Anda di halaman 1dari 33

9

Materi Pembelajaran 5

TITRASI VOLUMETRI
5.1. Defenisi Titrasi Volumetri
Metode titrasi volumetri (titrimetri) adalah suatu metode analisis kuantitatif
suatu titrat (zat yang dititrasi) dalam larutan sampel yang didasarkan pada
pengukuran volume larutan titran (zat yang menitrasi) pada saat titik ekivalen telah
tercapai (reaksi sempurna secara stoikhiometri). Standarisasi suatu larutan adalah
termasuk metode titrimetri, dimana ekivalen zat yang distandarisasi sama dengan
ekivalen zat standar. Titik ekivalen dapat diamati dari perubahan warna dari
larutan standarnya sendiri, atau perubahan warna setelah indikator ditambahkan
pada larutan yang akan distandarisasi. Selama titrasi berlangsung, penambahan
volume larutan titran dilakukan secara perlahan-lahan agar dapat diamati
perubahan warna pada saat titik ekivalen.
5.2. Larutan Standar
Larutan standar (Larutan lembaga) adalah suatu larutan yang mengandung
suatu zat dengan berat ekivalen tertentu. Konsentrasi larutan standar biasanya
dinyatakan dengan besaran Normalitas (N). Larutan standar dapat dibuat dari bahan
baku berupa cairan maupun padatan dengan kemurnian tinggi. Larutan yang terbuat
dari zat padat yang kemurniannya tinggi disebut: Larutan standar primer. Apabila
zat padat yang akan digunakan kemurniannya rendah, larutan yang dihasilkan perlu
distandarisasi lagi dengan larutan standar primer sebelum digunakan untuk
menstandarisasi. Larutan yang terbuat dari bahan zat padat dengan kemurnian
rendah disebut: Larutan standar sekunder. Syarat zat padat yang dapat digunakan
sebagai larutan standar primer: (1) kemurnian tinggi/mudah dimurnikan dengan
pemanasan (110-120 0C), (2) tidak bersifat higroskopis/tidak mudah menyerap
CO2/tidak menyerap udara, (3) berat ekivalen (= massa ekivalen, ME) tinggi, (4)
mudah larut dalam pelarut yang sesuai dan (5) dapat bereaksi secara kuantitatif
dengan larutan yang akan distandarisasi.
10

5.3. Jenis Titrasi Volumetri


Berdasarkan reaksi yang terjadi, titrasi volumetri dibedakan atas; titrasi
asam-basa (reaksi penetralan), titrasi redoks (reaksi reduksi-oksidasi), titrasi
pengendapan (reaksi pembentukan endapan) dan titrasi kompleks (reaksi
pembentukan senyawa kompleks).
5.3.1. Titrasi Asam-Basa (Asidimetri-Alkalimetri)
Dalam peristiwa titrasi asam-basa, terjadi reaksi penetralan (H + + OH-
H2O). Titik ekivalen telah tercapai bila ekivalen (ek) asam sama dengan ekivalen
basa. Satu ekivalen (1 ek) asam atau basa adalah banyak mol asam atau basa yang
ekivalen dengan satu mol H+atau OH- yang dapat dibebaskan oleh asam atau basa
tersebut.
Contoh reaksi: H2SO4 + NaOH.
Asam sulfat (H2SO4) membebaskan ion H+ secara bertahap yaitu:
Tahap 1 : H2SO4  H+ + HSO4-
Tahap 2 : HSO4-  H+ + S042-
Sementara Natrium hidroksida (NaOH) membebaskan ion OH- hanya satu tahap.
NaOH  Na+ + OH-
Oleh karena H2SO4 dapat melepaskan ion H+ secara bertahap, maka dalam proses
titrasi H2SO4 akan diperoleh dua macam titik ekivalen. Titik ekivalen pertama akan
tercapai apabila H2SO4 membebaskan H+ hanya sampai pada tahap satu, sedang
titik ekivalen kedua akan tercapai apabila H2SO4 membebaskan H+ sampai pada
tahap kedua. Secara stoikhiometri pada titik ekivalen pertama dapat dinyatakan
bahwa 1mol H+ ekivalen dengan 1 mol H2SO4 sehingga 1 ek H2SO4 sama dengan 1
mol H2SO4 (ME H2SO4 = MM H2SO4). Pada titik ekivalen kedua, H2SO4
membebaskan H+ sampai pada tahap kedua, secara stoikhiometri 1 mol H+ ekivalen
dengan 1/2 mol H2SO4 sehingga 1 ek H2SO4 sama dengan 1/2 mol H2SO4 (ME
H2SO4 = 1/2.MM H2SO4). Sementara pada NaOH, 1mol OH- ekivalen dengan 1 mol
1 mol NaOH, sehingga 1 ek NaOH sama dengan 1 mol NaOH (M E NaOH = MM
NaOH). Banyaknya H+ atau OH- yang dapat dibebaskan oleh asam atau basa
disebut: valensi asam atau valensi basa. Perhitungan konversi dari ek ke mol dari
asam atau basa dalam peristiwa titrasi asam-basa, tergantung tahapan reaksi yang
11

dijalani oleh asam atau basa dalam membebaskan ion H+ atau OH-. Pada saat titik
ekivalen telah tercapai, akan berlaku persamaan:
Va x Na = Vb x Nb
di mana Va dan Na adalah volume dan normalitas larutan asam sebagai titrat, Vb dan
Nb adalah volume dan normalitas larutan basa sebagai titran.
Prinsip titrasi asam-basa dapat juga digunakan untuk menetapkan kadar
suatu garam yang bersifat asam atau garam yang bersifat basa atau campurannya
dalam suatu larutan sampel. Untuk menetapkan kadar masing-masing komponen
dalam suatu larutan sampel berupa campuran, dapat digunakan digunakan dua
macam indikator dengan rentangan volume titran yang berbeda pada saat titik
ekivalen tercapai. Sebagai contoh; untuk menetapkan kadar masing-masing
komponen: natrium hidroksida (NaOH), natrium bikarbonat (NaHCO3) dan natrium
karbonat (Na2CO3) dalam suatu larutan sampel berupa campuran; NaOH + Na 2CO3,
NaOH + NaHCO3, NaHCO3 + Na2CO3 dan/atau NaOH + NaHCO3 + NaHCO3
dapat dilakukan dengan metode titrasi asam-basa dengan menggunakan larutan
asam kuat (misalnya, HCl) sebagai titran. Sebelum titrasi dilakukan, terlebih
dahulu ditambahkan 3-5 tetes indikator fenolftalein (phenolphthalein, p.p) dan
kemudian dilakukan proses titrasi. Pada saat terjadi perubahan warna dari merah
lembayung (pink) menjadi tidak berwarna titik ekivalen 1 telah tercapai dan
volume asam klorida yang dipakai dinyatakan sebagai v1. Proses titrasi yang
dilakukan hingga titik ekivalen pertama tercapai disebut sebagai titrasi tahap
pertama. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan 3-5 tetes indikator metil
jingga (methyl orange, m.o) dan proses titrasi dilanjutkan. Setelah terjadi
perubahan warna dalam campuran dari merah menjadi kuning menandakan bahwa
titik ekivalen kedua telah tercapai, titrasi segera dihentikan dan volume asam
klorida yang terpakai dinyatakan sebagai v2. Proses titrasi yang dilakukan hingga
titik ekivalen kedua tercapai disebut sebagai titrasi tahap kedua. Untuk dapat
menetapkan kadar masing-masing komponen dalam suatu sampel campuran, perlu
memahami reaksi-reaksi penetralan yang terjadi selama tahap titrasi dan
memahami hubungan secara kuantitatif antara v1 dan v2 selama titrasi.
12

Titrasi Campuran: NaOH dan Na2CO3


Kadar komponen-komponen; NaOH dan Na2CO3 dalam suatu larutan
sampel berupa campuran dapat ditetapkan dengan metode titrasi asam-basa.
Sebagai titran biasanya digunakan larutan asam klorida (HCl) dengan indikator
fenolftalein untuk mencapai titik ekivalen pertama dan indikator metil jingga untuk
mencapai titik ekivalen kedua. Pada saat titik ekivalen pertama tercapai, terjadi: (1)
reaksi penetralan larutan NaOH menjadi larutan NaCl dan (2) reaksi penetralan
larutan Na2CO3 menjadi larutan NaHCO3, Volume titran yang dibutuhkan hingga
tercapai titik ekivalen pertama yang dinyatakan dengan v1, adalah merupakan
volume larutan HCl yang dibutuhkan untuk penetralan larutan kedua komponen
tersebut. Sementara pada saat titik ekivalen kedua tercapai, terjadi penetralan
larutan NaHCO3 hasil reaksi pada titik ekivalen pertama menjadi larutan NaCl
dengan volume larutan titran yang dibutuhkan adalah sebesar v2. Reaksi-reaksi
penetralan yang terjadi selama tahap titrasi dan hubungan secara kuantitatif antara
v1 dan v2 selama titrasi ditunjukkan secara skema pada gambar 5.1 berikut!

Gambar 5.1. Skema titrasi campuran: NaOH + Na 2CO3 dengan HCl menggunakan
indikator fenolftalein dan metil jingga

Contoh Soal 5.1


Sebanyak 1,2 g suatu sampel yang berisi campuran: NaOH, Na2CO3 dan zat inert
dilarutkan dan dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N. Dengan menggunakan
fenolftalein sebagai indikator, larutan yang berwarna merah jambu menjadi tidak
berwarna pada saat penambahan 30 ml HCl. Kemudian ditambahkan indikator
13

metil jingga dan membutuhkan tambahan 5 ml HCl supaya terjadi perubahan


warna. Hitung berapa persen NaOH dan Na2CO3 dalam sampel
Pembahasan:
Sesuai dengan skema pada gambar 2.1, reaksi yang terjadi pada saat titik ekivalen 1
tercapai ( indikator fenolftalein) adalah:
NaOH + HCl  NaCl + H2O dan
Na2CO3 + HCl  NaCl + NaHCO3
Volume HCl yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen 1 adalah 30 ml. Hal
ini dapat diartikan bahwa, total volume HCl untuk menetralkan NaOH menjadi
NaCl dan untuk menetralkan Na2CO3 menjadi NaHCO3 adalah 30 mL. Untuk
mencapai titik ekivalen 2, dibutuhkan tambahan volume HCl yang sebanyak 5 ml,
dapat diartikan bahwa volume HCl untuk menetralkan NaHCO3 menjadi NaCl
adalah 5 ml, sehingga untuk menetralkan Na2CO3 secara lengkap menjadi NaCl,
dibutuhkan volume HCl sebanyak 10 ml (= 2 x 5 ml). Karena total volume titran
selama titrasi adalah 35 ml. maka volume HCl untuk menetralkan NaOH menjadi
NaCl adalah 25 ml (= 35 – 10 ml).
Ek Na2CO3 = ek HCl = 10 ml x 0,5 ek/L = 5 mek
Massa Na2CO3 = 5 mek x 53 mg/mek = 265 mg
% Na2CO3 = (265/1200) x 100% = 22,1%
Ek NaOH = ek HCl = 25 ml x 0,5 ek/L = 12,5 mek
Massa NaOH = 12,5 mek x 40 mg/mek = 500 mg
% NaOH = (500/1200) x 100% = 41,67%
Hubungan secara kuantitatif antara volume titran pada pencapaian titik
ekivalen 1 dan titik ekivalen 2 selama titrasi ditunjukkan dalam bentuk modifikasi
skema titrasi pada gambar 5.1!
14

NaOH Fenolftalein
ditambahkan

25 ml

HCl
30 ml

NaCl Na2CO3
35 ml

HCl
5 ml
Fenolftalein mengubah
NaHCO3 warna, metil jingga
ditambahkan
5 ml

HCl
NaCl Metil jingga mengubah
warna

Titrasi Campuran: Na2CO3 dan NaHCO3


Tercapainya titik ekivalen pertama dan titik ekivalen kedua pada titrasi
larutan sampel berupa campuran: Na2CO3 dan NaHCO3 dengan menggunakan
larutan HCl sebagai titran dapat diketahui dengan menggunakan indikator
fenolftalein dan metil jingga. Pada saat titik ekivalen pertama tercapai, terjadi:
reaksi penetralan larutan Na2CO3 menjadi larutan NaHCO3 dengan volume titran
yang dibutuhkan dinyatakan sebagai v1, sementara pada saat tercapai titik ekivalen
kedua terjadi: (1) reaksi penetralan NaHCO3 yang dihasilkan dari reaksi penetralan
larutan Na2CO3 pada titrasi tahap pertama dan (2) reaksi penetralan larutanNaHCO 3
yang terdapat di dalam sampel menjadi larutan NaCl. Volume titran hingga tercapai
titik ekivalen kedua dinyatakan sebagai v2. Kadar masing-masing komponen;
Na2CO3 dan NaHCO3 dalam larutan sampel tersebut dapat ditetapkan dari skema
titrasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.2
15

Gambar 5.2. Skema titrasi campuran: Na2CO3 + NaHCO3 dengan HCl menggunakan
indikator fenolftalein dan metil jingga

Contoh Soal 5.2


Sebanyak 1,2 gram suatu sampel yang terdiri dari campuran: Na2CO3, NaHCO3 dan
zat inert dilarutkan dalam air hingga volume 100 ml. Sebanyak 20 ml larutan
sampel tersebut dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N, mula-mula dengan indikator
fenolftalein (p.p), selanjutnya dengan indikator metil oranye (m.o). Apabila volume
larutan HCl yang digunakan pada indikator p.p dan m.o berturut-turut adalah 3 ml
dan 4,4 ml, hitung kadar masing-masing komponen dalam sampel tersebut (MM
Na2CO3 = 106 g/mol; NaHCO3 = 84g/mol).
Pembahasan:
Reaksi yang terjadi pada saat titik ekivalen 1 tercapai (indikator fenolftalein)
adalah: Na2CO3 + HCl  NaCl + NaHCO3
Sementara reaksi yang terjadi pada saat titik ekivalen 2 tercapai ( indikator metil
oranye) adalah:
NaHCO3 + HCl  NaCl + H2CO3 dan
NaHCO3 + HCl  NaCl + H2CO3
Berdasarkan reaksi yang terjadi pada titik ekivalen 1 dan 2, jumlah HCl yang
diperlukan untuk menetralkan Na2CO3 secara lengkap menjadi NaCl adalah 2 x 3
ml x 0,5 mek/ml = 3 mek
Ek Na2CO3 = ek HCl = 3 mek
Dalam 100 ml larutan sampel,
Ek Na2CO3 = (100/20) x 3 mek = 15 mek
Massa Na2CO3 = 15 mek x 53 mg/mek = 795 mg.
% Na2CO3 = (795/1200) x 100% = 66,3%
Pada titik ekivalen 2, HCl merubah NaHCO3 dari Na2CO3 (= NaHCO3(Na2CO3) dan
NaHCO3 dalam sampel (= NaHCO3) menjadi NaCl, sehingga volume HCl yang
diperlukan untuk NaHCO3 dalam sampel adalah 1,4 ml (= 4,4 – 3) ml:
Ek NaHCO3 = ek HCl= 1,4 ml x 0,5 mek/ml = 0,7 mek
Dalam 100 ml larutan sampel,
Ek NaHCO3 = (100/20) x 0,7 mek = 3,5 mek
16

Massa NaHCO3 = 3,5 mek x 84 mg/mek = 294 mg


% NaHCO3 = (294/1200) x 100% = 24,5%
% Zat inert = (100 – 66,3 – 24,5) % = 9,2%
Hubungan secara kuantitatif antara volume titran pada pencapaian titik
ekivalen 1 dan titik ekivalen 2 selama titrasi ditunjukkan dalam bentuk modifikasi
skema titrasi pada gambar 5.2!

Hubungan kuantitatif antara volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai


titik ekivalen pertama dengan volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik
ekivalen kedua pada titrasi larutan sampel berupa campuran hidroksida dan/atau
karbonat dengan metode titrasi asam-basa ditunjukkan pada tabel 6.1 berikut.
Tabel 5.1. Hubungan kuantitatif antara volume titran pada titik ekivalen pertama dengan
titik ekivalen kedua pada titrasi larutan sampel berupa karbonat hidroksida
dan/atau campurannya dengan metode titrasi asam-basa
Volume titran Volume titran
Keberadaan Hubungan
pada saat titik pada saat titik
ion aktif kuantitatif Milimol zat yang ada
ekivalen ekivalen
dalam sampel antar volume
pertama kedua
Na2CO3 V1 V2 V1 = V2 Na2CO3-= V1 x M
NaHCO3 0 V2 - NaHCO3 = V2 x M
NaOH- + V1 V2 V1 > V2 NaOH-= (V2 - V1) x M
Na2CO3 Na2CO3 = V2 x M
NaHCO3 + V1 V2 V1 < V2 NaHCO3 = (V1 - V2) x M
Na2CO3 Na2CO3 = V1 x M
Analisis campuran fosfat dalam suatu sampel dapat juga dilakukan dengan
metode titrasi asam-basa dengan menggunakan indikator fenolftalein dan metil
jingga. Asam fosfat (H3PO4) dapat terionisasi dengan 3 tahap dengan harga tetapan
ionsiasi, Ka1 = 1,1 x 10-2, Ka2 = 2,0 x 10-7 dan Ka1 = 3,6 x 10-13. Pada titrasi asam
fosfat dengan menggunakan basa kuat (misalnya, larutan NaOH) sebagai titran,
akan terjadi penggantian ion H+ pertama oleh Na+ sehingga terbentuk NaH2PO4
17

(H3PO4 + NaOH  NaH2PO4 + H2O). Tercapainya titik ekivalen pada titrasi tahap
pertama ini ditetapkan dengan mengamati perubahan warna pada larutan setelah
penambahan indikator metil jingga. Apabila titrasi dilanjutkan akan terjadi
pergantian ion H+ kedua oleh Na+ yang akan menghasilkan Na2HPO4 (NaH2PO4 +
NaOH  Na2HPO4 + H2O). Untuk menetapkan tercapainya titik ekivalen pada
titrasi tahap kedua ini, digunakan indikator fenolftalein. Sebaliknya, dalam titrasi
Na3PO4 dengan menggunakan asam kuat (misalnya, HCl) akan terjadi penggantian
ion Na+ pertama oleh H+ yang akan menghasilkan Na2HPO4 (Na3PO4 + HCl 
Na2HPO4 + NaCl). Titik ekivalen pada tahap pertama ini dapat ditentukan dengan
menggunakan indikator fenolftalein, sementara pada titik ekivalen kedua
ditentukan dengan menggunakan indikator metil jingga. Skema titrasi fosfat dalam
suatu sampel ditunjukkan pada gambar 6.3

Gambar 5.3. Skema titrasi fosfat dalam sampel menggunakan indikator fenolftalein dan
metil jingga
Hubungan kuantitatif antara volume titran NaOH yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekivalen pertama dengan menggunakan indikator metil jingga
(misalkan V1 ml) dengan volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik
ekivalen kedua dengan menggunakan fenolftalein (misalkan V2 ml) pada titrasi
larutan sampel berisi fosfat dan/atau campurannya dengan metode titrasi asam-basa
ditunjukkan pada tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2. Hubungan kuantitatif antara volume titran pada titik ekivalen pertama dengan
titik ekivalen kedua pada titrasi larutan sampel berupa fosfat dan/atau
campurannya dengan metode titrasi asam-basa.
Keberadaan Volume Volume Hubungan Milimol zat yang ada
molekul aktif titran pada titran pada kuantitatif
dalam sampel titik ekivalen titik ekivalen antar volume
18

pertama kedua
H3PO4 V1 V2 V2 = 2 x V1 H3PO4-= V1 x M
HCl + H3PO4 V1 V2 V2 > V1 dan HCl =
(2 x V1) > V2 {(2 x V1) - V2} x M
H3PO4 = (V2 - V1) x M
NaH2PO4 + V1 V2 V2 > (2 x V1) NaH2PO4 =
H3PO4 {V2 - (2 x V1)} x M
H3PO4-= V1 x M

Contoh Soal 5.3


Suatu sampel seberat 3,00 gram yang mungkin terdiri dari: Na3PO412H2O,
Na2HPO412H2O, NaH2PO4H2O atau campurannya, dititrasi dengan HCl 0,500 N.
Untuk mencapai titik akhir metil jingga dibutuhkan 14,0 ml larutan HCl. Dengan
jumlah sampel yang sama, sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0,600 N. Untuk
mencapai titik akhir fenolftalein, dibutuhkan 5,00 ml larutan NaOH. Hitung
persentasi masing-masing komponen sampel.
Pembahasan:
Titrasi sampel dengan larutan HCl hingga tercapai titik ekivalen dengan
menggunakan indikator metil jingga mengindikasikan bahwa dalam sampel
terdapat Na2HPO4, sementara titrasi sampel dengan larutan NaOH hingga tercapai
titik ekivalen dengan menggunakan indikator fenolftalein mengindikasikan bahwa
dalam sampel terdapat NaH2PO4.
Ek Na2HPO4 = ek HCl = 14,0 ml x 0,500 mek/ml = 7 mek
Massa Na2HPO412H2O = 7 mek x 358 mg/mek = 2506 mg
% Na2HPO412H2O = (2506/300) x 100% = 83,53%
Ek NaH2PO4 = ek NaOH = 5,00 ml x 0,600 mek/ml = 3 mek
Massa NaH2PO4H2O = 3 mek x 138 mg/mek= 414 mg
% NaH2PO4H2O = (414/300) x 100% = 13,8%
Contoh Soal 5.4
Suatu sampel yang terdiri dari campuran dua komponen yang tidak saling
berinteraksi: HCl, Na2HPO4, NaH2PO4, H3PO4, NaOH. Titrasi sampel dengan
larutan NaOH 0,500 N (menggunakan indikator fenolftalein) membutuhkan larutan
NaOH sebanyak 27,0 ml. Apabila sampel dengan jumlah yang sama dititrasi
dengan menggunakan indikator metil jingga, membutuhkan larutan NaOH
19

sebanyak 17,2 ml. Hitung berapa gram masing-masing komponen yang ada dalam
sampel!
Pembahasan:
Sesuai dengan tabel 2.2, karena volume NaOH pada saat titrasi menggunakan
indikator metil jingga (V1) lebih kecil dari pada volume NaOH pada saat
menggunakan indikator fenolftalein (V2), dapat dipastikan bahwa sampel terdiri
dari campuran: HCl dengan H3PO4. Indikator metil jingga mengindikasikan bahwa
NaOH telah merubah sebagian HCl menjadi NaCl dan NaOH telah merubah H 3PO4
menjadi NaH2PO4. Sementara indikator fenolftalein mengindikasikan bahwa NaOH
telah merubah semua HCl menjadi NaCl dan NaOH telah merubah NaH 2PO4 dari
H3PO4 (= NaH2PO4(H3PO4)) menjadi Na2HPO4. Volume NaOH yang dibutuhkan
untuk mentitrasi NaH2PO4 menjadi Na2HPO4 adalah 9,8 ml (= 27 – 17,2) ml,
sedang volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi H3PO4 menjadi
Na2HPO4.adalah dua kali volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi
NaH2PO4 menjadi Na2HPO4, sehingga volume NaOH yang dibutuhkan untuk
mentitrasi H3PO4 menjadi Na2HPO4 adalah 19,6 ml.
Ek H3PO4 = = 19,6 ml x 0,500 mek/ml = 9,8 mek
Massa H3PO4 = 9,8 mek x 49 mg/mek = 480,2 mg
Pada proses titrasi dengan menggunakan indikator fenolftalein, ek NaOH = 27 ml x
0,5 mek/ml = 13,5 mek dan ek H3PO4 = 9,8 mek
Ek HCl + ek H3PO4 = ek NaOH
Ek HCl + 9,8 mek = 13,5 mek
Ek HCl = 3,7 mek
Massa HCl = 3,7 mek x 36,5 mg/mek = 135,05 mg
Volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi HCl dan H 3PO4 dalam
campurannya, secara ringkas ditunjukkan pada skema titrasi berikut:
20

HCl Metil jingga


ditambahkan

= (17,2 – 9,8) ml

NaOH
= 7,4 ml
V1 = 17,2 ml
v2 = 27 ml

NaCl H3PO4

NaOH
= 9,8 ml
Metil jingga mengubah
warna, Fenolftalein
NaH2PO4 ditambahkan

=(V2-V1) ml

NaOH
=9,8 ml Fenolftalein
Na2HPO4
mengubah warna

5.3.2. Titrasi Redoks (Oksidimetri-Reduksimetri)


Dalam titrasi redoks, terjadi reaksi reduksi-oksidasi. Zat Reduktor
(Reduktan) akan mengalami reaksi oksidasi (mengalami pertambahan bilangan
oksidasi atau melepaskan elektron), sedangkan Oksidator (Oksidan) mengalami
reaksi reduksi (mengalami pengurangan bilangan oksidasi atau menangkap
elektron). Titik ekivalen telah tercapai pada saat ekivalen (ek) reduktor sama
dengan ekivalen oksidator. Satu ekivalen (1 ek) Reduktor atau Oksidator adalah
banyak mol reduktor atau oksidator yang ekivalen dengan satu mol elektron yang
dibebaskan atau diterima pada setengah reaksi oksidasi dan reduksi masing-
masing. Reaksi perubahan reduktor maupun oksidator tergantung suasana reaksi,
sehingga konversi ek menjadi mol dapat berbeda. Sebagai contoh: Kalium
permanganat (KMnO4). Dalam suasana asam, reaksi reduksi yang terjadi adalah:
MnO4- + 8H+ + 5e  Mn2+ + 4H2O. Karena elektron yang terlibat dalam reaksi ini
ada sebanyak 5, secara stoikhiometri dapat dinyatakan bahwa 1 mol elektron
ekivalen dengan 1/5 mol KMnO4, yang berarti bahwa 1 ek KMnO 4 sama dengan
1/5 mol KMnO4 (ME KMnO4 = 1/5 x MM KMnO4). Sementara dalam suasana basa
reaksi yang terjadi adalah: MnO4- + 2H2O + 3e  MnO2 + 4OH-, yang berarti
bahwa 1 ek KMnO4 sama dengan 1/3 mol KMnO4 (ME KMnO4 = 1/3 x MM
KMnO4). Contoh yang lain adalah: Kalium tetraoksalat (KHC2O4H2C2O42H2O).
Kalium tetraoksalat dapat bertindak sebagai reduktor dan peristiwa titrasi redoks
21

dan dapat bertindak sebagai asam dalam peristiwa titrasi asam-basa. Dalam titrasi
redoks, kalium tetraoksalat mengalami dua tahap reaksi oksidasi menurut reaksi:
HC2O4-  2CO2 + H+ + 2e dan C2O42-  2CO2 + 2e
Karena elektron yang terlibat dalam reaksi ini ada sebanyak 4, secara stoikhiometri
dapat dinyatakan bahwa 1 mol elektron ekivalen dengan 1/4 mol
KHC2O4H2C2O42H2O, yang berarti bahwa 1 ek KHC2O4H2C2O42H2O sama dengan
1/4 mol KHC2O4H2C2O42H2O (ME KHC2O4H2C2O42H2O = 1/4 x MM
KHC2O4H2C2O42H2O). Sementara dalam peristiwa titrasi asam-basa,
KHC2O4H2C2O42H2O bertindak sebagai asam yang setiap molekulnya dapat
melepaskan 3 ion H+, dapat dinyatakan bahwa 1 mol ion H+ ekivalen dengan 1/3
mol KHC2O4H2C2O42H2O, yang berarti bahwa 1 ek KHC2O4H2C2O42H2O sama
dengan 1/3 mol KHC2O4H2C2O42H2O (ME KHC2O4H2C2O42H2O = 1/3 x MM
KHC2O4H2C2O42H2O).
Hubungan antara ek dengan mol dalam beberapa zat pengoksidasi dan
pereduksi dalam peristiwa titrasi redoks ditunjukkan dalam bentuk tabel 5.3
berikut.

Tabel 5.3. Hubungan antara ek dengan mol pada beberapa Oksidator dan Reduktor dalam
peristiwa titrasi redoks.
A. Oksidator (Pengoksidasi)
No Nama, Rumus Kimia Reaksi reduksi spesies Pengoksidasi Hubungan ek
zat dengan mol
1. Kalium heksasianoferat Fe(CN)63- + e  Fe(CN)64- 1 ek K3Fe(CN)6 = 1
(III), K3Fe(CN)6 mol K3Fe(CN)6
2. Kalium permanganat, MnO4- + 8H+ + 5e  Mn2+ + 4H2O 1 ek KMnO4 = 1/5
KMnO4 (asam) mol KMnO4
MnO4- + 2 H2O + 3 e  MnO2 + 4OH- 1 ek KMnO4 = 1/3
(basa) mol KMnO4
4. Kalium bikromat, Cr2O72- + 14H+ + 6e  Cr3+ + 7H2O 1 ek K2Cr2O7 = 1/6
K2Cr2O7 (asam) mol K2Cr2O7
5. Iod, I2 I2 + 2e  2I- 1 ek I2 = 1/2 mol I2
6. Kalium bromat, KBrO3 BrO3- + 6H+ + 6e  Br- + 3H2O 1 ek KBrO3 = 1/6 mol
KBrO3
7. Hidrogen peroksida, H2O2 + 2H+ + 2e  2H2O 1 ek H2O2 = 1/2 mol
H2O2 H2O2
B. Reduktor (Pereduksi)
No Nama, Rumus Kimia Reaksi oksidasi spesies Pereduksi Hubungan ek
zat dengan mol
1. Besi (II) sulfat Fe2+  Fe3+ + e 1 ek FeSO47H2O = 1
heptahidrat, mol FeSO47H2O
FeSO47H2O
2. Timah (II) klorida, Sn2+  Sn4+ + 2e 1 ek SnCl2 = 1/2 mol
SnCl2 SnCl2
22

3. Asam oksalat dihidrat, C2O42-  2CO2 + 2e 1 ek H2C2O42H2O =


H2C2O42H2O 1/2 mol H2C2O42H2O
4. Kalium binoksalat, HC2O4-  2CO2 + H+ + 2e ek KHC2O4H2O = 1/2
KHC2O4H2O mol KHC2O4H2O
5. Natrium tiosulfat 2S2O32-  S4O62- + 2e 1 ek Na2S2O35H2O =
pentahidrat, 1/2 mol
Na2S2O35H2O Na2S2O35H2O
6. Hidrogen sulifa, H2S H2S  S + 2H+ + 2e 1 ek H2S = 1/2 mol
H2S
H2S  H2SO4 + 8H+ + 8e 1 ek H2S = 1/8 mol
H2S
8. Hidrogen peroksida, H2O2  O2+ 2H+ + 2e 1 ek H2O2 = 1/2 mol
H2O2 H2O2

Pada titrasi redoks, saat titik ekivalen telah tercapai, akan berlaku
persamaan: Vo x No = Vr x Nr
di mana Vo dan No adalah volume dan normalitas larutan oksidator sebagai titrat, Vr
dan Nr adalah volume dan normalitas larutan reduktor sebagai titran.
Kadang kala, dalam proses titrasi redoks terjadi proses lewat titrasi (titik ekivalen
terlewati) sehingga kelebihan titran tersebut perlu dititrasi ulang dengan larutan
standar lain. Dalam hal ini, total ek Oksidator sama dengan total ek Reduktor.
Berdasarkan jenis Oksidator dan Reduktor yang digunakan pada peristiwa
titrasi redoks dibedakan atas: Permanganometri (oksidator MnO4-), Bromatometri
(oksidator BrO3-), Iodometri (oksidator I2) dan Iodimetri (reduktor I-)
Contoh Soal 5.5
Untuk mengoksidasi besi (Fe) yang terdapat dalam 1 gram FeSO4(NH4)2SO46H2O
dibutuhkan 5,00 ml HNO3 (3Fe2+ + NO3- + 4H+  3Fe3+ + NO + H2O). Berapa
banyak air yang harus ditambahkan ke dalam HNO3 tersebut agar konsentrasinya
0,100 N?
Pembahasan:
56
x 1 g =0 ,143 g
Dalam 1 gram FeSO4(NH4)2SO46H2O, massa Fe = 392
Reaksi reduksi: Fe2+  Fe3+ + e (berarti 1 ek Fe= 1 mol Fe)
0 ,143 g
=0 ,00255 ek
Ek Fe = 56 g/ek
Ek HNO3 = ek Fe2+ = ek Fe = 0,00255 ek
23

0,00255 ek
=0,51 ek/ L
N HNO3 = 0,005 L
Reaksi oksidasi: NO3- + 4H+ + 3e  NO + H2O (berarti 1 ek HNO3= 1/3 mol HNO3
atau 1 N HNO3 = 1/3 M HNO3), berarti: M HNO3 = (0,51/3) mol/l = 0,17 mol/l.
Agar konsentrasi HNO3 menjadi 0,100 N (= 0,100 M), larutan perlu diencerkan.
Dalam peristiwa pengenceran HNO3, setiap 1 molekul HNO3 dapat melepaskan 1
ion H+ (berarti 1 ek HNO3 = 1 mol HNO3). Volume setelah pengenceran (V2)

V1 x M 1 500 ml x 0 , 17 ek /l
= = =850 ml
M2 0 , 100 ek /l
Volume air yang harus ditambahkan adalah: (850 – 500) ml = 350 ml
Contoh Soal 5.6
Sejumlah volume tertentu larutan kalium binoksalat (KHC2O4H2O) dalam suasana
asam tepat dititrasi oleh larutan KMnO4 0,01 M dalam volume yang sama. Berapa
ml larutan Ba(OH)2 0,01 M yang diperlukan untuk menetralkan 20 ml binoksalat
tersebut?
Pembahasan:
Dari persamaan reaksi reduksi KMnO4 (MnO4- + 8H+ + 5e  Mn2+ + 4H2O), dapat
diartikan bahwa N KMnO4 = 0,05 ek/l. Karena volume larutan KMnO4 yang
dibutuhkan untuk mentitrasi sama dengan volume larutan KHC2O4H2O yang
dititrasi, dapat juga dinyatakan bahwa N KHC2O4H2O = 0,05 ek/l. Selanjutnya dari
persamaan reaksi oksidasi kalium binoksalat (HC2O4-  2CO2 + H+ + 2e) dapat
diartikan bahwa 1 ek KHC2O4H2O = 1/2 mol KHC2O4H2O. Sementara jika
KHC2O4H2O dititrasi dengan larutan Ba(OH)2, KHC2O4H2O akan bertindak sebagai
asam dimana dalam setiap 1 molekul KHC2O4H2O terdapat 1 ion H+ (1 ek
KHC2O4H2O = 1 mol KHC2O4H2O), maka N KHC2O4H2O menjadi ½ x 0,05 ek/l =
0,025 ek/l. Sementara di dalam setiap 1 molekul Ba(OH) 2 terdapat 2 ion OH- (1 ek
Ba(OH)2 = ½ mol Ba(OH)2), maka N Ba(OH)2 = 0,02 ek/l
Dalam proses titrasi asam-basa, pada saat titik ekivalen telah tercapai, akan berlaku
persamaan:
Va x Na = Vb x Nb
20 ml x 0,025 mek/ml = Vb x 0,02 mek/ml
24

Vb = 25
Volume larutan Ba(OH)2 0,01 M yang diperlukan adalah 25 ml
Contoh soal 5.7
Hitung berapa persen kadar MnO2 dalam bijih pirolusit, jika sampel bijih sebanyak
0,4000 gram direaksikan dengan 0,6000 gram H2C2O42H2O murni dalam H2SO4
encer yang setelah terjadi reaksi reduksi (MnO 2 + H2C2O4 + 2H+  Mn2+ +2CO2 +
4H2O), kelebihan asam oksalat tepat dititrasi oleh 26,26 ml larutan KMnO 4 0,1000
N. Jika As2O3 murni yang digunakan sebagai pengganti asam oksalat, berapa gram
As2O3 yang diperlukan untuk menghasilkan kelebihan yang sama dengan asam
oksalat tersebut?
Pembahasan:
Berdasarkan reaksi redoks yang terjadi, 1 ek Asam oksalat (H 2C2O42H2O) sama
dengan 2 mol Asam oksalat dan 1 ek MnO2 sama dengan 2 mol MnO2.
0 , 6000 g
= =0 , 00952 ek = 9 ,52 mek
126
g/ek
Ek H2C2O42H2O 2
Asam oksalat sebagai reduktor, dititrasi oleh dua macam oksidator yaitu: MnO 2 dan
KMnO4, sehingga berlaku persamaan:
Ek MnO2 + ek KMnO4 = ek H2C2O4
Ek MnO2 + 26,26 ml x 0,1000 mek/ml = 9,52 mek
Ek MnO2 = 6,894 mek
87
=6 , 894 mek x mg/mek= 299 ,889 mg
Massa MnO2 2
299 ,889 mg
= x 100%= 74,97%
% MnO2 400 mg
Apabila As2O3 digunakan sebagai pengganti asam oksalat, reaksi oksidasi yang
terjadi adalah: As3+  As5+ + 2e, sehingga 1 ek As2O3 = ¼ mol As2O3
Ek As2O3 = 9,52 mek
198
= 9 ,52 mek x mg/mek = 471 , 24 mg
Massa As2O3 4
Contoh soal 5.8
25

Sebanyak 1,000 ml larutan KMnO4 akan ekivalen dengan 0,1000 mmol natrium
formiat (HCO2Na) dalam peristiwa titrasi menurut reaksi:
3HCO2- + 2MnO4- + H2O 3CO2 + 2MnO2 + 5OH-
Hitung berapa gram KMnO4 yang ekivalen dengan CaO dengan metode volumetri
dimana unsur kalsium diendapkan sebagai CaC2O42H2O, yang kemudian endapan
disaring, dicuci, dilarutkan dalam asam sulfat encer dan ditirasi dengan larutan
KMnO4.
Pembahasan:
Berdasarkan reaksi reduksi yang terjadi pada natrium formiat (OH- + HCO2-  CO2
+ H2O + 2e) dapat dinyatakan bahwa: 1 ek HCO2Na = ½ mol HCO2Na
Ek HCO2Na = 0,2000 mek
N KMnO4 = 0,2000 mek/1ml = 0,2000 ek/l
Normalitas KMnO4 sebesar 0,2000 ek/l hanya berlaku pada suasana basa dimana
MnO4- akan tereduksi menjadi MnO2 (MnO4- + 2H2O + 3e  MnO2 + 4OH-).
Apabila KMnO4 dalam suasana asam, MnO4- akan tereduksi menjadi Mn2+ (MnO4-
+ 8H+ + 5e  Mn2+ + 4H2O), maka normalitas KMnO4 adalah 0,3333 ek/l (= 5/3 x
0,2000 ek/l). Asam oksalat yang dihasilkan dari reaksi endapan kalsium oksalat
dengan asam sulfat encer akan teroksidasi menjadi CO 2 (1 ek H2C2O4 = ½ mol
H2C2O4), mol H2C2O4 yang ekivalen dengan 1 ml larutan KMnO4 0,3333 ek/l adalah
0,16665 mmol. Secara stoikhiometri, setiap satu atom Ca dapat menghasilkan 1
molekul CaC2O42H2O dan setiap 1 molekul CaC2O42H2O dapat menghasilkan 1
molekul H2C2O4, maka mol Ca adalah 0,16665 mmol. Selanjutnya dalam setiap 1
atom Ca akan menghasilkan 1 molekul CaO, maka mol CaO = 0,16665 mmol.
Massa CaO = 0,16665 mmol x 56 mg/mmol = 9,33 mg = 0,00933 g
Contoh Soal 5.9
Sebanyak 0,31 gram Kalium iodida kotor dilarutkan dalam air dan ke dalamnya
ditambahkan 1 mmol Kalium kromat, dan 20 ml asam sulfat 6 N. kemudian larutan
didihkan untuk menghilangkan I2 yang terbentuk. Larutan yang mengandung
kelebihan ion kromat ini setelah didinginkan kemudian ditambahkan larutan
Kalium iodida berlebihan dan dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N
26

ternyata memerlukan sebanyak 12 ml. hitung berapa % kemurnian Kalium iodida


tersebut.
Pembahasan:
 Reaksi yang terjadi:
I. 6 KI + 2 K2CrO4 + 8 H2SO4  5 K2SO4 + Cr(SO4)3 + 8 H2O + 3 I2
II. K2CrO4 + 2 KI + 4 H2SO4  Cr(SO4)3 + 4 H2O + I2
III. I2 + 2 Na2S2O3  NaI + Na2S4O6
 Ek Reduktor = Ek Oksidator
Ek KI + ek Na2S2O3 = Ek K2CrO4
Ek K2CrO4 = 3 mek
Ek Na2S2O3 = 12 ml x 0,1 mek/ml = 1,2 mek
Ek KI + 1,2 mek = 3 mek
Ek KI = 1,8 mek
Massa KI = 1,8 mek x 166 mg/ mek = 298,8 mg
%KI = 298,8/310 x 100% = 96,39%
5.3.3. Titrasi Pengendapan (Presipitimetri)
Dalam metode presipitimetri, analit yang terdapat dalam sampel dititrasi
dengan larutan standar yang bertindak sebagai bahan pengendap sehingga
menghasilkan larutan jenuh dari endapan. Massa ekivalen dari suatu zat endapan
yang dihasilkan adalah massa zat endapan yang ekivalen dengan 1,008 gram ion
hidrogen (satu mol ion H+). Secara umum, penentuan massa ekivalen zat yang
dititrasi ditetapkan dengan cara membagi massa molekul zat tersebut dengan
muatan bersih dari analit yang terlibat langsung dalam reaksi dalam pembentukan
endapan. Sebagai contoh: dalam reaksi antara perak nitrat dengan natrium klorida
(Ag+ + Cl-  AgCl), massa ekivalen (ME) AgNO3 sama dengan Massa molar (MM)
AgNO3, dan massa ekivalen (ME) NaCl sama dengan Massa molar (MM) NaCl.
Dengan cara yang sama, massa ekivalen dari dinatrium fosfat anhidrat (Na 2HPO4)
dapat ditinjau dari dinatrium fosfat anhidrat sebagai garam natrium dan sebagai
fosfat. Sebagai garam natrium, ME Na2HPO4 = ½ x MM Na2HPO4, dan sebagai
fosfat, ME Na2HPO4 = 1/3 x MM Na2HPO4.
27

Salah satu contoh titrasi pengendapan adalah titrasi Argentomentri metode


Mohr, yaitu menggunakan larutan perak nitrat, AgNO3 sebagai larutan standar.
Metode Mohr digunakan untuk menentukan kadar senyawa halogen (misalnya:
KCl) dalam suatu larutan sampel dengan menambah sedikit larutan Kalium kromat,
K2CrO4 (3-5 mM) sebagai indikator dan kemudian larutan dititrasi dengan larutan
standar AgNO3. Pada saat titik ekivalen telah tercapai, kelebihan sedikit larutan
AgNO3 akan menghasilkan endapan senyawa AgCrO4 yang berwarna merah.
K2CrO4(aq) + AgNO3(aq)  Ag2CrO4(s) + KNO3(aq)
Pada saat titik ekivalen telah tercapai, akan berlaku persamaan:
(V x N) KCl = (V x N) AgNO3
Contoh Soal 5.10
Ke dalam 0,5000 gram sampel yang berisi Stronsium klorida (SrCl 2) yang tidak
murni ditambahkan 50,00 ml larutan AgNO3 0,2100 N, endapan AgCl yang
dihasilkan kemudian disaring dan membutuhkan 25,50 larutan KCNS 0,2800 N
untuk mentitrasi semua ion perak yang ada di dalam filtrat. Hitung berapa persen
SrCl2 dalam sampel!
Pembahasan:
Ek SrCl2 + Ek KCNS = Ek AgNO3
Ek SrCl2 + 25,50 ml x 0,2800 mek/ml = 50,00 ml x 0,2100 mek/ml
Ek SrCl2 = (10,50 – 7,14) mek = 3,36 mek
159
= 3 , 36 mek x mg/mek= 267 , 12 mg
Massa SrCl2 2
267 ,12 mg
= x 100 %= 53,42%
%SrCl2 500 mg
Contoh Soal 5.11
Sebanyak 0,6000 gram sampel yang terdiri dari campuran LiCl dan BaI2,
direaksikan dengan 45,15 ml Larutan AgNO 3 0,2000 N. Kelebihan ion Ag+ tepat
dititrasi dengan 25,00 ml larutan KCNS 0,1000 N. Hitung berapa % iod dalam
sampel! (Ar Li = 7, Cl = 35,5, Ba = 137, dan I = 127)
Pembahasan:
Misalkan massa BaI2 = a gram, maka massa LiCl = (0,6000 – a) gram
Ek BaI2 + Ek LiCl + ek KCNS = Ek AgNO3
28

ag (0 ,6000−a ) g
+ +0 , 025 l x 0 , 1000 ek /l = 0 , 04515 l x 0 , 2000 ek /l
391 42 ,5 g /ek
g /ek
2
a = 0,412
Massa BaI2 = 0,412 gram
2 x Ar I 2 x 127
x massa BaI 2 = x 0 , 412 g = 0 ,268 g
Massa I = Mr BaI 2 391

0,268
x 100 % = 44 ,60 %
%I= 0,6000
Contoh Soal 5.12
Feldspar adalah salah jenis batuan yang membentuk teknosilikat dalam perut
bumi. Dari 1,500 gram batuan feldspar diperoleh sebanyak 0,1801 gram campuran
KCl dan NaCl. Senyawa klorida tersebut dilarutkan dalam air dan membutuhkan
50 ml larutan AgNO3 0,08333 N untuk mengendapkan seluruh kloridanya. Setelah
endapan disaring, filtratnya tepat dititrasi dengan 16,47ml larutan KCNS 0,1000 N
dengan menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat (FAS). Apabila unsur
kalium dinyatakan dalam bentuk senyawa K2O, hitung berapa persen K2O dalam
teknosilikat tersebut! (Ar K = 39, Cl = 35,5, Na = 23, O = 16)
Pembahasan:
Misalkan massa KCl = a gram, maka massa NaCl = (0,1801 – a) gram
Ek KCl + ek NaCl + ek KCNS = Ek AgNO3
ag ( 0 ,1801−a) g
+ +0 , 01647 l x 0 , 1000 ek/l = 0 , 05 l x 0 , 08333 ek /l
74 ,5 g/ek 58 , 5 g/ek
a = 0,152
Massa KCl = 0,152 gram
Mr K 2 O 94
x massa KCl= x 0 , 152 g = 0 , 096 g
Massa K2O = 2 x Mr KCl 149
0,096
x 100 % = 6,40%
% K2O = 1,500
Contoh Soal 5.13
Larutan garam NaCl 0,1 N dititrasi dengan larutan AgNO 3 menurut metode Mohr.
Untuk maksud tersebut, ke dalam larutan NaCl ditambahkan larutan K2CrO4 5 %
29

m/v sebagai indikator sebanyak 5 tetes untuk setiap 100 ml larutan. Apabila
diketahui: 1 tetes K2CrO4 = 0,01 ml, MM K2CrO4 = 194 g/mol, Ksp K2CrO4= 1,7 x
10-12, Ksp AgCl = 1,2 x 10-10 dan perubahan volume karena penambahan indikator
diabaikan, hitunglah konsentrasi ion Cl- dalam larutan pada saat Ag2CrO4 mulai
mengendap.
Pembahasan:
K2CrO4 5% m/v, artinya dalam setiap 100 ml larutan K2CrO4 terdapat 5 g K2CrO4.
5/194
M K2CrO4 = 0,1 mol/L = 0,258 mol/L
Dalam 1 L larutan titrat (=1000 mL)
Volume Larutan K2CrO4 =50 tetes =50 tetes x 0,01 mL/tetes =0,5 mL
Mol K2CrO4 =0,5 mL x 0,258 mol/L =0,129 mmol.
M CrO42- =0,129 mmol/1000 mL =1,29 x 10-4 mol/L
Pada saat Ag2CrO4 mulai mengendap,
KspAg 2 CrO 4

[Ag+] = √ CrO 2−
4
=
√1,7 x 10−12
1 ,29 x 10−4
= 1,1148 x 10-4 mol/L
KspAgCl 1,2 x10−10
+
=
-
[Cl ] = [ Ag ] 1 ,148 x 10−4 = 1,045 x 10-6 mol/L
5.3.4. Titrasi Pengompleksan (Kompleksometri)
Prinsip dasar titrasi kompleksometri adalah perhitungan yang didasarkan
pada pembentukan senyawa kompleks yang permanen setelah penambahan larutan
standar. Titik ekivalen (reaksi sempurna secara stoikhiometri) dapat diamati dari
pembentukan senyawa kompleks yang permanen. Bila titik ekivalen telah tercapai,
ekivalen (ek) larutan standar yang ditambahkan sama dengan ekivalen zat yang
dititrasi. Penentuan massa ekivalen (ME) suatu zat yang dititrasi yang menghasilkan
senyawa kompleks didasarkan pada persamaan reaksi ion yang terjadi pada
pembentukan ion kompleks. Sebagai contoh penentuan kadar sianida dalam garam-
garam sianida (misalnya: KCN) dengan penambahan larutan standar perak nitrat
(AgNO3) pada titrasi Argentometri menurut metode Liebig. Dari reaksi KCN
dengan AgNO3, mula-mula akan terjadi endapan putih dari AgCN. Akan tetapi bila
digojog, endapan ini akan segera larut kembali (oleh karena adanya kelebihan ion
30

sianida) dan terbentuk senyawa kompleks Kalium disianoargentat (I), K[Ag(CN) 2]


yang cukup stabil. Reaksi-reaksi yang terjadi pada proses titrasi Argentometri
menurut metode Liebig adalah sebagai berikut:
KCN(aq) + AgNO3(aq)  AgCN(s) +KNO3(aq)
AgCN(s) + KCN(aq)  K[Ag(CN)2](aq) + KNO3(aq) +
2 KCN + AgNO3(aq)  K[Ag(CN)2](aq) + KNO3(aq)
Setelah semua ion sianida membentuk senyawa kompleks, penambahan sedikit
larutan AgNO3 (beberapa tetes) akan menghasilkan senyawa kompleks Argentum
disianoargentat (I), Ag[Ag(CN)2] dengan kekeruhan yang permanen, yang dapat
digunakan sebagai indikator untuk proses titrasi dengan metode Liebig.
K[Ag(CN)2](aq) + AgNO3(aq)  Ag[Ag(CN)2](s) + KNO3(aq)
Massa ekivalen (ME) dari KCN ditetapkan dari persamaan stoikhiometri reaksi
hingga terbentuknya senyawa K[Ag(CN)2]. Dari persamaan reaksi yang terjadi,
dalam pembentukan 1 mol K[Ag(CN)2], perlu direaksikan 2 mol KCN, dapat
dinyatakan bahwa 1 ek KCN = 2 mol KCN, sehingga ME KCN = 2 x MM KCN
Pada saat titik ekivalen telah tercapai, akan berlaku persamaan:
(V x N)KCN =(V x N)AgNO3
Metode Liebig tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniakal, karena
senyawa kompleks Ag[Ag(CN)2] akan larut membentuk senyawa kompleks diamin
perak (I) sianida, [Ag(NH3)2]CN.
Ag[Ag(CN)2](s) + 4 NH3  2[Ag(NH3)2]CN
Titrasi Argentometri metode Volhard juga digunakan untuk menentukan kadar
senyawa halogen (misalnya: KI) dalam suatu larutan dengan penambahan larutan
standar AgNO3 secara berlebihan. Kelebihan AgNO3 ini diidentifikasi dengan cara
menambahkan sedikit garam besi(III) (misalnya: FeCl 3) sebagai indikator,
kemudian larutan dititrasi dengan larutan standar Kalium tiosianat, KCNS atau
Amonium tiosianat, NH4CNS. Titik ekivalen telah tercapai bila terbentuk ion
kompleks [Fe(CNS)6]3- berwarna coklat.
I. KI(aq) + AgNO3(aq)  AgI(s) + KNO3(aq)
KCNS (aq) + AgNO3(aq) AgCNS (aq) + KNO3(aq)
II. 6 KCNS (aq) + FeCl3(aq)  K3[Fe(CNS)6](aq) + 3 KCl(aq)
31

Pada saat titik ekivalen telah tercapai, akan berlaku persamaan:


(V x N)Kl +(V x N)KCNS =(V x N)AgNO3
Contoh Soal 5.14
Suatu larutan yang berisi campuran KCN dan KCl, membutuhkan 20,0 ml larutan
AgNO3 0,100 N untuk menitrasi KCN dengan metode Liebig. Setelah ditambahkan
50 ml lagi larutan AgNO3, campuran yang dihasilkan disaring dan filtratnya tepat
dititrasi dengan 16,0 ml larutan KCNS 0,125 N hingga terjadi perubahan warna
dengan ion besi (III). Hitung jumlah mmol KCN dan KCl dalam larutan semula!
(Ar K = 39, C = 12, N = 14, Cl = 35,5)
Pembahasan:
Ek KCN = Ek AgNO3 = 20,0 ml x 0,100 mek/ml = 2 mek
Mol KCN = 4 mmol
Ek KCN + ek KCl + ek KCNS = Ek AgNO3
2 mek + ek KCl + 16, 0 ml x 0,125 mek/ml = 50 ml x 0,100 mek/ml
Ek KCl = 1 mek
Mol KCl = 1 mmol
Contoh Soal 5.15
Ke dalam suatu larutan yang mengandung campuran garam KCN (MM = 65 g/mol)
dan KCl (MM = 74,5 g/mol), ditambahkan 15 ml larutan AgNO 3 0,1 N dan diaduk
sehingga endapan yang semula terbentuk, larut kembali. Kemudian ditambahkan
larutan yang sama sehingga jumlah volume larutan yang ditambahkan sama dengan
47,1 ml. Endapan yang terjadi yaitu: campuran Ag[Ag(CN) 2] dan AgCl disaring
dan dicuci, kemudian filtratnya dititrasi dengan larutan standar KCNS 0,08 N
dengan indikator garam Fe3+ sampai larutan tepat berwarna merah, ternyata
diperlukan larutan rodanida (KCNS) sebanyak 7,2 ml. Pertanyaan:
a. Tuliskan semua persamaan reaksi yang terjadi.
b. Hitunglah berapa gram garam KCN dan KCl yang terkandung dalam
larutan campuran tersebut.
Pembahasan:
Reaksi yang terjadi:
I. KCN(aq) + AgNO3(aq)  AgCN(s) + KNO3(aq)
32

AgCN(s) + KCN(aq)  K[Ag(CN)2](aq) + KNO3(aq) +


2KCN(aq) + AgNO3(aq)  K[Ag(CN)2](aq) + KNO3(aq)
II. K[Ag(CN)2](aq) + AgNO3(aq)  Ag[Ag(CN)2](s) + KNO3(aq)
KCl(aq) + AgNO3(aq)  AgCl(s) + KNO3(aq)
III. AgNO3(aq) + KCNS (aq)  AgCNS (s) + KNO3(aq)
Pada reaksi I: (Ek KCN = Ek AgNO3)
Ek AgNO3 = 15 ml x 0,1 mek/ml =1,5 mek
Ek KCN = 1,5 mek
Massa KCN = 1,5 mek x 2 x 65 mg/mek = 195 mg = 0,195 g.
Pada reaksi II dan III: (Ek (K[Ag(CN)2] + ek KCl + ek KCNS = Ek AgNO3)
Ek AgNO3 = (47,1-15) ml x 0,1 mek/ml = 3,21 mek …….….(1)
Dari reaksi I: ek K[Ag(CN)2] = 1,5 mek)
Ek (KCl + KCNS) = (3,21-1,5) mek = 1,71 mek …..….………(2)
Pada reaksi III: (Ek AgNO3 = Ek KCNS)
Ek KCNS = 7,2 ml x 0,0833 mek/ml = 0,576 mek …………….(3)
Substitusi pers. (3) ke (2)
Ek KCl = (1,71 - 0,576) mek = 1,134 mek
Massa KCl = 1,134 mek x 74,5 mg/mek = 84,483 mg = 0,084 g
Contoh Soal 5.16
Sebuah larutan yang berisi campuran: ½ mol KCl, 1/3 mol KCN dan ¼ mol KCNS,
membutuhkan A ml larutan AgNO3 0,0667 M hingga terbentuk kekeruhan yang
yang cukup stabil. Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan larutan AgNO3
hingga volume 30 ml, endapan yang terbentuk disaring dan filtratnya diititrasi
dengan larutan KCNS 0,100 M dan indikator ion besi (III). Warna merah terbentuk
pada saat penambahan B ml larutan KCNS. Selanjutnya endapan didekomposisi
dengan larutan HNO3 pekat dan diencerkan sampai residu yang tinggal hanya
endapan AgCl. Larutan HNO3 yang berisi ion Ag+ yang berasal dari Ag[Ag(CN)2]
dan AgCNS tepat dititrasi dengan C ml larutan KCNS. Tentukan nilai A, B dan C
tersebut!
Pembahasan:
Pada penambahan A ml larutan AgNO3 0,0667 M, reaksi yang terjadi adalah:
33

2KCN(aq) + AgNO3(aq)  K[Ag(CN)2](aq) + KNO3(aq)


Bereaksi- 1/3 mmol 1/6 mmol 1/6 mmol 1/6 mmol
terbentuk

Mol AgNO3 = A ml x 0,0667 mmol/ml = 0,0667A mmol, sehingga: 0,0667A


= 1/6, maka A = 2,5.
Pada penambahan 30 ml larutan AgNO3 0,0667 M sampai terbentuk endapan,
reaksi yang terjadi adalah:
I. K[Ag(CN)2](aq) + AgNO3(aq)  Ag[Ag(CN)2](s) + KNO3(aq)
Bereaksi- 1/6 mmol 1/6 mmol 1/6 mmol 1/6 mmol
terbentuk
II. KCl(aq) + AgNO3(aq)  AgCl(s) + KNO3(aq)
Bereaksi- 1/2 mmol 1/2 mmol 1/2 mmol 1/2 mmol
terbentuk
III. KCNS(aq) + AgNO3(aq)  AgCNS(s) + KNO3(aq)
Bereaksi- 1/4 mmol 1/4 mmol 1/4 mmol 1/4 mmol
terbentuk

Total AgNO3 yang dibutuhkan dalam reaksi hingga terbentuk endapan =


13/12 mmol = 1,083 mmol
Total AgNO3 yang ditambahkan = 30 ml x 0,0667 mmol/ml = 2,001 mmol
Sisa AgNO3 sebanyak 0,918 mmol dititrasi (= tepat bereaksi) dengan B ml
larutan KCNS 0,100 M, berarti: 0,9188 = 0,1 B, maka B = 9,19
Endapan didekomposisi dengan larutan HNO3 pekat dan diencerkan sampai residu
yang tinggal hanya endapan AgCl, reaksi yang terjadi adalah:
I. Ag[Ag(CN)2](s)  2Ag+(aq) + 2CN-aq)
Bereaksi- 1/6 mmol 1/3 mmol 1/6 mmol
terbentuk
II. AgCNS(s)  Ag+(aq) + CNS-aq)
Bereaksi- 1/4 mmol 1/4 mmol 1/4 mmol
terbentuk
Total Ag+ yang diperoleh dari dekomposisi sebanyak 7/12 mmol (= 0,583 mmol)
tepat dititrasi oleh C ml larutan KCNS 0,100M, berarti 0,583 = 0,1C, maka C =
5,83.

5.4. Aplikasi Metode Titrasi Volumetri


Aplikasi (penggunaan) metode titrasi volumetri antara lain:
 Standarisasi larutan standar sekunder (misalnya lar: NaOH, Na2S2O3)
34

 Uji kualitas minyak (misalnya: Bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan


peroksida, dan bilangan iod)
 Uji kualitas bahan makanan/minuman (misalnya: kadar vitamin C, kadar
protein dengan metode Kjeldahl)
 Uji kualitas air (misalnya: Kebutuhan oksigen kimia)

5.4.1. Standarisasi Larutan Standar Sekunder


Larutan yang terbuat dari bahan zat padat dengan kemurnian rendah, mudah
mengalami oksidasi, dan/atau mudah menyerap CO2 dan/atau uap air dari udara
perlu distandarisasi sebelum digunakan sebagai larutan standar. Untuk dapat
menetapkan konsentrasi larutan yang distandarisasi, perlu memahami reaksi-reaksi
yang dialaminya sewaktu titrasi berlangsung. Dalam tabel 6.4, berikut diberikan
contoh reaksi yang terjadi sewaktu titrasi.
Tabel 6.4. Daftar Nama Beberapa Bahan Standar Primer Dan Reaksi Standarisasi Titran.
Standar primer Reaksi Standarisasi asam (titran)
Natrium karbonat, Na2CO3 Na2CO3 + H+  H2CO3 + 2 Na+ + H2O
THAM,* (HOCH2)3CNH2 (HOCH2)3CNH2 + H+  (HOCH2)3CNH3+ + H2O
Natrium tetraborat, Na2B4O7 Na2B4O7 + H+ + 3H2O  2 Na+ + 4 H3BO3
Standar primer Reaksi Standarisasi basa (titran)
Kalium hidrogenftalat, KHC8H4O4 + OH-  2 K+ + C8H4O42- + H2O
KHC8H4O4 C6H5COOH + OH-  C6H5COO2- + H2O
Asam benzoat, C6H5COOH KH(IO3)2 + OH-  K+ + 2 IO3- + H2O
Kalium hidrogeniodat,
KH(IO3)2

Dalam keperluan titrasi volumetri, biasanya larutan NaOH dibuat sewaktu akan
digunakan, karena larutan NaOH mudah menyerap CO2 dari udara sehingga larutan
tidak murni lagi larutan NaOH, melainkan campuran dari; NaOH, NaHCO3 dan
Na2CO3. Namun, apabila larutan NaOH telah tersedia sebelumnya, larutan ini tetap
dapat digunakan akan tetapi distandarisasi terlebih dahulu untuk menetapkan
konsentrasinya yang baru. Zat standar primer untuk titrasi NaOH antara lain:
Kalium hidrogenftalat, KHC8H4O4 (MM = 204,2 g/mol) atau asam oksalat dihidrat,
(MM = 126 g/mol). Konsentrasi larutan NaOH hasil standarisasi dinyatakan dengan
rumus:
35

W K−ftalat W K−ftalat
N NaOH =
BE K−ftalat xV NaOH = 0,2042 xV NaOH

dimana NNaOH adalah normalitas NaOH (ek/L), WK-ftalat adalah berat Kalium
hidrogenftalat yang ditimbang (g), BEK-ftalat adalah berat ekivalen Kalium
hidrogenftalat (= BMK-ftalat = 204,2 g/ek = 0,2042 g/mek), VNaOH adalah volume
NaOH yang terpakai sewaktu titrasi (mL).
Untuk menetapkan konsentrasi baru dari larutan NaOH 0,1N prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Sebanyak 2-3 g Kalium hidrogenftalat panaskan pada suhu 110oC selama 4
jam.
2. Setelah dingin, timbang dengan teliti 0,5 gram Kalium hidrogenftalat dan
masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian larutkan dengan 50 mL
akuades serta tambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein.
3. Letakkan larutan Kalium ftalat di atas pengaduk magnetik
4. Dengan menggunakan corong, isi buret 50 mL dengan larutan NaOH sampai
tanda batas.
5. Hidupkan pengaduk magnetik, dan titrasilah larutan Kalium hidrogenftalat
secara perlahan-lahan.
6. Hentikan penambahan larutan NaOH jika sudah terbentuk warna merah
jambu permanen.
7. Catat volume NaOH yang terpakai sewaktu titrasi dan hitung konsentrasi
larutan NaOH.
8. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, ulangi prosedur 2 s/d 7 hingga 3
kali pengulangan dan hitung rata-rata konsentrasi larutan NaOH.

5.4.2. Penentuan Bilangan Iod (I.V) Minyak


Bilangan Iod (Iodine Value, I.V) minyak dapat ditentukan dengan metode
Wijs atau metode Hanus. Prinsip dasar metode Wijs adalah Pereaksi Iod
monoklorida (ICl) akan memutus ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh pada
minyak. Kelebihan pereaksi ICl diolah kembali dengan menambahkan larutan KI
standar sehingga terbentuk Iod (I2). Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan
36

larutan Natrium tio sulfat (Na2S2O3) standar dengan menggunakan indikator larutan
kanji (= larutan pati = larutan amilum). Oleh karena kemurnian padatan Na2S2O3
relatif rendah, maka larutan yang dibuat perlu distandarisasi untuk menetapkan
konsentrasinya yang baru. Iod (I2) yang dihasilkan dari larutan standar primer
campuran: Kalium iodat (KIO3), asam klorida (HCl) dan Kalium iodida (KI) akan
mengoksidasi Na2S2O3 menjadi Natrium tetra tionat (Na2S4O6), sementara iod akan
tereduksi menjadi Natrium iodida (NaI). Konsentrasi baru larutan Na 2S2O3
ditetapkan dengan menggunakan rumus:
W KIO W KIO
3 3
N Na 2 S 2 O3=
M E KIO 3 xV Na 2 S 2 O3 0 ,03567 xV Na
= 2 S 2 O3

dimana NNa2S2O3 adalah normalitas Na2S2O3 (ek/L), WKIO3 adalah berat Kalium iodat
yang ditimbang (g), ME KIO3 adalah massa ekivalen Kalium iodat (M M KIO3/6 =
35,67 g/ek = 0,03567 g/mek), VNa2S2O3 adalah volume Na2S2O3 yang terpakai
sewaktu titrasi (mL).
Penetapan bilangan iod dari sampel minyak yang dinyatakan sebagai
banyak centigram (cg) iod yang diserap oleh satu gram lemak ditentukan dengan
menggunakan rumus:
(V o −V s ) x N Na (V o −V s ) x N Na
2 S 2 O3 2 S 2 O3
I .V= x ME I2 x 12, 69
Ws = Ws

di mana Vo dan Vs adalah volume larutan Na2S2O3 standar untuk menitrasi blanko
dan sampel minyak (mL), ME I2 adalah massa ekivalen iod (12,69 cg/mek) dan Ws
adalah massa sampel minyak (g).
Adapun prosedur standarisasi larutan Na2S2O3 0,1N dan penetapan bilangan
iod sampel miyak adalah sebagai berikut:
 Menyiapkan larutan Na2S2O3 0,1N sebanyak 250 mL
1. Timbang 6,25 gram Natrium tiosulfat pentahidrat, Na2S2O35H2O dan
pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL dan tambahkan 0,075 gram Na 2CO3
kemudian larutkan dengan akuades sampai semuanya larut.
2. Encerkan larutan tersebut dengan akuades hingga tanda batas dan simpan di
dalam botol tertutup dan berwarna gelap.
 Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1N
37

1. Timbanglah 0,14-0,15 gram Kalium iodat, KIO 3 (MM = 214,06 g/mol) dan
pindahkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL kemudian larutkan dengan
akuades secukupnya.
2. Tambahkan 2 gram Kalium iodida, KI padat dan 10 mL larutan HCl 2N.
3. Letakkan larutan Kalium iodat di atas pengaduk magnetik
4. Dengan menggunakan corong, isilah buret 50 mL dengan larutan Na 2S2O3
sampai tanda batas.
5. Hidupkan pengaduk magnetik, dan titrasilah larutan Kalium iodat secara
perlahan-lahan sampai terjadi perubahan warna dari merah bata menjadi
kuning pucat.
6. Tambahkan 1-2 mL larutan kanji dan lanjutkan proses titrasi.
7. Hentikan penambahan larutan Na2S2O3 jika warna biru pada larutan hilang.
8. Catat volume yang terpakai Na2S2O3 sewaktu titrasi dan hitung konsentrasi
larutan Na2S2O3.
9. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, ulangi prosedur 1 s/d 9 hingga 3
kali pengulangan dan hitung rata-rata konsentrasi larutan Na2S2O3.
 Menetapkan Bilangan Iod Minyak Dengan Metode Wijs
1. Timbang 0,1-0,5 gram sampel minyak dalam erlenmeyer bertutup.
2. Tambahkan 10 mL kloroform atau karbon tetraklorida dan 25 mL reagen
Wijs dan biarkan di tempat gelap selama 30 detik.
3. Tambahkan 10 mL larutan KI 15% dan 50-100 mL akuades yang telah
dididihkan.
4. Letakkan larutan sampel minyak tersebut di atas pengaduk magnetik.
5. Dengan menggunakan corong, isilah buret 50 mL dengan larutan Na 2S2O3
sampai tanda batas.
6. Hidupkan pengaduk magnetik, dan titrasilah larutan sampel minyak secara
perlahan-lahan sampai terjadi perubahan warna dari merah bata menjadi
kuning pucat.
7. Tambahkan 1-2 mL larutan kanji dan lanjutkan proses titrasi.
8. Hentikan penambahan larutan Na2S2O3 jika warna biru pada larutan hilang
dan catat volume larutan Na2S2O3 yang terpakai.
38

9. Lakukan titrasi blanko dengan cara mengulangi prosedur 2 s/d 8 tanpa


sampel minyak dan tentukan bilangan iod minyak.
10. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, ulangi prosedur 1 s/d 9 hingga 3
kali pengulangan dan hitung rata-rata bilangan iod minyak.
5.4.3. Penentuan Kadar Protein
Prinsip dasar Penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl adalah:
Amonia (NH3) yang dibebaskan oleh protein dalam suatu sampel, didestilasi ke
dalm larutan asam standar berlebihan. Kelebihan asam tersebut kemudian dititrasi
dengan larutan basa standar. Ekivalen (ek) NH3 adalah selisih antara ek asam
standar dengan ek basa standar. Oleh karena ek NH3 sama dengan ek Nitrogen (N),
kadar N (%N) dalam sampel ditentukan dengan menggunakan rumus:
{(V a x N a )−(V b x N b )} x M E N
%N =[ ] x 100
Ws
dimana Va dan Na adalah volume (mL) dan normalitas (ek/L) larutan asam standar,
Vb dan Nb adalah volume (mL) dan normalitas (ek/L) larutan basa standar, MEN
adalah massa ekivalen Nitrogen (= 14 g/ek = 0,014 g/mek) dan Ws adalah massa
sampel (g).
Kadar protein (% protein) dinyatakan dengan persamaan:
(V a xN a −V b xN b )
%Pr otein= x 0 , 014 x 6 , 25 x 100
Ws
dimana 6,25 adalah angka konversi nitrogen menjadi protein untuk sampel
tumbuhan, biji-bijian dan daging.
Contoh Soal 6.17
Satu gram sampel makanan didestilasi dengan 50 mL larutan asam standar 0,1121
N dalam labu Kjedahl. Untuk menitrasi sisa asam, dibutuhkan 20 mL larutan
NaOH standar 0,1231 N. Hitung berapa persen kadar protein dalam sampel
tersebut:
Pembahasan:
(V a xN a −V b xN b )
%Pr otein= x 0 , 014 x 6 , 25 x 100
Ws
= (50 x 0,1121 – 20 x 0,1231) x 0,014 x 6,25 x100%
= 27,5 %
39

5. 5. Tugas Rutin-4 (TR-4)


1. Salah satu komponen aktif dalam obat analgesik adalah Aspirin yaitu asam
dengan rumus molekul HC9H7O4. Untuk menetapkan kadar aspirin dalam obat
tersebut, sebanyak 0,5 g sampel obat dilarutkan dalam air hingga volume
larutan 25 ml dan dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M. Bila dalam
titrasi tersebut dibutuhkan larutan NaOH sebanyak 21,5 ml. Hitung berapa
persen kadar aspirin dalam sampel obat tersebut!
(Jwb: 77,4%)
2. Untuk menetapkan kadar asam sitrat yang terdapat dalam minuman, sebanyak
50 mL sampel minuman dititrasi dengan larutan NaOH 0,04166 M. Untuk
mencapai titik ekivalen dengan menggunakan indikator fenolftalein,
dibutuhkan larutan NaOH sebanyak 17,62 mL. Hitung berapa %b/v kadar asam
sitrat dalam minuman tersebut!
(Jwb: 0,094% b/v)
3. Angka penyabunan minyak atau lemak, didefinisikan sebagai banyaknya
miligram KOH padat yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak
atau lemak. Ke dalam 25 ml larutan KOH 0,49 N dimasukkan 2 gram mentega.
Setelah terjadi penyabunan sempurna, ke dalam larutan ditambahkan 8,13 ml
larutan HCl 0,5 N untuk menetralkan kelebihan basa. Hitung berapa angka
penyabunan mentega tersebut!
(Jwb: 229,18)
4. Sebanyak 0,7500 g sampel yang terdiri dari campuran; NaOH, Na2CO3 dan
bahan inert dititrasi dengan larutan HCl 0,5000 N. Perubahan warna
fenolftalein nampak setelah 21,00 ml asam telah ditambahkan. Setelah metil
jingga ditambahkan, dibutuhkan tambahan 5,00 ml lagi asam tersebut untuk
menghasilkan warna merah dalam larutan. Hitung persentasi masing-masing
komponen sampel dan buat gambar skema titrasinya!
5. Suatu sampel yang mungkin adalah campuran: Na2CO3 dan NaHCO3 atau
NaOH dan Na2CO3 dititrasi dengan metode dua indikator. Suatu sampel
sebanyak 0,7856 g memerlukan 32,42 ml HCl 0,1120 M untuk mencapai titik
akhir fenolftalein dan tambahan sebanyak 13,26 ml untuk mencapai titik akhir
40

metil jingga. Identifikasikan campuran tersebut dan hitunglah persentasi tiap


komponen.
6. Kristal NaOH murni dan kering (MM = 40 g/mol) dengan serbuk NaHCO3
murni dan kering (MM = 84 g/mol) dicampur dengan perbandingan massa 2:1.
Setelah dilarutkan dalam air, larutan campuran dititrasi dengan larutan HCl
encer standar, mula-mula dengan penambahan indikator fenolftalein (p.p) dan
dilanjutkan dengan penambahan indikator metil jingga (m.o). Tentukan
perbandingan volume HCl yang digunakan untuk pemakaian kedua indikator
tersebut!
(Jwb: VHCl(p.p) : VHCl(m.o) = 4,2 : 1)
7. Sebanyak 1,10 gram sampel yang mungkin berisi; H3PO4, Na2HPO4, NaH2PO4
atau campurannya, dititrasi dengan larutan NaOH 0,52 N. Sebanyak 27 ml
larutan NaOH dibutuhkan untuk mengubah warna fenolftalein dan hanya 10 ml
untuk mengubah warna metil jingga. Hitung berapa persen komposisi masing-
masing komponen dalam sampel!
8. Hitung berapa gram Pb3O4 murni (= PbO22PbO) yang harus dilarutkan dalam
suatu campuran yang berisi: 30 ml larutan H 2SO4 2 N dan 2,000 mmol
KHC2O4H2C2O42H2O, supaya 30,00 ml larutan KMnO4 0,1000 N dibutuhkan
untuk mentitrasi kelebihan oksalat! (Ar Pb = 207, O = 16)
9. Kalsium (Ca) yang terdapat dalam suatu sampel dapat diendapkan sebagai
CaC2O42H2O. Setelah disaring dan dicuci, endapan dilarutkan dalam asam
sulfat encer. Asam oksalat yang dihasilkan dapat dititrasi dengan kalium
permanganat (KMnO4). Apabila yang digunakan adalah KMnO4 0,1000 N,
hitung berapa gram: (a) Ca, (b) CaO dan (c) CaCO 3 yang ekivalen dengan 1 ml
KMnO4 tersebut! (Ar Ca = 40, O = 16, C= 12)
10. Sebanyak 2,5 gram mineral yang diduga mengandung Vanadium pentoksida
(V2O5), direaksikan dengan HBr sehingga V2O5 tereduksi menjadi V2O4. Gas
bromin yang dihasilkan dialirkan ke dalam larutan Kalium iodida berlebihan.
Untuk menitrasi Iod yang dihasilkan dibutuhkan 12,5 ml larutan standar
Na2S2O3 0,2 M. Hitung berapa persen kadar V 2O5 dalam mineral tersebut! (Ar
V = 51, O = 16, Na = 23, S = 32)
41

11. Sebanyak 25 mL sampel cairan pemutih diencerkan dalam labu ukur 1000 mL.
Dari labu tersebut diambil 25 mL cairan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan diolah dengan larutan KI berlebihan untuk mengoksidasi OCl- menjadi Cl-
dan memproduksi I3-. Ion I3- yang dibebaskan dititrasi dengan 8,96 mL larutan
Na2S2O3 0,09892 M untuk mencapai titik ekivalen indikator larutan kanji.
Hitung berapa % b/v kadar NaOCl dalam cairan pemutih tersebut! (Ar Na = 23,
O = 16, Cl = 35,5)
12. Ke dalam 0,5000 g pirolusit ditambahkan sejumlah volume tertentu larutan
NaAsO2. Setelah reaksi yang dalam suasana asam berlangsung secara lengkap,
untuk mengoksidasi kelebihan arsenit dibutuhkan 30,00 ml larutan KMnO4
0,1000 N. Jika kadar MnO2 dalam pirolusit adalah 86,93%, hitung berapa g
As2O3 yang terdapat di dalam larutan arsenit yang ditambahkan tersebut! (Ar
Mn = 55, As = 75, O = 16)
13. Hitung berapa ml larutan AgNO3 0,2500 N yang dibutuhkan untuk mentitrasi
secara langsung klorida yang terdapat dalam larutan yang berisi 0,5680 gram
BaCl22H2O (Ar Ba = 137, Cl = 35,5, H = 1, O = 16)
14. Sebanyak 0,5 gram uang logam yang terbuat dari perak 90%, dianalisis dengan
metode Volhard. Hitunglah normalitas KSCN yang dibutuhkan untuk
menetapkan kadar perak dalam uang tersebut agar supaya volume larutan
KSCN yang digunakan tidak melebihi 50 ml (MA Ag = 108 g/mol)
15. Sebanyak 1,2000 g bubuk yang berisi campuran: KCN, KCNS dan bahan inert,
dilarutkan dalam air membutuhkan 23,81 ml larutan AgNO 3 0,08333 N untuk
mentitrasi KCN dengan metode Liebig. Ke dalam larutan kemudian
ditambahkan lagi 50 ml larutan AgNO3 dan endapan yang dihasilkan berupa
Ag[Ag(CN)2] dan AgCNS disaring dan membutuhkan 10,12 ml larutan KCNS
0,09090 N untuk mentitrasi kelebihan ion Ag+ menggunakan indikator FAS.
Hitung persentasi KCN dan KCNS dalam bubuk tersebut!
(Jwb: KCN = 21,53% dan KCNS = 10,22%)

Anda mungkin juga menyukai