Anda di halaman 1dari 46

DAMPAK KORUPSI BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA

Posted: November 20, 2013 in Uncategorized


0
DAMPAK KORUPSI BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA
I. Definisi Korupsi
Korupsi merupakan masalah yang sangat populer di masyarakat sehingga banyak definisi
yang muncul sesuai dengan aspeknya masing-masing. Akibatnya, jarang kita temui definisi
yang cukup lengkap dan sempurna dalam menjelaskan korupsi. Wikipedia yang merupakan
salah satu ensiklopedia online menyebutkan bahwa Korupsi berasal dari bahasa Latin:
corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Definisi ini juga tidak luput dari
kekurangan karena disebutkan bahwa korupsi hanya mencakup pejabat publik yang berarti
pegawai pemerintah, politisi dan tidak termasuk sektor swasta. Lebih lanjut, tindak korupsi
tidak hanya mencakup penyuapan atau penyelewengan sejumlah dana, namun lebih luas dari
hal itu. Misalnya, seorang mahasiswa yang izin untuk tidak masuk kuliah dengan alasan sakit,
namun dia bepergian bersama temanya. Hal ini juga merupakan tindakan korupsi. Dari
banyaknya definisi korupsi sulit di bedakan antara penyuapan dan hadiah. Penyuapan
biasanya menimbulkan timbal balik dan hadiah tidak menimbulkan timbal balik karena di
anggap sebagai hibah.
1. Faktor-faktor yang Mendorong Tindakan Korupsi
Tindakan korupsi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai
hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebaba bisa dari internal pelaku-pelaku
korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkunan yang kondusif bagi seseorang untuk
melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi
menurut

Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persisi, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu :

1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya)
2. Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan
sebagainya).
Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab koruopsi yaitu:
1. Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi
2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab
meluasnya

korupsi

3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang
memberikan peluan untuk korupsi
4. Modernisasi pengembangbiakan korupsi.
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul Strategi Pemberantasan
Korupsi, antara lain :
Aspek Individu Pelaku
1. Sifat Tamak Manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau
penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi
masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada
pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.

2. Moral yang Kurang Kuat


Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi.
Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang
memberi kesempatan untuk itu.
3. Tingkat upah dan gaji pekerja di sector public
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup
yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan
berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam

ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi
waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar
pekerjaan yang seharusnya.
4. Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal
ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas
diantaranya dengan melakukan korupsi.
5. Gaya Hidup yang Konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku
konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan
membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya.
Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
6. Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias
malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan caracara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
7. Tidak Menerapkan ajaran Agama
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam
bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di
tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan
dalam kehidupan.
II. Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian
1. Dampak Kualitatif Korupsi Terhadap Perekonomian
Korupsi

mengurangi

pembelanjaan

pendapatan

dari

sektor

publik

dan

meningkatkan
pemerintah

untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal

yang

besar,

meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan


individu

dalam

posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada


biaya

yang

sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa


meningkatnya
perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara negara yang
sebelumnya

memakaii

sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses


privatisasi

perusahaan

negara Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan alokasi sumber
daya

dikarenakan:

2. Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan


dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure).
Ketika kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan
peraturan dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi
makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya inefisiensi.
3. Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan
yang produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan
pada akhimya menyumbangkan negatif value added.
4. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan
selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan
masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada
kesejahteraan

masyarakat

yang

turun.

5. Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan


dan pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya).
Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan
ekonomi

yang

dicapai.

6. Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga
proses demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang
mengalami masa transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke
perekonomian yang lebih terbuka atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan
yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam kasus Indonesia.

Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan programprogram pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga
mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi
(2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi
dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa
mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia,
perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap
tenaga kerja).
1.

Dampak

Korupsi

pada

Perekonomian

Anahsa

Ekonometrika

Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan angka indeks
korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil
penelitian tersebut adalah
1. Korupsi Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamklanmodalnya di
Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti
Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari nilai
potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari
tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini berdampak pada
menurunnya growth yang dicapai. Studi didasarkan atas analisa fungsi produksi dimana
growth adalah fungsi dari investasi.
2. Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%,
sebagai contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung kelar
yang di sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun. Agar pengeluaran
pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan pengurangan pengeluaran
pemerintah.

3. Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari


infrastruktur

Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas


umum.

4. Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu


Negara.

5. Korupsi menurunkan pendapatan pajak


Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan 3A, yang
menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan demikian pendapatan
pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26 miliar, itu hanya kasus
gayus belum termasuk kasus makelar pajak lainnya.
III. Kesimpulan
Ditinjau dari sudut apapun, korupsi sama sekali tidak memberikan manfaat. Baik kepada
perekonomian, maupun kepada sistem demokrasi politik yang baik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa negara dalam masa transisi seperti Indonesia, baik dari sistem ekonomi
(dari sistem ekonomi terpusat menuju sistem ekonomi yang lebih menganut pasar) maupun
dari sistem politik dan demokrasi (pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang
demokratis), selalu mengalamii masalah korupsi yang luar biasa besar. Bahkan, saat ini sudah
terbangun mitos di masyarakat bahwa korupsi hampir mustahil dapat dibasmi, karena ada
anggapan bahwa korupsi telah menjadii kebudayaan bangsa Indonesia. Namun hal ini tidak
bisa dijadikan justifikasi dan apologi untuk terus bersikap toleran dan permisif terhadap
keberadaan korupsi.
Hasil penelitian Farah Dewi (Mahasiswa Pasca Sarjana UI, 2002) mengatakan jikalau
Indonesia sanggup menekan tingkat korupsinya sampai serendah tlngkat korupsi di Jepang,
maka dengan performa ekonomi seperti sekarang, Indonesia dapat mencapai tingkat
pertumbuhan sebesar 6.37% setahun. Lebih lanjut, jika Indonesia sanggup menekan tingkat
korupsinya hingga serendah tingkat korupsi Singapura, maka Indonesia akan mencapai
pertumbuhan ekonomi sebesar 10.68% per tahun. Maka mutlak sudah, bahwa pemberantasan

korupsi adatah bagian yang tak terpisahkan dart proses perbaikan ekonomi Indonesia. Karena
berdasarkan analisa apapun, korupsi tidak mungkin ditolerir.
Tentu akan sangat membingungkan bila kita harus menyelesaikan semua kasus korupsi
karena sangat banyaknya kasus konupsi di negeri ini. Oleh karena itu pemetaan korupsi
dengan memberilcan prioritas menjadi penting. Tolak ukur yang paling penting adalah
seberapa jauh korupsi tersebut berkaitan dengan kepentingan umum dan merugikan keuangan
negara. Kita dapat menemukan suatu pola umum dari korupsi yang terjadi di Indonesia,
namun bukan tidak mungkin setiap daerah dan setiap kasus memililki kekhususannya sendiri.
Beberapa hal bisa dijadikan alasan bagi ttumbuhnya perbedaan-perbedaan ini seperti
perbedaan sumber daya ekonomi (atau pendapatan), budaya, kondisi kelompok-kelompok
sosial, yang kesemuanya mempengaruhi pola-pola korupsi dan upaya pemberantasannya.
Yang pasli, kita harus segera bergerak menuntaskan serta melakukan perubahan.
Sumber : http://antikorupsi.org/indo/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=407
http://kelana-tambora.blogspot.com/2007/03/soeharto-pengkhianat-bangsa.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi_di_Indonesia
http://www.beritaindonesia.co.id/visi-berita/budaya-korupsi/

dampak korupsi terhadap perekonomian indonesia


Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian
BAB

PENDAHULUAN

1.

Latar

Belakang

Masalah

Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan, terutama dalam media
massa baik lokal maupun nasional. Banyak pendapat yang timbul akibat korupsi tersebut baik
yang pendapat yang pro maupun yang kontra. Akan tetapi, korupsi merugikan negara dan
dapat

merusak

sendi-sendi

kebersamaan

bangsa.

Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus Indonesia,
korupsi menjadi terminologi yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan nepotisme. Dua
kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian dinyatakan sebagai
perusak perekonomian bangsa. Bahkan sampai MPR merasa perlu mengeluarkan ketetapan
(TAP MPR) khusus untuk memastikan penuntasannya dan terakhir dibentuk Komisi
Pemberantasa

Korupsi

(KPK).

Politik uang dan suap adalah bentuk transaksi haram yang sangat akrab dengan para elite
ekonomi dan politik kita sejak zaman orde lama sampai era reformasi ini. Terminologi
ekonomi menyebutkannya sebagai transaction cost, sedangkan bahasa sosiologinya disebut
korupsi.

Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk
menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus
yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Padahal penyelesaiaan
kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI, Kasus
Susno, dan Gayus akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di- Indonesia.

Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas.

2.

Rumusan

Masalah

Korupsi merupakan suatu masalah sosial, sehingga penjelasan mengenainya dapat dilakukan
melalui berbagai macam pendekatan ilmu sosial. Secara khusus, tulisan ini membahas
korupsi

1.

dilihat

Faktor-faktor

2.

melalui

apa

yang

Bagaimana

3.

Bagaimana

korupsi

perspektif

mendorong

mengukur

menimbulkan

ilmu

seseorang

ekonomi,

melakukan

tingkat

dampak

pada

tindak

mencakup

korupsi

korupsi

perekonomian

Tiga hal diatas merupakan bahasan utama yang sekaligus merupakan batasan dari tulisan ini.
Hal- hal selain yang disebutkan di atas bukan merupakan inti dari tulisan yang penulis sajikan
ini.

1.3

Tujuan

Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh korupsi terhadap perekonomian.

1.

Manfaat

Penulisan

Penulisan ini diharapkan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai
korupsi

dan

dampaknya

terhadap

BAB IIPEMBAHASAN

perekonomian.

1.

Definisi

Korupsi

Korupsi merupakan masalah yang sangat populer di masyarakat sehingga banyak definisi
yang muncul sesuai dengan aspeknya masing-masing. Akibatnya, jarang kita temui definisi
yang

cukup

lengkap

dan

sempurna

dalam

menjelaskan

korupsi

Wikipedia yang merupakan salah satu ensiklopedia online menyebutkan bahwa Korupsi
berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak
legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Definisi ini juga
tidak luput dari kekurangan karena disebutkan bahwa korupsi hanya mencakup pejabat publik
yang

berarti

pegawai

pemerintah,

politisi

dan

tidak

termasuk

sektor

swasta.

Lebih lanjut, tindak korupsi tidak hanya mencakup penyuapan atau penyelewengan sejumlah
dana, namun lebih luas dari hal itu. Misalnya, seorang mahasiswa yang izin untuk tidak
masuk kuliah dengan alasan sakit, namun dia bepergian bersama temanya. Hal ini juga
merupakan tindakan korupsi. Dari banyaknya definisi korupsi sulit di bedakan antara
penyuapan dan hadiah. Penyuapan biasanya menimbulkan timbal balik dan hadiah tidak
menimbulkan

timbal

balik

karena

di

anggap

sebagai

hibah.

1.

Faktor-faktor

yang

Mendorong

Tindakan

Korupsi

Tindakan korupsi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai
hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebaba bisa dari internal pelaku-pelaku
korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkunan yang kondusif bagi seseorang untuk
melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi.

Menurut Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persisi, tetapi ada dua hal yang jelas,
yaitu

1.

Dorongan dari daklam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya);

2.

Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan
sebagainya).

Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab koruopsi yaitu :

1.

Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi;

2.

Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab
meluasnya

korupsi;

3.

Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang
memberikan

4.

peluan

Modernisasi

untuk

korupsi;

pengembangbiakan

korupsi.

Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan
Korupsi,"

antara

lain

1.

Aspek

Individu

1.

Sifat

Tamak

Pelaku

Manusia

Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak
cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk
memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri
sendiri,

yaitu

sifat

tamak

dan

rakus.

2.

Moral

yang

Kurang

Kuat

Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi.
Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang
memberi

3.

Tingkat

kesempatan

Upah

dan

untuk

Gaji

Pekerja

di

itu.

Sektor

Publik

Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup
yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan
berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam
ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi
waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar
pekerjaan

4.

yang

Kebutuhan

Hidup

seharusnya.

yang

Mendesak

Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal
ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas
diantaranya

dengan

5.

Gaya

melakukan

korupsi.

yang

Konsumtif

Hidup

Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku
konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan
membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya.
Salah

6.

satu

kemungkinan

Malas

tindakan

atau

itu

Tidak

adalah

dengan

Mau

korupsi.

Bekerja

Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias
malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan caracara

mudah

dan

cepat,

diantaranya

melakukan

korupsi.

7.

Tidak

Menerapkan

ajaran

Agama

Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam
bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di
tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan
dalam

kehidupan.

1.

Aspek

1.

2.

Kurang

Memiliki

Organisasi

Keteladanan

Pimpinan

Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh
penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan
mengambil

kesempatan

yang

sama

dengan

atasannya.

3.
1.

Tidak

Memiliki

Kultur

Organisasi

yang

Benar

4.

Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur
organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif
mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi
memiliki

peluang

untuk

terjadi.

5.
6.
1.

Sistem Akuntabilitas yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang Memadai

7.

Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai
dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah
sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak.
Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang
dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

8.
9.
1.

Kelemahan

Sistem

Pengendalian

Manajemen

10. Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi
dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi
akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

11.

1.

Manajemen

Cendrung

Menutupi

Korupsi

di

Organisasi

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus
berjalan

1.

1.

dengan

Aspek

Tempat

berbagai

Individu

dan

bentuk.

Organisasi

Berada

Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh
budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang
dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari
mana

2.

kekayaan

itu

didapatkan.

Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang
menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat
umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah

masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.

1.

Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan
anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali
masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka
namun

1.

tidak

disadari.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung
jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya
bila

1.

masyarakat

ikut

melakukannya.

Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di


dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang
monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang
memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan
sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi
peraturan

perundang-undangan.

1.

Mengukur

Tingkat

Korupsi

Jika korupsi dapat diukur, maka akan ada kemungkinan untuk menguranginya. Namun pada
kenyataannya, secara konseptual, selalu terdapat ketidakjelasan dalam menentukan besaran
yang harus diukur. Jika pengukuran hanya dilakukan pada besaran suap yang dibayarkan,
maka ini berarti terjadi pengabdian terhadap bentuk bentuk korupsi sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya pada bagian pendahuluan di atas. Mengingat, secara langsung, amat
sulit ditemukan cara untuk melakukan pengukuran korupsi, maka terdapat beberapa cara
tidak langsung untuk mendapatkan informasi tentang tindak korupsi. Beberapa cara untuk
mendapatkan

1.

informasi

mengenai

korupsi:

Laporan mengenai korupsi melalui surat kabar dan institusi independen misalnya lewat
internet;

2.

Studi kasus mengenai korupsi di sebuah instilusi, walaupun kadang- kadang laporan dari
studi

3.

kasus

cenderung

untuk

pelaporan

internal

dan

rahasia;

Survey dengan menggunakan kuisioner. Cara ini bisa dilakukan secara langsung ke institusi
yang hendak diteliti (seperti dalam kasus Peru dan Argentina, studi dilakukan kepada petugas
dan administrator pajak), atau secara keseluruhan dalam satu negara. Hasil dari survey ini
berupa tingkat persepsi terhadap korupsi, dan bukan angka nominal tindak korupsi. World
Bank, IMF dan negara - negara pemberi bantuan keuangan biasanya menyertakan survey
seperti ini dalam setiap program bantuannya. Pada beberapa negara seperti Tanzmania,
Uganda, India, Ukaraina dan beberapa yang lain, cara ini cukup memberikan hasil yang
memuaskan. Survey bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya survey mengenai
Global Competitiveness Report (Jenewa), Political and Economic Risk (Hongkong),
International

Transparancy

(Berlin),

Political

Risk

Service

(Syracuse).

Hasil dari berbagai macam survey di atas, telah dipergunakan secara luas bank oleh peneliti
maupun pelaku bisnis. Yang harus dihindari adalah kebingungan akan penggunaan ukuranukuran korupsi yang dihasilkan. Harus diperhatikan, bahwa indeks yang dihasilkan dari
survey-survey tersebut merefleksikan persepsi masyarakat tentang korupsi, bukan
pengukuran kuantitatif dari korupsi yang dilakukan. Negara-negara di dunia mempunyai
kecenderungan untuk mempunyai posisi yang relatif stabil dalam persepsi masyarakat
mengenai korupsi dalam negara tersebut. Beberapa perubahan posisi yang cukup signifikan
salah satunya ditunjukkan oleh Chili. Muncul pertanyaan penting, seberapa akurat perubahan
dalam indeks ini menurut perubahan riil yang terjadi di lapangan? Tidak selalu akurat. ini
disebabkan pengukuran ini menunjukkan tingkat persepsi, maka bisa saja walapun hanya
terjadi satu kasus korupsi, namun karena terus diberitakan oleh media, maka terjadii

perubahan cukup signifikan dalam persepsi masyarakat terhadap korupsi. ini menjadikan
pengukuran berdasarkan indeks persepsi tidak membedakan ukuran yang tepat terhadap
korupsi

1.

yang

Tingkat

terjadi

Korupsi

di

suatu

di

negara.

Indonesia

Ditengah gegap gempita pertumbuhan ekonomi yang positif pada tahun 2009 silam, ternyata
Indonesia merupakan negara paling korup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan
investasi para pelaku bisnis seperti yang di sebutkan Political & Economic Risk

Consultancy (PERC) pada tanggal 9 Maret 2010. Penilaian didasarkan atas pandangan
ekskutif bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden adalah 2,174
dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika
Serikat.

Berikut

daftar

16

negara

terkorup

1.

di

Asia

Pasifik

menurut

PERC.

Indonesia (terkorup)

1.

Kamboja

(korup)

2.

Vietnam

(korup)

3.

Filipina

(korup)

4.

Thailand

5.

India

6.

China

7.

Taiwan

8.

Korea

9.

Macau

10.

Malaysia

11.

Jepang

12.

Amerika

13.

Hong

14.

Australia

15.

Singapura

Serikat

(bersih)

Kong

(bersih)

(bersih)

(terbersih)

Sementara itu Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan Transparency International
2009, yang lebih fokus pada baik-buruknya pelayanan publik di suatu negara, Indonesia
memang boleh sedikit berbangga. Sejak berdirinya KPK, IPK Indonesia mengalami
peningkatan

secara

bertahap.

Tabel

Peningkatan

Indeks

Persepsi

Korupsi

(IPK/CPI)

Indonesia

Tahun Survei

Nilai IPK Indonesia

Sumber TI

2001

1.9

CPI 2001

2002

1.9

CPI 2002

2003

1.9

CPI 2003

2004

2.0

CPI 2004

2005

2.2

CPI 2005

2006

2.4

CPI 2006

2007

2.3

CPI 2007

2008

2.6

CPI 2008

2009

2.8

CPI 2009

2001-2009

Untuk tahun 2009 IPK Indonesia naik, yakni meningkat menjadi 2,8 dari 2,6 di tahun 2008.
Peringkat Indonesia dalam ranking negara paling korup di dunia pun turun secara signifkan.
Namun, tentu saja kita tidak lantas berpuas diri dan terlena. Apalagi jika didasari pada
kenyataan bahwa IPK terbaik di dunia yang diraih oleh Selandia Baru pada angka 9,4 dan
disusul masing-masing Denmark 9.3 dan Singapura dan Sweden pada IPK 9.2. Dari angka
ini, jelas Indonesia jauh sekali dibanding dengan negara tetangga kita Singpura yang
menduduki peringkat ke-3 dunia atau Australia di posisi 8 dengan IPK 8.7. Bahkan dengan

negara serumpun-pun, Indonesia masih kalah dengan Malaysia yang menduduki posisi 56
dengan

IPK

1.

Dampak

1.

Dampak

Korupsi

Kualitatif

4.5

Terhadap

Korupsi

Terhadap

Perekonomian

Perekonomian

Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan


pemerintah
untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal yang besar,
meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu
dalam
posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang
sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya
perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara negara yang sebelumnya memakaii
sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi
perusahaan
negara Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan alokasi sumber daya
dikarenakan:

2.

Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk


peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan

dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada
perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong
terjadinya

3.

inefisiensi.

Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif
menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan
negatif

4.

value

added.

Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya
memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak),
sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun.

5.

Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan


pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal
ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.

6.

Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa
transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka
atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi
dalam

kasus

Indonesia.

Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan programprogram pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga
mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi
(2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi
dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa
mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia,
perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap
tenaga

1.

kerja).

Dampak

Korupsi

pada

Perekonomian

Anahsa

Ekonometrika

Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan angka indeks
korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil
penelitian

tersebut

adalah

1.

Korupsi

Mengurangi

Nilai

Investasi

Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamklanmodalnya di


Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti
Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari nilai
potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari
tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini berdampak pada
menurunnya growth yang

dicapai.

dimana growthadalah

2.

Korupsi

Mengurangi

Studi

didasarkan

atas

fungsi

Pengeluaran

analisa

fungsi

dari

pada

Bidang

Pendidikan

produksi
investasi.

dan

Kesehatan

Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%, sebagai
contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung kelar yang di sinyalir
menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun. Agar pengeluaran pengeluaran pemerintah
tidak

3.

defisit

maka

di

lakukan

pengurangan

pengeluaran

pemerintah.

Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur

Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas umum.

4.

Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu negara

5.

Korupsi

menurunkan

pendapatan

pajak

Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan 3A, yang menggelapkan
pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan demikian pendapatan pemerintah dari sektor
pendidikan akan berkurang Rp 26 miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus
makelar

1.

pajak

lainnya.

Korupsi menurunkan Foreign Direct Investment, dikarenakan efek korupsi yang sama
dengan

BAB

efek

pajak.

III

PENUTUP

1.

Kesimpulan

Ditinjau dari sudut apapun, korupsi sama sekali tidak memberikan manfaat. Baik kepada
perekonomian, maupun kepada sistem demokrasi politik yang baik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa negara dalam masa transisi seperti Indonesia, baik dari sistem ekonomi
(dari sistem ekonomi terpusat menuju sistem ekonomi yang lebih menganut pasar) maupun
dari sistem politik dan demokrasi (pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang
demokratis), selalu mengalamii masalah korupsi yang luar biasa besar. Bahkan, saat ini sudah
terbangun mitos di masyarakat bahwa korupsi hampir mustahil dapat dibasmi, karena ada
anggapan bahwa korupsi telah menjadii kebudayaan bangsa Indonesia. Namun hal ini tidak
bisa dijadikan justifikasi dan apologi untuk terus bersikap toleran dan permisif terhadap
keberadaan korupsi
Hasil penelitian Farah Dewi (Mahasiswa Pasca Sarjana UI, 2002) mengatakan jikalau
Indonesia sanggup menekan tingkat korupsinya sampai serendah tlngkat korupsi di Jepang,
maka dengan performa ekonomi seperti sekarang, Indonesia dapat mencapai tingkat
pertumbuhan sebesar 6.37% setahun. Lebih lanjut, jika Indonesia sanggup menekan tingkat
korupsinya hingga serendah tingkat korupsi Singapura, maka Indonesia akan mencapai
pertumbuhan ekonomi sebesar 10.68% per tahun. Maka mutlak sudah, bahwa pemberantasan
korupsi adatah bagian yang tak terpisahkan dart proses perbaikan ekonomi Indonesia. Karena
berdasarkan

analisa

apapun,

korupsi

tidak

mungkin

ditolerir.

Tentu akan sangat membingungkan bila kita harus menyelesaikan semua kasus korupsi
karena sangat banyaknya kasus konupsi di negeri ini. Oleh karena itu pemetaan korupsi
dengan memberilcan prioritas menjadi penting. Tolak ukur yang paling penting adalah
seberapa jauh korupsi tersebut berkaitan dengan kepentingan umum dan merugikan keuangan
negara. Kita dapat menemukan suatu pola umum dari korupsi yang terjadi di Indonesia,
namun bukan tidak mungkin setiap daerah dan setiap kasus memililki kekhususannya sendiri.
Beberapa hal bisa dijadikan alasan bagi ttumbuhnya perbedaan-perbedaan ini seperti
perbedaan sumber daya ekonomi (atau pendapatan), budaya, kondisi kelompok-kelompok
sosial, yang kesemuanya mempengaruhi pola-pola korupsi dan upaya pemberantasannya.
Yang pasli, kita harus segera bergerak menuntaskan serta melakukan perubahan.

1.

Saran

Pembangunan di Indonesia tidak boleh terkoyak hanya karena ulah okrnum yang tidak
bertanggungjawab

(walaupun

esok

mereka

pasti

akan

mempertanggungjawabkan

perbuatannya pada mahkamah tertinggi di akhirat) yang melakukan abuse of power. Oleh
karena itu, ada beberapa hal teknis yang kami sarankan sebagai rekomendasi kebijakan bagi
pemerintah

Indonesia,

yakni:

Komitmen yang kuat dari para pemimpin adalah kunci, karenanya pada setiap proses
pemilihan presiden atau pejabat apapun, agar dilakukan dengan fit proper test yang harus
sangat memperhatikan Si moralitas, Pemerintah secara perlahan-lahan harus mulai

mengurangi keterlibatan para aktivitas ekonomi. Mungkin sangat neoklasik, tapi itulah yang
mesti dilakukan jika berkaca pada Finlandia dan negara lain yang mampu meng-nol-kan
potensi korupsinya. Peran pemerintali selanjutnya adalah mei 'polisi pasar' atau menjadi
'wasit dunia usaha' yang memastikan aktivitas ekonomi berjalan lancar serta meminimalkan
terjadinya

kegagalan

pasar.

Secara perlahan-lahan pemerintah harus mulai melakukan rasionalisasi pegawai dalam


jumlah yang cukup siginifikan dan memastikan standar gaji yang bersaing dengan swasta.
Akan tetapi, antisipasi akibat dan kebijakan pengurangan pegawai ini juga mesti disiapkan.

1.

Menghukum koruptor dengan hukuman yang seberat-beratnya. Mungkin Korea Selatan bisa
dicontoh

2.

dalam

hal

ini;

Memaksimalkan peran KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagal pengawas yang jujur
dan auditor yang bersih dalam melakukan peran kontrol dan pengusutan atas segala macam
dugaan

3.

korupsi;

Secara bertahap dan berkelanjutan pemerintah harus mengupayakan terlaksananya aturan


yang

sudah

diciptakan

namun

harus

dilaksanakan.

Yakni:

TAP MPR No. XIJMPRI1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

UU no. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU anti Korupsi).

Komisi Pemberantasan Korupsi (Anti Corruption Coinmision).

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih


dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun


1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia KPK

Undang-Undangn No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia
KPK

Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian


Kata Kunci : Korupsi, Penyebab, Strategi Pemberantasannya
Merebaknya praktek korupsi yang terjadi dimana mana
merupakan fakta yang sudah jelas terbukti. tindak pidana korupsi di
Indonesia sudah meluas di masyarakat. Perkembangannya terus
meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi
dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya
yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan
hasil survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan

independen, dari 146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki


posisi ke-5 sebagai negara terkorup di dunia pada tahun 2013.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian
nasional tetapi juga terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara
pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis
juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana
korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa
melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitupun
dalam upaya pemberantasan tidak lagi dilakukan secara biasa,
tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Korupsi adalah tingkah
laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan
karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi
(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri). Korupsi terjadi
karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan para
penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang
lama. Jadi dalam hal ini korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian
pemimpin. Faktor politik, faktor yuridis dan faktor budaya adalah
faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Strategi
program percepatan pemberantasan korupsi salah satunya tertuang
dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004
tentang percepatan pemberantasan korupsi. Melawan praktek
korupsi adalah tanggung jawab setiap orang. Pencegahannya
memerlukan usaha yang terkoordinasi dari tingkat individu,
komunitas dan negara. Sehingga korupsi lambat laun dapat akan
terkikis dan berkurang secara signifikan.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno,
Babilonia,
Roma
sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi
diberbagai
negara,
tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika
Serikat
sendiri
yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya,
pada
masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat
dan
kontrol
sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi.
Dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta
semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaanpembukaan sumber daya alam yang baru, maka semakin kuat
dorongan individu terutama di kalangan pegawai negeri untuk
melakukan
praktek
korupsi
dan
usaha-usaha
penggelapan.
Korupsi
dimulai
dengan
semakin
mendesaknya
usaha-usaha

pembangunan
yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga
setiap
orang
atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan
imbalan-imbalan
dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok).
Meningkatnya tindak pidana korupsi baik dari segi kualitas maupun
kuantitas yang begitu rapi telah menyebabkan terpuruknya
perekonomian Indonesia. Korupsi di Indonesia bagaikan gurita.
Penyimpangan ini bukan saja merasuki kawasan yang sudah dipersepsi
publik sebagai sarang korupsi, tapi juga menyusuri lorong-lorong
instansi yang tak terbayangkan sebelumnya bahwa ada korupsi.
Satu persatu skandal keuangan di berbagai instansi terbongkar.
Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipenuhi akademisi, pakar hukum dan
guru besar pun tak steril dari wabah korupsi, bahkan Kementerian
Agama yang notabenenya adalah orang-orang yang tahu tentang ilmu
agama juga tidak lepas dari praktek-praktek korupsi. Belum lagi
praktek-praktek korupsi yang dilakukan oleh anggota legislatif,
Gubernur, Walikota/Bupati, dan kepolisian.
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya
dibicarakan
publik,
terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Akan tetapi
walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak
kepemerintahan. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh
transparency.org, sebuah badan independen, dari 146 negara, tercatat
bahwa Indonesia menduduki posisi ke-5 sebagai negara terkorup di
dunia pada tahun 2013. Ini membuktikan bahwa Indonesia telah
mencetak sebuah prestasi yang luar biasa yang dapat memancing
respon negatif dari berbagai negara. Namun nampaknya respon negatif
tidak datang dari luar saja,tetapi masyarakat dalam negeri juga akan
melakukan hal yang sama. Bagaimana tidak, pemimpin yang selama ini
mereka beri kepercayaan malah memanfaatkan kekuasaan demi meraih
kekayaan. Berbagai upaya yang selama ini di terapkan tidak mampu
menanggulangi tindakan korupsi.
Terlalu banyaknya praktek korupsi yang telah terjadi di negara kita,
mau tidak mau kita sebagai warga Negara Indonesia tentu harus
mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi, hal-hal yang
menyebabkan terjadinya korupsi dan bagaimana cara atau strategi
yang dapat digunakan untuk memberantas atau menghilangkannya.
Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka
makalah/artikel ini diberi judul Korupsi, Penyebab dan Strategi
Pemberantasannya.
B. Identifikasi Masalah
Merebaknya praktek korupsi yang terjadi
dimana mana
merupakan fakta yang sudah jelas terbukti. Berdasarkan hasil survey
yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen, dari
146 negara, tercatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-5 sebagai
negara terkorup di dunia pada tahun 2013. Coba kita renungkan.
Mengapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana cara untuk mengatasi hal

tersebut, dan apabila korupsi tidak diatasi, Bagaimana jadinya Negara


Indonesia nanti ?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang
dirumuskan dalam makalah/artikel ini adalah :
1. Apa yang menjadi penyebab terjadinya korupsi ?
2. Strategi apa yang digunakan dalam upaya percepatan pemberantasan
korupsi ?
D. Tujuan Penulisan
Mengacu pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan
makalah/artikel ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya korupsi.
2. Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam upaya percepatan
pemberantasan korupsi.
ISI
A. Kerangka Teoritis
Pengertian korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang
berarti kerusakan atau kebobrokan.. Dalam bahasa Yunani corruptio
perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral,
menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, materil,
mental, dan umum.
Websters Third New International Dectionary (1961) memberi
definisi tentang korupsi sebagai perangsang
(seorang pejabat
pemerintah) berdasarkan itikad buruk (seperti suap) agar ia melakukan
pelanggaran kewajibannya. Lalu suap (sogokan) diberi definisi sebagai
hadiah,
penghargaan,
pemberian
atau
keistimewaan
yang
dianugerahkan atau dijanjikan, dengan tujuan merusak pertimbangan
atau tingkah laku, terutama dari seorang dalam kedudukan terpercaya
(sebagai pejabat pemerintah).
Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan
kepada kerabat dan famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam
kedua hal ini terdapat perangsang dengan pertimbangan tidak wajar.
Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait dengan penyuapan dan penyogokan,
adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai
hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan pribadi, keluarga dan
kelompok.
Korupsi berdasarkan pemahaman pasal 2 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Korupsi merupaka tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi) , yang secara

langusng maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian


negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang sejarahnya, pengertian korupsi itu
sangat berkaitan erat dengan sistem kekuasaan dan pemerintahan di
zaman dulu maupun di zaman modern ini. Adapun pengertian korupsi
yang berkaitan dengan kekuasaan pertama kali dipopulerkan oleh E. John
Emerich Edwards Dalberg Acton, yang mengatakan: The Power tends to
corrupt, but absolute power corrupts absolutely (Kekuasaan cenderung
korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang
berlebihan pula).
Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk.
Dalam kasus di Indonesia, korupsi menjadi terminology yang akrab
bersamaan dengan kata kolusi dan nepotisme. Dua kata terakhir dianggap
sangat lekat dengan korupsi yang kemudian dinyatakan sebagai perusak
perekonomian bangsa.
Pelaku korupsi disebut koruptor. Koruptor sendiri dibagi dua,
pertama koruptor yang berbuat korupsi karena dipikat oleh orang lain
agar melakukannya; kedua, koruptor yang berbuat korupsi dan memikat
orang lain agar bersama-sama dengannya melakukan korupsi.
Nampaknya koruptor kategori yang kedua ini yang lebih rusak daripada
koruptor yang pertama.

B. Temuan dan Pembahasan


1. Penyebab Terjadinya Korupsi
Menurut analisis Syed Hussain Alatas (1987:120), korupsi yang
melanda segenap negara dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh Perang Dunia II. Mengutip Laporan Komite Shantanam, ia
mengatakan, peperangan yang meluas yang menguras pengeluaran
pemerintah dalam jumlah besar untuk pengadaan dan persediaan
logistik, telah memberi peluang bagi korupsi. Bahkan di sebuah
negara yang sedikit saja dipengaruhi oleh mobilitas seperti itu,
seperti Saudi Arabia, korupsi juga ada. Dalam hal Asia Tenggara,
pendudukan Jepang menimbulkan korupsi yang
membengkak
secara mendadak. Kelangkaan barang dan makanan bersamaan
dengan inflasi yang tinggi karena lemahnya pengawasan
pemerintah, menjadikan korupsi sebagai jalan menutup kekurangan
pendapatan. Jelas bahwa situasi perang melahirkan masalah
korupsi.
Faktor lain yang ikut menyebabkan terjadinya korupsi adalah
pemerintahan Kolonial. Karena korupsi terhadap pemerintahan
Kolonial dianggap sebagai patriotik karena merupakan bentuk

perlawanan terhadap penjajah. Contoh di India, semasa penjajahan


Inggris, menipu pemerintah umumnya dianggap perbuatan
patriotik. Mencopoti bola lampu dan perlangkapan lain di kereta api,
melindungi para pelnggar hukum dari tangkapan polisi, semua itu
dianggap sebagai perbuatan yang bertujuan agar pemerintahan
Kolonial tidak merampas uang rakyat India. Setelah kemerdekaan
pada tahun 1947, kebiasaan bersikap tidak jujur kepada pemerintah
terus berlanjut.
Sebab-sebab korupsi lainnya ialah bertambahnya jumlah pegawai
negeri dengan cepat, dengan akibat gaji mereka menjadi sangat
kurang. Hal itu selanjutnya mengakibatkan perlunya pendapatan
tambahan. (Wertheim, 1970). Pengaruh koruptif masa perang,
bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, bertambah
luasnya kekuasaan dan kesempatan birokrasi dibarengi dengan
lemahnya pengawasan dari atas dan pengaruh partai-partai politik
menjadikan lahan subur bagi korupsi. Terhadap birokrasi yang rapuh
itulah dunia usaha dan industri memperkenalkan metode semir
(pelicin). Padahal birokrasi itu sendiri sudah
lama mengidap
penyakit semir, apalagi ditambah rangsangan sari faktor luar,
maka semakin marak saja praktik korupsi berlangsung.
Korupsi juga bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial.
Menurut Max Weber (1968), kelemahan jabatan patrimonial adalah
terutama tidak mengenal perbedaan birokrasi antara lingkup
pribadi dan lingkup dinas. Juga pelaksanaan pemerintahan
dianggap sebagai urusan pribadi sang penguasa. Dengan demikian
tingkah laku kekuasaannya sama sekali bebas, tidak dibatasi
campur tangan tradisi suci yang kukuh. Dalam masalah-masalah
politik, hak penguasa menghilangkan batas yurisdiksi para pejabat.
Batas-batas di antara berbagai fungsi jabatan sangat tipis. Menurut
Weber, hal itu merupakan gambaran kekanak-kanakan orang Asia.
Sedang dalam birokrasi modern, di Barat, pejabat mempunyai
lingkup yurisdiksi, suatu jenis kegiatan yang teratur, dan
seperangkat peraturan yang menata kegiatan birokrasi. Termasuk
pula di dalamnya penggunaan file dan catatan-catatan secara
teratur.
Korupsi juga sering terjadi karena sikap solidaritas kekeluargaan
dan kebiasaan saling memberi hadiah. Pemberian hadiah di
kalangan birokrasi bahkan telah melembaga, meskipun pada
awalnya tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan.
Menurut penelitian Alatas (1987:132), bahwa korupsi bagaikan
benalu yang merayap ke segenap lingkungan yang cocok untuk
tumbuh, dan lingkungan yang paling subur untuk tempat
tumbuhnya benalu itu adalah lembaga hadiah. Memang ada yang
mengatakan bahwa hadiah dan suap itu berbeda seperti halnya
perkawinan dan pelacuran. Meskipun secara lahiriah beberapa
perilaku tertentu dari perkawinan dan pelacuran itu sama, tetapi
secara fenomenologis keduanya berbeda. Tetapi faktor hadiah diakui
oleh banyak penulis, bisa menjerumuskan pelakunya kepada
korupsi.

Korupsi juga terjadi karena lemahnya disiplin pemerintah dalam


mengendalikan kekuasaan negara, yang menurut Gunnar Myrdal
(1968), seperti dikutip Alatas (1987:126), disebut sebagai negara
yang lembek. Negara yang lembek ialah negara yang tidak memiliki
disiplin sosial, di mana pemerintah menuntut sangat sedikit kepada
warga negaranya, dan sedikit kewajiban yang tidak dilakukan secara
memadai pula. Weber mengaitkan negara yang lembek dengan otak
yang lembek. Otak yang lembek adalah otak yang kesadaran
etisnya lemah, yang tidak berkemampuan memberlakukan sanksi
etis, dan yang tidak mampu membedakan urusan pemerintahan
dengan urusan pribadi. Mereka yang mengelola negara dengan
lembek pastilah orang yang berotak lembek, seperti halnya orangorang yang korup pastilah berpikir korup.
Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu
mengeruk keuntungan para penguasa yang mengenggam
kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi dalam hal ini korupsi
lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor sosial,
seperti pranata budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa,
perubahan politik besar-besaran, peperangan, sistem hukum yang
tidak sempurna; pengaruh yang berasal dari luar diri individu,
semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi.
Menurut Alatas (1986:46),
penyebab-penyebab
khususnya di Indonesia, bisa diidentifikasi sebagai berikut:

korupsi

1. Ketiadaan atau kelemahan pemimpin dalam posisi-posisi kunci yang


mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang
menjinakkan korupsi.
2. Kelemahan pengamalan ajaran-ajaran agama dan etika.
3. Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintahan asing tidak
menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk
membendung korupsi.
4. Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan.
5. Kemiskinan yang bersifat struktural.
6. Sanksi hukum yang lemah.
7. Kurang dan terbatasnya lingkungan anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan yang lunak.
9. Perubahan radikal sehingga terganggunya kestabilan mental dan
korupsi muncul sebagai penyakit tradisional.

10. Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa


memberikan cerminan keadaan masyarakat secara keseluruhan.
Dari beberapa faktor penyebab korupsi yang telah diuraikan,
secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi 3 faktor saja yaitu :
1. Faktor Politik
Faktor politik sebagai penyebab korupsi telah banyak terjadi di
berbagai negara. Para penguasa adalah pihak yang paling memiliki
kesempatan untuk melakukan korupsi dengan kekuasaannya.
Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely
(kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan
mengakibatkan korupsi berlebihan pula (Lord Acton, 1834-1902).
2. Faktor Yuridis
Faktor yuridis di sini ialah lemahnya sanksi hukum terhadap tindak
pidana korupsi. Dalam hal ini ada dua aspek: (a) peranan hakim
dalam menjatuhkan putusan; (b) sanksi yang memang lemah
berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
(Lihat: UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan
atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi).
3. Faktor Budaya
Sebagaiamana telah dijelaskan, bahwa budaya korupsi merupakan
warisan budaya kolonial, dan ketika pemerintahan kolonial sudah
berakhir praktik korupsi masih terus berjalan. Termasuk dalam
kategori ini adalah adanya praktik pemberian hadiah yang sudah
melembaga, budaya pemerintahan patrimonial yang menganggap
bahwa kekuasaan adalah miliknya, budaya nepotisme yaitu
mengakomodasi kepentingan keluarga dalam pemerintahan secara
tidak wajar, dan sebagainya.
2. Strategi Pemberantasan Korupsi
Dalam pengantar Penjelasan atas UU Nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi, disebutkan
bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas di
masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke
tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang
dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian
nasional tetapi juga terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara
pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis
juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana

korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa


melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitupun
dalam upaya pemberantasan tidak lagi dilakukan secara biasa,
tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hukum untuk memberantas korupsi yang dilakukan
secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai
hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara
luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang
mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari
kekuasaan manapun dalam pelaksanaannya dilakukan secara
optimal, insentif, efektif, profesional serta berkesinambungan.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah
Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam
usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan
tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
antara lain dalam TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Berwibawa dan Bebas
KKN, UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 tahun 2001
tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk mencegah terjadinya korupsi besar-besaran, bagi
pejabat yang menduduki jabatan yang rawan korupsi seperti bidang
pelayanan masyarakat, pendapatan negara, penegak hukum, dan
pembuat kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum
menjabat jabatannya sehingga mudah diperiksa pertambahan
kekayaannya dibandingkan dengan pendapatannya yang resmi.
Menurut Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah (2005:248) bahwa
pembalikan beban pembuktian terbatas bidang perdata, seperti
halnya Counter Corruption Act Thailand, dapat diterapkan di
Indonesia. Artinya, pegawai negeri atau pejabat yang tidak dapat
membuktikan asal-usul kekayaannya yang tidak seimbang dengan
pendapatannya yang resmi dapat digugat langsung secara perdata
oleh penuntut umum berdasarkan perbuatan melanggar hukum.
Dengan demikian harus ada sistem pendaftaran kekayaan pejabat
sebelum dan sesudah menjabat sehingga dapat dihitung
pertambahan kekayaannya.
Penentuan pidana hanya mempunyai fungsi sebagai obat
yang terakhir. Jelas korupsi tidak bisa terberantas hanya dengan
menjatuhkan pidana yang berat saja tanpa suatu prevensi yang
lebih efektif.
Pidana mati sekalipun, seperti diterapkan di RRC ternyata
belum mampu menghapus koruspi. Satu hal yang kurang
diperhatikan ialah peningkatan kesadaran hukum di kalangan
masyarakat. Selalu penegak hukum saja yang diancam dengan
tindakan keras, tetapi jika rakyatnya sendiri menoleransi korupsi,
yang setiap saat memerlukan pelayanan selalu menyediakan
imbalan tersembunyi, dan setiap kena perkara langsung mencari
siapa penyidik, penuntut atau hakimnya untuk disogok. Kalau

1.

2.

3.

4.

5.
6.

7.
8.

demikian, maka lingkaran setan praktik korupsi tidak pernah


terputus.
Hamzah (2005:249) menyarankan penerapan strategi
pemberantasan korupsi di Indonesia dengan Prevention, yaitu
pencerahan untuk pencegahan, sedangkan pada sisi kanan dan kiri
masing-masing Publik Education, yaitu pendidikan masyarakat
untuk menjauhi korupsi dan Punishment, yaitu pemidanaan atas
pelanggaran tindak pidana korupsi.
Strategi program percepatan pemberantasan korupsi salah
satunya tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi,
yang terdiri atas:
Kepada seluruh Pejabat Pemerintah yang termasuk dalam kategori
penyelenggara Negara sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang belum melaporkan harta
kekayaannya
untuk
segera
melaporkan
kepada
komisi
Pemberantasan Korupsi
Membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rangka
penyelenggaraan pelaporan, pendaftaran, pengumuman, dan
pemeriksaan laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di
lingkungannya.
Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat di bawahnya secara
berjenjang, yang bertujuan untuk mewujudkan suatu capaian
kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu, melalui penerapan
target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan
keberhasilan pencapaiannya baik berupa hasil maupun manfaat.
Meningkatkan kualitas pelayanan publik baik dalam bentuk jasa
ataupun perizinan melalui transparansi dan standarisasi pelayanan
yang meliputi persyaratan-persyaratan, target waktu penyelesaian,
dan tarif biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan tersebut sesuai peraturan perundangundangan dan penghapusan pungutan-pungutan liar.
Menetapkan program dan wilayah yang menjadi lingkungan tugas,
wewenang dan tanggung jawabnya sebagai program dan wilayah
bebas korupsi.
Melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara konsisten untuk
mencegah berbagai
macam
Kebocoran
dan
pemborosan
penggunaan keuangan negara yang berasal dari Anggaran
pendapatan dan belanja negara maupun Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Menerapkan kesederhanaan baik dalam kedinasan maupun dalam
kehidupan pribadi serta penghematan pada penyelenggaraan
kegiatan yang berdampak langsung pada keuangan negara.
Memberikan dukungan maksimal terhadap upaya-upaya
penindakan korupsi yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan
Korupsi dengan cara mempercepat pemberian informasi yang

berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi dan mempercepat


pemberian izin pemeriksaan terhadap saksi/ tersangka.
9. Melakukan kerjasama dengan komisi Pemberantasan korupsi untuk
melakukan penelaahan dan pengkajian terhadap sistem-sistem
yang berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi dalam ruang
lingkup tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
10. Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan aparatur untuk
meniadakan perilaku koruptif di lingkungannya.
11. Khusus kepada Menteri-menteri pembantu Presiden:
(1) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan
dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasiona/Kepala
BAPPENAS melakukan kajian dan uji coba untuk pelaksanaan sistem
E-procurement yang dapat digunakan bersama oleh Instansi
Pemerintah;
(2) Menteri Keuangan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan ketentuan perpajakan, kepabeanan dan cukai,
penerimaan bukan pajak, dan anggaran untuk menghilangkan
kebocoran dalam penerimaan keuangan negara, serta mengkaji
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
keuangan negara yang dapat membuka peluang terjadinya praktik
korupsi, dan sekaligus menyiapkan rancangan peraturan
perundang-undangan penyempurnaannya;
(3) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
BAPPENAS menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan
Korupsi tahun 2004-2009 berkoordinasi dengan Menteri/Kepala
Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait dengan unsur
masyarakat serta Komisi Pemberantasan Korupsi;
(4) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara :
a. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan publik
b. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam rangka penyusunan
penetapan kinerja dari para pejabat pemerintahan.
c. Menyiapkan rumusan kebijakan untuk penerapan prinsip-prinsip
tata kepemerintahan yang baik pada Pemerintahan Daerah,
Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Departemen.
d. Melakukan pengkajian bagi perbaikan sistem kepegawaian negara
e. Mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan
instruksi Presiden ini.
(5) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: (a) Menyiapkan
rumusan amandemen undang-undang dalam rangka sinkronisasi
dan optimalisasi upaya pemberantasan korupsi; (b) Menyiapkan
rancangan peraturan perundang-undangan yang diperlukan
untuk pelaksanaan undang-undang yang terkait dengan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
(6) Menteri
BUMN, memberikan
petunjuk
dan
mengimplementasikan penerapan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik pada badan usaha milik negara
(7) Menteri Pendidikan Nasional, menyelenggarakan pendidikan
yang berisikan substansi penanaman semangat dan perilaku

anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan baik formal maupun


nonformal.
(8) Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, menggerakkan dan
mensosialisasikan pendidikan anti korupsi dan kampanye anti
korupsi kepada masyarakat
(9) Jaksa Agung Republik Indonesia: (a) Mengoptimalkan upayaupaya penyidikan
dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang
negara; (b) Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam rangka penegakan hukum; (c) Meningkatkan
kerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan, dan Instansi Negara yang terkait
dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian
keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
(10) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia: (a)
Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan terhadap tindak
pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan
uang negara; (b) Mencegah dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka
penegakan hukum;
(c)
Meningkatkan kerjasama dengan
Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan, dan Instansi Negara yang terkait dengan upaya
penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara
akibat tindak pidana korupsi.
(11)Gubernur dan Bupati/Walikota: (a) Menerapkan prinsip-prinsip
tata kepemerintahan yang baik di lingkungan pemerintahan
daerah; (b) Meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan
pungutan liar dalam pelaksanaannya; (c) Bersama-sama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan pencegahan
terhadap kemungkinan terjadi kebocoran keuangan negara baik
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Strategi program percepatan pemberantasan korupsi ini
diharapkan dilaksanakan lembaga eksekutif
dimana Presiden
sebagai pimpinan tertingginya dari tingkat pemerintah pusat,
pemerintah provinsi sampai pada pemerintah kabupaten/kota.

1.
2.
3.
4.

Gunner Myrdal sebagaimana yang dikutip oleh Jur. Andi


Hamzah (2006 : 247) menyebutkan bahwa jalan untuk
memberantas korupsi di negara-negara berkembang ialah :
Menaikkan gaji Pegawai rendah (dan menengah)
Menaikkan moral pegawai tinggi;
Legitimasi pungutan liar menjadi pendapatan resmi atau legal
Elit kekuasaan harus memberi keteladanan bagi yang di bawah.

Solusi untuk menanggulangi korupsi juga dapat dilihat dari dua


sisi yaitu :
1. Preventif
Upaya ini bersifat mencegah agar jangan sampai terjadi
korupsi atau untuk meminimalkan penyebab korupsi.
upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu :
1)
Keteladanan orang tua dalam keluarga (tidak melakukan
korupsi).
2)
Penerapan pendidikan anti korupsi dalam pendidikan
karakter disekolah dan mata kuliah Korupsi Perguruan
Tnggi.
3)
Siraman Rohani oleh tokoh agama mengenai Korupsi. Para
tokoh agama dalam khotbah ibadah kepada umatnya
menjelaskan bahwa korupsi adalah dosa dan hukuman
berat.
4)
Sosialisasi mengenai korupsi dimedia massa maupun
media sosial (internet).
5)
Membuat sistem kontrol korupsi dan SOP yang jelas di
perusahaan swasta dan instansi pemerintah (birokrat).
6)
Penerapan budaya malu bila korupsi.
7)
Keteladanan Pemimpin, tokoh masyarakat dan wakil
rakyat.
8)
Menerapkan sistem renumerasi yang layak di perusahaan
swasta dan instansi pemerintah.
9)
Menerapkan Transparansi dan Akuntabilitas laporan
keuangan sektor pemerintah.
10) Usaha preventif lainnya dengan melakukan perencanaan
dan monitoring secara terus menerus.

2. Represif
Upaya ini bersifat menekan, menahan atau mengekang
korupsi. Usaha Represif ini merupakan strategi yang diarahkan
agar setiap korupsi yang diindentifikasi dapat diperiksa dan
disidik secara tepat dan akurat sehingga diketahui duduk
persoalan sebenarnya, untuk memudian diberikan sanksi yang
tepat dengan mengikuti prosedur yang berlaku.
Upaya Represif yang dapat dilakukan yaitu :
1)
Memberitakan dan menayangkan wajah koruptor
dimedia massa, media elektronik maupun media sosial
(internet)
2)
Mendorong partisipasi masyarakat pada gerakan anti
korupsi.

3)

4)
5)
6)
7)
8)

Penegakan
hukum
yang
tegas
dengan
menjatuhkan sanksi (hukuman) yang berat kepada
koruptor.
Kerjasama aktif antara LSM, para penggiat anti korupsi
dan civil society dengan KPK dalam memerangi korupsi
Memberikan kesempatan KPK untuk bekerja Independen
dibawah pengawasan masyarakat.
Penerapan aturan larangan menerima hadiah, grafitikasi,
suap dan pemerasan.
Pelaporan terhadap kekayaan pejabat.
Memberikan reward (award) bagi pelapor tindak korupsi
dan penggiat anti korupsi

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut :
1.
Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruption yang berarti
suatu perbuatan busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap,
tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, dan kata-kata atau
ucapan yang menghina atau memfitnah.

Anda mungkin juga menyukai