Anda di halaman 1dari 9

Reaksi penyabunan atau saponifikasi adalah proses hidrolisis basa kuat seperti KOH dan

NaOH terhadap lemak (lipid). Dimana reaksinya akan menghasilkan gliserol sebagai hasil
sampingan. Dengan reaksi sebagai berikut:
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 +
Gliserol

3 NaOOCR
Na-Stearat (sabun)

(Purba, 2006)
Menurut Keenan (1980), sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk
mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran.
Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu kimia fisika yang mempelajari tentang
kecepatan ataupun laju reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi yang terlibat
didalamnya. Kecepatan reaksi atau laju reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasi
terhadap waktu, jadi tanda negatif hanya menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang bila
waktu bertambah. (Sukardjo, 2002).
Laju reaksi dapat pula digunakan untuk memprediksi kebutuhan bahan pereaksi tiap
satuan waktu dan dapat juga digunakan untuk menghitung kebutuhan energi untuk
produksi hydrogen (Wibowo, 2010). Seiring bertambahnya waktu dalam suatu reaksi,
mka jumlah zat pereaksi akan menjadi produk, dan sebaliknya jumlah zat hasil
reaksi(produk) akan semakin bertambah. Satuan laju reaksi adalah mol/L det atau M det . Menurut Setiaji (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah : 1)

Temperatur , semakin tinggi suhu dalam sistem maka reaksi dalam sistem akan semakin
cepat pula, 2) Katalis, keberadaan katalis dalam suatu reakasi ini akan memperepat
jalannya suatu reaksi dalam sistem tanpa merubah komposisi, 3) Konsentrasi reaktan,
semakin tinggi konsentrasi reaktan maka semakin cepat reaksi yang terjadi, 4) Tekanan,
tekanan yang dimaksud adalah tekanan gas, semakin tinggi tekanan reaktan maka reaksi
akan semakin cepat berlangsung, 5) Luas permukaan, semakin luas permukaan suatu
partikel maka reaksi akan semakin cepat berlangsung.
Selain penentuan laju reaksi, percobaan juga dapat menunjukkan orde suatu reaksi. Orde
reaksi merupakan jumlah pangkat dari faktor konsentrasi dalam hukum laju bentuk
deferensial. Umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tidak sama dengan koefisien dalam
persamaan stoikiometri reaksi (Hiskia, 2003).
Reaksi yang terjadi pada penyabunan etil asetat merupakan salah satu reaksi berorde
dua, meskipun reaksi yang terjadi pada penyabunan etil asetat bukan reaksi sederhana.

Sehingga hukum hukum laju reaksi untuk penyabunan etil asetat dapat dinyatakan
sebagai:

dimana:
a : konsentrasi awal ester dalam mol/liter
b : konsentrasi awal ion OH dalam mol/liter
x : jumlah mol/liter ester atau basa yang telah bereaksi pada waktu t
: tetpan laju reaksi
Apabila dialurkan terhadap waktu (t) akan diperoleh garis lurus dengan arah lereng ,
sehingga dari arah lereng ini memungkinkan perhitungan dari tetapan reaksi . Hubungan
tersebut dapat dilihat pada gambar 1 (Wahyuni, 2013).

Gambar 1. Plot terhadap t


Dalam praktikum ini akan menyelesaikan apa bukti bahwa penyabunan etil asetat oleh
ion hidroksida adalah reaksi orde dua dan berapa tetapan laju reaksi pada penyabunan
etil asetat. Tujuan dari praktikum ini adalah membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil
asetat oleh ion hidroksida adalah reaksi yang berorde dua dan menentukan tetapan laju
reaksi yang terjadi pada saponifikasi etil asetat.

Metode

Pada praktikum penetapan penyabunan etil asetat ini menggunakan alat-alat sebagai
berikut: seperangkat alat titrasi yang berupa buret 50 mL lengkap dengan statif dan
klem, labu ukur 100 mL dan 250 mL dari pyrex, pipet volum 10 mL daripyrex, pipet ukur
1 mL, 5 mL, dan 25 mL dari pyrex, erlenmeyer 100 mL dan 250 mL dari pyrex, corong
kaca, pipet tetes, serta stopwatch. Sedangkan untuk bahan-bahan yang digunakan
dalam praktikum ini adalah HCl p.a produksi dari Merckproduksi dari Merck, etil
asetat p.a, NaOH for syn produksi dari Merck, indikator pp(phenol-ptialin), aquades
serta alkohol.
Langkah awal yang dilakukan pada praktikum penetapan laju reaksi penyabunan etil
asetat adalah alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan disiapkan. Langkah
selanjutnya larutan NaOH 0,10256 M dibuat dengan cara melarutkan 1,0256 gram
kristal NaOH dalam aquades hingga volume menjadi 250 mL.
Langkah berikutnya yaitu dengan membuat larutan etil asetat 0,1 M yaitu dengan cara
larutan etil asetat p.a sebanyak 0,98 mL diencerkan menjadi 100 mL. Untuk membuat
larutan HCl 0,1 M juga sama seperti membuat larutan lainnyan, yaitu dengan
diencerkannya larutan HCl p.a sebanyak 2,07 mL menjadi 250 mL larutan. Kemudian,
larutan 0,10256 M larutan NaOH sebanyak 50 mL dan 0,1 M larutan etil asetat
sebanyak 50 mL didiamkan hingga mencapai temperatur termostat. Untuk langkah
selanjutnya larutan HCl 0,1 M dibagi kedalam 8 erlenmeyer (masing-masing erlenmeyer
sebanyak 20 mL), langkah selanjutnya larutan etil asetat dan NaOH yang telah
termostat dicampur dengan cepat. Pada menit ke-0, 3, 8, 15, 25, 40, dan 65 campuran
diambil(dicuplik) sebanyak 10 mL, selanjutnya cuplikan tersebut dimasukkan kedalam
erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan HCl 0,1 M. Langkah selanjutnya, yaitu
campuran larutan pada menit ke-0, 3, 8, 15, 25, 40, dan 65 yang bereaksi dengan HCl
0,1 M diambil lagi 10 mL dan kemudian dititrasi, titrasi dilakukan secara duplo. Titrasi
dilakukan dengan larutan NaOH 0,10256 M hingga terbentuk warna merah muda yang
tak hilang.
Variabel terikat pada praktikum ini adalah laju reaksi penyabunan etil asetat. Sedangkan
variabel bebas pada praktikum ini adalah konsentrasi reaktan (konsentrasi etil asetat dan
konsentrasi NaOH). Untuk temperatur, tekanan, dan metode praktikum sebagai variabel
kontrol.

Data yang diperoleh berupa berupa volum NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan
HCl sisa reaksi dengan campuran NaOH-etil asetat pada menit tertentu. Dari persamaan
laju, pada tetapa laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dapat diperoleh
hubungan antara terhadap t, kurva linear yang diperoleh dari hubungan tersebut inilah
menunjukkan reaksi orde dua.

Hasil dan pembahasan


Penentuan laju reaksi etil asetat dapat dilakukan dengan metode titrasi atau
konduktometri. Namun pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah titrimetri
atau metode titrasi. Penyabunan etil asetat terjadi antara etil asetat dan NaOH dalam
waktu tertentu dan dalam keadaan yang termostat. Keadaan termostat ini harus
dilakukan karena temperatur merupakan salah satu hal yang mempengaruhi laju reaksi.
Jika suhu dinaikkan maka laju reaksi akan semakin cepat, karena kalor yang diberikan
akan menambah energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya tumbukan antar partikel akan
bertambah besar, dan sebaliknya.
Kemudian campuran etil asetat dan NaOH yang telah termostat ditambahkan HCl,
tujuannya adalah untuk mengetahui banyaknya NaOH yang tersisa dalam proses
saponifikasi tersebut serta memberikan suasana asam. Karena hasil awal dari reaksi
saponifikasi adalah karboksilat. Sehingga penambahan HCl ini mengubah karboksilat
menjadi asam karboksilat. Reaksinya dapat dilahat sebagai berikut:
CH3COOC2H5 + OH CH3COO + C2H5 OH + NaOH sisa reaksi
NaOH sisa reaksi + 2 HCl NaCl + H2O + HCl sisa
Selanjutnya larutan tersebut ditambah dengan PP untuk selanjutnya dititrasi dengan
NaOH. Penambahan indikator PP bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi yaitu titik
dimana mol NaOH sama dengan mol HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan
dari tak berwarna menjadi merah muda yang tak hilang.
HCl sisa + NaOH NaCl + H2O
Dalam praktikum ini diperoleh volum yang diperlukan untuk menitrasi menjadi semakin
bertambah seiring bertambahnya waktu saat terjadinya penyabunan (saponifikasi) etil

asetat. Data volume NaOH 0,010256 M yang diperlukan untuk menitrasi sisa asam
pada penyabunan etil asetat dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Volum NaOH 0,010256 M yang diperlukan untuk titrasi pada t tertentu
Volume NaOH yang diperlukan (mL)
Jenis titer
V rata-rata
V1
V2
HCl blanko
7,00
7,00
7,00
campuran menit ke-0
5,30
5,35
5,325
Campuran menit ke-3
5,65
5,60
5,625
Campuran menit ke-8
5,90
5,90
5,90
Campuran menit ke-15
6,25
6,30
6,275
Campuran menit ke-25
6,50
6,45
6,475
Campuran menit ke-40
6,65
6,70
6,675
Campuran menit ke-65
6,80
6,75
6,775
Pada tabel 1 menunjukkan volum yang digunakan untu menitrasi 10 mL cuplikan yang
diambil dari 30 mL dari larutan campuran dari larutan HCl 20 mL dan larutan etil asetatNaOH 20 mL (pada t tertentu). Data pada tabel 1 harus diubah sehingga dapat
dinyatakan dalam jumlah yang setara untuk campuran awal, yaitu 100 mL.
Jumlah mol NaOH awal telah diketahui, maka jumlah mol NaOH yang bereaksi dengan
etil asetatpun dapat diketahui. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah dalam
bentuk konsentrasi yang dinyatakan dalam satuan mol/L. Oleh karena itu volum data
yang diperoleh dari praktikum (pada tabel 1) harus diubah menjadi molaritas yaitu
dengan membagi jumlah mol NaOH yang bereaksi pada t tertentu pada proses
penyabunan etil asetat. Dapat dilihat pada tabel 2 ini merupakan konsentrasi NaOH yang
telah bereaksi dengan etil-asetat.
Tabel 2. Konsentrasi NaOH yang bereaksi pada t tertentu
Waktu (menit ke-)
[NaOH] yang bereaksi (M)
0
0,0000
3
0,008974
8
0,0174352
15
0,0289737
25
0,0351268
40
0,0412804
65
0,0443572
Perlu kita ketahui bahwa jumlah mol NaOH yang diperlukan untuk titrasi harus
sebanding dengan jumlah mol HCl sisa reaksi. Sisa HCl yang tidak bereaksi dengan
NaOH (dari larutan induk) akan bereaksi dengan NaOH saat dilakukan titrasi. Semakin

lama waktu yang diperlukan untuk pencampuran NaOH dan etil asetat maka HCl yang
sisa semakin banyak, sehingga saat dititrasi diperlukan NaOH lebih banyak untuk
bereaksi dengan HCl sisa tersebut.
Hubungan antara terhadap waktu pencampuran NaOH dengan etil asetat dapat dilihat
pada gambar 2 dengan gradien . Konsentrasi dari NaOH yang bereaksi dengan etil asetat
diperoleh dari hasil pengurangan konsentrasi NaOH mula-mula dengan konsentrasi etil
asetat yang bereaksi. Seperti yang kita ketahui bahwa , maka dengan mengalurkan
plot dapat diketahui.

Gambar 2. Grafik hubungan antara terhadap waktu pencampuran NaOH dengan etil
asetat
Dari gambar diatas dapat diketahui R2 nya sebesar 0,990, dengan gradien 4.10-5. Dari
data tersebut dapat kita ketahui harga tetapan laju reaksi dari penyabunan etil asetat
sebesar 0,03125. Data tersebut dapat menunjukkan bahwa kurva yang diperoleh
kurang linear. Hal tersebut kurang tepat karena mungkin terjadi kesalahan dalam
melakukan praktikum. Kesalahan yang terjadi mungkin disebabkan kurang teliti dalam
pembacaan skala nonius, alat yang digunakan kurang steril, mugkin juga alat yang
digunakan rusak.
Pada reaksi penyabunan etil asetat yang telah dilakukan dalam percobaan ini diperoleh
harga tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat (k) sebesar 0,03125. Dari persamaan ,

maka dapat diketahui laju reaksi dari penyabunan etil asetat. Laju reaksi tersebut dapat
dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
Waktu (detik)

Laju reaksi

8,0938.10-5

180

5,4238.10-5

480

5,4442.10-5

900

1,4657.10-5

1500

7,5078.10-6

2400

2,7247.10-6

3900

1,2207.10-6

Laju reaksi pada penyabunan etil asetat berbanding terbalik dengan waktu. Pada t=0 laju
reaksi pada penyabunan etil asetat berlangsung sangat besar, seiring berjalannya waktu
laju reaksi yang terjadi semakin kecil dalam praktikum ini laju reaksi yang terjadi hampir
mendekati nol.
Pada penentuan orde reaksi penyabunan etil asetat, digunakan kurva untuk membuktikan
orde reaksi yang terjadi. Kurva yang digunakan pada penentuan orde reaksi adalah kurva
yang menunjukkan linearitas yang terbesar. Dapat dilihat pada gambar 3, bahwa pada
kurva pembuktian orde satu diperoleh dengan mengalurkan ln(a-x) sebagai fungsi
waktu.
Pembuktian orde dua dapat dilihat pada gambar 4, pembuktian orde dua ini diperoleh
dengan mengalurkan sebagai fungsi dari waktu. Selanjutnya, untuk pembuktian

orde tiga diperloleh dengan mengalurkan sebagai ungsi dari waktu seperti yang
disakjikan pada gambar 5.

Gambar 3. Pembuktian reeaksi orde satu

Gambar 4. Pembuktian reaksi orde dua

Gambar 5. Pembuktian reaksi orde tiga


Dari ketiga kurva yang disajikan dapat dilihat bahwa pada gambar 4, kurva menunjukkan
linearitas paling tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pada reaksi penyabunan etil asetat
merupakan reaksi pada orde dua.

Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat
adalah reaksi yang berorde dua. Hal ini dibuktikan pada kurva yang diperoleh dari
kurva reaksi sebagai fungsi waktu dan diperoleh harga tetapan laju reaksi dari
penyabunan etil asetat sebesar 0,03125.
Daftar pustaka
Hiskia, Achmad. 2001. Elektrokimia Dan Kinetika Kimia. Bandung: Citra Aditya Sakti.
Keenan, C.W,dkk. 1990. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Purba, Michael. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga
Setiadji, Kartiko. 2011. Laporan Percobaan Kimia. Yogyakarta: SMA 1 Jetis.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Wahyuni, Sri. 2013. Diktat Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Semarang: Jurusan Kimia
FMIPA UNNES.
Wibowo, Agus. 2010. Laju Reaksi Pencampuran Minyak Jarak dan Air Pada Hydrogen

Reformer Menggunakan Pemanas dan Katalis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi 2010. Semarang: FT UNWAHAS Semarang.

Anda mungkin juga menyukai