IKA SUSWANTI-fkik Konsumsi PDF
IKA SUSWANTI-fkik Konsumsi PDF
SKRIPSI
DISUSUN OLEH
IKA SUSWANTI
NIM: 108101000044
iii
iv
: Ika Suswanti
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Hp
: 085718591334
: icha.ydoet@gmail.com
Pendidikan Formal
Tahun 1994-1995
: TK Nurul Huda
Tahun 1995-2001
:SDN 1 Kedungwuluh
Tahun 2001-2004
: SMPN 1 Padaherang
Tahun 2004-2007
: SMAN 1 Banjarsari
Tahun 2008-2012
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
maha segalanya, yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012 .
Shalawat dan salam penyusun haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang
membawa umatnya dari alam kejahiliyaan menuju alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
penyusun mengucap rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada :
1. Ibu dan Ayah tercinta yang memberikan bantuan doa, moril maupun materil
yang tak terhingga dan selalu menjadi sumber inspirasi dan kekuatan bagi saya.
Kakak dan Adik-adiku, kak Asri Nirmala, Nurasisyiyah, Abdi Maulana dan si
kecil penyemangat hidupku M. Insan Kamil. terima kasih atas segala dukungan
dan doa yang selalu ada dalam setiap fase hidupku.
2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febriati, Msi, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta staf serta segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan
Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat
berguna bagi penyusun.
4. Bapak M.Farid Hamzens Msi, selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan motivasi kepada
penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas
kebaikan dan budi mulia Bapak.
5. Ibu Yuli Amran, MKM, selaku dosen pembimbing II dan dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan waktu, pikiran, arahan serta semangat dan
viii
Ibu Ratri Ciptaningtyas, Skn, Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, dan Ibu Itje ,
atas kesediaannya menjadi dosen penguji. Terima kasih atas bimbingan, arahan,
dan saran yang berharga bagi penulis.
terhebat
saya
Melda
Santi
(sahabat
sekaligus
rekan
seperjuangan saya terima kasih atas segala bantuannya ya mel..), Nurmalita Sani,
Dimiyati Syahidah, Rima Zeinnamira, Resti Ratnawati, Oki Oktaviani (terima
kasih atas semua pengalaman, canda, tawa, senang, susah yang membuat cerita
di kehidupan penyusun yang nggak akan pernah terlupakan) serta semua temanteman jurusan Kesehatan Masyarakat angkatan 2008 yang sedang sama-sama
berjuang dan saling mengingatkan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga menyadari kekurangankekurangan yang sangat mungkin terjadi dalam penulisan kesempurnaan skripsi
ini. Meskipun demikian semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
pembacanya. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua. Aamiin.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ii
iv
vi
vii
KATA PENGANTAR ..
viii
xv
DAFTAR BAGAN ..
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................
B. Rumusan Masalah
10
D. Tujuan...............................
11
1. Tujuan Umum ..
11
2. Tujuan Khusus...
11
E. Manfaat..
12
12
12
12
14
14
1. Penggunaan Kemasan..
16
25
26
4. Pemilihan Makanan.
32
33
1. Pengetahuan ......
33
2. Usia........
34
3. Jenis kelamin..............
34
4. Pendapatan ........
35
5. Keterampilan Memasak.
36
6. Status Gizi .
37
7. Faktor Makanan
37
42
9. Mobilitas .......
42
43
45
C. Kerangka Teori .
45
47
A. Kerangka Konsep.......
47
50
C. Hipotesis Penelitian....
52
53
A. Desain Penelitian............
53
53
53
D. Pengumpulan Data....
55
56
F. Pengolahan Data................
58
G. Analisa Data ..
59
BAB V HASIL.
61
61
Jakarta
Analisis Univariat
64
64
B.
xi
65
3. Gambaran Pengetahuan..........
65
66
5. Gambaran Rasa .
67
6. Gambaran Tekstur .
67
7. Gambaran Warna...
68
8. Gambaran Bentuk .
69
9. Gambaran Bumbu .
70
70
71
72
C. Analisis Bivariat
73
73
74
75
76
77
xii
79
80
81
82
83
85
87
88
92
Cepat Saji...
1. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji
92
96
xiii
99
4. Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada
103
107
110
111
114
115
116
117
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun
2012...
BAB VII PENUTUP .
A. Simpulan .
120
B. Saran
121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Hal
Tabel
2.1
15
2.2
28
2.3
29
5.1
61
2012
5.2
62
63
Konsumsi
5.4
64
65
66
66
67
68
xv
68
69
70
71
71
72
73
74
75
76
78
xvi
79
80
81
82
84
xvii
85
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman
2.1
Kerangka Teori
46
3.1
Kerangka Konsep
49
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
2.1
Hal
Ukuran yang tepat dalam memakai pengawet dan pewarna
yang aman
xix
29
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan satu fase yang penting dari proses pertumbuhan
dan perkembangan manusia karena masa remaja merupakan masa transisi antara
masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri sekunder,
tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif
(Soetjiningsih, 2007). Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak ditentukan
oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja. Keadaan gizi remaja
umumnya dipengaruhi oleh perilaku konsumsi makanan yang berakibat pada
tingkat konsumsi zat gizi.
Perilaku konsumsi makanan yang salah pada masa remaja menyebabkan
ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan
(Thamrin dkk, 2008). Hal inilah yang dapat menyebabkan kondisi remaja
mengarah kepada kelebihan gizi maupun kekurangan gizi. Kekurangan gizi
maupun kelebihan gizi pada masa remaja merupakan dampak dari suatu perilaku
makan yang salah dan merupakan masalah utama yang harus segera
ditanggulangi karena fase remaja merupakan fase akhir dari proses pertumbuhan
dan perkembangan manusia (Husaini dalam Siagian, 2004). Dampak dari
perilaku makan yang salah pada masa remaja akan berpengaruh pada kesehatan
dalam fase kehidupan selanjutnya setelah dewasa dan berusia lanjut.
Perilaku makan yang salah yang tampak saat ini yaitu munculnya
anggapan bahwa mengonsumsi makanan cepat saji merupakan sebuah tren di
1
makanan yang mengalami pengolahan khusus yang siap untuk disajikan dalam
sekali makan atau terdispersi dalam cairan dengan waktu memasak yang singkat
seperti mie instan, corn flakes, bubuk sup, bubur instan, spagety (Kaushik, at all.
2011). Sementara makanan jajanan street food merupakan makanan dan
minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau
disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang
disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Kepmenkes, 2003) seperti
cilok, siomay, otak-otak, cakwe dll.
Mengonsumsi makanan cepat saji tidak membahayakan kesehatan jika
seseorang dapat membatasi makanan cepat saji serta memperhatikan keamanan
pangan dari makanan yang dikonsumsinya. Namun sayangnya dengan ditengah
berkembangnya industri makanan cepat saji, terdapat kecurangan produsen
dalam menghasilkan makanan cepat saji sehingga hal tersebutlah yang dapat
membahayakan konsumen makanan cepat saji. Oleh karena itu seseorang perlu
memiliki kemampuan untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang
sesuai selera namun sesuai dengan syarat kesehatan.
Umunya remaja kurang menyadari bahwa konsumsi makanan yang cepat
saji memiliki dampak negatif bagi kesehatan tubuh, resiko gangguan kesehatan
dari makanan cepat saji tersebut dapat diperoleh dari segi makanan itu sendiri
yang memiliki kalori cukup tinggi namun rendah zat gizi lain, kandungan bahan
tambahan pangan yang digunakan, serta dalam penyajiannya makanan cepat saji
dapat dikonsumsi langsung ditempat atau disajikan dalam kemasan. Namun,
biasanya remaja lebih menyukai makanan cepat saji yang di kemas dalam
Dari hasil analisis sampel yang dilakukan BPOM pada tahun 2001 hingga
2003, masih terdapat pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya,
seperti: rhodamin, boraks, dan formalin. Hasil analisis sampel pangan yang
mengandung rhodamin B (dari 315 sampel, 155 sampel mengandung rhodaminB /49%), boraks (dari 1222 sampel, 129 sampel mengandung boraks /11%) serta
formalin dari 242 sampel 80 sampel mengandung formalin / 33%). Dimana jenis
pangan tersebut diantaranya mie basah, makanan ringan, kerupuk, dan terasi
(BPOM, 2004).
Disamping mengandung kalori tinggi dan rendah zat gizi lain, serta
mengadung bahan tambahan pangan, kemasan makanan pun merupakan salah
satu faktor resiko makanan yang di kemas dalam kemasan dianggap memiliki
dampak negatif bagi tubuh. Dari sisi food safety kemasan makanan bukan
sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi.
Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan,
kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua
kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling
sering kita jumpai saat ini adalah plastik, kertas dan styrofoam. Penggunaan jenis
wadah tersebut beresiko menimbulkan gangguan kesehatan karena bahan dasar
pembuatan jenis kemasan maupun pigmen warna kemasan bisa bermigrasi ke
makanan pada kondisi tertentu sehingga jika terus menerus terakumulasi dalam
tubuh akan menyebabkan kanker (Sulchan, 2007).
Berbagai faktor mempengaruhi remaja dalam pemilihan makanan yang
dikonsumsinya. Secara garis besar dikelompokan menjadi tiga determinan yaitu
dan
Ilmu
Kesehatan
UIN
Syarif
Hidayatullah,
frekuensi
mengonsumsi fast food sejenis mie instan 80% diantaranya mengonsumsi mie
instan 1-2 kali/minggu, sementara dalam mengonsumsi junk food paling banyak
mengonsumsi roti kemasan yaitu hampir 50% diantara mengonsumsi roti
kemasan 3-4 kali/minggu. Dalam mengonsumsi street food 50% diantanya
mengonsumsi bakso dan mie ayam 1-2 kali/minggu, dan 60% diantarnya
mengonsumsi siomay 1-2 kali/minggu. Dari data tersebut dapat disimpulkan
kemungkinan dalam satu minggu mahasiswa mengonsumsi beragam makanan
cepat saji yang berbeda setiap harinya.
sebanyak
70%
responden
menyatakan
kadang-kadang
tambahan
pangan
hampir
50%
diantaranya
masih
kurang
10
tetap membeli walaupun makanan dikemas dengan kertas yang bertinta. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada mahasiswa
kesehatan untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Pertanyaan penelitian
a. Bagaimana gambaran pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK
UIN Syarif Hidayatullah ?
b. Bagaimana gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
pendapatan, status kesehatan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah ?
c. Bagaimana gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk makanan,
bumbu,harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah?
d. Bagaimana gambaran faktor lingkungan (perpindahan penduduk) mahasiswa
FKIK UIN Syarif Hidayatullah?
e. Bagaimana hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan, uang
saku, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
FKIK?
f. Bagaimana hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu,
harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
FKIK?
g. Bagaimana hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan penduduk)
terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK?
11
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan
Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran pemilihan pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
b. Mengetahui gambaran faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
uang saku, status gizi) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
c. Mengetahui gambaran faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk,
bumbu, harga makanan) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
d. Mengetahui gambaran faktor lingkungan (pengaruh perpindahan
penduduk) mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
e. Mengetahui hubungan faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
pendapatan, status gizi) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
f. Mengetahui hubungan faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk,
bumbu, harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada
mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
g. Mengetahui hubungan faktor lingkungan (pengaruh perpindahan tempat
tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK
UIN Syarif Hidayatullah.
12
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi remaja
a. Dapat memberikan memberi informasi terkait gambaran perilaku
pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK UIN Syarif
Hidayatullah.
b. Dapat memberikan motivasi agar mahasiswa mahasiswa FKIK UIN
Syarif Hidayatullah dapat melakukan pemilihan makanan cepat saji
dengan baik.
2. Bagi Penelitian lain
a. Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu sebagai bahan
pembelajaran dalam memperkaya ilmu dari hasil penelitian.
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian
berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih luas ruang
lingkupnya.
F. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan
pada bulan Juni Desember 2012. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah
untuk menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang terkait Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan Populasi dan
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Makanan cepat saji
Produk makanan cepat saji dewasa ini beragam dan terus berkembang
sehubungan dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat. Produk makanan
cepat saji menjadi popular karena pelayanannya yang cepat, praktis, nyaman dan
harganya yang relatif terjangkau. Bagi masyarakat kota, makanan cepat saji
merupakan jawaban akan terbatasnya waktu dimana sebagian besar mobilitas
kehidupan masyarakat kota dilakukan diluar rumah sehingga tidak punya waktu
untuk makan didalam rumah (Sudarisman, 1996 dalam Fitria, 2000).
Menurut Bertram (1975) dalam Fitria, (2000) makanan cepat saji
mengandung dua arti yang berbeda, namun keduanya sama-sama mengacu pada
penghidangan dan konsumsi makanan secara cepat. Kedua arti tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: 1) makanan capat saji dapat diartikan sebagai
makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal
mungkin; 2) makanan cepat saji dapat diartikan sebagai makanan yang dapat
dikonsumsi secara cepat.
Secara umum produk makanan cepat saji dibedakan menjadi dua bentuk
yaitu produk makanan cepat saji yang berasal dari barat dan lokal. Sementara
dari jenis makanannnya produk fast food yang biasa dikonsumsi sebagai
makanan jajanan pada saat ini terdiri dari makanan utama atau biasa dikenal
dengan istilah meals, makanan kecil atau biasa disebut dengan snack dan
14
15
minuman yang biasa disebut beverages (Fardiaz &Guhardja, 1996 dalam Fitria,
2000).
Sementara menurut Kaushik, at all (2011) makanan cepat saji mengacu
pada makanan yang dapat siap untuk dimakan. Penggunaan istilah makanan
cepat saji biasa dikenal dengan sebutan fast food dan junk food. Sebagian besar
junk food adalah fast food tetapi tidak semua fast food dikatakan sebagai junk
food, terutama ketika fast food tersebut bergizi.
Tabel 2.1 Beberapa definisi yang dikaitkan dengan makanan cepat saji
Tipe makanan
Definisi
Jenis
Fast food
chiken.
cepat disajikan
Junk food
Chips/keripik,
coklat, es krim,
Street food
Makanan
yang
mengalami
pengolahan
bubur instan,
spagety.
Siomay, batagor,
cilok, otak-otak,
cakwe dll.
16
dimiliki
seseorang.
Mengkonsumsi
makanan
cepat
saji
tidak
17
kepraktisan.
18
mengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses lebih lanjut.
Banyak restoran siap saji menyuguhkan hidangannya dengan menggunakan
kemasan ini, begitu pula dengan produk-produk pangan seperti mi instan, bubur
ayam, bakso, kopi, dan yoghurt (BPOM, 2008).
Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan kemasan pangan
antara lain adalah: sifat bahan kimia pangan serta stabilitasnya dalam hal
komposisi kimia, biokimia, mikrobiologi, kemungkinan reaksi dan kecepatan
reaksi terhadap bahan kemasan, pengaruhnya dengan suhu dan waktu. Sifat
bahan kimia pengemas, kompatibilitasnya harus dinilai secara seksama. Apakah
bahan kimia tersebut mudah termigrasi, misalnya pangan dengan kadar lemak
tinggi atau pangan bersuhu tinggi, tidak boleh dikemas dengan plastik yang dapat
berpeluang melepaskan monomer yang bersifat karsinogenik kedalam pangan,
serta evaluasi terhadap pengaruh suhu dan waktu kontak terhadap komposisi
yang dikandung pengemas. Evaluasi terhadap faktor lingkungan ini diperlukan
karena mengingat migrasi bahan toksik sangat dipengaruhi suhu, lama kontak
dan jenis senyawa toksik dalam kemasan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengemasan adalah (BPOM, 2012) :
a. Sesuai derajat asam basanya (pH)
Pangan memiliki kadar asam basa yang beragam. Ada pangan yang
bersifat asam, netral dan ada pula yang basa. Pangan yang bersifat asam
sebaiknya tidak dikemas dalam kemasan yang terbuat dari logam.
Sedangkan pangan yang bersifat netral lebih banyak memiliki kecocokan
dengan banyak jenis bahan pengemas.
19
20
klorida
dan
dapat
terbuat dari
berbagai
jenis
logam
misalnya seng, aluminium dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan
21
seng tidak beracun bagi tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa
logam akan bereaksi dengan asam, yang menyebabkan logam tersebut
melarut. Banyak bahan pangan yang bersifat asam, sehingga kontak
antara asam dengan kemasan logam dapat melarutkan kemasan logam
yang bersangkutan. Waktu kontak berkorelasi positif dengan banyaknya
logam yang terlarut, artinya semakin lama waktu kontak, maka semakin
banyak logam yang terlarut. Oleh karena itu perlu dipilih jenis pangan
yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan logam, agar kualitas
produk pangan tetap terjaga. Perlu pula diperhatikan penggunaan bahan
tambahan pada pembuatan kaleng seperti: cat, serta bahan pelapis kaleng
organik epoksi fenol dan organosol. Kaleng ataupun kemasan logam
lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan
kadmium karena dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan
manusia.
c. Kemasan Kertas dan Sejenisnya
Bahan pengemas yang berasal kertas dan sejenisnya sudah lama
dikenal masyarakat, termasuk kertas tisu, koran bekas, ataupun kertas
bekas lainnya yang telah diputihkan. Struktur dasar kertas adalah bubur
kertas (selulosa) dan felted mat. Komponen lain adalah hemiselulosa,
fenil propan terpolimerisasi sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak
esensial, alkaloid, pigmen, mineral. Pada pembuatan kertas terkadang
digunakan klor sebagai pemutih, adhesive aluminium, pewarna dan
22
pelapis. Bahan berbahaya yang ada dalam kertas, yang dapat bermigrasi
kedalam pangan antara lain adalah tinta dan klor.
Mengingat penggunaan kemasan kertas dapat memberikan ancaman
bagi kesehatan, maka pemilihan bahan pangan yang dikemas, dan
penggunaan kertas sebagai pengemas harus diperhatikan. Kertas bertinta
seharusnya tidak digunakan untuk membungkus bahan pangan secara
langsung. Migrasi bahan kimia berbahaya dari kemasan dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan ataupun akumulasi bahan toksik.
Salah satu bahaya penggunaan kertas bekas sebagai pengemas
pangan adalah adanya kontaminasi mikroorganisme, sehingga dapat
merusak produk pangan dan menimbulkan penyakit. Apabila kertas bekas
yang mengandung tinta digunakan untuk membungkus produk pangan
yang berminyak seperti gorengan, maka minyak dalam keadaan panas
dapat melarutkan timbal (Pb) yang terkandung pada tinta dan bermigrasi
ke produk pangan.
Mengkonsumsi produk pangan yang terkontaminasi timbal dapat
membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan keracunan akut
yang ditandai dengan munculnya rasa haus dan rasa logam. Gejala lain
yang dapat muncul adalah sembelit, kram perut,mual, muntah, kolik, dan
tinja berwarna hitam, dapat pula disertai dengan diare atau konstipasi.
Terhadap susunan saraf pusat, timbal anorganik dapat
menyebabkan
23
24
senyawa kimia
25
26
27
Pangan (BTP) menurut PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan ialah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Sementara menurut Undang-undang
RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, bahan tambahan pangan adalah bahan
atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan
baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti
gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan ini berupa bahan
atau campuran bahan yang secara alami dan bukan merupakan bagian dari
bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan dengan tujuan
diantaranya adalah untuk mengawetkan pangan, membentuk pangan menjadi
lebih baik, renyah dan lebih enak, memberikan warna dan aroma lebih
menarik, meningkatkan warna dan aroma lebih menarik, menghemat biaya.
Peran bahan tambahan makanan sangatlah besar dalam menghasilkan
produk-produk kemasan. Keberadaan bahan tambahan makanan tersebut
bertujuan untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik,
dengan rasa dan tekstur yang lebih sempurna. Pada intinya penggunaan bahan
tambahan makanan ini telah terbukti tidak membahayakan kesehatan. Namun
demikian, penggunaanya dalam dosis yang tidak terlalu tinggi atau melebihi
ambang yang diizinkan akan menimbulkan masalah kesehatan Sinaga (2008).
Bahan tambahan pangan yang terdapat pada makanan kemasan seperti;
pewarna, pengawet, pemanis dan penguat rasa (Ramayulis dkk, 2008).
28
29
30
pangan seperti yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 722
tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yaitu sebagai berikut:
Asam borat (boric acid) dan senyawanya
Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
Dulsin (dulcin)
Kalium klorat ( potassium chlorate)
Kloramfenikol (chloramphenicol)
Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
Nitrofurazon (nitrofurazone)
Formalin (formaldehyde)
Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia
untuk memastikan pangan yang memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel
yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari
2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan
yang menggunakan bahan kimia berbahaya (BPOM, 2004) seperti :
Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat
racun dan dapat menyebabkan kanker. Bahan ini sekarang banyak
disalahgunakan pada pangan dan kosmetik di beberapa negara. Kelebihan
dosis bahan ini dapat menyebabkan keracunan, berbahaya jika tertelan,
terhirup atau terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada
31
32
mengukur
seberapa
kuat
pemilihan
tersebut
dan
faktor
yang
33
utama
yang
mempengaruhi
preferensi/pemilihan
makanan
yaitu:
Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki konsumen dapat meningkatkan kemampuan
konsumen untuk mengerti suatu pesan, membantu mengamati logika yang salah,
dan dapat menghindari penafsiran yang tidak benar Engel et all (1995) dalam
Susanto (2008). Pengetahuan yang cukup diharapkan dapat mengubah perilaku
remaja sehingga dapat memilih makanan bergizi yang sesuai dengan kebutuhan
dan seleranya.
Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya
perubahan sikap dan perilaku gizi. Pengetahuan juga merupakan salah satu
pertimbangan seseorang dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Semakin
baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan
kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang semakin baik pengetahuan
gizinya akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan
pengetahuannya dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi makanan
(Sediaoetama 1996 dalam Azrimaidaliza 2011).
34
2.
Usia
Menurut Krebs et all (2007) dalam Fermi (2008), prevalensi konsumsi
makanan ringan meningkat tiap individu pada anak usia 2- 18 tahun.
Summebell et all (1995) menyatakan pada kelompok umur 39-59 tahun total
energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan adalah sebesar 25,5 %
pada laki-laki dan 21,4% pada perempuan. Sementara pada usia 65-91 tahun
tahun total energi yang diperoleh dari konsumsi makanan ringan hanya 16,6%
pada laki-laki dan 17,9% pada perempuan Fermi (2008).
3.
Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
pemilihan makanan (Sanjur, 2003). Menurut Gibney, et al (2009) umumnya
kaum wanita tampak lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang makanan
dan gizi serta menunjukan perhatian yang lebih besar terhadap keamanan
makanan, kesehatan dan penurunan berat badan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Azrimaidaliza (2008) remaja
laki-laki lebih bervariasi dalam pemilihan makanan dibandingkan siswa
perempuan. Hal ini disebabkan karena pada usia remaja, perempuan lebih
memperhatikan body image atau citra tubuh sehingga membatasi asupan
makanan. Ezelle et al (1985) dalam Fermia (2008) menyatakan bahawa pola
konsumsi makanan ringan pada anak laki-laki dan anak perempuan cenderung
sama meskipun asupan energi, kalsium, riboflavin pada anak laki-laki
cenderung lebih tinggi dari pada anak perempuan. Konsumsi makanan ringan
35
Pendapatan
Pendapatan di definisikan sebagai jumlah seluruh uang yang diterima
oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu
tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja,
pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran
transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tujangan sosial atau asuransi
pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 1996 dalam Agung, 2012).
Pendapatan mahasiswa bisa berasal dari uang saku dari orang tua, dan
beasiswa (jika penerima beasiswa). Yang dimaksud dengan uang saku dari
orangtua adalah uang saku yang diterima setiap bulan atau setiap minggu,
dari uang saku inilah yang selanjutnya mahasiswa gunakan dalam memenuhi
kebutuhan mereka untuk selanjutnya mereka alokasikan kepos-pos
pengeluaran konsumsi mereka baik itu konsumsi makanan dan non makanan
(Agung, 2012). Menurut Benjamin et all (2004) dalam Arifyani (2010). Uang
saku sangat mementukan pemilihan makanan dan konsumsi makanan.
Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai dengan uang saku
mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya seseorang akan sering
memilih makanan-makanan yang modern dengan pertimbangan prestice dan
harapan akan diterima kalangan peer group mereka.
36
5.
Keterampilan memasak
Keterampilan memasak adalah suatu jenis keterampilan dalam bidang
tatacara memasak yang didalamnya terdapat kegiatan dari mempersiapkan
bahan, peralatan yang digunakan, proses pengolahan sampai bahan makanan
tersebut siap untuk dimakan.
Banyak faktor yang berbeda mempengaruhi pemilihan jenis makanan dan
yang dikonsumsi, tetapi keterampilan untuk menyiapkan makanan yang tepat
sangat
memainkan
peran
penting.
Kurangnya
keterampilan
dalam
keterampilan
memasak
memiliki
potensi
untuk
mempengaruhi
37
38
sensori seperti (rasa, warna, tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan
preferensi makanan individu. Panca indera memiliki dampak terbesar dan
menentukan apakah makanan akan ditelan atau lebih akan dimakan (Lau et al.,
1984 dalam Weaver, 1997). Sistem penciuman mampu mengidentifikasi
berbagai tak terbatas zat-zat volatil. Bau makanan secara kimiawi kompleks
dan menstimulasi sejumlah reseptor (Hara dan Hukum, 1972 dalam Weaver,
1997).
Tekstur,
bau,
dan
penampilan
dapat
berhubungan
dengan
39
yaitu mata, hidung, lidah, kulit dan telinga. Penilaian ini berhubungan dengan
tanggapan konsumen terhadap rupa bentuk, aroma, citarasa, tekstur dan rasa
sesudah dimakan tanpa mempertimbangkan label, harga dan keterangan
lainnya (Stone & Sidel 1995 dalam Haryati 2009).
The American Heritage Dictionary menawarkan dua definisi rasa. Definisi
pertama adalah bahwa rasa adalah kemampuan sensorik tubuh untuk
membedakan manis, asam, asin, dan pahit ketika zat bersentuhan dengan
lidah. Definisi kedua adalah bahwa rasa adalah kombinasi dari rasa, bau dan
sentuhan yang mulut dapat merasakan (Utermohlen, 2006 dalam Magoulas,
2003). Studi telah menunjukkan rasa baru bahwa setidaknya ada enam selera
sensorik, menambahkan selera lemak dan Umami. umami berarti 'lezat' dalam
bahasa Jepang dan itu adalah kata yang sering digunakan untuk
menggambarkan rasa gurih makanan ketika akan meningkat. Anatomi rasa
menggunakan lidah, hidung, otak dan konsep visual yang memiliki
mengajarkan apa yang harus mengharapkan otak. Rasa sebenarnya persepsi
sensorik terakhir yang terjadi Banyak studi ilmiah telah menyimpulkan bahwa
sensori stimulan yang mempengaruhi tubuh manusia adalah sentuhan, rasa,
bau, suara, dan penglihatan).Makanan pertama divisualisasikan dan kemudian
ditempatkan ke dalam mulut di mana ia dikunyah. Selama pengunyahan air
liur yang diaktifkan di mulut bercampur dengan makanan maserasi dan
memberikan uap ke hidung. Selama proses ini molekul individu rasa yang
dibawa dalam paket saraf, di mana sinapsis, atau sel-sel komunikator,
mengirim informasi ke saraf pemancar dalam bentuk serotonin. Serotonin
40
41
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Azrimaidaliza
(2008)
42
Mobilitas
Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
(Hidayat, 2004) Mobilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang dalam pemilihan makanannya. Semakin tinggi mobilitas seseorang,
biasanya semakin tinggi pula ketergantungan akan makanan instan yang mana
hal ini dapat mengganggu asupan nutrisi ke dalam tubuh. Menurut Boutelle
(2007) (dalam ministrymagazine, 2011) kegiatan ekstrakurikuler untuk anakanak dan pekerjaan tambahan/lembur untuk orang tua sering mengakibatkan
43
44
45
gangguan, makanan yang lebih menggoda dan durasi bersantap yang lebih
lama (Gibney, et all, 2009).
11. Perpindahan penduduk/tempat tinggal
Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini
berhubungan
dengan
lokasi
geografis
yang
berkontribusi
terhadap
46
Faktor individu
Faktor makanan
Faktor lingkungan
Umur
Rasa
Musim
Jenis kelamin
Warna
Pekerjaan
Pendidikan
Tekstur
Mobilitas
Pendapatan
Harga
Perpindahan penduduk
Pengetahuan
Tipe makanan
Jumlah keluarga
Bentuk makanan
Keterampilan memasak
Sumber : Elizabeth Dan
Kesehatan
Bumbu
Kombinasi makanan
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.
Kerangka Konsep
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan menurut Elizabeth
dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) terdiri dari faktor individu (usia,
jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan dan pendapatan, keterampilan
memasak, status kesehatan), faktor makanan (rasa, warna, tekstur, harga,
bentuk makanan, tipe makanan,
lingkungan
47
48
3. Sementara musim tidak diteliti karena desain penelitian ini cross sectional
sehingga peneliti hanya mengukur kejadian pada saat itu sehingga musim
yang berkaitan dengan bencana alam tidak diteliti karena responden pada
saat itu tidak dalam kondisi bencana alam.
4. Pendidikan, pekerjaan tidak diteliti dikarenakan responden dalam penelitian
ini homogen secara keseluruhan merupakan mahasiswa yang menempuh
jalur pendidikan yang sama yaitu perguruan tinggi, mahasiswa tersebut
aktif kuliah yang berarti belum memiliki pekerjaan.
5. Tingkat sosial masyarakat tidak diteliti karena pada masa kini tingkat sosial
di keluarga sudah tidak menjadi hal yang diutamakan karena seorang ibu
rumah tangga dan anak bisa duduk satu meja dengan kepala keluarga untuk
menikmati makanan bersama.
6. Jumlah keluarga karena penelitian ini cros sectional artinya peneliti hanya
menilai pada saat itu juga, sementara responden dalam penelitian ini
mahasiswa dimana terdapat mahasiswa yang mengekos/tidak tinggal
bersama keluarga maka dari itu jumlah keluarga tidak diikut sertakan.
7. Mobilitas tidak diteliti karena umunya mobilitas respoden homogen dalam
arti, hampir sama pada setiap mahasiswa.
49
Faktor individu:
Usia
Jenis kelamin
Pengetahuan
Pendapatan (uang saku)
Status kesehatan (status gizi)
Faktor makanan:
Rasa
Warna
Tekstur
Harga
Bumbu makanan
Faktor lingkungan:
Perpindahan penduduk
50
B. Definisi Operasional
Variabel
Pemilihan makanan
cepat saji
Jenis kelamin
Pengetahuan
Status gizi
Definisi operasional
Perilaku yang ditunjukan responden
dalam memilih makanan cepat saji
berdasarkan pertimbangan dari segi
kandungan gizi makanan, bahan
tambahan pangan dan penggunaan
kemasan.
Alat kelamin utama yang
membedakan laki-laki dan
perempuan.
Kemampuan responden dalam
menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan makanan cepat
saji.
Kondisi tubuh responden yang
diukur berdasarkan indikator berat
badan dibandingkan dengan tinggi
badan.
47
Alat ukur
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Hasil ukur
1. Baik = skor diatas rata-rata median.
2. Kurang baik = skor di bawah rata-rata
median.
1. Laki-laki
2. Perempuan
1. Kurang baik skor < median
2. Baik median
1. Kurus
2. Normal
3. Gemuk
Skala
Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal
51
40
Faktor makanan
Pendapatan (Uang
saku)
Perpindahan
penduduk
Ordinal
Kuesioner
Ordinal
Kuesioner
Nominal
52
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor individu (usia, jenis kelamin, pengetahuan,
status gizi,
uang saku)
mahasiswa FKIK.
2. Ada hubungan antara faktor makanan (rasa, warna, tekstur, bentuk, bumbu,
harga makanan) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
FKIK.
3. Ada hubungan antara karakteristik lingkungan (perpindahan tempat
tinggal) terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa FKIK.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini desain studi yang digunakan adalah rancangan studi
cross sectional yaitu studi epidemiologi observasional yang bertujuan untuk
mempelajari faktor-faktor resiko terjadinya efek yang berupa penyakit atau status
kesehatan dan termasuk dalam rentang waktu yaitu variabel-variabel yang
termasuk faktor risiko dan variabel efek di observasi sekaligus dalam waktu yang
bersamaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan yang berlokasi di Jl. Kertamukti Pisangan,Ciputat Jakarta Selatan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Desember 2012.
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang dipakai pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Populasi yang diamati pada penelitian ini
adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
yang berjumlah 1345 orang. Jumlah sampel yang dibutuhkan dihitung
berdasarkan rumus uji hipotesis beda dua proporsi. Dengan perhitungan sebagai
berikut:
53
54
n=
Keterangan :
n
: Jumlah sampel
P1
P2
55
56
E. Pengukuran Data
1. Pemilihan Makanan Cepat Saji
Untuk mengetahui pemilihan makanan cepat saji, peneliti menlai
perhatian responden terhadap kecenderungan pemilihan makanan cepat saji
yang biasa dipilih responden dalam pemilihan makananya yang tersaji dalam
bentuk skala likert kemudian, Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai
3 pada jawaban selalu, 2 untuk jawaban kadang-kadang dan 1 untuk
jawaban tidak. Kemudian diinterpretasikan dalam bentuk skor pemilihan
makanan cepat saji dari masing-masing responden. Kemudian dikategorikan
berdasarkan nilai median variabel tersebut. Sehingga kategori pada variabel
ini terdiri dari pemilihan makanan cepat saji baik dan pemilihan makanan
cepat saji kurang baik. Syaratnya jika skor < median dikatakan responden
memiliki pemilihan makanan cepat saji kurang baik dan jika skor median
dikatakan pemilihan makanan cepat saji baik. Pertanyaan mengenai
pemilihan makanan cepat saji ini dinilai berdasarkan pemilihannya terhadap
makan yang rendah kalori, rendah lemak, rendah natrium, perhatian terhadap
tanggal kadarluasa, informasi nilai gizi, komposisi makanan, serta bahan
tambahan pangan.
2. Jenis Kelamin
Untuk variabel jenis kelamin, pertanyaan bersifat tertutup dan setiap
respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu laki-laki atau
perempuan.
57
3. Pengetahuan
Dalam penelitian ini, terdapat 10 pertanyaan yang berkaitan dengan
pengetahuan responden yang berkaitan dengan makanan cepat saji. Semua
pertanyaan bersifat tertutup dengan model pilihan ganda. Penilaian dilakukan
dengan memberikan nilai 2 pada jawaban yang benar dan 1 untuk jawaban
yang salah. Nilai total bagi setiap responden diperoleh dengan cara
menjumlahkan skor dari jawaban yang benar. Kemudian dikategorikan
menjadi kurang baik, apabila skor nilai < median dan baik apabila skor nilai
median.
4. Uang Saku
Untuk mengetahui pendapatan/uang saku respoden, disajikan dalam
bentuk pertanyaan yang bersifat terbuka, dimana masing-masing responden
menuliskan besarnya uang jajan sesuai dengan jumlah uang yang diterima
oleh responden setiap harinya dari orang tua/wali responden untuk keperluan
jajan. Selanjutnya ditentukan median atau titik tengah dari jumlah uang saku
respoden tersebut yang akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui
tinggi rendahnya uang saku respoden. Kemudian dikategorikan menjadi
rendah apabila < dari median uang saku mahasiswa dan tinggi apabila dari
median uang saku mahasiswa
3. Faktor Makanan
Untuk mengetahui faktor makanan yang terdiri dari rasa, tekstur, wrna,
bentuk, bumbu, dan harga. Pertanyaan disajikan dalam bentuk skala likert.
yang terdiri dari jawaban sangat tidak penting dengan skor 1, tidak penting
58
dengan skor 2, penting dengan skor 3, dan sangat penting dengan skor 4.
Selanjutnya
diinterpretasikan
dalam
bentuk
skor
untuk
Kemudian
dikategorikan menjadi tidak penting apabila < dari median dan penting
apabila dari median.
5. Perpindahan tempat tinggal
Untuk variabel perpindahan tempat tinggal, pertanyaan bersifat tertutup
dan setiap respoden hanya boleh mengisi satu jawaban saja yaitu berpindah
tempat tinggal/mengekos dan tidak berpindah tempat tinggal/mengekos.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer. Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah
sebagai berikut:
1. Editing
Kegiatan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang
di kuesioner sudah lengkap (semua pertanyaan sudah ada jawaban), jelas
(jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca), relevan (jawaban
yang tertulis relevan dengan pertanyaan), dan konsisten (apakah antara
beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten).
2. Coding
Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.
Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan
mempercepat entry data.
59
3.
Entry data
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan
pengkodingan, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis.
Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner kedalam
komputer dengan menggunakan program komputer.
4. Cleaning data
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada
kesalahan atau tidak.
G. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat.
1.
Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendapat gambaran distribusi
responden yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis data univariat dilakukan pada
setiap variabel, baik variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan
cepat saji, pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor makanan,
dan perpindahan penduduk.
2. Analisis Bivariat
Analisis data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan yang
bermakna antara variabel dependen yaitu perilaku pemilihan makanan cepat
saji terhdap faktor pengetahuan, jenis kelamin, pendapatan, status, faktor
makanan, dan perpindahan penduduk dengan menggunakan uji chi square.
60
Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai P, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara
dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P <0,05 dan
dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P 0,05. Metode ini
digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika P value 0,05
maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang
bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika P value < 0,05
maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara kedua variabel tersebut.
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen maka dilihat nilai Odds Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya
tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Jika nilai OR < 1 artinya variabel independen memperkecil resiko untuk
bermotivasi dalam berperilaku aman. Dan jika nilai OR > 1 artinya variabel
independen meningkatkan resiko untuk bermotivasi dalam berperilaku aman.
BAB V
HASIL
Jumlah mahasiswa
Kesehatan masyarakat
429
Farmasi
369
Keperawatan
203
Pendidikan Dokter
344
Total
1345
61
62
Tidak n(%)
65 (35,9)
52 (28,7)
91 (50,3)
39 (21,5)
40 (22,1)
2 (1,1)
13 (7,2)
13 (7,2)
13 (7,2)
39 (21,5)
8 (4,4)
23 (12,7)
29 (16)
28 (15,5)
Kadang2
n(%)
108 (59,7)
107 (59,1)
87 (48,1)
100 (55,2)
87 (48,1)
27 (14,9)
79 (43,6)
93 (51,4)
81 (44,8)
97 (53,6)
60 (33,1)
87 (48,1)
128 (70,7)
97 (53,6)
Selalu
n(%)
8 (4,4)
22 (12,2)
3 (1,7)
42 (23,2)
54 (29,8)
152 (84)
89 (49,2)
75 (41,4)
87 (48,1)
45 (24,9)
113 (62,4)
71 (39,2)
24 (13,3))
56 (30,9)
63
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Cepat Saji Yang Sering di
Konsumsi
Jenis makana
cepat saji
Jumlah dalam 1x
Frekuensi
makan
2x
>2x
>3
Fried chiken
65 (35,9%)
65 (35,9%)
61(33,7%)
4 (2,2%)
Pizza
19 (10,5%)
18 (9,9%)
1 (0,6%)
18 (9,9%)
1 (0,6%)
20 (11%)
17 (9,4%)
3 (1,7%)
19 (10,5%)
1 (0,6%)
Gorengan
132 (72,4%)
67 (36.5%)
65(35,9%)
109 (60,2%)
23 (12,7%)
Bakso
100 (55,2%)
93 (51,4%)
7 (3,9%)
93(51,4%)
7 (3,9%)
Mie ayam
75 (41,4%)
75 (41,4%)
75(41,4)
Ciki
63 (34,8%)
57 (31,5%)
6 (3,3%)
63 (34,8%)
Keripik
98 (54,1%)
97(53,6%)
1 (0,6%)
92 (50,8%)
6 (3,3%)
Cokelat
95 (52,5%)
91(50,3%)
4 (2,2%)
88 (48,6%)
6 (3,3%)
Biscuit
101 (55,8%)
72 (39,8%)
29 (16%)
88 (48,6%)
13 (7,2%)
Kriuk
69 (38,1%)
65 (35,9%)
4 (2,2%)
65 (35.9%)
3 (2.2%)
Siomay
64 (35,4%)
63 (34,3%)
2 (1,1%)
61 (33,7%)
4 (2,2%)
Cilok
28 (15,5%)
23 (12,7%)
5 (2,8%)
27 (14,9%)
1 (0,6%)
Otak2
12 (6,6%)
10 (5,5%)
2 (1,1%)
11(5,5%)
1 (0,6%)
Cakwe
13 (92,8%)
11 (6,1%)
2 (1,1%)
13 (7,2%)
Cimol
33 (18,2%)
31 (17,1%)
2 (1,1%)
30 (16,6%)
3 (1,7%)
Mie instan
123 (68%)
120 (66,3%)
3 (1,7%)
108 (59,7%)
15 (8,3%)
Bubur
13 (7,2%)
12 (6,6%)
1 (0,6%)
7 (3,9%)
6 (3,3%)
Sphagety
17 (9,4%)
15 (8,3%)
2 (1,1%)
13 (7,2%)
3 (1,7%)
Humberger
64
Berdasarkan tabel diatas jenis makanan cepat saji yang paling sering dikonsumsi
responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie instan (68%),
biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%).
B. Analisis Univariat
1. Gambaran Pemilihan makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Analisis univariat distribusi pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2012 diperoleh hasil yang
disajikan pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kategori Pemilihan makanan Cepat Saji Pada
Mahasiswa FKIK UIN Jakarta Tahun 2012
Kategori pemilihan makanan
Jumlah (n)
Persen (%)
Kurang baik
71
39.2
Baik
110
60.8
181
100.0
Total
65
tanggal kadarluasa, komposisi makanan, bahan tambahan pangan, cita rasa serta
penggunaan kemasan.
2. Gambaran Jenis Kelamin
Analisis univariat jenis kelamin Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.5
berikut ini.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta Tahun 2012
Jenis Kelamin
Jumlah (n)
Persen (%)
Laki laki
27
14.9
Perempuan
154
85.1
181
100.0
Total
66
Jumlah (n)
Persen (%)
40
22.1
Pengetahuan baik
141
77.9
181
100.0
Total
Jumlah (n)
Persen (%)
58
112
11
181
32.0
61.9
6.1
100.0
67
Jumlah (n)
Persen (%)
(3.3%)
175
181
(96.7%)
100.0
68
Jumlah (n)
Persen (%)
22
(12.2%)
159
(87.8%)
181
100.0
Tidak penting
Penting
Total
Jumlah (n)
29
Tidak penting
152
Penting
Total
181
Persen (%)
(16.0%)
(84%)
100.0
69
Jumlah (n)
34
Tidak penting
147
Penting
Total
181
Persen (%)
(18.8%)
(81.2%)
100.0
70
Jumlah (n)
5
Tidak penting
176
Penting
Total
181
Persen (%)
(2.8%)
(97.2%)
100.0
71
Jumlah (n)
13
Tidak penting
168
Penting
Total
181
Persen (%)
(7.2%)
(92.8%)
100.0
Jumlah (n)
Persen (%)
131
72.4
50
27.6
181
100.0
Total
72
Jumlah (n)
181
Persen (%)
77
42.5
104
57.5
100.0
73
C. ANALISIS BIVARIAT
1. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan
pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel
5.16 berikut ini.
Tabel 5.16 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Jenis
Kurang
Kelamin
Baik
Laki-laki
Baik
n (%)
n (%)
15 (55,6)
12 (44,4)
Total
Pvalue
27 (100)
0,063
Perempuan
56 (36,4)
98 (63,6)
154 (100)
OR
2,188
CI (0,9575,002)
74
2,188 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik
dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan.
2. Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan makanan Cepat
Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dengan
pemilihan makanan cepat saji pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel
5.17 berikut ini.
Tabel 5.17 Analisis Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Pengetahuan
Kurang baik
Baik
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
18 (45)
22 (55)
53 (37,6)
88 (62,4)
Total
P-value
OR
0,570
1,358
CI (0,6882,763)
40 (100)
141 (100)
75
Kurus
Normal
Gemuk
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
32
26
(55,2%)
(44,8%)
32
80
(28,6%)
(71,4%)
7 (66,3%)
4(36,4%)
Total
P-value
1,422
C1 (0,3755,392)
58(100%)
112(100%)
11(100%)
OR
0,001
4,375
CI (1,19815,974)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki status
gizi normal cenderung untuk memiliki pemilihan cepat saji baik lebih tinggi
yaitu sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi
76
kurus (44,8%) dan gemuk (36,4%). Hasil uji Chi Square menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara status gizi dengan pemilihan makanan pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun
2012 (P value = 0,001) . Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai
OR = 1,422 (CI=0,375-5,392) dan 4,375 CI (1,198- 15,974), artinya responden
yang memiliki status gizi kurus memiliki peluang 1,422 kali untuk melakukan
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden
yang memiliki status gizi gemuk dan responden yang memiliki status gizi normal
memiliki peluang 4,375 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji
yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi
sgemuk .
4. Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan rasa dengan Pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.19 berikut
ini.
Tabel 5.19 Analisis Hubungan Antara Rasa Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Rasa
Pemilihan makanan
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
Total
Tidak
penting
1 (16,7)
5(83,3)
6 (100)
Penting
70 (40)
105 (60)
112 (100)
Pvalue
OR
0,406
0,300
CI (0,0342,632)
77
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menganggap rasa
tidak penting dalam pemilihan makanan cenderung memiliki pemilihan makanan
cepat saji baik lebih tinggi yaitu sebesar (83,3%) dibandingkan dengan responden
yang menganggap rasa merupakan variabel penting dalam pemilihan makanan yang
hanya (60%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara rasa
dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value = 0,406). Berdasarkan
perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,300 (CI=0,034-2,632), artinya
responden yang menganggap rasa tidak penting dalam memilih makanan cepat saji
memiliki peluang 0,300 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang
kurang baik dibandingkan dengan responden yang menganggap rasa penting dalam
memilih makanan cepat saji.
5. Analisis Hubungan Antara Tekstur Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan tekstur dengan pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.20 berikut
ini.
78
Kurang
Baik
Tidak
penting
Penting
Baik
n (%)
n (%)
12 (54,4)
10 (45,5)
59 (37,1)
100 (62,9)
Total
P-value
OR
0,181
2,034
CI (0,8284,996)
22 (100)
159 (100)
79
Tidak penting
Penting
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
17 (58,6)
12 (41,4)
54 (35,5)
98 (64,5)
Total
P-value
OR
0,033
2,571
CI (1,1435,781)
29 (100)
152 (100)
80
melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan
responden yang menganggap warna penting dalam memilih makanan cepat saji.
7. Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan bentuk dengan Pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.22 berikut
ini.
Tabel 5.22 Analisis Hubungan Antara Bentuk Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Pemilihan makanan
Bentuk
Tidak
penting
Penting
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
12 (35,3)
22 (64,7)
59 (40,1)
88 (59,9)
Total
P-value
OR
0,744
0,814
CI
(0,3741,769)
34 (100)
147 (100)
81
Tidak
penting
Penting
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
3 (60%)
2 (40%)
68 (38,6)
108 (61,4)
Total
P-value
OR
0,382
2,382
CI(0,38814,626)
5 (100)
108 (100)
82
penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak
ada hubungan antara bumbu dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value
= 0,382). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 2,382 (CI=
0,388-14,626), artinya responden yang menganggap bumbu tidak penting dalam
memilih makanan cepat saji memiliki peluang 2,382 kali untuk melakukan
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden
yang menganggap bumbu penting dalam memilih makanan cepat saji.
9. Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan harga dengan Pemilihan
makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel 5.24 berikut
ini.
Tabel 5.24 Analisis Hubungan Antara Harga Dengan Pemilihan makanan
Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Tahun 2012
Pemilihan makanan
Harga
Tidak
penting
Penting
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
3 (23,1%)
10 (76,9%)
68 (40,5)
108 (59,5)
Total
P-value
OR
0,346
0,441
CI
(0,1771,662)
13(100)
168 (100)
83
makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden yang
menganggap harga penting dalam memilih makanan cepat saji.
10. Analisis Hubungan Antara Perpindahan Tempat Tinggal Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan perpindahan tempat tinggal
dengan pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada
tabel 5.25 berikut ini.
84
Kurang
Penduduk
Baik
Baik
n (%)
n (%)
15 (30)
35 (70)
Total
P-value
OR
0,161
0,951 CI
(0,8683,498)
Tidak
berpindah
50 (100)
tempat tinggal
Berpindah
tempat tinggal
56 (42,7)
75 (57,3)
131(100)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang tidak berpindah
tempat tinggal cenderung untuk memiliki pemilihan makanan cepat saji baik lebih
tinggi yaitu sebesar (70%) dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat
tinggal (53,7%). Hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan antara
perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 (P value
= 0,161). Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh nilai OR = 0,951 (CI=
0,868-3,498), artinya responden yang tidak berpindah tempat tinggal memiliki
peluang 0,951 kali untuk melakukan pemilihan makanan cepat saji yang kurang
baik dibandingkan dengan responden yang berpindah tempat tinggal.
85
11. Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan makanan Cepat
Saji
Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan uang saku
dengan
pemilihan makanan cepat saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun 2012 dengan menggunakan uji chi-square disajikan pada tabel
5.26 berikut ini.
Tabel 5.26 Analisis Hubungan Antara Uang Saku Dengan Pemilihan
makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2012
Pemilihan makanan
Uang saku
Kurang
Baik
Baik
n (%)
n (%)
28(36,4)
49(63,6)
Total
P-value
OR
0,600
0,811
CI (0,4421,487)
Uang saku
dibawah rata-
77(100)
rata <Rp.20000
Uang saku
rata-rata
43(41,3)
61(58,7)
104 (100)
Rp.20000
86
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik dibandingkan dengan responden
uang saku diatas rata-rata.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memungkinkan terjadinya bias dimana pada variabel status gizi
yang seharusnya diukur dengan indikator berat badan dan tinggi badan dilakukan
pengukuran pada tiap responden, namun karena jumlah respoden cukup banyak, maka
peneliti tidak melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung
sehingga bisa jadi respoden hanya mengingat berat badan pada saat terakhir
pengkuran. Kemungkinan hal tersebut akan berpengaruh pada validitas data sehingga
data berat badan dan tinggi badan tidak menunjukan data yang sebenarnya.
Pada variabel pemilihan makanan, peneliti tidak menyamaratakan peresepsi
indiaktor pemilihan makanan seperti; memberikan contoh makanan yang rendah
kalori, randah lemak dan rendah natrium sehingga kemungkinan responden hanya
menggunakan persepsi dirinya mengenai variabel tersebut untuk mengisi kuesioner,
sehingga dikhawatirkan terjadi perbedaan persepsi responden dengan persepsi peneliti
pada variabel tersebut yang berakibat pada bias informasi.
Selain itu bias penelitian lain juga bisa disebabkan karena responden membawa
pulang kuesioner penelitian sehingga dapat dimungkinkan kuesioner tersebut diisi
oleh orang lain. Hal ini disebabkan karena penelitian ini memiliki pertanyaan yang
cukup banyak sehingga waktu respoden untuk mengisi kuesioner kemungkinan cukup
lama, akibatnya hal ini akan mengganggu jadwal kuliah dari responden. Oleh karena
itu, peneliti berinisiatif untuk memberikan kenyamanan bagi responden dengan
membawa pulang kuesioner penelitian.
87
88
B. Pemilihan makanan Cepat Saji
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan
dari luar (Skinner 1938 dalam Notoatmodjo, 2003). Meskipun perilaku adalah bentuk
respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun
dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik individu atau faktor
lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulus yang diberikan
sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda karena perilaku
merupakan hasil antara berbagai faktor baik faktor eksternal maupun internal.
Menurut Notoatmodjo (2003) yang termasuk perilaku internal adalah karakteristik
orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin
dan sebagainya, sementara yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Namun faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku
seseorang karena biasanya faktor lingkungan ini berada dibawah kendali atau
kemauan individu itu sendiri.
Perilaku memilih makanan merupakan sebuah respons dari suatu stimulus yang
yang berkaitan dengan perilaku kesehatan seseorang. Gibney at all (2009)
menyatakan bahwa pemilihan makanan mengandung arti kemauan seseorang untuk
mengendalikan makanan yang dikonsumsinya. Pengendalian disini dapat diartikan
sebagai respons sesorang dalam memilih makanan yang sesuai dengan selera namun
sesuai dengan syarat kesehatan sehingga mengarah kepada pemilihan makanan yang
baik.
89
Seseorang yang memiliki stimulus faktor internal yang baik maka akan
memiliki keterlibatan tinggi dalam pemilihan makanannya sehingga mengarah kepada
pemilihan makanan yang baik, Menurut Gibney et all (2009) keterlibatan sesorang
terhadap makanan mempengaruhi alasan dalam pemilihan makanannya. Keterlibatan
dalam sebuah produk berarti seseorang mengangap produk tersebut sangat penting
dan bersedia menghabiskan cukup banyak waktu untuk mendapatkan pengetahuan
tentang produk tersebut sehingga hal tersebut dapat memfasilitasi informed choice
(memilih setelah mendapatkan informasi), namun hal ini tidak terlepas dari pengaruh
faktor internal yang juga mendukung dalam memilih makanan yang baik pula, karena
dalam
membentuk
perilaku
seseorang,
kedua
faktor
tersebut
sangatlah
mempengaruhi.
Dalam penelitian ini kategori pemilihan makanan dapat dilihat dari keterlibatan
seseorang dalam pemilihan makanannya. Seseorang yang dianggap memiliki
keterlibatan tinggi terhadap variabel makanan yang rendah kalori, rendah lemak,
rendah natrium, perhatian terhadap daftar komposisi makanan, tanggal kadarluasa,
warna, bahan tambahan pangan serta penggunaan kemasan, dianggap memiliki
pemilihan makanan yang baik dan sebaliknya.
Hasil penelitian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta yang berkaitan dengan pemilihan makanan cepat saji, menunjukan bahwa
mahasiswa yang memiliki pemilihan makanan cepat saji baik memiliki presentase
yang lebih tinggi yaitu sebesar 60,8% dibandingkan dengan mahasiswa dengan
pemilihan makanan cepat saji yang kurang baik yaitu sebesar 39,2%. Sementara
keterlibatan/perhatian tertinggi terdapat pada variabel tanggal kadarluasa sebesar
90
(84%), rasa (62,4%), dan warna (49,2%), sementara keterlibatan/perhatian rendah
pada variabel konsumsi rendah natrium (50,3%), rendah kalori (35,9%), dan rendah
lemak sebesar (28.7%). Sementara jenis makanan cepat saji yang paling sering
dikonsumsi responden berturut-turut adalah sebagai berikut: gorengan (72,4%), mie
instan (68%), biscuit (55,8%), bakso (55,2%), keripik (54,1%).
Dalam hal ini untuk mengukur kevalidan pernyataan responden terkait kebiasaan
responden dalam pemilihan makanan yang rendah kalori, lemak dan natrium. Peneliti
menghubungkannya dengan jenis makanan cepat saji yang dikonsumsi responden.
Peneliti mengambil jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh responden yaitu
gorengan, mie instan, biscuit, bakso, keripik. Jenis makanan ini dapat mewakili
makanan-makanan yang mengandung kalori, lemak dan natrium tinggi. Seperti bakso
dan gorengan merupakan salah satu jenis makanan yang tinggi kalori dan lemak,
sementara mie instan, biscuit dan keripik merupakan salah satu makanan yang tinggi
natrium.
Dalam hal ini, responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan
yang rendah kalori sebanyak 5 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan 3 kali
perminggu, namun terdapat 1 orang responden yang frekuesi mengonsumsi
gorengannya >3 kali dalam 1 minggu. Hal tersebut menunjukan masih terdapat
ketidakvalidan jawaban antara pernyataan responden dengan kebiasaan konsumsinya.
Responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan kalori tidak selalu memiliki
perilaku konsumsi makanan cepat saji yang rendah kalori juga.
Sementara itu, responden yang menyatakan selalu mempertimbangkan makanan
rendah lemak, sebanyak 12 orang memiliki frekuensi konsumsi gorengan 3 kali
91
dalam 1 minggu dan terdapat
92
orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik 3 kali dalam 1 minggu dan
terdapat 1 orang yang memiliki frekuensi konsumsi keripik >3 kali dalam 1 minggu.
Hal
tersebut
menunjukan
bahwa
rensponden
yang
menyatakan
selalu
93
berdada bidang, serta biseps yang menonjol (McCabe & Ricciardeli, 2004 dalam
Andea, 2010), sehingga begitu seseorang merasa dirinya gemuk, biasanya orang
akan mencoba mengontrol makanannya (Gunawan, 2004 dalam Andea, 2010).
Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi perempuan yang ikut pada
penelitian ini lebih tinggi yaitu sebesar 85% dibandingkan laki-laki yang hanya
14,9%. Sementara bila dilihat dari pemilihan makanannya, perempuan lebih
cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar 63,6%
dibandingkan
dengan
laki-laki
sebesar
44,4%.
Hasil
analisis
statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan
makanan cepat saji (p-value = 0,063).
Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan pemilihan makanan
cepat saji tersebut dimungkinkan karena proporsi perempuan yang ikut dalam
penelitian ini lebih banyak daripada pada laki-laki hal ini disebabkan karena
presentase perempuan pada mahasiwa FKIK UIN Jakarta secara keseluruhan
memang jauh lebih tinggi yaitu sebesar 71% dibandingkan presentase laki-laki
yang hanya 29% sehingga dalam pengambilan sampel, perempuan lebih memiliki
banyak kesempatan untuk terpilih menjadi responden penelitian, akibatnya
hubungan jenis kelamin terhadap pemilihan makanan cepat saji ini bersifat
homogen karena menurut Gibney et, all (2009) perempuan lebih cenderung
menunjukan perhatiannya terhadap pemilihan makanan dari pada laki-laki .
Bila dilihat kecenderungannya perempuan lebih banyak memiliki
pemilihan makanan yang baik daripada laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Weaver (2009) dalam Azrimaidaliza (2011) pada mahasiswa
94
di Texas University yang menyatakan hasil bahwa perempuan lebih banyak
melakukan pemilihan makanan dibandingkan dengan laki-laki. Seperti pendapat
yang dikemukakan Gibney, et all (2009) perempuan lebih menunjukan
perhatiannya pada pemilihan makanan, karena perempuan lebih menunjukan
perhatian yang lebih besar pada keamanan pangan, kesehatan dan penurunan berat
badan. Perhatian yang tinggi terhadap penurunan berat badan disebabkan karena
perempuan lebih memperhatiakan body image, seperti hasil penelitian Pope,
Philips, dan Olivardia (2000 dalam Andea 2010) menunjukkan bahwa perempuan
lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan laki-laki. Pengaruh body
image ini lebih mempengaruhi perempuan karena biasanya perempuan lebih ingin
terlihat langsing, sehingga perempuan cenderung untuk membatasi dirinya dalam
mengkonsumsi makanan yang dapat meningkatkan berat badannya. Akibatnya
perempuan lebih memilih-milih makanan yang kandungan lemak dan kalorinya
rendah. Hal ini mengakibatkan banyak dari remaja perempuan yang mengontrol
berat badan dengan cara mengkonsumsi makanan yang rendah asupan kalori dan
lemak dari makanan yang dikonsumsinya.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data dalam penelitian ini dimana
terlihat bahwa perhatian perempuan lebih tinggi dalam hal pemilihan makanan
yang rendah kalori, hasil analisis menunjukan bahwa presentase perempuan lebih
tinggi menyatakan kadang-kadang dalam memilih makanan rendah kalori yaitu
sebesar 61,7% dibandingkan laki-laki yang sebesar 48,1%. Selain itu, perhatian
dalam pemilihan makanan rendah lemak, presentase perempuan juga cenderung
lebih tinggi memilih makanan rendah lemak, hasil analisis menunjukan bahwa
95
perempuan yang menyatakan selalu dalam memilih makanan rendah lemak
yaitu sebesar 13% sementara laki-laki hanya 7,4%.
Selain perhatiannya yang tinggi terhadap penurunan berat badan, menurut
Gibney, et all (2009) perempuan juga menunjukan perhatian yang tinggi terhadap
kemanan pangan. Menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita, dkk 2009) wanita
selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan menilai segala
sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat awas terhadap
berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi.
Selain itu menurut Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990, dalam
Marsellita, dkk 2009) konsumen wanita lebih banyak tertarik pada warna dan
bentuk. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian ini dimana perempuan lebih
menjukan perhatiannya terhadap keamanan pangan dalam hal warna makanan,
tanggal kadarluasa, dan kemasan. Dari hasil penelitian didapatkan, perempuan
lebih menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap warna makanan yaitu
sebesar 51,3% dibandingkan laki-laki yang hanya 37%. Perempuan lebih
menunjukan perhatian yang lebih tinggi terhadap tanggal kadarluasa yaitu sebesar
85,7% dibandingkan laki-laki yang hanya 74,1%. Perempuan lebih menunjukan
perhatian yang lebih tinggi dalam hal penggunaan kertas bertinta yaitu sebesar
32,5% dibandingkan laki-laki yang hanya 22,2%.
Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa konsumen wanita
memang memiliki karakteristik yang mendetail dalam melihat suatu objek yang
mana dalam hal ini makanan, sehingga konsumen wanita lebih cenderung untuk
memperhatikan tanggal kadarluasa, penggunaan kemasan serta warna, dimana
96
keamanan pangan merupakan suatu isu yang cukup mendapatkan perhatian di
masyarakat salah satunya isu yang berkembang saat ini bahwa warna yang
mencolok beresiko menggunakan bahan pewarna berbahaya, dengan karakteristik
wanita yang detail hal tersebut cukup mendapat perhatian dalam pemilihan
makananya daripada pada konsumen laki-laki.
Oleh karena itu, sangat diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan
pemilihan makanannya, karena tanpa pertimbangan yang baik dan mendetail
dalam memilih makanan sangat beresiko mengalami berbagai masalah yang
ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas, keracunan
pangan
dan
lain-lain.
Sementara
untuk
perempuan
diharapkan
dapat
97
kedua faktor tersebut berbeda pada setiap individu. Dalam hal ini pengetahuan
merupakan salah satu dari variabel faktor internal, perilaku yang ditampakan
akibat pengaruh pengetahuan akan berbeda-beda karena dipengaruhi pula oleh
faktor eksternal yaitu pengaruh lingkungan, sehingga perilaku yang tampak pada
seseorang berbeda-beda tergantung dari faktor yang dominan dari kedua faktor
tersebut.
Teori Reasoned Action yang dikembangkan oleh Ajzren (1980 dalam
Achmat, 2010) menyatakan bahwa perilaku seseorang didasari oleh sikap dan
norma subjektif. Maksudnya jika seseorang mempersepsi bahwa hasil dari
menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif
terhadap perilaku tersebut serta kebalikannya. Selain itu, jika orang-orang lain
yang relevan memandang bahwa menampilkan perilaku tersebut sebagai sesuatu
yang positif dan seseorang tersebut termotivasi untuk memenuhi harapan orangorang lain yang relevan, maka itulah yang disebut dengan norma subjektif yang
positif serta sebaliknya. Theory of Reasoned Action dapat diartikan sebagai
perilaku yang di bawah kendali individu sendiri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa presentase responden yang memiliki
pengetahuan baik lebih tinggi yaitu sebesar 77,9% dibandingkan dengan
responden yang memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebesar 22,1%.
Sementara hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki
pengetahuan baik lebih banyak pada responden yang melakukan pemilihan
makanan baik pula yaitu sebesar (62,4%) dibandingkan responden yang memiliki
98
pengetahuan kurang baik (55%). Bila dilihat hubungannya, tidak ada hubungan
antara pengetahuan terhadap pemilihan makanan cepat saji (p-value= 0,570).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sihaloho
(2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap
pola pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,92). Penelitian Syadiah (2009)
dalam Sihaloho (2012) pun mendapatkan hasil bahwa pada pelajar SMA
hubungan mengenai pengetahuan gizi tentang fast food dengan tindakan
kosnumsi fast food memperoleh nilai (p-value = 0,77) artinya tidak ada hubungan
bermakna antara pengetahuan dengan tindakan pemilihan konsumsi fast food.
Tidak adanya hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan makanan
cepat saji kemungkinan disebabkan karena pengaruh faktor lain yang lebih besar
dari pada pengaruh pengetahuan. Seperti yang diungkapkan Notoatmodjo (2003)
bahwa perilaku yang tampak pada seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal, faktor eksternal disini dimungkinkan pengaruh orang lain. Dalam
masyarakat kita semua berpartisipasi untuk menjalin hubungan sosial yang
bervariasi antara individu. Hubungan ini melibatkan keluarga, teman sebaya,
rekan kerja, dan orang-orang di berbagai organisasi yang kita milik. Dalam
sebuah studi tentang pilihan makanan yang dilakukan oleh Feunekes et al. (1998
dalam Jones, et al, 2011) menyatakan bahwa sebanyak 94% pemilihan makanan
seseorang serupa dengan pasangannya, 87% remaja serupa dengan orang tua
mereka, dan 19% pemilihan makanan antara remaja serupa dengan rekan-rekan
mereka.
99
Sementara dari penelitian ini dapat diketahui bahwa orang yang memiliki
pengetahuan baik lebih banyak pada orang yang tidak mengekos atau berpindah
tempat tinggal yaitu sebesar 80% sehingga kemungkinan penyebab tidak adanya
hubungan adalah karena pengaruh keluarga yang dominan dalam pemilihan
makanan cepat saji, hal ini dapat dilihat dari hasil peneilitian ini, responden yang
memiliki pemilihan makanan yang baik lebih tinggi pada responden yang tidak
mengekos yaitu sebesar 70% dibandingkan yang tidak mengekos yaitu sebesar
53,7%. Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat pada setiap individu,
perilaku makan seseorang tidak jauh berbeda dengan keluarganya, karena
pendidikan awal seorang individu berasal dari lingkungan keluarga. Adanya
kecenderungan
pengetahuan
yang
baik
pada
responden
penelitian
ini
100
konsumsi seseorang yang berakibat pada kecenderungan terhadap status gizi
normal, atau tidak normal (kurus dan gemuk). Indikator status gizi diukur
berdasarkan pembagian berat badan berbanding tinggi badan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa presentase repsonden yang tergolong
status gizi normal lebih tinggi yaitu sebesar 61,9% dibandingkan dengan
responden yang tergolong status gizi kurus yang hanya 32% dan gemuk 6,1%
responden. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa responden yang memiliki
status gizi normal cenderung untuk melakukan pemilihan makanan baik yaitu
sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurus
dan gemuk. Bila dilihat hubungannya, terdapat hubungan yang signifikan antara
status gizi dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,001).
Hubungan ini kemungkinan disebabkan karena seseorang yang memiliki
status gizi normal, ia terbiasa untuk memilih makanan yang baik sehingga
mempengaruhi status gizi mereka. Hal ini dapat terlihat dari beberapa variabel
yang dapat menggambarkan pemilihan makanan seperti; memperhatikan
konsumsi rendah kalori dan rendah lemak, responden yang memiliki status gizi
normal lebih banyak menyatakan kadang-kadang memperhatikan asupan
rendah lemak dan rendah kalori dengan masing-masing presentase 62,5% dan
67%.
Berbeda halnya pada responden dengan status gizi kurus, mereka
cenderung untuk memiliki pemilihan makanan yang kurang baik lebih tinggi
yaitu sebesar 52,2%. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan kategori status
gizi terhadap pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, pada responden
101
dengan kategori IMT kurus sebanyak 50% responden lebih cenderung untuk
tidak memilih makanan yang rendah kalori, dan sebanyak 46,6% tidak
memilih makanan yang rendah lemak, bila dilihat perilaku memilih makanan
cepat saji orang yang memiliki status gizi kurus justru seharusnya mengarahkan
mereka kepada status gizi yang lebih seperti pendapat yang dikemukakan
Arisman (2004) yang menyatakan bahwa makanan olahan mengandung tinggi
kalori dan lemak sehingga menyebabkan gizi lebih dan bisa mengarah pada
obesitas. Namun hal ini justru sebaliknya, mereka sudah mengkonsumsi makanan
yang tinggi kalori namun masih tetap berada pada status gizi kurus, kemungkinan
hal ini disebabkan responden yang memiliki status gizi kurus yang ikut dalam
penelitian ini memiliki laju metabolisme basal tubuhnya tinggi, laju metabolisme
basal maksudnya adalah jumlah energi yang dikeluarkan oleh tubuh seseorang
dalam keadaan beristirahat, setiap orang memiliki laju metabolisme basal tubuh
yang berbeda-beda. Pada orang yang memiliki laju metabolisme basal tubuh yang
tinggi, cenderung sulit gemuk kemungkinan hal inilah yang menyebabkan pada
sebagian orang yang banyak makan, namun tetap kurus (Heidy, 2012). Akibatnya
karena merasa tubuhnya kurus mereka cenderung banyak makan dan memilih
makanan yang tinggi kalori dan lemak.
Sementara pada responden yang tergolong status gizi gemuk lebih tinggi
memiliki pemilihan makanan yang kurang baik yaitu sebesar 66,3%. Namun bila
dilihat kecenderungannya dengan membandingkan kategori status gizi terhadap
pemilihan makanan rendah kalori dan lemak, responden dengan status gizi gemuk
lebih banyak menyatakan kadang-kadang memilih makanan yang rendah kalori
102
dan rendah lemak sebesar 72,7%, hal ni menunjukan seseorang yang memiliki
status gizi gemuk memiliki keterlibatan yang tinggi dalam memilih makanan yang
rendah kalori dan lemak. Kemungkinan responden dalam penelitian ini kondisi
gemuknya lebih dipengaruhi oleh variabel gentik, sehingga walaupun mereka
cenderung memperhatikan asupan kalori dan lemak namun karena genetik lebih
dominan pengaruhnya, mereka tergolong pada status gizi gemuk. Menurut Syarif,
2003 (dalam Hidayati 2005) bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi
obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan
bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker
menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan
gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap
pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet.
Sementara, stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai
penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas
melalui efek resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan
oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang buruk (Kopelman
2002 dan
103
mempertahakan perilakunya tersebut. Sementara pada responden dengan status
gizi yang kurus dan gemuk diharapkan dapat merubah gaya hidup dengan
meningkatkan olahraga, karena olahraga dapat menyeimbangkan tingkal
metabolisme basal.
4. Hubungan Uang Saku Terhadap Pemilihan Makanan
Pendapatan yang terpakai dan jumlang uang yang akan dibelanjakan untuk
membeli makanan merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan
(Gibney,et al, 2009). Pendapatan yang diterima oleh mahasiswa adalah berupa
uang saku. Uang saku merupakan bagian dari pendapatan keluarga yang diberikan
kepada anaknya untuk jangka waktu tertentu seperti uang saku harian, mingguan
maupun bulanan. Jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan tergantung pada
tingkat pendapatan. Uang saku sangat mementukan pemilihan makanan dan
konsumsi makanan. Biasanya seseorang akan memilih makanan yang sesuai
dengan uang saku mereka. Dengan uang saku yang cukup besar biasanya
seseorang akan sering memilih makanan-makanan yang modern dengan
pertimbangan prestice dan harapan akan diterima kalangan peer group mereka
(Benjamin et all ,2004 dalam Arifyani 2010).
Sementara teori Engels yang menyatakan bahwa: Semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi
makanan (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori klasik ini, maka keluarga bisa
dikatakan lebih sejahtera bila persentasi pengeluaran untuk makanan jauh lebih
kecil dari persentasi pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi
pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan
104
keluarga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada
kebutuhan non pangan.
Besar uang saku untuk pengeluaran makanan yang di keluarkan
mahasiswa FKIK UIN Jakarta per hari paling kecil adalah Rp 5000 dengan ratarata pengeluaran uang saku untuk makanan sebesar Rp 20.000. Berdasarkan hasil
penelitian, mahasiswa yang mengeluarkan uang saku untuk pengeluaran makanan
diatas rata-rata yaitu Rp. 20000 lebih tinggi 104 (57,5%) dibandingkan dengan
pengeluaran yang dibawah rata-rata < Rp. 20000 sebesar 77 (42,5%), sementara
hasil analisis statistik menunjukkan bahwa responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata < Rp. 20000 lebih banyak memiliki pemilihan makanan baik
yaitu sebesar (63,6%) dibandingkan dengan responden yang memiliki uang saku
diatas rata-rata Rp.20000 (58,7%). Bila dilihat hubungannya. tidak ada
hubungan antara uang saku dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value =
0,600).
Tidak adanya hubungan disini kemungkinan disebabkan oleh faktor lain
yaitu status kesehatan/status gizi lebih dominan pengaruhnya dalam pemilihan
makanan daripada uang saku, dari hasil analisis diketahui bahwa orang yang
memiliki status gizi kurus lebih tinggi pada responden yang memiliki uang saku
diatas rata-rata yaitu sebesar 34,6% dibandingkan responden yang memilki uang
saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 28,6%. Orang yang memiliki status gizi
normal lebih tinggi pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata
yaitu sebesar 63,6% dibandingkan responden yang memilki uang saku diatas ratarata yaitu sebesar 60,6%. Orang yang memiliki status gizi gemuk lebih tinggi
105
pada responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar 7,8%
dibandingkan responden yang memilki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar
4,8%.
Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memiliki
uang saku dibawah rata-rata cenderung memiliki status gizi normal dan gemuk
sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung memiliki
status gizi kurus. Dari data ini dapat diperoleh kemungkinan bahwa orang yang
memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering mengkonsumsi
makanan cepat saji yang biasanya tinggi akan kalori dan lemak, sementara orang
yang memiliki uang saku diatas rata-rata cenderung membatasi perilaku
mengkonsumsi makanan cepat saji. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan Engels yang menyatakan bahwa: Semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga semakin rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi
makanan (Sumarwan ,1993 dalam Rahma 2011).
Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis statistik kecenderungannya,
responden yang pendapatannya lebih tinggi pengeluaran konsumsi makanannya
lebih kecil kemungkinan karena pengeluarannya akan lebih besar pada kebutuhan
nonpangan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini bahwa seseorang yang memilki
pendapatan lebih tinggi memiliki frekuensi lebih rendah dalam mengkonsumsi
makanan cepat saji, namun tingkat konsumsinya lebih tinggi hanya pada beberapa
makanan-makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang tinggi. Pada
responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata frekuensi konsumsi
makanannya lebih kecil pada beberapa jenis makanan cepat saji seperti konsumsi
106
gorengan, pada responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi
gorengannya sebesar (68,3%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata yaitu sebesar (75,3%), responden yang memiliki uang saku
diatas rata-rata konsumsi mie ayam sebesar (36,5%) dibanding pada responden
yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%), responden
yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi siomay sebesar (30,1%)
dibanding pada responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu
sebesar (46,5%) serta pada beberapa variable makanan cepat saji yang lain.
Namun pada beberapa makanan cepat saji yang memilki nilai prestise tinggi,
responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata justru memiliki frekuensi
makanan cepat saji lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata seperti pada makan sejenis pizza dan cokelat, dari hasil analisis
didapatkan bahwa responden yang memiliki uang saku diatas rata-rata konsumsi
pizzanya sebesar (13,5%) dibanding pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata yaitu sebesar (6,5%). Sementara itu, responden yang memiliki
uang saku diatas rata-rata konsumsi coklatnya sebesar (54,8%%) dibanding pada
responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata yaitu sebesar (48,1%).
Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang
memiliki uang saku dibawah rata-rata cenderung lebih sering memilih makanan
cepat saji sementara orang yang memiliki uang saku diatas rata-rata rendah dalam
memilih makanan cepat saji. Kemungkinan karena orang yang memiliki uang
saku diatas rata-rata pengeluarannya lebih banyak pada kebutuhan non-pangan,
107
sekalipun mereka mengkonsumsi makanan cepat saji, mereka lebih memilih
makanan cepat saji yang memiliki nilai prestise yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, akan lebih baik pada responden yang memiliki uang saku
dibawah rata-rata untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji, walaupun
presentase responden yang memiliki uang saku dibawah rata-rata lebih baik dalam
pemilihan makanannya.
5. Hubungan Rasa Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Dalam mengkonsumsi makanan, sebagian orang mungkin lebih memilih
makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti
penglihatan atau cita rasa daripada sinyal internal yang berupa rasa lapar (Gibney,
et al, 2009). Oleh karena itu, pengalaman indrawi adalah alasan utama bagi
seseorang untuk suka dan tidak suka terhadap makanan. Atribut sensori seperti
(rasa, warna,tekstur, dan bentuk) dapat berkontribusi dengan preferensi makanan
individu. Namun kepekaan terhadap atribut sensoris berkaitan dengan fungsi
fisiologis organ tubuh. Fungsi fisiologis ini berkaitan pula dengan usia, umumnya
penurunan fungsi fisiologis akan mempengaruhi pemilihan makanan terutama
pada usia lanjut.
Rasa adalah jumlah dari semua rangsangan sensorik yang dihasilkan oleh
konsumsi makanan (Eufic, 2005). Menurut Drewnowski (1997) dalam Widyawati
(2009) menyatakan bahwa faktor rasa pada intik pangan tergantung pada umur
dan jenis kelamin. Perbedaan gender dalam indera telah dilaporkan di beberapa
penelitian Tilgner dan Barylko-Pilielna (1959 dalam Weaver, 1997)) menemukan
wanita memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk manis
108
dan asin tapi kurang selera untuk asam dan tidak ada perbedaan antara jenis
kelamin untuk kepahitan. Dalam sebuah survei di seluruh dunia oleh National
Geographic Society (Gilbert dan Wysocki, 1987 dalam Weaver, 1997)),
perempuan ditemukan merasakan aroma lebih akut daripada laki-laki.
Hasil analisis menunjukkan responden yang mengangap variabel rasa
penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 175 (96,7%)
repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel rasa tidak penting
yaitu sebesar 6 (3,3%) responden. Bila dilihat hubungannya responden yang
menganggap rasa merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan
makanan memiliki pemilihan makanan cepat saji baik yang lebih tinggi yaitu
sebesar (83,3%) dibandingkan yang menganggap rasa merupakan variabel penting
dalam pemilihan makanan yang hanya 60%. Sementara hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rasa dengan pemilihan makanan
cepat saji (p-value = 0,406). Hal ini dimungkinkan karena variabel umur dalam
penelitian ini bersifat homogen dalam arti bahwa rata-rata usia respoden sama
termasuk kategori remaja akhir berbeda halnya jika variabel umur dalam
penelitian ini bervariasi termasuk didalamnya lansia. Menurut Sayuti
(1998)
pada orang usia lanjut, terjadi atrofi papilla lidah sehingga permukaan lidah
cenderung menjadi licin. Atrofi dimulai dari ujung lidah dan sisi lateralnya. Hal
tersebut tentu saja berpengaruh pada menurunnya jumlah reseptor cecapan rasa
sehingga terjadilah penurunan sensitivitas rasa. Sehingga sensitifitas rasa pada
remaja tidak terlalu diperhatikan akibatnya tidak ada hubungan antara rasa dengan
pemilihan makanan cepat saji.
109
Selain itu faktor lain yang mempengaruhi rasa tidak berhubungan dengan
pemilihan makanan pada penelitian ini adalah karena variabel jenis kelamin,
responden yang ikut pada penelitian ini lebih banyak perempuan dari pada lakilaki hal ini dapat terlihat pada penelitian ini presentase perempuan lebih banyak
sebesar
85,1%
dibandingkan
laki-laki
yang
hanya
14,9%.
Menurut
110
selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif seperti hipertensi maupun
diabetes saat usia lanjut.
6. Hubungan Tekstur Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Tidak hanya rasa yang mempengaruhi pemilihan makanan tetapi juga bau,
penampilan dan tekstur makanan. Tekstur/Konsistensi makanan juga merupakan
komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas panca
indera rasa dipengaruhi oleh konsisitensi makanan. Tekstur meliputi rasa garing,
keempukan, dan kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap.
Makanan yang berkonsistensi padat atau kenyal akan memberikan rangsangan
lambat terhadap panca indera .
Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap
variabel tekstur merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih
banyak yaitu sebesar 159 (87,8%) repsonden dibandingkan dengan yang
menganggap variabel tekstur tidak penting yaitu sebesar 22 (12,2%) responden,
bila dilihat hubungannya responden yang menganggap tekstur merupakan variabel
yang penting dalam pemilihan makanan memiliki pemilihan makanan yang baik
lebih tinggi yaitu sebesar (62,9%) dibandingkan dengan responden yang
menganggap tekstur merupakan variabel nyang tidak penting dalam pemilihan
makanan yang hanya (45,5%), namun dari hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara tekstur dengan pemilihan makanan cepat saji
(p-value = 0,181). Hal ini dimungkinkan karena variabel usia lebih berpengaruh
terhadap tekstur makanan. Variabel usia pada penelitian ini bersifat homogen
dalam arti responden secara keseluruhan memiliki usia yang hampir sama dimana
111
masih tergolong kedalam fase remaja. walaupun sebagian besar responden lebih
banyak menganggap variabel tekstur penting dalam pemilihan makanan namun
tekstur tidak berhubungan terhadap pemilihan makanan mereka, hal ini
kemungkinan disebabkan karena skala penting dalam arti tekstur pada fase
remaja adalah lebih kepada kesukaan mereka terhadap makanan yang memiliki
tekstur garing/ renyah karena pada umumnya fungsi fisiologis pada rongga mulut
pada usia remaja masih sempurna, hal ini akan berbeda halnya jika variabel usia
bersifat heterogen, terutama jika lansia diikutkan pada penelitin ini. Pada lansia
mulai banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan
degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses pengunyahan, lansia akan
kesulitan untuk mengkonsumsi makanan yang berkonsistensi keras akibatnya
lansia akan lebih memperhatikan pemilihan makanannya (Fatimah, 2010).
Dalam hal ini tekstur tidak mempengaruhi pemilihan makanan pada usia
responden penelitian, kemungkinan tekstur akan lebih diperhatikan dengan
semakin meningkatnya usia.
7. Hubungan Warna Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Warna juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan
makanan Menurut Segal, Dasen, Berry dan Portinga (1990 dalam Marsellita, dkk
2009). Terdapat perbedaan yang kuat dalam perilaku pria dan wanita. Konsumen
pria adalah konsumen yang mudah dipengaruhi oleh nasehat yang baik serta
argumentasi yang obyektif. Sedangkan konsumen wanita lebih banyak tertarik
pada warna dan bentuk. Sementara menurut Kartajaya (2003 dalam Marsellita,
dkk 2009) wanita selalu memperhatikan hingga ke detail. Konsumen wanita akan
112
menilai segala sesuatu dengan lebih terperinci. Konsumen wanita juga sangat
awas terhadap berbagai isu. Sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu
yang terjadi.
Hasil analisis statistik menunjukan jumlah responden yang mengangap
variabel warna merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih
banyak yaitu sebesar 152 (84%) repsonden dibandingkan dengan yang
menganggap variabel warna tidak penting yaitu sebesar 29 (16%) responden. bila
dilihat hubungannya responden yang yang menganggap warna penting dalam
pemilihan makanan cepat saji memiliki pemilihan makanan cepat saji yang baik
lebih tinggi yaitu sebesar (64,5%) dibandingkan dengan responden yang
menganggap warna merupakan variabel yang tidak penting (41,4%).
Adanya hubungan pada variabel warna dimungkinkan karena warna
makanan merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan, dengan
melihat warna dapat memberikan tanda kualitas yang diharapkan (Pelto, 1989)
maksudnya dengan warna dapat diketahui indikator kesegaran atau kematangan
suatu produk, atau bahaya dari suatu produk sehingga dalam hal ini responden
lebih peka terhadap warna yang terdapat pada makanan, seperti makanan yang
menggunakan pewarna sintesis berbahaya lebih memiliki warna
yang
113
pendapat Segal, Dasen, Berry dan Portinga, 1990 dan Kartajaya, 2003 dalam
Marsellita, dkk 2009) yang menyatakan bahawa konsumen wanita lebih banyak
tertarik pada warna dan bentuk dan juga sangat awas terhadap berbagai isu,
sedangkan pria kurang memperhatikan detail dan isu yang terjadi.
Sementara itu bila dilihat dari perhatian terhadap isu makanan yang
berkembang dapat dilihat dari sisi pengetahuannya apakah makanan yang
memiliki warna mencolok menggunakan bahan pewarna berbahaya? sebagian
besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang hal tersebut hal ini
dapat terlihat bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki jawaban yang
benar untuk pertanyaan tersebut dengan presentase jawaban benar pada laki-laki
sebesar
92,6%
sebagian besar responden sangat peka terhadap isu yang berkaitan dengan bahaya
makanan yang selama ini berkembang bahwa makanan yang mencolok
dimungkinkan menggunakan bahan pewarna sintetis yang berbahaya bagi
kesehatan.
Oleh karena itu,
akan lebih
baik
pada
laki-laki untuk
lebih
114
8. Hubungan Bentuk Makanan Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Berbeda halnya dengan variabel bentuk, responden yang memiliki
pemilihan makanan baik lebih banyak pada responden yang menganggap bentuk
tidak penting dalam pemilihan makanan (64,7%) dibandingkan yang menganggap
bentuk merupakan variabel yang penting dalam pemilihan makanan (59,9%).
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bentuk
dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,744). Walaupun jumlah
responden yang mengangap variabel bentuk merupakan hal yang penting dalam
memilih makanan lebih banyak yaitu sebesar 147 (81,2%) repsonden bila
dibandingkan dengan yang menganggap variabel bentuk tidak penting yaitu
sebesar 34 (18,8%) responden.
Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan oleh makanan
cepat saji biasanya disajikan tidak dengan mengkhususkan bentuk-bentuk tertentu
untuk menarik perhatian, biasanya para produsen membentuk makanan dengan
bentuk yang sama dengan produsen lainnya misalnya; bakso dibentuk dalam
kondisi yang bulat, hanya yang berbeda variasi isi yang membuat konsumen lebih
tertarik. Begitupun dengan makanan cepat saji lainnya seperti makanan kemasan,
biasanya untuk menarik perhatian produsen lebih memfokuskan kepada
pengemasan makanan yang menarik agar banyak diminati konsumen. Karena
dalam produk makanan kemasan, kemasan merupakan salah satu faktor yang
secara fisik dilihat pertama kali oleh konsumen. Daya tarik suatu kemasan akan
diserap otak sadar dan otak bawah sadar konsumen. Hal ini yang pada akhirnya
115
banyak mempengaruhi reaksi atau tindakan konsumen di tempat penjualan
(Tjhaja, 2009).
9. Hubungan Bumbu Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Sementara itu pada variabel lain yaitu bumbu, bumbu berkaitan dengan
rasa karena bumbu dapat menghasilkan rasa pada makanan. Jumlah responden
yang mengangap variabel bumbu merupakan hal yang penting lebih banyak yaitu
sebesar 176 (97,2%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap tidak
penting sebesar 5 (2,8%) responden. Bila dilihat hubungannnya responden yang
menganggap bumbu merupakan variabel penting memiliki pemilihan makanan
baik lebih tinggi yaitu sebesar (61,4%) dibandingkan yang menganggap bumbu
merupakan variabel yang tidak penting dalam pemilihan makanan (40%). Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara bumbu dengan
pemilihan makanan cepat saji (p-value = 0,382).
Penelitian ini tidak berhubungan kemungkinan disebabkan karena
biasanya bumbu lebih dikaitkan dengan selera terhadap rasa. Orang yang
menyukai rasa asin/manis cenderung menambahkan garam/gula kedalam
makanannya. Sementara respons seseorang terhadap rasa tertentu tergantung pada
perbedaan genetik misalnya beberapa orang merupakan supertester yang dapat
merasakan perbedaan kecil dalam rasa. Kesukaan terhadap rasa tertentu juga
dipengaruhi oleh budaya dan proses belajar dari pengalaman masa lalunya
ataupun pengaruh orang-orang terdekat (Wade, 2008).
Penelitian ini lebih difokuskan pada makanan cepat saji yang pada
umumnya menggunakan bumbu-bumbu yang relatif sama dalam penyajiannya.
116
Seperti yang dikemukakan (Moehyi, 1992 dalam Arifyani, 2010) setiap jenis
masakan sudah ditentukan jenis bumbu yang digunakan dan banyaknya masingmasing jenis bumbu itu. Perbedaanya hanya pada selera rasa dari masing-masing
individu.
Oleh karena itu, walaupun akibat dari penggunaan bumbu yang berlebihan
pada tidak dapat dirasakan secara langsung, namun alangkah baiknya jika hal ini
tetap harus diperhatikan karena dengan penambahan bumbu yang berlebih untuk
menciptakan rasa yang sesuai selera beresiko meningkatkan penyakit degeneratif
seperti hipertensi maupun diabetes saat usia lanjut.
10. Hubungan Harga Terhadap Pemilihan Makanan Cepat Saji
Begitupun dengan variabel harga, pendapat yang dikemukakan (Jones, et
al, 2011) yang menyatakan bahwa teori ekonomi mengasumsikan bahwa
perbedaan relatif pada harga sebagian dapat menjelaskan perbedaan antara
individu dalam hal pilihan makanan dan perilaku diet. De Irala-Estevez et al.
(2000) dalam EUFIC , 2005) menyatakan bahwa biaya makanan adalah penentu
utama pilihan makanan. Apakah biaya mahal tergantung fundamental pada
pendapatan seseorang dan status sosial ekonomi.
Dari penelitian ini diketahui jumlah responden yang mengangap variabel
harga merupakan hal yang penting dalam memilih makanan lebih banyak yaitu
sebesar 168 (92,8%) repsonden dibandingkan dengan yang menganggap variabel
bentuk tidak penting yaitu sebesar 13 (7,2%) responden. Sementara bila dilihat
kecenderungan responden yang menganggap harga merupakan variabel tidak
penting memiliki pemilihan makanan yang baik yaitu sebesar (76,9%)
117
dibandingkan yang menganggap harga merupakan variabel yang penting dalam
pemilihan makanan (59,5%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara harga dengan pemilihan makanan cepat saji (p-value =
0,346).
Tidak adanya hubungan ini kemungkinan disebabkan responden dalam
penelitian ini menilai suatu makanan tidak berdasarkan harga namun lebih kepada
penampilan makanan. Dalam menilai suatu objek, indra pengelihatan merupakan
indera yang pertama kali menilai. Sehingga dalam menilai makanan hal yang
menjadi fokus utama konsumen adalah penampilan makanan. Hal ini dapat
dibuktikan dari hasil penelitian ini variabel warna merupakan variabel yang
berhubungan dengan pemilihan makanan cepat saji. Mungkin sebagian besar
responden memiliki anggapan walaupun harganya mahal namun belum tentu
menjamin kualitas bahwa makanan yang dikonsumsinya itu tidak berbahaya bagi
kesehatan tubuh.
Oleh karena itu, anggapan responden yang menganggap harga tidak
penting dalam pemilihan makanan akan lebih baik untuk dipertahankan karena
belum tentu harga yang tinggi menjamin kualitas makananya baik.
11. Hubungan Perpindahan Tempat Tinggal Terhadap Pemilihan Makanan
Cepat Saji
Perbedaan tempat tinggal juga mempengaruhi pilihan makanan. Hal ini
berhubungan dengan lokasi geografis yang berkontribusi terhadap ketersediaan
pangan dan biaya makanan (Dorothy, 2006). Dari pendapat yang dikemukakan
Dorothy (2006) dapat disimpulkan bahwa pebedaan geografis menyebabkan
118
beraneka ragam pula makanan yang tersedia. Misalnya; kehidupan di kota lebih
memiliki ketersediaan yang lebih banyak dan bervariasi serta kemudahan akses
terhadap suatu pangan daripada kehidupan di desa, sehingga hal tersebut lebih
mendorong seseorang untuk mencoba sesuatu yang belum pernah ditemukan di
tempat tinggal sebelumnya.
Hasil analisis statistik menunjukkan jumlah responden yang melakukan
mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak yaitu sebesar (72,4%)
responden dibandingkan dengan responden yang tidak berpindah tempat tinggal
yaitu sebesar (27,6%) responden. Sementara, bila dilihat kecenderungannya
responden yang memiliki pemilihan makanan baik lebih banyak pada respoden
yang tidak berpindah tempat tinggal/mengekos (70%) dibandingkan dengan
responden yang berpindah tempat tinggal/mengekos (53,7%) hal ini kemungkinan
disebabkan seseorang yang tidak berpindah tempat tinggal kemungkinan
pengaruh keluarganya lebih dominan dalam memilih makanan, karena keluarga
merupakan lingkungan yang paling dekat bagi semua anggota keluarga, dengan
semakin dekat dengan keluarga hubungannya semakin erat karena perhatian yang
dicurahkan lebih tersampaikan. Sementara bila dilihat hubungannya, tidak ada
hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan makanan cepat saji (pvalue = 0,161).
Tidak adanya hubungan antara perpindahan penduduk dengan pemilihan
makanan cepat saji kemungkinan disebabkan karena variasi makanan yang
ditawarkan ditempat tinggal saat kuliah tidak berbeda jauh dengan variasi
makanan di tempat tinggal aslinya. Sehingga dalam hal ini walaupun terdapat
119
perbedaan geografis namun makanan yang tersedia sama dengan lingkungan
sebelumnya, hal ini menyebabkan pemilihan makanan respondenen tidak jauh
berbeda dengan pemilihan makanan di tempat asalnya. Akibatnya dalam hal ini
perpindahan penduduk tidak mempengaruhi pemilihan makanan cepat saji.
Oleh karena itu, diharapkan pada responden yang mengekos untuk lebih
memberikan perhatiannya pada pemilihan makanan cepat saji, walaupun dalam
hal ini responden yang mengekos jauh dari keluarga sehingga pengawasan
keluarga kurang, merubah perilaku makan menjadi sehat sudah menjadi
kewajiban utama pada setiap individu.
BAB VII
PENUTUP
A. Simpulan
1. Jumlah responden yang melakukan pemilihan makanan cepat saji dengan baik lebih
tinggi dibandingkan dengan responden yang melakukan pemilihan makanan cepat
saji kurang baik.
2. Pada variabel faktor individu diketahui bahwa; responden yang ikut dalam penelitian
ini lebih banyak perempuan, jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik lebih
tinggi, jumlah responden yang memiliki status gizi normal lebih banyak, jumlah
responden yang uang saku 20000 dalam sehari lebih tinggi.
3. Pada variabel faktor makanan diketahui bahwa; jumlah responden yang mengangap
penting variabel rasa, tekstur, warna, bentuk, bumbu, dan harga lebih tinggi dari yang
menganggap variabel tersebut tidak penting.
4. Pada variabel lingkungan dapat diketahui bahwa jumlah responden yang melakukan
mengekos/perpindahan tempat tinggal lebih banyak dari pada yang tidak
mengekos/perpindahan tempat tinggal.
5. Pada faktor individu dapat diketahui tidak ada hubungan antara jenis kelamin,
pengetahuan, uang saku terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun
terdapat hubungan yang signifikan pada variabel status gizi.
6. Pada faktor makan dapat diketahui tidak ada hubungan antara rasa, tekstur, bentuk,
harga, bumbu terhadap pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas
120
121
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012 namun terdapat
hubungan yang signifikan pada variabel warna makanan.
7.
Pada faktor lingkungan dapat diketahui tidak ada perpindahan penduduk terhadap
pemilihan makanan cepat saji pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Tahun UIN Jakarta Tahun 2012.
B. Saran
1. Pemilihan makanan pada mahasiswa FKIK lebih mengarah pada kesadaran akan
keamanan pangan, namun rendah perhatiannya dalam hal kandungan gizi dari
makanan cepat saji tersebut. Oleh karena itu, akan lebih baik jika keduanya mendapat
perhatian yang sama. Perhatian akan kandungan gizi bisa mengurangi resiko
terjadinya penyakit degenerative di kemudian hari.
2. Diharapkan untuk laki-laki lebih memperhatikan pemilihan makanannya, terutama
yang berpengaruh terhadap status gizi dan keamanan pangan seperti warna makanan.
Umunya pada kedua variabel ini laki-laki menunjukan keterlibatan yang rendah
dimana laki-laki kurang mempertimbangkan makanan yang rendah kalori dan lemak
serta perhatian yang rendah terhadap warna yang mencolok pada makanan. Tanpa
pertimbangan yang baik dikhawatirkan dapat beresiko mengalami berbagai masalah
yang ditimbulkan akibat konsumsi makanan yang salah seperti obesitas. Sementara
untuk perempuan diharapkan dapat mempertahankan perilaku pemilihan makanan
tersebut.
3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan melakukan penelitian kembali tetang perilaku
pemilihan makanan cepat saji ini, dengan variabel-variabel yang diteliti pada
122
penelitian ini atau menambah variabel-variabel baru. Dan menggukan analisis yang
lebih mendalam lagi seperti analisis multivariat.
DAFTAR PUSTAKA
Aristi, Dela. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan biasa pada
pasien pasca melahirhan kelas III di rumah sakit umu kabupaten Tangerang tahun
2010. FKIK UIN Jakarta.
Azrimaidaliza, Idral Punakarya. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
makanan pada remaja di kota padang sumatera barat tahun 2008. Jurnal
kesehatan masyarakat volume, 6 nomor 1 Agustus 2011.
Badan Litbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. diunduh dalam
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Bahan Tambahan
Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B. Direktorat Standardisasi Produk
Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pencantuman
Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan Polistirena
Foam (Styrofoam). Jurnal Vol. 9, No. 5, September 2008 hal 1. Edisi September
2008.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Informasi Nilai Gizi
Produk Pangan (manfaat dan cara pencantumannya. Jurnal Volume 10, No.5
September 2009. Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Artikel Cermat
Memilih Kemasan Pangan Untuk Menghindari Keracunan. Diunduh dari
ik.pom.go.id/wp-content/.../cermat-memilih-kemasan-pangan.pdf pada 21 Agustus
2012.
Caraher M. (1999). The state of cooking in England: The Relationship Of Cooking Skills
To Food Choice. Br Food J 109:590-609.
Center for Advancing Health. 2009. Nutrition Facts Panels. Case Study: Fda Nutrition
Fact Panels.
Emalia, Risa Dona, Rini Mutahar , Fatmalina Febry. 2009. Hubungan Iklan Makanan
Dan Minuman Di Media Massa Dengan Frekuensi Konsumsi Junk Food Pada
Remaja Di SMA Negeri 13 Palembang Tahun 2009.
European Food International Council (EUFIC). 2005. The Determinants of Food Choice.
Diunduh dalam http://www.eufic.org/article/en/expid/review-food-choice/ pada 16
Desember 2011 pukul 20.44 WIB.
Hartati, Yuli. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Ikan Dan
Status Gizi Anak 1 2 Tahun Di Kecamatan Gandus Kota Palembang. Program
Studi Magister Gizi Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Semarang.
Haryati, Fitria. 2000. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Fast-Food
Modern Waralaba Dan Tradisional Pada Siswa Smu Negeri Di Jakarta Selatan. Gizi
Masyarakat Fakultas Pertanian. Institut Tekhnologi Bandung.
Haryati, Rita. 2009. Pengoptimuman Tiga Formulasi Sata Pada Bangsa Indonesia,
Melayu
Dan
Cina
Melalui
Penilaian Sensori.
Diunduh
dalam
http://jurnalfloratek.wordpress.com/tag/sensori/
Heidy. 2012. Tanya jawab dokter Ingin cepat langsing. Diunduh dalam
http://www.tanyadok.com/konsultasi/ingin-cepat-langsing pada 28 desember 2012.
Hidayati Siti Nurul, Rudi Irawan, Boerhan Hidayat. 2005. Obesitas Pada Anak. Divisi
Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakiultas
Kedokteran Universitas Air langga. Surbaya.
Indrawati, Anak Agung Ayu Diah. 2011. Tesis Perlindungan Hukum Konsumen Dalam
Pelabelan Produk Pangan. Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.
Jones and Barlet. 2011. Overview of Determinants of Food Choice and Dietary Change:
Implications for Nutrition Education.
Khomsan A. Teknik pengukuran pengetahuan. Bogor: Institut Pertanian Bogor;2000.
Ladock Jason. 2012. Articles: What Is Your Ideal Calorie Intake?.
http://www.healthguidance.org/entry/11184/1/What-Is-Your-Ideal-CalorieIntake.html diunduh pada 13 juli 2012 pukul 22.05.
Magoulas, Costa. 2003. How color affects food choices. University of Nevada, Las
Vegas Bachelor of Arts Warner Southern University
Muwakhidah dan Dian Tri . 2008. Faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas
pada remaja dalam Jurnal Kesehatan, I , Hal 133-140. Prodi gizi fakultas ilmu
kesehatan universitas muhammadiyah Surakarta.
LAMPIRAN
Identitas responden
(Salam). Saya Peneliti dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang
melakukan penelitian untuk meningkatkan Program gizi dan kesehatan reproduksi remaja. Saya akan
bertanya mengenai beberapa hal, termasuk di dalamnya mengenai Pemilihan Makanan cepat saji.
Pengisian kuesioner ini akan berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Besar harapan kami anda dapat
mengisi kuesioner ini secara lengkap dan jujur.
Jawaban anda akan Saya rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan mengetahuinya, Kemudian
akan dibawa dan disimpan, dan hanya beberapa orang dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan sponsor dari penelitian ini yang diizinkan melihatnya. Setelah penelitian
selesai, kuesioner ini akan dimusnahkan. Jawaban anda tidak akan berdampak negatif terhadap
proses pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Salam,
Peneliti
(Diisi
Pengumpul
Data)
A.
FAKTOR INDIVIDU
A1. Berapa rata-rata uang saku yang Anda terima dalam satu hari?
Jawab : Rp..........
B.
B1. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah kalori?
1.
Tidak
B2. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah lemak?
1.
Tidak
B1 [
B2 [
B3 [
B4 [
B5 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B3. Dalam memilih makanan Anda selalu memilih makanan yang rendah natrium?
1. Tidak 2. Kadang-kadang 3. Selalu
B4. Memiliki informasi kandungan gizi yang jelas (pada makanan kemasan)?
1.
Tidak
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B5. Memiliki daftar komposisi makanan yang jelas (pada makanan kemasan)?
Identitas responden
Ruang
Entry
Item Pertanyaan
(Diisi
Pengumpul
Data)
1.
Tidak
2. Kadang-kadang 3. Selalu
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
B10 [
B11 [
B12 [
B13 [
B14 [
C1 [
C2 [
C3 [
C4 [
C5 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B13. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan stryofoam)?
1.
B9 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B12. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan palstik hitam)?
1.
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B8 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B10. Selalu memperhatikan penggunaan jenis pengawet makanan (pada makanan kemasan)
1.
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B9. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan dengan pemanis yang kuat)?
1.
B7 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B8. Mempertimbangkan bahan tambahan pangan (tidak memilih makanan penyedap rasa yang tajam)?
1.
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B7. Mempertimbangkan warna (tidak memilih makanan dengan warna yang mencolok)?
1.
B6 [
2. Kadang-kadang 3. Selalu
B14. Membertimbangkan kemasan (tidak memilih makanan yang dikemas dengan kemasan kertas
bekas/bertinta)?
1.
C.
Tidak
2. Kadang-kadang 3. Selalu
PENGETAHUAN
C1. Makanan cepat saji merupakan makanan yang tinggi akan kalori, kadar lemak, gula, sodium (Na), vitamin A,
asam askorbat, kalsium, dan serat?
1.
Benar
2. Salah
C2. Makanan sejenis fast food maupun junk food dapat menggantikan makanan utama karena memiliki zat gizi
yang sama?
1.
Benar
2. Salah
C3. Ciri dari dengan makanan yang mengandung pewarna sintesis berbahaya adalah memiliki warna mencolok?
1.
Benar
2. Salah
C4. Konsumsi makanan berbahan dasar kentang, umbi, serealia, yang diolah secara ekstrusi (dengan pengolahan
menjadi sejenis chiki) memiliki kandungan gizi yang sama dengan makanan berbahan dasa kentang, umbi,
serealia, tepung yang diolah secara direbus?
1.
Benar
2. Salah
C5. Asam asetat merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada makanan?
Identitas responden
Ruang
Entry
Item Pertanyaan
(Diisi
Pengumpul
Data)
1.
Benar
2. Salah
C6. Asam boric dan Kloramfenikol merupakan beberapa bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan pada
C6 [
C7 [
C8 [
C9 [
C10 [
D1 [
D2 [
makanan?
1.
Benar
2. Salah
C7. Stryofoam merupakan pembungkus makanan kemasan yang dianjurkan dalam membungkus makanan?
1.
Benar
2. Salah
C8. Pengunaan plastik sebagai pembungkus makanan menyebabkan resiko terjadinya perpindahan bahan kimia
plastik kedalam makanan?
1.
Benar
2. Salah
C9. Kemasan Kaca/Gelas dan Porselen merupakan pembungkus kemasan tidak dianjurkan dalam membungkus
makanan?
1.
Benar
2. Salah
C10. Penyimpanan makanan terkemas pada suhu tinggi dapat meningkatkan perpindahan bahan kimia ke dalam
makanan?
1.
D.
Benar
2. Salah
FAKTOR MAKANAN
Berikut adalah beberapa kriteria yang terkait dalam penerimaan atau pemilihan suatu produk makanan.
Anda diminta untuk menibang sejauh mana pentingnya masing-masing kriteria tersebut ketika memilih suatu
produk makanan (khususnya makanan cepat saji).
D1. Rasa
1.
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D3 [
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D4 [
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D5 [
D6 [
D2. Tekstur
1.
D3. Warna
1.
D4. Bentuk
1. Sangat tidak penting
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D5. Bumbu
1. Sangat tidak penting
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
2. Tidak penting
3. Penting
4. Sangat penting
D6. Harga
1. Sangat tidak penting
Identitas responden
Ruang
Entry
Item Pertanyaan
(Diisi
Pengumpul
Data)
E.
FAKTOR LINGKUNGAN
E1. Apakah untuk kuliah dikampus ini Anda berpindah tempat tinggal/kos?
1.
F.
E1 [
F1 [
F2 [
F3 [
F4 [
F5 [
F6 [
F7 [
F8 [
F9 [
F10 [
JENIS MAKANAN
Isilah titik-titik pada pertanyaan dibawah ini!
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
Identitas responden
Ruang
Entry
Item Pertanyaan
(Diisi
Pengumpul
Data)
1.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
F11 [
F12 [
F13 [
F14 [
F15 [
F16 [
F17 [
F18 [
F19 [
Identitas responden
Ruang Entry
Daftar Pertanyaan
(Diisi Pengumpul
Data)
1. Kesmas
3. Farmasi
4. Keperawatan
:__
2. PSPD
A1 [ ]
A2 [
2. Perempuan
][
A3[
A5 [
:____________
][
][ ]
Frequency Table
kat_pem_mak
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
71
39.2
39.2
39.2
110
60.8
60.8
100.0
Total
181
100.0
100.0
kat_pengethuan
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
40
22.1
22.1
22.1
pengetahuan baik
141
77.9
77.9
100.0
Total
181
100.0
100.0
IMT_BARU
Cumulative
Frequency
Valid
Cumulative Percent
KURUS
NORMAL
GEMUK
Total
Percent
Valid Percent
Percent
58
32.0
32.0
32.0
112
61.9
61.9
93.9
11
6.1
6.1
100.0
181
100.0
100.0
Jenis Kelamin
Frequency
Valid
laki-laki
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
27
14.9
14.9
14.9
perempuan
154
85.1
85.1
100.0
Total
181
100.0
100.0
Jumlah Keluarga
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<=4
65
35.9
35.9
35.9
>4
116
64.1
64.1
100.0
Total
181
100.0
100.0
kos/berpindah
Frequency
Valid
ya
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
131
72.4
72.4
72.4
tidak
50
27.6
27.6
100.0
Total
181
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Percent
77
42.5
42.5
42.5
104
57.5
57.5
100.0
Total
181
100.0
100.0
Frequencies
[DataSet1] F:\data survei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Frequency Table
RASA_BARU
Frequency
Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3.3
3.3
3.3
PENTING
175
96.7
96.7
100.0
Total
181
100.0
100.0
tekstur_baru
Frequency
Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
22
12.2
12.2
12.2
PENTING
159
87.8
87.8
100.0
Total
181
100.0
100.0
WARNA_BARU
Frequency
Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
29
16.0
16.0
16.0
PENTING
152
84.0
84.0
100.0
Total
181
100.0
100.0
BENTUK_BARU
Frequency
Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
34
18.8
18.8
18.8
PENTING
147
81.2
81.2
100.0
Total
181
100.0
100.0
HARGA_BARU
Frequency
Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
13
7.2
7.2
7.2
PENTING
168
92.8
92.8
100.0
Total
181
100.0
100.0
BUMBU_BARU
Frequency
Valid
TIDAK PENTING
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2.8
2.8
2.8
PENTING
176
97.2
97.2
100.0
Total
181
100.0
100.0
ANALISIS BIVARIAT
Logistic Regression
Dependent Variable Encoding
Original Value
Internal Value
KURUS
NORMAL
GEMUK
(1)
(2)
58
1.000
.000
112
.000
1.000
11
.000
.000
a,b
Predicted
kat_pem_mak
pemilihan
Observed
Step 0
kat_pem_mak
makanan kurang
pemilihan
Percentage
baik
makanan baik
Correct
71
.0
110
100.0
Overall Percentage
a. Constant is included in the model.
60.8
Classification Table
a,b
Predicted
kat_pem_mak
pemilihan
makanan kurang
pemilihan
Percentage
baik
makanan baik
Correct
Observed
Step 0
kat_pem_mak
71
.0
110
100.0
Overall Percentage
60.8
Constant
S.E.
.438
Wald
.152
df
8.270
Sig.
1
Exp(B)
.004
Variables
IMT_BARU
df
Sig.
14.269
.001
IMT_BARU(1)
9.103
.003
IMT_BARU(2)
13.992
.000
14.269
.001
Overall Statistics
Classification Table
1.549
Predicted
kat_pem_mak
pemilihan
makanan kurang
pemilihan
Percentage
baik
makanan baik
Correct
Observed
Step 1
kat_pem_mak
39
32
54.9
30
80
72.7
Overall Percentage
65.7
95.0% C.I
B
Step 1
S.E.
Wald
IMT_BARU
df
Sig.
Exp(B)
13.723
.001
IMT_BARU(1)
.352
.680
.268
.605
1.422
.375
IMT_BARU(2)
1.476
.661
4.989
.026
4.375
1.198
Constant
-.560
.627
.797
.372
.571
Correlation Matrix
Constant
Step 1
Lower
IMT_BARU(1)
IMT_BARU(2)
Constant
1.000
-.922
-.949
IMT_BARU(1)
-.922
1.000
.874
IMT_BARU(2)
-.949
.874
1.000
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
Jenis Kelamin
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
laki-laki
15
12
27
perempuan
56
98
154
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.060
2.790
.095
3.465
.063
3.549
b
df
.086
3.530
.060
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.59.
b. Computed only for a 2x2 table
.049
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for Jenis Kelamin
(laki-laki / perempuan)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.188
.957
5.002
1.528
1.027
2.272
.698
.451
1.083
181
CROSSTABS
/TABLES=kat_pengethuan BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
Count
kat_pem_mak
pemilihan
kat_pengethuan
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
18
22
40
pengetahuan baik
53
88
141
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.397
.441
.507
.711
.399
.718
b
df
.464
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
.714
.398
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.69.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
1.358
.668
2.763
1.197
.800
1.792
.881
.648
1.199
pengetahuan baik)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik
N of Valid Cases
181
.252
CROSSTABS
/TABLES=RASA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
181
RASA_BARU
TIDAK PENTING
PENTING
Total
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Percent
Total
70
105
175
71
110
181
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.250
.527
.468
1.489
.222
1.325
b
df
.406
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
1.318
.251
181
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for RASA_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik
N of Valid Cases
Lower
Upper
.300
.034
2.623
.417
.069
2.517
1.389
.952
2.026
181
CROSSTABS
/TABLES=tekstur_baru BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
.241
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
tekstur_baru
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
TIDAK PENTING
12
10
22
PENTING
59
100
159
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.116
1.788
.181
2.405
.121
2.465
b
df
.161
2.452
.117
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.63.
b. Computed only for a 2x2 table
.092
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for tekstur_baru
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.034
.828
4.996
1.470
.954
2.264
.723
.450
1.160
181
CROSSTABS
/TABLES=WARNA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
WARNA_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
TIDAK PENTING
17
12
29
PENTING
54
98
152
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.020
4.523
.033
5.318
.021
5.449
b
df
.023
5.418
.020
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.38.
b. Computed only for a 2x2 table
.018
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for WARNA_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.571
1.143
5.781
1.650
1.136
2.397
.642
.410
1.006
181
CROSSTABS
/TABLES=BENTUK_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
BENTUK_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
TIDAK PENTING
12
22
34
PENTING
59
88
147
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.602
.106
.744
.274
.600
.272
b
df
.698
.270
.603
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.34.
b. Computed only for a 2x2 table
.375
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for BENTUK_BARU
.374
1.769
.879
.535
1.444
1.081
.816
1.432
Upper
.814
Lower
N of Valid Cases
181
CROSSTABS
/TABLES=HARGA_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
HARGA_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
TIDAK PENTING
PENTING
Total
Total
10
13
68
100
168
71
110
181
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.216
.889
.346
1.640
.200
1.532
b
df
.254
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
1.524
.217
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.10.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for HARGA_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik
Lower
Upper
.441
.117
1.662
.570
.208
1.564
1.292
.936
1.785
.174
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for HARGA_BARU
.117
1.662
.570
.208
1.564
1.292
.936
1.785
Upper
.441
Lower
N of Valid Cases
181
CROSSTABS
/TABLES=BUMBU_BARU BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
BUMBU_BARU
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
TIDAK PENTING
PENTING
Total
Total
68
108
176
71
110
181
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.335
.250
.617
.903
.342
.931
b
df
.382
.926
.336
181
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.96.
b. Computed only for a 2x2 table
.302
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for BUMBU_BARU
(TIDAK PENTING / PENTING)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
2.382
.388
14.626
1.553
.741
3.253
.652
.221
1.919
181
CROSSTABS
/TABLES=kos_pindah BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
kos/berpindah
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
ya
56
75
131
tidak
15
35
50
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.116
1.961
.161
2.524
.112
2.467
b
df
.128
2.453
.117
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.61.
b. Computed only for a 2x2 table
.080
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for kos/berpindah
(ya / tidak)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
Lower
Upper
1.742
.868
3.498
1.425
.893
2.274
.818
.647
1.034
181
CROSSTABS
/TABLES=uang_saku_baru BY kat_pem_mak
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] E:\data skripsi yang bener\skripsi edit 5\ANALISIS DATA SPSS\data su
rvei gizi+kespro punya ika 2 baru.sav
Missing
Percent
181
100.0%
Total
Percent
0
.0%
Percent
181
100.0%
uang_saku_baru
makanan kurang
pemilihan
baik
makanan baik
Total
28
49
77
43
61
104
71
110
181
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
sided)
sided)
sided)
.497
.275
.600
.462
.497
.461
b
df
.540
.458
.498
181
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.20.
b. Computed only for a 2x2 table
.300
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
.811
.442
1.487
.879
.605
1.278
1.085
.859
1.370
diatas rata-rata)
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan kurang baik
For cohort kat_pem_mak =
pemilihan makanan baik
N of Valid Cases
181