Anda di halaman 1dari 18

CAPTER I

KONSEPSI DASAR
SISTEM IKLIM GLOBAL
1.1.PEMAHAMAN SISTEM CUACA DAN IKLIM

1.1.1.Definisi Cuaca Dan Iklim

Cuaca adalah keadaan fisis atmosfer pada suatu tempat pada suatu saat yang dinyatakan atau
diungkapkan dengan hasil pengukuran berbagai unsur-unsur cuaca (Prawirowardoyo, 1996).
Cuaca merupakan keadaan udara pada saat dan di wilayah tertentu dengan cakupan yang relatif
lebih sempit dan dalam jangka waktu yang lebih singkat. Keadaan fisis atmosfer ini terbentuk
dari gabungan beberapa unsur cuaca dan dalam jangka waktu relatif singkat bisa hanya dalam
hitungan jam saja seperti keadaan udara pada pagi hari, siang hari atau sore hari sehingga
menyebabkan fenomena cuaca dapat berubah pada setiap daerah dalam jangka waktu setiap jam,
setiap hari yang dipengaruhi oleh gabungan unsur-unsur cuaca seperti keadaan suhu udara,
tekanan udara, laju serta arah angin, kelembaban udara, dan curah hujan, kondisi awan (Pollonais
S and Bollin B, 2001). Perubahan ini akan sangat dipengaruhi oleh keadaan atmosfer dalam
hitungan periode waktu satu menit hingga satu bulan (Trenberth et al, 2004).
Di Indonesia keadaan cuaca biasanya diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui
prakiraan cuaca hasil analisis Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dan biasanya
ditayangkan pada malam hari di media televisi atau diberitakan pada beberapa media koran
harian (Zakir, 2004), sehingga cuaca lebih umum diartikan sebagai kondisi harian dari suhu,
curah hujan, tekanan udara dan angin (Meiviena A, et all, 2004). Namun berbeda halnya untuk
negara-negara maju dengan kemampuan pemahaman dan penguasaan teknologi dalam bidang
metereologi sehingga informasi perubahan cuaca yang sangat akurat dapat diperoleh dalam setiap
jam.
Iklim berbeda dengan cuaca karena cuaca lebih dipengaruhi oleh keadaan jangka pendek di
lapisan atmosfer, sedangkan iklim menggambarkan keadaan atmosfer pada suatu daerah dalam
jangka waktu yang cukup lama. Jangka waktu tersebut dipilih cukup lama untuk meratakan
fluktuasi skala kecil (Keadaan atmosfer tersebut dinyatakan dengan hasil pengukuran atau
pengamatan berbagai unsur cuaca yang dilakukan selama periode waktu tersebut
(Prawirowardoyo, 1996).

Iklim didefinisikan sebagai keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang relatif lama dan cakupan wilayah yang cukup luas,
waktu yang ditetapkan oleh World Metereologi Organization minimal 30 tahun (Baede, 2001) .
Iklim akan selalu mengalami perubahan dalam satuan waktu yang relatif panjang seperti dari
musim ke musim, tahun ke tahun, dasawarsa ke dasawarsa atau dalam waktu yang lebih lama
lagi, seperti perubahan yang terjadi pada masa zaman es. Secara statistik variasi rata-rata keadaan
iklim yang mengalami perubahan yang signifikan dinamakan sebagai perubahan iklim.
Iklim dapat terbentuk karena adanya:

a. Rotasi dan revolusi bumi sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan
b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisik yang menyebabkan timbulnya
penyerapan panas matahari oleh bumi yang akan mempengaruhi kehidupan di planet bumi.
1.1.2. Peranan Cuaca dan Iklim Bagi Kehidupan

Unsur-unsur cuaca dan iklim merupakan bagian dari sistem-sistem dalam mendukung dan
menopang kehidupan di planet bumi. Keseluruhan mahluk hidup di planet bumi ini tak terkecuali
manusia, unsur cuaca dan iklim merupakan urat nadi bagi keberlangsungan kehidupannya. Sudah
tidak diragukan lagi bahwa keberadaan manusia di planet bumi akan selalu dipengaruhi oleh
unsur-unsur cuaca dan iklim dalam setiap kondisi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di sadari ataupun tidak disadari pada dasarnya manusia telah memanfaatkan peranan cuaca dan
iklim sejak manusia hidup dan mengenal dan memanfaatkan alam beserta ekosistem.
Berkembangnya pengetahuan manusia tentang sistem planet bumi dan sistem cuaca dan iklim
yang lebih dikenal dengan istilah “ilmu metereologi dan geofisika” semakin memberikan
pemahaman akan arti penting dan peranan cuaca dan iklim bagi keberlangsungan kehidupan
manusia dalam arti luas dan pembangunan suatu negara dalam arti sempit. Di Indonesia
Informasi tentang kondisi cuaca dan iklim secara intensif dimanfaatkan sejak mulai dilakukannya
pengamatan unsur-unsur cuaca dan iklim yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Setelah bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945 informasi metereologi dan
geofisikan juga tidak luput dari perhatian pemerintah dengan dibentuknya Badan Metereologi dan
Geofisika yang bernaung dalam departemen perhubungan. Namun informasi tentang kondisi
cuaca dan iklim baru mendapatkan perhatian serius pada awal tahun 1990-an ketika berbagai
bencana dan fenomena alam (banjir, kekeringan, tanah longsor, gempa bumi, dll) menimpa
negeri ini yang tidak kita hanya telah mengakibatkan kerugian ekonomi bahkan bencana dan
fenomena alam tersebut tidak segan-segan merenggut puluhan, ratusan bahkan ribuan nyawa
manusia.
Sebagai wujud dari trauma pemerintah dalam mensikapi berbagai bencana dan fenomena alam
yang menimpa negeri ini sehingga pemerintah pada tahun 2002 menunjukkan keseriusannya
dalam memperhatikan peran informasi cuaca dan iklim bagi pembangunan bangsa dengan
memberikan porsi lebih terhadap Badan Metereologi dan Geofisika yang semula bernanung
dalam lingkup departemen perhubungan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LNDP). Namun disadari atau tidak pada kenyataannya hanya sebagian kecil (15 %) dari 33
provinsi daerah yang memiliki perhatian akan pentingnya informsasi metereologi dan geofisika
padahal dengah perkembangan pengetahuan dan teknologi saat ini hanya dalam hitungan mili
detik informasi bencana sudah bisa diperoleh daerah melalui jaringan server. Daerah-daerah yang
memiliki perhatian terhadap pentingnya informasi metereologi dan geofisika yaitu Gorontalo,
Sumatera Barat, Jawa Tengah, Lampung dan Maluku.
Pada dasarnya informasi cuaca dan iklim tidak bisa dipisahkan dari keseharian kehidupan
manusia. Berikut beberapa bukti konkrit arti penting peran dan manfaat informasi tentang kondisi
cuaca dan iklim (Metereologi dan Geofisika) dalam menopang berbagai sektor pembangunan
baik secara langsung maupun tidak langsung.

 Sektor Pertanian
Peranan informasi metereologi dan geofisika bagi sektor pertanian memiliki arti penting bagi
keberhasilan tanaman sebut saja padi dalam rangka mensuplay kebutuhan pangan nasional
informasi tentang anomali iklim seperti banjir dan kekeringan sangatlah menentukan.
Fenomena La-nina dan El-nino yang sudah menjadi rutinitas melanda negeri ini selalu
membuktikan berakibat terhadap kegagalan panen. Informasi metereologi dan geofisika juga
dapat membantu petani dalam memilih sistem budidaya yang lebih efisien dan spesifik lokasi
sesuai dengan keadaan iklim setempat serta berperan dalam rangka penyelamatan hasil panen
dari gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
 Sektor Transportasi
Untuk menjamin keselamatan dan kelancaran transportasi, baik transportasi darat, laut dan
tak terkecuali transportasi udara ketersediaan informasi metereologi dan geofisika mutlak
diperlukan. Jaminan keselamatan dan kelancaran transportasi sangat erat kaitannya dengan
arus transportasi barang dan jasa yang merupakan urat nadi perekonomian nasional pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai kecelakaan transportasi
yang terjadi di negeri ini mulai dari kecelakaan kereta api, tenggelanya kapal laut dan tragedi
kecelakaan pesawat yang telah merenggut puluhan, ratusan bahkan ribuan nyawa manusia
diyakini bahwa salah satu faktor yang memicu terjadinya berbagai kecelakaan tersebut adalah
faktor cuaca dan ikil. Hai ini semakin menyadarkan kita akan manfaat dan peran informasi
metereologi dan geofisika guna menjamin keselamatan dalam menggunakan jasa transportasi
baik darat, laut maupun udara.
 Sektor Pengairan
Terjadinya anomali iklim seringkali menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi
masyarakat. Terjadinya bencana kekeringan akan berimplikasi terhadap ketersediaan air
sehingga akan menyurutkan volume air di waduk-waduk dan bendungan-bendungan sebagai
pemasok berbagai kegiatan seperti irigasi untuk mengairi lahan-lahan persawahan,
pembangkit listri dengan memanfaatkan tenaga air, sarana oalahraga dan rekreasi bagi
masyarakat sekitar dan lain-lain.
Dalam rangka untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan menyurutnya volume
ketersediaan air di waduk dan bendungan pada saat terjadinya anomali ikim terutama pada
musim kemarau, maka ketersediaan informasi tentang metereologi dan geofisika sangatlan
memberikan arti penting.
 Sektor Kehutanan
Hutan dan iklim merupakan dua komponen yang berkaitan erat baik secara mikro maupu
secara makro. Cuaca dan iklim pada dasarnya sangatleh penting bagi keberhasilan kehutanan
sehubungan dengan peristiwa kebakaran hutan dan juga untuk menopang kegiatan kehutanan
yang lain seperti persemaian, permudaan, penanaman, dan pembalakan. Karenanya informasi
tentang cuaca dan iklim seperti temperatur udara, kelembaban udara, pergerakan udara,
peresapan air serte pergerakan angin sungguh sangt penting. Sebaliknya cuaca mikro juga
dipengaruhi oleh kondisi penutup tanah pada suatu daerah tertentu, sedangkan secara makro
sangat dipengaruhi oleh bentuk dan jenis permukaan bumi seperti daratan kosong, hutan dan
lautan (Prastowo, 1991).
Beberapa tahun terakhir ini kita sering disibukkkan dengan terjadinya kebakaran hutan
terutama di daerah Sumatera dan Kalimantan. Salah satu faktor yang ditengarai sebagai
pemicu terjadinya kebaran hutan selain faktor manusia adalah faktor alam dengan kondisi
kondisi iklim yang cukup kering di daerah yang bersangkutan, sehingga resapan air yang
terkandung di dalam tanah sangat kuran dan kondisi cuaca menjadi sangat panas dan pada
akhirnya tidak jarang fenomena ini mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan. Untuk
menghindari fenomena kebakaran hutan menjadi agenda rutin di negeri ini maka informasi
cuaca dan iklim sangatlah diperlukan dalam kerangka untuk melakukan deteksi, antisipasi
dan pencegahan kebakaran hutan yang lebih luas.
 Sektor Kelautan dan Perikanan
Kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan sangat memerlukan informasi cuaca dan iklim
berkaian dengan awal terjadinya musim hujan dan musim kemarau karena hal ini arah dan
kecepatan angin serta gelombang yang mendominasi diatas perairan, yang merupakan salah
satu faktor penentu tingkat keberhasilan nelayan dalam memperoleh hasil tangkapannya.
 Sektor Kesehatan Masyarakat
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada umumnya di Indonesi mengalami dua musim
yaitu musim hujan dan musim kemarau yang selalu berotasi setiap enam bulan. Kondisi
musim hujan ataupun musim kemarau tersbut sangatlah berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan masyarakat. Kelembaban dan curah hujan yang tinggi pada saat musim hujan
biasanya selalu diringi dengan mewabahnya penyakit diare, kholera, malaria dan demam
berdarah. Sebaliknya suhu udara yang panas dan partikel-partikel debu yang beterbangan di
udara pada saat musim kemarau sering menurunkan daya tahan tubuh yang berdampak dapat
menimbulkan infeksi pada saluran pernapasan atau lebih dikenal dengan “ISPA”.

1.1.3. Unsur-Unsur Cuaca Dan Iklim

Keadaan cuaca dan iklim pada suatu daerah atau wilayah akan sangat ditentukan oleh unsur-unsur
dari cuaca pada daerah tersebut. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan
iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu: suhu udara, tekanan udara, angin, kelembaban udara, dan
curah hujan.

 Suhu Udara
Suhu udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam atmosfer yang menyebabkan
keadaan panas atau dinginnya udara. Pengukuran suhu atau temperatur udara dinyatakan
satuannya dalam skala derajat Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F). Suhu udara
tertinggi di planet bumi berada di daerah tropis (sekitar ekuator) yang dikarenakan oleh lebih
besarnya intensitas radiasi matahari yang diterima bumi.
Mekanisme pemanasan udara diketahui terjadi melalui dua proses pemanasan yaitu
pemanasan langsung dan pemanasan tidak langsung.
1. Pemanasan langsung terjadi melalui tiga proses antara lain :
 Proses absorbsi yaitu penyerapan unsur-unsur radiasi matahari, misalnya sinar gama,
sinar-X, dan sinar ultra-violet. Unsur unsur yang menyerap radiasi matahari tersebut
adalah Oksigen (O2), Nitrogen (N2), Ozon (O3), Hidrogen (H2), dan debu.
 Proses refleksi yaitu pemanasan matahari terhadap udara tetapi dipantulkan kembali
ke angkasa oleh butir-butir air (H2O), awan, dan partikel-partikel lain di atmosfer.
 Proses difusi Sinar matahari mengalami difusi berupa sinar gelombang pendek biru
dan lembayung berhamburan ke segala arah. Proses ini menyebabkan langit berwarna
biru.
2. Pemanasan tidak langsung terjadi melalui empat proses, antara lain:
 Konduksi yauitu pemberian panas oleh matahari pada lapisan udara bagian bawah
kemudian lapisan udara tersebut memberikan panas pada lapisan udara di atasnya.
 Konveksi yaitu pemberian panas oleh gerak udara vertikal ke atas.
 Adveksi yaitu pemberian panas oleh gerak udara yang horizontal (mendatar).
 Turbulensi yaitu pemberian panas oleh gerak udara yang tidak teratur dan berputar-
putar ke atas tetapi ada sebagian panas yang dipantulkan kembali ke atmosfer
Tingkat penerimaan panas radiasi matahari yang diserap oleh planet bumi dipengaruhi
oleh empat faktor, antara lain:
 Sudut datang sinar matahari, yaitu sudut yang dibentuk oleh permukaan bumi dengan
arah datangnya sinar matahari. Makin kecil sudut datang sinar matahari, semakin
sedikit panas yang diterima oleh bumi dibandingkan sudut yang datangnya tegak
lurus.
 Lama waktu penyinaran matahari, makin lama matahari bersinar, semakin banyak
panas yang diterima bumi.
 Keadaan muka bumi (daratan dan lautan), daratan cepat menerima panas dan cepat
pula melepaskannya dibandingkan dengan sifat lautan.
 Banyak sedikitnya awan, ketebalan awan mempengaruhi panas yang diterima bumi.
Makin banyak atau makin tebal awan, semakin sedikit panas yang diterima bumi.
Persebaran suhu atau temperatur udara pada planet bumi dibedakan dalam 2 bentuk
persebaran yaitu :
1. Persebaran suhu udara horizontal
Suhu udara di permukaan bumi memiliki perbedaan untuk berbagai tempat. Untuk
mempermudah membandingkannya perbedaan suhu permukaan bumi maka dibuat dalam
bentuk isotherm. Isotherm yaitu garis khayal dalam peta yang menghubungkan tempat-
tempat yang mempunyai suhu udara rata-rata sama. Persebaran horizontal secara tidak
teratur dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, misalnya perbedaan suhu atau
temperatur udara daratan dan lautan. Berikut ini klasifikasi berbagai isotherm yaitu :
 Isotherm bulan Januari, yaitu tempat-tempat yang terdingin di belahan bumi utara
karena pada waktu itu matahari berada di belahan bumi selatan. Contoh daerah yang
terdingin antara lain Siberia dan Greenland, sedangkan daerah yang terpanas antara
lain Afrika Selatan dan Argentina.
 Isotherm bulan Juli, yaitu daerah-daerah yang terdingin di belahan bumi selatan
seperti Australia Utara, dan daerah terpanas di belahan bumi utara seperti Arab
Persia.
 Isotherm tahunan, yaitu garis di peta yang menghubungkan tempat-tempat yang sama
temperatur rata-ratanya dalam satu tahun. Daerah ini berada di sebelah utara dan
selatan equator (22°LU/LS), yaitu dari Meksiko, Venezuela, Sahara, dan Dakan.
2. Persebaran suhu atau temperatur udara vertikal
Suhu udara akan semakin turun seiring dengan ketinggian tepat dari permukaan bumi.
Secara umum, setiap kenaikan ketinggian 100 meter, suhu atau temperatur udara turun
0,5°C. Adanya perairan, seperti selat dan laut sangat besar peranannya pada pengendalian
suhu atau temperatur, sehingga tidak terjadi perbedaan suhu terendah dan suhu tertinggi
yang sangat besar. Dengan bervariasinya persebaran suhu atau temperatur udara baik
secara horizontal maupun vertikal, maka dapat terjadi gejala-gejala cuaca, kabut, dan
awan.
Posisi geograpis Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudera serta
terletak di daerah tropis dengan kondisi cuaca kontinen maritim menyebabkan iklim
negeri ini dibanding dengan negara-negara lain yang berada di daerah tropis. Kekhasan
iklim di negeri ini ditunjukkan dengan kondisi suhu udara secara umum berkisar antara
26°C sampai 28 °C (Ibrahim 2003).

 Tekanan Udara

Unsur cuaca dan iklim yang kedua di planet bumi adalah tekanan udara. Tekanan udara di
definisikan sebagai suatu gaya yang timbul sebagai akibat dari adanya berat dari lapisan
udara. Tekanan udara menunjukkan tenaga yang bekerja untuk menggerakkan masa udara
dalam setiap satuan luas tertentu. Pengukuran teakanan udara biasanya dinyatakan satuannya
milibar(mb) (Neiburger et al,1982). Besarnya tekanan udara di setiap tempat dapat berubah
dalam kurun waktu tertentu. Tekanan udara akan semakin tinggi seiring dengan menurunnya
ketinggian suatu daerah dari permukaan laut (dpl). Hal ini disebabkan karena makin
berkurangnya udara yang menekan. Daerah yang banyak menerima panas matahari, udaranya
akan mengembang dan naik. Oleh karena itu, daerah tersebut bertekanan udara rendah.
Ditempat lain terdapat tekanan udara tinggi sehingga terjadilah gerakan udara dari daerah
bertekanan tinggi ke daerah bertekanan udara rendah.
Secara umum tekanan udara dapat diklasifikasi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Tekanan udara tinggi : > 1013 mb
2. Tekanan udara rendah : < 1013 mb
3. Tekanan di permukaan laut : = 1013 mb

 Angin

Unsur cuaca dan iklim yang ketiga di planet bumi adalah angin. Angin didefinisikan sebagai
udara yang bergerak dari daerah yang bertekanan udara tinggi menuju ke daerah bertekanan
udara rendah. Menurut hukum Buys Ballot, udara bergerak dari daerah yang bertekanan
tinggi (maksimum) ke daerah bertekanan rendah (minimum), di belahan bumi utara berbelok
ke kanan sedangkan di belahan bumi selatan berbelok ke kiri. Pengukuran angin biasanya
dinyatakan dalam satuannya knot (Neiburger et al,1982)
Angin di klasifikasikan menjadi tiga golongan, antara lain:
1. Angin tetap, yaitu angin yang arah tiupnya tetap sepanjang tahun. Angin ini dibagi
menjadi tiga yaitu:
 angin passat, yaitu angin yang bertiup terus menerus dari daerah maksimum subtropis
utara dan selatan (30° - 40°) menuju ke minimum khatulistiwa.
 angin barat, yaitu angin antipassat (angin yang berhembus di atas angin passat pada
ketinggian (30 km dan arahnya berlawanan dengan angin passat).
 angin timur, yaitu angin yang bertiup dari kedua daerah maksimum kutub menuju
daerah minimum subpolar (lintang 66 1/2°C LU dan LS°.
2. Angin periodik yaitu angin yang arah tiupnya secara periodik. Angin ini dibagi menjadi
dua yaitu:
 Angin periodik harian meliputi angin darat dan angin laut; angin gunung dan angin
lembah.
 Angin periodik setengah tahunan, disebut juga dengan angin muson (musim).
3. Angin lokal, yaitu angin yang bertiup pada daerah tertentu dan waktu tertentu. seperti
angin kumbang, angin fohn, angin brubu, angin bahorok, angin gending, dan lain-lain.
Kecepatan angin dapat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
 Gradien Barometrik, yaitu angka yang menunjukkan perbedaan tekanan udara
melalui dua garis isobar pada garis lurus. Menurut hukum Stevenson bahwa
kecepatan angin bertiup berbanding lurus dengan gradien barometriknya. Semakin
besar gradien barometriknya, semakin besar pula kecepatannya.
 Angin bertiup kencang pada daerah yang reliefnya rata dan tidak ada rintangan.
Sebaliknya bila bertiup pada daerah yang reliefnya besar dan rintangannya banyak,
maka angin akan berkurang kecepatannya.
 Banyaknya pohon-pohonan akan menghambat kecepatan angin dan sebaliknya, bila
pohon-pohonannya jarang maka sedikit sekali memberi hambatan pada kecepatan
angin.
 Angin yang bertiup dekat dengan permukaan bumi akan mendapatkan hambatan
karena bergesekan dengan muka bumi, sedangkan angin yang bertiup jauh di atas
permukaan bumi bebas dari hambatan-hambatan.
Arah angin dipengaruhi oleh tiga faktor:
1. Gradient barometrik, Makin besar gradient barometrik, makin besar pula
kekuatannya. Angin yang besar kekuatannya makin sulit berbelok arah
2. Rotasi bumi, Rotasi bumi, dengan bentuk bumi yang bulat, menyebabkan
pembelokan arah angin. Pembelokan angin di ekuator sama dengan nol. Makin ke
arah kutub pembelokannya makin besar. Pembelokan angin yang mencapai 90 o
sehingga sejajar dengan garis isobar disebut angin geotropik.
3. Kekuatan yang menahan (rintangan) Kekuatan yang menahan dapat membelokan
arah angin. Sebagai contoh, pada saat melalui gunung, angin akan berbelok ke arah
kiri, ke kanan atau ke atas.
Sistem Angin
1. Angin Passat
Angin passat adalah angin bertiup tetap sepanjang tahun dari daerah subtropik menuju ke
daerah ekuator (khatulistiwa). (Gambar 6):
 Angin Passat Timur Laut bertiup di belahan bumi Utara.
 Angin Passat Tenggara bertiup di belahan bumi Selatan.
Di sekitar khatulistiwa, kedua angin passat ini bertemu. Karena temperatur di daerah
tropis selalu tinggi, maka massa udara tersebut dipaksa naik secara vertikal (konveksi).
Daerah pertemuan kedua angin passat tersebut dinamakan Daerah Konvergensi Antar
Tropik (DKAT).
DKAT ditandai dengan temperatur yang selalu tinggi. Akibat kenaikan massa udara ini,
wilayah DKAT terbebas dari adanya angin topan. Akibatnya daerah ini dinamakan daerah
doldrum (wilayah tenang).
2. Angin Anti Passat
Udara di atas daerah ekuator yang mengalir ke daerah kutub dan turun di daerah
maksimum subtropik merupakan angin Anti Passat. Di belahan bumi Utara disebut Angin
Anti Passat Barat Daya dan di belahan bumi Selatan disebut Angin Anti Passat Barat Laut.
Pada daerah sekitar lintang 20o - 30o LU dan LS, angin anti passat kembali turun secara
vertikal sebagai angin yang kering. Angin kering ini menyerap uap air di udara dan
permukaan daratan. Akibatnya, terbentuk gurun di muka bumi, misalnya gurun di Saudi
Arabia, Gurun Sahara (Afrika), dan gurun di Australia.
Di daerah Subtropik (30o – 40o LU/LS) terdapat daerah “teduh subtropik”yang udaranya
tenang, turun dari atas, dan tidak ada angin.

Sedangkan di daerah ekuator antara 10 o LU - 10o LS terdapat juga daerah tenang yang
disebut daerah “teduh ekuator” atau “daerah doldrum”.
Gambar 6. Sirkulasi Angin.
3. Angin Barat
 Sebagian udara yang berasal dari daerah maksimum subtropis Utara dan Selatan
mengalir ke daerah sedang Utara dan daerah sedang Selatan sebagai angin Barat.
Pengaruh angin Barat di belahan bumi Utara tidak begitu terasa karena hambatan dari
benua. Di belahan bumi Selatan pengaruh angin Barat ini sangat besar, tertama pada
daerah lintang 60o LS. Di sini bertiup angin Barat yang sangat kencang yang oleh pelaut-
pelaut disebut roaring forties.
4. Angin Timur
Di daerah Kutub Utara dan Kutub Selatan bumi terdapat daerah dengan tekanan udara
maksimum. Dari daerah ini mengalirlah angin ke daerah minimum subpolar (60o
LU/LS). Angin ini disebut angin Timur. Angin timur ini bersifat dingin karena berasal
dari daerah kutub.
5. Angin Muson (Monsun)
Angin muson ialah angin yang berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun.
Umumnya pada setengah tahun pertama bertiup angin darat yang kering dan setengah
tahun berikutnya bertiup angin laut yang basah.
Pada bulan Oktober – April, matahari berada pada belahan langit Selatan, sehingga benua
Australia lebih banyak memperoleh pemanasan matahari dari benua Asia. Akibatnya di
Australia terdapat pusat tekanan udara rendah (depresi) sedangkan di Asia terdapat pusat-
pusat tekanan udara tinggi (kompresi). Keadaan ini menyebabkan arus angin dari benua
Asia ke benua Australia. Di Indonesia angin ini merupakan angin musim Timur Laut di
belahan bumi Utara dan angin musim Barat di belahan bumi Selatan. Oleh karena angin
ini melewati Samudra Pasifik dan Samudra Hindia maka banyak membawa uap air,
sehingga pada umumnya di Indonesia terjadi Musim Penghujan.
Musim penghujan meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia, hanya saja persebarannya
tidak merata. Makin ke Timur curah hujan makin berkurang karena kandungan uap
airnya makin sedikit.
Pada bulan April – Oktober, matahari berada di belahan langit Utara, sehingga benua
Asia lebih panas daripada benua Australia. Akibatnya, di Asia terdapat pusat-pusat
tekanan udara rendah, sedangkan di Australia terdapat pusat-pusat tekanan udara tinggi
yang menyebabkan terjadinya angin dari Australia menuju Asia. Di Indonesia, terjadi
angin musim timur di belahan bumi Selatan dan angin musim barat daya di belahan bumi
Utara. Oleh karena tidak melewati lautan yang luas maka angin tidak banyak
mengandung uap air oleh karena itu pada umumnya di Indonesia terjadi musim kemarau,
kecuali pantai barat Sumatera, Sulawesi Tenggara, dan pantai Selatan Irian Jaya. Lihat
gambar 7. Antara kedua musim tersebut ada musim yang disebut Musim Pancaroba
(Peralihan), yaitu:
Musim Kemareng yang merupakan peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau,
dan Musim Labuh yang merupakan peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
Adapun ciri-ciri musim pancaroba yaitu: Udara terasa panas, arah angin tidak teratur dan
terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu singkat dan lebat
Angin Lokal
Di samping angin musim, di Indonesia juga terdapat angin lokal (setempat) yaitu sebagai berikut:
1. Angin darat dan angin laut
Angin ini terjadi di daerah pantai. Pada siang hari daratan lebih cepat menerima panas
dibandingkan dengan lautan. Angin bertiup dari laut ke darat, disebut angin laut .Sebaliknya,
pada malam hari daratan lebih cepat melepaskan panas dibandingkan dengan lautan. Daratan
bertekanan maksimum dan lautan bertekanan minimum. Angin bertiup dari darat ke laut,
disebut angin darat.
2. Angin lembah dan angin gunung
Pada siang hari udara yang seolah-olah terkurung pada dasar lembah lebih cepat panas
dibandingkan dengan udara di puncak gunung yang lebih terbuka (bebas), maka udara
mengalir dari lembah ke puncak gunung menjadi angin lembah. Sebaliknya pada malam hari
udara mengalir dari gunung ke lembah menjadi angin gunung.
3. Angin Jatuh yang sifatnya kering dan panas
Angin Jatuh atau Fohn ialah angin jatuh bersifatnya kering dan panas terdapat di lereng
pegunungan Alpine. Sejenis angin ini banyak terdapat di Indonesia dengan nama angin
Bahorok (Deli), angin Kumbang (Cirebon), angin Gending di Pasuruan (Jawa Timur), dan
Angin Brubu di Sulawesi Selatan).

 Kelembaban Udara

Unsur keempat yang dapat berpengaruh terhadap cuaca dan iklim di suatu tempat adalah
kelembaban udara. Kelembaban udara disefinisikan sebagai banyaknya uap air yang
terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu (Odum, 1993). Pengukuran
kelembaban udara biasanya dinyatakan dalam satuannya satu meter kubik udara (1 m 3) untuk
kelembaban mutlak dan persen untuk kelembaban relatif.
Di udara terdapat uap air yang berasal dari penguapan samudra sebagai sumber utamanya
sedangkan sumber lainnya berasal dari danau-danau, sungai-sungai, tumbuh-tumbuhan, dan
sebagainya. Makin tinggi suhu udara, makin banyak uap air yang dapat dikandungnya. Hal
ini berarti makin lembablah udara tersebut.
Kelembaban udara dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Kelembaban mutlak atau kelembaban absolut adalah sejumlah uap air dalam udara yang
dinyatakan sebagai berat air per satuan udara (misalnya gram per kilogram udara), karena
jumlah uap air yang dapat di simpan di udara (pada kejenuhan) bervariasi dengan
temperatur dan tekanan (Odum, 1993
2. Kelembaban nisbi atau kelembaban relatif, yaitu bilangan yang menunjukkan berapa
persen perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung dalam udara dan jumlah uap
air maksimum yang dapat ditampung oleh udara tersebut.
Kekhasan iklim karena posisi geografis negeri Indonesia juga ditunjukkan dengan
kelembaan udara secara umum berkisar antara 60 % sampai 80 %. (Ibrahim, 2003)

 Curah Hujan

Unsur kelima yang dapat berpengaruh terhadap cuaca dan iklim di suatu tempat adalah curah
hujan. Hujan didefinisikan sebagai butiran-butiran air yang dicurahkan dari atmosfer turun ke
permukaan bumi. Sedangkan Curah hujan merupakan jumlah air hujan yang turun pada suatu
daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan yang
biasanya dinyatakan dalam satuan milimeter atau dibeberapa negara masih menggunakan
satuan inci (Prawirowardoyo, 1996). Garis yang menghubungkan tempat-tempat di peta yang
mendapat curah hujan yang sama disebut isohyet
Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
 Bentuk medan atau topografi
 Arah lereng medan
 Arah angin yang sejajar dengan garis pantai
 Jarak perjalanan angin di atas medan datar.
Berdasarkan butiran yang dicurahkan dan asal terjadinya, hujan dapat digolongkan menjadi 2
macam, yaitu:
1. Berdasarkan butiran-butiran yang dicurahkan, hujan dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu:
 Hujan gerimis atau drizzle. Hujan ini mempunyai diameter butiran-butiran kurang
dari 0,5 mm.
 Hujan salju atau snow. Hujan salju terdiri dari kristal-kristal es yang temperaturnya
berada di bawah titik beku.
 Hujan batu es. Hujan ini berbentuk curahan es yang turun di dalam cuaca panas dari
awan yang temperaturnya di bawah titik beku.
 Hujan deras atau rain, yaitu curahan air yang turun dari awan yang temperaturnya di
atas titik beku dan butirannya sebesar 7 mm.
2. Berdasarkan asal terjadinya, hujan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
 Hujan front, yaitu terjadi karena pertemuan dua jenis udara yang berbeda temperatur,
yakni udara panas/lembab dengan udara dingin/padat sehingga berkondensasi dan
turun hujan. Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Hujan Frontal.


 Hujan konveksi atau hujan zenith. Jenis hujan ini terjadi karena udara naik
disebabkan adanya pemanasan tinggi. Terdapat di daerah tropis antara 23,5 o LU -
23,5o LS. Oleh karena itu disebut juga hujan naik tropis. Arus konveksi menyebabkan
uap air di ekuator naik secara vertikal sebagai akibat pemanasan air laut terus
menerus. Terjadilah kondensasi dan turun sebagai hujan. Itulah sebabnya jenis hujan
ini dinamakan juga hujan ekuatorial atau hujan konveksi. Disebut juga hujan zenithal
karena pada umumnya hujan terjadi pada waktu matahari melalui zenit daerah itu.
Semua tempat di daerah tropis itu mendapat dua kali hujan zenithal dalam setahun.
Gamabar 1.2.
Gambar 1.2. Hujan Zenithal atau Hujan Tropis

 Hujan orografi atau hujan gunung, yaitu terjadi dari udara yang mengandung uap air
dipaksa oleh angin mendaki lereng pegunungan berkondensasi terbentuklah awan dan
turun sebagai hujan. Hujan yang jatuh pada lereng yang dilaluinya disebut hujan
orografis, sedangkan di lereng sebelahnya bertiup angin jatuh yang kering dan
disebut daerah bayangan hujan. Gambar 1.3.

Gambar 10. Hujan Orografis,

Gambar 1.3. Hujan orografi atau hujan gunung

 Awan
Unsur kelima yang dapat berpengaruh terhadap cuaca dan iklim di suatu tempat adalah awan.
Awan ialah kumpulan titik-titik air atau kristal es di dalam udara yang terjadi karena adanya
kondensasi atau sublimasi dari uap air yang terdapat dalam udara. Awan yang menempel di
permukaan bumi disebut kabut. Pengukuran awan biasanya dinyatakan dalam satuannya
tinggi, sedang dan rendah.
Di dalam atmosfer awan mempunyai bentuk yang bermacam-macam dan masing-masing
awan dalam proses pertumbuhannya selalu mengalami perubahan bentuk sehingga di dalam
atmosfer terdapat bentuk awan yang tak terhingga banyaknya (Prawirowardoyo, 1996).
Namun berdasarkan bentuk dasar atau morfologinya, awan dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu:
a. Awan Commulus yaitu awan yang bentuknya bergumpal-gumpal (bunar-bundar) dan
dasarnya horizontal.
b. Awan Stratus yaitu awan yang berbentuk lapisan tipis dan tersebar luas sehingga dapat
menutupi langit secara merata. Dalam arti khusus awan stratus adalah awan yang rendah
dan luas.
c. Awan Cirrus yaitu awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk seperti
bulu burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.
Neiburger et al (1982) mengklasifikasikan awan berdasarkan ketinggiannya, menjadi tiga
jenis, yaitu:
1. Awan tinggi (6 – 18 km), karena tingginya selalu terdiri dari kristal-kristal es.
 Cirrus (Ci)  : awan tipis seperti bulu burung.
 Cirro stratus (Ci-St) : awan putih merata seperti tabir.
 Cirro Cumulus (Ci-Cu)  : seperti sisik ikan.
2. Awan sedang (2 – 6 km)
 Alto Comulus (A-Cu)   : awan bergumpal gumpal tebal.
 Alto Stratus (A- St)     : awan berlapis-lapis tebal.
3. Awan rendah (di bawah 4 km)
 Strato Comulus (St-Cu) : awan yang tebal luas dan bergumpal- umpal.
 Stratus (St)  : awan merata rendah dan berlapis-lapis.
 Nimbo Stratus (No-St)  : lapisan awan yang luas, sebagian telah merupakan
hujan.
4. Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat pada ketinggian (0 – 3 km)
 Cummulus (Cu)    : awan bergumpal-gumpal, dasarnya rata.
 Comulo Nimbus (Cu-Ni)  : awan yang bergumpal gumpal luas dan sebagian telah
merupakan hujan, sering terjadi angin ribut.
Bahan Bacaan

Neiburger Morris, Edinger G James, Bonner D William. Memahami Lingkungan Atmosfer


Kita Edisi Kedua (Terjemahan). Penerbit ITB. Bandung.
Hardy T John. 2003. CLIMATE CHANGE: Cause, Effect and Solutions. John Wiley & Sons
Ltd. England.
Prawirowardoyo. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB. Bandung.
Pollonais S and Bolin Bl. 2001. The Climate System: an Overview. Climate Change 2001: The
Scientific Basis. Inter Govermental Panel on Climate Change. Cambridge University
Press. London
Houngton JT, Ding Y, Griggs DJ, Noguer M, vander Linden PJ, Dai X, et al. 2001. Climate
Change 2001: The Scientific Basis. Inter Govermental Panel on Climate Change.
Cambridge University Press. London
Trewarta T Glenn. 1968. Fourth Edition AN INTRODUSTION TO CLIMATE. McGRAW-
HILL BOOK COMPANY. Sydney.
Trenberth EK, Miler K, Mearns L and Rhodes S. 2000. Effect of Changing Climate on
Weather and Human Activities. University Corporation for Atmospheric
Research. California.
Ibrahim G. 2003. Peranan Badan Metereologi dan Geofisika dalam mendukung Kegiatan
Berbagai Sektor Pembangunan. Prosiding Simposium Meteorologi VI Tanggal 9
– 10 September 2003. Anomali dan Perubahan iklim sebagai Peluang untuk
Meningkatkan Hasil Perikanan dan Ketahanan pangan Perhimpunan Meteorologi
Pertanian Indonesa (PERHIMPI). Gogor.
Baede A.P.M. 2001. Appendix I-Glossary. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Inter
Govermental Panel on Climate Change. Cambridge University Press. London
Zakir A. 2001. Public Weather Service. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Metereologi. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai