Anda di halaman 1dari 19

PENENTUAN ORDE REAKSI DAN TETAPAN LAJU

I. TUJUAN

Dalam percobaan ini akan ditunjukkan bahwa reaksi penyabunan etil asetat oleh ion
hidroksida adalah reaksi orde kedua dan akan ditentukan tetapan laju reaksinya dengan cara
titrasi.

II. LATAR BELAKANG TEORI

Penentuan orde reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dapat ditentukan
dengan cara titrasi atau konduktometri. Pada penentuan ini jalannya reaksi diikuti dengan
cara penentuan konsentrasi ion -OH pada waktu tertentu yaitu dengan mengambil sejumlah
tertentu larutan, kemudian ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung asam berlebih.
Penetralan dari basa dalam campuran reaksi oleh asam akan menghentikan reaksi. Jumlah
basa yang ada dalam campuran reaksi pada saat reaksi dihentikan, dapat diketahui dengan
menitrasi sisa asam oleh larutan standar basa.

III. ALAT DAN BAHAN

Adapun alat-alat yang digunakan antara lain:

1. Buret dan klem


2. Erlenmeyer 250 mL
3. Termometer 100°C
4. Pipet ukur 1 mL,10 mL,25 mL
5. Labu ukur 250 mL

Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain:

1. Etil asetat
2. Larutan HCl 0,02 M
3. Larutan NaOH 0,02 M
4. Larutan asam oksalat 0,01 M
5. Indikator PP
IV. CARA KERJA
1. Pipet sejumlah tertentu etil asetat dan dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian
dilarutkan dengan air 250 mL dengan konsentrasi 0,02 M.
2. Sediakan 250 mL larutan NaOH 0,02 M, 100 mL larutan HCl 0,02 M dan 50 mL larutan
asam oksalat 0,01 M. Lakukan standarisasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat.
3. Pipet masing-masing 50 mL larutan NaOH dan 100 mL larutan etil asetat ke dalam
erlenmeyer. Tempatkan kedua erlenmeyer di atas hotplate dan panaskan kedua larutan
hingga larutan mencapai temperatur 40°C. Sementara itu ke dalam masing-masing
erlenmeyer lainnya dipipet 10 mL larutan HCl 0,02 M.
4. Bila larutan NaOH dan etil asetat telah mencapai temperatur 40 °C, maka larutan etil
asetat dicampur dengan cepat ke dalam larutan NaOH dan dikocok dengan baik.
Jalankan stopwatch pada saat kedua larutan itu bercampur dengan dijaga temperaturnya
(T = 40°C).
5. Selama 15 menit setelah reaksi, dimulai pipet 20 mL dari campuran reaksi dan
dimasukkan masing-masing 10 mL ke dalam 2 erlenmeyer berisi larutan HCl. Aduk
dengan baik dan tambahkan indikator PP ke dalam masing-masing larutan. Segera
titrasi kelebihan HCl dengan larutan standar NaOH 0,02 M.
6. Lakukan pengambilan larutan campuran reaksi seperti prosedur sebelumnya pada menit
ke 30, 45 dan 60 setelah reaksi dimulai, kemudian dilakukan titrasi kembali (masing-
masing campuran reaksi pada masing-masing menit di titrasi secara duplo).
V. PEMBAHASAN
1. Dari hasil pengamatan pada waktu reaksi selesai, tentukan konsentrasi dari larutan etil
asetat dengan teliti.
2. Tentukan harga x, yaitu dengan jumlah mol/L etil asetat dan OH yang bereaksi pada
waktu t.
3. Buatlah tabel yang berisi; waktu, harga (a-x)/(b-x) dan harga ln (a-x)(b-x) atau waktu
dan x/a(a-x) tergantung tugas yang diberikan.
4. Hitung harga K1 rata-rata.
5. Buatlah grafik dengan ln (a-x)/(b-x) sebagai ordinat dan sebagai absis atau x/a(a-x)
sebagai ordinat. Kemudian tentukan harga K1 serta perhatikan satuan yang digunakan.
VI. PERTANYAAN
1. Kenyataan apakah yang membuktikan bahwa reaksi penyabunan etil asetat ini adalah
reaksi orde kedua?
2. Turunkan satuan-satuan yang digunakan dalam Satuan Internasional untuk hantaran
jenis dan hantaran molar?
3. Apakah akibatnya bila titrasi HCl tidak dapat segera dilakukan? Seandainya titrasi ini
harus ditunda (misalnya sampai seluruh percobaan selesai). Apakah yang harus
dilakukan?
4. Terangkan tiga buah cara untuk menentukan orde dari suatu reaksi kimia?
5. Energi pengaktifan dapat ditentukan secara percobaan. Terangkan prinsipnya dan
tuliskan pula persamaan-persamaan yang diperlukan.
VII. TUGAS PENDAHULUAN
1. Apakah yang dimaksud dengan orde reaksi?
2. Apa perbedaan antara orde reaksi dan kemolekulan reaksi?
3. Apa yang terjadi dalam larutan pada saat pemipetan campuran reaksi ke dalam larutan
HCl (cara titrasi)?
4. Mengapa hantaran larutan berubah selama berlangsungnya reaksi (cara
konduktometri)?
5. Tuliskan satuan untuk K1 dalam percobaan ini?
6. Buat diagram alir dari percobaan ini?
VIII. DAFTAR PUSTAKA

F. Daniel, et.al., Experimental Physical chemistry,7th ed., Mc. Graw Hill, NewYork, hal.
132-135.

Shoemaker, et.al., Experiments in Physical Chemistry. Ed 3.1974.


LAJU INVERSI GULA

I. Tujuan
Menentukan tetapan laju reaksi orde satu dan mempelajari katalisa oleh ion
hidrogen [H+]

II. Landasan Teori


Dalam kinetika kimia, laju reaksi didefinisikan sebagai laju pengurangan
konsentrasi zat pereaksi (reaktan) atau sebagai laju pertambahan konsentrasi zat
hasil reaksi (produk). Laju reaksi berbanding lurus dengan perkalian konsentrasi
konsentrasi reaktan masing masing berpangkatkan suatu bilangan bulat yang
disebut dengan orde reaksi. Laju reaksi orde satu menunjukkan bahwa laju reaksi
hanya dipengaruhi oleh konsentrasi salah satu reaktan saja, walaupun dalam reaksi
tersebut terdapat dua atau lebih reaktan. Hukum lajunya dapat dituliskan sebagai
berikut:
v = k[R] ..................................................................................................... (1)
v = -d[R]/dt ................................................................................................ (2)
k[R] = -d[R]/dt .......................................................................................... (3)
Penyelesaian persamaan (3) dapat dituliskan sebagai berikut:
ln [R]/[R]0 = -kt.........................................................................................(4)
dimana v adalah laju reaksi (M/s), k adalah konstanta laju reaksi orde 1 (s-1), t
adalah waktu (s), [R]0 adalah konsentrasi awal reaktan (M), dan [R] adalah
konsentrasi reaktan pada waktu t (M). Dengan mengalurkan grafik linear antara ln
[R]/[R]0 terhadap t, maka akan diperoleh nilai k dari -gradien (kemiringan grafik).
Salah satu contoh reaksi yang mengikuti hukum laju reaksi orde satu adalah
reaksi inversi gula, yaitu reaksi hidrolisa sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.
Inversi gula ini terjadi saat sukrosa dihidrolisa dengan bantuan katalis asam (H+).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Jalannya reaksi setiap waktu dapat diamati dengan menambahkan reagen


seliwanof, reagen yang dapat memberikan warna orange hingga merah pada gula
ketosa seperti fruktosa. Intensitas warna berbading lurus dengan konsentrasi
fruktosa yang terbentuk yang dapat diukur melalui peralatan spektrofotometer
UV/Vis.

III. Alat dan Bahan


Adapun peralatan yang digunakan antara lain sebagai berikut:
Spektrofotometer UV/Vis Labu Erlenmeyer 250 mL
Pipet volume 10 mL, 2 mL Stopwatch
Gelas ukur Labu ukur 10, 25, dan 50 mL
Tabung reaksi dan rak Hotplate
Pipet tetes Gelas beaker

Adapun bahan kimia yang digunakan antara lain sebagai berikut:


Sukrosa NaOH 4 M akuades (H2O)
HCl 4 M fruktosa reagen Seliwanof

IV. Cara kerja


1. Buat larutan stok fruktosa 50 %b/v dengan menimbang sebanyak 12,5 gram
fruktosa dan dilarutkan dalam sedikit akuades di dalam gelas beaker.
Masukkan larutan stok fruktosa 50%b/v ke dalam labu ukur 25 mL dan
tambahkan akuades hingga tanda batas. Selanjutnya buat masing- masing 10
mL larutan fruktosa dengan variasi konsentrasi 50; 30; 20; 10; 4; dan 2 %b/v
melalui pengenceran larutan stok. Pada pengenceran larutan stock
ditambahkan 0,5 mL reagen seliwanoff, kemudian ditambahkan akuades
hingga tanda batas labu ukur. Larutan fruktosa dengan berbagai variasi dipipet
sebanyak 3 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan
dalam penangas pada temperatur 60-70oC selama 20 menit. Tentukan panjang
gelombang maksimum dengan mengukur larutan standar 20%b/v
menggunakan spektrofotometer UV- Vis. Tentukan pula absorbansi masing-
masing larutan standar yang lain pada panjang gelombang maksimum yang
diperoleh. Alurkan grafik antara konsentrasi fruktosa dan absorbansi masing-
masing pada panjang gelombang maksimum.
2. Timbang sebanyak 50 gram sukrosa, dilarutkan dalam sedikit akuades dan
dipindahkan kedalam labu ukur 50 mL, ditambahkan akuades hingga tanda
batas. Masukkan 50 mL larutan sukrosa kedalam erlenmeyer 250 mL,
tambahkan 50 mL larutan HCl 4 M, dan 5 mL reagen seliwanoff, diaduk
dengan magnetic stirrer pada temperatur kamar dengan variasi waktu 0, 30,60,
90 dan 120 menit. Diambil cuplikan sebanyak 10 mL masing-masing setelah
pada variasi waktu, dimasukkan dalam tabung reaksi. Setiap kali diambil,
cuplikan dipanaskan dalam penangas pada temperatur 60-70˚C selama 5
menit. Cuplikan ditambahkan 5 mL NaOH, dan diaduk hingga homogen.
Masing-masing cuplikan diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum yang sesuai dengan larutan standar fruktosa 20%b/v.

V. Pembahasan
Buktikan bahwa laju inversi gula mengikuti hukum laju orde 1 berdasarkan nilai
regresi linear dari grafik antara nilai ln [R]/[R]0 terhadap t serta tentukan nilai
konstanta lajunya dari gradien yang diperoleh.

VI. Pertanyaan
1. Jelaskan prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis dalam mendeteksi fruktosa
dalam larutan!

2. Mengapa reagen seliwanof dapat memberikan warna orage hingga merah pada
fruktosa, jelaskan dengan menyajikan persamaan reaksi yang terjadi!

3. Turunkan persamaan (3) hingga diperoleh persamaan (4) pada bagian landasan
teori!

VII. Tugas pendahuluan


1. Terangkan dengan singkat istilah-istilah berikut tentang:
a. Gula invert
b. Gula aldose dan gula ketosa
c. Laju reaksi orde 1
d. Hidrolisis
2. Jelaskan hukum Lambert-Beer! Gambarkan kurva yang memenuhi syarat
hukum Lambert-Beer!

3. Pustaka
1. F. Daniel, et all., Experimental Phsycal Chemistry, 7th ed Mc. Graw Hill, New
York, hal 132-135.
2. Shoemaker, et ell, Experiments in Phsycal Chemistry. Ed 3. 1974
PENENTUAN UKURAN MOLEKUL BERDASARKAN
VISKOSITAS LARUTAN
I. TUJUAN
Menentukan jari-jari molekul gliserol berdasarkan viskositas larutan.

II. TEORI
Setiap fluida, gas ataupun cairan, memiliki suatu sifat yang dikenal sebagai viskositas, yang
dapat didefinisikan sebagai tahanan yang dilakukan suatu lapisan fluida terhdaap suatu lapisan
lainnya.

Pada aliran laminer, fluida dalam pipa dianggap terdiri atas lapisan molekul-molekul yang
bergerak satu di atas yang lainnya dengan kecepatan yang berbeda- beda. Perbedaan kecepatan
mengalir ini adalah akibat dari viskositas. Profil kecepatan paling tinggi terdapta pada lapisan
dibagian tengah pipa.

Gambar 1.
a. Profil kecepatan pada aliran laminar b. Gradien kecepatan antara dua
lapisan yang berjarak dr
Perhatikan suatu lapisan pada jarak r (dari sumbu pipa) yang bergerak dengan kecepatan
tertentu. Gaya f, yang diperlukan untuk mempertahankan beda kecepatan dc antara lapisan yang
berjarak dr di atasnya, diungkapkan sebagai :
𝑑𝑐
f= 𝜂 𝐴 𝑑𝑟 (1)

dengan A ialah luas penampang pipa dan 𝜂 ialah koefisien viskositas. Berdasarkan persamaan (1),
satuan koefisien viskositas dalam satuan SI adalah Nm-2 detik atau Pa detik, sedangkan satuang
egs adalah dyne cm-2 detik atau poise kebalikan dari koefisien viskositas disebut fluiditas. Φ =
1⁄ yang merupakan ukuran kemudahan mengalir suatu fluida.
η
Salah satu cara untuk menentukan viskositas cairan ialah dengan metode kapiler dari
Poiseuille. Pada metode ini, diukur waktu t, yang diperlukan oleh volume tertentu cairan v, untuk
mengalir melalui pipa kapiler di bawah pengaruh tekanan penggerak P yang tetap. Dalam hal ini
untuk cairan yang mengalir dengan aliran laminar, Persamaan Poeseuille dinyatakan sebagai :
𝜋.𝑅 4 .𝑡
𝜂= (2)
8.𝑉.𝐿

Dengn R dan L masing-masing ialah jari-jari dan panjang pipa kapiler.


Metode Oswald merupakan suatu variasi dari metoda Poiseuille. Prinsip dari metode ini
dapat dipelajari dari gambar (2). Sejumlah tertentu cairan dimasukan ke dalam A, kemudian
dengan cara menghisap dan meniup cairan dibawa ke B, sampai melewati garis m. selanjutnya
cairan dibiarkan mengalir secara bebas dan diukur waktu yang diperlukan untukmengalir dari grais
m ke n. Pada proses pengaliran melalui kapiler C, tekanan penggerak tidak tetap dan pada setiap
saat sama dengan h.g.ρ dengan

h= beda tinggi permukaan cairan pada kedua reservoir alat


g= percepatan gravitasi
ρ= rapat massa cairan

Gambar 2. Viskometer Oswald

Karena pada metode ini selalu diperhatikan aliran cairan dari m ke n dan menggunakan
viskometer yang sama, maka viskositas suatu cairan dapat ditentukan dengan membandingkan
hasil pengukuran waktu (t), rapat massa (ρ), cairan tersebut terhadap waktu (t0) dan rapat massa
(ρ0), cairan pembanding yang telah diketahui viskositasnya pada suatu pengukuran. Perbandingan
viskositas kedua cairan dapat dinyatakan sebagai:
𝜂 𝑡.𝜌 𝑡.𝜌
𝜂 = atau 𝜂 = 𝜂0 (3)
𝜂0 𝑡0 𝜌0 𝑡0 𝜌0

Dari persamaan (3) viskositas cairan dapat dihitung dengan merujuk pada viskositas cairan
pembanding.

Viskositas cairan adalah fungsi dari ukuran dan permukaan molekul, gaya tarik antara
molekul dan struktur cairan. Persamaan Einstein untuk viskositas larutan homogen yang sangat
encer adalah sebagai berikut :
(4)

Dengan η viskositas larutan dan Φ adalah fraksi volume. Sedangkan η0 adalah viskositas pelarut
murni. Persamaan (4) dapat disederhanakan lagi agar lebih sesuai untuk data eksperimental.
Viskositas Spesifik adalah peningkatan viskositas fraksional terhadap viskositas pelarut murni
yang dirumuskan sebagai berikut :

(5)

Berdasarkan hubungan Eisntein terlihat bahwa viskositas proporsional terhadap fraksi volume zat
terlarut di dalam larutan ideal. Sehingga persamaannya menjadi :

(6)

Dengan Vsolute,m adalah volume molar zat terlarut dan c adalah molaritas larutan. Persamaan (6)
menunjukkan bahwa untuk larutan ideal, plot viskositas spesifik terhadap konsentrasi molar linier,
dimana slope dari persamaan tersebut adalah 2,5 Vsolute,m. Jika molekul zat terlarut dianggap sferis,
radius molekul zat terlarut dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

(7)

Dengan r adalah radius molekul “sferis” dan N0 adalah bilangan Avogadro.

III. PERALATAN DAN BAHAN


 Peralatan
 Gelas Beaker 2 buah
 Gelas ukur 1 buah
 Labu Erlenmeyer 1 buah
 Labu ukur 25 ml 7 buah
 Labu ukur 50 ml 1 buah
 Batang pengaduk 1 buah
 Spatula 1 buah
 Bulb 1 buah
 Pipet ukur 10 ml 1 buah
 Pipet ukur 5 ml 1 buah
 Penjepit klem dan statif 1 set
 Piknometer 10 ml 2 buah
 Viskometer Ostwald 1 buah
 Botol semprot 1 buah
 Bahan
 Akuades
 Metanol
 Gliserol

IV. CARA KERJA


1. Siapkan peralatan praktikum. Pastikan semua peralatan dalam keadaan bersih.
2. Letakkan viskometer Ostwald pada penjepit klem dalam posisi vertikal.
3. Buat larutan stok dengan melarutkan 20 ml gliserol menggunakan metanol dalam labu
ukur 50 ml. Larutkan hingga benar-benar homogen dengan pengocokan perlahan.
Hindari terbentuknya gelembung udara pada larutan setelah dikocok.
4. Encerkan larutan stok dalam 7 variasi konsentrasi dalam masing-masing labu ukur 25 ml
(1:24, 2:23, 3:22, 4:21, 5:20, 6:19 dan 7:18).
5. Ambil sejumlah tertentu (10-15 ml) larutan ke dalam reservoir A, kira-kira mengisi
setengah bagian dari reservoir A.
6. Bawa larutan menuju reservoir C menggunakan bulb atau berada di atas garis m,
kemudian lepaskan bulb dan biarkan larutan mengalir dengan bebas dari garis m ke garis
n. Catat waktu yang diperlukan untuk larutan mengalir dari garis m ke garis n
menggunakan stopwatch.
7. Timbang piknometer kosong beserta tutupnya menggunakan neraca analitik, catat massa
yang ditampilkan. Kemudian tuangkan larutan dari viskometer ke dalam pinometer dan
tutup piknometer dengan perlahan. Timbang piknometer berisi larutan menggunakan
neraca analitik, catat massa yang ditampilkan.
8. Lakukan langkah kerja no.5-7 pada seluruh variasi konsentrasi.
9. Pengukuran viskositas dan massa jenis metanol serta akuades dilakukan mengikuti
langkah kerja no.5-7. Pengukuran bertujuan untuk memperoleh nilai viskositas pelarut
metanol yang kemudian digunakan dalam perhitungan viskositas larutan gliserol.

III. TUGAS
1. Hitung viskositas larutan dan pelarut murni. Hitung juga nilai viskositas spesifiknya.
2. Buat tabel data nilai konsetrasi, viskositas yang terukur, dan hasil perhitunga viskositas
spesifik.
3. Alurkan viskositas spesifik terhadap konsentrasi.

4. Alurkan terhadap konsentrasi. Plot ini menghasilkan grafik yang

linier. Tentukan persamaan linier nya, catat nilai slope dan intersep nya.
5. Selanjutnnya, tentukan nilai volume molekul, dan dari data volume molekul tersebut dapat
ditentukan nilai radius molekul gliserol yang dilarutkan dalam metanol.
IV. PERTANYAAN
1. Apakah yang Saudara ketahui tentan Hukum Stokes? Jelaskan dan tuliskan persamaannya.
2. Sebutkan cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan viskositas cairan ! Berikan
penjelasan secara singkat.
V. TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM
1. Manakah yang fluiditasnya lebih besar antara minyak tanah dan minyak kelapa ? jelaskan
secara singkat !
2. Apakah viskositas fluida selalu berkurang bila suhu dinaikan ? jelaskan jawaban saudara !
3. Susunlah format table data pengamata untuk percobaan ini!

VI. PUSTAKA
Chem 446.8, Experimental on Physical Chemistry, University of Delaware
PENETUAN TETAPAN PENGIONAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

I. TUJUAN
Menentukan tetapan pengionan indikator metil merah secara spektrofotometri

II. TEORI
Dalam larutan air, metil merah ditentukan sebagai suatu zwitter ion. Dalam suasana
asam, senyawa ini berupa 1, disingkat HMR, yang berwarna merah dan mempunyai dua
bentuk resonansi. Jika kedalamnya ditambahkan basa, sebuah proton akan hilang dan
terbentuk anion MR- yang berwarna kuning. Keadaan kesetimbangan antara kedua bentuk
metil merah yang berlainan warnanya ini ditunjukan sebagai berikut:
I II
Bentuk asam-HMR (merah) bentuk basa MR- (kuning)

Reaksi pengionan metil merah ini dapat dinyatakan oleh persamaan sederhana:
HMR H+ + MR- (1)
[𝐻+][𝑀𝑅−]
Dengan tetapan pengionan: 𝐾𝑎 = (2)
[𝐻𝑀𝑅]
[𝑀𝑅−]
Yang dapat diubah menjadi : 𝑝𝐾𝑎 = 𝑝𝐻 − log (3)
[𝐻𝑀𝑅]
Harga tetapan kesetimbangan ini dapat dihitung dengan (3) dari pengukuran perbandingan
[𝑀𝑅−]
[𝐻𝑀𝑅]
Pada pH tertentu yang diketahui. Karena kedua bentuk metil merah mengadsorpsi kuat di
daerah tampak 400-800 nm, maka perbandingan [𝑀𝑅−] dapat ditentukan secara
spektrofotometri. [𝐻𝑀𝑅]

Jika I dan I0 berturut-turut adalah intensitas cahaya dengan panjang gelombang tertentu
yang telah melalui larutan dan yang telah melalui pelarut murni, maka absorbansi optic A
didefinisikan oleh Hukum Lambert-Beer.
A= - log I⁄I (4)
0
Dan jika hanya zat terlarut saja yang dapat mengadsorpsi, maka:
A= 𝑎. 𝑏. 𝑐 (5)
Dengan 𝑎 = indeks absorbansi zat terlarut

𝑏 = panjang/ tebal larutan yang dilewati cahaya


𝑐 = konsentrasi zat terlarut
Nilai 𝑎 bergantung pada panjang gelombang cahaya, suhu dan jenis pelarut. Pada
daerah berlakunya hukum Lambert- Beer, aturan A terhadap konsentrasi zat terlarut berupa
garis lurus. Jika dalam larutan terdapat lebih dari satu zat terlarut dan masing-masing zat
dapat mengadsorpsi cahaya secara bebas, maka absorbansi campuran ini bersifat aditif,
yaitu jumlah total serapan dari spesi- spesi zat terlarut.
A=∑ 𝐴1 = ∑ 𝑎1. 𝑏. 𝑐1 (6)
Pada percobaan ini pertama sekali harus ditentukan spectrum absorpsi metil merah
bentuk I ( dalam larutan asam) dan bentuk II ( dalam larutan basa). Kemudian dipilih dua
panjang gelombang maksimum yaitu λ1 dan λ2. Pada λ1, bentuk asam (HMR) mengadsorpsi
jauh lebih kuat dari pada bentuk basanya, MR-. Secara ideal, aluran absorbansi terhadap
panjang gelombang dapat digambarkan seperti pada gambar 1, yang memperlihatkan
puncak-puncak serapan pada λ1 dan λ2.

Gambar 1. Aluran absorbansi terhadap panjang gelombang untuk HMR & MR-

Dalam suasana sangat asam ( seperti dalam HCl ), metil merah dapat dianggap
hanya terdapat dalam bentuk 1 dan sebaliknya pada suasananya sangat basa ( seperti dalam
NaOH), metil merah hanya ditemukan dalam bentuk II.

Untuk mengetahui terpenuhinya hukum Lambert- Beer. Pada percobaan ini, indeks
absorbansi molar HMR pada λ1 (= a.1 HMR) dan pada λ2 ( =a2. HMR ) dan juga indeks
absorbansi molar MR- dan pada λ1 (= a.1 MR-) dan pada λ2 (= a2 MR-) ditentukan pada
berbagai konsentrasi dengan menggunakan persamaan (5). Untuk maksud ini dapat juga
dilakukan dengan memeriksa kelinearan grafik absorbansi A terhadap konsentrasi dan
menentukan nilai-nilai indeks absorbansi kedua spesi tersebut pada λ 1 dan λ2 (berapa buah
grafik yang harus dibuat ). Kemudian komposisi campuran HMR dan MR - pada suatu pH
tertentu dihitung dengan menggunakan persamaan (7) dan (8) berdasarkan hasil
pengukuran absorbansi larutan A1 dan A2, berturut – turut pada λ1 dan λ2 dengan tebal sel 1
cm (b=1).

A1= a.1.1 HMR [HMR] + a1.MR-[MR-] (7)


A2= a.2.1 HMR [HMR] + a2.MR-[MR-] (8)
III. ALAT dan BAHAN
ALAT

Adapun alat-alat yang digunakan yaitu spektrofotometer (spektronic-20), Ph meter,


labu ukur 100 mL, labu ukur 250 mL, batang pengaduk, spatula, gelas beaker 100 mL,
bulb, erlenmeyer, pipet ukur 10 ml, 2 ml dan 50 ml.

BAHAN

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah metil merah,
Natrium Asetat, Asam Klorida, Etanol 95%, aqua d.m, Natrium hidroksida, asam asetat.

IV. Cara Kerja


1. Pembuatan larutan baku metil merah 0,5 gram Kristal metil merah dilarutkan dalam
300 ml etanol 95% kemudian diencerkan hingga tepat 500 ml dengan aqua d.m.
2. Pembuatan larutan standar metil merah 10 ml larutan persediaan ditambahkan kedalam
50 ml etanol 95% dalam labu ukur 100 ml, diencerkan hingga 100 ml.
3. Spektrum absorpsi bentuk asam, HMR ditentukan dalam larutan HCl. 5 ml larutan
standar + 10 ml 0,1 M HCl dan diencerkan hingga tepat 100 ml.
4. Spektrum absorpsi bentuk basa MR- ditentukan dalam larutan NaOH. 10 ml larutan
standar + 25 ml 0,04 M NaOH dan diencerkan hingga 100 ml.
5. Untuk kedua larutan asam dan basa di atas, ditentukan absorbansinya pada berbagai
panjang gelombang mulai 400-500 nm. Untuk memudahkannya. Sebagai sel
pembanding, gunakan aqua d.m. Buat kurva A terhadap λ dan dipilih λ1 dan λ2 yang
sesuai (tepat) untuk menganalisis campuran bentuk asam dan bentuk basa.
6. Untuk menguji terpenuhinya hukum Lambert-Beer dan menentukan harga-harga
indeks absorbansi molar HMR dan MR- pada λ1 dan λ2, amati absorbansi λ1 dan λ2,
untuk berbagai konsentrasi metil merah dalam larutan asam dan basa. Berbagai
konsentrasi larutan dapat diperoleh secara pengenceran dengan menggunakan larutan
0,1 N HCl atau 0,04 N NaOH (pengenceran 2x, 4x,8x) dengan demikian mediumnya
akan tetap.
7. Untuk menentukan tetapan kesetimbangan ionisasi, dibuat tiga larutan sebagai berikut
yang terdiri dari 5 ml larutan standar + 25 ml larutan 0,04 M Na- asetat( CH3COONa),
kemudian volumenya dijadikan tepat 100 ml, dengan menambahkan:
a. 0,01 M Asam Asetat
b. 0,05 M Asam Asetat
c. 0,10 M Asam Asetat
8. Tentukan absorbansi dan pH larutan-larutan pada hasil pengerjaan 7
V. TUGAS
1. Buatlah spectrum absorbansi asam dan bentuk basa indikator metil merah. Tentukan
indeks absorbansi molar bentuk asam dan bentuk basa metil merah pada λ1 dan λ2 dari
percobaan yang telah dilakukan.
2. Tujukan berlakunya hukum Lambert-Beer pada percobaan yang telah dilakukan.
3. Tentukan konsentrasi masing-masing spesi metil merah dengan menggunakan
persamaan (7) dan (8).

]
4. Gambarkan kurva log [𝑀𝑅 terhadap Ph
[𝐻𝑀𝑅]
5. Hitung nilai pKa dan Ka metil merah dengan persamaan (3) dan grafik.

VI. PERTANYAAN
1. Gambarkan secara sistematik: spektrofotometer sinar tampak, UV dan IR. Apakah
sumber cahaya pada ketiga spektrofotometer tersebut?
2. Selain cara spektrofotometri, metode apa saja yang dapat digunakan untuk
menentukan tetapan kesetimbangan reaksi kimia?
3. Turunkan hubungan antara tetapan kesetimbangan dengan suhu T.

VII. TUGAS SEBELUM PRAKTIKUM


1. Hitung pH yang dibuat dengan mencampurkan:
a. 25 ml 0,04 M natrium asetat + 75 ml 0,01 M asam asetat
b. 25 ml 0,04 M natrium asetat + 75 ml 0,05 M asam asetat
c. 25 ml 0,04 M natarium asetat + 75 ml 0,10 M asam asetat
2. Apakah pengertian dari zwitter ion, spectrum, spectrum absorbs dan spectrum emisi? berikan
contohnya!
3. Mengapa pada analisis kuantitatif secara spektrofotometri yang menggunakan
persamaan “ Lambert-Beer” harus dipilih pengamatan pada λ yang maksimum ?

Anda mungkin juga menyukai