Disusun oleh :
Nina Nurjanah
NPM F2013028
DINAS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PROVINSI BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya maka penulis akhirnya dapat menyelesaikan
proposal yang berjudul Gambaran Kepatuhan Penggunaan Obat Tuberkulosis
Di Puskesmas Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan
Penulis menyadari bahwa proposal ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari
segala bantuan, dorongan, bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan
ini penulis dengan ketulusan hati mengucapakan terimaksih kepada :
1. Ns. Gusti Miniarti, S. Kep. Selaku direktur Politeknik Kesehatan Provinsi
Bengkulu.
2. Nori Wirahmi, M. Farm, Apt. Selaku Ka. Prodi Farmasi Politeknik Kesehatan
Provinsi Bengkulu.
3. Hj. Merry Yuliastuti, S.Farm, Apt. Selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya memberikan bimbingan, arahan dan saran selama
penyusunan proposal ini.
4. Elda Jumiati, Si, Apt. Selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya
memberikan bimbingan, arahan dan saran selama penyusunan proposal ini.
5. Seluruh dosen dan staf Prodi Farmasi Politeknik Kesehatan Provinsi
Bengkulu yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis.
6. Kepala puskesmas kec. Seginim kab. Bengkulu Selatan yang telah
memberikan izin dan memberikan bantuan berupa data-data dalam
melaksanakan penelitian.
7. Kedua orang tuaku, saudara-saudaraku tercinta yang telah memberikan doa
2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
diseluruh dunia.
Diperkirakan 95% kasus Tuberkulosis baru dan 98% kematian akibat Tuberkulosis di
dunia, terjadi pada Negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita
akibat Tuberkulosis lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan
dan nifas. (Depkes RI, 2007)
Word Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis
Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian Tuberkulosis dengan
menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat Tuberkulosis dalam
dua dekade terakhir ini. Insiden Tuberkulosis secara global dilaporkan menurun
dengan laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup
berarti ini beban global akibat Tuberkulosis masih tetap besar.(Kemenkes RI, 2013)
Pada tahun 2011 Indonesia dengan (0,38-0,54 juta kasus) merupakan Negara
ke-4 dengan jumlah pasien Tuberkulosis terbanyak di dunia. Pengobatan Tuberkulosis
merupakan salah satu cara untuk mengendalikan infeksi dan penurunan
penderita Tuberkulosis
tidakpatuh
resistensi kuman
terhadap
terapi
yang
Mycobacterium tuberculosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
oksigen tinggi yaitu apical/apeks paru daerah ini menjadi predileksi pada penyakit
tuberkulosis. (Irman Soemantri, 2009)
Penyebab infeksi adalah kompleks Mycobacterium tuberculosis kompleks ini
termasuk M.tuberkulosis dan M.africanum terutama berasal dari manusia dan
M.bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya menimbulkan gejala
klinis yang sulit dibedakan dengan tuberkulosis. Etiologi penyakit dapat di
indentifikasi dengan kultur. Analisis genetic sequence dengan menggunakan teknik
PCR sangat membantu identifikasi non kultur. (Firdaus, 2013)
Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Karena
sebenarnya Mycobacterium pada umumnya tahan asam, secara teoritis BTA belum
tentu identik dengan basil TB, tetapi karena dalam keadaan normal penyakit paru
yang disebapkan oleh Mycobacterium lain yaitu (Mycobacterium atipik) jarang sekali
ditemukan, dalam praktek BTA identik dengan basil TB. Untuk bakteri-bakteri yang
lain hanya diperlukan beberapa menit sampai 20 menit sampai mitosi, basil TB
memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara
intermiten (2-3 hari sekali). Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga
dalam beberapa menit saja akan mati, ternyata kerentanan ini terutama terhadap
gelombang cahaya Ultraviolet, basil TB juga retan terhadap panas basah, sehingga
dalam 2 menit saja basil TB yang dalam lingkungan basah sudah akan mati bila
terkena air bersuhu 100oC. Basil TB juga akan terbunih dalam beberapa menit bila
terkena alcohol 70% atau liso 5%.
2.1.3 Patofisiologi
Sumber infeksi yang paling penting adalah manusia yang mengekskresi basil
turberkel dalam jumlah besar dari saluran pernafasan pada saat bersin atau batuk.
Kontak yang intensif (dalam keluarga) dan kontak secara pasif (misalnya diantara
tenaga kesehatan) menyebapkan banyak kemungkinan terjadi penularan melalui
percikan anti droplet. Berkembang atau tidaknya penyakit secara klinik setelah
infeksi mungkin dipengaruhi oleh umur, kekurangan gizi, status imonologik, penyakit
yang menyertai (misalnya HIV) dan faktor-faktor reistensi individual dari inang.
(Priyanto, 2008)
Sorang yang dicurigai menghirup basil Mycobacterium tuberkulosisakan
menjadi terinfeksi. Bakteri menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada
daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini bisa
juga melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang,
korteks, serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). (Irman Somantri, 2009)
Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neurofil dan makrofag tubuh memfagositosis (menelan) bakteri.Limfosit yang
spesifik terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan
terjadilah brongkopneumonia.Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu
setelah terpapar.
Massa jaringan baru tersebut granulema, yang berisi gumpalan basit yang
hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh magrofag yang membentuk dinding
granulema berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tenggah dari
massa tersebut disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas magrofag dan bakteri
menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan
membentuk klasifikasi, membetuk jaringan kolagen. Bakteri menjadi non-aktif.
Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah infeksi awal, karena respon
sistem imun yang tidak adekuat. Penyakit aktif dapat juga timbul akibat infeksi ulang
atau aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif.Pada kasus ini terjadi ulserasi pada
ghon tubercle, dan akhirnya menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami
proses penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian
meradang, menakibatkan bronkopneumonia pembentukan tuberkel, dan seterusnya.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini bejalan terus dan
basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui
kelenjar getah bening. Magrofag ini mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah ini mengalami nekrosis serta jaringan granulasi
yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menibulkan respon berbeda dan
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
2.1.4 Klsifikasi Penyakit TB dan Tipe Pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien Tuberkulosis (KEMENKES RI,
2011)
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh
2)
10
Adalah pasien yang belum pernah diobati denga OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Pemeriksaaan BTA bias positif atau negatif
b. Kasus yang sebelumnya diobati
1) Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kulfur)
2) Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
3) Kasus setengah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil
pememriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
c. Kasus pindahan (transfer in)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan
pengobatan
d. Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti:
1) Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
2) Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya
3) Kembali diobati dengan BTA negatif
2.1.5 Cara Penularan
Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran nafas
dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang
mengandung basil dan dibatukan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga karena
adanya kontak antara tetes ludah/ dahak tersebut dan luka di kulit. Dalam tetes ini
kuman dapat hidup dalam beberapa jam dalam udara panas lembap, dalam nanah
11
bahkan beberapa hari. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali di-screen semua
anggota keluarga dekat yang erat hubungannnya dengan penderita. Dengan demikian
penderita baru dapa dideteksi pada waktu yang dini.(Tan Hoan, 2013)
Ada banyak kesalahpahaman mengenai daya penularan penyakit TBC.
Umunya ada anggapan bahwa TBC bersifat sangat menular, tetapi pada hakikatnya
bahaya infeksi relatife tidak begitu besar dan dapat disamakan dengan penularan pada
penyakit infeksi saluran pernafaasn lainya, seperti salesma dan influenza. Akan tetapi
bahaya semakin menigkat, karena sering kali seseorang tidak diketahui sudah
menderita TBC terbuka dan telah menularkannya pada orang-orang disekitarnya
sebelum penyakitnya terdeteksi. (Tan Hoan, 2013)
2.1.6 Tanda dan Gejala
Gejala utama TB adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu
atau lebih. Gejala tambahan adalah batuk berdahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan
turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam dengan tanpa kegiatan,
demam meriang, lebih dari sebulan.(Depkes RI 2002)
2.1.7 Cara Pencegahan
Penularan perlu diwapadai dengan mengambil tindakan-tindakan pencegahan
selayaknya untuk menghindari infeksi tetes dari penderita keorang lain. Salah satu
cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut/hidung dengan sapu tanggan atau
kertas tisu untuk kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita
12
berbicara, jangan terlampaui dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari
ruangan juga memperkecil penularan. (Tan Hoan 2013)
Sedangkan pencegahan Bagi penderita agar tidak menularkan TBC:
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
13
Kanamycin (Km)
Ofloxacin (Ofx)
Levofloxxacin (Lfx)
Ethionamide (Eto)
Prothionnamide(Pto)
Cycloserin (Cs)
Clofazimine (Cfz)
Linezolid (Lzd)
Amoxilin-Clavulanate
(Amx-Clv)
Obat
Pyrazinamide (Z)
Rimfampicin (R)
Streptomycin (S)
Amikacin (Am)
Capreomycin (Cm)
Moxifloxacin (Mfx)
Para amino salisilat
(PAS)
Terizidone (Trd)
Thioacetazone (Thz)
Clarithromycin (Clr)
Imipenem (Ipm)
Jenis OAT
Sifat
Isoniazid (H)
Bakterisid
Rimfampicin (R)
Bakterisid
Pyrazinamide (Z)
Bakterisid
Streptomycin (S)
Bakterisid
Ethambutol (E)
Bateriostatik
(8-12)
10
(8-12)
25
(8-12)
35
(20-30)
15
(30-40)
15
(12-18)
15
(12-18)
30
(15-20)
(20-35)
14
Program
Nasional
Pengendalian
15
16
Tahap intensif
56
tiap
Berat badan
selama
hari
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
<71 kg
(150/75/400/275
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
hari Tahap
lanjutan
kali
Tahap
pengobatan
Lama
pengobatan
Tablet
Isoniazid
@300
mgr
2 bulan
4 bulan
1
2
Intensif
Lanjutan
3
-
Tablet
Etambut
ol @250
mgr
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
3
-
Berat badan
Selama 28 hari
Tahap lanjutan 3
kali seminggu RH
(150/150) +
E(400)
Selama 20 minngu
56
48
17
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
2 tab 4KDT
2 tab 4KDT + 2
tab Etanbutol
3 tab 4KDT
3 tab 4KDT + 3
tab Etanbutol
4 tab 4KDT
4 tab 4KDT + 4
tab Etanbutol
5 tab 4KDT
5 tab 4KDT + 5
tab Etanbutol
Etambutol
Tahap
pengobatan
Lama
pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300
mgr
Kaplet
Rimfampisi
n @450
mgr
Tablet
Pirazinami
d @ 500
mgr
Tablet
@250
mgr
Tablet
@400
mgr
Strepto
misin
injeksi
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap intesif
(dosis harian
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
0.75 gr
-
56
28
Tahap
lanjutan
(dosis
3x
seminggu)
4 bulan
60
18
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
Tabel 2.7 Dosis KDT untuk sisipan
Tahap
pengobat
an
Lamanya
pengobat
an
Tablet
Isoniasid
@300 mgr
Kaplet
Rimpamfisin
@ 450 mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Tablet
Etambutol
@250 mgr
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan
28
19
BB 10 kg
50 mg
75 mg
150 mg
BB 10-19 kg
100 mg
150 mg
300 mg
BB 20 -32 kg
200 mg
300 mg
600 mg
Berat
(kg)
5-9
10-14
15-19
20-32
(75/50/150)
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet
(75/50)
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet
20
Efek samping
Penyebap
Tidak ada nafsu makan, Rifampisin
Penatalaksanaan
Semua OAT diminum malam
sebelum teratur
Beri Aspirin
Beri vitamin B6 (Piridoxin)
Pirasinamid
rasa INH
terbakar di kaki
Warna kemerahan pada Rifampisin
100 mg perhari
Tidak perlu diberi apa-apa,
pasien
Ikuti
pada kulit
Tuli
Streptomisin
penatalaksanaan dibawah *)
Streptomisin
dihentikan,
Streptomisin
ganti Etambutol.
Streptomisin
dihentikan,
Gangguan
petunjuk
keseimbangan
Ikterus tanpa penyebap Hampir
ganti etambutol.
semua Hentikan
semua
lain
OAT
Bingung dan muntah- Hampir
sampaiikterus mengilang
semua Hentikan semua OAT, segera
muntah
(permulaan OAT
Etambutol
OAT
21
dimensi yang saling terkait, yaitu faktor pasien, faktor terapi, faktor system kesehata,
faktor lingkungan dan faktor social ekonomi. Semua faktor adalah faktor penting
dalam mempengaruhi kepatuhan sehingga tidak ada pengaruh yang lebih kuat dari
faktor lainnya (WHO,2003)
Untuk mencapai keberhasilan pengobatan, bukan semata-mata menjadi
tanggung jawab pasien, namun harus dilihat bagaimana faktor-faktor lain yang
mempengaruhi perilaku seseorang dalam melengkapi pengobatan dan mematuhi
pengobatan mereka (WHO,2003)
22
kepatuhan
pasien
dapat
meningkatkan
keamanan
penggunaan obat
d. Kepatuhan merupakan faktor penentu yang cukup penting dalam
mencapai efektifitas suatu system kesehatan.
e. Memperbaiki kepatuhan dapat merupakan intervensi terbaik dalam
penanganan secara efektif suatu penyakit kronis.
f. Sitem kesehatan harus terus berkembang agar selalu dapat menghadapi
berbagai tantangan baru
g. Diperlukan pendekatan secara multidisiplin dalam menyelesaikan
masalah kepatuhan
Kepatuhan dapat diukur dengan menggunakan dua definisi, yaitu definisi
yang berorietasi pada proses dan definisi yang berorietasi pada dampak pengobata.
Indicator-indikator yang berorientasi pada proses mengunakan variable-variabel
seperti penepatan janji untuk bertemu (antara dokter dan pasien) atau pengambilan
obat digunakan sebagai ukuran kepatuhan. Sedangkan definisi-definisi yang
berorientasi pada dampak menggunakan hasil akhir pengobatan, seperti angka
kesembuhan sebagai salah satu indikator keberhasilan pengobatan TBC (WHO, 2003)
23
gejala-gejala
mencurigakan
TB
untuk
segera
24
tujuan
penelitian,tinjauanpustaka,makakerangkakonsep
penelitianiniadalah:
1. Patuh
2. Tidak patuh
1. Peran keluarga
2. Peran petugas TB di
Puskesmas
3. Pengetahuan
Enabling faktor
Kepatuhan
penggunaan obat
TB
1. Penghasilan
2. Jarak
3. Ketersediaan obat
25
Karateristik responden
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Lingkup pendidikan
BAB III
METODE PENELITIAN
30
31
Z P (1P)
d=
n
2
Keterangan :
n
Z
P
=
=
Diketahui :
a. Z = 1,96
b. P = 50% (0,50)
c. d2 = 10% (0,10)
1.96
2 x 0,50(10,50)
Perhitungan :
0,10
n=
= 96.04
32
fenomena
mengenai
kepatuhan
penggunaan
obat
tuberkulosis
33
34
perlu
dicek
kembali
untuk
melihat
kemungkinan-
F
100
N
Kererangan :
X = hasil presentase
F = Frekuensi hasil pencapaian
N =total seluruh observasi
100% = bilangan genap
Pengukur
kepatuhan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah MMS
35
atau tidak. Setiap jawaban ya menerima skor 1 dan setiap jawaban tidak
menerima skor 0. Kemudian digunakan pedoman skala penilaian seperti dibawah
ini :
Nilai
8,1-10
6,6-8,0
5,6-6,5
4,0-5,5
4,0
Tingkat kepatuhan
Sangat patuh
Patuh
Cukup patuh
Kurang patuh
Tidak patuh
variabel
Penelitian
Definisi Operasional
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
Kepatuhan
Kuesioner
2.
Jenis kelamin
3.
Usia
peneliti.
Usia responden yang
dihitung berdasarkan hari
ulang tahun terakhirnya.
patuh
4. 4,0-5,5= kurang
Ord
patuh
5. 4,0 tidak patuh
patuh
2. 6,6-8,0 = patuh
3. 5,6-6,5= cukup
Kuesioner
Kuesioner
1.
2.
1.
2.
3.
4.
Laki-laki
Perempuan
5-11 tahun
12-16 tahun
17-25 tahun
26-35 tahun
No
No
36
Pendidikan
ditamatkan responden
Kuesioner
penelitian.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
36-45 tahun
46-55 tahun
Tidak bersekolah
SD
SMP
SMA
D3/S1/S2/S3
No
Ketersediaan
obat
Kuesioner
1. Ya
2. Tidak
Or
mengambil obat ke
puskesmas
1. Rp 1.000.000
2. Rp 1.000.000-Rp
Jumlah pendapatan
6.
Penghasilan
keluarga responden
Kuesioner
perbulan
2.000.000
3. Rp 2.000.000-Rp
No
4.000.000
4. Rp 4.000.000
Jarak
Kuesioner
1. Dekat
2. Sedang
3. Jauh
Or
1. Identitas Responden :
a. No Responden
b. Nama Responden
c. Jenis kelamin
:
:
:
Perempuan
Laki-laki
5-11 tahun
17-25 tahun
36-45 tahun
12-16 tahun
26-35 tahun
46-55 tahun
d. Usia
e. Lingkup pendidikan
Tidak bersekolah
SMP
SMA
f. Jarak
Dekat
g. Penghasilan
Sedang
SD
D3/S1/S2/S3
Jauh
1 juta 2 juta
Lebih dari 4 juta
2. PETUNJUK PENGISIAN
Mohon diisi dengan memberikan tanda cheeklist () pada pertanyaan yang
sesuai dengan presepsi yang anda miliki. Dengan pilihan Ya dan Tidak
a. Ketersediaan obat
No.
Pertanyaan
1. Apakah obat antituberkulosis selalu tersedia pada
saat pengambilan obat di puskesmas?
Ya
Tidak
Pertanyaan
Apakah anda selalu minum mematuhi petunjuk
2.
3.
4.
yang dianjurkan ?
Apakah selama pengobatan tahap awal (2 bulan)
5.
6.
7.
8.
9.
Ya
Tidak
Alamat
Umur
= Nina Nurjanah
NPM
= F2013028
Daftar Pustaka
38