Anda di halaman 1dari 62

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder


dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora
diclados (Brid. Ex Web) Nees

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MUHAMMAD MUWAFFAQ ZAKI


NIM : 109102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2013

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder


dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora
diclados (Brid. Ex Web) Nees

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MUHAMMAD MUWAFFAQ ZAKI


NIM : 109102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
2013
ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Muhammad Muwaffaq Zaki

NIM

: 109102000054

Tanda Tangan

Tanggal

: 26 September 2013

iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA

: MUHAMMAD MUWAFFAQ ZAKI

NIM

: 109102000054

JUDUL SKRIPSI

: ISOLASI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER


DARI EKSTRAK N-HEKSANA LUMUT HATI
Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees

Menyetujui:

Pembimbing I

Pembimbing II

Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D, Apt


NIP. 197806302006042001

Supandi, M.Si, Apt


NIP.

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi

Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh


:
Nama
: Muhammad Muwaffaq Zaki
NIM
: 109102000054
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi
: Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak N-Heksana
Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI :

Pembimbing I

: Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt

Pembimbing II

: Supandi, M.Si., Apt

Penguji I

: Puteri Amelia, M.Farm., Apt

Penguji II

: Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt

Ditetapkan di

: Ciputat,

Tanggal

: 26 September 2013

ABSTRAK

Nama
Program Studi
Judul Skripsi

: Muhammad Muwaffaq Zaki


: Farmasi
: Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana
Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees

Lumut hati dibedakan dari kelas-kelas tumbuhan lumut lainnya karena


adanya minyak tubuh (oil bodies), yang mampu mensintesis senyawa larut lemak
seperti asetogenin, terpenoid dan senyawa aromatik. Kandungan kimia dari lumut
hati ini mempunyai aktivitas biologis seperti antimikroba, sitotoksik, antioksidan,
sebagai inhibitor enzim serta dapat merangsang apoptosis. Tujuan dari penelitian
ini adalah melakukan isolasi dan mengidentifikasi struktur senyawa kimia dari
ekstrak n-heksana tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.)
Nees. Isolasi senyawa metabolit sekunder dilakukan dengan teknik kromatografi
kolom dan rekristalisasi. Senyawa hasil isolasi dilakukan identifikasi dengan
spektrometri resonansi magnet inti proton (1H-NMR). Dari hasil kromatografi
kolom didapatkan satu senyawa yang berhasil diisolasi yaitu senyawa 5-B,
berdasarkan data 1H-NMR memiliki kemiripan dengan pola senyawa
sesquiterpenoid herbertene.

Kata Kunci

: Lumut hati, terpenoid, isolasi, sesquiterpenoid herbertene.

vi

ABSTRACT

Name
Program Study
Title

: Muhammad Muwaffaq Zaki


: Pharmacy
: Isolation of Secondary Metabolites Compound from n-Hexane
Extract Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees

Liverworts are distinguished from the other classes of the bryophytes by


the characteristic cellular oil bodies, which are synthesize and sequester a vast array
of ethereal lipophilic acetogenins, terpenoids and aromatic compounds. Several of
chemical constituents of liverwort show interesting biological activities, such as
antimicrobial, cytotoxic, antioxidant, some enzyme inhibitory and apoptosis
inducing activities. This research was intended to isolate and identify the chemical
structure of the n-hexane extracts of Mastigophora diclados (ex Brid. Web.) Nees.
Isolation of secondary metabolites conducted through the column chromatography
and recrystallization technique. The isolated compounds were identified by the
proton nuclear magnetic resonance spectrometry (1H-NMR). The results of column
chromatography were 5-B compound that can be isolated, based on data from 1HNMR has similarities with the pattern of sesquiterpenoid herbertene compounds.

Keywords

: Liverwort, terpenoid, isolation, sesquiterpenoid herbertene.

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sejak masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi
kami untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada:
1.

Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif

Hidayatullah Jakarta.
2.

Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D, Apt selaku pembimbing I dan Bapak
Supandi, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan sejak penyusunan
proposal skripsi hingga penyusunan skripsi.

4.

Bapak dan Ibu staf pengajar segenap civitas akademika di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5.

Bu Shofa dan Pak Nandang Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI


Serpong, Bu Endah Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri yang telah
membantu dalam analisis menggunakan IR, 1H-NMR dan GCMS.

6.

Bapak Abdullah dan Ibu Munawaroh, Adikku Ahmad Said Muthahhari,


Ubaidilah Kamil dan Muhammad Fadlullah serta keluarga besar yang

viii

senantiasa memberikan dukungan baik moral, spiritual maupun materi hingga


selesainya penyusunan skripsi ini.
7.

Pengasuh Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Prof. Dr.
KH. Ali Musthafa Yaqub beserta segenap mahasantri Darus Sunnah,
khususnya Keluarga Besar AntaBena. Teman-teman Farmasi Angkatan 2009
khususnya EDTA-C, Keluarga Besar CSS MoRA (Community of Santri
Scholars of Ministry of Religious Affairs) UIN Jakarta khususnya Angkatan
2009, serta Tim Isolasi yang selalu meluangkan waktunya untuk bekerja sama,
berdiskusi, memberikan masukan, serta memberikan dukungan doa dan
semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8.

Serta semua pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.


Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna.

Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan
hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi
kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa farmasi, masyarakat pada
umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.

Ciputat, September 2013


Penulis

ix

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif


Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Muhammad Muwaffaq Zaki

NIM

: 109102000054

Program Studi

: Farmasi

Fakultas

: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya

: Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya


ilmiah saya, dengan judul:

Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak n-Heksana Lumut Hati


Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees

Untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.

Dibuat di

: Ciputat

Pada Tanggal : 26 September 2013

Yang menyatakan,

Muhammad Muwaffaq Zaki

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB 1

PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................
1.2. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................

BAB 2

1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 3


2.1. Mastigophora diclados .........................................................
2.1.1. Klasifikasi Tanaman ....................................................
2.1.2. Kandungan Kimia ........................................................
2.1.3. Aktivitas Biologis ........................................................
2.2. Simplisia ................................................................................
2.3. Ekstraksi dan Fraksinasi ........................................................
2.3.1. Pengertian Ekstrak .......................................................
2.3.2. Faktor yang Berpengaruh pada Mutu Ekstrak .............
2.3.3. Metode Ekstraksi .........................................................
2.4. Metode Pemisahan ................................................................
2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis ............................................
2.4.2 Kromatografi Kolom ....................................................
2.4.3 Rekristalisasi ................................................................

xi

3
3
3
4
4
4
4
4
5
7
7
11
12

2.5. Identifikasi Senyawa .............................................................. 14


2.5.1 Nuclear Magnetic Resonance ....................................... 14
BAB 3

METODE PENELITIAN .......................................................... 16


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................
3.3.1. Alat ..............................................................................
3.3.2. Bahan Uji .....................................................................
3.3.3. Bahan Kimia ................................................................
3.3. Cara Kerja .............................................................................
3.3.1. Penyiapan Bahan .........................................................
3.3.2. Pembuatan Ekstrak ......................................................
3.3.3. Penapisan Fitokimia .....................................................
3.3.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa ..................................
3.3.5. Identifikasi Senyawa Murni .........................................

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 23


4.1. Penyiapan Bahan ...................................................................
4.2. Ekstraksi ................................................................................
4.3. Penapisan Fitokimia ..............................................................
4.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa ............................................
4.5. Identifikasi Senyawa Murni ..................................................

BAB 5

16
16
16
16
16
17
17
17
17
19
21

23
23
24
24
27

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 30


5.1. Kesimpulan ........................................................................... 30
5.2. Saran ...................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 31

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Bagan Alur Kerja ....................................................................... 22
Gambar 4.1 Struktur Herberten ....................................................................... 29

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak n-heksana tumbuhan lumut
hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees. ........................ 24
Tabel 4.2. Perbandingan pergeseran kimia () proton senyawa fraksi 5-B dengan
golongan herbertene ....................................................................... 28

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. ex
Web.) Nees ................................................................................. 33
Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n- Heksana Lumut Hati
Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees .......................... 34
Lampiran 3. Profil KLT Senyawa Fraksi 1-244............................................... 35
Lampiran 4. Profil KLT Senyawa Gabungan Fraksi ....................................... 37
Lampiran 5. Profil KLT Senyawa 5 (33-41), Fraksi 1-111 ............................. 38
Lampiran 6. Profil KLT Gabungan Fraksi Senyawa 5. ................................... 40
Lampiran 7. Skema Pemurnian Ekstrak n-Heksana Lumut Hati Mastigophora
diclados (Bird. Ex Web.) Nees ................................................... 41
Lampiran 8. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B, 5-D, 5-F dan 5-J .................... 43
Lampiran 9. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B ................................................. 44
Lampiran 10. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B .................................. 45
Lampiran 11. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B = 0,64 ppm, 0,99 ppm
dan 1,25 ppm .............................................................................. 46
Lampiran 12. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B = 4,93 5,73 ppm

xv

47

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati
tertinggi di dunia, setelah Brazil. Lebih dari 56.000 spesies flora yang tumbuh
di Brazil, 3.100 spesies diantaranya berasal dari Bryophyta (Giulietti et al.,
2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 30.000 spesies, jumlah ini sama dengan
10% flora dunia. Divisi Bryophyta dibagi menjadi tiga kelas, yaitu lumut hati
(Hepatophyta) dengan 9000 spesies dan 240 genus; lumut tanduk
(Anthocerotopyhta) hanya 500 spesies; dan lumut daun (Bryopsida) memiliki
12.000-14.500 spesies dan 670 genus (Semple, 1999).
Lumut merupakan salah satu kelompok tumbuhan rendah dan bagian
dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian (Windadri,
2007). Di Indonesia, tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados banyak
ditemukan di dataran tinggi yang sejuk dan lembab seperti di hutan Gunung
Slamet, Baturraden, Jawa Tengah. M. diclados hidup menempel pada batang
pinus dan Agathis pada ketinggian 800 m blok 55, (Haerida & Gradstein, 2011),
hutan pegunungan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah M. diclados
hidup di ketinggian (Gradstein & Culmsee, 2010), pada batang pohon Palm
sepanjang jalan menuju kawah putih pada ketinggian 2050 m Gunung Patuha
Bandung, Jawa Barat (Gradstein et al, 2011).
Lumut hati dibedakan dari kelas-kelas tumbuhan lumut lainnya karena
adanya minyak tubuh (oil bodies), yang mampu mensintesis senyawa yang larut
lemak seperti asetogenin, terpenoid dan senyawa aromatik, sementara kelas
lumut lainnya tidak. Lumut hati memiliki badan minyak (oil bodies) sebagai
penanda yang sangat penting untuk klasifikasi lumut hati tersebut. Beberapa
kandungan kimia dari lumut hati merupakan senyawa yang khas bagi kelas ini
dan menunjukkan berbagai aktivitas biologis yang menarik, seperti
antimikroba, sitotoksik, antioksidan, sebagai inhibitor enzim serta dapat
merangsang apoptosis (Komala, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam penelitian sebelumnya, Komala, et al., (2010) telah melaporkan


bahwa tumbuhan lumut M. diclados yang tumbuh di Tahiti mengandung
senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid herberten. Senyawa-senyawa
golongan fenolik seskuiterpenoid herberten dilaporkan memiliki aktivitas
sitotoksik, antioksidan, dan antimikrobial. Dalam penelitian Purnamasari,
(2013) telah dilaporkan bahwa ekstrak etanol tumbuhan lumut M. diclados
memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, dan penelitian Dewi (2013), juga
menunjukkan aktivitas sitotoksik.
Karena

memiliki potensi yang besar dalam mengobati

beberapa

penyakit, maka perlu dilakukan isolasi senyawa metabolit sekunder yang


terdapat dalam tumbuhan lumut hati M. diclados yang tumbuh di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Dari hasil penelusuran pustaka

diketahui bahwa telah dilakukan

penelitian terhadap aktivitas ekstrak Mastigophora diclados (Brid. ex Web.).


Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tumbuhan
ini untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada ekstrak Mastigophora diclados (Brid. ex Web.).

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi kandungan metabolit
sekunder, serta melakukan identifikasi senyawa dari ekstrak n-heksana
Mastigophora diclados (Brid. ex Web.).

1.4 Manfaaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini akan didapat senyawa metabolit sekunder
tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) yang dapat
digunakan sebagai bahan obat.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mastigophora diclados


2.1.1

Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi tanaman mastigophora adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Phylum

: Marchantiophyta

Class

: Jungermanniopsida

Order

: Jungermanniales

Suborder

: Lophocoleineae

Family

: Mastigophoraceae

Genus

: Mastigophora Nees.

Species

: M. diclados (Brid.) Nees

(Komala, 2010).

2.1.2

Kandungan Kimia
Berdasarkan

kandungan

kimianya,

Mastigophoraceae

dan

herbertaceae memiliki kesamaan, karena sama-sama menghasilkan


senyawa seskuiterpenoid herberten sebagai komponen utamanya. Hasil
pemeriksaan GC / MS ekstrak eter M. diclados (Brid. Ex F. Weber) Nees
dari Borneo menunjukkan adanya senyawa herberten, herbertenol,
herbertene-2,3-diol dan herbertene-1,2-diol. Dalam koleksi sebelumnya
dari M.diclados Malaysia Timur, selain herberten, herberten dimer, juga
ditemukan pada mastigophorenes A-D. Namun, spesies di Malaysia Barat
tidak menghasilkan herberten, melainkan jenis trachyloban diterpenoid dari
hasil isolasi. Koleksi Jepang menjabarkan herberten dan -herbertenol
dengan siklik diklorinasi bis-bibenzil, dimana tidak ada diterpenoid dan
dimer herberten yang telah terdeteksi. (Komala, 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.3

Aktivitas Biologis
M. diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap HL-60 dan sel
KB, antioksidan menggunakan pelarut DPPH dan aktivitas antimikrobial
terhadap Bacillus subtilis (Komala, 2010).

2.2 Simplisia
2.2.1

Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan
belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel
yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia
murni (Depkes RI, 2000).

2.3 Ekstraksi dan Fraksinasi


2.3.1

Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Depkes RI, 2000).

2.3.2

Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah:


a. Faktor Biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat),
dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi
tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur
tumbuhan dan bagian yang digunakan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Faktor Kimia
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat),
dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :
1. Faktor

internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan,

komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa


aktif.
2. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran
alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi,
kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan
(Depkes RI, 2000).

2.3.3

Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair
(Depkes RI, 2000).
Berikut adalah beberapa cara ekstraksi dengan menggunakan
pelarut:
1. Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik
berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan
maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).

b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan
pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi


sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih banyak (Depkes RI,
2000).

2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks

merupakan

ekstraksi

dengan

pelarut

pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut


terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik.

Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama


sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Depkes RI, 2000).
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut
yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000).
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan
kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan
(kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC
(Depkes RI, 2000).
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu
tertentu (15-20 menit). Infus

pada umumnya digunakan untuk

menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari
bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat
aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan


lebih dari 24 jam (Depkes RI, 2000).
e. Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30
menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.4 Metode Pemisahan


2.4.1

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Menurut Rohman (2007), Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1983. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan
yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik.
Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam karena pengaruh
fase gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka
semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya (Gritter,
1991). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan
secara menurun (descending) (Rohman,2007).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih
murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga dengan
peralatan yang digunakan, dalam kromatografi ini peralatan yang digunakan
lebih sederhana.
Keuntungan kromatografi planar adalah:
1.

Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.

2.

Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi


warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra
violet.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.

Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun


(descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi

4.

Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang


akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Teknik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan suatu


adsorben yang disalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase diamnya
dan pengembangan kromatogram terjadi ketika fase gerak tertapis melewati
adsorben itu. Seperti dikenal baik, kromatografi lapis tipis mempunyai
kelebihan yang nyata dibandingkan kromatografi kertas karena mempunyai
ketajaman pemisahan yang lebih besar dan kepekaannya tinggi
(Pudjaatmaka, 1994).
Prinsip kromatografi Menurut Stahl (1985) mengemukakan kaidah
dasar kromatografi jerap yaitu Hidrokarbon jenuh terjerap sedikit atau tidak
sama sekali, karena itu ia bergerak paling cepat.

a. Fase Diam KLT


Lapisan dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan
untuk KLT yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Panjang lapisan 200
mm dengan lebar 200 atau 100 mm. Untuk analisis totalnya 0,1 - 0,3 mm,
biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan
yang baik dan bebas dari uap laboratorium (Stahl, 1985).
Penjerap yang umum ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur,
selulosa dan turunannya, poliamida, dan lain-lain. Silika gel ini
menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada
cara pembuatannya, sehingga silika gel G Merck menurut spesifikasi Stahl
yang diperkenalkan tahun 1958, telah diterima sebagai bahan standar. Selain
itu harus diingat bahwa penjerap seperti aluminium oksida dan silika gel
mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya pemisahnya
(Stahl, 1985).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Fase Gerak KLT


Menurut Rohman (2007), Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari
pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang
diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana adalah campuran
2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak:
1.

Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena


KLT merupakan teknik yang sensitif, di mana kepolaran fase gerak
dapat mempengaruhi pola kromatogram.

2.

Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf
terletak antara 0,2 - 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3.

Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti


silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi
larutan yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut
yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non
polar seperti metil benzen akan meningkatkan nilai Rf secara
signifikan.

4.

Larutan ionik dan larutan polar lebih baik digunakan campuran


pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol
dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat
atau amonia masing-masing akan meningkatkan

larutan yang

bersifat basa dan asam.

c. Aplikasi (Penotolan Sampel)


Larutan sampel yang akan diaplikasikan hendaknya berisi antara 0,1
- 10 mg kation per cm3 dan dapat bersifat netral dan asam encer sekitar 1 l
larutan ditotolkan dengan sebuah spuit mikro atau mikropipet didekat salah
satu ujung lempeng kromatografi (sekitar 1,5-2,0 cm dari pinggir lempeng)
dan kemudian dibiarkan kering diudara (Pudjaatmaka, 1994).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

d. Pengembangan
Pengembangan ialah proses pemisahan campuran cuplikan akibat
pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan
normal, yaitu jarak antara garis awal dan garis depan, ialah 100 mm
disamping pengembangan sederhana, yaitu perambatan satu kali sepanjang
10 cm ke atas, pengembangan ganda dapat juga digunakan untuk
memprbaiki efek pemisahan yaitu dua kali merambat 10 cm ke atas beturutturut pada pengembangan dua kali. Lapisan KLT harus dalam keadaan
kering diantara kedua pengembangan tersebut, ini dilakukan dengan
membiarkan pelat diudara selama 5-10 menit (Stahl, 1985).

e. Deteksi Bercak
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang
tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika,
maupun biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan
mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan
sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi
sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang
dapat berfluoresensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak
dapat berfluoresensi maka bahan penjerapnya akan diberi indikator yang
berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar
belakangnya akan kelihatan berfluoresensi (Rohman, 2007).

f. Identifikasi dan Nilai Rf


Identifikasi dari senyawa-senyawa yang telah dipisahkan pada
lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi
warna. Namun Lazimnya untuk identifikasi menggunakan nilai Rf.
Definisi nilai Rf adalah jarak yang digerakkan oleh senyawa dari
titik asal dibagi dengan jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal.
Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai senyawa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11

standar. Senyawa standar biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip


dengan senyawa yang dipisahkan pada kromatogram.
Nilai Rf sangat ditentukan oleh kelancaran pergerakan bercak dalam
KLT, adapun faktor yang mempengaruhi pergerakan bercak adalah: 1).
Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, 2). Sifat dari penjerap dan
derajat aktivitasnya, 3). Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap, 4). Pelarut
dan derajat kemurniannya, 5). Derajat kejenuhan dari uap pelarut dalam
bejana elusi, 6). Teknik percobaan, 7). Jumlah sampel yang digunakan, 8).
Suhu, 9). Kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985)

2.4.2

Kromatografi Kolom
Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah
menggunakan kromatografi kolom. Pada kromatografi kolom fasa diam
yang digunakan dapat berupa silika gel, selulose atau poliamida. Sedangkan
fasa geraknya dapat dimulai dari pelarut non polar kemudian ditingkatkan
kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut tunggal ataupun
kombinasi dua pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbandingan
tertentu sesuai tingkat kepolaran yang dibutuhkan (Stahl, 1969).
Metode ini digunakan untuk memisahkan dan memurnikan
komponen pada suatu campuran. Fasa diam yang digunakan adalah
adsorben bubuk yang ditempatkan pada kolom kaca vertikal. Campuran
yang akan dianalisis ditempatkan pada lapisan atas kolom. Fasa gerak yang
berupa pelarut murni ataupun campuran beberapa pelarut dituangkan di atas
sampel. Pelarut akan mengalir ke bawah dan menyebabkan komponen
campuran terdistribusi di antara adsorben bubuk dan pelarut yang
digunakan, pemisahan terjadi saat pelarut membawa komponen melalui
ujung bawah dari kolom, beberapa komponen akan keluar lebih dahulu dan
ada beberapa komponen yang keluar akhir. Laju elusi yang terjadi
dipengaruhi juga oleh gaya gravitasi, oleh karena itu kromatografi kolom
biasa disebut juga kromatografi kolom gravitasi. Kromatografi kolom dapat
disesuaikan dengan jumlah sampel, jika sampel banyak dan kompleks, pada
sistem kromatografi kolom dapat digunakan kolom dengan diameter yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12

besar yang disertai dengan pompa vakum, tujuannya adalah untuk


mempercepat laju elusi, metode ini disebut kromatografi vakum cair.
Sebelum menggunakan Kromatografi kolom, biasanya sebagian kecil
sampel dipisahkan menggunakan KLT terlebih dahulu untuk mengetahui
pelarut yang cocok digunakan. (Hajnos et.al, 2011)
Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan
dimonitor dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki
pola kromatogram yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan
sehingga akan diperoleh beberapa fraksi. Bercak pada plat KLT dideteksi
dengan lampu ultraviolet 254/366 nm untuk senyawa-senyawa yang
mempunyai gugus kromofor, dengan penampak noda seperti larutan Iod,
FeCl3 dan H2SO4 dalam metanol 10% (Stahl, 1969).

2.4.3

Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk
pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam
rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan
warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul
dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (Williamson, 1999).
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya dengan cara

mengkristalkan kembali zat tersebut setelah

dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan


kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur
atau pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain,
kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara
menjenuhkannya (Svehla, 1979).
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mulamula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut, lalu
terjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk
kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan
sejumlah energi. Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal yang identik
dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13

pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam


kesetimbangan.
Untuk merekristalisasi suatu senyawa harus memilih pelarut yang
cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan ke
dalam pelarut yang sesuai, kemudian dipanaskan sampai semua senyawanya
larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar senyawa tersebut telah larut
sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan.
Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut
sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan
proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Svehla,
1979).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang
sesuai adalah sebagai berikut:
1. Pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan.
2. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak
melarutkan zat pencemarnya.
3. Titik didih pelarut harus rendah, hal ini akan mempermudah
pengeringan kristal yang terbentuk.
4. Titik didih harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan
dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai.
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada
dua faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju
pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali kristal
akan terbentuk, tetapi tak satupun dari inti akan tumbuh menjadi terlalu
besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju
pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin
tinggi derajat lewat jenuh, makin besarlah kemungkinan untuk membentuk
inti baru, jadi makin besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan
kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang
terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristalkristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh
(Svehla, 1979).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

2.5 Identifikasi Senyawa


2.5.1

Nuclear Magnetic Resonance


Spektrometri Nuclear Magnetic Resonance (NMR) merupakan alat
yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Spektroskopi
resonansi magnet inti (1H-NMR) didasarkan pada pengukuran absorbsi
radiasi elektromagnetik pada daerah frekuensi radio 4-600 MHz atau
panjang gelombang 75 - 0,5 m, oleh partikel (inti atom) yang berputar di
dalam medan magnet. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai
jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi
mengenai lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap
atom hidrogen (Harborne JB, 1987).
Larutan cuplikan dalam pelarut lembam ditempatkan di antara kutub
magnet yang kuat, dan proton mengalami pergeseran kimia yang berlainan
sesuai dengan lingkungan molekulnya di dalam molekul. Kemudian diukur
dalam radar NMR, biasanya tetrametilsilan (TMS), yaitu senyawa lembam
yang ditambahkan ke dalam larutan cuplikan tanpa ada kemungkinan
terjadinya reaksi kimia. Adapun pelarut yang biasanya digunakan yaitu
karbontetraklorida, deuterokloroform, deuteriumoksida, deuteroaseton, atau
dimetilsulfoksida terdeuterasi (Khopkar, 2003).
Kegunaan yang besar dari resonansi magnet inti adalah karena tidak
setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang identik sama.
Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul
dikelilingi elektron dan menunjukan sedikit perbedaan lingkungan
elektronik dari satu proton ke proton lainnya. Proton-proton dilindungi oleh
elektron-elektron disekelilingnya.
Spektrum NMR tidak hanya dapat membedakan beberapa banyak
proton yang berbeda dalam molekul, tetapi ia juga mengungkapkan berapa
banyak setiap tipe proton berbeda yang terkandung dalam molekulnya, serta
memberikan keterangan tentang sifat lingkungan dari setiap proton tersebut
(Khopkar, 2003).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

15

Langkah-langkah menginterpretasikan spektrum NMR :


1. Jumlah sinyal, yang menerangkan tentang adanya beberapa macam
perbedaan dari proton-proton yang terdapat dalam molekul
2. Kedudukan sinyal, yang menerangkan sesuatu tentang lingkungan
elektronik dari setiap macam proton.
3. Intensitas sinyal, yang menerangkan tentang berapa banyak proton
dari setiap macam proton yang ada.
4. Pemecahan (splinting) dari sebuah sinyal menjadi beberapa puncak,
yang menerangkan tentang lingkungan dari sebuah proton dengan
lainnya.
Pada spektrum 1H-NMR dalam elusidasi struktur perlu diperhatikan:
1. Luas di bawah puncak yang biasanya dinyatakan dengan integrasi
untuk melihat perbandingan jumlah proton pada masing-masing
puncak.
2. Terjadinya spin-spin splinting yang mengikuti segitiga pascal.
Interaksi antara ikatan elektron yang mempunyai kecenderungan
berpasangan spin dari elektron dengan elektron lainnya pada proton
yang berdekatan.
3. Geseran kimia (chemical shift), yaitu kedudukan proton dalam
spektrum tersebut (Khopkar, 2003).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmasi (Pharmacy Drug
Research dan Pharmacy Natural Analysis) Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai dari
bulan Maret sampai Juni 2013.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik
(Wiggen Hauser), blender, labu Erlenmeyer, beaker gelas, corong, kolom
kromatografi, statif, botol vial, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, pipet
ukur, vacuum rotary evaporator (Eyela N-1001 Series) , water bath (Eyela
SB-1000), Nuclear Magnetic Resonance (JEOL JNM ECA-500).

3.2.2

Bahan Uji
Ekstrak n-heksana dari tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados
(Brid. ex Web.), M. diclados yang diperoleh dari Gunung Slamet
Purwokerto dan telah dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi- LIPI,
Cibinong Bogor.

3.2.3

Bahan Kimia
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah n-heksana
(Brataco Chemica), etil asetat (Brataco Chemica), metanol (Brataco
Chemica), silika gel 60 (Merck), plat KLT silika gel 60 GF254, aquadest dan
reagen untuk skrinning fitokimia.

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17

3.3 Cara Kerja


3.3.1

Penyiapan Bahan
Lumut hati Mastigophora diclados disortasi basah untuk dipisahkan
dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, dicuci dengan air hingga
bersih, ditiriskan agar bebas dari sisa air, dikeringanginkan dalam ruangan.
Setelah kering, kemudian disortasi kering, ditimbang dan dihaluskan
menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Simplisia yang dihasilkan,
disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya.

3.3.2

Pembuatan Ekstrak
Sejumlah serbuk kering Mastigophora diclados dimaserasi dengan
pelarut n-heksana teknis yang telah didestilasi. Maserasi dilakukan hingga
warna pelarut n-heksana bening. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang
diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu lebih
kurang 28oC, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana. Ekstrak kental
yang diperoleh, ditimbang dan dihitung rendemennya terhadap berat
simplisia awal.
% rendemen ekstrak =

Bobot ekstrak yang didapat (g)

x 100 %

Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi (g)

3.3.3

Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan dengan menguji adanya golongan
senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid, tanin dan fenolik. Prosedur
pengujiannya adalah sebagai berikut.

a. Identifikasi Alkaloid

Untuk mengidentifikasi alkaloid, ekstrak dilarutkan dengan


etanol 96% kemudian ditambahkan asam klorida encer 2N. Filtrat yang
diperoleh disaring kemudian diidentifikasi menggunakan pereaksi
Mayer LP, Bouchardat LP, Dragendorff LP. Pada penambahan Mayer
LP, hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

18

atau kuning. Hasil positif Dragendorff LP ditunjukkan dengan


terbentuknya endapan berwarna merah bata. Penambahan Bouchardat
LP memberikan hasil positif jika terbentuk endapan coklat sampai hitam
(Depkes RI, 1995).

b. Identifikasi Saponin
Ekstrak ditambahkan 5 ml aquadest panas, didinginkan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit
setinggi 1-10 cm dan pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih
tidak hilang (Depkes RI, 1995).

c. Identifikasi Flavonoid
Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid. Pertama,
amonia encer (5 mL) ditambahkan ke sebagian filtrat encer dari ekstrak.
Kemudian asam sulfat pekat (1 mL) ditambahkan. Hilangnya warna
kuning menunjukkan adanya flavonoid. Kedua, beberapa tetes larutan
aluminium 1% ditambahkan ke sebagian dari filtrat, terbentuknya warna
kuning menunjukkan adanya flavonoid. Ketiga, sebagian dari ekstrak
dipanaskan dengan 10 mL etil asetat yang telah diuapkan selama 3
menit. Campuran kemudian disaring dan 4 mL filtrat dikocok dengan
penambahan 1 mL larutan amonia encer, terbentuknya warna kuning
menunjukkan adanya flavonoid. (Ayoola et al, 2008).

d. Identifikasi Terpenoid
Sejumlah 0,5 g ekstrak masing-masing ditambahkan dengan 2
mL kloroform. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan (3 mL) H2SO4
pekat sampai membentuk lapisan. Terbentuknya warna merah
kecoklatan pada permukaan menunjukkan adanya terpenoid (Ayoola et
al, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

19

e. Identifikasi Tanin
Sebanyak 0,5 g ekstrak dipanaskan dalam 10 ml air dalam
tabung reaksi dan kemudian disaring. Ditambahkan beberapa tetes
FeCl3 0,1% dan diamati perubahan warna menjadi hijau kecoklatan atau
biru kehitaman. (Ayoola et al, 2008).

f. Identifikasi Fenolik
Sejumlah ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan besi klorida,
terbentuknya warna biru-hitam menunjukkan adanya fenolik (Tiwari et
al, 2011).

3.3.4

Isolasi dan Pemurnian Senyawa


a. Pemisahan dengan Kromatografi Kolom
Pemisahan kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan
rangkaian alat kromatografi kolom yang ditegakkan dengan statif.
Kemudian sejumlah kapas dimasukkan ke dalam bagian paling bawah
dari kolom, tidak terlalu padat atau terlalu longgar. Silika gel (fase
diam) ditimbang sebanyak 30 kali bobot ekstrak dan didispersikan dalam
n-heksana. Silika gel yang telah basah dimasukkan ke dalam kolom,
kemudian diketok pada dinding luar kolom agar diperoleh susunan yang
rata di dalam kolom. Larutan eluen ditambahkan sampai tertampung
pelarut sekitar 5 mL di bagian bawah dari kolom. Ekstrak kental
dimasukkan ke dalam

kolom, kemudian

ditambahkan pelarut

pengembang ke dalam kolom sedikit demi sedikit sambil kran dibuka.


Hasil pemisahan ditampung dalam botol vial, masing-masing 5 mL dan
diberi nomor. Kemudian masing-masing fraksi pada vial diuji dengan
KLT. Fraksi yang menampakkan bercak (dengan nilai Rf) yang sama
dikumpulkan dan dikeringkan dengan vacuum rotary evaporator.

b. Pengujian dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


KLT dilakukan untuk melihat pola kromatogram komponen
senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Fase diam yang digunakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20

yaitu plat silika gel, sedangkan fase gerak yang digunakan yaitu pelarut
atau campuran pelarut yang dapat memberikan pemisahan yang baik. Plat
silika gel dibuat dengan ukuran lebar 2 cm dan panjang 5 cm dan diberi
garis batas awal dan batas akhir elusi 0,5 cm.
Ekstrak yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut n-heksana
sebanyak 1 mL, kemudian ditotolkan pada garis batas awal elusi lalu
dikeringkan. Setelah totolan tersebut mengering, lempengan ditempatkan
dalam sebuah chamber bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak
terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah
garis dimana posisi bercak berada. Setelah eluen mencapai garis akhir
elusi, lempeng dikeluarkan dan dikeringkan.
Bercak yang dihasilkan diamati di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 nm. Untuk menampakkan bercak yang tidak
berwarna dan tidak berfluorosensi dapat diamati dengan menggunakan
pereaksi godyn (reagen A ; 1% vanilin dilarutkan dalam etanol : 3%
HClO3 dalam aquadest, 1:1 dan reagen B ; 10% H2SO4) dan dilanjutkan
dengan pemanasan.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan
tipis menggunakan nilai Rf. Nilai Rf (Retardation factor) didefinisikan
sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 1985) :

Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal


Jarak batas akhir eluen dari titik awal

Nilai Rf yang diperoleh dibandingkan dengan literatur, untuk


mengetahui kemungkinan senyawa hasil pemisahan dengan KLT.

c. Rekristalisasi
Untuk senyawa berbentuk kristal pemurniannya dapat dilakukan
dengan rekristalisasi, yaitu melarutkan senyawa dengan pelarut atau
campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan dipilih
berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan. Adanya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

21

perbedaan kelarutan akibat penambahan pelarut lain akan menyebabkan


senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu.

3.3.5

Identifikasi Senyawa Murni


Isolat yang diperoleh dari hasil kromatografi kolom, dilakukan
identifikasi struktur molekulnya dengan menggunakan instrumen
Nuclear Magnetic Resonance proton (1H-NMR). Data hasil analisa
tersebut kemudian dibandingkan dengan literatur.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

22

Mastigophora diclados
(Brid.) Nees
Disortasi, dicuci, dikeringkan,
dihaluskan dengan blender

Serbuk kering
M. diclados (Brid.) Nees
Dimaserasi dengan n-heksana,
disaring dan dievaporasi

Ekstrak n-heksana

Ampas

Uji KLT

Fase diam : Plat KLT


Eluen
: n-heksana, etil asetat dan metanol
Tentukan nilai Rf

Kromatografi Kolom
Fase diam : Silika Gel
Eluen
: n-heksana, etil asetat dan metanol

F1

F2

Uji KLT

F244

Fraksi dengan spot (nilai Rf) yang sama,


digabung dan dievaporasi

Rekristalisasi

Uji titik leleh

Identifikasi Struktur
dengan 1H-NMR
Gambar 3.1 Bagan alur ekstraksi dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dari
ekstrak n-heksana tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados
(Brid.) Nees

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Penyiapan Bahan
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah lumut hati
Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees yang diperoleh dari Gunung
Slamet Purwokerto sebanyak 2,3 kg sampel segar dan dideterminasi di Pusat
Penelitian Biologi- LIPI, Cibinong Bogor (Lampiran 1). Setelah melalui
proses sortasi, pengeringan, penghalusan dan penyaringan, diperoleh
2,103 kg serbuk kering.
Simplisia disortasi basah untuk memisahkan dari kotoran-kotoran
atau bahan-bahan asing sehingga dapat mengurangi jumlah pengotor yang
ikut terbawa dalam bahan uji, dicuci dengan air hingga bersih kemudian
ditiriskan agar bebas dari sisa air. Proses pengeringan dilakukan dengan
menjemur di udara terbuka dalam ruangan. Simplisia yang telah kering
disortasi kembali dari kotoran-kotoran yang tertinggal . Simplisia yang
telah disortir, kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi
serbuk. Untuk mencegah kerusakan atau mutu simplisia, serbuk simplisia
disimpan dalam wadah bersih, kering dan terlindung dari cahaya.

4.2.

Ekstraksi
Sejumlah 2,103 kg serbuk kering Mastigophora diclados dimaserasi
dengan pelarut n-heksana teknis yang telah didestilasi. Maserasi dilakukan
sebanyak 9 kali dalam 5 botol maserasi hingga warna pelarut n-heksana
bening dan menghabiskan sebanyak 30 liter pelarut n-heksana. Penggunaan
pelarut n-heksana ditujukan untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat
non polar, dimana berdasarkan literatur tumbuhan ini mempunyai banyak
mengandung senyawa non polar. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang
diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu lebih

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

24

kurang 28oC, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana sebanyak 52


gram dan dihitung rendemennya terhadap berat simplisia awal yaitu 2,53%.
4.3.Penapisan Fitokimia
Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak n-heksana dari tumbuhan
lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees dapat dilihat pada
Tabel 4.1 (lampiran 2).
Tabel 4.1. Hasil uji penapisan fitokimia dari ekstrak n-heksana tumbuhan
lumut hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees.
No.

Golongan kimia

Pengamatan Sampel

1.

Alkaloid

2.

Saponin

3.

Flavonoid

4.

Terpenoid

5.

Tanin

6.

Fenolik

4.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa


Isolasi dengan kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan
rangkaian alat kromatografi kolom yang ditegakkan dengan statif.
Kemudian sejumlah kapas dimasukkan ke dalam bagian paling bawah
dari kolom, tidak terlalu padat atau terlalu longgar. Silika gel (fase diam)
ditimbang sebanyak 150 g dan didispersikan dalam n-heksana secukupnya.
Silika gel yang telah basah atau seperti bubur dimasukkan dengan hatihati ke dalam kolom, kemudian diketok agar diperoleh susunan yang rata
di dalam kolom. Larutan eluen ditambahkan dan didiamkan selama 24 jam
untuk menstabilkan silika gel.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25

Sebanyak 15 g ekstrak n-heksana dari tumbuhan lumut hati


Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees digerus dengan silika gel 13,3
g kemudian dimasukkan ke dalam kolom dengan diameter 3 cm. Pelarut
pengembang (n-heksana 250 mL) ditambahkan ke dalam kolom sedikit
demi sedikit sambil kran dibuka. Hasil pemisahan ditampung dalam botol
vial, masing-masing 5 mL dan diberi nomor. Elusi dilanjutkan dengan
gradien pelarut n-heksana : etil asetat 9:1 hingga perbandingan pelarut nheksana : etil asetat 0:10, masing-masing 250 mL hingga warna pelarut
menjadi bening, dan diperoleh sebanyak 244 fraksi.
Masing-masing fraksi pada vial diuji dengan kromatografi lapis
tipis (KLT). KLT dilakukan untuk melihat pola kromatogram komponen
senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Fase diam yang digunakan yaitu
plat silika gel 60 GF254, sedangkan fase gerak yang digunakan yaitu
campuran pelarut yang dapat memberikan pemisahan yang baik yaitu nheksana : etil asetat = 9:1. Plat silika gel dibuat dengan ukuran lebar 2 cm
dan panjang 5 cm dan diberi garis batas awal dan batas akhir elusi 0,5 cm.
Ekstrak yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut, kemudian
ditotolkan pada garis batas awal elusi lalu dikeringkan. Setelah totolan
tersebut mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah chamber
bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu
diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi
bercak berada. Alasan untuk menutup chamber adalah untuk meyakinkan
bahwa kondisi dalam chamber terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam chamber ditempatkan kertas saring hingga
terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam chamber mencegah penguapan
pelarut.
Pelarut pada lempengan bergerak lambat, komponen-komponen
yang berbeda akan bergerak pada kecepatan yang berbeda, sehingga akan
tampak sebagai perbedaan bercak. Setelah eluen mencapai garis akhir elusi,
lempeng dikeluarkan dan dikeringanginkan. Pengujian dengan KLT
dilakukan pada masing-masing fraksi (lampiran 3). Fraksi yang
menampakkan bercak yang sama digabungkan dan diuapkan pelarutnya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

26

sehingga diperoleh 14 gabungan fraksi yaitu gabungan fraksi 1-2, 3-17, 1826, 27-32, 33-41, 42-56, 57-68, 69-77, 78-101, 102-110, 111-125, 126-152,
153-170 dan 171-244 (lampiran 4).
Dari semua fraksi tersebut terlihat bercak yang masih banyak, yang
menunjukkan bahwa masing-masing fraksi tersebut belum didapatkan
senyawa murni. Untuk itu dilakukan pemisahan dengan kromatografi
kolom. Fraksi yang menjadi fokus isolasi yaitu penggabungan fraksi 33-41
(5) dengan jumlah ekstrak sebanyak 1,925 g. Pada fraksi ini terdapat kristal
pada dinding vial yang menunjukkan bahwa terdapat senyawa yang hampir
murni.
Senyawa 5 dilanjutkan pemisahannya dengan mengunakan
kromatografi kolom dengan diameter kolom yang lebih kecil yaitu 2,5 cm
dan jumlah silika gel 20 g karena jumlah ekstrak yang akan diisolasi
sebanyak 1,925 gram. Setelah ekstrak dimasukkan, kemudian dielusi
dengan n-heksana : etil asetat (H:EA) = 10:0 sebanyak 150 mL dan
dilanjutkan dengan gradien H:EA = 9:1 (400 mL), H:EA = 8:2 hingga H:EA
= 6:4 masing-masing 150 mL (hingga warna pelarut menjadi bening).
Terakhir dibilas dengan etil asetat 100% sebanyak 100 mL dan diperoleh
111 fraksi. Masing-masing fraksi pada vial diuji dengan KLT (lampiran 5).
Fraksi yang menampakkan bercak yang sama digabungkan dan diuapkan
pelarutnya.
Dari hasil kromatografi tersebut diperoleh 15 gabungan fraksi yaitu
gabungan fraksi 1-4, 5-9, 10-16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23-37, 38-56, 57-75,
76-89, 90-104, 105-111 (lampiran 6) yang beberapa fraksi diantaranya
terbentuk kristal. Berdasarkan pengujian KLT, fraksi yang terbentuk kristal
tersebut menunjukkan bercak tunggal dengan sedikit pengotor.
Senyawa hasil isolasi sulit

didapatkan berupa senyawa murni

karena terdiri dari banyak senyawa gabungan, sehingga perlu dilakukan


pemurnian (lampiran 7). Untuk senyawa berbentuk kristal pemurniannya
dapat dilakukan dengan rekristalisasi, yaitu berdasarkan perbedaan
kelarutan antara zat utama yang dimurnikan dengan senyawa minor dalam
suatu pelarut tunggal atau campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27

digunakan dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan


dimurnikan. Adanya perbedaan kelarutan akibat penambahan pelarut lain
akan menyebabkan senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu.
Pada fraksi yang terbentuk kristal, dibersihkan dari pengotornya
dengan melarutkannya dengan pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan
pada proses rekristalisasi ini yaitu metanol p.a. Proses rekristalisasi ini
diulang beberapa kali sehingga didapatkan senyawa berbentuk kristal yang
lebih murni dan ditandai dengan jarak leleh yang tajam.
Hasil yang diperoleh pada proses rekristalisasi ini terdapat 4 fraksi
yang memiliki bercak yang sama (lampiran 8), yaitu fraksi 5-9 (5-B) = 19
mg, fraksi 17 (5-D) = 10 mg, fraksi 18 (5-F) = 13 mg dan fraksi 23-37 (5-J)
= 1 mg. Dari keempat fraksi tersebut diambil fraksi 5-B untuk dilakukan
analisis instrumen dengan 1H-NMR untuk identifikasi struktur molekul
senyawa tersebut, karena mempunyai jumlah kristal murni paling banyak
yaitu 19 mg dengan nilai Rf = 0,45 dan titik leleh 152-1540C (lampiran 9).

4.5.Identifikasi Struktur Senyawa Murni


Isolat yang diperoleh dari hasil kromatografi kolom, dilakukan
identifikasi struktur molekul dengan menggunakan Nuclear Magnetic
Resonance proton (1H-NMR). Spektroskopi NMR proton merupakan sarana
untuk menentukan stuktur senyawa organik dengan mengukur momen
magnet atom hidrogen. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat
pada gugus yang berlainan ( seperti CH2-, -CH3-, -CHO, -NH2, -CHOH) dan spektum NMR proton merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen
yang berada dalam lingkungan yang berlainan.
Analisa dengan 1H-NMR dilakukan terhadap kristal isolat (senyawa
fraksi 5-B) yang telah dilarutkan dengan CDCl3, maka diperoleh data
spektrum NMR (lampiran 10). Berdasarkan hasil analisa pada senyawa
fraksi 5-B, terdapat 3 proton yang terlihat pada pergeseran kimia (H) = 0,64
ppm (s, 3H) yang menunjukkan adanya gugus metil (CH3), 3 proton juga
terlihat pada pergeseran kimia (H) = 0,99 ppm (s, 3H) yang menunjukkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

28

adanya gugus metil (CH3), serta terdapat 6 proton yang terlihat pada
pergeseran kimia (H) = 1,25 ppm (s, 6H) yang menunjukkan adanya 2
gugus metil (CH3) (lampiran 11).
Selain itu, terlihat adanya gugus aromatis pada pergeseran kimia (H)
= 4,93 5,73 ppm (m), dimana terdapat 4H yang terlihat pada pergeseran
kimia (H) = 4,93 ppm (1H d, J=0,9 Hz), pada pergeseran kimia (H) = 4,95
ppm (1H d, J=9,6 Hz), pada pergeseran kimia (H) = 5,14 ppm (1H s) dan
pada pergeseran kimia (H) = 5,73 ppm (1H dd, J=10,4 Hz dan J=17,5 Hz)
(lampiran 12).
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa senyawa 5-B
memiliki pola struktur yang mempunyai gugus aromatik dengan 4H yang
menunjukkan aromatik disubstitusi dan mempunyai 4 gugus metil. Pola
spektrum ini memiliki kemiripan dengan pola senyawa sesquiterpenoid
herbertene (gambar 4.1) yang sebelumnya juga pernah diisolasi dari
tumbuhan lumut species ini.
Tabel 4.2 Perbandingan pergeseran kimia (H) proton senyawa fraksi 5-B
dengan golongan herbertene (Matsuo, et al,1981)..
H
Gugus Fungsi
Herbertene

Senyawa Isolat

0,58 ppm (s)

0,64 ppm (s)

3H (CH3)

1,10 ppm (s)

0,99 ppm (s)

3H (CH3)

1,27 ppm (s)

1,25 ppm (s)

6H (2CH3)

6,70 - 7,15 ppm (m)

4,93 5,73 ppm (s)

4H

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29

Gambar 4.1 Struktur Herberten

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan
Hasil yang diperoleh dari isolasi senyawa metabolit sekunder
ekstrak n-heksana Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees adalah
senyawa 5-B sebanyak 19 mg dengan nilai Rf = 0,45 dan titik leleh 1521540C. Berdasarkan analisa dengan 1H-NMR, senyawa tersebut memiliki
kemiripan pola struktur dengan senyawa golongan sesquiterpenoid
herbertene, yaitu adanya 4 gugus metil pada pergeseran kimia (H) = 0,64
ppm (s, 3H), 0,99 ppm (s, 3H) dan 1,25 ppm (s, 6H), serta adanya 4 proton
pada pergeseran kimia (H) = 4,93 ppm (1H d, J=0,9 Hz), pada pergeseran
kimia (H) = 4,95 ppm (1H d, J=9,6 Hz), pada pergeseran kimia (H) = 5,14
ppm (1H s) dan pada pergeseran kimia (H) = 5,73 ppm (1H dd, J=10,4 Hz
dan J=17,5 Hz), yang menunjukkan adanya gugus aromatis disubstitusi.

5.2.Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari tanaman ini untuk
memperoleh senyawa-senyawa metabolit sekunder, karena dimungkinkan
masih banyak senyawa lain yang belum teridentifikasi pada penelitian ini.
Analisa dengan metode instrumentasi FTIR, LCMS,

13

C-NMR,

HMBC dan HMQC sangat diperlukan untuk memperoleh informasi lebih


lengkap dan akurat dalam mengidentifikasi struktur molekul senyawa isolat.

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Ayoola, GA., et al., Phytochemical Screening and Antioxidan Activities of Some


Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Shouthwestrn
Nigeria, Tropical Journal of Pharmaceutical Research, September 2008; 7
(3).
Basset, J.et.al, A. Hadayana Pudjaatmaka dan L.Setiono (Alih bahasa). (1994).
Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Edisi 4. jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dachriyanus., 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi,
Padang: Andalas University Press.
Departemen Kesehatan RI., 1995. Materia medika Indonesia jilid VI. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Dewi, F.R. 2013. Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Lumut Hati Mastigophora diclados
terhadap Kultur Sel Kanker Payudara (MCF-7 Cell Line) secara In Vitro.
Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Giulietti, A. M., R. M. Harley, L. P.De Queiroz, M. D. G. L Wanderley, and V. D.
Berg, C. 2005.

Biodiversity and Conservation of Plants in Brazil,

Conservation Biology. vol :19 no. 3, Brazil.


Gradstein & Culmsee. Bryophyte diversity on tree trunks in montane forests
of Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Bryology 31:, 2010
Gradstein et al. 2011. Bryophytes of Mount Patuha, West Java, Indonesia.
Reinwardtia, A journal on Taxonomic Botany Plant sociology and ecology
Vol 13, No 2.
Gritter, R, J., Bobbits, J.M.,and A. E. Schwarting, 1991. Introduction to
Chromatography (Pengantar Kromatografi), Edisi ke-2, diterjemahkan
oleh K. Padmawinata, Bandung: Penerbit ITB.
Hajnos, M.W., Sherma, J. 2011. High performance liquid chromatography in
phytochemical analysis. Boca Raton : CRC Press

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

32

Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia. Ed II., Diterjemahkan Oleh Kosasih


Patmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung: ITB.
Ida, H., dan Gradstein, S.R . 2011. Liverworts and hornworts of Mt. Slamet, Central
Java (Indonesia). Hikobia 16.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta UI : Press.
Komala, I., 2010. Phytochemical Studies on the Selected Indonesian, Japanase &
Tahitian Liverworth 2.

Desertasi.

Fakultas pharmaceutical science,

Tokushima Bunri University.


Purnamasari, Endah. 2013. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati
Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees secara In Vivo. Skripsi.
Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono . 1985 . Kromatografi . Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta.
Semple, J. C. 1999. An Introduction to Fungi, Algae, Plants, 2th edition, Pearson
Custom Publising.
Svehla, 1979, Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro, PT Kalman Media Pusaka, Jakarta.
Stahl, E., 1969. Apparatus and general techniques in TLC. Dalam : Stahl, E. (ed).
Thin layer chromatography a laboratory handbook. Terj. dari Dunnschicht
chromatographie, oleh Ashworth, M.R.F. Berlin: Springer-Verlag.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah :
Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Sudjadi, 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik, cetakan 1, Jakarta : Ghalia
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. Houghton
Mifflin Company, USA.
Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan
Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal
Biodiversitas, vol : 8 no 3. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33

Lampiran 1. Hasil Determinasi Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex


Web.) Nees

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34

Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n- Heksana Lumut Hati


Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees

Hasil Pengamatan
Alkaloid (-)

Fenolik (-)

Dragendorf (-) Meyer (-)


Flavonoid (-)

Saponin (-)

(sebelum)
Terpenoid (+)

(sesudah dikocok)

Tanin (-)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

35

Lampiran 3. Profil KLT Senyawa Fraksi 1-244

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36

Keterangan :
A. Profil KLT senyawa fraksi 1 169, dengan eluen n-heksana : etil asetat
(9:1).
B. Profil KLT senyawa fraksi 172 - 226, dengan eluen n-heksana : etil asetat
(8:2).
C. Profil KLT senyawa fraksi 229 244, dengan eluen n-heksana : etil asetat
(6:4).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

37

Lampiran 4. Profil KLT Senyawa Gabungan Fraksi

Keterangan :
A. Profil KLT senyawa gabungan fraksi dengan eluen n-heksana : etil asetat
(9:1).
B. Profil KLT senyawa gabungan fraksi, dengan eluen n-heksana : etil asetat
(9:1) dan diamati di bawah UV 254 nm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

38

Lampiran 5. Profil KLT Senyawa 5 (33-41), Fraksi 1-111

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

39

Keterangan :
A. Profil KLT senyawa 5 (33-41), fraksi 1 111, dengan eluen n-heksana : etil
asetat (9:1).
B. Profil KLT senyawa 5 (33-41), fraksi 1 111, dengan eluen n-heksana : etil
asetat (9:1) dan ditambah dengan penampak bercak berupa Pereaksi Godin
(reagen A ; 1% vanilin dilarutkan dalam etanol : 3% HClO3 dalam aquadest,
1:1 dan reagen B ; 10% H2SO4).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40

Lampiran 6. Profil KLT Gabungan Fraksi Senyawa 5.

B
A

B
A

Keterangan :
A. Profil KLT gabungan fraksi senyawa 5.
B. Profil KLT gabungan fraksi senyawa 5, diamati di bawah UV 254 nm
C. Profil KLT gabungan fraksi senyawa 5, ditambah pereaksi Godin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

41

Lampiran 7. Skema Pemurnian Ekstrak n-Heksana Lumut Hati


Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees
M. diclados (15 gram)
Kromatografi Kolom
Pelarut n-heksan : etil asetat
Uji KLT (spot sama digabung)

10

11

12

13

Kromatografi Kolom
Pelarut n-heksan : etil asetat
Uji KLT (spot sama digabung)

14

244 fraksi

111 fraksi

Kromatografi Kolom
Pelarut n-heksan : etil asetat
Uji KLT (Rf sama digabung)

104 fraksi

Keterangan :
1

: (1-2)

: 0,003 gram

: (3-17)

: 0,548 gram

: (18-26)

: 0,026 gram

: (27-32)

: 2,011 gram

: (33-41)

: 1,925 gram

: (42-56)

: 0,928 gram

: (57-68)

: 0,84 gram

: (69-77)

: 0,268 gram

: (78-101)

: 1,59 gram

10

: (102-110) : 0,124 gram

11

5-A

: (1-4)

: 0,089 gram

5-B

: (5-9)

: 0,426 gram

5-C

: (10-16)

: 0,054 gram

5-D

: (17)

: 0,161 gram

5-E

: (18)

: 0,218 gram

5-F

: (19)

: 0,11 gram

5-G

: (20)

: 0,061 gram

5-H

: (21)

: 0,031 gram

5-I

: (22)

: 0,018 gram

5-J

: (23-37)

: 0,058 gram

: (111-125) : 0,155 gram

5-K

: (38-56)

: 0,019 gram

12

: (126-152) : 0,238 gram

5-L

: (57-75)

: 0,021 gram

13

: (153-170) : 0,023 gram

5-M

: (76-89)

: 0,003 gram

14

: (171-244) : 0,091 gram

5-N

: (90-104)

: 0,002 gram

5-C

: (105-111) : 0,003 gram

5-D

UIN
Syarif Hidayatullah
Jakarta
: (18-23)
: 0,0873 gram

5-E

: (24-37)

: 0,032 gram

5-F

: (38-75)

: 0,0347 gram

42

9-A

: (1-23)

: 0,686 gram

9-B

: (24-35)

: 0,188 gram

9-C

: (36-67)

: 0,257 gram

9-D

: (68-104)

: 0,897 gram

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

43

Lampiran 8. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B, 5-D, 5-F dan 5-J

B
A

Keterangan :
D. Profil KLT senyawa fraksi fraksi 5-9 (5-B), fraksi 17 (5-D), fraksi 18 (5-F)
dan fraksi 23-37 (5-J) dilihat di atas Lampu UV 254 nm dengan eluen nheksana : etil asetat (9:1).
E. Profil KLT senyawa fraksi 5-B, 5-D, 5-F dan 5-J, dengan eluen n-heksana :
etil asetat (9:1) dan ditambah dengan penampak bercak berupa Pereaksi
Godin; Rf = 0,45.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

44

Lampiran 9. Profil KLT Senyawa Fraksi 5-B

B
A

Keterangan :
A. Profil KLT senyawa fraksi fraksi 5-9 (5-B), dengan eluen n-heksana : etil
asetat (9:1) dan diamati di bawah Lampu UV 254 nm.
B. Profil KLT senyawa fraksi fraksi 5-9 (5-B), dengan eluen n-heksana : etil
asetat (9:1) dan ditambah dengan penampak bercak berupa Pereaksi Godin;
Rf = 0,45.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

45

Lampiran 10. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

46

Lampiran 11. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B H = 0,64 ppm, 0,99
ppm dan 1,25 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

47

Lampiran 12. Spektrum 1H-NMR Senyawa Fraksi 5-B H = 4,93 5,73 ppm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai