Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II


Penentuan Orde Reaksi dan Tetapan Laju Reaksi

Disusun oleh:

Kelompok 3

Hannit Levi Piliang (1217040029)

Ilham Maulana Syahidan (1217040031)

Mutiara Sani Gunawan (1217040044)

Tanggal Percobaan: 14 Mei 2023

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
I. TUJUAN
1. Mengidentifikasi reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida.
2. Menentukan tetapan laju reaksi penyabunan etil asetat oleh ion hidroksida dengan cara
titrasi.
3. Mengidentifikasi apakah orde rekasi pada percobaan merupakan orde reaksi kedua.
4. Menentukan nilai x dari jumlah mol/liter etil asetat atau ion OH- yang bereaksi dari waktu
tertentu.

II. DASAR TEORI

Laju reaksi adalah perbandingan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap
perubahan waktu. Laju reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑉 = 𝐾[𝐴]𝑥 . [𝐵]𝑦

Laju reaksi terukur, seringkali sebanding dengan konsentrasi reaktan suatu perangkat.
Contohnya, mungkin saja laju reaksi itu sebanding dengan konsentrasi dua reaktan A dan B,
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑉 = 𝐾[𝐴]𝑥 . [𝐵]𝑦

Koefisien K disebut konstanta laju, yang tidak bergantung pada konsentrasi tetapi
bergantung pada temperatur. Persamaan sejenis ini ditentukan secara eksperimen disebut
hukum laju reaksi. Secara formal hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi
dan sebagai fungsi dari semua spesies yang ada termasuk produknya.

Hukum laju reaksi mempunyai dua penerapan yang utama. Penerapan praktisnya setelah
kita mengetahui hukum laju reaksi dan konstanta laju reaksi, kita dapat meramalkan laju reaksi
dari komposisi campuran. Penerapan teoritis pada laju ini adalah hukum laju merupakan
pemandu untuk mekanisme reaksi, Setiap mekanisme yang diajukan harus konsisten dengan
hukum laju yang diamati.

Pada kelajuan reaksi ternyata suhu juga berpengaruh, suhu juga hampir menaikkan
kelajuan dari setiap reaksi. Sebaliknya penurunan dalam suhu akan menurunkan kelajuan, dan
ini tidak bergantung apakah reaksi eksotermis dan endotermis. Perubahan kelajuan terhadap
suhu dinyatakan oleh suatu perubahan dalam tetapan kelajuan yang spesifik K.

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud
memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak
mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan
dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi : Dalam berbagai reaksi kimia kita sering
dapati reaksi berjalan sangat cepat dan adapula yang berjalan sangat lambat. Keadaan demikian
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor, yaitu:

1. Konsentrasi
Jika konsentrasi suatu zat semakin besar maka laju reaksinya semakin besar pula,
dan sebaliknya jika konsentrasi semakin kecil maka laju reaksinya semakin kecil pula.
Untuk beberapa reaksi. laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan matematik yang
dikenal dengan hukum laju reaksi atau persamaan laju reaksi. Pangkat pangkat dalam
persamaan laju reaksi dinamakan orde reaksi. Menentukan orde reaksi dalam suatu reaksi
kimia pada prinsipnya menetukan pengaruh seberapa besar perubahaan konsentrasi laju
reaksi terhadap konsentrasi pereaksi.
2. Luas Permukaan
Reaksi yang berlangsung dalam sistem homogen sangat berbeda dengan reaksi
yang berlangsung dengan heterogen. Pada reaksi homogen campuran zatnya bercampur
seluruhnya. Hal ini dapat mempercepat berlangsungnya reaksi kimia, karena molekul-
molekul ini dapat bersentuhan satu sama yang lainnya. Dalam sistem heterogen, reaksi
hanya berlangsung pada bidang- bidang yang bersentuhan dari kedua fasenya. Reaksi
kimia berlangsung pada kedua molekul-molekul atom atom atau ion- ion dari zat-zat yang
bereaksi telebih dahulu bertumbukkan. Maka semakin luas permukaan suatu reaksi mak
semakin cepat reaksi itu berlangsung.
3. Suhu/Temperatur
Pada suhu yang tinggi, energi molekul-molekul bertambah. Laju reaksi meningkat
dengan naiknya suhu, biasanya kenaikan suhu sebesar 10 °C akan menyebabkan kenaikkan
laju reaksi sebesar dua atau tiga kalinya. Kenaikkan laju reaksi ini disebabkan dengan
kenaikkan suhu atau menyebabkan makin cepatnya molekul molekul pereaksi bergerak,
sehingga memperbesar kemungkinan terjadi tabrakan yang efektif. Energi tumbukan
bertambah yang diperlukan untuk mencapai keadaan schingga suatu reaksi dapat
berlangsung disebut energi pengaktifan.
4. Katalis / Katalisator
Berbagai reaksi berlangsung lambat dapat di percepat dengan menambahkan zat
lain yang disebut katalis. Konsep yang menerapkan pengaruh terhadap laju reaksi
diantaranya katalis menurunkan energy-energi pengaktifan suatu reaksi dengan jalan
menbentuk tahap-tahap reaksi yang baru. Ada dua jenis katalis, yaitu:

Katalis homogen adalah katalis yang satu fase dengan zat yang dikatalis. Jenis katalis ini
umumnya ikut breaksi, tetapi pada akhir reaksi akn kembali lagi kebentuk semula. Katalis
heterogen adalah katalis yang tidak satu fase dengan zat-zat yang bereaksi. Jenis katali ini
umumnya logam-logam dan reaksi yang dipercepat umumnya gas-gas. Kecepatan reaksi kimia
dasar dari system larutan dipengaruhi terutama oleh konsentrasi reaktan, suhu dan adanya zat-
zat tertentu yang berperan sebagai katalisator. Pengaruh konsentrasi reaktan dinyatakan
sebagai orde reaksi, sedangkan pengaruh suhu dinyatakan dalam besarnya harga tetapan laju.
Hukum laju dari suatu reaksi hanya dapat ditentukan dengan eksperimen dan tidak dapat
disimpulkan hanya dari persamaan reaksi.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya 1 buah buret 25 mL, I pasang klem
dan statif, 2 buah pipet tetes, 1 buah hot plate, 8 buah labu erlenmeyer 250 mL, 1 buah botol
semprot, I buah gelas kimia 100 ml., 1 buah stopwatch, I buah pipet volume 5 mL, dan satu
buah ball filler.

Adapun Bahan yang digunakan dalam praktikum dintaranya adalah 50 mL etil asetat, ±
250 mL larutan NaOH 0,02 M,+ 150 mL larutan HCl. ± 42 tetes indikator fenolftalein, dan
aquades secukupnya.
IV. CARA KERJA
1. Pembuatan Larutan Etil Asetat 0,02 M 250 ml
Pertama tama ditimbang padatan etil asetat dengan jumlah tertentu kemudian
dimasukan kedalam labu ukur 250 ml, ditandabataskan dan dihomogenkan.
2. Pembuatan Larutan NaOH 0,02 M 200 ml
Pertama tama ditimbang padatan NaOH dengan jumlah tertentu kemudian
dimasukan kedalam labu ukur 200 ml, ditandabataskan dengan aquadest dan
dihomogenkan.
3. Pembuatan Larutan HC1 0,02 M 150 ml.
Dipipet sejumlah mL tertentu HCI pekat dengan pipet tetes, dan dimasukkan
kedalam labu ukur 150 ml. Diencerkan dengan aquadest,lalu ditanda bataskan dan
dihomogenkan.
4. Standarisasi NaOH dengan HCI
Dimasukan larutan NaOH kedalam buret hingga tanda batas. Dan disiapkan HCI
sebanyak 10 ml dalam erlenmeyer, HCI ditambahkan 3 tetes indikator PP kemudian HCI
dititrasi degan NaOH dan ditentukan konsentrasi NaOH.
5. Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
Pertama-tama dimasukan NaOH kedalam buret hingga tanda batas. Dan disiapkan
asam oksalay sebanyak 10 ml dalam erlenmeyer, asam oksalat ditambahkan 3 tetes
indikator PP kemudian asam oksalat dititrasi degan NaOH dan ditentukan konsentrasi
NaOH.
6. Penentuan Orde Reaksi
Pertama-tama disiapkan masing-masing 50 ml NaOH dan Etil Asetat di dalam
erlenmeyer 250 ml kemudian dipanaskan sampai suhu 40°C. Selanjutnya setelah 3 menit
dipipet campuran sebanyak 5 ml dan ditambahkan 10 ml HCI juga 3 tetes indiktor PP
kemudian dititrasi dengan NaOH dan dicatat volume NaOH yang dibutuhkan. Dilakukan
hal yang sama seperti sebelumnya pada menit ke 8,15,25,40,dan 65. Untuk larutan sisa
pada erlenmeyer dilakukan hal sama pada suhu 70 °C dengan variasi waktu 0 menit dan 15
menit

V. DATA PENGAMATAN
1. Standarisasi NaOH oleh asam oksalat

titrasi V awal V akhir V pakai

1 0,0 mL 10,2 mL 10,2 mL

2 0,0 mL 10,3 mL 10,3 mL

V rata-rata 10,25 mL

2. Standarisasi NaOH oleh HCl

Volume Volume NaOH

larutan Titrasi V awal (mL) V akhir ( mL) V pakai ( mL) V rata-rata ( mL)

15 mL 1 15,6 23,6 8,0 7,95

15 mL 2 16,2 24,1 7,9

3. Volume NaOH pada penentuan orde reaksi yang dipanaskan

Variasi Volume Volume NaOH

Waktu Larutan Titrasi V awal V akhir V pakai V rata-rata

10 mL 1 0,0 mL 7,20 mL 7,20 mL


3 menit 7,20 mL
10 mL 2 0,0 mL 7,20 mL 7,20 mL

10 mL 1 7,20 mL 14,60 mL 7,40 mL


8 menit 7,35 mL
10 mL 2 7,20 mL 14,50 mL 7,30 mL

15 menit 10 mL 1 0,0 mL 7,60 mL 7,60 mL 7,50 mL


15 menit 10 mL 2 0,0 mL 7,40 mL 7,40 mL

10 mL 1 7,60 mL 15,30 mL 7,70 mL


20 menit 7,65 mL
10 mL 2 7,40 mL 15,00 mL 7,60 mL

10 mL 1 0,0 mL 7,70 mL 7,70 mL


40 menit 7,90 mL
10 mL 2 0,0 mL 8,10 mL 8,10 mL

10 mL 1 7,7 mL 15,65 mL 7,95 mL


65 menit 7.925 mL
10 mL 2 8,1 mL 16,00 mL 7,90 mL

10 mL 1 15,6 mL 23,60 mL 7,10 mL


70 menit 7,50 mL
12 mL 2 16,2 mL 24,10 mL 7,90 mL

VI. PENGOLAHAN DATA


1. Standarisasi NaOH oleh Asam Oksalat 0,01 M

Diketahui:

V Asam Oksalat = 10 mL

M Asam Oksalat = 0,01 M

V NaOH = 10,25 mL

Valensi Asam Oksalat = 2

𝑎 × 𝑀1 𝑉1 = 𝑀2 𝑉2

2 × 0,01 𝑀 × 10 𝑚𝐿 = 𝑀2 × 10,25 𝑚𝐿

𝑀2 = 0,0195 𝑀 ≈ 𝟎, 𝟎𝟐 𝑴

2. Penentuan Konsentrasi Awal Etil Asetat


Diketahui:

[NaOH] = 0,02 M

[HCl] = 0,02 M

V NaOH (Buret) = 25 mL

V HCl = 10 mL

V NaOH titrasi = 10,25 mL

• n NaOH titrasi = [NaOH] × V NaOH titrasi


= 0,02 𝑀 × 10,25 𝑚𝐿
= 0,02 𝑀 × 10,25 𝑚𝐿
= 0,205 𝑚𝑚𝑜𝑙
• n HCl total = [HCl] × V HCl
= 0,02 M × 10 mL
= 0,2 mmol

• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,205 𝑚𝑚𝑜𝑙


• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = n HCl total − 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,2 mmol − 0,205 𝑚𝑚𝑜𝑙
= 0,005 𝑚𝑚𝑜𝑙

Reaksi Penghentian Reaksi Dari Etil Asetat

• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,005 𝑚𝑚𝑜𝑙


• 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = [𝑁𝑎𝑂𝐻] × 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻(𝑏𝑢𝑟𝑒𝑡)
= 0,02 𝑀 × 25 𝑚𝐿 = 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 – 𝑚𝑜𝑙 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,005 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,495 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑅𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 𝐸𝑡𝑖𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝑁𝑎𝑂𝐻 → 𝑁𝑎. 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 + 𝐸𝑡𝑖𝑙 𝑂𝐻 −
(50 𝑚𝐿) (50 𝑚𝐿)
• 𝑛 𝐸𝑡𝑖𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎 – 𝑚𝑢𝑙𝑎 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,495 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 35 𝑚𝐿
𝑛 𝐸𝑡𝑖𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 0,495 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑀 𝐸𝑡𝑖𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎 – 𝑚𝑢𝑙𝑎 = = = 0.0141 𝑀
𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 35 𝑚𝐿

3. Harga k Dari Konsentrasi OH- Yang Bereaksi Pada (t) Tanpa Pemanasan

Variasi 3 Menit (t1)

• 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡1 = 3 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 = 180 𝑠


• 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 7,2 𝑚𝐿
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × [𝑁𝑎𝑂𝐻]
= 7,2 𝑚𝐿 × 0,02 𝑀 = 0,144 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,144 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 – 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎
= 0,2 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,144 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,056 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,056 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,056 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,444 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 0,444 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑥 (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖) = = = 0.0126 𝑀
𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 35 𝑚𝐿
𝑥 0.0126 𝑀
• 𝑘1 = 𝑡.𝑎(𝑎−𝑥) = 180 𝑠 .0.0141 𝑀 (0.0141 𝑀 − 0.0126 𝑀) = 3,3

Variasi 8 Menit (t2)

• 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡2 = 8 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 = 480 𝑠


• 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 7,35 𝑚𝐿
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × [𝑁𝑎𝑂𝐻]
= 7,35 𝑚𝐿 × 0,02 𝑀 = 0,147 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,147 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 – 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎
= 0,2 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,147 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,053 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,053 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,053 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,447 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 0,447 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑥 (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖) = = = 0.0127 𝑀
𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 35 𝑚𝐿
𝑥 0.0127 𝑀
• 𝑘1 = 𝑡.𝑎(𝑎−𝑥) = 480 𝑠 . = 1,34
0.0141 𝑀(0.0141 𝑀 −0.0127 𝑀)

Variasi 15 Menit (t3)

• 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡3 = 15 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 = 900 𝑠


• 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 7,5 𝑚𝐿
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × [𝑁𝑎𝑂𝐻]
= 7,5 𝑚𝐿 × 0,02 𝑀 = 0,15 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,15 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 – 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎
= 0,2 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,15 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,05 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,05 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,05 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,45 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 0,45 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑥 (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖) = = = 0.0128𝑀
𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 35 𝑚𝐿
𝑥 0.0128 𝑀
• 𝑘1 = 𝑡.𝑎(𝑎−𝑥) = 900 𝑠 . = 0,77
0.0141 𝑀 (0.0141 𝑀 −0.0128 𝑀)

Variasi 25 Menit (t4)

• 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡4 = 25 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 = 1500 𝑠


• 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 7,65 𝑚𝐿
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × [𝑁𝑎𝑂𝐻]
= 7,65 𝑚𝐿 × 0,02 𝑀 = 0,153 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,153 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 – 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎
= 0,2 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,153 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,047 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,047 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,047 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,453 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 0,453 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑥 (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖) = = = 0.0129𝑀
𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 35 𝑚𝐿
𝑥 0.0129 𝑀
• 𝑘1 = 𝑡.𝑎(𝑎−𝑥) = 1500 𝑠 . = 0,5
0.0141 𝑀 (0.0141 𝑀 −0.0129 𝑀)

Variasi 40 Menit (t5)

• 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡5 = 40 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 = 2400 𝑠


• 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 7,9 𝑚𝐿
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × [𝑁𝑎𝑂𝐻]
= 7,9 𝑚𝐿 × 0,02 𝑀 = 0,158 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,158 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 – 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎
= 0,2 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,158 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,042 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,042 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,042 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,458 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 0,458 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑥 (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖) = = = 0.013 𝑀
𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 35 𝑚𝐿
𝑥 0.013 𝑀
• 𝑘1 = 𝑡.𝑎(𝑎−𝑥) = 2400 𝑠 . = 0,34
0.0141 𝑀 (0.0141 𝑀 −0.013 𝑀)

Variasi 65 Menit (t6)

• 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑡6 = 65 𝑀𝑒𝑛𝑖𝑡 = 3900 𝑠


• 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 7,925 𝑚𝐿
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × [𝑁𝑎𝑂𝐻]
= 7,925 𝑚𝐿 × 0,02 𝑀 = 0,1585 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,1585 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 – 𝑛 𝐻𝐶𝑙 𝑆𝑖𝑠𝑎
= 0,2 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,1585 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,0415 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎 = 𝐻𝐶𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 0,0415 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝑛 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 − 𝑛 𝑂𝐻 − 𝑠𝑖𝑠𝑎
= 0,5 𝑚𝑚𝑜𝑙 − 0,0415 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,458 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑛 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 0,4585 𝑚𝑚𝑜𝑙
• 𝑥 (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑂𝐻 − 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖) = = = 0.0131𝑀
𝑉 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 35 𝑚𝐿
𝑥 0.0131 𝑀
• 𝑘1 = 𝑡.𝑎(𝑎−𝑥) = 3900 𝑠 . = 0,23
0.0141 𝑀 (0.0141 𝑀 −0.0131 𝑀)
4. Rata Rata Nilai k

Rata – Rata Nilai k Tanpa Pemanasan Campuran

Variasi 3 Menit = 3,3

Variasi 8 Menit = 1,34

Variasi 15 Menit = 0,77

Variasi 25 Menit = 0,5

Variasi 40 Menit = 0,34

Variasi 65 Menit = 0,23

3,3+1,34+0,77+0,5+0,34+0,23
k Rata – Rata = = 1,08
6

5. Grafik hubungan Antara In x/a (a-x) dan t

Tanpa Pemanasan Campuran

In x/a (a-x) t(s)


6.39 180
6.47 480
6.55 900
6.64 1500
6.73 2400
6.83 3900

VII. PEMBAHASAN

Kecepatan suatu reaksi kimia dapat diukur yang biasa disebut laju reaksi. Laju reaksi
menyatakan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap perubahan waktu.
Perubahan yang terjadi meliputi bertambahnya konsentrasi suatu produk atau berkurangnya
konsentrasi suatu reaktan. Penentuan laju reaksi hanya dapat diketahui melalui suatu
percobaan. Laju reaksi terukur, seringkali sebanding dengan konsentrasi reaktan suatu
perangkat. Contohnya, mungkin saja laju reaksi itu sebanding dengan konsentrasi dua reaktan
A dan B, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑉 = 𝐾[𝐴]𝑥 . [𝐵]𝑦

Koefisien K disebut konstanta laju, yang tidak bergantung pada konsentrasi tetapi
bergantung pada temperatur. Persamaan sejenis ini ditentukan secara eksperimen disebut
hukum laju reaksi. Secara formal hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi
dan sebagai fungsi dari semua spesies yang ada termasuk produknya. Hukum laju reaksi
mempunyai dua penerapan yang utama. Penerapan praktisnya setelah kita mengetahui hukum
laju reaksi dan konstanta laju reaksi, kita dapat meramalkan laju reaksi dari komposisi
campuran.

Penentuan tetapan laju reaksi dan orde reaksi pada percobaan ini dilakukan pada reaksi
saponifikasi (penyabunan) antara NaOH dengan etil asetat. Percobaan ini dilakukan dengan
mereaksikan kedua larutan ini sebanyak 1:1 dalam jumlah 100 mL. Karena NaOH merupakan
zat yang bersifat higroskopis sehingga kurang stabil, maka perlu dilakukan standarisasi untuk
menetapkan konsentrasinya. Pada proses standarisasi digunakan larutan baku primer Asam
Oksalat 0,01M, sehingga diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,02M.

Larutan NaOH dan larutan etil asetat dicampurkan kedalam labu Erlenmeyer, kemudian
dipanaskan pada suhu 40°C, pemanasan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat
reaksi, dengan mekanismenya molekul-molekul dalam campuran ini akan bergerak cepat dan
saling bertumbukan sehingga menyebabkan reaksi berjalan lebih cepat, selain itu dilakukan
pengocokan dengan tujuan agar tumbukan antar molekulnya efektif dan energi aktivasinya
tercapai. Reaksi kedua larutan ini akan membentuk Natrium asetat dan etil hidroksida yang
tidak berwarna, sebagaimana reaksi berikut :

CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) → CH3COONa (aq) + C2H5OH (aq)

Larutan yang sudah bercampur ini didiamkan dan dilakukan titrasi pada tujuh variasi
waktu, diantaranya 3 menit, 8 menit, 15 menit, 25 menit, 40 menit, 65 menit, dan 70 menit.
Hal ini bertujuan agar mudah mengetahui laju reaksinya tiap satuan waktu yang telah
ditentukan. Setelah proses pendiaman, campuran ini dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan
kedalam labu Erlenmeyer sesuai waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian
campuran ini ditambahkan 10 mL larutan HCl 0,02M dan ditambahkan indikator Phenoptalein
sebanyak 2 tetes. Penggunaan indikator ini bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasi yang
ditandai dengan perubahan warna larutan, indikator phenoptalein ini memiliki range keasaman
berkisar pada 8,3 – 10, dapat dijelaskan bahwa indikator phenoptalein ini dalam keadaan asam
tidak menhasilkan warna melainkan campuran yang tidak berwarna, sedangkan pada keadaan
basa akan menghasilkan warna menjadi merah muda hingga keunguan. Saat indikator
Phenoptalein ini ditambahkan kedalam campuran tersebut terlihat campuran tidak berwarna
yang membuktikan bahwa campuran tersebut bersuasana asam yang ditimbulkan oleh
keberadaan HCl berlebih. Pereaksian campuran ini merupakan metode isolasi untuk
menentukan hukum laju reaksi agar mekanismenya dapat diketahui dan konstanta laju reaksi
dan orde reaksi dapat ditentukan. Maksud dari metode isolasi ini ialah mengisolasi etil asetat
karena hanya etil asetat yang ditambahkan secara tidak berlebih, etil asetat akan bereaksi
dengan NaOH berlebih, kelebihan NaOH ini akan bereaksi dengan HCl berlebih pula dan
membentuk senyawa NaCl dan air yang bersifat netral, namun karena HCl yang ditambahkan
berlebih maka terdapat HCl sisa yang membuat larutan bersuasana asam, sebagaimana reaksi
berikut:

NaOH (aq) + HCl (berlebih) → NaCl (aq) + H2O (l) + HCl (sisa)

Kelebihan HCl ini akan dititrasi dengan larutan baku standar NaOH yang telah ditentukan
konsentrasinya. Titrasi ini dilakukan untuk mengetahui jumlah HCl yang bereaksi dengan
campuran etil asetat dan NaOH pada variasi waktu yang ditentukan. Volume NaOH yang
diperlukan untuk menitrasi HCl masing – masing pada variasi waktu 3 menit, 8 menit, 15
menit, 25 menit, 40 menit, 65 menit, dan 70 menit berturut-turut diantaranya, 7,20 mL; 7,35
mL; 7,50 mL; 7,65 mL; 7,90 mL; 7,925 mL; dan 7,50 mL. Dari data volume yang diperoleh
dapat dijelaskan bahwa semakin lama variasi waktu yang digunakan maka reaksi yang
diperlukan pada campuran ini akan semakin lama pula dilihat dari volume yang dibutuhkan
oleh NaOH semakin banyak, kecuali pada selang waktu 70 menit volume NaOH yang
diperlukan berkurang dari selang watu yang sebelumnya, hal ini dapat terjadi akibat
dilakukannya pemanasan pada suhu 70°C yang membuktikan bahwa pemanasan sangat
mempengaruhi laju reaksi yang ditandai dengan volume yang digunakan lebih sedikit dari
sebelumnya. Sebagaimana dalam literatur dijelaskan bahwa pemanasan dapat meningkatkan
laju reaksi akibat dari tumbukan antar molekul yang bergerak semakin cepat dan energi aktivasi
yang meningkat.

Pada percobaan ini, kami tidak melakukan titrasi HCl dengan campuran yang dipanaskan
terlebih dahulu pada selang waktu 0 menit, 3 menit, 8 menit, dan 15 menit, hal ini dikareanakan
waktu yang terbatas yang sebelmnya terdapat kesalahan pembuatan larutan sehingga waktu
percobaannya kurang.

Dari semua data yang diperoleh maka selanjutnya data diolah, dan diperoleh konsentrasi
OH- yang bereaksi pada waktu tertentu dinyatakan dalam x pada selang waktu yang telah
ditentukan yaitu 3 menit, 8 menit, 15 menit, 25 menit, 40 menit, dan 65 menit, berturut – turut
ialah 0,0126M; 0,0127M; 0,0128M; 0,0129M; 0,013M; dan 0,0131M. Kemudian ditentukan
tetapan nilai k yang merupakan tetapan laju reaksi masing-masing campuran dengan variasi
waktu yang ditentukan secara berturut-turut ialah 3,3 mol-1 L s-1; 1,34 mol-1 L s-1 ; 0,77 mol-1
L s-1 ; 0,5 mol-1 L s-1 ; 0,34 mol-1 L s-1 ; 0,23 mol-1 L s-1 dengan rata – rata tetapan k sebesar
1,08 mol-1 L s-1 . Nilai tetapan laju (k) menyatakan kecepatan reaksi saponifikasi yang
berlangsung, semakin besar tetapan nilai k maka reaksi yang terjadi semakin cepat, sebaliknya
semakin kecil tetapan nilai k maka reaksi yang terjadi semakin lambat. Dari data yang
diperoleh dapat dijelaskan bahwa semakin lama selang waktu yang digunakan makan nilai
tetapan nya semakin kecil yang menandakan reaksi yang terjadi semakin melambat.

Pada percobaan ini dibuat grafik ln (a-x) terhadap t yang menyatakan kecepatan laju reaksi
pada masing-masing campuran dengan variasi waktu yang berbeda.

Grafik Hubungan Antara In (a-x) Terhadap t


6,9
y = 0,0001x + 6,4233
6,8
R² = 0,9395
6,7
In (a-x)

6,6
6,5
Grafik hubungan antara ln (a-x) terhadap t diatas menunjukkan nilai (R2) yang cukup bagus
6,4
yaitu sebesar 0,9395.
6,3Nilai ini menunjukkan seberapa baik model regresi yang dibuat untuk
0 1000 2000 3000 4000 5000
t
memprediksi hasil dari data yang diamati. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa model
regresi yang digunakan hamper 100% dengan maksud dapat menjelaskan dengan baik data yang
diamati sesuai dengan semestinya.

Reaksi saponifikasi antara etil asetat dan NaOH ini termasuk reaksi orde kedua yang
menunjukkan bahwa laju reaksinya berbanding lurus dengan pangkat dua konsentrasi suatu
reaktan atau pangkat satu konsentrasi dua reaktan. Hal ini ditunjukkan dengan reaksi yang terjadi
langsung membentuk produk tanpa adanya intermediet.

Pada kelajuan reaksi ternyata suhu juga berpengaruh, suhu juga hampir menaikkan kelajuan
dari setiap reaksi. Sebaliknya penurunan dalam suhu akan menurunkan kelajuan, dan ini tidak
bergantung apakah reaksi eksotermis dan endotermis. Perubahan kelajuan terhadap suhu
dinyatakan oleh suatu perubahan dalam tetapan kelajuan yang spesifik K.

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar
kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan
kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam
bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Faktor faktor yang mempengaruhi laju reaksi : Dalam berbagai reaksi kimia kita sering dapati
reaksi berjalan sangat cepat dan adapula yang berjalan sangat lambat. Keadaan demikian dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor diantaranya, konsentasi larutan, luas permukaan, suhu,
dan penambahan katalis.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
1. Pada penentuan orde reaksi dan penetapan laju reaksi untuk praktikum ini dilakukan
identifikasi pada reaksi penyabunan etil asetat oleh NaOH. Reaksi penyabunan dapat
terjadi ketika adanya suatu asam lemak yang dihidrolisis dengan adanya basa kuat
(NaOH) menghasilkan CH3COONa dan C2H5OH. Dengan larutan yang tidak
berwarna.
2. Tetapan laju reaksi dari etil asetat oleh ion hidroksida, dapat dilakukan dengan cara
titrasi. Pada praktikum ini didapatkan tetapan laju reaksi etil asetat pada variasi waktu
3 menit, 8 menit, 15 menit, 25 menit, 40 menit, dan 65 menit berturut-turut adalah 3,3
mol-1 L s-1; 1,34 mol-1 L s-1 ; 0,77 mol-1 L s-1 ; 0,5 mol-1 L s-1 ; 0,34 mol-1 L s-1 ; 0,23
mol-1 L s-1 dengan rata – rata tetapan k sebesar 1,08 mol-1 L s-1.
3. Reaksi penyabunan antara etil asetat dan NaOH ini termasuk reaksi orde kedua yang
ditunjukkan oleh laju reaksinya berbanding lurus dengan pangkat dua konsentrasi suatu
reaktan atau pangkat satu konsentrasi dua reaktan.
4. Didapatkan konsentrasi OH- (x) pada variasi selang waktu yaitu 3 menit, 8 menit, 15
menit, 25 menit, 40 menit, dan 65 menit, berturut – turut ialah 0,0126M; 0,0127M;
0,0128M; 0,0129M; 0,013M; dan 0,0131M.

b. Saran
1. Dalam reaksi penyabunan etil asetat dengan NaOH diperlukan kecepatan praktikan
dalam menangani NaOH yang higrokopis.
2. Untuk titrasi diperlukan ketelitian yang tinggi untuk mendapatkan volume titrasi
dan konsentrasi titrat yang sesuai.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Charles, W. 1992, Kimia Untuk Universitas, Gramedia: Jakarta


Beran & Brady. 1987. Laboratory Manual for General Chemistry. New York: John Wiley &
Sons, Inc.

Brady, J.E & Holum J.L. 1998. Fundamental of Chemistry. 3 Ed. New York: John Wiley &
Sons, Inc. Budi Utami, 2009. Kimia 2: Untuk SMA/MA Kelas XI. Program Ilmu

Alam, Jakarta Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Kartimi. 2012.


PANDUAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR L. Cirebon : IAIN Press.

Kitti, Surra. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas Gramedia: Jakarta

Sunarya, Yayan dkk. 1998. Petunjuk Praktikumkimia Dasar 2. Bandung: Kimia IKIP
Bandung.

Abba, I. V. (2023). What is R Squared? R2 Value Meaning and Definition. Diambil dari
https://www.freecodecamp.org/news/what-is-r-squared-r2- value-meaning-and-
definition/ (Minggu, 28 Mei 2023)

Atkins, P. W. (1997). Kimia Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Dogra, S.K., & S. Dogra. (1990). Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.

Haryono. (2017). Analisa Kinetika Reaksi Pembentukan Kerak CaCO3-CaSO4 dalam Pipa
Beraliran Laminar pada Suhu 30oC dan 40oC Menggunakan Persamaan Arrhenius.
TRAKSI 17(2), 40-51

Helmenstine, A. M. (2020). Factors That Affect the Chemical Reaction Rate. Diambil dari
https://www.thoughtco.com/factors-that-effect-chemical- reaction-rate-609200 (Minggu,
28 Mei 2023)
Purba, E., Khairunisa, A. C., No, J. S. B., & Lampung, B. (2012). Kajian awal laju reaksi
fotosintesis untuk penyerapan gas CO2 menggunakan mikroalga Tetraselmis chuii. J.
Rekayasa Proses, 6(1), 7-13.
Yuda, R. C., Irdiansyah, & Prihatiningtyas, I. (2017). Studi Kinetika Pengaruh Suhu
Terhadap Ekstraksi Minyak Atsiri dari Kulit Jeruk Nipis dengan Pelarut Etanol. Jurnal
Chemurgy 01(1), 22-26

Anda mungkin juga menyukai