Disusun Oleh :
Kelompok 1
Nur Fadilah Anggraeni
141710101005
Esthi Wahyuningsih
1417101010108
141710101011
Carolina Hendra P M
141710101014
Gustika Umiyati
141710101017
141710101020
Putri Qoriasiatul K
141710101023
Dewi Setiyowati
141710101026
Shara Indriati P
141710101029
Eva Victoria M A
141710101032
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengolahan
lateks pekat.
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
dengan ukuran yang besar dan kulit biji yang keras. Warnanya coklat kehitaman
dengan bercak-bercak berpola yang khas (Aidi dan Daslin, 1995).
Pembuluh pada pohon karet terdiri dari 2 macam. Pertama pembuluh yang
berasal dari 1 sel yang kemudian bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh.
Kedua, pembuluh yang berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding sel
kearah tegak lurus masing-masing melebur membentuk suatu pembuluh.
Pembuluh lateks ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada
tanaman karet yaitu pada kulit lunak dan kulit keras (Lukman, 1984).
2.2 Lateks
Lateks segar adalah cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman
pada proses penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet
(preservative). Lateks dibentuk didalam pembuluh lateks (Lukman, 1984).
Menurut Triwijoso (1995), lateks segar atau getah kental akan membeku akibat
terkena udara bebas.
Pengaliran lateks disebabkan karena tekanan dalam pembuluh serta
pergerakan cairan lateks akibat perbedaan konsentrasi setelah pohon disadap.
Partikel lateks yang rusak akan mengeluarkan lateks (Southorn, 1961). Pada saat
yang sama akibat menurunnya tekanan dalam sel pembuluh lateks maka
mengalirlah air ke dalam pembuluh dari sel sekelilingnya sehingga mengencerkan
lateks (Rasjidin, 1989). Triwijoso (1995) menjelaskan bahwa pembuluh lateks
berada disekitar pembuluh tapis (floem) dan memproduksi butiran-butiran kecil
lateks dibagian sitosolnya. Apabila jaringan pembuluh sel terbuka, maka akan
terjadi proses pelepasan butiran-butiran ke pembuluh dan keluar sebagai getah
kental. Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan non karet
yang tersuspensi didalam suatu media yang mengandung berbagai macam zat
(Triwijoso, 1995). Menurut De Boer (1952), dalam lateks terdiri dari 30-40%
partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum yang juga mengandung
protein, karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bahan non organik.
Komposisi lateks dapat dilihat pada tabel 2.1
Komposisi (%)
1,0 2,0
Resin
2,0
Asam-asam lemak
1,0
Karbohidrat
1,0
Garam-garam anorganik
0,5
3,0 3,8
kandungan karet kering (KKK) sekitar 30%. Lateks kebun ini umumnya sangat
encer. Pengolahan lateks kebun menjadi lateks pekat dibutuhkan biaya yang
tinggi. Lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan
bermutu tinggi (Zuhra, 2006). Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau
cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya
Kadar %
25,5-40,0
Karbohidrat
1,0-2,0
1,0-1,5
Nitrogen
Lipid
1.0-1,5
Senyawa anorganik
0,1-1,5
Air
60-75
Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25-40% karet dan
60-75% merupakan bahan bukan karet. Kandungan bukan karet ini selain air
adalah protein (globulin dan havein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan
fruktosa), lipida (gliserida, sterol, dan fosfolipida). Komposisi ini bervariasi
tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan
penggunaan stimulan. (Harahap, 2008).
Teknik penyadapan yang baik harus memperhatikan kedalaman irisan.
Dalam hal ini kedalaman irisan akan mempengaruhi jumlah pembuluh lateks yang
terpotong. Semakin banyak pembuluh lateks yang terpotong, maka semakin
banyak lateks yang keluar. Tetapi kedalaman sadapan pun ada batasannya, yaitu 1
1,5 mm dari kambium. Selain kedalaman sadapan, faktor waktu sadap sangat
mempengaruhi hasil lateks. Penentuan waktu sadap berkaitan dengan tekanan
tugor. Semakin siang waktu penyadapan, maka tekanan turgor semakin rendah.
Dengan demikian, lateks yang didapat sangat sedikit sebagai dampak penguapan
yang tinggi (Litbang, 2007).
Lateks hasil sadapan diolah menjadi berbagai jenis barang yang
dikelompokkan menjadi barang jadi karet dan barang jadi lateks. Pemekatan
lateks hasil sadapan menghasilkan lateks pekat dan lateks dadih yang dijadikan
sebagai bahan baku barang jadi lateks seperti karet busa, sarung tangan dan lainlain. Selain dalam bentuk cairan, lateks yang menggumpal merupakan bahan baku
untuk menghasilkan karet padat. Gumpalan lateks tersebut diolah menjadi
berbagai jenis karet padat sesuai spesifikasi kebutuhan industri. Hasil olahan
tersebut dalam perdagangan Internasional dikenal dengan Technically Specified
Rubber (karet spesifikasi teknis) yang diklasifikasi mengikuti standar mutu
tertentu (Erni, 2013).
2.3 Lateks Pekat
Lateks pekat (concentrated latex) merupakan jenis bahan olah yang
memiliki tingkat komersial tinggi dengan pangsa pasar tersendiri yang cukup
terjamin, karena posisinya yang khas untuk pembuatan barang-barang tertentu
seperti kondom, sarung tangan medis, kateter, lem karet, selang transparan, karet
busa dan barang jadi lateks lainnya. Untuk mempoduksi lateks pekat dapat
ditempuh beberapa cara, yakni secara pemusingan (sentrifugasi), pendadihan
(creaming), penguapan dan elektrodekantasi. Dalam praktek saat ini, berdasarkan
penguapan
air
dalam
lateks
yang
berlebihan
dan
Parameter
ISO 2004
HA
LA
HA
LA
61.5
61.5
61.5
61.5
60.0
60.0
60.0
60.0
2.0
2.0
2.0
2.0
Min 1.6
Min 1.0
Min 1.0
Min 0.8
650
650
540
540
0.8
0.8
1.0
1.0
0.2
0.2
tersebut mula mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat
dalam serum dan menghasilkan asam lemak yang mudah menguap (asam eteris).
Terbentuknya asam lemak eteris ini secara perlahan lahan akan menurunkan pH
lateks akibatnya lateks akan menggumpal. Sehingga makin tinggi jumlah asam
asam lemak eteris, semakin buruk kualitas lateks.
4. Pengaruh Mekanis
Jika lateks sering tergoncang akan dapat mengganggu gerakan Brown dalam
sistem koloid lateks, sehingga partikel mungkin akan bertubrukan satu sama lain.
Tubrukan tubrukan tersebut dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung,
dan akan mengakibatkan penggumpalan. (Handayani, 2008)
Lateks pekat diperoleh dengan memekatkan lateks kebun. Pembuatan lateks
pekat bertujuan meningkatkan kadar karet kering (KKK). Lateks kebun pekat
dengan kadar karet kering (KKK) 60 % akan lebih seragam mutunya dan lebih
sesuai untuk pengolahan barang jadi karet. Pembuatan lateks pekat dapat
dilakukan dengan empat metode, yaitu sentrifuse (pemusingan), pendadihan,
penguapan, dan elektrodekantasi. Metode yang paling sering digunakan adalah
metode sentrifuse (pemusingan) karena menghasilkan kapasitas produksi yang
besar, viskositas lateks lebih rendah (tidak kental), dan hasil lateks lebih murni
(tidak tercampur endapan dan kotoran) (Solichin, 1991).
Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan cara
pemusingan (sentrifuse) karena kapasitasnya tinggi dan pemeliharaannya lebih
mudah. Lateks kebun dengan kadar karet kering (KKK) 28-35 % dipusingkan
pada kecepatan 5000-7000 rpm, sehingga pada bagian atas alat akan diperoleh
lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) 60 % dan berat jenis 0,94,
sedangkan di bagian bawah akan dihasilkan skim yang masih mengandung 4-8 %
karet dengan berat jenis 1,02 (Goutara, et al., 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks pekat pusingan adalah
pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun,
penambahan sabun ammonium laurat sebelum ataupun sesudah pemusingan, alat
dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara pengambilan sampel
lateks pekat. Lateks pekat bermutu tinggi diperoleh dengan melakukan
pengontrolan dan perlakuan yang baik sejak dari lateks kebun sampai pada
pengambilan sampel lateks pekat (Solichin, 1991).
Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung
molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks (Kawahara, et al, 1999).
Terjadi ketidakstabilan lateks membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak
maksimal, sehingga perlu dicari bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan
lateks (Bunsomsit, et al,2003). Bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada
pabrik lateks pekat yaitu amonium laurat (AL) yang diimpor dari mancanegara.
Amonium laurat ini dapat meningkatkan waktu kemantapan mekanis lateks pekat
sesuai dengan Standart American Society for Testing and Material (ASTM
D.1076) yaitu minimum 650 detik dan International Organization for
Standarization (ISO 2004) minimum 540 detik (Dalimunte R, 2008). Waktu
kemantapan mekanis ini disebut dengan Mechanical Stability Time (MST) yaitu
salah satu parameter penting dalam spesifikasi mutu ekspor lateks pekat.
Negara Indonesia merupakan negara produsen karet alam nomor dua
didunia dengan luas tanaman karet kira kira 2,9 juta Ha dan produksi
pertahunnya sekitar 1,1 juta ton. Produksi karet yang telah dipasarkan tersebut
dalam bentuk olahan lateks pekat (concentrated lateks), Sheet atau Ribbed
Smoked Sheet(RSS), karet remah atau standard Indonesian Rubber (SIR), karet
remah atau Standard Indonesian Rubber (SIR). Lateks merupakan suatu system
koloid, dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipida yang terdispersi
dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet, dan selebihnya
merupakan bahan bukan karet (Chen,S.F.1979).
2.5 Proses Pengolahan Lateks Pekat
Pada proses pengolahan lateks pekat digunakan bahan bahan kimia dan air
sebagai bahan utama dalam pengolahan.
1. Senyawa kimia sebagai bahan antikoagulan
Pemakaian bahan antikoagulan harus dibatasi, agar tidak menghabiskan
banyak biaya, dan penambahan bahan koagulan yaitu dosis asam dalam proses
a.
Natrium Sulfit(Na2SO3)
Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara mengisi natrium
sulfat, bila teroksidasi maka sifat antikoagulannya menjadi lenyap.
b.
1. Air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh mengandung garam
garam, terutama garam kapur.
2. Air untuk pengolahan dipabrik persyaratannya tidak terlalu ketat, akan
tetapi tidak boleh mengandung kotoran seperti tanah ataupun pasir.
2.5 Proses Pembuatan Sarung Tangan Karet dari Lateks Pekat
Sarung tangan karet dibuat dengan cara pembuatan dispersi pemvulkanisasi
dari lateks pekat dengan perlakuan komposisi jumlah bahan pengisi Titanium
Oksida dan tanin. Karakteristik sarung tangan karet harus sesuai dengan
persyaratan mutu SNI 16 2623 1992, meliputi tegangan putus 270,1 N/ mm2,
perpanjangan putus 801 %, modulus 1,2 N/ mm2, dan ketahanan sobek 680 N/
mm2. Adapun yang menjadi bahan bahan dalam pengolahan lateks pekat
menjadi sarung tangan karet adalah lateks pekat dengan kadar karet kering 60% ,
dan sebagai bahan anti koagulan adalah NH4OH, Belerang, Texapon 10%, KOH
10%, dan sebagai zat akseerator adalah ZnO, ZDEC, dan bahan pengisi adalah
Titan Oksida, Silikon, dan Tanin.
BAB 3. PEMBAHASAN
Lateks pekat merupakan produk olahan lateks alam yang dipekatkan dengan
proses sentrifugasi atau pendadihan dari Kadar Karet Kering (KKK) 28-30%
menjadi KKK 60-64%. Biasanya lateks pekat digunakan untuk pembuatan bahanbahan karet yang tipis dan bermutu tinggi (Zuhra, 2006). Namun pengolahan latek
kebun menjadi latek pekat yang biasa digunakan oleh perusahaan besar
membutuhkan modal investasi yang cukup besar, sehingga tidak mungkin dapat
dilakukan oleh pekebun-pekebun kecil seperti pada proyek-proyek pengembangan
karet rakyat. Pemekatan lateks alam dilakukan dengan menggunakan empat cara
yaitu: sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Diantara
keempat cara tersebut sentrifugasi dan pendadihan merupakan cara yang telah
dikembangkan secara komersial sejak lama.
1. Metode Sentrifugasi
Pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi dilakukan menggunakan
sentrifuge berkecepatan 6000-7000 rpm. Prinsip pemekatan lateks dengan cara
sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan berat jenis antara partikel karet dan
serum. Serum yang mempunyai berat jenis lebih besar dari partikel karet
cenderung naik ke permukaan sedangakan serum yang memiliki berat jenis lebh
kecil cenderung berada dibawahnya. Akibat adanya gaya sentrifugal yang lebih
besar dibandingkan percepatan gravitasi bumi saat proses sentrifugasi, antara
partikel karet dapat terpisah dari serum. Lateks pekat dihasilkan dari kumpulan
partikel karet yang berada didalam alat sentrifugasi, sedangkan lateks skim
dihasilkan dari kumpulan serum yang keluar dari alat sentrifugasi (Handoko,
2002). Berikut urutan pengolahan lateks dengan cara sentrifugasi (pemusingan):
a. Penerimaan Lateks Kebun
Lateks dari kebun kebersihannya harus terjaga dengan selalu mengunakan
peralatan yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan
80mesh, diukur jumlahnya dan diaduk merata. Kemudian diambil contoh untuk
lateks ini harus telah diawetkan dengan bahan pengawet yaitu dengan
menambahkan NH3 dengan kadar >0,7%.
b. Pendadihan
Bahan lateks kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pendadih seperti
natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy
methylcellulosa dan tepung iles-iles. Bahan pendadih tersebut dimasukkan
kedalam tangki pendadihan. Adanya bahan pendadih tersebut menyebabkan
partikel-partikel karet akan membentuk rantai-rantai menjadi butiran yang garis
tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet dan serum
menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil dari serum
akan bergerak keatas untuk membentuk lapisan, sedang yang dibawah adalah
serum.
c. Penyimpanan dan pengemasan
Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti yang dilaksanakan
pada lateks pusingan (Setyamidjaja,1993).
3. Metode Elektrodekantasi
Pada dekantasi listrik pemekatan lateks dilakukan dengan cara memasukkan
2 logam elektroda yaitu positif dan negatif ke dalam lateks kebun yang
ditempatkan dalam suatu tabung, karena butir-butir karet bermuatan negatif maka
butir-butir karet akan mengalir ke kutub positif dan mengumpul disekelilingnya.
Dengan cara tersebut maka terpisahlah lateks kebun menjadi 2 bagian yaitu kutub
positif terdapat lateks pekat sedangkan kutub negatif adalah serumnya. Untuk
memudahkan pengambilannya atau pemisahannya maka pada tabung dipasang
alat untuk mengalirkan lateks pekat atau serumnya biasanya berupa klep pada
salah satu sisi yang berguna sebagai alat untuk memisahkan lateks dengan
serumnya supaya tidak tercampur.
4. Metode Penguapan (Evaporasi)
Sentrifugasi
61,5%
Pendadihan
64%
2.
60%
62%
3.
2%
maksimum
4.
Kadar
amoniak(jumlah
air 1,6%
1,6%
50 centipoise
25C
6.
Endapan
dari
berat
basah 0,1%
0,1%
maksimum
7.
0,08%
padatan, maksimum
8.
0,8%
9.
10.
0,8%
457 detik
0,001%
Warna
13.
Bau setelah dinetralkan dengan Tidak biru, Tidak Tidak biru, tidak
asam borax
0,001%
kelabu
Tidak
berbau busuk
0,001%
kelabu
boleh Tidak
berbau busuk
boleh
Jenis Mutu
Kadar jumlah padatan,
Tipe 1
61,5
Tipe 2
66
Tipe 3
61,5
60
60
60
0,60 min
0,55 min
0,29 max
0,1
0,1
0,1
(%)
0,05
0,05
0,05
7.
0,8
0,8
0,8
8.
Waktu kemantapan
650
650
650
0,0008
0,0008
0,0008
0,0008
0,0008
0,0008
min (%)
2.
3.
4.
5.
6.
10.
11.
visual
12
Warna setelah
dinetralisasi dengan
asam borat
Sumber : ASTM D 1076 (1997)
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi pada makalan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses pembuatan lateks pekat dapat dilakukan dengan empat cara yaitu
pemusingan(sentrifugasi),
pendadihan,
elektrodekantasi,
dan
penguapan(evaporasi).
2. Latek pekat memiliki kadar karet kering sebesar 60-64%.
3. Apabila ditinjau dari kemurnian lateks yang dihasilkan, proses pembuatan
lateks pekat yang baik yaitu dengan metode sentrifugasi.
4. Dari segi industri pembuatan lateks yang baik adalah menggunakan
metode pendadihan.
4.2 Saran
Sebaiknya dilakukan kunjungan lapang pada pabrik pengolahan lateks
supaya mahasiswa mengetahui proses pengolahan lateks menjadi lateks pekat
secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet.
Palembang: Balai Penelitian Sembawa.
Andoko, A dan Setawan. 1997. Petujuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan: Pusat
Penelitian Karet.
Bhatnagar, M.S. 2004. A Text Book of Polymers. New Delhi : S.Chand and
Company.
Bunsomsit, K., Magaraphan, R., ORear, E.A. and Grady, B.P. (2003).
Polypyrolecoated Nature Rubber Latex by Admicellar Polymeration.
Colloid and Polymer Science. 280
Chen, S. F. 1979. Composition of Havea Latex Concentrated. Training Manual On
Latex Rubber Analysis. Malaya.
Dalimunte, V. H. (2008). Penentuan Kandungan Padatan Total (% TSC) Lateks
Pekat dan Pengaruhnya terhadap Kekuatan Tarik Benang, Medan : Laporan
Penelitian Universitas Sumatera Utara.
Davey, W.S. dan Sekkar, K.C. (1982). The mechanism of the creaming of latex,
Proceeding of the Second Rubber Technology, Kuala Lumpur, 285-295.
De boer. (1952). Pengetahuan Praktis tentang karet Balai Penelitian Karet
Indonesia. Bogor.
Ditjenbun, (2012), Peresmian Peremajaan Pertama Kebun Plasma Kelapa
SawitDi Sei Tapung, Propinsi Riau, Tanggal 3 Pebruari 2012, Drektorat.
Erni, N. 2013. Usulan Strategi Pengembangan Industri Karet Alam Indonesia.
Jurnal Inovisi Vol. 9, No. 2, Oktober 2013.