I. TUJUAN
Dalam percobaan ini akan ditunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion
hidroksida adalah reaksi orde kedua dan akan ditentukan tetapan laju reaksinya dengan cara
titrasi.
Penentuan orde reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dapat ditentukan
dengan cara titrasi atau konduktometri. Pada penentuan ini jalannya reaksi diikuti dengan
cara penentuan konsentrasi ion -OH pada waktu tertentu yaitu dengan mengambil sejumlah
tertentu larutan, kemudian ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung asam berlebih.
Penetralan dari basa dalam campuran reaksi oleh asam akan menghentikan reaksi. Jumlah
basa yang ada dalam campuran reaksi pada saat reaksi dihentikan, dapat diketahui dengan
menitrasi sisa asam oleh larutan standar basa.
1. Etil asetat
2. Larutan HCl 0,02 M
3. Larutan NaOH 0,02 M
4. Larutan asam oksalat 0,01 M
5. Indikator PP
IV. CARA KERJA
1. Pipet sejumlah tertentu etil asetat dan dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian
dilarutkan dengan air 250 mL dengan konsentrasi 0,02 M.
2. Sediakan 250 mL larutan NaOH 0,02 M, 100 mL larutan HCl 0,02 M dan 50 mL larutan
asam oksalat 0,01 M. Lakukan standarisasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat.
3. Pipet masing-masing 50 mL larutan NaOH dan 100 mL larutan etil asetat ke dalam
erlenmeyer. Tempatkan kedua erlenmeyer di atas hotplate dan panaskan kedua larutan
hingga larutan mencapai temperatur 40°C. Sementara itu ke dalam masing-masing
erlenmeyer lainnya dipipet 10 mL larutan HCl 0,02 M.
4. Bila larutan NaOH dan etil asetat telah mencapai temperatur 40 °C, maka larutan etil
asetat dicampur dengan cepat ke dalam larutan NaOH dan dikocok dengan baik.
Jalankan stopwatch pada saat kedua larutan itu bercampur dengan dijaga temperaturnya
(T = 40°C).
5. Selama 15 menit setelah reaksi, dimulai pipet 20 mL dari campuran reaksi dan
dimasukkan masing-masing 10 mL ke dalam 2 erlenmeyer berisi larutan HCl. Aduk
dengan baik dan tambahkan indikator PP ke dalam masing-masing larutan. Segera
titrasi kelebihan HCl dengan larutan standar NaOH 0,02 M.
6. Lakukan pengambilan larutan campuran reaksi seperti prosedur sebelumnya pada menit
ke 30, 45 dan 60 setelah reaksi dimulai, kemudian dilakukan titrasi kembali (masing-
masing campuran reaksi pada masing-masing menit di titrasi secara duplo).
V. PEMBAHASAN
1. Dari hasil pengamatan pada waktu reaksi selesai, tentukan konsentrasi dari larutan etil
asetat dengan teliti.
2. Tentukan harga x, yaitu dengan jumlah mol/L etil asetat dan OH yang bereaksi pada
waktu t.
3. Buatlah tabel yang berisi; waktu, harga (a-x)/(b-x) dan harga ln (a-x)(b-x) atau waktu
dan x/a(a-x) tergantung tugas yang diberikan.
4. Hitung harga K1 rata-rata.
5. Buatlah grafik dengan ln (a-x)/(b-x) sebagai ordinat dan sebagai absis atau x/a(a-x)
sebagai ordinat. Kemudian tentukan harga K1 serta perhatikan satuan yang digunakan.
VI. PERTANYAAN
1. Kenyataan apakah yang membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat ini adalah
reaksi orde kedua?
2. Turunkan satuan-satuan yang digunakan dalam Satuan Internasional untuk hantaran
jenis dan hantaran molar?
3. Apakah akibatnya bila titrasi HCl tidak dapat segera dilakukan? Seandainya titrasi ini
harus ditunda (misalnya sampai seluruh percobaan selesai). Apakah yang harus
dilakukan?
4. Terangkan tiga buah cara untuk menentukan orde dari suatu reaksi kimia?
5. Energi pengaktifan dapat ditentukan secara percobaan. Terangkan prinsipnya dan
tuliskan pula persamaan-persamaan yang diperlukan.
VII. TUGAS PENDAHULUAN
1. Apakah yang dimaksud dengan orde reaksi?
2. Apa perbedaan antara orde reaksi dan kemolekulan reaksi?
3. Apa yang terjadi dalam larutan pada saat pemipetan campuran reaksi ke dalam larutan
HCl (cara titrasi)?
4. Mengapa hantaran larutan berubah selama berlangsungnya reaksi (cara
konduktometri)?
5. Tuliskan satuan untuk K1 dalam percobaan ini?
6. Buat diagram alir dari percobaan ini?
VIII. DAFTAR PUSTAKA
F. Daniel, et.al., Experimental Physical chemistry,7th ed., Mc. Graw Hill, NewYork, hal.
132-135.
I. Tujuan
Menentukan tetapan laju reaksi orde satu dan mempelajari katalisa oleh ion
hidrogen [H+]
V. Pembahasan
Buktikan bahwa laju inversi gula mengikuti hukum laju orde 1 berdasarkan nilai
regresi linear dari grafik antara nilai ln [R]/[R]0 terhadap t serta tentukan nilai
konstanta lajunya dari gradien yang diperoleh.
VI. Pertanyaan
1. Jelaskan prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis dalam mendeteksi fruktosa
dalam larutan!
2. Mengapa reagen seliwanof dapat memberikan warna orage hingga merah pada
fruktosa, jelaskan dengan menyajikan persamaan reaksi yang terjadi!
3. Turunkan persamaan (3) hingga diperoleh persamaan (4) pada bagian landasan
teori!
3. Pustaka
1. F. Daniel, et all., Experimental Phsycal Chemistry, 7th ed Mc. Graw Hill, New
York, hal 132-135.
2. Shoemaker, et ell, Experiments in Phsycal Chemistry. Ed 3. 1974
PENENTUAN UKURAN MOLEKUL BERDASARKAN
VISKOSITAS LARUTAN
I. TUJUAN
Menentukan jari-jari molekul gliserol berdasarkan viskositas larutan.
II. TEORI
Setiap fluida, gas ataupun cairan, memiliki suatu sifat yang dikenal sebagai viskositas, yang
dapat didefinisikan sebagai tahanan yang dilakukan suatu lapisan fluida terhdaap suatu lapisan
lainnya.
Pada aliran laminer, fluida dalam pipa dianggap terdiri atas lapisan molekul-molekul yang
bergerak satu di atas yang lainnya dengan kecepatan yang berbeda- beda. Perbedaan kecepatan
mengalir ini adalah akibat dari viskositas. Profil kecepatan paling tinggi terdapta pada lapisan
dibagian tengah pipa.
Gambar 1.
a. Profil kecepatan pada aliran laminar b. Gradien kecepatan antara dua
lapisan yang berjarak dr
Perhatikan suatu lapisan pada jarak r (dari sumbu pipa) yang bergerak dengan kecepatan
tertentu. Gaya f, yang diperlukan untuk mempertahankan beda kecepatan dc antara lapisan yang
berjarak dr di atasnya, diungkapkan sebagai :
𝑑𝑐
f= 𝜂 𝐴 𝑑𝑟 (1)
dengan A ialah luas penampang pipa dan 𝜂 ialah koefisien viskositas. Berdasarkan persamaan (1),
satuan koefisien viskositas dalam satuan SI adalah Nm-2 detik atau Pa detik, sedangkan satuang
egs adalah dyne cm-2 detik atau poise kebalikan dari koefisien viskositas disebut fluiditas. Φ =
1⁄ yang merupakan ukuran kemudahan mengalir suatu fluida.
η
Salah satu cara untuk menentukan viskositas cairan ialah dengan metode kapiler dari
Poiseuille. Pada metode ini, diukur waktu t, yang diperlukan oleh volume tertentu cairan v, untuk
mengalir melalui pipa kapiler di bawah pengaruh tekanan penggerak P yang tetap. Dalam hal ini
untuk cairan yang mengalir dengan aliran laminar, Persamaan Poeseuille dinyatakan sebagai :
𝜋.𝑅 4 .𝑡
𝜂= (2)
8.𝑉.𝐿
Karena pada metode ini selalu diperhatikan aliran cairan dari m ke n dan menggunakan
viskometer yang sama, maka viskositas suatu cairan dapat ditentukan dengan membandingkan
hasil pengukuran waktu (t), rapat massa (ρ), cairan tersebut terhadap waktu (t0) dan rapat massa
(ρ0), cairan pembanding yang telah diketahui viskositasnya pada suatu pengukuran. Perbandingan
viskositas kedua cairan dapat dinyatakan sebagai:
𝜂 𝑡.𝜌 𝑡.𝜌
𝜂 = atau 𝜂 = 𝜂0 (3)
𝜂0 𝑡0 𝜌0 𝑡0 𝜌0
Dari persamaan (3) viskositas cairan dapat dihitung dengan merujuk pada viskositas cairan
pembanding.
Viskositas cairan adalah fungsi dari ukuran dan permukaan molekul, gaya tarik antara
molekul dan struktur cairan. Persamaan Einstein untuk viskositas larutan homogen yang sangat
encer adalah sebagai berikut :
(4)
Dengan η viskositas larutan dan Φ adalah fraksi volume. Sedangkan η0 adalah viskositas pelarut
murni. Persamaan (4) dapat disederhanakan lagi agar lebih sesuai untuk data eksperimental.
Viskositas Spesifik adalah peningkatan viskositas fraksional terhadap viskositas pelarut murni
yang dirumuskan sebagai berikut :
(5)
Berdasarkan hubungan Eisntein terlihat bahwa viskositas proporsional terhadap fraksi volume zat
terlarut di dalam larutan ideal. Sehingga persamaannya menjadi :
(6)
Dengan Vsolute,m adalah volume molar zat terlarut dan c adalah molaritas larutan. Persamaan (6)
menunjukkan bahwa untuk larutan ideal, plot viskositas spesifik terhadap konsentrasi molar linier,
dimana slope dari persamaan tersebut adalah 2,5 Vsolute,m. Jika molekul zat terlarut dianggap sferis,
radius molekul zat terlarut dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
(7)
III. TUGAS
1. Hitung viskositas larutan dan pelarut murni. Hitung juga nilai viskositas spesifiknya.
2. Buat tabel data nilai konsetrasi, viskositas yang terukur, dan hasil perhitunga viskositas
spesifik.
3. Alurkan viskositas spesifik terhadap konsentrasi.
linier. Tentukan persamaan linier nya, catat nilai slope dan intersep nya.
5. Selanjutnnya, tentukan nilai volume molekul, dan dari data volume molekul tersebut dapat
ditentukan nilai radius molekul gliserol yang dilarutkan dalam metanol.
IV. PERTANYAAN
1. Apakah yang Saudara ketahui tentan Hukum Stokes? Jelaskan dan tuliskan persamaannya.
2. Sebutkan cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan viskositas cairan ! Berikan
penjelasan secara singkat.
V. TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM
1. Manakah yang fluiditasnya lebih besar antara minyak tanah dan minyak kelapa ? jelaskan
secara singkat !
2. Apakah viskositas fluida selalu berkurang bila suhu dinaikan ? jelaskan jawaban saudara !
3. Susunlah format table data pengamata untuk percobaan ini!
VI. PUSTAKA
Chem 446.8, Experimental on Physical Chemistry, University of Delaware
PENETUAN TETAPAN PENGIONAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
I. TUJUAN
Menentukan tetapan pengionan indikator metil merah secara spektrofotometri
II. TEORI
Dalam larutan air, metil merah ditentukan sebagai suatu zwitter ion. Dalam suasana
asam, senyawa ini berupa 1, disingkat HMR, yang berwarna merah dan mempunyai dua
bentuk resonansi. Jika kedalamnya ditambahkan basa, sebuah proton akan hilang dan
terbentuk anion MR- yang berwarna kuning. Keadaan kesetimbangan antara kedua bentuk
metil merah yang berlainan warnanya ini ditunjukan sebagai berikut:
I II
Bentuk asam-HMR (merah) bentuk basa MR- (kuning)
Reaksi pengionan metil merah ini dapat dinyatakan oleh persamaan sederhana:
HMR H+ + MR- (1)
[𝐻+][𝑀𝑅−]
Dengan tetapan pengionan: 𝐾𝑎 = (2)
[𝐻𝑀𝑅]
[𝑀𝑅−]
Yang dapat diubah menjadi : 𝑝𝐾𝑎 = 𝑝𝐻 − log (3)
[𝐻𝑀𝑅]
Harga tetapan kesetimbangan ini dapat dihitung dengan (3) dari pengukuran perbandingan
[𝑀𝑅−]
[𝐻𝑀𝑅]
Pada pH tertentu yang diketahui. Karena kedua bentuk metil merah mengadsorpsi kuat di
daerah tampak 400-800 nm, maka perbandingan [𝑀𝑅−] dapat ditentukan secara
spektrofotometri. [𝐻𝑀𝑅]
Jika I dan I0 berturut-turut adalah intensitas cahaya dengan panjang gelombang tertentu
yang telah melalui larutan dan yang telah melalui pelarut murni, maka absorbansi optic A
didefinisikan oleh Hukum Lambert-Beer.
A= - log I⁄I (4)
0
Dan jika hanya zat terlarut saja yang dapat mengadsorpsi, maka:
A= 𝑎. 𝑏. 𝑐 (5)
Dengan 𝑎 = indeks absorbansi zat terlarut
Gambar 1. Aluran absorbansi terhadap panjang gelombang untuk HMR & MR-
Dalam suasana sangat asam ( seperti dalam HCl ), metil merah dapat dianggap
hanya terdapat dalam bentuk 1 dan sebaliknya pada suasananya sangat basa ( seperti dalam
NaOH), metil merah hanya ditemukan dalam bentuk II.
Untuk mengetahui terpenuhinya hukum Lambert- Beer. Pada percobaan ini, indeks
absorbansi molar HMR pada λ1 (= a.1 HMR) dan pada λ2 ( =a2. HMR ) dan juga indeks
absorbansi molar MR- dan pada λ1 (= a.1 MR-) dan pada λ2 (= a2 MR-) ditentukan pada
berbagai konsentrasi dengan menggunakan persamaan (5). Untuk maksud ini dapat juga
dilakukan dengan memeriksa kelinearan grafik absorbansi A terhadap konsentrasi dan
menentukan nilai-nilai indeks absorbansi kedua spesi tersebut pada λ 1 dan λ2 (berapa buah
grafik yang harus dibuat ). Kemudian komposisi campuran HMR dan MR - pada suatu pH
tertentu dihitung dengan menggunakan persamaan (7) dan (8) berdasarkan hasil
pengukuran absorbansi larutan A1 dan A2, berturut – turut pada λ1 dan λ2 dengan tebal sel 1
cm (b=1).
BAHAN
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah metil merah,
Natrium Asetat, Asam Klorida, Etanol 95%, aqua d.m, Natrium hidroksida, asam asetat.
VI. PERTANYAAN
1. Gambarkan secara sistematik: spektrofotometer sinar tampak, UV dan IR. Apakah
sumber cahaya pada ketiga spektrofotometer tersebut?
2. Selain cara spektrofotometri, metode apa saja yang dapat digunakan untuk
menentukan tetapan kesetimbangan reaksi kimia?
3. Turunkan hubungan antara tetapan kesetimbangan dengan suhu T.