Anda di halaman 1dari 32

Israiliyyat dalam Tafsir

A.Pendahuluan
Pada masa Rasullullah hidup, para sahabat manakala menemukan
kesulitan dalam memahami suatu ayat di dalam Al-Quran mereka
langsung bertanya kepada Rasul. Kemudian Rasul menjawabnya dan
memberikan penjelasan terhadap makna kandungan ayat tersebut.
Penafsiran Al-Quran pada masa Rasul adalah penjelasan secara langsung
oleh beliau sendiri, karena orang yang memahami Al-Quran adalah
Rasullullah. Keadaan ini berlangsung sampai Rasul wafat.
Ketika Rasul wafat, para sahabat banyak menemukan kesulitan dalam
memahami suatu ayat. Sumber penafsiran pada masa sahabat yaitu
mereka menggunakan Al-Quran, Hadits Rasul, mereka juga menanyakan
kepada sahabat yang terlibat langsung serta yang memahami ayat
tersebut. Apabila hal tersebut tidak ditemukan, mereka melakukan ijtihad
yaitu yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas
intelektual dan juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Sedangkan sumber penafsiran pada masa tabiin adalah dengan
menggunakan Al-Quran, Hadits Rasul yaitu apa yang diriwayatkan
Sahabat dari Rasullulah, dari apa yang diriwayatkan sahabat dari tafsir
mereka dan melakukan ijtihad yang berdasarkan Al-Quran dan hadits.
Dan juga mengambil dari Ahli kitab yang berdasarkan kitab mereka.
Selain mereka bertanya kepada sahabat, mereka juga menanyakan
beberapa masalah, seperti kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Quran
dan kisah-kisah umat terdahulu kepada tokoh-tokoh Ahli Kitab yang telah
memeluk islam yaitu orang Yahudi dan Nasrani. Hal inilah yang kemudian
menjadi awal lahirnya Israiliyat.
Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan tentang pengertian
israiliyat, bagaimana proses masuk dan berkembangnya israiliyat dalam
tafsir, tokoh-tokoh israiliyat, macam-macam israiliyat beserta contohnya
dan pandangan ulama terhadap israiliyat dalam penafsiran suatu ayat AlQuran.
B.Pengertian Israiliyyat
Secara bahasa kata Israiliyat merupakan kata jamak. Mufratnya
diambil dari kata israiliyah, yang dinisbahkan kepada Bani Israil
(keturunan Israil). Kata Israiliyah merupakan bentuk kata yang
dinisbahkan kepada kata Israil yang berasal dari kata Ibrani, Isra yang
berarti hamba dan Il berarti Tuhan/Allah. Bani israil adalah keturunan dari
Nabi Yaqub a.s. yang berkembang hingga Nabi Musa a.s. dan seterusnya
nabi yang datang silih berganti sehinggalah keturunan yang terakhir yaitu
Nabi Isa a.s. Keturunan Nabi Yakub atau Bani Israil sejak beberapa zaman
lalu disebut dengan nama Yahudi 1[1]. Keturunan pada masa Nabi Isa a.s.
disebut dengan nama Nasrani. Istilah lain yang dipakai dalam Al-Quran
untuk umat Yahudi dan Nasrani adalah Ahl Kitab.
Secara Istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan
Israiliyat. Menurut Syeikh Muhammad Husein Az-zahabi adalah makna
lahiriyah dari Israiliyat adalah pengaruh kebudayaan Yahudi dan Nasrani
terhadap penafsiran Al-Quran. Kisah yang dimasukkan dalam tafsir yang
1

periwayatannya kepada sumber Yahudi dan Nasrani 2[2]. Menurut Amin AlKhuli Israiliyat adalah informasi-informasi yang berasal dari ahli kitab yang
menjelaskan nash-nash Al-Quran. Sedangkan Menurut Sayyid Ahmad
Khalil mendefinisikan Israiliyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari
ahli kitab baik yang berhubungan dengan agama mereka maupun yang
tidak ada hubungannya sama sekali dengannya. Penisbahan riwayat
Israiliyat kepada Yahudi karena para perawinya berasal dari kalangan
mereka yang sudah masuk islam.
Orang-orang Yahudi kitab mereka yaitu kitab Taurat sebagaimana
Firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah:44 yaitu:

Artinya: Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya


terdapat petunjuk dan cahaya... (Q.S. Al-Maidah:44)
Dan di dalam ayat berikutnya dijelskan hukum yang terdapat di dalam
kitab Taurat:

Artinya:Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa


nyawa dibalasdengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qisasnya
(balasan yang sama)... (Q.S.Al-Maidah:45)
Kaum yahudi bukan hanya kitab taurat, akan tetapi ada nash-nash
dan teks-teks lainnya yang tidak ditulis yang terdapat pada masa Nabi
Musa akan tetapi melalui musyafahah (lisan), sehingga didapatilah kisahkisah, sejarah-sejarah, tasyri,cerita-cerita dan lain sebagainya3[3].
Sedangkan Kaum Nasrani kitabnya adalah kitab Injil, sebagaimana
Firman Allah:

Artinya:Kemudian kami susulkan rasul-rasul kami mengikuti jejak mereka


dan kami susulkan (pula) Isa Putra Maryam. Dan kami berikan berikan Injil
kepadanya..(Q.S.Al-Hadid:27)
Kitab Taurat adalah kitab atau sumber pertama bagi kaum Yahudi,
sedangkan Injil adalah kitabnya kaum Nasrani. Apabila kita perhatikan
dalam kitab Taurat dan Injil maka akan kita dapati bahwa banyak juga
mencakup di dalam Al-Quran, khususnya yaitu kisah-kisah para Nabi dan
umat-umat terdahulu4[4]. Perbedaannya terletak pada secara umum dan
terperinci. Maka Al-Quran apabila ingin mengisahkan salah satu dari kisah
para Nabi misalnya, maka menceritakannya dari segi lain yang tidak sama
dengan kitab Taurat dan injil. Di dalam Al-Quran tidak disebutkan secara
mendetail permasalahan kisahnya dan tidak disebutkan waktu kejadian
sejarahnya dan tidak pula disebutkan orangnya (pelaku) karena Faedah
2
3
4

kisah-kisah dalam al-Quran adalah untuk mengambil ibrah (pelajaran).


Sebagaimana Firman Allah Q.S.Yusuf:111 yaitu:

Artinya: Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang yang mempunyai akal. (Al-Quran) itu bukanlah cerita yang dibuatbuat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan
segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman.
C.Sejarah timbulnya Israiliyat dalam Tafsir
Orang-orang Arab telah berinteraksi dengan orang Yahudi jauh
sebelum Rasulullah datang membawa ajaran Islam. Orang-orang Arab
adakalanya menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan alam
semesta, rahasia-rahasia yang terkandung dalam pencipataan alam,
sejarah masa lalu, tokoh-tokoh terdahulu atau suatu peristiwa yang terjadi
pada masa lalu kepada orang Yahudi karena mereka memiliki
pengetahuan dari kitab Taurat atau kitab-kitab sebelumnya5[5].
Orang-orang Yahudi yang menerima ajaran islam yaitu yang telah
memeluk agama islam seperti Abdullah bin Salam dan Kaab al-Ahbar
masuk islam pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Para
sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas pernah bertanya kepada
orang-orang Yahudi tersebut tentang beberapa peristiwa masa lalu, akan
tetapi tidak berhubungan dengan aqidah. Rasulullah sendiri dalam
menyikapi berita dari kalangan sahabat yang dulunya Ahl Kitab sangatlah
bijaksana. Beliau tidak menyatakan bahwa segala sesuatu yang
bersumber dari orang Yahudi pasti salah dan demikian juga tidak langsung
membenarkannya. Beliau mengingatkan untuk berhati-hati dalam
menerimanya. Sebagaimana sabda Nabi:


"



...

Janganlah kamu membenarkan (keterangan) Ahl Kitab dan jangan pula


mendustakannya. Tetapi katakanlah Kami beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kami...(HR.Bukhari)
Dan di dalam hadits lain Nabi memperingatkan para penyampai
berita atau kisah-kisah itu agar tidak menyimpang dalam
menceritakannya.



Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat. Dan ceritakanlah dari
Bani Israil karena yang demikian itu tidak dilarang. Tetapi barang siapa
yang berdusta atas namaku dengan sengaja, bersiap-siaplah menempati
tempatnya di tempatnya di neraka6[6].
5
6

1.

2.
3.

4.

Ketika Ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan


keagaamaan mereka berupa cerita-cerita dan kisah-kisah keagaamaan
Saat mereka membaca kisah-kisah dalam Al-Quran terkadang mereka
paparkan rincian kisah tersebut yang terdapat dalam kitab-kitab mereka.
Ketika mereka membaca ayat Al-Quran dan ketika ayat Al-Quran itu
menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberikan komentar
berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka
sebelumnya7[7].
Pada masa Tabiin, periwayatan israiliyat semakin banyak disebabkan
kecenderungan orang-orang pada masa itu yang ingin mengetahui segala
sesuatu tentang umat-umat terdahulu dan semakin banyaknya ahli kitab
yang memeluk agama islam, sehingga pengaruh israiliyat sangat besar
dalam penafsiran Al-Quran. Para mufassir klasik banyak memuat kisahkisah israiliyat dalam kitab tafsirnya, seperti kitab tafsir Jami al-Bayan f
Tafsiril Quran karya Ibnu Jarir Ath-Thabari dan kitab tafsir lainnya.
Tokoh-Tokoh Periwayat Israiliyat yaitu:
Abdullah bin Salam nama lengkap beliau adalah Abu Yusuf Abdullah bin
Salam bin Harist Al-Israil Al-Anshari beliau mempunyai ilmu pengetahuan
yang paling alim dikalangan bangsa Yahudi pada masa sebelum masuk
islam maupun sesudah masuk islam. Kitab-kitab tafsir banyak memuat
riwayat-riwayat yang disandarkan kepada beliau diantaranya Tafsir AthThabari.
Kaab Al-Akhbar nama lengkap beliau adalah Abu Ishaq Kaab bin Mani AlHindiari. Beliau berasal dari Yahudi Yaman dari keluarga Ziraim.
Wahab bin Munabbih nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Wahab bin
Munabbih bin Sij Zinas Al-Yamani Ash-Shani lahir pada tahun 34 H dari
keluarga keturunan Persia yang migrasi ke negeri Yaman dan meninggal
pada tahun 110 H.
Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Beliau adalah orang Nasrani, orang
pengarang pertama kitab di Hijaz. Beliau adalah tokoh israiliyat pada
masa tabiin. Apabila kita melihat dalam kitab Tafsir Ath-Thabari, yaitu
ayat-ayat tentang Nasrani, maka riwayat israiliyat tersebut banyak
diriwayatkan oleh Ibnu Juraij8[8].
Para ulama berbeda pendapat dalam mengakui dan mempercayai
Ahli Kitab tersebut, ada yang menolak dan ada yang menerimanya.
Perbedaan pendapat paling besar adalah mengenai Kaab Al-Akhbar.
Sedangkan Abdullah bin Salam adalah orang yang pandai dan paling
tinggi kedudukannya. Karena itu Bukhari dan Ahli hadits lainnya
memegangi dan mempercayainya. Di samping itu kepadanya tidak
dituduhkan hal-hal yang bersifat buruk seperti yang dituduhkan pada
Kaab Al-Akhbar dan Wahab ibn Munabbih9[9].
D.Macam-macam israiliyat beserta contohnya
7
8
9

Macam-macam israiliyat berdasarkan kebenaran dan tidaknya terbagi


menjadi dua yaitu:
-Contoh cerita israiliyat yang benar (shahih), yaitu seperti cerita israiliyat
yang membenarkan apa yang ada di dalam Al-Quran mengenai sifat-sifat
Rasullullah. Allah SWT berfirman:

- --

Artinya:Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami Mengutusmu untuk menjadi


saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,(45) dan untuk
menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai
cahaya yang menerangi.(46)
Di dalam kitab Ibnu Katsir. Imam Ahmad meriwayatkan dari Atha bin
Yasar bahwa ia telah bertemu dengan Abdullah bin Amr, lalu beliau
berkata kepadanya, Beritahukan kepadaku tentang sifat nabi SAW dalam
taurat. Abdullah berkata, baik demi Allah beliau tersifat dalam Taurat
seperti sifatnya dalam al-quran, Wahai Nabi, sesungguhnya bukan
sebagai orang yang berperangai kasar dan bukan berwatak keras. Allah
SWT tidak akan mencabut nyawanya sehingga dengannya ia meluruskan
agama yang bengkok dengan mengatakan, tiada Tuhan selain
Allah,dengannya ia membuka hati yang tertutup, telinga yang tuli dan
mati (hati) yang buta10[10].
Atha berkata Saya telah bertemu Wahab bin Munabbah lalu saya
menanyainya tentang hal itu, maka tidaklah menyalahi satu huruf pun
dalam menyifati nabi sebagaimana dalam Taurat dan Al-Quran.
-Contoh israiliyat yang palsu, seperti legenda gunung Qof yang
mengitari langit dan bumi.
Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi, macam-macam cerita
israiliyat itu terbagi menjadi tiga yaitu:
-cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Seperti nama guru Nabi
Musa a.s yaitu Nabi Khaidir
- israiliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena
bertentangan dengan syariat, itu ditolak, tidak boleh diterima11[11].
-israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu
didiamkan, tidak didustakan dan juga tidak dibenarkan. Jangan
mengimaninya dan jangan pula membohongkannya. Sebagaimana Sabda
Nabi:


"



...

Janganlah kamu membenarkan (keterangan) Ahl Kitab dan jangan pula


mendustakannya. Tetapi katakanlah Kami beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kami...(HR.Bukhari)
Seperti nama-nama ashabul kahfi, warna anjing mereka, tongkat nabi
Musa dari pohon apa, nama burung yang dihidupkan Allah kepada Nabi
10
11

Ibrahim, nama sapi yang dipukul oleh Bani Israil dan lain
sebagainya12[12].
E.Pendapat Ulama tentang Israiliyat dalam Tafsir
Para ulama tidak menetapkan hukum secara mutlaq terhadap
israiliyat dalam tafsir, boleh mengambil riwayat israiliyat asal tidak
berhubungan dengan aqidah. Hal ini di sebabkan adanya dalil yang
membolehkan untuk mengambil dari ahli kitab dan ada juga hadis
rasulullah yang melarang hal tersebut. Menyikapi kedua hal tersebut para
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud Rasulullah untuk mengambil
riwayat dari Ahli Kitab sesungguhnya tidaklah mutlak namun terikat hanya
pada riwayat yang baik dan cerita yang tidak jelas status benar atau
dustanya. Kisah israiliyat telah tersebar di sebagian kitab tafsir maka
diperlukan sikap kehati-hatian bagi siapa saja yang mendapati beritaberita yang bernuansa israiliyyat,yaitu dengan mengikuti kaidah-kaidah
dalam periwayatan israiliyat sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian terhadap rawi-rawi sanadnya.
2. Melakukan pengamatan terhadap matan atau kandungan riwayat
tersebut.
3. Merujuk kepada para ulama yang mendalami persoalan ini .
F.Penutup
Al-Quran dalam menceritakan kisah-kisah umat terdahulu tidak
bersifat rinci dan mendetail. Al-Quran tidak menjelaskan secara runtut
tentang nama tokoh-tokohnya, waktu dan tempat kejadian atau bagian
lain dari kisah tersebut. Karena tujuan kisah-kisah dalam Al-Quran
adalah untuk memberikan ibrah atau pelajaran dan nilai-nilai yang bisa
terwujud dari pemaparan tersebut. Israiliyat adalah kisah-kisah yang
disampaikan oleh Ahl Kitab yaitu orang Yahudi dan Nasrani setelah
mereka memeluk islam. Kisah-kisah yang mereka sampaikan itu adalah
sesuatu yang terdapat didalam kitab mereka yaitu kitab Taurat dan Injil.
Banyak kisah-kisah yang terdapat di Al-Quran memiliki kesamaan di
dalam kitab Taurat dan Injil karena Al-Quran adalah membenarkan kitabkitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk
dan rahmah bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT.
Israiliyat adalah riwayat yang didapat dari orang-orang Yahudi dan
Nasrani yaitu berupa kisah-kisah atau ceerta-cerita yang berkaitan
dengan fakta-fakta sejarah, keadaaan umat pada masa lampau dan hal
lainnya yang pernah terjadi pada para nabi dan rasul. Israiliyat digunakan
dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan antara Al-Quran dengan
Taurat dan Injil dalam beebrapa masalah, khususnya yaitu mengenai
kisah-kisah umat terdahulu, dimana dalam Al-Quran dikisahkan secara
singkat dan ringkas, namun di dalam kitab-kitab sebelumnya dijelaskan
secara panjang lebar. Sebagian contoh kisah-kisah yang dijumpai dalam
kitab-kitab tafsir adalah perahu Nabi Nuh, tentang nama-nama Ashabul
Kahfi beserta anjing mereka, tentang Yajuj dan Majuj, Ratu Balqis negeri
Saba, dan kisah-kisah para Nabi seperti Nabi Sulaiman, Nabi Ayyub, Nabi
Daud juga tentang Raja Dzulqarnain, malaikat Harut dan Marut, tentang
tongkat Nabi Musa dan lain sebagainya.
12

Mengenai pendapat ulama tentang israiliyat dalam tafsir, para ulama


Para ulama tidak menetapkan hukum secara mutlaq terhadap israiliyat
dalam tafsir, boleh mengambil riwayat israiliyat asal tidak berhubungan
dengan aqidah. Hal ini di sebabkan adanya dalil yang membolehkan untuk
mengambil dari ahli kitab dan ada juga hadis rasulullah yang melarang
hal tersebut. Jika berita tersebut berupa kisah-kisah atau cerita umatumat tersebut boleh mengambil dari riwayat Ahli kitab asal tidak
berhubungan dengan aqidah. Berdasarkan Hadits Nabi, Beliau
mengatakan bahwa supaya berhati-hati dalam meriwayatkannya tidak
mengatakan bahwa kisah israiliyat pasti salah dan demikian juga tidak
langsung membenarkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Zulkarnaini.2007.Yahudi dalam Al-Quran.Depok: ElSAQ Press
Adz-Dhahabi,Muhammas Husein, 1976.Tafsir wal Mufassirun.Mesir: Dar alKutub wa Al-Hadits.Jilid I
Ali Ash-Shabuni,Muhammad.1998.Studi Ilmu Al-Quran.Bandung:Pustaka
Setia
Al-Qaththan, Manna.1973.Mabahits f Ulum Al-Quran.Mansyurat Al-Ash
Al-Hadits
, Studi Ilmu-Ilmu AL-Quran.terjemah Mudzakkir
AS.1996. Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa
Ash-Shiddieqiy,Hasbi.2002.Ilmu Al-Quran Tafsir.Semarang:Pustaka Riski
Putra
Baiden,Nashruddin.2005.Wawasan Baru Ilmu Tafsir.Yogyakarata:Pustaka
Pelajar
Ghazali, Muqsith.dkk.2009.Metodologi Studi Al-Quran.Jakarta:Gramedia
Pustaka
Shihab,Quraisy.1992.Membumikan Al-Quran.Bandung:Mizan

Zaini,Muhammad.2005.Ulumul Quran:Studi Pengantar.Banda


Aceh:Yayasan PeNA
Zenrif,M.F.2008.Sintetis Paradigma Studi Al-Quran.Malang:UIN Malang
Press

ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR AL-QURAN


Diposkan oleh Bintu Sahaly di 18.06 1 komentar

Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa al-Quran adalah sumber utama dan pertama
dalam ajaran Islam. Dapat dikatakan, bagi kaum muslimin, al-Quran adalah manuskrip
langit yang paling otentik, yang telah dijamin oleh Allah SWT. akan terjaga dari berbagai
bentuk pemalsuan dan perubahan.
Perhatian dan kecintaan kaum muslimin terhadap al-Quran sangatlah besar. AlQuran tidak hanya dibaca dan dihafal oleh jutaan kaum muslimin di setiap masa. Namun
juga dipelajari, mulai dari bagaimana cara membaca makhraj dan hurufnya, cara penulisan
(rasam) al-Quran, cara menafsirkan, sampai kepada hal yang paling kecil, seperti
menghitung jumlah surah, ayat, kata, bahkan huruf-huruf dalam al-Quran. Bahkan sekarang
kaum muslimin sudah mulai menggali kemujizatan al-Quran yang dihubungkan dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di antara usaha yang dilakukan kaum muslimin untuk mempelajari al-Quran adalah
melalui pemahaman dan tafsir. Para ulama mencurahkan perhatian dalam tafsir al-Quran ini
dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang apa yang dikehendaki Allah,
sehingga al-Quran dapat difahami dengan baik dan diamalkan dengan benar.
Paling tidak ada tiga istilah yang dipakai para ulama untuk menyebut aliran yang
dipakai oleh para ulama mufassir dalam menafsirkan al-Quran, yaitu tafsir bi al-riwayat,
disebut juga tafsir bi al-matsur atau tafsir bi-al-manqul (menafsirkan al-Quran berdasarkan
riwayat dari Rasulallah, Sahabat, tabiin dan tabiut tabiin ), yang kedua tafsir bi al-dirayah,
disebut juga tafsir bi al-rayi wa al-ijtihad atau tafsir bi al-maqul ( menafsirkan al-Quran
dengan bersandarkan kepada dirayat yaitu rasio dan olah pikir serta penelitian terhadap
kaidah-kaidah bahasa), dan tafsir bi al-isyarat atau tafsir isyari (disandarkan kepada tafsir
sufiyah, yaitu menafsirkan al-Quran bukan dengan makna dzahirnya, melainkan dengan
suara hati nurani).[1]
Para sahabat umumnya memakai tafsir bi al-matsur dari pada tafsir bi al-rayi, sebab
mereka sangat berhati-hati dari menjelaskan al-Quran berdasarkan pendapat pribadi. Para
ulama sepakat bahwa tafsir bi al-matsur ini dianggap sebagai metode tafsir yang paling

utama dan lebih selamat dari berbagai kemungkinan penyimpangan. Namun demikian bukan
berarti tafsir dengan riwayat ini tidak ada sisi kelemahannya. Diantara kelemahan tafsir bi almatsur adalah adanya riwayat yang dhaif, mungkar dan maudhu dari riwayat yang
disandarkan kepada Rasulallah, sahabat dan tabiin. Termasuk juga masuknya riwayatriwayat israiliyyat, yang sulit dideteksi kebenarannya, meskipun riwayat israiliyyat ini pada
umumnya sekedar kisah yang menjelaskan sesuatu yang tidak disebutkan dalam al-Quran
secara detil.[2]
Keberadaan riwayat-riwayat israiliyyat dalam kitab-kitab tafsir dikhawatirkan dapat
menimbulkan khurafat dan dapat merusak aqidah islamiyyah. Disamping itu kisah-kisah
israiliyyat tersebut membuka celah bagi para musuh Islam untuk mengatakan bahwa ajaran
Islam adalah agama ciptaan Muhammad yang dipadukan dari ajaran Yahudi dan Nasrani. Dan
bahwa al-Quran adalah kitab karangan Muhammad, disebabkan isinya yang banyak
membincang tentang kaum-kaum dan nabi-nabi terdahulu yang juga terdapat dalam kitab
Taurat dan Injil.
Permasalahan tentang riwayat israiliyyat, sesungguhnya telah menjadi suatu tema
bahasan yang sudah secara panjang lebar dibahas oleh para ulama. Makalah yang sangat
terbatas ini hanya sekedar menghimpun dan mengulang segala yang telah dibahas dalam
banyak kitab dan risalah tentang israiliyyat tersebut.
<!-- more -->
B. Pengertian Israiliyyat
Kata israiliyyat adalah bentuk jama dari israiliyyah. Ada beberapa pengertian yang
dipakai untuk menjelaskan arti israilliyat, namun secara umum pengertian israiliyyat adalah
kisah atau berita yang diriwayatkan dari sumber-sumber yang berasal dari orang Israil. Israil
(bahasa Ibraniyah: isra artinya hamba dan il artinya Tuhan/Allah) itu sendiri merupakan gelar
yang diberikan kepada nabi Yakub bin Ishaq bin Ibrahim. Maka Bani Israil adalah sebutan
untuk anak keturunan nabi Yakub Nama ini kemudian dihubungkan dengan Yahudi,
sehingga orang-orang Yahudi disebut Bani Israil.
Para ulama menggunakan istilah israilliyat untuk riwayat yang didapat dari orangorang Yahudi dan Nasrani, baik berupa kisah-kisah atau dongengan yang umumnya berkaitan
dengan fakta-fakta sejarah, keadaan umat pada masa lampau dan berbagai hal yang pernah
terjadi pada para nabi dan Rasul, serta informasi tentang penciptaan manusia dan alam.[3]
Selanjutnya istilah israilliyat juga ditujukan untuk semua penafsiran kisah-kisah
dalam al-Quran yang tidak diketahui sumber dan asal-usulnya, atau disebut juga al-dakhil,
yang banyak terdapat di dalam kitab-kitab tafsir lama. Seperti kitab tafsir:

Jami al-Bayan fi Tafsir al-Quran karya Ath-Thabari yang mengutip banyak cerita israiliyat
yang mayoritas diambil dari Wahab ibn Munabbih seorang tokoh israiliyat

Ibnu Katsir yang meskipun dinyatakan kitab tafsir yang paling selamat dari kisah israiliyat,
namun tetap mencantumkan kisah israiliyat dibeberapa bagiannya,

Maalim al-Tanzil karya Al-Baghawi

Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Quran karya Al-Tsalabi

Libaab al-Tawil fi Maani al-Tanzil karya Al-Khazin

Al-Maani karya Al-Aalusi

Al-Jami al-Ahkam al-Quran karya Al-Qurthubi

Al-Kasysyaf karya Al-Zamakhsyari

Dur al-Mantsur fi Tafsir al-Matsur karya Al-Syuyuti,

dan lain sebagainya.[4]


Israiliyyat digunakan dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan antara al-Quran
dengan Taurat dan Injil dalam sejumlah masalah, khususnya mengenai kisah-kisah umat
terdahulu, dimana dalam al-Quran dikisahkan secara singkat dan ringkas (ijaz), namun di
dalam kitab-kitab sebelumnya dibahas secara panjang lebar (ithnab). Sebagian contoh kisahkisah israiliyyat yang dijumpai dalam kitab-kitab tafsir adalah: tentang perahu nabi Nuh,
tentang nama-nama ashab al-kahfi beserta anjing mereka, tentang Yajuj dan Majuj, tentang
Balqis ratu negeri Saba, tentang nabi-nabi: Sulaiman, Ayyub, Daud, Yusuf, tentang Dzulqarnain, tentang malaikat Harut dan Marut, tentang tongkat nabi Musa, dan lain-lain.

C. Latar Belakang Timbulnya Israilyyat


Menurut Ibnu Khaldun, sebagaimana dikutip Mana al-Qaththan dalam Mabahits fi
Ulum al-Quran, dalam sejarah diketahui bahwa orang-orang Arab telah berinteraksi dengan
orang Yahudi jauh sebelum Rasulallah Muhammad datang membawa Islam. Orang-orang
Arab adakalanya menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan alam semesta,
rahasia-rahsia yang terkandung dalam penciptaan alam, sejarah masa lalu, tokoh-tokoh
tertentu, atau tentang suatu peristiwa yang pernah terjadi pada suatu masa, kepada orangorang Yahudi karena mereka memiliki pengetahuan yang didapat dari kitab Taurat atau kitabkitab agama mereka lainnya.[5]
Setelah Islam datang, ada sebagian kecil orang Yahudi yang menerima ajaran Islam
dan menjadi muslim, seperti Abdullah bin Salam dan Kaab al-Ahbar (masuk Islam pada

masa pemerintahan Umar). Para sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas pernah
bertanya kepada orang orang-orang Yahudi yang telah muslim ini tentang beberapa peristiwa
masa lalu, namun terbatas pada sesuatu yang tidak berhubungan dengan akidah dan ibadah.
Ini artinya bahwa israiliyyat merupakan salah satu rujukan dalam menafsirkan al-Quran
pada masa sahabat, hanya saja mereka menganggap itu sebagai suatu kebolehan saja, bukan
keharusan. Setelah Rasulallah wafat, para sahabat tidak lagi bisa mendapatkan orang yang
bisa memberi penjelasan terhadap suatu ayat yang ingin mereka pahami, sehingga dalam halhal yang terkait dengan peristiwa umat terdahulu, mereka menanyakan kepada sahabat yang
dulunya ahli kitab.[6]
Barangkali para sahabat yang menyampaikan berita israiliyyat ini tidak bermaksud
menyampaikan berita bohong. Sebab selama mereka memeluk agama lamanya, kisah-kisah
itulah yang mereka punya. Dan ketika ayat al-Quran menyinggung kisah yang sama,
merekapun memberi komentar berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari kitab-kitab
mereka sebelumnya. Kalaupun ada kebohongan atau dusta, bukan terletak pada sahabat itu,
melainkan dusta itu sudah sejak lama ada dalam agama mereka sebelumnya.
Rasulallah sendiri dalam menyikapi berita dari kalangan sahabat yang dulunya ahli
kitab sangatlah bijaksana. Beliau tidak menggeneralisir bahwa semua yang bersumber dari
Yahudi pasti salah dan demikian juga tidak langsung membenarkannya. Beliau hanya
mengingatkan untuk berhati-hati dalam menerimanya, dengan sabdanya:
( )
Dan janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan mereka,
katakanlah kami telah beriman kepada Allah dan segala yang Ia turunkan kepada
kami

Namun setelah masa tabiin, proses periwayatan israiliyat ini semakin aktif

disebabkan kecendrungan masyarakat untuk mendengarkan cerita-cerita yang agak luar biasa.
Di masa ini penafsiran al-Quran dengan israiliyyat menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal
ini disebabkan karena, di satu sisi, semakin banyak ahli kitab yang memeluk ajaran Islam dan
di sisi yang lain, kecendrungan manusia untuk mengetahui segala sesuatu (termasuk tentang
umat terdahulu), terpenuhi dengan keberadaan kisah-kisah israiliyyat ini. Sehingga pada
masa tabiin ini muncul kelompok yang disebut al-qashshash, yaitu para penyampai berita
yang tidak bertanggung jawab.
Cerita-cerita israiliyat pada masa tabiin banyak bersumber dari Wahab ibn
Munabbih, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam, Muhammad ibn Saib al-Kalbi,
Muqatil ibn Sulaiman, Muhammad ibn Marwan al-Suddi dan Abdul Malik ibn Abdul Aziz
ibn Juraij seorang Nasrani berbangsa Romawi yang kemudian masuk Islam.[7]

Lambat laun pengaruh israliyyat ini sangat besar dalam penafsiran al-Quran,
sehingga hampir semua kitab tafsir memuatnya. Para mufassir pada masa itu sangat berbaik
sangka kepada segala pembawa berita. Mereka beranggapan bahwa orang yang sudah masuk
Islam, tentu tidak akan berdusta. Itulah sebabnya para mufassir ketika itu tidak mengoreksi
dan memeriksa lagi kabar-kabar yang mereka terima. Lagi pula para mufassir ketika memuat
israiliyyat, sifatnya hanya menghimpun data, tanpa meneliti mana yang shohih dan yang
tidak shohih. Seperti Al-Thabari yang lebih menekankan kepada pencatatan semua hal yang
berkaitan dengan suatu ayat.
Suatu hal yang cukup menarik, manurut Dr.Yusuf Qaradhawi, bahwa kisah-kisah
yang diistilahkan dengan israiliyyat itu ternyata tidak atau jarang terdapat dalam kitab-kitab
induk kalangan ahli kitab itu sendiri. Kisah-kisah tersebut hanya berkembang dari mulut ke
mulut dikalangan masyarakat awam Yahudi dan Nasrani, yang kemudian disampaikan
kepada kaum muslimin. Menurut analisa Al-Qaradhawi, penyampaian riwayat israiliyyat ini
disamping sebagai hasil interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat Arab dan kaum
Yahudi, juga ada unsur kesengajaan dari kalangan Yahudi untuk menyebarkannya.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa kaum muslimin telah berinteraksi dengan orangorang Yahudi sejak hijrahnya Rasulallah ke Madinah, dimana penduduknya terdiri dari
komunitas Arab dan Yahudi yang telah menetap di sana cukup lama. Kekalahan Yahudi dalam
perang Khaibar, meninggalkan dendam pada hati kaum Yahudi, untuk bisa mengalahkan
kaum muslimin dengan cara lain. Maka senjata budaya menjadi pilihan yang paling mungkin,
sebab tidak memerlukan biaya, tenaga dan pasukan yang banyak. Mereka mulai
menyusupkan berita-berita israiliyyat agar tercampur dengan berita-berita yang datangnya
dari Allah dan Rasulnya.[8]
Kalangan Yahudi sangat mengetahui bahwa Rasulallah begitu perduli terhadap kemurnian
ajaran Islam, sehingga disebutkan dalam satu hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulallah
pernah melihat Umar ibn al-Khattab memegang suatu lembaran Taurat di tangannya, maka
Rasulallah SAW. dengan nada tidak senang bersabda:
, .

Apakah engkau masih meragukan agamamu, wahai Ibnu al-Khattab? Padahal aku telah
membawa agama ini kepada kalian dengan terang dan sejelas-jelasnya. Demi Dzat yang
jiwaku dalam genggaman-Nya, seandainya Musa hidup pasti dia akan mengikutiku(HR.
Ahmad, Abu Yala, dan al-Bazzar)

D. Bentuk Informasi Israiliyyat


Sebagaimana telah disinggung dimuka, bahwa riwayat israiliyyat sebagian
besar dibawa oleh orang Yahudi yang telah masuk Islam. Pada umumnya riwayat-riwayat ini
bersifat berhenti (mauquf) sampai sahabat, bukan marfu kepada Rasulallah. Informasi
israiliyyat pada masa sahabat dan tabiin pada umumnya dimanfaatkan untuk memberi
gambaran yang lebih detil tentang; tafsir al-Quran, syarah hadits-hadits, fakta-fakta sejarah,
kisah nabi-nabi dan umat terdahulu, dan kejadian alam.
Bentuk dongeng atau kisah israiliyyat itu sendiri dapat dicirikan dengan salah satu
dari beberapa ciri berikut:
1. Persoalan yang biasa dibahas adalah tentang asal-usul dan rahasia kejadian alam
semesta. Seperti penjelasan tentang Qaf (nama sebuah surat dalam al-Quran),
menurut sebuah riwayat israiliyyat, Qaf adalah nama sebuah gunung yang
mengelilingi bumi.
2. Kisah-kisah nabi-nabi terdahulu yang sangat berlebihan, seperti kisah yang
menceritakan kesabaran nabi Daud ketika tertimpa musibah penyakit, di mana
digambarkan nabi Daud mengutip kembali ulat-ulat yang berjatuhan dari luka
penyakitnya dan meletakkan kembali ke tempatnya semula.
3. Perincian terhadap sesuatu yang tidak dijelaskan secara detil oleh al-Quran. Seperti
tentang jenis pohon di surga yang Allah larang nabi Adam mendekatinya.
4. Pelanggaran terhadap kesucian nabi-nabi. Seperti kisah nabi Daud yang membunuh
seorang tentaranya yang bernama Oraya untuk mendapatkan istri Oraya yang cantik
padahal nabi Daud sendiri telah memiliki 99 orang istri.
5. Kisah-kisah yang bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah. Seperti kisah bahwa
istri nabi Nuh termasuk orang yang selamat dari azab banjir.
6. Ada keterangan yang menyebutkan bahwa riwayat tersebut diambil dari ahli kitab.
7. Ada keterangan yang menyebutkan bahwa riwayat tersebut ada kelemahan.
8. Adanya kisah-kisah yang sama tapi bertentangan isinya. Seperti tentang penentuan
anggota badan lembu betina, ada yang menyebut bagian paha, lidah, ekor, dsb.

9. Isi ceritanya aneh dan pelik. Seperti bahwa jumlah alam ada sekitar 18.000 atau
14.000.
10. Kisah-kisah yang mengandung khurafat. Seperti kisah gergaji Aaj ibn Unuq.
11. Kisah-kisah tentang masa lampau atau kaum-kaum terdahulu. Seperti kisah tentang
kerusakan Bani Israil.[9]

E. Sikap Ulama tentang Adanya Israiliyyat dalam Tafsir


Para ulama tidak dapat menetapkan hukum secara mutlaq atau general terhadap
kisah-kisah israiliyyat. Hal ini disebabkan ada dalil yang membolehkan untuk mengambil
informasi dari kalangan Ahli Kitab, yaitu sabda Rasulallah:

( )

,
Sampaikannlah dariku walau hanya satu ayat. Dan ambillah riwayat dari Bani Israil, tanpa
halangan, dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiapsiaplah untuk mengambil tempatnya di neraka (HR. Bukhari)
Namun ada juga hadits Rasulallah yang seolah-olah melarang hal tersebut, sebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut ini:
,! ,
, . ,
,

Bagaimana kalian bertanya kepada ahli kitab, sedangkan kitab kalian diturunkan kepada
Nabi kalian yang beritanya lebih baru dari Allah, kalian membacanya dan tidak mencela?!.
Allah memberitahukan kapada kalian bahwa ahli kitab telah mengganti apa yang telah
ditetapkan oleh Allah dan merubahnya dengan tangan-tangan mereka, kemudian mereka
mengatakan bahwa ia berasal dari Allah untuk menjualnya dengan harga yang murah.
Tidakkah Ia telah melarang kalian untuk bertanya kepada mereka. Demi Allah, mereka tidak
menanyakan sesuatupun kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian.(HR.
Al-Bukhari)
Menyikapi kedua dalil diatas yang seolah bertentangan ini, para ulama
mendudukkannya sebagai berikut; bahwa yang dimaksud Rasulallah untuk mengambil
riwayat dari ahli kitab sesungguhnya tidaklah mutlaq, namun terikat hanya kepada riwayat

yang baik dan cerita yang tidak jelas status benar atau dustanya namun tidak ada indikasi
tentang kebatilannya.
Ibnu Katsir menjelaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa riwayat israiliyyat dapat
diklasifikasikan menjadi tiga:
1. Kisah israiliyyat yang diketahui kebenarannya karena sesuai atau tidak bertentangan
dengan informasi al-Qur,an dan Sunnah shahihah, maka kisah itu benar dan bisa
diterima. Diperbolehkan menggunakannya sebagai pembanding, bukan sebagai
rujukan utama atau sebagai sumber hukum. Seperti kisah yang menceritakan bahwa
nama teman seperjalanan nabi Musa adalah Khidir. Nama Khidir pernah disebutkan
oleh Rasulallah, sebagaimana tersebut dalam Shahih Bukhari.
2. Kisah israiliyyat yang diketahui kebohongannya karena bertentangan dengan alQuran dan Sunnah shahihah atau tidak sejalan dengan akal sehat Kisah seperti ini
harus dibuang dan tidak boleh digunakan. Seperti cerita malaikat Harut dan Marut
yang terlibat perbuatan dosa besar, yaitu mabuk, berzina dan membunuh.
3. Kisah israiliyyat yang didiamkan karena tidak dapat dipastikan statusnya benar atau
dusta. Kisah seperti ini tidak boleh dibenarkan ataupun didustakan, namun boleh
menceritakannya. Seperti kisah tentang bagian sapi betina yang diambil untuk
dipukulkan kepada orang mati dari Bani Israil.[10]
Ibnu

Katsir

juga

menyatakan

bahwa

meskipun

sebagian

ulama

salaf

merekomendasikan kebolehan meriwayatkan israiliyyat tanpa mengamalkannya, namun


sesungguhnya riwayat-riwayat ini tetap tidak ada gunanya dan tidak bermanfaat dalam
masalah agama. Kalaupun ada yang beranggapan israiliyyat ini

bermanfaat untuk

kesempurnaaan informasi yang terdapat dalam agama, maka manfaat itu sangat kecil dan
tidak signifikan.
Para ulama, semisal Anas ibn Malik sangat berhati-hati terhadap periwayatan
israiliyyat ini, sehingga untuk itu ia menyeleksi dengan ketat para perowi yang akan ia ambil
hadits darinya. Qatadah adalah salah satu rawi tabiin yang ditolak riwayatnya oleh Anas ibn
Malik karena ia banyak meriwayatkan israiliyyat.[11]
Keberadaan israiliyyat yang telah dinyatakan tidak memberi manfaat bagi agama ini,
dikomentari oleh Yusuf Al-Qaradhawi secara tegas bahwa mengutip israiliyyat di dalam
kitab tafsir, seolah-olah seperti memenuhi berlembar-lembar halaman dan membuang-buang

waktu bagi sesuatu yang tidak didukung ilmu, yang tidak dapat dijadikan petunjuk dan
keterangan.[12]
Namun karena israiliyyat ini telah tersebar di sebagian kitab-kitab tafsir, maka
diperlukan kejelian dan kehati-hatian, bagi siapa saja yang mendapati berita-berita yang
bernuansa israiliyyat, yaitu dengan mengikuti kaidah-kaidah dalam periwayatan israiliyyat,
sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian terhadap rawi-rawi sanadnya
2. Melakukan pengamatan terhadap matan atau kandungan riwayat tersebut
3. Merujuk kepada para ulama yang mendalami persoalan ini, seperti:
-

Ibnu Hazm dalam kitab al-Fashl fi al-Milal wa Ahwal al-Nihal

Al-Thabari dalam kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk

Al-Qadhi Iyadh dalam Kitab al-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa

Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Nubuwwah dan al-Jawabu al-shahih li man Baddala Diin alMasih

Ibn Al-Qayyim dalam kitab Hidayah al-Hiyar fi Ajwibat al-Yahud wa al-Nashara

Ibn al-Katsir dalam kitab tafsirnya dan kitab al-Bidayah wa al-Nihayah

Al-Hindi dalam kitab Izhar al-Haq

Jamaluddin al-Qasimi dalam kitab Mahasin al-Tawil

Muhammad Husin al-Zahabi dalam kitab al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-Hadits dan Kitab
al-Tafsir wa al-Mufassirun

Dll.
F. Penutup
Metode yang dipakai al-Quran dalam menceritakan umat-umat terdahulu memang
tidak bersifat rinci dan detil. Al-Quran tidak mengulas secara runut nama-nama tokoh,
tempat dan waktu kejadian atau bagian lain dari cerita tersebut. Karena al-Quran memang
bukan buku cerita yang memaparkan setiap episodenya dengan rinci. Akan tetapi tujuan alQuran mengangkat sebuah kisah lebih kepada pelajaran (ibrah) dan nilai-nilai yang bisa
terwujud dengan pemaparan tersebut. Firman Allah SWT.:
,

sesungguhnya pada kisah-kisah mereka ada terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dbuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman(Yusuf /12:111)
Keberadaan israiliyyat yang sudah terlanjur masuk ke dalam sebagian kitab-kitab
tafsir, dan turut memberikan penjelasan terhadap suatu kisah yang diangkat oleh al-Quran
memang menjadi suatu hal yang dilematis. Terlepas dari kebolehan mengambil riwayat
israiliyyat sebagaimana tersebut di atas, sesungguhnya masih ada pertanyaan yang tertinggal;
bagaimana mungkin ayat- ayat yang datangnya dari Yang Maha Benar, dijelaskan dan dirinci
oleh sesuatu yang tidak jelas kebenarannya. Dengan kata lain, mengutip israiliyyat di
samping ayat-ayat Allah, tidakkah itu berarti memberi kesan bahwa berita yang tidak jelas
kebenaran dan dustanya itu dapat menjadi penjelas makna firman Allah dan menjadi
pemerinci apa yang disebut secara global di dalamnya.
Di seluruh dunia Islam, cerita-cerita israiliyyat kini telah tersebar luas melalui media
tulisan yang terdapat di kitab-kitab tafsir atau pada kitab-kitab lainnya, demikian juga ceritacerita ini telah beralih dari mulut ke mulut, melalui khutbah, ceramah, pengajaran di
madrasah dan lain sebagainya. Disampaikan oleh berbagai kalangan dari umat ini, mulai
orang awam sampai kepada orang terpelajar. Tentu menjadi tidak mudah untuk
membersihkan israiliyyat yang sudah tersebar di masyarakat ini.
Sikap bijaksana yang seharusnya diambil oleh muslim yang mempelajari al-Quran
ketika berhadapan dengan ayat-ayat

yang mubham (tidak jelas), adalah mencari

penjelasannya pada ayat-ayat lainnya, jika tidak dijumpai penjelasannya dalam al-Quran,
maka hendaklah ia mencari dari hadits-hadits shohihah, dan jika pada haditspun tidak
dijumpai, maka biarkanlah ayat tersebut dalam kemubhamannya.[13]
Namun pada kenyataannya seringkali kita tidak merasa puas dengan pola seperti itu
dan tergoda untuk mencari dan memberi interpretasi sendiri. Disatu sisi, sikap seperti itu
memang tidak salah, sebab para ulama telah menbuka peluang tafsir bi al-rayi wa al-ijtihad
dengan berbagai persyaratan tentunya. Namun disisi lain, jika sang pencari ini kurang
taqwanya kepada Allah, bukan tidak mungkin ia akan berkata atas kekuasaan Allah tanpa
didasari ilmu, dan dapat keluar dari pemahaman yang Qurani. (Wallahu alam)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Teks al-Qur'an adalah wahyu Allah yang tidak akan berubah oleh campur tangan manusia,
tapi pemahaman terhadap al-Qur'an tidak tetap, selalu berubah sesuai dengan kemampuan
orang yang memahami isi kandungan al-Qur'an itu dalam rangka mengaktualkannya dalam
bentuk konsep yang bisa dilaksanakan. Dan ini akan terus berkembang sejalan tuntutan dan
permasalahan

hidup

yang

dihadapi

manusia,

maka

di

sinilah

celah-celah orang yang ingin menghancurkan Islam berperan.


Sebagai petunjuk, tentunya al-Qur'an harus dipahami, dihayati dan diamalkan oleh
manusia yang beriman kepada petunjuk itu, namun dalam kenyataannya tidak semua orang
bisa dengan mudah memahami al-Qur'an, bahkan sahabat-sahabat Nabi sekalipun yang secara
umum menyaksikan turunnya wahyu, mengetahui konteksnya, serta memahami secara
alamiah struktur bahasa dan kosa katanya. Tidak jarang mereka berbeda pendapat atau
bahkan keliru memahami maksud firman Allah yang mereka dengar atau yang mereka baca.
[1]
Karena itu Rasulullah berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) maksud firman Allah.Pada
masa Rasulullah saw hidup, umat Islam tidak banyak menemukan kesulitan dalam
memahami petunjuk dalam mengarungi hidupnya, sebab manakala menemukan kesulitan
dalam satu ayat, mereka akan langsung bertanya kepada Rasulullah saw dan kemudian
Beliau menjelaskan maksud kandungan ayat tersebut. Akan tetapi sepeninggal Rasulullah
saw, umat Islam banyak menemukan kesulitan karena meskipun mereka mengerti bahasa
Arab, al-Qur'an terkadang mengandun isyarat-isyarat yang belum bisa dijangkau oleh pikiran
orang-orang Arab. Oleh karena itu mereka membutuhkan tafsir yang bisa membimbing dan
menghantarkan mereka untuk memahami isyarat-isyarat seperti itu.
Langkah

pertama

yang

mereka

ambil

adalah

melihat

pada

hadits

Rasulullah saw, Disamping itu, mereka mengambil langkah dengan cara menafsirkan satu
ayat

dengan ayat lainnya,

menanyakannya

kepada

langkah selanjutnya

sahabat

yang

terlibat

yang mereka tempuh adalah


langsung

serta

memahami

konteks posisi ayat tersebut. Selain bertanya kepada para sahabat senior sumber informasi
bagi penafsiran al-Qur'an, mereka bertanya juga kepada ahli kitab, yaitu kaum
Yahudi dan Nashrani.[2] Hal itu mereka lakukan lantaran sebagian masalah dalam al-Qur'an

memiliki persamaan dengan yang ada dalam kitab suci merkaa, terutama berbagai tema yang
menyangkut umat-umat terdahulu.
Penafsiran seperti ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia
dan kebutuhannya akan urgensi al-Qur'an sebagai petunjuk bagi kehidupannya sedemikian
sampai-sampai tanpa disadari bercampurlah tafsir dengan Israiliyat. Kehadiran israiliyyat
dalam penafsiran al-Qur'an itulah yang, menjadi ajang polemic dikalangan para ahli tafsir alQur'an. Karenanya, makalah ini akan membahas tema israiliyat dari sudut apa pengertian
israiliyyat, bagaimana proses masuk dan berkembangnya israiliyyat dalam tafsir dan
bagaimana pengaruh israiliyyat dalam penafsiran al-Qur'an.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian israiliyyat?
2. Proses Masuk dan Berkembangnya Israiliyyat dalam Tafsir al-Qur'an
3. Pengaruh Israiliyyat dalam Penafsiran al-Qur'an
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengethui pengertian israiliyat
2. Untuk mengetahui proses dan berkembangnya israiliyatdalam tafsir alqur an
3. Untuk mengetahui pengaruh israiliyat dalm penafsiran al-qur an.
BAB

II

PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN ISRAILIYAT
Ditinjau dari segi bahasa kata israiliyyat adalah bentuk jamak dan kata israiliyah, bentuk
kata yang dinisbahkan pada kata Israil yang berasal dari bahasa Ibrani, Isra bararti hamba dan
Il berarti Tuhan, jadi Israil adalah hamba Tuhan. Dalam deskreptif histories, Israil barkaitan
erat dengan Nabi Ya'kub bin Ishaq bin Ibrahim as, dimana keturunan beliau yang berjumlah
dua betas disebut Bani Israil. Di dalam al-Qur'an banyak disebutkan tentang Bani Israil yang
dinisbahkan kepada Yahudi.[3]
Misalnya, firman Allah dalam surah al-Maidah:78, al-Isra:4, an-Naml: 76.
artiya : Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra
Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas(alMaidah:78)
Sesungguhnya al-Qur'an ini menjelaskan kepada Bani Israel sebagian besar dari
(perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangya (an-Naml: 78) .

Secara istilah para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan israiliyyat. Menurut
adz-Dzahabi israiliyyat mengandung dua pengertian yaitu, pertama: kisah dan dongeng yang
disusupkan dalam tafsir dan hadits yang asal periwayatannya kembali kepada sumbernya
yaitu Yahudi, Nashrani dan yang lainnya. Kedua: cerita-cerita yang sengaja
diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadits yang sama sekali tidak
dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama.[4]
Definisi lain dari asy-Syarbasi adalah kisah-kisah dan beritaberita yang berhasil
diselundupkan oleh orang-orang Yahudi ke dalam Islam. Kisah-kisah dan kebohongan
mereka kemudian diserap oleh umat Islam, selain dari Yahudi merekapun menyerapnya dari
yang lain.[5]
Sedangkan

Sayyid

Ahmad

Khalil

mendefenisikan

israiliyyat

dengan

riwayat-riwayat yang berasal dari ahli kitab, balk yang berhubungan dengan agama mereka
maupun yang tidak ada hubungannya sama sekali dengannya.Penisbahan riwayat israiliyyat
kepada orang-orang Yahudi karena para perawinya berasal dari kalangan mereka yang sudah
masuk Islam.[6]
Dari tiga definisi tersebut di atas tampaknya ulama-ulama sepakat bahwa yang menjadi
israiliyyat adalah Yahudi dan Nashrani dengan penekanan Yahudilah yang menjadi sumber
utamanya sebagaimana tercermin dari perkataan israiliyyat itu sendiri. Abu Syu'bah
mengatakan pengaruh Nashrani dalam tafsir sangat kecil. Lagi pula pengaruhnya tidak
begitu membahayakan akidah umat Islam karena umumnya hanya menyangkut urusan
akhlak, nasihat dan pembersihan jiwa.
Formulasi tentang israillyat tersebut terus berkembang di kalangan para pakar tafsir alQur'an dan hadits sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia. Bahkan di kalangan
mereka ada yang berpendapat bahwa israiliyyat mencakup informasi-informasi yang tidak
ada dasarnya sama sekali dalam manuskrip kuno dan hanya sekedar sebuah manipulasi yang
dilancarkan oleh musuh Islam yang diselundupkan pada tafsir dan hadits untuk merusak
aqidah umat Islam dari dalam.
Meskipun israiliyyat banyak diwarnai oleh kalangan Yahudi, kaum Nashrani juga turut
ambil bagian dalam konstalasi versi israiliyyat ini. Hanya saja dalam hal ini, kaum Yahudi
lebih popular dan dominan. Karenanya kata Yahudi lebih dimenangkan lantaran selain yahudi
lebih lama berinteraksi dengan umat Islam, di kalangan mereka juga banyak yang masuk
Islam.
2. PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISRAILIYAT DALAM TAFSIR
AL QUR AN

Infiltrasi kisah israiliyyat dalam tafsir al-Qur'an tidak lepas dari kondisi sosio cultural
masyarakat Arab ada zaman jahiliyah.Pengetahuan mereka tentang israiliyyat telah lama
masuk ke dalam benak keseharian mereka sehingga tidak dapat dihindari adanya interaksi
kebudayaan Yahudi dan Nashrani dengan kebudayaan Arab yang kemudian menjadi jazirah
Islam itu.
Sejak tahun 70 M terjadi imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke Jazirah Arab karena
adanya ancaman dan siksaan dari penguasa Romawi yang bernama Titus. Mereka pindah
bersama dengan kebudayaan yang mereka dari ambil dari Nabi dan Ulama mereka, Berta
mereka wariskan dari generasi ke generasi. Mereka mempunyai tempat yang bernama Midras
sebagai pusat pengajian kebudayaan warisan yang telah mereka terima dan menemukan
tempat tertentu sebagai tempat beribadah dan menyiarkan agama mereka.[7]
Selain itu juga bangsa Arab sering berpindah-pindah, baik kearah timur maupun barat.
Mereka memiliki dua tujuan dalam berpergian. Bila musim panas pergi ke Syam dan dingin
pergi ke Yaman. Pada waktu itu di Yaman dan Syam banyak sekali ahli kitab yang sebagian
besar adalah bangsa Yahudi. Karena itu tidaklah mengherankan bila antara orang Arab
dengan Yahudi terjalin hubungan. Kontak ini memungkinkan merembesnya kebudayaan
Yahudi kepada bangsa Arab.
Di saat yang demikian Islam hadir dengan kitabnya yang bernilai tinggi dan mempunyai
ajaran yang bernilai tinggi pula. Dakwah Islam disebarkan dan Madinah sebagai tempat
tujuan Nabi hijrah tinggal beberapa bangsa Yahudi yaitu Qurayqa, Bani Quraidah, Bani
Nadzir, Yahudi Haibar, Tayma dan Fadak.[8]Karena orang Yahudi bertetangga dengan kaum
muslimin, lama kelamaan terjadi pertemuan yang intensif antara keduanya, yang akhinya
terjadi pertukaran ilmu pengetahuan. Rasulullah menemui orang Yahudi dan ahli kitab
lainnya untuk mendakwahkan Islam. Orang Yahudi sendiri sering datang kepada Rasulullah
saw untuk menyelesaikan suatu problem yang ada pada mereka, atau sekedar untuk
mengajukan suatu pertanyaan.
Pada era Rasulullah saw, informasi dari kaumYahudi dikenal sebagai israiliyyah tidak
berkembang dalan penafsiran al-Qur'an, sebab hanya beliau satu-satunya penjelas (mubayyin)
berbagai masalah atau pengertian yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Qur'an umpamanya
saja, apabila para sahabat mengalami kesulitan mengenai pengertian yang berkaitan dengan
sebuah ayat al-Qur'an, baik makna atau kandungannya, merekapun langsung bertanya kepada
Rasulullah saw.[9]

Kendatipun demikian,, Rasulullah juga telah memberikan semacam green light pada
umat Islam untuk menerima informasi yang menyebarkan informasi dari Bani Israil, hal ini
tampak dalam hadits beliau:
"Sampaikanlah yang datang dariku walaupun satu ayat, dan ceritakan (apa yang kamu
dengar) dari Bani Israil dan hal itu tidak ada salahnya. Barang siapa yang berdusta ayatku,
maka siap-siaplah untuk menempati tempatnya di neraka".
Demikian pula dalam hadits lain beliau bersabda:
"Janganlah kamu benarkan orang-orang ahli Kitab dan jangan pula kamu dustakan mereka.
Berkatalah kamu sekalian, kami beriman kepada dan kepada apapun yang diturunkan kepada
kami.
Dari hadits-hadits di atas Rasulullah sebenarnya memberikan peluang atau kebebasan
pada umatnya untuk mengambil atau menerima riwayat-riwayat dan ahli Kitab. Dua hadits di
atas juga memberikan semacam warning akan perlunya sikap selektif dan hati-hati terhadap
riwayat ahli kitab.
Dan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa israiliyyat sebenarnya sudah
lama muncul dan berkembang di kalangan bangsa Arab jauh sebelum Rasulullah saw, yang
kemudian terus bertahan pada era Rasulullah saw. Hanya saja ia belum menjadi khasanah
yang merembes dalam penafsiran al-Qur'an.
Setelah Rasul wafat, tidak seorangpun yang berhak menjadi penjelas wahyu Allah.
Dalam kondisi ini para sahabat mencari sumber dari hadits Rasul. Apabila mereka tidak
menjumpai, mereka berijtihad. Riwayat dan ahli Kitab menjadi salah satu rujukan. Hal ini
terjadi karena ada persamaan antara al-Qur'an, Taurat dan Injil. Hanya saja al-Qur'an
berbicara secara padat, sementara Taurat dan Injil berbicara panjang lebar.
Pada era shahabat inilah israiliyvat mulai berkembang dan tumbuh subur. Hanya saja
dalam menerima riwayat dan kaum Yahudi dan Nashrani pada umumnya mereka amat ketat.
Mereka hanya membatasi kisah-kisah dalam al-Qur'an secara global dan Nabi sendiri tidak
menerangkan kepada mereka kisah-kisah tersebut. Disampng itu mereka terkenal sebagai
orang-orang yang konsekuen dan konsesten pada ajaran yang diteima dari Rasulullah saw,
sehingga jika mereka menjumpai kisahkisah israiliyyat yang bertentangan dengan syari'at
Islam, mereka menentangnya. Dan apabila kisah-kisah itu diperselisihan mereka
menangguhkannya. adz-Dzahabi mengatakan keterlibatan para sahabat dalam meriwayatkan
israiliyyat tidak berlebih-lebihan dan dalam batas kewajaran.[10]
Pada era tabi'in, penukilan dari ahli Kitab semakin meluas dan cerita-cerita israiliyyat
dalam tafsir semakin berkembang. Sumber cerita ini adalah orang-orang yang masuk Islam
dari kalangan ahli Kitab yang jumlahnya cukup banyak dan ditunjang oleh keinginan yang

kuat dari orang-orang untuk mendengar kisah-kisah yang ajaib dalam kitab mereka. Oleh
karenanya pada masa tersebut muncul sekelompok mufassir yang ingin mengisi kekosongan
pada tafsir, yang menurut mereka dengan memasukan kisah-kisah yang bersumber pada
orang-orang yang Yahudi dan Nasrani. sehingga karenanya tafsir-tafsir tersebut menjadi
simpang siur dan bahkan kadang-kadang mendekati takhayul dan khurafat. Diantaranya
adalah Muqatil bin Sulaiman. Pada era ini pula banyak hadits-hadits palsu, kedustaan dan
kebohongan yang disandarkan kepada Rasulullah saw tersebar.[11]
Sikap selektef dalam periwayatan menjadi hilang. Banyak periwayatan yang tidak
melalui jalur "kode etik metodologi penelitian" ilmu hadits dengan tidak menuliskan
sanadnya secara lengkap. Setelah era tabi'in tumbuh kecintaan yang luar biasa terhadap cerita
israiliyyat dan diambil secara ceroboh, sehinga setiap cerita tersebut tidak lagi ada yang
ditolak.
Mereka tidak lagi mengambil cerita tersebut kepada al-Qur'an, walaupun tidak imengerti
oleh akal. Mereka menganggap tidak perlu membuang cerita-cerita dan kisah-kisah yang
tidak dibenarkan untuk menafsirkan al-Qur'an.Ada beberapa faktor yang menyebabkan
masuknya israiliyyat dalam tafsir yaitu:[12]
Pertama, perbedaan metodologi antara al-Qur'an. Taurat dan Injil dalam global dan
ringksan titik tekannya adalah memberikan petunjuk jalan yang benar bagi manusia,
sedangkan Taurat dan Injil mengemukakan secara terinci, perihal, waktu dan tempatnya.
Ketika menginginkan pengetahuan secara lebih teperinci tentang kisah-kisah umat
Islam bertanya kepada kelompok Yahudi dan Nasrani yang dianggap lebih 12Muhammad
Husin adz-Dzahabi, Penyimpangan dalam Penafsiran al-Qur'an, tabu.
Kedua, ada pula pendapat yang mengatakan rendahnya kebudayaan masyarakat Arab
karena kehidupan mereka yang kurang banyak yang pandai dalam hal tulis menulis (ummi).
Meskipun pada umumnya ahli Kitab juga selalu berpindah-pindah., tetapi pengetahuan
mereka tentang sqarah masa lampau lebih luas.
Ketiga, ada justifikasi dari dalil-dalil naqlilah yang difahami masyarakat Arab sebagai
pembenaran bagi mereka untuk bertanya pada ahli Kitab.
Keempat, adalah heterogenitas penduduk. Menjelang masa kenabian Muhammad saw
jazirah Arab dihuni juga oleh kelompok Yahudi dan Nasrani.
Kelima, adanya rute perjalanan niaga. masyarakat Arab, rute selatan adalah Yaman yang
dihuni oleh kalangan Nasrani. sedangkan rute ke utara adalah Syam yang dihuni oleh
kalangan Yahudi.

Menurut Rosehan Anwar sumber israiliyyat dimotori oleh tokohtokoh primer yaitu
Abdullah bin Salam, nama lengkapanya adalah Abu Yusuf bin Salam bin al-Haris al-Ansari.
Ia menyatakan eislamannya sesaat setelah Rasulullah tiba di Madinah dalam peristiwa hijrah,
dalam perjuangan menegakan Islam, Ia termasuk pejuang dalam perang Badar dan ikut
menyaksikan penyerahan Bait al-Maqdis ke tangan umat Islam. Riwayat-riwayatnya banyak
diterima oleh kedua putranya, Yusuf dan Muhammad, Auf bin Malik, Abu Hurairah. Imam
Bukhari pun memasukan beberapa riwayat darinya[13]
Lebih lanjut Rosihan menambahkan selain tokoh tersebut tercatat nama Ka'ab al-Ahbar.
Nama aslinya adalah Abu Ishaq Ka'ab bin Mani al-Humairi yang terkenal dengan Ka'ab alAhbar karena pengetahuannya yang dalam, ia berasal dari Yahudi Yaman dan memeluk Islam
pada masa Umar bin Khattab. Dalam perjuangan menegakan Islam ia turut berjuang menuju
Syam bersama kaum muslimin lainnya. Banyak cerita israiliyyat yang dinisbahkan
kepadanya. Riwayat-riwayatnya diterima oleh Muawiyah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Malik
bin Abi Amir al-Asbani, Atha bin Abi Rabbah dan lain-lain. Kestsiqatannya menjadi
perdebatan para ulama, Ahmad bin Amir misalnya meragukan ketsiqatannva bahkan
keagamaannya.
Nama lain adalah Wahab bin Munabbih, nama langkapnya adalah Abu Abdillah bin
Munabbih bin Sij al-Yamani. Ia masuk Islam pada masa Rasululah saw. Dzahabi mengatakan
ia adalah orang jujur, terpercaya dan banyak menukilkan israiliyyat. Menurut Ibnu Hajar ia
adalah tabi'in miskin yang mendapat kepercayaan dari Jumhur ulama. Abu Zahrah dan Nasa'i
mengatakan la adalah orang terpercaya.
3. PENGARUH ISRAILIYAT DALAM PENAFSIRAN AL QUR AN
Menurut Zainul Hasan Rifa'i,[14] masuknya israiliyyat dalam penafsiran al-Qur'an
terutama yang bertentangan dengan prinsif asasinya banyak menimbulkan pengaruh negatif
pada Islam. Diantaranya adalah merusak akidah umat Islam, seperti yang dikemukakan oleh
Mudatil ataupun Muhammad dengan Zainab binti Jahsyi yang keduanya mendiskriditkan
pribadi Nabi yang ma'shum Berta menggambarkan Nabi sebagai pemburu nafsu seksual. Hal
ini membawa kesan bahwa Islam adalah agama khurafat, takhayul dan menyesatkan. Hal ini
tampak pada riwayat al-Qurthubi ketika menafsirkan firman Allah swt surat al-Mukmin: ayat
7 , yaitu :
"para malaikat memikul arsy 'dan yang disekitarnya bertasbih memuji Tuhan..."
Ayat ini ditafsirkan dengan mengatakan "Kaki malaikat pemikul `arsy berada di bumi paling
bawah, sedangkan kepalanya menjulang ke 'arsy. [15]

Ditambahkannya masuknya israiliyyaat ini memalingkan perhatian umat Islam dalam


mengkaji soal-soal kilmuan Islam. Dengan larutnya umat Islam ke dalam keasyikan
menikmati kisah-kisah israiliyyaat, mereka tidak lagi antusias memikirkan hal-hal makro,
seperti sibuk dengan nama dan anjing Ashabul Kahfi, jenis kayu dari tongkat Nabi musa as,
nama binatang yang ikut serta dalam perahu Nabi Nuh as dan sebagainya dimana perincian
itu tidak dinamakan dalam al-Qur'an karena memang tidak bermanfaat. Sekiranya bermanfaat
al-Qur'an tentu menjelaskan.
Selanjutnya adz-Dzahabi mengatakan[16] israiliyyat akan merusak akidah kaum muslimin
karena mengandung unsur penyerupaan dan pengkongkritan (tasybih dan tajsim) kepada
Allah dan mensifati Allah dengan sifat yang tidak sesuai keagungan dan kesempumaan-Nya.
cerita itupun mengandung unsur ismah (terpeliharanya) Nabi dan para Rasul dari dosa,
menggambarkan mereka dalam bentuk yang menonjol syahwatnya, mendorong mereka pada
perbuatan-perbuatan buruk yang tidak pantas dan layak bagi orang yang adil, apalagi orang
yang menjadi Nabi. Lebih lanjut beliau menjelaskan israiliyyat memberikan gambaran
seolah-olah Islam agama khurafat dan kebohongan yang tidak ada sumbernya. Disamping itu
dengan israiliyyat hampir saja hilang kepercayaan pada sebagian ulama salaf, baik dari
kalangan sahabat maupun tabi'in. Tidak sedikit cerita israiliyyat yang munkar ini disandarkan
kepada sahabat atau tabi'in, seperti Abdullah bin Salam, Ka'ab al-Ahbar dan Wahab bin
Munabbih.
Terhadap israiliyyat ulama salaf yang tokohnya antara lain Ibnu Taimiyah melihat tiga
bagian, ada yang sejalan dengan Islam perlu dibenarkan dan diriwayatkan, sedangan yang
masuk bagian yang tidak sejalan harus ditolak dan tidak boleh diriwayatkan. Sedangkan yang
tidak masuk bagian pertama dan kedua tidak perlu dibenarkan dan didustakan, tetapi boleh
diriwayatkan. Pendapat serupa dikemukakan oeh lbu Hajar al-Asqalani.[17]
Di kalangan ulama Khalaf seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Musthafa almaraghi, Mahmud Syaltut, Abu Zahrah dan al-Biqa'i. Diantara para ulama ini Muhammad
Abduh paling gencar mengkritik kebiasaan ulama Tafsir yang banyak menggunakan
israiliyyat dalam menafsirkan al-Qur'an. Menurut Muhammad Abduh menggunakan
israiliyyat adalah cara yang mendistori pemahaman terhadap Islam. Sikap keras serupa
diperlihatkan oleh Rasyid Ridha (murid Abduh). Ia mengatakan riwayat israiliyyat yang
secara eksterim diriwayatkan oleh para ulama telah keluar dari konteks al-Qur'an. Lebih jelas
al-Maraghi mengatakan kitab-kitab tafsir keluar dari konteks israiliyyat yang tidak jelas
kualitasnya. Sikap negatif yang sama juga, diperlihatkan oleh Muhammad Syaltut, israiliyyat

menurutnya hanya menghalangi umat Islam menemukan petunjuk al-Qur'an. Kesibukan


mempelajarinya telah memalingkan mereka dari intan dan mutiara yang terkandung dalam alQur'an. Abu Zahrah mengatakan israiliyyat harus dibuang karena tidak berguna dalam
memahami al-Qur'an. Bahkan al-Biqa'i berargumentasi dengan israiliyyat adalah sesuatu
yang mungkar.
Penulis berpandangan berdasarkan hadits Rasul dang kenyataan dengan melihat israiliyyat
sebagai sumber tafsir, karena melihat keberadaan israiliyyat yang banyak negatif. Beberapa
contoh penafsiran berdasarkan israiliyyat banyak kita jumpai dalam tafsir ath-Thabari. Dalam
al-Qur'an kisah penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim as diabadikan dalam QS. AlShafat 102 yang berbunyi:
Maka tatkala anak itu sampai (Pada umur sanggup) berusaha bersama-sama dengan Nabi
Ibrahim, Nabi Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesunguhnva aku melihat dalam mimpi aku
meyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu? Ia menjawab, "Wahai Bapaku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang
yang sabar ".
Kunci persoalan yang sering menjadi perdebatan para ulama berkaitan dengan tema ini
adalah uraian tentang siapa sebenarnya yang di `al-adzabih' pada ayat di atas. Sebagian ulama
berpendapat bahwa yang dimaksud itu adalah Nabi Ismail as. putra Nabi Ibrahim as. dari Siti
Hajar. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud adalah Nabi Ishaq as,
putranya dari Siti Sarah. Pendapat terakhir, menurut Ibnu Katsir dan mufassir lainnya berasal
dari israliyyat.[18] Karena sumber tafsiran ini berasal dari keinginan mengangkat nenek
moyang bangsa Yahudi yaitu Ishaq as. Bahkan menurut Ibnu Katsir lagi pendapat mereka itu
bertentangan dengan sumber-sumber ahli kitab mereka.
Berkaitan dengan pesoalan di atas, dalam tafsirnya mengungkapkan dua kelompok riwayat
yang masing-masing mewakili dua pendapat di atas. Riwayat yang menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan at-dzahabi adalah Nabi Ishaq as. diterimanya dari Abi Kuraib, Zaid bin
Habilm, al-Hasan bin Dinar, dari Ali bin Zaid bin Zad'an, dari al-Ahnaf bin Qaid dan alAbbas bin Abdul Muthalib dan dari Nabi.
Sanad israiliyyat yang disandarkan kepada Nabi di atas ditolak oleh para ulama. Menurut
Ibnu Katsir sebagaimana ditulis oleh Syu'bah, riwayat itu dha'if, gugur dan tidak dapat
dijadikan hujjah sebab salah satu rawinya yaitu Hasan bin Dinar, harus ditinggalkan
periwayatannya dan gurunya pun, Zaid bin Zad'an, periwayatannya tidak dapat diterima.
Namun kelemahan-kelamahan ini tidak dikemukakan oleh ath-Thabari,[19] bahkan ia
menjadikannya pemihakan terhadap israiliyyat yang mengatakan yang disembelih adalah

Nabi Ishaq as, meskipun tidak mengomentari sanadnya, ia mengomentari matnnya. Dalam
hal ini ia memilih riwayat yang mengatakan yang dimaksud dengan al-dzahib adalah Nabi
Ishaq as. Ia juga mengatakan al-Qur'an mendukung riwayat itu. Untuk mendukung
pendapatnya, ia mengajukan berbagai argumentasi, umpamanya ia berargumentasi bahwa
permintaan Nabi Ibrahim as agar dikaruniai putra ketika berpisah dan kaumnya dan hendak
hijrah ke Syam bersama isterinya Sarah, terjadi ketika ia belum mengenal Hajar isterinya
yang kedua. Setelah peristiwa hijrah itu Tuhan mengabulkan do'anya. Anak itulah yang
menurutnya kemudian dilihatnya disembelih dalam ketiga mimpinya. Dalam al-Qur'an, Nabi
Ishaqlah yang disebut-sebut sebagai kabar gembira bagi Nabi Ibrahim as, dalam surah asShaffat : 101
"Maka kami memberi kabar gembira kepadanya seorang anak yang sabar "
Diantara israiliyyat yang mewarnai tafsir ada juga yang sejalan dengan al-Qur'an, tetapi
jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan israiliyyat yang bertentangan dengan alQur'an. Diantara yang sejalan dengan al-Qur'an adalah israiliyyat yang bertalian dengan ayat
al-A'raf 157 yang dikutip oleh Ibnu Katsir, yaitu:
"Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi Ummi yang (namanya) mereka dapati di
dalam Taurat dan Injil yang berada di sisi mereka Nabi yang menyuruh mereka mengerjakan
perbuatan ma'ruf dan melanggar perbuatan munkar serta menghalalkan bagi mereka segala
yang baik ".
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir mengutip israiliyyat yang yang disampaikan athThabari dari al-Mutsanna dari Utsman bin Umar dari Fulaih dari Hilal bin Atha bin Yasar, Ia
berkata :"Aku bertemu dengan Abdullah bin 'Amr bin Ash dan bertanya kepadanya, ceritakan
olehmu kepadaku tentang sifat Rasulullah saw yang diterangkan dalam Taurat sama seperti
yang diterangkan dalam al-Qur'an, wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai
saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan dan pemelihara yang ummi, engkau adalah
hamba-Ku, namamu dikagumi, engkau tidak kasar tidak pula keras. Allah tidak akan
mencabut namamu sebelum agama Islam tegak lurus, yaitu setelah diucapkan tiada Tuhan
yang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah, dengan perantaraan engkau
pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli dan membuka mata
yang buta".
Ibnu Katsir mengkaitkan israiliyyat itu dengan pernyataan bahwa Imam Bukhari telah
meriwayatkan dalam kItabnya Shahihnya yang diterima dari Muhammad bin Sinan. dari
Fulai, dari Hilal bin Ali dengan tambahan redaksinya berbunyi, "dan bagi sahabat-sahabatnya
di pasar, Nabi tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan, tetapi ia senantiasa

mempunyai sifat pemaaf. Keberadaan israiliyyat itu dalam shahih Bukhari menunjukan
bahwa kwalitas sanadnya shahih.
Demikian pula israiliyyat ada yang memiliki kualifikasi tidak dapat diterima dan tidak
pula dapat didustakan kebenarannya (maukuf), contohnya surah an-Nisa 158 tentang
kenaikkan Isa al-Masih :
"Tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepadaNya dan adalah Maha
Pengasih lagi Maha Bijaksana".
Al-Qur'an memang tidak membahas secara rinci bagaimana proses penyerupaan dan
kenalkan Isa as sehingga persoalan ini kerap kali menjadi bahan kontraversi di kalangan umat
Islam. Umpamanya masih diperselisihkan apakah yang diserupakan dengannya itu dan
kemudian dibunuh oleh orang-orang Yahudi hanya satu orang atau semua sahabatnaya yang
ketika kejadian itu berlangsung berada di rumah dengannya. Bila ada uraian tentang hal itu
sudah bisa dipastikan bersumber pada israiliyyat. Dalam hal ini ath-Thabari mengutip
israiliyyat itu. Ia mengemukakan dua macam riwayat yang masing-masing didukung
oleh banyak sanad. Riwayat pertama berasal dan Wahbah bin Munabbih mengatakan yang
diserupakan dengan Nabi Isa as adalah seluruh sahabatnya. Ketika memasuki rumah tersebut
dan hendak membunuhnya, orang-orang Yahudi kebingungan karena seisi rumah itu
wajahnya sama, akhirnya mereka membunuh salah seorang sahabatnya, sedang Nabi Isa as
diangkat ke langit.
Riwayat kedua yang berasal dari Qatadah mengatakan bahwa yang diserupakan
dengannya adalah salah seorang sahabatnya saja, ketika masuk orang-orang Yahudi
membunuh orang yang diserupakan itu, sedangkan Nabi Isa as diangkat ke langit.
Ath-Thabari lebih cenderung kepada pendapat Wahab bin Munabbih dengan pertimbangan
rasionya lebih mendekati kebenaran, jika salah satu saja yang diserupakan, tentu para
sahabatnya yakin yang dibunuh adalah orang yang diserupakan. Padahal sebenarnya mereka
merasa kebingungan siapa sebenarnya yang mereka bunuh tersebut.
Dari israiliyyat-israiliyyat yang mewarnai kitab tafsir, menurut pendapat saya, sebelum
menjadi dasar menafsiran ayat al-Qur'an seorang mufasir harus bersikap extra hati-hati.
Metodenya adalah melakukan studi kritis sanad, dengan meyebutkan nama-nama rawi yang
terlibat dalam transmisian sebuah riwayat sehingga didapati riwayat yang didasarkan pada
sanad yang sahih. Pencantuman israiliyyat dalam tafsir harus diberi komentar tidak sekedar
"taken for granted" saja sehingga membingungkan para pembaca tafsir apa pendapat
pengarang sebenarnya, apakah mendukung atau tidak terhadap israiliyyat yang dicantumkan
dalam tafsirnya. Yang kedua harus diperhatikan kesesuaiannya dengan syari'at Islam,

persesualan ini dengan pada al-Qur'an dan Hadits Nabi. Yang ketiga apakah sesuai dengan
rasio atau tidak.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Israiliyyat adalah bentuk jamak dari israiliyyah, yakni bentuk kata yang dinisbahkan
kepada kata israil ,Secara istilah israiliyyat adalah kisah dan dongeng yang disusupkan dalam
tafsir dan hadits yang asal riwayatnya disandarkan atau bersumber pada Yahudi, Nashrani dan
lainnya atau cerita-cerita yang secara sengaja diselunduplan oleh musuh-musuh Islam ke
dalam tafsir dan hadits, yang sama sekali tidak dijumpai dalam sumber-sumber yang sahih.
Masuknya israiliyyat dalam tafsir tidak terlepas dari kondisi sosio cultural masyarakat
arab pada zaman jahiliyah. Adanya migrasi besa besaran orang Yahudi pada tahun 70 M ke
jazirah Arab karena ancaman dari Romawi yang dipimpin oleh kaisar Titus menimbulkan
kontak antara keduanya, ditambah lagi kondisi orang Arab sendiri yang sering melakukan
perjalanan dagang ke Syam dan Yaman., di Madinah sendiri banyak orang Yahudi yang
bermukim di sana.
Keberadaan israiliyyat dalam tafsir banyak memberikan pengaruh buruk, sikap teliti
yang diperlihatkan oleh para sahabat dalam mentransfer. israiliyyat tidak Menjadi perhatian
genarasi sesudahnya, sehingga banyak israiliyyat yang Mengandung khurafat dan
bertentangan dengan nash mewarnal kitab tafsif.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, Melacak Unsur-unsur Israilliyyat dalam Tafsir
ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, Bandung, Pustaka Setia, 1999.
al-Bukhari, Matn Bukhari, Beirut, Dar al-Fikri, tth, jilid II dan IV.
adz-Dzahabi,

Muhammad

Husain,

al-Tafsir

wa

al-Mufassir,

Mesir.

Dar

al-

Kutub wa al-Hadits, 1976, jilid I.


Khalil, Sayyid Kamal, Dirasah fi al-Qur'an, Mesir, Dar al-Ma'rifah, 1961.
Rifai, Zainal Hasan, Kisah-kisah Israiliyyat dalam Penafsiran al-Qur'an dalam Belajar
Ulumul Qur'an, Jakarta, Lentera Basitama, 1992.
ar-Rifai, Muhammad Nazib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Gema Insani,
2000.
Syadali, Ahmad, dan Ahmad Rofi'i, Ulumul Qur'an I, Bandung, Pustaka
Setia, 1997.

Anda mungkin juga menyukai