Anda di halaman 1dari 14

2.3.

Posisi Asset Lancar dalam Akuntansi Pajak


A. Kas dan Setara Kas
Berdasarkan PP 131 Tahun 2000 jo. KMK-51/KMK.04/2001 penghasilan dalam
bentuk bunga yang di dapat dari deposito/tabungan, yang ditempatkan pada bank
yang didirikan di dalam negeri maupun di luar negeri melalui cabangnya di
Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI), kecuali
WP orang pribadi yang seluruh penghasilannya dalam satu tahun pajak termasuk
bunga dan diskonto tidak melebihi PTKP dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah
bruto.
Penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro
dipotong langsung oleh bank pembayar pada saat pembayaran/pembebanan biaya;
pihak bank tersebut yang akan membayar/menyetor PPh final tersebut ke kas negara
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan melaporkannya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh
Pasal 4 ayat (2). Pemotong wajib menyetorkan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir dan melaporkannya paling lambat 20 hari
setelah masa pajak berakhir.
Contoh:
Pada tanggal 1 Januari 2012 PT Kaya mendapat bunga tabungan dalam tahapan
sebesar Rp1.000.000. Atas pendapatan tersebut dipotong PPh final sebesar
Rp200.000 oleh pihak bank yang memberikan penghasilan.
a. Metode bruto (gross method)
Tanggal
1-Jan-12

Keterangan
Debit
Kredit
Bank
800.000
PPh Pasal 4 ayat (2)
200.000
Pendapatan Bunga
1.000.000
PPh final diberlakukan sebagai beban dan termasuk dalam beban operasional
(beban umum dan administrasi)

b. Metode neto (nett method)


Tanggal Keterangan
1-Jan-12 Bank
Pendapatan bunga

Debet

Kredit
800.000
-

800.000

Pada dasarnya pelaporan atas pendapatan bunga secara fiskal disajikan pada
jumlah neto pendapatan bunga yang diterima yaitu pendapatan bunga
dikurangi dengan PPh final atas bunga yang diterima yaitu pendapatan bunga

dikurangi dengan PPh final atas bunga dengan jumlah Rp800.000. Hal
tersebut sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Badan.
Untuk jasa giro dan bunga deposito, perlakuan akuntansi perpajakan
sama seperti perlakuan akuntansi perpajakan untuk bunga tabungan. Karena
penghasilan ini terkena PPh final, maka harus dikoreksi negatif dalam
rekonsisliasi fiskal pada akhir tahun.
B. Investasi Pada Efek Tertentu
Obligasi merupakan surat peminjaman uang yang akan dilunasi setelah jangka waktu
tertentu. Umumnya obligasi memberikan penghasilan bunga dengan jumlah tetap
kepada investor. Ada kalanya obligasi mempunyai hak atas pembagian keuntungan.
Jika dalam pembelian obligasi termasuk unsur bunga berjalan, maka bunga tersebut
harus diperhitungkan sebagai penghasilan. PPh yang dipungut atas bunga obligasi
yang tidak dijual di bursa efek tidak boleh dikapitalisasi, tetapi harus dicatat sebagai
pajak yang dibayar dimuka (PPh 23 dengan tarif 15% penghasilan bruto).
Sementara itu, bunga obligasi di bursa efek dikenakan PPh final (PPh pasal 4 ayat 2)
sesuai dengan dengan peraturan pemerintah (PP).
Selain bunga tetap, penghasilan obligasi dapat berupa capital gain dan realisasi
diskonto (selisih antara nilai nominal dengan nilai perolehan) pada saat pelunasan
obligasi. Hanya bunga obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek yang diterima WP
orang pribadi dimana tidak melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
setahun dibebaskan dari pajak.
Surat Utang Negara
Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang
baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga
dan pokoknya oleh Negara RI sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri dari Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara.
1. Penghasilan berupa diskonto SPN sesuai dengan PP 27 Tahun 2008 jo. PMK63/PMK.03/2008 yang mulai berlaku 4 April 2008.
SPN Berjangka waktu paling lama 12 bulan dengan pembayaran bunga secara
diskonto. Diskonto SPN merupakan selisih lebih antara:
a. Nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana/
di Pasar Sekunder; atau
b. Harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana/Pasar
Sekunder.

Besarnya PPh adalah 20% dari diskonto SPN bagi WP dalam negeri dan BUT;
atau sesuai tarif ketentuan P3B yang berlaku bagi WP luar negeri. Pemotongan
PPh tersebut dilakukan oleh:
Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen
pembayara, atas diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh
tempo; atau
Perusahaan Efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara
maupun selaku pembeli, atas diskonto SPN yang diterima di Pasar
Sekunder.
Tetapi apabila diskonto SPN diterima/diperoleh WP:
Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia;
Dana pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
Reksadana yang terdaftar dalam Bapepam (Badan Pengawasan Pasar
Modal) selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian izin usaha;
Tidak dilakukan pemotongan pajak final.
2. Penghasilan dari transaksi bunga obligasi sesuai dengan PP 16 Tahun 2009 jo.
PMK-85/PMK.03/2011 tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi; yang
mulai berlaku 1 Januari 2009.
Besarnya PPh adalah sebagai berikut.
a. Bunga dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar:
15% bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
20% atau sesuai dengan tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT;
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period)
obligasi.
b. Diskonto dari obligasi dengan kupon (interest bearing debt securities) sebesar:
15% bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
20% atau sesuai tarif P3B bagi WP luar negeri selain BUT;
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi,
tidak termasuk bunga berjalan (accured interest).
c. Diskonto obligasi tanpa bunga (non-interest bearing debt securities) sebesar:
15% bagi WP dalam negeri dan BUT; dan
20% atau sesuai P3B bagi WP luar negeri selain BUT;
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.

d. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP


reksadana yang terdaftar pada Bapepam dan lembaga Keuangan sebesar:
0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013;
15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh WP berupa bunga obligasi
dikenai pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali bagi WP tertentu yaitu:
i.

Dana pensiun yang pendirian/pembentukannya disahkan oleh

ii.

Menteri Keuangan; dan


Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.

Contoh:
Investasi dalam obligasi
Pada 1 Juli 2011 PT Budi membeli 10 lembar obligasi PT Noni dengan harga nominal
Rp10.000 dan kurs sebesar 110%. Bunga obligasi 12% per tahun dibayar setiap tanggal 1
April dan 1 Oktober. Komisi pialang sebesar Rp8.000. Obligasi akan dilunasi pada 31
Desember 2015 (4,5 tahun lagi).
Pencatatan investasi obligasi oleh PT Budi tahun 2011 adalah sebagai berikut.
Tanggal
1 Juli 2011

Keterangan
Investasi apada efek tertentu
Pendapatan bunga
Utang PPh psl 4 ayat (2)
Kas/Bank

Debit
110.000
3.000

Kredit
1.500
111.500

Sesuai PP 16 Tahun 2009, PT Budi berkewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 4


ayat (2) atas diskonto yang merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi sebesar
15% Rp10.000 = Rp1.500. Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, PT Budi harus
menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotongnya ke kas negara:
Tanggal
10 Agst 2011

Keterangan
Utang PPh Psl 4 ayat (2)
Kas/Bank

Debit

Kredit
1.500
-

1.500

Sesuai Pasal 21 UU PPh, PT Budi berkewajiban melakukan pemotongan PPh 21 atas


pembayaran komisi yang merupakan penghasilan bagi yang menerima sebesar 5% Rp8.000
= Rp400.
Tanggal
1 Juli 2011

Keterangan
Beban komisi

Debit

Kredit
8.000

Utang PPh 21
Kas/Bank

400
7.600

Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, PT Budi harus menyetorkan PPh 21 yang
telah dipotongnya ke kas negara.
Tanggal
10 Agst 2011

Keterangan
Utang PPh 21
Kas/Bank

Debit

Kredit
400
-

400

Sesuai PP 16 Tahun 2009, pendapatan bunga yang diterima PT Budi berkewajiban melakukan
pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) oleh PT Noni sebagai pemberi penghasilan sebesar 15%
Rp6.000 = Rp900. PPh ini bersifat final sehingga tidak dapat diperhitungkan oleh PT Budi
pada SPT Tahunan PT Budi.
Tanggal
1 Okt 2011

Keterangan
Kas/Bank
PPh 23 dibayar dimuka
Pendapatan bunga

Debit

Kredit
5.100
900
-

6000

Penyesuaian pada akhir tahun 2011 adalah sebagai berikut.


Tanggal
31 Des 2011

Keterangan
Piutang bunga
Pendapatan bunga

Debit

Kredit
3.000
-

3.000

Premi obligasi diamortisasi sebesar Rp1.111 untuk 6 bulan selama tahun 2011 yang
dimasukkan dalam pos pengurang penghasilan bunga
Tanggal
31 Des 2011

Keterangan
Pendapatan bunga
Investasi pada efek

Debit

Kredit
1.111
-

1.111

tertentu
Penutup yang dibuat pada akhir tahun 2011 adalah sebagai berikut.
Tanggal
31 Des 2011

Keterangan
Pendapatan bunga
Rugi-Laba

Debit

Kredit
4.889
-

4.889

Penghasilan bunga obligasi meruoakan penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final,
sehingga pada akhir tahun tidak akan dilakukan penggabungan dengan penghasilan lain dan
tidak dilakukan perhitungan kembali dalam SPT Tahunan PT Budi.

Investasi dalam Saham


PT Saturnus pada 1 Maret 2012 menjual saham PT Mars, yang dibelinya Rp1.000.000
dengan harga Rp1.100.000 dan biaya penjualan (jasa pialang dan sebagainya) Rp20.000.
Laba neto PT Saturnus dari penjualan saham itu sebesar Rp80.000. Namun, untuk tujuan
perpajakan jumlah keuntungan itu dikesampingkan, dan PT Saturnus harus membayar pajak
final sejumlah Rp1.100 (0,1% Rp1.100.000).
Demikian juga jika sebaliknya terdapat kerugian, misalnya saham dijual dengan harga
Rp950.000 dan jasa pialang sebesar Rp10.000. Menurut peraturan perpajakan kerugian itu
dikesampingkan dan perusahaan tetap harus membayar PPh sejumlah Rp950 (0,1%
Rp950.000) tanpa mempertimbangkan adanya fakta kerugian. Hal ini semata-mata karena
alasan kesederhanaan administrasi perpajakan dan pemberian kepastian kepada pembayar
pajak.

Jurnal untuk membukukan transaksi tersebut oleh PT Saturnus adalah sebagai berikut.
Apabila saham terjual dengan harga Rp1.100.000
Tanggal
1 Mar 2012

Keterangan
Kas/Bank
PPh Pasal 4 ayat (2)
Laba penjualan investasi saham
Investasi pada Efek tertentu

Debit
1.078.900
1.100
-

Kredit

Debit
939.050
950
60.000
-

Kredit

80.000
1.000.000

Apabila saham terjual dengan harga Rp950.000


Tanggal
1 Mar 2012

Keterangan
Kas/Bank
PPh Pasal 4 ayat (2)
Rugi penjualan investasi saham
Investasi pada Efek tertentu

1.000.000

Jurnal akuntansi pajak untuk investasi pada Efek ekuitas = Saham


Klasifikasi

Pengumuman
laba/rugi
perusahaan
investee
Tidak ada, karena saham tidak memiliki tanggal jatuh tempo

Pembelian

Pembagian dividen

HTM
Trading

Investasi
Kas/Bank

xx
xx

Kas/Bank
xx
Tidak ada jurnal
PPh Psl 4 ayat (2)
xx
Pendapatan dividen

Penyesuaian

Dividen
Nilai wajar
Dr. Surplus yg ditransfer ke ekuitas

xx

xx
AFS

Investasi
Kas/Bank

xx
xx

Kas/Bank
PPh Psl 4 ayat (2)
Pendapatan dividen

xx
xx

Tidak ada jurnal


xx

Cr. Laba/rugi yg belum direalisasi


Dividen
Nilai wajar
Dr. Surplus yg ditransfer ke ekuitas
xx
Cr. Laba/rugi yg belum direalisasi

Jurnal akuntansi pajak untuk investasi pada Efek utang = Obligasi


Klasifikasi

Pembelian

Penerimaan bunga

Amortisasi

Penyesuaian

xx

xx

HTM

Trading

AFS

Premi
Diskonto
Investasi
xx
Kas/Bank
xx
Pendapatan bunga xx
Investasi
xx
Bunga
Kas/Bank PPh Psl 4 ayat (2)
xx
Investasi
Pndapatn bunga Amortisasi premi/diskonto
xx
xx
xx
Pendapatan bunga
xx
Bunga
Nilai wajar
Investasi
xx
Kas/Bank
xx
Tidak ada
Dr. Surplus yg ditransfer ke
laba rugi thn berjalan xx
Kas/Bank PPh
Psl
4
ayat
(2)
Cr. Laba/rugi yg blm
xx
xx
direalisasi
xx
Pendapatan bunga
xx
Investasi
xx
Kas/Bank
xx
Pendapatan bunga xx
Investasi
xx
Bunga
Kas/Bank PPh
Psl
4
ayat
(2)
Investasi
xx
Pndapatn bunga Amortisasi premi/diskonto
xx
xx
xx
Pendapatan bunga
Nilai wajar
xx
Dr. Surplus yg ditransfer ke
laba rugi thn berjalan xx
Cr. Laba/rugi yg blm
direalisasi
xx

Dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2)


pada saat jatuh tempo

C. Piutang
Perbedaan pencatatan antara metode penghapusan langsung (direct written-off
method) dengan metode penyisihan (allowance method) adalah sebagai berikut.
(direct written-off method)
Estimasi jumlah Tidak diperlukan
piutang
tak
tertagih
Penghapusan
Beban piutang tak tertagih
xx
piutang usaha
Piutang usaha
Piutang usaha Piutang usaha
xx
yang
telah
Beban piutang tak
dihapus ternyata
Tertagih
dapat dilunasi
Kas
xx
Piutang usaha

(allowance method)
Beban piutang tak tertagih
xx
Cadangan piutang tak tertagih
xx
xx
xx

Cadangan piutang tak tertagih xx


Piutang usaha
Piutang usaha
xx
Cadangan piutang tak
tertagih
Kas

xx

xx
xx

xx
Piutang usaha

xx

Meskipun demikian, ketentuan perpajakan tidak memperkenankan pembentukan


cadangan penghapusan tersebut. Ketentuan perpajakan lebih melihat realitas dan
memberlakukan metode penghapusan langsung (direct written-off method).
Akan tetapi, pembentukan cadangan/pemupukan dana cadangan untuk jenis usaha
tertentu seperti:
1. Usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan lain sebagainya;
2. Cadangan utnuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk
3.
4.
5.
6.

oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS);


Cadangan penjaminan untuk lembaga Penjamin Simpanan;
Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri.

Contoh:
a. PT Abadi menjual barang secara kredit kepada PT Zap sebesar Rp5.500.000
(sudah termasuk PPN 10%) pada tanggal 10 Februari 2012. PT Abadi telah
dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 15 Maret 2006. Sistem pencatatan
persediaan yang digunakan oleh PT Abadi adalah sistem perpetual, dimana Harga
Pokok Penjualan (HPP) adalah sebesar Rp3.500.000.
Jurnal untuk transaksi tersebut adalah:
Tanggal
10 Feb 2012

Keterangan
Piutang Usaha
Pajak keluaran
Penjualan
Harga Pokok Penjualan

Debit
5.500.000

Kredit
500.000
5.000.000

3.500.000

Persediaan

3.500.000

Apabila sistem pencatatan persediaan yang digunakan adalah sistem periodik


maka akan dibuat jurnal sebagai berikut.
Tanggal
10 Feb 2012

Keterangan
Piutang Usaha
Pajak keluaran
Penjualan

Debit
5.500.000

Kredit
500.000
5.000.000

Nilai HPP dapat diketahui dengan perhitungan HPP. Persediaan akhir dinilai
berdasarkan perhitungan fisik persediaan yang dilakukan pada akhir periode
(akhir bulan/tahun)
Apabila belum dikukuhkan sebagai PKP, maka PT Abadi tidak boleh melakukan
pemungutan PPN dengan membuat faktur pajak. Jurnalnya dengan sistem
perpetual, adalah sebagai berikut.
Tanggal
10 Feb 2012

Keterangan
Piutang Usaha
Penjualan
Harga Pokok Penjualan
Persediaan

Debit
5.000.000

Kredit
5.000.000

3.500.000
3.500.000

Untuk WP yang belum dikukuhkan sebagai PKP, Pajak Masukan tetap dikenakan.
Tetapi tidak dapat dikreditkan, sehingga Pajak Masukannya tidak dibukukan
sebagai Pajak Masukan, melainkan dibukukan sebagai harga perolehan barang
yang dibeli.
b. Pada tanggal 14 Februari 2012, PT Zap mengembalikan barang yang telah
dibelinya pada tanggal 10 Februari 2012 dari PT Abadi senilai Rp2.000.000.
harga Pokok barang tersebut sebesar Rp500.000. PT Abadi mencatat transaksi
retur penjualan ini sebagai berikut.
Tanggal
14 Feb 2012

Keterangan
Retur penjualan
Pajak keluaran
Piutang usaha
Harga Pokok Penjualan
Persediaan

Debit
2.000.000
200.000

Kredit
2.200.000

500.000
500.000

Apabila menggunakan sistem periodik maka jurnal yang dibuat adalah sebagai
berikut.
Tanggal

Keterangan

Debit

Kredit

14 Feb 2012

Retur penjualan
Pajak keluaran
Piutang usaha

2.000.000
200.000
2.200.000

c. Pada tanggal 26 Februari 2012 PT Abadi menghapuskan piutang usaha terhadap


salah satu debiturnya, karena PT Bola telah mengalami pailit. Adapun syaratsyarat penghapusan piutang yang tidak dapat ditagih telah memenuhi ketentuan
perpajakan. Piutang yang dihapuskan tersebut sebesar Rp1.000.000.
Jurnal untuk transaksi tersebut, apabila menggunakan direct written-of method
yaitu sebagai berikut.
Tanggal
26 Feb 2012

Keterangan
Beban piutang tak tertagih
Piutang usaha

Debit
1.000.000

Kredit
1.000.000

Piutang Dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa


Menurut UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 18 ayat (4), hubungan istimewa terjadi
apabila:
a. Kepemilikan atau penyertaan modal.
WP mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah
25% pada WP lain.
b. Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi.
Hubungan istimewa diantara WP dapat juga terjadi karena penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan
kepemilikan.
c. Adanya hubungan keluarga
Hubungan istimewa di antara EP orang pribadi dapat terjadi karena adanya
hubungan darah atau perkawinan, yaitu hubungan sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau ke samping sati derajat.
Maksud peraturan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak
akibat adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa di antara
WP maka akan menimbulkan dampak terhadap aspek perpajakan masing-masing
pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut. Dampak terhadap hubungan

istimewa ini diatur dalam Pasal 18 ayat (3), (3a), (3b), (3c), dan ayat (3d) UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai