setelah penelitian
selesai, kuesioner ini akan dimusnahkan. Jawaban anda tidak akan berdampak negatif terhadap
proses pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Salam,
Peneliti

DAFTAR PERTANYAAN TENTANG PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI


Tandai pilihan di bawah ini dengan ( ) atau ( 0 )!
Ruang
Entry
Item Pertanyaan

(Diisi
Pengumpul
Data)

A.

FAKTOR INDIVIDU

A1. Berapa rata-rata uang saku yang Anda terima dalam satu hari?
Jawab : Rp..........
B.

PEMILIHAN MAKANAN CEPAT SAJI

B1. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah kalori?
1.

Tidak

B2. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah lemak?
1.

Tidak

B1 [

B2 [

B3 [

B4 [

B5 [

2. Kadang-kadang 3. Selalu

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B3. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah natrium?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B4. Memiliki informasi kandungan gizi yang jelas (pada makanan kemasan)?
1.

Tidak

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B5. Memiliki daftar komposisi makanan yang jelas (pada makanan kemasan)?

Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan

(Diisi
Pengumpul
Data)

1.

Tidak

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B6. Memperhatikan tanggal kadarluasa (pada makanan kemasan)?


1.

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

B10 [

B11 [

B12 [

B13 [

B14 [

C1 [

C2 [

C3 [

C4 [

C5 [

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B13. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan stryofoam)?
1.

B9 [

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B12. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan palstik hitam)?
1.

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B11. Mempertimbangkan cita rasa: asin, manis, pahit, kecut, asam ?


1.

B8 [

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B10. Selalu memperhatikan penggunaan jenis pengawet makanan (pada makanan kemasan)
1.

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B9. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan dengan pemanis yang kuat)?
1.

B7 [

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B8. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan penyedap rasa yang tajam)?
1.

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B7. Mempertimbangkan warna (tidak memilih makanan dengan warna yang mencolok)?
1.

B6 [

2. Kadang-kadang 3. Selalu

B14. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan kertas
bekas/bertinta)?
1.

C.

Tidak

2. Kadang-kadang 3. Selalu

PENGETAHUAN

C1. Makanan cepat saji merupakan makanan yang tinggi akan kalori, kadar lemak, gula, sodium (Na), vitamin A,
asam askorbat, kalsium, dan serat?
1.

Benar

2. Salah

C2. Makanan sejenis fast food maupun junk food dapat menggantikan makanan utama karena memiliki zat gizi
yang sama?
1.

Benar

2. Salah

C3. Ciri dari dengan makanan yang mengandung pewarna sintesis berbahaya adalah memiliki warna mencolok?
1.

Benar

2. Salah

C4. Konsumsi makanan berbahan dasar kentang, umbi, serealia, yang diolah secara ekstrusi (dengan pengolahan
menjadi sejenis chiki) memiliki kandungan gizi yang sama dengan makanan berbahan dasa kentang, umbi,
serealia, tepung yang diolah secara direbus?
1.

Benar

2. Salah

C5. Asam asetat merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada makanan?

Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan

(Diisi
Pengumpul
Data)

1.

Benar

2. Salah

C6. Asam boric dan Kloramfenikol merupakan beberapa bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada

C6 [

C7 [

C8 [

C9 [

C10 [

D1 [

D2 [

makanan?
1.

Benar

2. Salah

C7. Stryofoam merupakan pembungkus makanan kemasan yang dianjurkan dalam membungkus makanan?
1.

Benar

2. Salah

C8. Pengunaan plastik sebagai pembungkus makanan menyebabkan resiko terjadinya perpindahan bahan kimia
plastik kedalam makanan?
1.

Benar

2. Salah

C9. Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen merupakan pembungkus kemasan tidak dianjurkan dalam membungkus
makanan?
1.

Benar

2. Salah

C10. Penyimpanan makanan terkemas pada suhu tinggi dapat meningkatkan perpindahan bahan kimia ke dalam
makanan?
1.

D.

Benar

2. Salah

FAKTOR MAKANAN
Berikut adalah beberapa kriteria yang terkait dalam penerimaan atau pemilihan suatu produk makanan.

Anda diminta untuk menibang sejauh mana pentingnya masing-masing kriteria tersebut ketika memilih suatu
produk makanan (khususnya makanan cepat saji).
D1. Rasa
1.

Sangat tidak penting

2. Tidak penting

3. Penting

4. Sangat penting

D3 [

2. Tidak penting

3. Penting

4. Sangat penting

D4 [

2. Tidak penting

3. Penting

4. Sangat penting

D5 [

D6 [

D2. Tekstur
1.

Sangat tidak penting

D3. Warna
1.

Sangat tidak penting

D4. Bentuk
1. Sangat tidak penting

2. Tidak penting

3. Penting

4. Sangat penting

D5. Bumbu
1. Sangat tidak penting

2. Tidak penting

3. Penting

4. Sangat penting

2. Tidak penting

3. Penting

4. Sangat penting

D6. Harga
1. Sangat tidak penting

Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan

(Diisi
Pengumpul
Data)

E.

FAKTOR LINGKUNGAN

E1. Apakah untuk kuliah dikampus ini Anda berpindah tempat tinggal/kos?
1.

F.

Ya (Berpindah tempat tinggal)

E1 [

F1 [

F2 [

F3 [

F4 [

F5 [

F6 [

F7 [

F8 [

F9 [

F10 [

2. Tidak (Tidak berpindah tempat tinggal)

JENIS MAKANAN
Isilah titik-titik pada pertanyaan dibawah ini!

F1. Apakah Anda sering mengkonsumsi Fried Chiken?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F2. Apakah Anda sering mengkonsumsi Pizza?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F3. Apakah Anda sering mengkonsumsi Humberger?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F4. Apakah Anda sering mengkonsumsi Gorengan?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F5. Apakah Anda sering mengkonsumsi Bakso?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F6. Apakah Anda sering mengkonsumsi Mie ayam?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F7. Apakah Anda sering mengkonsumsi Chiki?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F8. Apakah Anda sering mengkonsumsi Sejenis keripik?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F9. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cokelat?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak{jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F10. Apakah Anda sering mengkonsumsi Biscuit?

Identitas responden

Ruang
Entry
Item Pertanyaan

(Diisi
Pengumpul
Data)

1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F11. Apakah Anda sering mengkonsumsi Makanan ringan sejenis (Kriuk)?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F12. Apakah Anda sering mengkonsumsi Siomay/ batagor?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F13. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cilok?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F14. Apakah Anda sering mengkonsumsi Otak-otak?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F15. Apakah Anda sering mengkonsumsi Cakwe?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F16. Apakah Anda sering mengkonsumsi CimoL/Kentang?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F17. Apakah Anda sering mengkonsumsi Mie instan/pop mie?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F18. Apakah Anda sering mengkonsumsi Bubur instan?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

F19. Apakah Anda sering mengkonsumsi Sphagety?


1.

Ya {jumlah dalam satu kali makan.... buah/bks/mnggk, frekuensi makan......kali/mgg}

2.

Tidak {jika tdk lanjut ke pertanyaan berikutnya}

DATA PERSONAL RESPONDEN

F11 [

F12 [

F13 [

F14 [

F15 [

F16 [

F17 [

F18 [

F19 [

Identitas responden

Ruang Entry

Daftar Pertanyaan

(Diisi Pengumpul
Data)

A1. Program Studi :


A2 Semester

1. Kesmas

3. Farmasi

4. Keperawatan

:__

A3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki


A4. No. Hp

2. PSPD

A1 [ ]
A2 [

2. Perempuan

][

A3[

A5 [

:____________

A5. Berat Badan : _ _ Kg


A6. Tinggi Badan : _ _ _ Cm
A6[

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASINYA

][

][ ]

Frequency Table
kat_pem_mak
Frequency
Valid

pemilihan makanan kurang baik

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

71

39.2

39.2

39.2

pemilihan makanan baik

110

60.8

60.8

100.0

Total

181

100.0

100.0

kat_pengethuan
Frequency
Valid

pengetahuan kurang baik

Percent

Valid Percent

40

22.1

22.1

22.1

pengetahuan baik

141

77.9

77.9

100.0

Total

181

100.0

100.0

IMT_BARU
Cumulative
Frequency
Valid

Cumulative Percent

KURUS
NORMAL
GEMUK
Total

Percent

Valid Percent

Percent

58

32.0

32.0

32.0

112

61.9

61.9

93.9

11

6.1

6.1

100.0

181

100.0

100.0

Jenis Kelamin
Frequency
Valid

laki-laki

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

27

14.9

14.9

14.9

perempuan

154

85.1

85.1

100.0

Total

181

100.0

100.0

Jumlah Keluarga
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

<=4

65

35.9

35.9

35.9

>4

116

64.1

64.1

100.0

Total

181

100.0

100.0

kos/berpindah
Frequency
Valid

ya

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

131

72.4

72.4

72.4

tidak

50

27.6

27.6

100.0

Total

181

100.0

100.0

FREQUENCIES VARIABLES=RASA_BARU tekstur_baru WARNA_BARU BENTUK_BARU HARGA_BARU


BUMBU_BARU
/ORDER=ANALYSIS.
UANG_SAKUBR
Cumulative
Frequency
Valid

uang saku dibawah rata2

Percent

Valid Percent

Percent

77

42.5

42.5

42.5

uang saku diatas rata2

104

57.5

57.5

100.0

Total

181

100.0

100.0

Frequencies
[DataSet1] F:\data survei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Frequency Table
RASA_BARU
Frequency
Valid

TIDAK PENTING

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

3.3

3.3

3.3

PENTING

175

96.7

96.7

100.0

Total

181

100.0

100.0

tekstur_baru
Frequency
Valid

TIDAK PENTING

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

22

12.2

12.2

12.2

PENTING

159

87.8

87.8

100.0

Total

181

100.0

100.0

WARNA_BARU
Frequency
Valid

TIDAK PENTING

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

29

16.0

16.0

16.0

PENTING

152

84.0

84.0

100.0

Total

181

100.0

100.0

BENTUK_BARU
Frequency
Valid

TIDAK PENTING

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

34

18.8

18.8

18.8

PENTING

147

81.2

81.2

100.0

Total

181

100.0

100.0

HARGA_BARU
Frequency
Valid

TIDAK PENTING

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

13

7.2

7.2

7.2

PENTING

168

92.8

92.8

100.0

Total

181

100.0

100.0

BUMBU_BARU
Frequency
Valid

TIDAK PENTING

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

2.8

2.8

2.8

PENTING

176

97.2

97.2

100.0

Total

181

100.0

100.0

ANALISIS BIVARIAT

Logistic Regression
Dependent Variable Encoding
Original Value

Internal Value

pemilihan makanan kurang baik

pemilihan makanan baik

Categorical Variables Codings


Parameter coding
Frequency
IMT_BARU

KURUS
NORMAL
GEMUK

(1)

(2)

58

1.000

.000

112

.000

1.000

11

.000

.000

Block 0: Beginning Block


Classification Table

a,b

Predicted
kat_pem_mak
pemilihan

Observed
Step 0

kat_pem_mak

makanan kurang

pemilihan

Percentage

baik

makanan baik

Correct

pemilihan makanan kurang baik

71

.0

pemilihan makanan baik

110

100.0

Overall Percentage
a. Constant is included in the model.

60.8

Classification Table

a,b

Predicted
kat_pem_mak
pemilihan
makanan kurang

pemilihan

Percentage

baik

makanan baik

Correct

Observed
Step 0

kat_pem_mak

pemilihan makanan kurang baik

71

.0

pemilihan makanan baik

110

100.0

Overall Percentage

60.8

b. The cut value is .500

Variables in the Equation


B
Step 0

Constant

S.E.
.438

Wald

.152

df

8.270

Sig.
1

Exp(B)
.004

Variables not in the Equation


Score
Step 0

Variables

IMT_BARU

df

Sig.

14.269

.001

IMT_BARU(1)

9.103

.003

IMT_BARU(2)

13.992

.000

14.269

.001

Overall Statistics

Block 1: Method = Enter

Classification Table

1.549

Predicted
kat_pem_mak
pemilihan
makanan kurang

pemilihan

Percentage

baik

makanan baik

Correct

Observed
Step 1

kat_pem_mak

pemilihan makanan kurang baik

39

32

54.9

pemilihan makanan baik

30

80

72.7

Overall Percentage

65.7

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I
B
Step 1

S.E.

Wald

IMT_BARU

df

Sig.

Exp(B)

13.723

.001

IMT_BARU(1)

.352

.680

.268

.605

1.422

.375

IMT_BARU(2)

1.476

.661

4.989

.026

4.375

1.198

Constant

-.560

.627

.797

.372

.571

a. Variable(s) entered on step 1: IMT_BARU.

Correlation Matrix
Constant
Step 1

Lower

IMT_BARU(1)

IMT_BARU(2)

Constant

1.000

-.922

-.949

IMT_BARU(1)

-.922

1.000

.874

IMT_BARU(2)

-.949

.874

1.000

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
Jenis Kelamin * kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

Jenis Kelamin * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

Jenis Kelamin

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Total

laki-laki

15

12

27

perempuan

56

98

154

71

110

181

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.060

2.790

.095

3.465

.063

3.549
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.086
3.530

.060

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.59.
b. Computed only for a 2x2 table

.049

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Jenis Kelamin
(laki-laki / perempuan)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik

Lower

Upper

2.188

.957

5.002

1.528

1.027

2.272

.698

.451

1.083

For cohort kat_pem_mak =


pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

181

CROSSTABS
/TABLES=kat_pengethuan BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su


rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
kat_pengethuan *
kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

kat_pengethuan * kat_pem_mak Crosstabulation

.0%

Percent
181

100.0%

Count
kat_pem_mak
pemilihan

kat_pengethuan

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Total

pengetahuan kurang baik

18

22

40

pengetahuan baik

53

88

141

71

110

181

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.397

.441

.507

.711

.399

.718
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.464

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.714

.398

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.69.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value

Lower

Upper

Odds Ratio for kat_pengethuan


(pengetahuan kurang baik /

1.358

.668

2.763

1.197

.800

1.792

.881

.648

1.199

pengetahuan baik)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

181

.252

CROSSTABS
/TABLES=RASA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
RASA_BARU * kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

181

RASA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

RASA_BARU

TIDAK PENTING
PENTING

Total

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Percent

Total

70

105

175

71

110

181

100.0%

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.250

.527

.468

1.489

.222

1.325
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.406

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

1.318

.251

181

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for RASA_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

Lower

Upper

.300

.034

2.623

.417

.069

2.517

1.389

.952

2.026

181

CROSSTABS
/TABLES=tekstur_baru BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

.241

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
tekstur_baru * kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

tekstur_baru * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

tekstur_baru

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Total

TIDAK PENTING

12

10

22

PENTING

59

100

159

71

110

181

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.116

1.788

.181

2.405

.121

2.465
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.161
2.452

.117

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.63.
b. Computed only for a 2x2 table

.092

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for tekstur_baru
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik

Lower

Upper

2.034

.828

4.996

1.470

.954

2.264

.723

.450

1.160

For cohort kat_pem_mak =


pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

181

CROSSTABS
/TABLES=WARNA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su


rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
WARNA_BARU *
kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

WARNA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

WARNA_BARU

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Total

TIDAK PENTING

17

12

29

PENTING

54

98

152

71

110

181

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.020

4.523

.033

5.318

.021

5.449
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.023
5.418

.020

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.38.
b. Computed only for a 2x2 table

.018

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for WARNA_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik

Lower

Upper

2.571

1.143

5.781

1.650

1.136

2.397

.642

.410

1.006

For cohort kat_pem_mak =


pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

181

CROSSTABS
/TABLES=BENTUK_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
BENTUK_BARU *
kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

BENTUK_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

BENTUK_BARU

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Total

TIDAK PENTING

12

22

34

PENTING

59

88

147

71

110

181

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.602

.106

.744

.274

.600

.272
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.698
.270

.603

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.34.
b. Computed only for a 2x2 table

.375

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for BENTUK_BARU

.374

1.769

.879

.535

1.444

1.081

.816

1.432

For cohort kat_pem_mak =


pemilihan makanan kurang baik

pemilihan makanan baik

Upper

.814

(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =

Lower

N of Valid Cases

181

CROSSTABS
/TABLES=HARGA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs

[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su


rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
HARGA_BARU * kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

HARGA_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

HARGA_BARU

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

TIDAK PENTING
PENTING

Total

Total

10

13

68

100

168

71

110

181

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.216

.889

.346

1.640

.200

1.532
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test

.254

Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

1.524

.217

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.10.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for HARGA_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik

Lower

Upper

.441

.117

1.662

.570

.208

1.564

1.292

.936

1.785

.174

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for HARGA_BARU

.117

1.662

.570

.208

1.564

1.292

.936

1.785

For cohort kat_pem_mak =


pemilihan makanan kurang baik

pemilihan makanan baik

Upper

.441

(TIDAK PENTING / PENTING)

For cohort kat_pem_mak =

Lower

N of Valid Cases

181

CROSSTABS
/TABLES=BUMBU_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
BUMBU_BARU *
kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

BUMBU_BARU * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

BUMBU_BARU

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

TIDAK PENTING
PENTING

Total

Total

68

108

176

71

110

181

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.335

.250

.617

.903

.342

.931
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.382
.926

.336

181

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.96.
b. Computed only for a 2x2 table

.302

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for BUMBU_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik

Lower

Upper

2.382

.388

14.626

1.553

.741

3.253

.652

.221

1.919

For cohort kat_pem_mak =


pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

181

CROSSTABS
/TABLES=kos_pindah BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
kos/berpindah * kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

kos/berpindah * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

kos/berpindah

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Total

ya

56

75

131

tidak

15

35

50

71

110

181

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.116

1.961

.161

2.524

.112

2.467
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.128
2.453

.117

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.61.
b. Computed only for a 2x2 table

.080

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for kos/berpindah
(ya / tidak)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik

Lower

Upper

1.742

.868

3.498

1.425

.893

2.274

.818

.647

1.034

For cohort kat_pem_mak =


pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

181

CROSSTABS
/TABLES=uang_saku_baru BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.

Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid
N
uang_saku_baru *
kat_pem_mak

Missing
Percent

181

100.0%

Total

Percent
0

.0%

Percent
181

100.0%

uang_saku_baru * kat_pem_mak Crosstabulation


Count
kat_pem_mak
pemilihan

uang_saku_baru

makanan kurang

pemilihan

baik

makanan baik

Total

uang saku dibawah rata-rata

28

49

77

uang saku diatas rata-rata

43

61

104

71

110

181

Total

Chi-Square Tests

Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio

Exact Sig. (2-

Exact Sig. (1-

sided)

sided)

sided)

.497

.275

.600

.462

.497

.461
b

df

Asymp. Sig. (2-

Fisher's Exact Test


Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

.540
.458

.498

181

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.20.
b. Computed only for a 2x2 table

.300

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value

Lower

Upper

Odds Ratio for


uang_saku_baru (uang saku
dibawah rata-rata / uang saku

.811

.442

1.487

.879

.605

1.278

1.085

.859

1.370

diatas rata-rata)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik
N of Valid Cases

181

Anda mungkin juga menyukai