Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk

suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam

klimatologi. Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan

topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat

di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari

yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.

Iklim adalah integrasi secara umum dari kondisi cuaca yang mencakup

periode waktu tertentu pada suatu wilayah sedangkan cuaca menggambarkan

kondisi atmosfir pada suatu saat. Kondisi cuaca ataupun iklim ini dicirikan oleh

unsur-unsur atau komponen atau parameter cuaca atau iklim antara lain suhu,

angin, kelembaban, penguapan, curah hujan serta lama dan intensitas penyinaran

matahari. Kondisi dari unsur-unsur tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain tinggi tempat, lintang tempat dan posisi matahari.

Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata

pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia

sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada

daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi

pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan

dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi.


B. Tujuan

1. Menetapkan kelas iklim suatu daerah berdasarkan data curah hujan suatu
stasiun cuaca menurut Schmidth-Ferguson dana Oldeman.
2. Menetapkan keadaan iklim berdasarkan kelas iklim menurut Schmidth-
Ferguson dan Oldeman.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia, pemanfaatan informasi iklim dalam berbagai sektor masih

sangat sedikit. Masih terdapat kesalahan persepsi di masyarakat umum bahwa

iklim merupakan fenomena alam pembawa bencana dan penghambat kegiatan.

Dewasa ini, para peneliti iklim percaya bahwa sudah selayaknya merubah

paradigma ini, iklim yang semula dianggap sebagai penyebab bencana menjadi

iklim sebagai potensi sumber daya alam. Untuk meningkatkan pemanfaatan

sumber daya alam iklim ini, kendala yang terbesar adalah kesediaan informasi

iklim yang akurat, tepat waktu, bersifat khusus, dan mudah dipahami oleh

pengguna di berbagai sektor (Handoko, 1993).

Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca dalam jangka waktu yang lama dan

meliputi tempat yang luas, kira-kira memerlukan data cuaca antara 10 sampai 30

tahun. Iklim dikaji dalam bidang ilmu klimatologi. Terjadinya perbedaan iklim di

muka bumi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu rotasi dan revolusi bumi yang

berdasar pada garis lintang dan bujur, topografi bumi, tekanan udara, luas

permukaan tanah dan lautan. Klasifikasi iklim umumnya didasarkan atas tujuan

penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan.

Pengklasifikasian iklim hanya memilih data iklim yang mempengaruhi secara

langsung aktivitas dalam bidang yang diamati seperti pola tanam komoditas bahan

pangan atau perkebunan (Lakitan, 2002). Oleh karena itu pembagian iklim

disuatu tempat didasarkan pada dua atau tiga tipe iklim. Pembagian iklim
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu tipe iklim Mohr, tipe iklim

Schmidt-Ferguson dan tipe iklim Oldeman (Dewi, 2005).

Iklim adalah pengaruh rata-rata dari cuaca yang meliputi cahaya,

kelembapan, suhu, tekanan udara dan gerakan udara/angin dalam kurun waktu

tertentu. Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau

merupakan rerata cuaca, sehingga iklim tersusun atas berbagai unsur yang

variasinya besar. Meskipun perilaku iklim di bumi cukup rumittetapi ada

kecenderungan karakteristik danpola tertentudari unsur iklim di berbagai daerah

yang letaknya saling berjauhan, bila faktor utamanya sama. Mendasarkan atas

kesamaan sifat tersebut maka dalam bidang ilmu iklim juga dikena

pengelompokan iklim dalam kelas-kelas tertentu yang disebut dengan klasifikasi

iklim (Prihmantoro, 1999).

Pada awalnya ilmu cuaca/ iklim berkembang di negara-negara Amerika dan

Eropa yang beriklim sedang sampai dingin. Fluktuasi dan perubahan iklim di

wilayah tersebut sangat jelas dari waktu satu tempat dengan tempat lainnya

terutama menurut waktu sebagai akibat revolusi bumi yang condong pada bidang

edarnya. Keadaan iklim atau cuaca wilayah tersebut dicirikan oleh variabilitas

yang ekstrim, yakni musim dingin sangat dingin, dan musim panas sangat panas,

sedangkan di luar dua musim tersebut hanya merupakan peralihan dari perubahan

musim keduanya ( Wajid, dkk, 2004 )

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia penyusunan peta iklim menurut

klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan.

Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah


bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering

klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam

klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah

atau frekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan

banyaknya jumlah tahun pengamatan yang diamati (Irianto, 2000).

Iklim merupakan gejala alam yang sangat dinamis yang hampir semua

unsurnya memiliki keragaman yang tinggi, baik secara spasial maupun temporal.

Pada kondisi normal, dinamika iklim mempunyai pola tertentu yang berulang

secara periodik, namun sering pula terjadi perubahan yang ekstrim, yang

menyimpang dari kondisi rata-rata (normal) dan/atau pola umumnya.

Penyimpangan secara temporer disebut sebagai anomali iklim (climate anomaly),

sedangkan penyimpangan yang menuju pada pola baru atau tren tertentu yang

bersifat permanen disebut sebagai perubahan iklim (climate change) (Las, 2008).

Menurut ( Tjasyono, 2004 ) klimatologi didefinisikan sebgai ilmu yang

mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim. Klimatologi di bagi menjadi tiga

bagian, yaitu:

1. Klimatologi fisis

Klimatologi mempelajari sebab terjadinya ragam pertukaran panas, pertukaran air,

dan gerakan udara terhadap waktu dan tempat, sehingga di permukaan bumi

terdapat iklim yang berbeda.

2. Klimatologi kedaerahan

Klimatologi kedaerahan bertujuan memberi gambaran iklim dunia yang meliputi

sifat dan jenis iklim.


3. Klimatologi terapan

Klimatologi terapan mencari hubungan klimatologi dengan ilmu lain, misalnya

agroklimatologi, yaitu penerapan klimatologi dalam bidang pertanian.

Menurut ( Handoko, 1993) ada tiga manfaat penting dalam mempelajari

klimatologi yaitu:

1. Meningkatkan kewaspadaan terhadap terhadap munculnya banjir, badai, dan

kekeringan.

2. Untuk penentuan musim tanam dan jenis tanaman yang akan dibudidayakan

yang disesuaikan dengan kelakuan iklim.

3. Menyusun rekayasa bidang teknik seperti pembuatan hujan buatan, pertanian

hidroponik, pemanfaatan rumah kaca, teknik penyiraman, dan sistem

pertanaman.

Ilmu yang mempelajari cuaca disebut meteorologi, yaitu cabang ilmu yang

membahas pembentukan dan perubahan cuaca serta proses-proses fisika yang

terjadi di atmosfer. Cuaca adalah nilai total keadaan sesaat dari perubahan-

perubahan fisik atmosfer suatu tempat. Nilai tersebut diperoleh dari hasil

pengukuran sesaat atas peubah-peubah atmosfer yang dikenal sebgai unsur-unsur

cuaca ( Dengel, 1956 ).

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang

tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah)

jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya

adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah

hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim


kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E

(agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis

vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang

ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang

(Lakitan,2002).
II. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan terdiri atas data curah hujan 10 tahun beberapa

stasiun cuaca (data dibagikan saat praktikum).

Alat yang digunakan pada praktikum acara VI adalah mesin hitung

(kalkulator).

B. Prosedure Kerja

1. Data curah hujan bulaan menurut bulan (januari –Desember) dan

tahun(tahun 1 -10) disusun.

2. Kriteria jumlah bulan basah, kering, dan lembab masing – masing >100 mm

antara 60 – 100 mm dan <60 mm.

3. Bulan basa (BB), bulan kering(BK), dan bulan lembab (BL) setiap tahun

ditentukan.

4. Jumlah bulan basah(BB), bulan kering(BK), dan bulan lembab(BL)

dijumlahkan dan dirata- rata.

5. Nilainisbah rata – rata jumlah bulan kering/rata – rata jumlah nulan basah

ditentukan.

6. Nisbah ini adalah nilai Q, kemudian kelas iklimnya ditentukan.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

(Terlampir)

B. Pembahasan

Iklim merupakan gejala alam yang sangat dinamis yang hampir semua

unsurnya memiliki keragaman yang tinggi, baik secara spasial maupun temporal.

Pada kondisi normal, dinamika iklim mempunyai pola tertentu yang berulang

secara periodik, namun sering pula terjadi perubahan yang ekstrim, yang

menyimpang dari kondisi rata-rata (normal) dan/atau pola umumnya.

Penyimpangan secara temporer disebut sebagai anomali iklim (climate anomaly),

sedangkan penyimpangan yang menuju pada pola baru atau tren tertentu yang

bersifat permanen disebut sebagai perubahan iklim (climate change) (Las, 2008).

Iklim adalah pengaruh rata-rata dari cuaca yang meliputi cahaya,

kelembapan, suhu, tekanan udara dan gerakan udara/angin dalam kurun waktu

tertentu. Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau

merupakan rerata cuaca, sehingga iklim tersusun atas berbagai unsur yang

variasinya besar. Meskipun perilaku iklim di bumi cukup rumittetapi ada

kecenderungan karakteristik danpola tertentudari unsur iklim di berbagai daerah


yang letaknya saling berjauhan, bila faktor utamanya sama. Mendasarkan atas

kesamaan sifat tersebut maka dalam bidang ilmu iklim juga dikena

pengelompokan iklim dalam kelas-kelas tertentu yang disebut dengan klasifikasi

iklim (Prihmantoro, 1999).

Iklim adalah jalannya cuaca atau keseluruhan dari gejala-gejala cuaca di

daerah tertentu sepanjang tahun dan dari tahun ke tahun. Iklim merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi produksi dan petumbuhan tanaman serta

digunakan untuk menduga keragaman tanaman dan mengetahui apakah tanaman

dapat hidup di suatu iklim tertentu (Kamala, 2015).

Faktor cuacayang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah curah

hujan, suhu, angin sertaradiasi.Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang

paling bervariasi, terutama di daerahtropis. Boer (2003) mengatakan bahwa hujan

merupakan unsur iklim yang paling penting diIndonesia karena keragamannya

sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, olehkarena itu kajian tentang

iklim lebih banyak diarahkan pada faktor hujan. Iklim selalu berubah menurut

ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklimakan membentuk pola atau

siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan.

Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkanpola iklim

berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal

(Irianto,2003).

Perubahan iklim dan kebijakan pemerintah yang hanya berorientasi pada

tujuan menyebabkan pranata mangsa pada saat ini tidak dapat sepenuhnya

dipedomani dalam menetap- kan awal musim tanam karena perubahan iklim dan
juga adanya perubahan sistem irigasi, serta hilangnya sebagaian flora dan fauna

yang men- jadi indikator penanda musim. Oleh sebab itu, usahatani tanaman

pangan dalam beberapa de- kade terakhir seringkali hanya mengandalkan

kebiasaan dan insting dalam penetapan pola tanamnya. Akibatnya petani sering

dihadapkan kepada kendala kekurangan air, khususnya pa- da saat intensitas curah

hujan tinggi dalam kurun waktu yang pendek atau periode kering yang

berlangsung lama. Pranata mangsa bukanlah perhitungan yang sifatnya kaku dan

ti- dak bisa diubah. Sebagaimana sifat orang Jawa, cara membaca tanda-tanda

alam yang ada pada pranata mangsa juga bersifat terbuka untuk di- lakukan

perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keadaan alam.

Kehadiran teknologi pertanian dalam kerangka besar modernisasi pertanian

dengan pembangunan irigasi besar-besaran menyebabkan ancaman yang serius

terhadap kearifan lokal tersebut. Kehadiran irigasi teknis menyebabkan petani

tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada musim, karena irigasi menyediakan air

untuk pengairan sawah hampir setiap tahun. Demikian pula dengan peralatan dan

pengobatan hama modern yang menyebabkan hampir semua hama tanaman dapat

dibasmi. Pada posisi lain, Dinas Pertanian sebagai instansi teknis di bidang ini

cenderung terlalu birokratis dan mengabaikan pranata mangsa dalam pembinaan

kepada petani. Jika demikian, di mana pembiaran dilakukan terus menerus, maka

kearifan lokal ini terancam musnah( Fidiyani dan Ubaidillah,2012).

Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson ditentukan dari nilai Q yang

dikelompokkanmenjadi 8 tipe iklim, yaitu (Syamsulbahri. 1987):


Tabel 1. Klasifikasi Schmidt-Ferguson

Tipe Iklim Nilai Q (%) Keadaan Iklim dan Vegetasi


A < 14,3 Daerah sangat basah hutan hujan tropika
B 14,3-33,3 Daerah basah hutan hujan tropika
C 33,3-60,0 Daerah basa Hutan rimba, daun gugur pada musim
kemarau
D 60,0-100,0 Daerah sedang Hutan musim
E 100,0- Daerah agak kering Hutan sabana
167,0
F 167,0- Daerah kering Hutan sabana
300,0
G 300,0- Daerah sangat Padang ilalang
700,0 kering
H > 700,0 Daerah ekstrim Padang ilalang
kering

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Schimdt-Ferguson didasarkan kepada

jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi.Penyusunan tipe

iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut.

Kebutuhan airuntuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk

tanaman palawijaadalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya

hujan yang samaadalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi

150 mm/bulandiperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk

mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar

120 mm/bulan,sehingga menurut Schimdt-Ferguson suatu bulan dikatakan bulan

basah apabila mempunyaicurah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan

dikatakan bulan kering apabilacurah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.

Untuk daerah tropis seperti indonesia,hujan merupakan faktor pembatas penting


dalam pertumbuhan dan produksi tanamanpertanian. Selain hujan, unsur iklim

lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanamanadalah suhu, angin, kelembaban

dan sinar matahari.(Handoko,1992).

Klasifikasi Iklim menurut Oldemen

Klasifikasi menurut Oldemen adalah klasifikasi yang di dasarkan pada unsur

curah hujan sebagai dasar penentuan klasifikasi iklimnya. Tipe utama klasifikasi

Oldemen didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut, yaitu: zona A, zona

B ,zona C ,zona D, dan zona E. Sedangkan sub tipenya didasarkan pada jumlah

bulan kering berturut-turut yaitu: zona 1, zona 2, zona 3, dan zona 4

(Lakitan,1994).

Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona

iklimmerupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut

yang terjadidalam setahun.Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya

jumlah bulan keringberturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim

berdasarkan huruf yaituzona A, zona B, zona C, zona D dan zona E sedangkan

pemberian nama sub zona berdasarkan angka yaitu sub 1,2,3,4 dan 5. Zona A

dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun.Zona B hanya dapat ditanami

padi 2 periode dalamsetahun. Zona C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam

setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm

per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zona D, hanya dapat ditanami

padi satu kali masa tanam. ZoneE, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya

irigasi yang baik (Oldeman, 1980).


Tabel 2. Klasifikasi iklim menurut Oldemen

Tipe Periode basah (bulan basah Sub- Periode kering (bulan


utama berurutan) divisi kering berurutan)
A >9 1 0-1
B 7-9 2 2-3
C 5-6 3 4-6
D 3-4 4 >6
E 0-2

Schmidt-Ferguson menentukan jumlah BK, BL, dan BB tahun demi tahun

selama periode pengamatan, kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan. Penentuan

tipe iklimnya menggunakan nilai Q yaitu sebagai berikut:

Q = x 100%

Berdasarkan penelitiannya, penggolongan iklim di Indonesia menjadi 8

(delapan) golongan hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. 1.

Tabel. 3. Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson (Schmidt, 1951).


Tipe Iklim Keterangan Kriteria (%)
A Sangat Basah 0 < Q < 14,3
B Basah 14,3 < Q < 33,3
C Agak Basah 33,3 < Q <600,0
D Sedang 60,0 < Q < 100,0
E Agak Kering 100,0 < Q < 167,0
F Kering 167,0 < Q < 300,0
G Sangat Kering 300,0 < Q < 700,0
H Luar Biasa Kering 700,0 < Q

Tipe –tipe hujan diatas mempunyai ciri vegetasi tertentu sebagai berikut:
1) Tipe A : daerah sangat basah dengan ciri vegetasi hutan hujan tropika

2) Tipe B : daerah basah dengan ciri vegetasi hutan hujan tropika

3) Tipe C : daerah agak basah dengan ciri vegetasi hutan rimba, diantara jenis

vegetasi yang gugur daunnya pada periode musim kemarau, diantaranya jati

4) Tipe D : daerah sedang dengan ciri vegetasi hutan musim

5) Tipe E : daerah agak kering dengan ciri vegetasi hutan sabana

6) Tipe F : daerah kering dengan ciri vegetasi hutan sabana

7) Tipe G : daerah sangat kering dengan ciri vegetasi padang ilalang

8) Tipe H : daerah ekstrim kering dengan ciri vegetasi padang ilalan

Sesuai dengan pendapat rafi’i (1995) klasifikasi Schimdt-Ferguson memiliki

beberapa klasifikasi iklm antara lain sangat basah (0-14,3), basah (14,4-33,33),

agak basah (33,34-60,0),sedang (60,1-100), agak kering (100,1-167,0), kering

(167,1-300), sangat kering (300,1-700), dan luar biasa kering (> 700).

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh

di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis

vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya

adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah

hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim

kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E

(agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis

vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang

ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang

(Syamsulbahri, 1987).
Curah hujan bulan pada Klampok, menurut klasifikasi iklim Schmidt-

Ferguson termasuk daerah agak basah (C), dengan nilai Q yaitu 37,03 %.

Sedangkan menurut klasifikasi iklim menurut Oldeman curah hujan bulan pada

Klampok termasuk zona B2, dimana diketahu jumlah BB 7 dan BK 2. Hal

tersebut sependapat (Sabaruddin, 2012) bahwa menuru klasifikasi iklim

Schmidth-Ferguson, nilai Q dari 33,4-60,0 termasuk tipe iklim C (daerah agak

basah), sedangkan menurut klasifikasi iklim Oldeman jumalh BB 7-9 dan BK 2-3

termasuk tipe iklim B2.

Curah hujan bulan pada wanadadi, klasifikasi iklim menurut Schmidth-

Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim B (daerah basah), dimana nilai Q yaitu

24,44 %. Sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman termasuk

zona agroklimat B1, dimana diketahui jumlah BB 8 dan BK 1. Hal tersebut

sependapat ( Tjasyono, 2004 ) bahwa klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson

ditandai jika nilai Q dari 14,4-33,33 termasuk ke dalam tipe iklim B ( daerah

basah ), sedangkan klasifikasi iklim menurut Oldamen ditandai jika jumlah BB 7-

9 dan jumlah BK < 2, maka termasuk ke dalam tipe iklim B1.

Curah hujan bulan pada Bukateja, meurut klasifikasi iklim Schmidth-

Ferguson, curah hujan bulan pada Bukateja termasuk tipe iklim B yaitu daerah

basah, dimana nilai Q yaitu 33,33 %. Sedangkan menurut Oldeman curah hujan

pada bukateja termasuk tipe iklim B2, dimana diketahui jumlah BB 8 dan BK 3.

Hal tersebut sependapat (Tjasyono, 2004) bahwa klasifikasi iklim menurut

Schmidth-Ferguson, jika nilai Q dari 14,4-33,33 termasuk tipe B (daerah basah),


sdangkan menurut klasifikasi iklim Oldeman, jika jumlah BB 7-9 dan BK 2-3

termasuk ke dalam zona agroklimat B2.

Curah hujan bulan pada Banjarnegara, menrut klasifikasi iklim schmidth

ferguson termasuk daerah daerah basah (B), degan niali Q yaitu 32, 18 %.

Klasifikasi iklim menurut Oldeman curah hujan bulan pada Banjarnegara

termasuk zona agroklimat B2, dimana diketahui BB yaitu 7 dan BK yaitu 3. Hal

tersebut sependapat (Sabaruddin, 2012) bahwa menurut klasifikasi iklim

Schmidth-Ferguson nilai Q dari 14,4- 33,33 itu termauk kedalam daerah basah (B)

dan menurut klasifikasi iklim Oldeman jumlah BB dari 7-9 dan BK 2-3 termasuk

kedalam zona B2

Curah hujan bulan pada krikil, meurut klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson

termasuk ke dalam tipe iklim C ( daerah agak basah), dimana diketahu nilai Q

yaitu 39,47. Sedangkan menurut klasifikasi Oldamen termasuk tipe iklim C3,

dimana diketahui jumlah BB 6 dan BK 4. Hal tersebut sependapat (Koesmaryono

dan Handoko, 1988) bahwa klasifikasi iklim menurut Schmidth-Ferguson ditandai

dengan jika nilai Q 33,4-60,0 termasuk ke dalam tipe C (daerah agak basah),

sedangkan menurut klasifikasi iklim Oldamen di tandai jika jumlah BB 5-6 dan

jumlah Bk 4-6 termasuk ke dalam tipe iklim C3.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

1. Berdasrkan data curah hujan dari beberapa daerah didapatkan hasil sebagai

berikut:

A. Curah hujan bulan pada Banjarnegara, berdasarkan klasifikasi iklim

menurut Shmidth-Ferguson termasuk tipe iklim B dengan nilai Q yaitu

32,18 %. Berdasarkan klasifkasi iklim menurut oldeman, curah hujan

bulan pada Banjarnegara termasuk zona agroklimatologi B2.

B. Curah hujan bulan pada Klampok, berdasarkan klasifikasi iklim

menurut Schmidth-Ferguson termasuk ke dalam tipe iklim C dengan

nilai Q yaitu 37,03 %. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut

oldeman, curah hujan bulan pada Klampok termasuk kedalam zona

agroklimatologi B2.

C. Curah hujan bulan pada Bukateja, berdasarkan klasifikasi iklim

menurut Schmidth-Ferguson termasuk ke dalam kelas iklim C dengan

nilai Q yaitu 36,90 %. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman,

curah hujan bulan pada Bukateja termasuk ke dalam zona

agroklimatologi B2.

D. Curah huja bulan pada Wanadadi, berdasarkan klasifikasi iklim

menurut Schmidth-Ferguson termasuk ke dalam kelas iklim B dengan

nilai Q yaitu 24,44 %. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman,


curah hujan bulan pada Wanadadi termasuk ke dalam zona

agroklimatogi B2.

E. Curah hujan bulan pada Krikil, berdasarkan klasifikasi iklim menurut

Schmidth-Ferguson termasuk kedalam tipe iklim C dengan nilai Q

yaitu 39,47 %. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman, curah

hujan bualan pada Krikil termasuk kedalam zona agroklimatologi B2.

Curah hujan bulan pada Banjarnegara termasuk ke dalam daerah basah,

curah hujan bulan pada Klampok termasuk ke dalam daerah agak basah, curah

hujan bulan pada Bukateja termasuk ke dalam daerah agak basah, curah hujan

bulan pada Wanadadi termasuk daerah basah, sedangkan curah hujan bulan pada

Krikil termasuk daerah agak basah

B.Saran

Sebaiknya pada saat melakukan perhitungan diharapkan kepada


praktikan untuk menghitung data curah hujan dengan teliti agar hasil yang di
peroleh dapat akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Boer, R., I. Las dan A. Bey. 1990. Metode klimatologi. IPB. Bogor

Dewi, N. K. 2005. Kesesuaian iklim terhadap pertumbuhan tanaman. Jurnal

Biologi 1(2) : 1-15.

Fidiyani. Rini dan Ubaidillah. Kamal. 2012. Penjabaran Hukum Alam Menurut

Pikiran Orang Jawa Berdasarkan Pranata Mangsa. Jurnal Dinamika Hukum.

Vol. 12 No.3

Handoko. 1983. Klimatologi Dasar, Landasan Pemahaman Fisik Atmosfer dan

Unsur-unsur Iklim. IPB. Bogor.

Irianto dkk. 2000. Keragaman Iklim sebagai Peluang Diversifikasi. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Kamala, Rifqi. 2015. Analisis Agihan Iklim Klasifikasi Oldeman Menggunakan

Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Cilacap. Skripsi. Fakultas

Geografi. Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi cetakan ke-dua. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sabaruddin, Laode. 2012. Agroklimatologi. Afabeta. Bandung

Syamsulbahri. 1987. Dasar-Dasar ilmu Iklim. Fakultas Pertanian Universitas

Brawijaya. Malang

Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung


Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung.

LAMPIRAN FOTO

Gambar 1. Data curah hujan Gambar 2. Data curah hujan


di Banjarnegara. di Klampok.

Gambar 3. Data curah hujan Gambar 4. Data curah hujan


di Bukateja. di Wanadadi.

Gambar 5. Data curah hujan


Di Krikil

Anda mungkin juga menyukai