Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

ENERGI TERBARUKAN

ENERGI SURYA

Disusun Oleh:
Moh. Izzul Khujjaj
NIM A1H014016

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Energi yang berasal dari matahari merupakan potensi energi terbesar dan
terjamin keberadaannya di muka bumi. Berbeda dengan sumber energi lainnya,
energi matahari bisa dijumpai di seluruh permukaan bumi. Pemanfaatan radiasi
matahari sama sekali tidak menimbulkan polusi ke atmosfer.
Energi surya memegang peranan paling penting dari berbagai sumber energi
lain yang dimanfaatkan oleh manusia. Energi surya merupakan sumber berbagai
sumber energi. Energi surya mengawali terbentuknya sumber energi yang lain dan
sumber energi lain akan tercipta selama ada matahari. Sebagian besar radiasi
surya yang masuk ke atmosfer akan diserap oleh makhluk hidup yang memiliki
klorofil kemudian menggunakannya untuk membentuk biomassa yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi baik secara langsung maupun melalui
pembentukan bahan bakar fosil. Selain itu, radiasi surya yang jatuh pada
permukaan air akan memanaskan dan menguapkan air tersebut sehingga daur
hidrologi terbentuk. Pada topografi permukaan bumi yang berbeda, daur hidrologi
yang ada dipermukaan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Ketidakseragaman radiasi surya di permukaan bumi juga membantu dalam
pembentukan pusat-pusat tekanan udara tinggi dan rendah yang mengakibatkan
terjadinya angin sebagai sumber energi. Pola angin yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap kondisi curah hujan, suhu udara, kelembaban nisbi udara,
dan lain-lain.

Radiasi surya ini memiliki intensitas yang dapat diukur dengan


menggunakan alat. Intensitas radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi
ialah jumlah energi yang diterima bumi dari cahaya matahari, pada luas tertentu
serta jangka waktu tertentu. Intensitas radiasi matahari ini sangat penting terutama
di bidang meteorologi dan klimatologi pertanian. Pada keadaan cuaca cerah,
permukaan bumi menerima sekitar 1000 W/m2 energi matahari. Kurang dari 30%
energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47% dikonversikan menjadi
panas, 23% digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang terdapat di atas
permukaan bumi, sebagian kecil 0,25% ditampung angin, gelombang dan arus dan
masih ada bagian yang sangat kecil 0,025% disimpan melalui proses fotosintesis
di dalam tumbuh-tumbuhan.
Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat
dianggap sebagai salah satu proses adiabatis. Hal ini berarti panas yang diberikan
untuk penguapan air dari bahan hanya disuplai oleh udara pengering secara
konduksi atau radiasi tanpa tambahan energi dari luar. Proses perpindahan panas
terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari suhu udara yang dialirkan disekeliling
bahan. Panas yang diberikan ini akan menaikan suhu bahan dan akan
menyebabkan tekanan uap air didalam bahan akan lebih tinggi dibandingkan
tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara
(Tjahjadi, C., dkk., 2011).
B. Tujuan
1. Mengetahui pemanfaatan energi surya.

2. Mengetahui bagian-bagian dan cara kerja pengering efek rumah kaca.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas
surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk
lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,
angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Energi surya dapat dikonversi secara
langsung menjadi bentuk energi lain dengan tiga proses yaitu:
1.

Proses helochemical yaitu proses fotosintesis, proses ini merupakan sumber


dari semua bahan bakar fosil dan bioenergi.

2.

Proses helioelectrical yaitu proses produksi listrik oleh sel-sel surya.

3.

Proses heliothermal adalah penyerapan radiasi matahari dan pengkonversian


energi matahari menjadi energi thermal.
Menurut Lockwood (1979), radiasi surya adalah sumber energi yang

mempengaruhi pemanasan bahan bakar. Sinar matahari yang tegak lurus lebih
dekat, lebih besar efek pemanasannya dimana radiasi surya maksimum
(pemanasan matahari) terjadi pada tengah hari yang menyebabkan suhu udara
maksimum, sedangkan radiasi surya minimum terjadi pada waktu matahari
tenggelam (Chanler et al., 1983).
Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi menurut
tempat dan waktu. Menurut tempat variasi ini umumnya disebabkan oleh
perbedaan letak lintang serta keadaan atmosfer terutama awan. Pada skala mikro
arah lereng sangat menentukan jumlah radiasi yang diterima. Perubahan jumlah

penerimaan radiasi surya menurut lintang disebabkan oleh sudut inklinasi bumi
(66,50) yang mengakibatkan perbedaan sudut datang. Di samping itu, jarak
matahari bumi tidak selalu tetap karena garis edar bumi mengelilingi matahari
berupa elips sehingga dikenal istilah jarak terdekat matahari (perihelion) yang
terjadi pada tanggal 5 Juli dan jarak terjauh (aphelion) pada tanggal 3-5 Januari.
Perbedaan jarak ini mengakibatkan perbedaan kerapatan fluks (intensitas) radiasi
surya yang sampai di permukaan bumi (Laktan, 2002).
Radiasi surya yang memasuki atmosfer akan mengalami penyerapan dan
pemantulan kembali ke angkasa luar. Faktor dominan yang mempengaruhi
penerimaan radiasi surya di lingkungan atmosfer adalah keadaan awan (Apip,
2006).
Energi matahari yang sampai ke bumi merupakan sebuah pancaran
gelombang pendek dalam bentu radiasi. Menurut Christopher Plafin (1998) radiasi
adalah energi pancaran berupa gelombang elektromagnetik. Berdasarkan
sumbernya radiasi dapat dikolompokkan menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1.

Radiasi Solar
Radiasi solar merupakan radiasi yang berasal dari matahari, sekitar
99,9% dari radiasi solar merupakan gelombang elekromagnetik dengan
panjang gelombang antara 0,15m - 0,4m dengan persentasi tertinggi pada
intensitas 0,4 m 0,7m berupa cahaya dan selebihnya berupa gelombang
inframerah dan ultraviolet. Terdapat beberapa macam radiasi solar yang
mampu menembus lapisan atmosfher terendah yaitu:

a.

Radiasi solar langsung yaitu radiasi solar yang datang dari sudut bulat
cakram matahari.

b.

Radiasi solar global yaitu radiasi solar yang diterima oleh permukaan
horizontal berupa radiasi solar langsung dan radiasi yang dihamburkan
kearah bawah sewaktu melewati lapisan atmosfer.

c.

Sky radiasi yaitu radiasi solar yang dihamburkan kearah bawah oleh
lapisan atmosphir (bagian kedua dari radiasi global).

d.

Radiasi solar yang dipantulkan yaitu radiasi solar yang dipantulkan ke


arah atas oleh permukaan bumi dan dihamburkan oleh lapisan atmosfer
antara permukaan bumi dan titik pengamatan.

2.

Radiasi Terrestrial
Radiasi terrestrial adalah radiasi yang dikeluarkan oleh planet bumi
termasuk atmosfernya, radiasi ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu radiasi
permukaan terrestrial adalah radiasi yang dikeluarkan oleh permukaan bumi
dan radiasi atmosfer adalah radiasi yang dikeluarkan oleh atmosphir.

3.

Radiasi total
Radiasi total adalah jumlah radiasi solar dan terrestrial, radiasi ini dapat
dibedakan menjadi dua yaitu radiasi gelombang pendek (< 4 m) dan radiasi
gelombang panjang (> 4 m).
Pancaran energi surya atau bisa disebut dengan radiasi surya yang diterima

di setiap permukaan bumi berbeda-beda menurut ruang dan waktunya. Artinya


pancaran energi matahari akan sangat bergantung pada waktu, tempat dan keadaan
lingkungan dalam hal ini adalah kondisi iklim dan topografi masing-masing

wilayah. Radiasi diukur dalam satuan kW/m2, setiapsatuan waktu radiasi yang
memancar dapat disebut dengan intensitas radiasi atau dengan kata lain intensitas
radiasi matahari ialah jumlah energi matahari yang jatuh pada suatu bidang
persatuan luas dalam satu satuan waktu. Dalam atmosfer bumi terdapat
bermacam-macam radiasi seperti (Bryan Yuliarto, 2007):
1. Direct Solar Radiation (S) yaitu radiasi langsung dari matahari yang sampai
ke permukaan bumi.
2. Radiation Difus (D) yang berasal dari pantulan-pantulan oleh awan dan
pembauran-pembauran oleh partikel-partikel atmosfer.
3. Surface Raflectivity (r) yaitu radiasi yang berasal dari pantulan-pantulan oleh
permukaan bumi.
4. Out Going Terrestial radiation (O), yaitu radiasi yang berasal dari bumi yang
berupa gelombang panjang.
5. Back Radiation (B) yaitu radiasi yang berasal dari awan-awan dan butir-butir
uap air dan CO2 yang terdapat dalam atmosfer.
6. Global (total) Radiation (Q), dan
7. Net Radiation (R)
Menurut Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011 Pengeringan merupakan suatu cara
untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan
dengan menggunakan energi panas. Keuntungan pengeringan adalah bahan
menjadi lebih tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil
sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti.

Proses pengeringan yang umumnya digunakan pada bahan pangan ada dua
cara yaitu pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat
pengering. Kelemahan dari penjemuran adalah waktu pengeringan lebih lama dan
lebih mudah terkontaminasi oleh kotoran atau debu sehingga dapat mengurangi
mutu akhir produk yang dikeringkan. Di sisi lain, pengeringan yang dilakukan
dengan menggunakan alat pengering biayanya lebih mahal, tetapi mempunyai
kelebihan yaitu kondisi sanitasi lebih terkontrol sehingga kontaminasi dari debu,
serangga, burung dan tikus dapat dihindari.
Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat
dianggap sebagai salah satu proses adiabatis. Hal ini berarti panas yang diberikan
untuk penguapan air dari bahan hanya disuplai oleh udara pengering secara
konduksi atau radiasi tanpa tambahan energi dari luar. Proses perpindahan panas
terjadi karena suhu bahan lebih rendah dari suhu udara yang dialirkan disekeliling
bahan. Panas yang diberikan ini akan menaikan suhu bahan dan akan
menyebabkan tekanan uap air didalam bahan akan lebih tinggi dibandingkan
tekanan uap air di udara sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara.
Peristiwa perpindahan uap air ke udara ini disebut peristiwa pindah massa.

III.

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan


1. Pengering ERK-hybrid tipe rak berputar dengan ukuran 65 cm x 60 cm x 130
cm dengan 8 rak.
2. Termometer inframerah tipe T.
3. Termometer bola basah bola kering.
4. Pyrannometer
5. Multimeter
B. Prosedur Praktikum
1. Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan adalah mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam praktikum.
2. Pelaksanaan Praktikum
Mengukur perubahan suhu ruang pengering, suhu lantai pengering, suhu
lingkungan, RH lingkungan dan iradiasi pada pyrannometer yang diletakkan
diluar pada saat pengering berlangsung. Pengukuran secara berkala setiap 15
menit selama 240 menit.
3. Pengukuran Perhitungan
Pengukuran yang dilakukan yaitu perubahan suhu. Peritungan yang dilakukan
yaitu iradiasi surya.

Tabel 1. Format Tabel Pengamatan Praktikum

Wakt
u

Suhu
Lingkung
an C

BK

RH
Lingkug
an

Suhu Suhu
Suh
Lant Ruan Lingkung
ai
g
an C
ERK ERK
C
C

BB

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Iradiasi
Pyrannome
ter (mv)

Iradia
si
surya
W/m2

A. Hasil
Tabel 1. 1 Hasil pengukuran dengan pengeringan ERK.

Tabel 1.2. Massa buah


Massa apel (gram)
dalam
luar
awal
72
80
akhir
69
75

Massa mangga (gram)


dalam
luar
217
185
209
171

Keterangan:
a. Suhu alat pengering ERK meliputi suhu lantai, suhu ruang dan suhu atas
dengan satuan (C).
b. Hasil iradiasi pyranometer dinyatakan dalam satuan mV.
c. Hasil iradiasi surya dinyatakan dalam satuan W/m2.

Diketahui:
1. Massa Awal
Massa awal apel dalam

= 72 gram

Massa awal apel luar

= 80 gram

Massa awal mangga dalam = 217 gram


Massa awal mangga luar = 185 gram
2. Massa Akhir
Massa akhir apel dalam

= 69 gram

Massa akhir apel luar


= 75 gram
Massa akhir mangga dalam = 209 gram
Massa akhir mangga luar = 171 gram
Perhitungan Iradiasi:
1.

1000
7

12,4

= 1.771,43

2.

1000
7

10,5

= 1500

3.

1000
7

2,2 = 342,86

4.

1000
7

2,2 = 257,14

5.

1000
7

2,4

= 342,85

6.

1000
7

1,7

= 242,85

7.

1000
7

1,7

= 242,85

8.

1000
7

2,7

= 385,71

9.

1000
7

2,7

= 385,71

10.

1000
7

4,1 = 585,71

11.

1000
7

1,2 = 171,42

12.

1000
7

1,7= 242,85

13.

1000
7

11,5 = 1642,84

Keterangan gambar:

Gambar 1. Alat ERK

Gambar 2. Termometer Ruang

Gambar 3. Termometer Infrared

Gambar 4. Pyranometer

Gambar 5. Termometer Bola Basah dan Bola Kering

Gambar 6. Buah Mangga dan Apel

B. Pembahasan
Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang
memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transaparan
pada dinding bangunan serta plat absorber sebagai pengumpul panas untuk
menaikkan suhu udara ruang pengering. Lapisan transparan memungkinkan
radiasi gelombang pendek dari matahari masuk ke dalam dan mengenai elemenelemen bangunan. Hal ini menyebabkan radiasi gelombang pendek yang terpantul
berubah menjadi gelombang panjang dan terperangkap dalam bangunan karena
tidak dapat menembus penutup transparan sehingga menyebabkan suhu menjadi
tinggi. Proses inilah yang dinamakan efek rumah kaca (Kamaruddin, et al., 1994).
Pengering efek rumah kaca (ERK) hybrid tipe rak berputar adalah pengering
berenergi surya dan biomassa dengan dinding transparan untuk pemerangkapan
panas dari surya. Wadah produk berupa rak yang dapat diputar secara horizontal,
sehingga setiap rak dapat menerima panas secara merata (Galuh Fekawati, 2010).
Pengering ERK merupakan pengeringan yang mengandalkan energi surya
dan energi lain seperti kayu bakar atau briket batubara sebagai sumber energi

panasnya. Radiasi surya masuk kedalam sistem pengering melalui dinding


transparan dan diserap olah berbagai komponen pengering (seperti absorber, rak,
rangka, juga produk) yang berada dalam ruang pengering (Hendrisyah, 2007).
Prinsip alat pengering surya tipe efek rumah kaca yaitu penggunaan
bangunan transparan yang berfungsi sebagai penyekat sehingga memungkinkan
radiasi gelombang pendek matahari untuk masuk dan penyekat keluar radiasi
gelombang panjang. Iradiasi surya yang terperangkap akan menaikkan suhu
didalam ruangan pengering, dan panas yang terjadi akibat gelombang pendek
yang terpancar oleh matahari diserap produk, plat absorber dan komponen yang
ada didalam ruang pengering tersebut, yang kemudian diubah menjadi gelombang
panjang. Lapisan penutup transparan memungkinkan gelombang panjang dari
bahan untuk tertahan di dalam bangunan transparan.
Pengering rumah kaca tipe rak berputar ini terdiri dari tiga bagian utama
yaitu:
1. Bangunan rumah kaca
Bangunan rumah kaca pada umumnya bervariasi ukurannya. Bangunan
rumah kaca ini berfungsi sebagai tempat dilakukannya proses pengeringan.
Bangunan ini terbuat dari kerangka besi yang dimodifikasi dan menggunakan
atap plastik berwarna putih. Digunakannya plastik berwarna putih agar radiasi
surya masuk ke dalam pengering tersebut dan melakukan pengeringan bahan.
2. Silinder dengan rak pengering
Silinder dengan rak pengering berfungsi untuk menempatkan bahan
yang akan dikeringkan dan memutarkan rak tersebut dengan kecepatan

tertentu. Rak pada pengering ERK tipe rak berputar dapat diputar secara
vertical dan secara manual agar produk mendapatkan aliran udara yang
merata, sehingga produk yang dikeringkan memiliki kadar air yang seragam.
3. Sistem pemanas
Sistem pemanas berfungsi sebagai suatu sistem untuk memanaskan
bahan tersebut. Sistem pemanas ini terdiri dari pompa air, radiator, dan kipas.
Pompa air digunakan untuk mensirkulasikan air panas dari tangki menuju ke
radiator. Radiator digunakan sebagai penukar panas. Sedangkan kipas
digunakan sebagai penyeragaman aliran udara panas.
Macam-macam pengering tipe ERK :
1. Pengering ERK tipe Bak (untuk mengeringkan biji kopi, padi, dan jagung);
2. Pengering Tipe Venturi (mengeringkan tanaman jamu, rumput laut, dan ikan
tembang);
3. Pengering tipe Lorong (mengeringkan beras, kopi, cokelat, ikan, dan rumput
laut). terdiri atas kipas angin sentrifugal, pemanas udara (kolektor) dan lorong
pengering. Kolektor dan lorong pengering dipasang paralel dan diatasnya
ditutup dengan plastik transparan. Alat pengering dipasang dengan arah
membujur utara-selatan dan diletakkan diatas tanah. Udara pengering yang
dihasilkan dalam kolektor dihembuskan ke komoditi dengan kccepatan 400
900 m3/jam agar tercapai temperatur pengeringan 40 60 OC.
4. Pengering tipe Resirkulasi (mengeringkan gabah, jagung, dan kopi)
5. pengering tipe ERK Bunker (mengeringkan gabah)

Grafik hubungan waktu pengeringan, suhu lingkungan, suhu lantai ERK, dan suhu ruang ERK
60
50
40

Suhu 30
20
10
0

15

30

45

60

75

90 105 120 135 150 165 180

Waktu
Suhu lantai

suhu ruang

suhu lingkungan

Gambar 1.1 Grafik Hubungan waktu pengeringan dengan suhu lingkungan, suhu
lantai ERK, dan suhu ruang ERK.

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu yang
dibutuhkan pengering tersebut, maka akan semakin menurun suhu ruang dan suhu
lantai pada pengering ERKnya. Ini disebabkan karena suhu lingkungan yang rata
-rata semakin menurun pula.Namun pada RH lingkungan semakin menigkat.
Pengering tipe Efek Rumah Kaca (ERK) merupakan bangunan rumah kaca
yang difungsikan sebagai pengering untuk produk pertanian, misalnya: cabai,
kentang, lada, jagung pipilan, pisang. Produk ini biasanya ditempatkan di dalam
rumah kaca dengan menggunakan rak-rak. Sumber daya utama adalah radiasi
matahari dan sumber panas lainnya dapat ditambahkan seperti listrik atau bahan
bakar fosil secara tidak langsung. Dapat pula ditambahkan suatu sytem pengalir
udara berbeda tekanan (Vo-Ngoc, D. and N.K. Srivastava, 1992) atau PDID

(Pressure Difference Induced Draft) yang dapat dipasang untuk mengurangi


kebutuhan tenaga listrik untuk mengoperasikan sistem pengeringan.
Praktikum yang dilakukan adalah pengeringan pada buah apel dan mangga
dengan menggunakan pengering ERK-hybrid. Praktikum yang dilakukan yaitu
mengukur suhu bahan, berat bahan, suhu lingkungan, suhu ruang pengering, suhu
outlet, suhu hybrid, susut bobot dan iradiasi matahari. Pengukuran dilakukan
setiap 15 menit sekali, yaitu pada waktu menit ke-0, menit ke-15, menit ke-30,
menit ke-45 dan menit ke-60. Data hasil pengukuran yang telah dilakukan adalah
seperti tabel dibawah ini:

Terkait dengan energi surya, sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai


potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari
yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat
diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur
Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar
4,5 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur

Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%.
Dengan demikian, potesi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m 2 /hari
dengan variasi bulanan sekitar 9%.
Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam
teknologi yang sudah diterapkan, yaitu teknologi energi surya termal dan energi
surya fotovoltaik. Energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak
(kompor

surya),

mengeringkan

hasil

pertanian

(perkebunan,

perikanan,

kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air. Energi surya fotovoltaik


digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi,
dan lemari pendingin di Puskesmas dengan kapasitas total 6 MW.
Pemanfaatan energi surya khususnya dalam bentuk SHS (solar home
systems) sudah mencapai tahap semi komersial. Komponen utama suatu SESF
adalah, Sel fotovoltaik (mengubah penyinaran matahari menjadi listrik), Balance
of system (BOS), Unit penyimpan energi (baterai) dan peralatan penunjang lain
seperti: inverter untuk pompa, sistem terpusat, dan sistem hibrid.
Pemanfaatan energi surya termal di Indonesia masih dilakukan secara
tradisional. Para petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya
untuk mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung.
Secara umum, teknologi surya termal yang kini dapat dimanfaatkan
termasuk dalam teknologi sederhana hingga madya. Beberapa teknologi untuk
aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel pertukangan kayu/besi biasa.
Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh industri manufaktur
nasional.
Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai
100 %, sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan

menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau


Heat Pipe ), kandungan lokal minimal mencapai 50%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas.
Proses pengarangan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pembakaran secara
langsung dan pembakaran secara tidak langsung.
2. Energi surya dapat dimanfaatkan dalam pengolahan pascapanen produk
pertanian, salah satunya yaitu sebagai sumber panas dalam pengeringan efek
rumah kaca.
3. Pengering efek rumah kaca adalah alat pengering berenergi surya yang
memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup
transaparan pada dinding bangunan serta plat absorber sebagai pengumpul
panas untuk menaikkan suhu udara ruang pengering.

B. Saran
Menurut saya,

DAFTAR PUSTAKA

Agriana, D. 2006. Kinerja Lapang Alat Pengering Surya Hybrid Tipe Efek Rumah
Kaca untuk Pengeringan Dendeng Jantung Pisang. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Apip, 2006. Radiasi Surya sebagai Unsur Sumber Daya Iklim dan Sumber Energi
Sistem Perairan Darat. Warta Limnologi, No. 39. Puslit Limnologi LIPI.
Brooker, D.B. Barker-Arkema, F.W., dan Hall, C.W.1974. Drying Cereal Grain.
The A VI Publishing Co, Inc., Westport, Connecticut.
Brooker, D.B. Barker-Arkema, F.W., dan Hall, C.W.1992. Drying and Storage of
Grain and OilSeed. Van Norstand Reinhold, Inc., New York.
Bryan, Yuliarto. 2007. Keterkaitan Cuaca di Indonesia dengan Fenomena Bintik
Matahari (SUNSPOT). Jurnal Agromet Indonesia, Vol 21, No 1.
Hendrisyah. 2007. Kajian Performansi pengering rotary tipe co-current untuk
pengeringan sawut ubi jalar. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Kamaruddin, A., et al. 1996. Energi dan Elektrifikasi Pertanian. JICA-DGHE.IPB
Project ADAET: JTA-9a(132). IPB, Bogor.
Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
Wulandani, D. 1997. Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi (Coffea sp.)
Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan
Pertanian. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai