Anda di halaman 1dari 10

1.3.3.

Energi Matahari
Dalam Keseimbangan Energi Global

A. Radiasi Matahari, Atmosfer dan Permukaan Bumi


Sistem iklim bumi sangat dipengaruhi oleh kesetimbangan energi global. Sumber energi utama
bumi adalah sinar matahari, yang kemudian dimanfaatkan oleh semua sistem kehidupan di bumi
ini. Dalam kondisi normal, proporsi sinar matahari yang dimanfaatkan oleh setiap komponen
sistem kehidupan di bumi sedemikian merata sehingga iklim bumi tidaklah akan mengalami
perubahan yang signifikan. Namun kegiatan manusia telah merubah faktor-faktor yang
menyebabkan kesetimbangan energi tersebut, sehingga perubahan iklim yang mengarah kepada
suatu degradasi kualitas bumi telah dan akan terus terjadi.

Matahari mempunyai suhu permukaan mencapai 6000 K akan memancarkan energi dalam
bentuk radiasi ke segala arah dengan kecepatan rambatnya mencapai 300.000 kilometer per
detik, radiasi yang masuk ke planet bumi biasa disebut insolasi yang mencapai planet bumi hanya
dalam waktu 9,3 dengan jarak tempuh sekitar 150 juta kilometer (Prawirowardoyo, 1996).
Radiasi yang dipancarkan matahari sebagian berbentuk sinar tapak gelombang pendek dan
sebagian kecil dalam bentuk gelombang panjang yang berupa energi panas yaitu sinar
inframerah. Tabel 1.2.4. Radiasimatahari yang masuk ke puncak atmosfer planet bumi
sipengaruhi oleh tiga faktor yaitu musim, waktu hari dan derajat lintang.
Tabel 2.1. Komposisi Spektrum Radiasi Matahari
Jenis awan Albedo (%)
Untraviolet ( ≤ 0,4 m) 9
Sinar Tapak 0,41 m ≤ 0,74 m 45
Sinar Inframerah ≥ 0,74 m 46
Sumber : (Prawirowardoyo, 1996).

Radiasi matahari dalam perjalanannya melewati atmosfer menuju permukaan bumi mengalami
proses penyerapan (obsorbsi), pemantulan (refleksi) dan hamburan serta pemancaran kembali
(rerediasi).
Proses penyerapann (absorpsi) yaitu radiasi matahari yang masuk kelapisan atmosfer
langsung di serap oleh ozon dan uap air sebesar 18 %. Radiasi matahari yang diserap oleh
uap air adalah yang memiliki panjang gelombang 0,9 m dan 2,1 m, sedangkan yang
diserap oleh ozon yaitu radiasi yang memiliki panjang gelombang di bawah 0,29 m.
Proses pemantulan (refleksi) yaitu radiasi matahari yang masuk kelapisan atmosfer
dipantulkan kembali awan dan permukaan bumi ke angkasa luar. Besarnya radiasi yang
dipantulkan oleh awan tidak hanya tergantung pada tebalnya awan, tepai juga macam dan
jenisnya awan. Tabel 1.2.4. Besarnya radiasi yang diupantulkan oleh permukaan bumi
dipengaruhi oleh macam dan jenisnya permukaan. Pada umumnya permukaan yang
berwarna muda atau kering akan memantulkan radiasi lebih besar dibandingkan permukaan
berwarna gelap atau basah.

Tabel 2.1. Albedo Berbagai Jenis Awan

Jenis awan Albedo (%)


Sirus 36
Altosratus 39 – 59
Stratus 42 – 84
Kumulus 70 – 90
Kumulunimbus 92
Sumber : (Prawirowardoyo, 1996).

Proses Penghamburan yaitu radiasi matahari yang masuk kelapisan atmosfer akan
dihamburkan oleh molekul udara, uap air dan partikel di atmosfer. Penghamburan radiasi
matahari ini dapat terjadi ke angkasa luar atau ke permukaan bumi sebagai radiasi di fus
sebagai sumber bahang yang penting bagi permukaan planet bumi terutama pada daerah
lintang tinggi dan musim dingin.
Hamburan radiasi di atmisfer tergantung pada besarnya ukuran partikel panghambur
terhadap panjang gelombang radiasi yang datang. Jika ukuran partikel penghambur jauh
lebih kecil dari panjang gelombang radiasi yang datang seperti molekul udara di atmosfer
maka hamburan ini biasa disebeut hamburan Rayleigh yang menghamburkan lebih banyak
cahaya biru pada keadaan udaya bersih menyemabkan langit berwarna biru, sedangkan jika
di dalam atmosfer terdapat partikel debu, asap dan aerosol lainnya yang ukurannnya lebih
besar dari ukuran molekul udara, maka hamburan ini biasa disebut hamburan mie yang
menyebabkan langit berwarna putih.
Radiasi matahari dalam perjalanannya melewati atmosfer setelah mencapai permukaan bumi
akan di pancarkan kembali oleh permukaan bumi menuju atmosfer dan angkasa luar juga akan
mengalami berbagai proses yaitu penyerapan (obsorbsi), pemantulan kembali dan dan diteruskan.

Proses penyerapann (absorpsi) yaitu radiasi matahari yang dipancarkan kembali oleh
permukaan bumi menuju angkasa luar sebagian akan diserap oleh ozon, karbon dioksida
dan uap air.
Proses re-radiasi yaitu radiasi matahari yang dipancarkan dari angkasa luar menuju
atmosfer dan radiasi yang dipancarkan kembali oleh permukaan bumi menuju angkasa luar
seabagian akan diserap oleh tamosfer untuk memanaskan atmosfer, maka pemanasan yang
terjadi di atmofer akan mendorong atmosfer untuk memancarkan kembali radiasi yang
diserap dari permukaan bumi, Pemancaran kembali radiasi matahari oleh atmosfer sebagian
akan dipancarkan menuju angkasa luar dan sebagian menuju pemukaan bumi.

Proses diteruskan yaitu radiasi matahari yang dipancarkan prmukaan bumi selain diserap
oleh atmosfer, sebagian juga akan diteruskan langsung menuju angkasa luar, tanpa melaui
atmosfer.
B. Neraca Radiasi Sistem Bumi dan Atmosfer

Radiasi matahari yang di pancarkan menuju permukaan bumi sebelumnya akan melewati lapisan
atmosfer. Secara keseluruhan radiasi matahari yang sampai ke lapisan atmosfer yaitu sebesar 342
watt per m2, selanjutnya untuk mencapai permukaan bumi radiasi tersebut akan mengalami
berbagai roses sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya yaitu sebesar 77 watt per m 2 radiasi
matahari akan langsung dipantulkan oleh awan, aerosol, uap air dan gas rumah kaca lainnya yang
terdapat di lapisan atmosfer menuju angkasa luar. Kemudian 67 watt per m 2 radiasi matahari akan
diserap oleh awan diserap oleh aerosol, uap air dan gas rumah kaca lainnya yang terdapat di
lapisan atmosfer, sehingga radiasi matahari yang masuk ke permukaan bumi hanya sebesar 198
watt per m2, namun besarnya energi yang diserap oleh permukaan bumi yang digunakan untuk
memanaskan bumi dan sumber energi mahluk hidup di palanet bumi hanya sebesar 168 watt per
m2, karena sebagian radiasi matahari sebelum diserap permukaan bumi akan dipantulkan
kembalai oleh permukaan bumi sebesar 30 watt per m2.

Jadi besarnya radiasi matahari yang dipancarkan oleh awan, lapisan atmosfer dan permukaan
bumi adalah sebesar 107 watt per m 2. Selebihnya 235 wm-2 diserap oleh gas-gas lapisan atmosfer
dan partikel-partikel halus (debu) dan hanya sebesar 168 wm -2 yang dipantulkan menuju
permukaan bumi untuk selanjutnya diserap permukaan tanah dan laut untuk menghangatkan bumi
dan sebagai energi bagi mahluk hidup di permukaan bumi. Radiasi matahari yang bergelombang
pendek (ultraviolet) di bawah 0,3 µ di serap oleh lapisan ozon yang terdapat pada lapisan
atmosfer terluar (ketinggian 25 km) sehingga akan bermanfaat besar bagi mahluk hidup di planet
bumi karena radiasi semacam ini sangat berbahaya bagi protoplasma yang terkena (Odum, 1993)
dan penyerapan radiasi oleh uap air memiliki panjang gelombang 0,9 µm dan 2,1 µm serta CO2
menyerap radiasi dengan panjang gelombang lebih besar dari 4 µm (Prawirowardoyo, 1996).
Radiasi yang dipancarkan oleh matahari yang mencapai permukaan bumi terdistribusikan berupa
sinar ultraviolet sekitar 10 %, 45 % sinar tapak, dan 45 % sinar inframerah (Odum, 1993).
Radiasi matahari setelah mencapai permukaan bumi dipantulkan kembali oleh benda-benda yang
terdapat di permukaan bumi menuju ke lapisan atmosfer sehingga memanaskan lapisan atmosfer.
Banyaknya radiasi matahari yang diterima permukaan bumi dipengaruhi oleh ketinggian matahari
yaitu sudut antara sinar matahari dan permukaan bumi artinya semakin ketinggian matahari maka
akan semakin besar energi tiap satuan waktu yang diterima per satuan luas permukaan dan
ketinggian matahari dipengaruhi oleh lintang tempat yaitu ketinggian matahari pada umumnya
berkurang dengan bertambahnya derajat lintang, waktu yaitu matahari lebih tinggi pada tengah
hari daripada pagi dan sore hari dan musim yaitu pada musim panas ketinggian matahari lebih
tinggi dibandingkan pada musim dingin (Prawirowardoyo, 1996). Pertukaran energi yang terjadi
pada permukaan bumi dan lapisan atmosfer menjadikan suhu rata-rata permukaan bumi mencapai
14 °C, berkurang dengan cepat mencapai suhu rata-rata dari -58 °C di puncak troposfer. Besarnya
radiasi matahari yang jatuh pada puncak atmosfer tergantung pada tiga faktor yaitu waktu tahun,
waktu hari dan derajat lintang (Prawirowardoyo, 1996).
Untuk menjaga kestabilan iklim maka harus dijaga keseimbangan aliran energi antara radiasi
matahari yang dibutuhkan dengan energi yang dikeluarkan dalam sistem iklim. Oleh karena itu
sistem iklim sendiri harus memantulkan rata-rata 235 wm -2 radiasi matahari kembali ke angkasa.
Gambar 1.6 menunjukkan bahwa pada sisi sebelah kiri menunjukkan besarnya aliran energi yang
dipancarkan radiasi matahari, sedangkan pada sisi sebelah kanan menunjukkan bagaimana
lapisan atmosfer memantulkan kembali sinar infra merah menuju luar angkasa.
Radiasi inframerah yang dipancarkan oleh bumi di dalam atmosfer akan mengalami proses yaitu
penyerapan dan penerusan. Sebagai penyerap utama di dalam atmosfer adalah ozon,
karbondioksida, awan dan uap air. Sedangka radiasi yang diteruskan langsung ke angkasa luar
dengan panjang gelombang antara 8 µm dan 14 µm dan daearh panjang gelombang ini dinamakan
jendela atmosfer.

Pada beberapa obyek benda secara fisik akan menyerap radiasi matahari dan memancarkan energi
dengan panjang gelombang pendek untuk suhu benda berdasarkan tipe benda yaitu tipe benda
dengan suhu lebih tinggi sebagian besar energi yang dipantulkan berupa gelombang panjang.
Mengingat bahwa suhu permukaan bumi tidak bertambah panas dan suhu atmosfer tidak semakin
dingin sehingga kelebihan energi tersebut dikembalikan kembali ke atmiosfer tidak dalam bentuk
radiasi tetapi dalam bentuk panas sensible dan panas laten. Panas laten dikembalikan ke atmosfer
melalui evapotranspirasi, sedangkan panas sensible dikembalikan lewat konduksi pada
persentuhan atau adveksi antara udara dan permukaan bumidan konveksi udara dari permukaan
bumi ke atmosfer.

Untuk Bumi memancarkan radiasi 235 wm -2, ini harus memancarkan suhu emisi efektif sebesar
19 °C dengan panjang gelombang pendek dalam bentuk sinar inframerah. Hal ini menjadikan 33
°C lebih rendah 14°C dari rata-rata temperatur dari di permukaan bumi. Untuk dapat memahami
mengapa hal ini terjadi yaitu harus mempertimbangkan besarnya jumlah radiasi sinar inframerah
bagian dari spektrum yang terdapat di lapisan atmosfer.

Gambar 1.6. Keseimbangan Energi Global

Setiap benda dengan suhu di atas 0 °K akan selalu memancarkan radiasi yang memiliki sifat
gelombang. Suhu permukaan juga menentukan kisaran panjang gelombang energi yang
dipancarkan. Radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi dalam bentuk radiasi gelombang
pendek dengan panjang gelombang atara 0,2 – 4,0 µm, sementara radiasi yang dipantulkan
kembali oleh permukaan bumi dalam bentuk gelombang infra mereh yang mempunyai panjang
gelombang lebih panjang yaitu antara 4,0 – 100,0 µm (PPLH IPB dan PPE ITB, 1997).

Besarnya Radiasia matahari yang direfleksikan (albedo) oleh permukaan bumi menuju angkasa
luar melalui atmosfer akan sangat bergantung pada karakteristik dari permukaan bumi yaitu
daerah criosfer akan lebih besar merefleksikan radiasi matahari sedangkan untuk perairan laut dan
samudera sebagian besar radiasi matahari akan diserap sehingga refleksinya rendah. Tabel 2.2
menyajikan besarnya nilai albedo untuk berbafai jenis jenis permukaan.

Tabel 2.2. Albedo Berbagai Jenis Permukaan


Jenis awan Albedo (%)
Salju segar, matahari tinggi 80 - 85
Salju segar, matahari rendah 90 – 95
Salju lama 50 – 60
Pasir 20 – 30
Rumput 20 – 25
Tanah Kering 15 – 25
Tanah basah 10
Hutan 5 - 10
Sumber : (Neiburger et al,1982)

Faktor-faktor utama yang berperan dalam keseimbangan energi global adalah:

 Uap Air

Uap air air sangat penting dalam sistem cuaca dan iklim karena 1). uap air merupakan
sumber dari semua bentuk kondensasi curahan; 2). uapa air dapat menyerap radiasi
matahari maupun radiasi bumi sehingga sangat berpengaruh terhadap suhu udara; 3). uap
air mengandung panas laten dan energi ini dilapes kalau uap air mengkondensasi; 4).
banyaknya uap air di atmosfer merupakan faktor penting yang mempengaruhi besarnya
laju penguapan dan evapotranspirasi; 5). uap air dapat berubah bentuk menjadi cair atau
padat pada kisaran suhu atmosfer normal; 6). Banyaknya dan distribusi vertikal uap air di
dalam atmosfer mempengaruhi kestabilan atmosfer karena dipengaruhi oleh pendinginan
dan pemanasan adibatik (Prawirowardoyo, 1996).
Uap air adalah penyerap radiasi inframerah yang sangat kuat. Di daerah dengan iklim
kering suhu akan turun dengan cepat mendekati matahari terbenam, sedangkan di daerah
dengan iklim yang lembab, penurunan suhu udara tidak akan terlampau besar.

Perbedaannya adalah bahwa radiasi infra-merah yang dipancarkan oleh permukaan tanah
dan diserap oleh uap air di daerah beriklim lembab dipancarkan kembali ke permukaan,
sehingga menjaga suhu tetap hangat. Di daerah beriklim kering, radiasi pantulan dari
permukaan bumi langsung diteruskan atmosfir ke luar angkasa. Oleh karena itu uap air
memerankan fungsi yang penting dalam menjaga keseimbangan suhu atmosfir bumi.

 Awan

Awan juga merupakan elemen penting yang dapat menyerap radiasi infra-merah.
Kenyataan menunjukkan bahwa faktor dominan yang harus diperhatikan para ahli
meteorologi untuk meramalkan temperatur di malam hari pada suatu daerah tertentu
adalah ada tidaknya awan. Radiasi infra-merah yang dipancarkan oleh bumi diserap oleh
awan dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga menjaga suhu pada malam
hari tetap hangat. Atmosfer dingin di malam hari akan semakin terasa jika di langit pada
siang hari tidak ada awan sama sekali.

 Gas Rumah Kaca

Gas rumah kaca juga berperan dalam menyerap radiasi sinar matahari. CO 2, N2O, metana,
O3, dan CFC adalah gas-gas yang tergolong dalam kelompok gas rumah kaca.
Keberadaan gas-gas ini berfungsi untuk menyerap radiasi baik yang datang dari atas
(matahari) ataupun dari bawah (radiasi dari bumi), sehingga menjaga suhu atmosfir selalu
stabil. Gas rumah kaca yang ada di atmosfir saat ini kebanyakan dihasilkan oleh kegiatan
manusia dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh fenomena alam. Peningkatan jumlah
gas rumah kaca di atmosfir berpengaruh dalam peningkatan suhu permukaan bumi.

Gas Rumah Kaca Alami

Atmosphere mengandung berbagai macam jejak gas yang terserap dan terpancar radiasi infra
merah. Apa yang disebut sebagai GRK menyerap radiasi infrared, memancar dari permukaan
bumi, atmospehere dan awan, kecuali bagian transparan dari spektrum yang bernama
atmospheric window (gambar 1.2) ia memancarkan radiasi infrared kesegala arah termasuk
kearah bawah yaitu permukaan bumi. GRK ini menjebak panas dalam atmosphere mekanisme ini
disebut efek rumah kaca alami. Akibat dari perpindahan kearah atas dari radiasi infrared
kepermukaan lebih hangat dekat permukaan bumi, ke permukaan lebih dingin di ketinggian.
Radiasi infrared secara efektif terpancar kembali ke angkasa dari ketinggian dengan temperatur
rata-rata – 19 0 C, menyeimbangi radiasi masuk, dimana permukaan bumi terjaga pada temperatur
yang lebih tinggi pada rata-rata 14 0 C. temperatur – 19 0 C sama dengan ketinggian kurang lebih
5 km. Efek gas rumah kaca secara esensi pada atmosphere bawah tidak konstan (isothermal) tapi
menurun seiring dengan ketinggian ini dapat diamati pada gambar 1.2. Awan juga berperan
penting pada keseimbangan energi bumi dan khususnya dalam efek GRK alami. Hampir semua
awan ialah reflektor terang dari radiasi solar dan cenderung mendinginkan sistem cuaca. secara
keseluruhan awan yang ada sekarang sedikit mendinginkan suhu bumi : refleksi dari radiasi lebih
mengkompensasi efek GRK pada awan. Namun juga tergantung pada ketinggian tipe dan unsur
optikal pada awan.
A. Radiative Forcing
Apa itu radiatif forcing ?
Pengaruh dari suatu faktor yang dapat berakibat pada perubahan iklim seperti gas rumah kaca
yang sering di evaluasi dalam bentuk radiatif forcing. Radiatif forcing ialah ukuran dari
bagaimana keseimbangan energi antara sistem bumi dan atmosphere dipengaruhi pada saat faktor
yang mempengaruhi cuaca berubah. Penggunaan istilah radiatif karena faktor tersebut merubah
keseimbangan antara radiasi matahari yang datang dan radiasi infrared yang dipancarkan kembali
oleh permukaan bumi menuju atmosfer dan angkasa luar. Keseimbangan radiatif mengontrol
suhu permukaan bumi, kata forcing digunakan untuk mengindikasikan keseimbangan radiatif
bumi yang terdorong menjauh dari keadaan normal.
Radiatif forcing biasanya dihitung berdasarkan rata-rata perubahan energi per unit area dari bumi
yang terukur dari atas atmosphere, yang dijabarkan dalam units “watts” permeter persegi (gambar
2). Saat radiatif forcing dari satu atau beberapa faktor di evaluasi sebagai positif, energi-energi
pada sistem atmosphere bumi pasti akan meningkat dan menuju pada pemanasan sebaliknya
radiatif forcing negatif, energi pada akhirnya menurun menuju sistem mendingin. Tantangan
penting bagi para ilmuwan ialah bagaimana mengidentifikasi semua faktor yang dapat merubah
mekanisme cuaca, menghitung radiatif forcing pada tiap faktor dan mengevaluasi total radiatif
forcing pada berbagai faktor.
Pada keadaan seimbang rata-rata radiasi pada atmosphere teratas ialah nol, perubahan pada
radiasi matahari yang masuk atau radiasi inframerah yang keluar dari permukaan bumi akan
merubah keseimbangan radiasi. Ketidak seimbangan ini disebut radiatif forcing, dalam
prakteknya troposfer atas (tropopause) dianggap sebagai atmosfer atas karena stratoposfer
mengalami penyesuaian hanya beberapa bulan pada kesimbangan radiatif, sedangkan permukaan
troposfer sistemnya menyesuaikan jauh lebih lambat, karena thermal inertia pada lautan yang
luas. Radiatif forcing pada sistem permukaan troposfer ialah berubah pada keseimbangan iradians
pada tropopause setelah mengijinkan temperatur stratospheric mengalami penyesuaian pada
keseimbangan radiatif.
External forcing seperti radiasi silor atau aerosols dalam jumlah banyak dikeluarkan oleh letusan
vulkano ke atmosphere dapat sangat bervariasi tergantung skala waktu, menyebabkan variasi
alami pada radiatif forcing. Variasi ini dapat negatif maupun positif namun sistem cuaca harus
bereaksi untuk memperbaiki keseimbangan. Radiatif forcing positif cederung membuat
permukaan lebih hangat sedang radiatif forcing negatif membuat permukaan lebih dingin. Proses
cuaca internal dan feedbacknya dapat menyebabkan variasi pada keseimbangan radiatif melalui
dampak solar radiasi yang terpantul atau radiasi infrared yang terpancar, namun variasi tersebut
tidak dapat dianggap bagian dari radiatif forcing.
Bagaimana aktivitas manusia berperan dalam perubahan cuaca dan bagaimana
perbandingannya terhadap pengaruh alami ?

Banyak aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan pada atmosphere bumi dan jumlah
GRK, Aerosols (partikel kecil) dan awan gelap. Kontribusi terbesar ada pada pembakaran fossil
fuel yang melepas CO2 ke atmosphere. GRK dan aerosols berdampak pada cuaca dengan
merubah radiasi solar yang datang dan pergi radiasi inframerah (thermal) yang merupakan bagian
dari keseimbangan energi dunia. Perubahan pada susunan gas dan partikel ini akan berujung pada
pemanasan atau pendinginan dari sistem cuaca. sejak dimulainya era industrialisasi sekitar 1750
aktivitas manusia secara keseluruhan telah menghangatkan cuaca. dampak dari aktivitas manusia
ini jauh melebihi proses perubahan alami seperti perubahan solar dan letusan vulkano.

Radiatif forcing dari faktor yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia

Konstribusi ke radiatidf forcing dari beberapa faktor aktivitas manusia (gambar 2)


menggambarkan total forcing relatif dibanding awal era industrialisasi. Forcing dari semua GRK
yang bertambah ialah positif karena setiap gas menyerap radiasi infrared yang keluar dari
atmosphere. Dari semua GRK penambahan CO2-lah yang paling banyak pada periode ini.
Tropospheric ozon yang meningkat juga menyebabkan pemanasan walau stratospheric ozon yang
menurun menyebabkan sedikit pendinginan. Partikel aerosol secara langsung mempengaruhi
radiatif forcing melalui pantulan dan serapan dari solar dan radiasi infrared di atmosphere.
Beberapa aerosol menyebabkan positif forcing sedangkan yang lain menyebabkan negatif
forcing. Radiatif forcing langsung yang terangkum pada seluruh tipe aerosol ialah negatif.
Aerosol juga menyebabkan negatif forcing tidak langsung melalui perubahan susunan awan.

Aktivitas manusia sejak era industri telah merubah sifat dari tanah diseluruh dunia terutama dari
berubahnya tempat bertani, ladang dan hutan. Manusia juga telah memodifikasi kemampuan
pantulan es dan salju, perubahan ini sisebut negatif forcing. Lalu lintas penerbangan
menyebabkan kondensasi linear trails (contrails) yang susah hilang, khususnya didaerah
temperatur rendah dan kelembaban tinggi. Contrails ialah bentuk dari awan cirrus yang
memantulkan radiasi solar dan menyerap radiasi infrared. Contrails dari penerbangan dunia telah
meningkatkan awan pekat dan diketahui telah menyebabkan positif radiatif forcing kecil.
Radiatif forcing dari perubahan alami

Forcing alami muncul karena perubahan solar dan gunung meletus. Solar output telah secara
berkala meningkat di era industrialisasi menyebabkan radiatif forcing kecil (gambar 2). Ini
tambahan dari pola berubah dalam radiasi solar yang mengikuti pola 11 tahunan, energi solar
secara langsung memanaskan sistem cuaca dan dapat menyebabkan atmospheric berlimpah dari
beberapa GRK. Letusan gunung dapat menyebabkan negatif forcing singkat (2 sampai 3 tahun),
karena meningkatnya sulphate aerosol. Saat ini stratosphere bebas dari vulkanik aerosol sejak
ledakan besar terjadi pada gunung Pinatubo tahun 1991. Perubahan yang disebabkan oleh radiatif
forcing sejak awal era industri sampai sekarang dari perubahan radiasi solar sangat kecil jika
dibanding yang disebabkan aktivitas manusia. Akibatnya atmosphere saat ini tidak terlalu
dipengaruhi oleh perubahan alami namun sebagian besar karena aktivitas manusia.

Anda mungkin juga menyukai