Materi Pembelajaran 5
TITRASI VOLUMETRI
5.1. Defenisi Titrasi Volumetri
Metode titrasi volumetri (titrimetri) adalah suatu metode analisis kuantitatif
suatu titrat (zat yang dititrasi) dalam larutan sampel yang didasarkan pada
pengukuran volume larutan titran (zat yang menitrasi) pada saat titik ekivalen telah
tercapai (reaksi sempurna secara stoikhiometri). Standarisasi suatu larutan adalah
termasuk metode titrimetri, dimana ekivalen zat yang distandarisasi sama dengan
ekivalen zat standar. Titik ekivalen dapat diamati dari perubahan warna dari
larutan standarnya sendiri, atau perubahan warna setelah indikator ditambahkan
pada larutan yang akan distandarisasi. Selama titrasi berlangsung, penambahan
volume larutan titran dilakukan secara perlahan-lahan agar dapat diamati
perubahan warna pada saat titik ekivalen.
5.2. Larutan Standar
Larutan standar (Larutan lembaga) adalah suatu larutan yang mengandung
suatu zat dengan berat ekivalen tertentu. Konsentrasi larutan standar biasanya
dinyatakan dengan besaran Normalitas (N). Larutan standar dapat dibuat dari bahan
baku berupa cairan maupun padatan dengan kemurnian tinggi. Larutan yang terbuat
dari zat padat yang kemurniannya tinggi disebut: Larutan standar primer. Apabila
zat padat yang akan digunakan kemurniannya rendah, larutan yang dihasilkan perlu
distandarisasi lagi dengan larutan standar primer sebelum digunakan untuk
menstandarisasi. Larutan yang terbuat dari bahan zat padat dengan kemurnian
rendah disebut: Larutan standar sekunder. Syarat zat padat yang dapat digunakan
sebagai larutan standar primer: (1) kemurnian tinggi/mudah dimurnikan dengan
pemanasan (110-120 0C), (2) tidak bersifat higroskopis/tidak mudah menyerap
CO2/tidak menyerap udara, (3) berat ekivalen (= massa ekivalen, ME) tinggi, (4)
mudah larut dalam pelarut yang sesuai dan (5) dapat bereaksi secara kuantitatif
dengan larutan yang akan distandarisasi.
10
dijalani oleh asam atau basa dalam membebaskan ion H+ atau OH-. Pada saat titik
ekivalen telah tercapai, akan berlaku persamaan:
Va x Na = Vb x Nb
di mana Va dan Na adalah volume dan normalitas larutan asam sebagai titrat, Vb dan
Nb adalah volume dan normalitas larutan basa sebagai titran.
Prinsip titrasi asam-basa dapat juga digunakan untuk menetapkan kadar
suatu garam yang bersifat asam atau garam yang bersifat basa atau campurannya
dalam suatu larutan sampel. Untuk menetapkan kadar masing-masing komponen
dalam suatu larutan sampel berupa campuran, dapat digunakan digunakan dua
macam indikator dengan rentangan volume titran yang berbeda pada saat titik
ekivalen tercapai. Sebagai contoh; untuk menetapkan kadar masing-masing
komponen: natrium hidroksida (NaOH), natrium bikarbonat (NaHCO3) dan natrium
karbonat (Na2CO3) dalam suatu larutan sampel berupa campuran; NaOH + Na 2CO3,
NaOH + NaHCO3, NaHCO3 + Na2CO3 dan/atau NaOH + NaHCO3 + NaHCO3
dapat dilakukan dengan metode titrasi asam-basa dengan menggunakan larutan
asam kuat (misalnya, HCl) sebagai titran. Sebelum titrasi dilakukan, terlebih
dahulu ditambahkan 3-5 tetes indikator fenolftalein (phenolphthalein, p.p) dan
kemudian dilakukan proses titrasi. Pada saat terjadi perubahan warna dari merah
lembayung (pink) menjadi tidak berwarna titik ekivalen 1 telah tercapai dan
volume asam klorida yang dipakai dinyatakan sebagai v1. Proses titrasi yang
dilakukan hingga titik ekivalen pertama tercapai disebut sebagai titrasi tahap
pertama. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan 3-5 tetes indikator metil
jingga (methyl orange, m.o) dan proses titrasi dilanjutkan. Setelah terjadi
perubahan warna dalam campuran dari merah menjadi kuning menandakan bahwa
titik ekivalen kedua telah tercapai, titrasi segera dihentikan dan volume asam
klorida yang terpakai dinyatakan sebagai v2. Proses titrasi yang dilakukan hingga
titik ekivalen kedua tercapai disebut sebagai titrasi tahap kedua. Untuk dapat
menetapkan kadar masing-masing komponen dalam suatu sampel campuran, perlu
memahami reaksi-reaksi penetralan yang terjadi selama tahap titrasi dan
memahami hubungan secara kuantitatif antara v1 dan v2 selama titrasi.
12
Gambar 5.1. Skema titrasi campuran: NaOH + Na 2CO3 dengan HCl menggunakan
indikator fenolftalein dan metil jingga
NaOH Fenolftalein
ditambahkan
25 ml
HCl
30 ml
NaCl Na2CO3
35 ml
HCl
5 ml
Fenolftalein mengubah
NaHCO3 warna, metil jingga
ditambahkan
5 ml
HCl
NaCl Metil jingga mengubah
warna
Gambar 5.2. Skema titrasi campuran: Na2CO3 + NaHCO3 dengan HCl menggunakan
indikator fenolftalein dan metil jingga
(H3PO4 + NaOH NaH2PO4 + H2O). Tercapainya titik ekivalen pada titrasi tahap
pertama ini ditetapkan dengan mengamati perubahan warna pada larutan setelah
penambahan indikator metil jingga. Apabila titrasi dilanjutkan akan terjadi
pergantian ion H+ kedua oleh Na+ yang akan menghasilkan Na2HPO4 (NaH2PO4 +
NaOH Na2HPO4 + H2O). Untuk menetapkan tercapainya titik ekivalen pada
titrasi tahap kedua ini, digunakan indikator fenolftalein. Sebaliknya, dalam titrasi
Na3PO4 dengan menggunakan asam kuat (misalnya, HCl) akan terjadi penggantian
ion Na+ pertama oleh H+ yang akan menghasilkan Na2HPO4 (Na3PO4 + HCl
Na2HPO4 + NaCl). Titik ekivalen pada tahap pertama ini dapat ditentukan dengan
menggunakan indikator fenolftalein, sementara pada titik ekivalen kedua
ditentukan dengan menggunakan indikator metil jingga. Skema titrasi fosfat dalam
suatu sampel ditunjukkan pada gambar 6.3
Gambar 5.3. Skema titrasi fosfat dalam sampel menggunakan indikator fenolftalein dan
metil jingga
Hubungan kuantitatif antara volume titran NaOH yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekivalen pertama dengan menggunakan indikator metil jingga
(misalkan V1 ml) dengan volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik
ekivalen kedua dengan menggunakan fenolftalein (misalkan V2 ml) pada titrasi
larutan sampel berisi fosfat dan/atau campurannya dengan metode titrasi asam-basa
ditunjukkan pada tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2. Hubungan kuantitatif antara volume titran pada titik ekivalen pertama dengan
titik ekivalen kedua pada titrasi larutan sampel berupa fosfat dan/atau
campurannya dengan metode titrasi asam-basa.
Keberadaan Volume Volume Hubungan Milimol zat yang ada
molekul aktif titran pada titran pada kuantitatif
dalam sampel titik ekivalen titik ekivalen antar volume
18
pertama kedua
H3PO4 V1 V2 V2 = 2 x V1 H3PO4-= V1 x M
HCl + H3PO4 V1 V2 V2 > V1 dan HCl =
(2 x V1) > V2 {(2 x V1) - V2} x M
H3PO4 = (V2 - V1) x M
NaH2PO4 + V1 V2 V2 > (2 x V1) NaH2PO4 =
H3PO4 {V2 - (2 x V1)} x M
H3PO4-= V1 x M
sebanyak 17,2 ml. Hitung berapa gram masing-masing komponen yang ada dalam
sampel!
Pembahasan:
Sesuai dengan tabel 2.2, karena volume NaOH pada saat titrasi menggunakan
indikator metil jingga (V1) lebih kecil dari pada volume NaOH pada saat
menggunakan indikator fenolftalein (V2), dapat dipastikan bahwa sampel terdiri
dari campuran: HCl dengan H3PO4. Indikator metil jingga mengindikasikan bahwa
NaOH telah merubah sebagian HCl menjadi NaCl dan NaOH telah merubah H 3PO4
menjadi NaH2PO4. Sementara indikator fenolftalein mengindikasikan bahwa NaOH
telah merubah semua HCl menjadi NaCl dan NaOH telah merubah NaH 2PO4 dari
H3PO4 (= NaH2PO4(H3PO4)) menjadi Na2HPO4. Volume NaOH yang dibutuhkan
untuk mentitrasi NaH2PO4 menjadi Na2HPO4 adalah 9,8 ml (= 27 – 17,2) ml,
sedang volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi H3PO4 menjadi
Na2HPO4.adalah dua kali volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi
NaH2PO4 menjadi Na2HPO4, sehingga volume NaOH yang dibutuhkan untuk
mentitrasi H3PO4 menjadi Na2HPO4 adalah 19,6 ml.
Ek H3PO4 = = 19,6 ml x 0,500 mek/ml = 9,8 mek
Massa H3PO4 = 9,8 mek x 49 mg/mek = 480,2 mg
Pada proses titrasi dengan menggunakan indikator fenolftalein, ek NaOH = 27 ml x
0,5 mek/ml = 13,5 mek dan ek H3PO4 = 9,8 mek
Ek HCl + ek H3PO4 = ek NaOH
Ek HCl + 9,8 mek = 13,5 mek
Ek HCl = 3,7 mek
Massa HCl = 3,7 mek x 36,5 mg/mek = 135,05 mg
Volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi HCl dan H 3PO4 dalam
campurannya, secara ringkas ditunjukkan pada skema titrasi berikut:
20
= (17,2 – 9,8) ml
NaOH
= 7,4 ml
V1 = 17,2 ml
v2 = 27 ml
NaCl H3PO4
NaOH
= 9,8 ml
Metil jingga mengubah
warna, Fenolftalein
NaH2PO4 ditambahkan
=(V2-V1) ml
NaOH
=9,8 ml Fenolftalein
Na2HPO4
mengubah warna
dan dapat bertindak sebagai asam dalam peristiwa titrasi asam-basa. Dalam titrasi
redoks, kalium tetraoksalat mengalami dua tahap reaksi oksidasi menurut reaksi:
HC2O4- 2CO2 + H+ + 2e dan C2O42- 2CO2 + 2e
Karena elektron yang terlibat dalam reaksi ini ada sebanyak 4, secara stoikhiometri
dapat dinyatakan bahwa 1 mol elektron ekivalen dengan 1/4 mol
KHC2O4H2C2O42H2O, yang berarti bahwa 1 ek KHC2O4H2C2O42H2O sama dengan
1/4 mol KHC2O4H2C2O42H2O (ME KHC2O4H2C2O42H2O = 1/4 x MM
KHC2O4H2C2O42H2O). Sementara dalam peristiwa titrasi asam-basa,
KHC2O4H2C2O42H2O bertindak sebagai asam yang setiap molekulnya dapat
melepaskan 3 ion H+, dapat dinyatakan bahwa 1 mol ion H+ ekivalen dengan 1/3
mol KHC2O4H2C2O42H2O, yang berarti bahwa 1 ek KHC2O4H2C2O42H2O sama
dengan 1/3 mol KHC2O4H2C2O42H2O (ME KHC2O4H2C2O42H2O = 1/3 x MM
KHC2O4H2C2O42H2O).
Hubungan antara ek dengan mol dalam beberapa zat pengoksidasi dan
pereduksi dalam peristiwa titrasi redoks ditunjukkan dalam bentuk tabel 5.3
berikut.
Tabel 5.3. Hubungan antara ek dengan mol pada beberapa Oksidator dan Reduktor dalam
peristiwa titrasi redoks.
A. Oksidator (Pengoksidasi)
No Nama, Rumus Kimia Reaksi reduksi spesies Pengoksidasi Hubungan ek
zat dengan mol
1. Kalium heksasianoferat Fe(CN)63- + e Fe(CN)64- 1 ek K3Fe(CN)6 = 1
(III), K3Fe(CN)6 mol K3Fe(CN)6
2. Kalium permanganat, MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O 1 ek KMnO4 = 1/5
KMnO4 (asam) mol KMnO4
MnO4- + 2 H2O + 3 e MnO2 + 4OH- 1 ek KMnO4 = 1/3
(basa) mol KMnO4
4. Kalium bikromat, Cr2O72- + 14H+ + 6e Cr3+ + 7H2O 1 ek K2Cr2O7 = 1/6
K2Cr2O7 (asam) mol K2Cr2O7
5. Iod, I2 I2 + 2e 2I- 1 ek I2 = 1/2 mol I2
6. Kalium bromat, KBrO3 BrO3- + 6H+ + 6e Br- + 3H2O 1 ek KBrO3 = 1/6 mol
KBrO3
7. Hidrogen peroksida, H2O2 + 2H+ + 2e 2H2O 1 ek H2O2 = 1/2 mol
H2O2 H2O2
B. Reduktor (Pereduksi)
No Nama, Rumus Kimia Reaksi oksidasi spesies Pereduksi Hubungan ek
zat dengan mol
1. Besi (II) sulfat Fe2+ Fe3+ + e 1 ek FeSO47H2O = 1
heptahidrat, mol FeSO47H2O
FeSO47H2O
2. Timah (II) klorida, Sn2+ Sn4+ + 2e 1 ek SnCl2 = 1/2 mol
SnCl2 SnCl2
22
Pada titrasi redoks, saat titik ekivalen telah tercapai, akan berlaku
persamaan: Vo x No = Vr x Nr
di mana Vo dan No adalah volume dan normalitas larutan oksidator sebagai titrat, Vr
dan Nr adalah volume dan normalitas larutan reduktor sebagai titran.
Kadang kala, dalam proses titrasi redoks terjadi proses lewat titrasi (titik ekivalen
terlewati) sehingga kelebihan titran tersebut perlu dititrasi ulang dengan larutan
standar lain. Dalam hal ini, total ek Oksidator sama dengan total ek Reduktor.
Berdasarkan jenis Oksidator dan Reduktor yang digunakan pada peristiwa
titrasi redoks dibedakan atas: Permanganometri (oksidator MnO4-), Bromatometri
(oksidator BrO3-), Iodometri (oksidator I2) dan Iodimetri (reduktor I-)
Contoh Soal 5.5
Untuk mengoksidasi besi (Fe) yang terdapat dalam 1 gram FeSO4(NH4)2SO46H2O
dibutuhkan 5,00 ml HNO3 (3Fe2+ + NO3- + 4H+ 3Fe3+ + NO + H2O). Berapa
banyak air yang harus ditambahkan ke dalam HNO3 tersebut agar konsentrasinya
0,100 N?
Pembahasan:
56
x 1 g =0 ,143 g
Dalam 1 gram FeSO4(NH4)2SO46H2O, massa Fe = 392
Reaksi reduksi: Fe2+ Fe3+ + e (berarti 1 ek Fe= 1 mol Fe)
0 ,143 g
=0 ,00255 ek
Ek Fe = 56 g/ek
Ek HNO3 = ek Fe2+ = ek Fe = 0,00255 ek
23
0,00255 ek
=0,51 ek/ L
N HNO3 = 0,005 L
Reaksi oksidasi: NO3- + 4H+ + 3e NO + H2O (berarti 1 ek HNO3= 1/3 mol HNO3
atau 1 N HNO3 = 1/3 M HNO3), berarti: M HNO3 = (0,51/3) mol/l = 0,17 mol/l.
Agar konsentrasi HNO3 menjadi 0,100 N (= 0,100 M), larutan perlu diencerkan.
Dalam peristiwa pengenceran HNO3, setiap 1 molekul HNO3 dapat melepaskan 1
ion H+ (berarti 1 ek HNO3 = 1 mol HNO3). Volume setelah pengenceran (V2)
V1 x M 1 500 ml x 0 , 17 ek /l
= = =850 ml
M2 0 , 100 ek /l
Volume air yang harus ditambahkan adalah: (850 – 500) ml = 350 ml
Contoh Soal 5.6
Sejumlah volume tertentu larutan kalium binoksalat (KHC2O4H2O) dalam suasana
asam tepat dititrasi oleh larutan KMnO4 0,01 M dalam volume yang sama. Berapa
ml larutan Ba(OH)2 0,01 M yang diperlukan untuk menetralkan 20 ml binoksalat
tersebut?
Pembahasan:
Dari persamaan reaksi reduksi KMnO4 (MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O), dapat
diartikan bahwa N KMnO4 = 0,05 ek/l. Karena volume larutan KMnO4 yang
dibutuhkan untuk mentitrasi sama dengan volume larutan KHC2O4H2O yang
dititrasi, dapat juga dinyatakan bahwa N KHC2O4H2O = 0,05 ek/l. Selanjutnya dari
persamaan reaksi oksidasi kalium binoksalat (HC2O4- 2CO2 + H+ + 2e) dapat
diartikan bahwa 1 ek KHC2O4H2O = 1/2 mol KHC2O4H2O. Sementara jika
KHC2O4H2O dititrasi dengan larutan Ba(OH)2, KHC2O4H2O akan bertindak sebagai
asam dimana dalam setiap 1 molekul KHC2O4H2O terdapat 1 ion H+ (1 ek
KHC2O4H2O = 1 mol KHC2O4H2O), maka N KHC2O4H2O menjadi ½ x 0,05 ek/l =
0,025 ek/l. Sementara di dalam setiap 1 molekul Ba(OH) 2 terdapat 2 ion OH- (1 ek
Ba(OH)2 = ½ mol Ba(OH)2), maka N Ba(OH)2 = 0,02 ek/l
Dalam proses titrasi asam-basa, pada saat titik ekivalen telah tercapai, akan berlaku
persamaan:
Va x Na = Vb x Nb
20 ml x 0,025 mek/ml = Vb x 0,02 mek/ml
24
Vb = 25
Volume larutan Ba(OH)2 0,01 M yang diperlukan adalah 25 ml
Contoh soal 5.7
Hitung berapa persen kadar MnO2 dalam bijih pirolusit, jika sampel bijih sebanyak
0,4000 gram direaksikan dengan 0,6000 gram H2C2O42H2O murni dalam H2SO4
encer yang setelah terjadi reaksi reduksi (MnO 2 + H2C2O4 + 2H+ Mn2+ +2CO2 +
4H2O), kelebihan asam oksalat tepat dititrasi oleh 26,26 ml larutan KMnO 4 0,1000
N. Jika As2O3 murni yang digunakan sebagai pengganti asam oksalat, berapa gram
As2O3 yang diperlukan untuk menghasilkan kelebihan yang sama dengan asam
oksalat tersebut?
Pembahasan:
Berdasarkan reaksi redoks yang terjadi, 1 ek Asam oksalat (H 2C2O42H2O) sama
dengan 2 mol Asam oksalat dan 1 ek MnO2 sama dengan 2 mol MnO2.
0 , 6000 g
= =0 , 00952 ek = 9 ,52 mek
126
g/ek
Ek H2C2O42H2O 2
Asam oksalat sebagai reduktor, dititrasi oleh dua macam oksidator yaitu: MnO 2 dan
KMnO4, sehingga berlaku persamaan:
Ek MnO2 + ek KMnO4 = ek H2C2O4
Ek MnO2 + 26,26 ml x 0,1000 mek/ml = 9,52 mek
Ek MnO2 = 6,894 mek
87
=6 , 894 mek x mg/mek= 299 ,889 mg
Massa MnO2 2
299 ,889 mg
= x 100%= 74,97%
% MnO2 400 mg
Apabila As2O3 digunakan sebagai pengganti asam oksalat, reaksi oksidasi yang
terjadi adalah: As3+ As5+ + 2e, sehingga 1 ek As2O3 = ¼ mol As2O3
Ek As2O3 = 9,52 mek
198
= 9 ,52 mek x mg/mek = 471 , 24 mg
Massa As2O3 4
Contoh soal 5.8
25
Sebanyak 1,000 ml larutan KMnO4 akan ekivalen dengan 0,1000 mmol natrium
formiat (HCO2Na) dalam peristiwa titrasi menurut reaksi:
3HCO2- + 2MnO4- + H2O 3CO2 + 2MnO2 + 5OH-
Hitung berapa gram KMnO4 yang ekivalen dengan CaO dengan metode volumetri
dimana unsur kalsium diendapkan sebagai CaC2O42H2O, yang kemudian endapan
disaring, dicuci, dilarutkan dalam asam sulfat encer dan ditirasi dengan larutan
KMnO4.
Pembahasan:
Berdasarkan reaksi reduksi yang terjadi pada natrium formiat (OH- + HCO2- CO2
+ H2O + 2e) dapat dinyatakan bahwa: 1 ek HCO2Na = ½ mol HCO2Na
Ek HCO2Na = 0,2000 mek
N KMnO4 = 0,2000 mek/1ml = 0,2000 ek/l
Normalitas KMnO4 sebesar 0,2000 ek/l hanya berlaku pada suasana basa dimana
MnO4- akan tereduksi menjadi MnO2 (MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OH-).
Apabila KMnO4 dalam suasana asam, MnO4- akan tereduksi menjadi Mn2+ (MnO4-
+ 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O), maka normalitas KMnO4 adalah 0,3333 ek/l (= 5/3 x
0,2000 ek/l). Asam oksalat yang dihasilkan dari reaksi endapan kalsium oksalat
dengan asam sulfat encer akan teroksidasi menjadi CO 2 (1 ek H2C2O4 = ½ mol
H2C2O4), mol H2C2O4 yang ekivalen dengan 1 ml larutan KMnO4 0,3333 ek/l adalah
0,16665 mmol. Secara stoikhiometri, setiap satu atom Ca dapat menghasilkan 1
molekul CaC2O42H2O dan setiap 1 molekul CaC2O42H2O dapat menghasilkan 1
molekul H2C2O4, maka mol Ca adalah 0,16665 mmol. Selanjutnya dalam setiap 1
atom Ca akan menghasilkan 1 molekul CaO, maka mol CaO = 0,16665 mmol.
Massa CaO = 0,16665 mmol x 56 mg/mmol = 9,33 mg = 0,00933 g
Contoh Soal 5.9
Sebanyak 0,31 gram Kalium iodida kotor dilarutkan dalam air dan ke dalamnya
ditambahkan 1 mmol Kalium kromat, dan 20 ml asam sulfat 6 N. kemudian larutan
didihkan untuk menghilangkan I2 yang terbentuk. Larutan yang mengandung
kelebihan ion kromat ini setelah didinginkan kemudian ditambahkan larutan
Kalium iodida berlebihan dan dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N
26
ag (0 ,6000−a ) g
+ +0 , 025 l x 0 , 1000 ek /l = 0 , 04515 l x 0 , 2000 ek /l
391 42 ,5 g /ek
g /ek
2
a = 0,412
Massa BaI2 = 0,412 gram
2 x Ar I 2 x 127
x massa BaI 2 = x 0 , 412 g = 0 ,268 g
Massa I = Mr BaI 2 391
0,268
x 100 % = 44 ,60 %
%I= 0,6000
Contoh Soal 5.12
Feldspar adalah salah jenis batuan yang membentuk teknosilikat dalam perut
bumi. Dari 1,500 gram batuan feldspar diperoleh sebanyak 0,1801 gram campuran
KCl dan NaCl. Senyawa klorida tersebut dilarutkan dalam air dan membutuhkan
50 ml larutan AgNO3 0,08333 N untuk mengendapkan seluruh kloridanya. Setelah
endapan disaring, filtratnya tepat dititrasi dengan 16,47ml larutan KCNS 0,1000 N
dengan menggunakan indikator besi (III) amonium sulfat (FAS). Apabila unsur
kalium dinyatakan dalam bentuk senyawa K2O, hitung berapa persen K2O dalam
teknosilikat tersebut! (Ar K = 39, Cl = 35,5, Na = 23, O = 16)
Pembahasan:
Misalkan massa KCl = a gram, maka massa NaCl = (0,1801 – a) gram
Ek KCl + ek NaCl + ek KCNS = Ek AgNO3
ag ( 0 ,1801−a) g
+ +0 , 01647 l x 0 , 1000 ek/l = 0 , 05 l x 0 , 08333 ek /l
74 ,5 g/ek 58 , 5 g/ek
a = 0,152
Massa KCl = 0,152 gram
Mr K 2 O 94
x massa KCl= x 0 , 152 g = 0 , 096 g
Massa K2O = 2 x Mr KCl 149
0,096
x 100 % = 6,40%
% K2O = 1,500
Contoh Soal 5.13
Larutan garam NaCl 0,1 N dititrasi dengan larutan AgNO 3 menurut metode Mohr.
Untuk maksud tersebut, ke dalam larutan NaCl ditambahkan larutan K2CrO4 5 %
29
m/v sebagai indikator sebanyak 5 tetes untuk setiap 100 ml larutan. Apabila
diketahui: 1 tetes K2CrO4 = 0,01 ml, MM K2CrO4 = 194 g/mol, Ksp K2CrO4= 1,7 x
10-12, Ksp AgCl = 1,2 x 10-10 dan perubahan volume karena penambahan indikator
diabaikan, hitunglah konsentrasi ion Cl- dalam larutan pada saat Ag2CrO4 mulai
mengendap.
Pembahasan:
K2CrO4 5% m/v, artinya dalam setiap 100 ml larutan K2CrO4 terdapat 5 g K2CrO4.
5/194
M K2CrO4 = 0,1 mol/L = 0,258 mol/L
Dalam 1 L larutan titrat (=1000 mL)
Volume Larutan K2CrO4 =50 tetes =50 tetes x 0,01 mL/tetes =0,5 mL
Mol K2CrO4 =0,5 mL x 0,258 mol/L =0,129 mmol.
M CrO42- =0,129 mmol/1000 mL =1,29 x 10-4 mol/L
Pada saat Ag2CrO4 mulai mengendap,
KspAg 2 CrO 4
[Ag+] = √ CrO 2−
4
=
√1,7 x 10−12
1 ,29 x 10−4
= 1,1148 x 10-4 mol/L
KspAgCl 1,2 x10−10
+
=
-
[Cl ] = [ Ag ] 1 ,148 x 10−4 = 1,045 x 10-6 mol/L
5.3.4. Titrasi Pengompleksan (Kompleksometri)
Prinsip dasar titrasi kompleksometri adalah perhitungan yang didasarkan
pada pembentukan senyawa kompleks yang permanen setelah penambahan larutan
standar. Titik ekivalen (reaksi sempurna secara stoikhiometri) dapat diamati dari
pembentukan senyawa kompleks yang permanen. Bila titik ekivalen telah tercapai,
ekivalen (ek) larutan standar yang ditambahkan sama dengan ekivalen zat yang
dititrasi. Penentuan massa ekivalen (ME) suatu zat yang dititrasi yang menghasilkan
senyawa kompleks didasarkan pada persamaan reaksi ion yang terjadi pada
pembentukan ion kompleks. Sebagai contoh penentuan kadar sianida dalam garam-
garam sianida (misalnya: KCN) dengan penambahan larutan standar perak nitrat
(AgNO3) pada titrasi Argentometri menurut metode Liebig. Dari reaksi KCN
dengan AgNO3, mula-mula akan terjadi endapan putih dari AgCN. Akan tetapi bila
digojog, endapan ini akan segera larut kembali (oleh karena adanya kelebihan ion
30
Dalam keperluan titrasi volumetri, biasanya larutan NaOH dibuat sewaktu akan
digunakan, karena larutan NaOH mudah menyerap CO2 dari udara sehingga larutan
tidak murni lagi larutan NaOH, melainkan campuran dari; NaOH, NaHCO3 dan
Na2CO3. Namun, apabila larutan NaOH telah tersedia sebelumnya, larutan ini tetap
dapat digunakan akan tetapi distandarisasi terlebih dahulu untuk menetapkan
konsentrasinya yang baru. Zat standar primer untuk titrasi NaOH antara lain:
Kalium hidrogenftalat, KHC8H4O4 (MM = 204,2 g/mol) atau asam oksalat dihidrat,
(MM = 126 g/mol). Konsentrasi larutan NaOH hasil standarisasi dinyatakan dengan
rumus:
35
W K−ftalat W K−ftalat
N NaOH =
BE K−ftalat xV NaOH = 0,2042 xV NaOH
dimana NNaOH adalah normalitas NaOH (ek/L), WK-ftalat adalah berat Kalium
hidrogenftalat yang ditimbang (g), BEK-ftalat adalah berat ekivalen Kalium
hidrogenftalat (= BMK-ftalat = 204,2 g/ek = 0,2042 g/mek), VNaOH adalah volume
NaOH yang terpakai sewaktu titrasi (mL).
Untuk menetapkan konsentrasi baru dari larutan NaOH 0,1N prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Sebanyak 2-3 g Kalium hidrogenftalat panaskan pada suhu 110oC selama 4
jam.
2. Setelah dingin, timbang dengan teliti 0,5 gram Kalium hidrogenftalat dan
masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian larutkan dengan 50 mL
akuades serta tambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein.
3. Letakkan larutan Kalium ftalat di atas pengaduk magnetik
4. Dengan menggunakan corong, isi buret 50 mL dengan larutan NaOH sampai
tanda batas.
5. Hidupkan pengaduk magnetik, dan titrasilah larutan Kalium hidrogenftalat
secara perlahan-lahan.
6. Hentikan penambahan larutan NaOH jika sudah terbentuk warna merah
jambu permanen.
7. Catat volume NaOH yang terpakai sewaktu titrasi dan hitung konsentrasi
larutan NaOH.
8. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, ulangi prosedur 2 s/d 7 hingga 3
kali pengulangan dan hitung rata-rata konsentrasi larutan NaOH.
larutan Natrium tio sulfat (Na2S2O3) standar dengan menggunakan indikator larutan
kanji (= larutan pati = larutan amilum). Oleh karena kemurnian padatan Na2S2O3
relatif rendah, maka larutan yang dibuat perlu distandarisasi untuk menetapkan
konsentrasinya yang baru. Iod (I2) yang dihasilkan dari larutan standar primer
campuran: Kalium iodat (KIO3), asam klorida (HCl) dan Kalium iodida (KI) akan
mengoksidasi Na2S2O3 menjadi Natrium tetra tionat (Na2S4O6), sementara iod akan
tereduksi menjadi Natrium iodida (NaI). Konsentrasi baru larutan Na 2S2O3
ditetapkan dengan menggunakan rumus:
W KIO W KIO
3 3
N Na 2 S 2 O3=
M E KIO 3 xV Na 2 S 2 O3 0 ,03567 xV Na
= 2 S 2 O3
dimana NNa2S2O3 adalah normalitas Na2S2O3 (ek/L), WKIO3 adalah berat Kalium iodat
yang ditimbang (g), ME KIO3 adalah massa ekivalen Kalium iodat (M M KIO3/6 =
35,67 g/ek = 0,03567 g/mek), VNa2S2O3 adalah volume Na2S2O3 yang terpakai
sewaktu titrasi (mL).
Penetapan bilangan iod dari sampel minyak yang dinyatakan sebagai
banyak centigram (cg) iod yang diserap oleh satu gram lemak ditentukan dengan
menggunakan rumus:
(V o −V s ) x N Na (V o −V s ) x N Na
2 S 2 O3 2 S 2 O3
I .V= x ME I2 x 12, 69
Ws = Ws
di mana Vo dan Vs adalah volume larutan Na2S2O3 standar untuk menitrasi blanko
dan sampel minyak (mL), ME I2 adalah massa ekivalen iod (12,69 cg/mek) dan Ws
adalah massa sampel minyak (g).
Adapun prosedur standarisasi larutan Na2S2O3 0,1N dan penetapan bilangan
iod sampel miyak adalah sebagai berikut:
Menyiapkan larutan Na2S2O3 0,1N sebanyak 250 mL
1. Timbang 6,25 gram Natrium tiosulfat pentahidrat, Na2S2O35H2O dan
pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL dan tambahkan 0,075 gram Na 2CO3
kemudian larutkan dengan akuades sampai semuanya larut.
2. Encerkan larutan tersebut dengan akuades hingga tanda batas dan simpan di
dalam botol tertutup dan berwarna gelap.
Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1N
37
1. Timbanglah 0,14-0,15 gram Kalium iodat, KIO 3 (MM = 214,06 g/mol) dan
pindahkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL kemudian larutkan dengan
akuades secukupnya.
2. Tambahkan 2 gram Kalium iodida, KI padat dan 10 mL larutan HCl 2N.
3. Letakkan larutan Kalium iodat di atas pengaduk magnetik
4. Dengan menggunakan corong, isilah buret 50 mL dengan larutan Na 2S2O3
sampai tanda batas.
5. Hidupkan pengaduk magnetik, dan titrasilah larutan Kalium iodat secara
perlahan-lahan sampai terjadi perubahan warna dari merah bata menjadi
kuning pucat.
6. Tambahkan 1-2 mL larutan kanji dan lanjutkan proses titrasi.
7. Hentikan penambahan larutan Na2S2O3 jika warna biru pada larutan hilang.
8. Catat volume yang terpakai Na2S2O3 sewaktu titrasi dan hitung konsentrasi
larutan Na2S2O3.
9. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, ulangi prosedur 1 s/d 9 hingga 3
kali pengulangan dan hitung rata-rata konsentrasi larutan Na2S2O3.
Menetapkan Bilangan Iod Minyak Dengan Metode Wijs
1. Timbang 0,1-0,5 gram sampel minyak dalam erlenmeyer bertutup.
2. Tambahkan 10 mL kloroform atau karbon tetraklorida dan 25 mL reagen
Wijs dan biarkan di tempat gelap selama 30 detik.
3. Tambahkan 10 mL larutan KI 15% dan 50-100 mL akuades yang telah
dididihkan.
4. Letakkan larutan sampel minyak tersebut di atas pengaduk magnetik.
5. Dengan menggunakan corong, isilah buret 50 mL dengan larutan Na 2S2O3
sampai tanda batas.
6. Hidupkan pengaduk magnetik, dan titrasilah larutan sampel minyak secara
perlahan-lahan sampai terjadi perubahan warna dari merah bata menjadi
kuning pucat.
7. Tambahkan 1-2 mL larutan kanji dan lanjutkan proses titrasi.
8. Hentikan penambahan larutan Na2S2O3 jika warna biru pada larutan hilang
dan catat volume larutan Na2S2O3 yang terpakai.
38
11. Sebanyak 25 mL sampel cairan pemutih diencerkan dalam labu ukur 1000 mL.
Dari labu tersebut diambil 25 mL cairan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan diolah dengan larutan KI berlebihan untuk mengoksidasi OCl- menjadi Cl-
dan memproduksi I3-. Ion I3- yang dibebaskan dititrasi dengan 8,96 mL larutan
Na2S2O3 0,09892 M untuk mencapai titik ekivalen indikator larutan kanji.
Hitung berapa % b/v kadar NaOCl dalam cairan pemutih tersebut! (Ar Na = 23,
O = 16, Cl = 35,5)
12. Ke dalam 0,5000 g pirolusit ditambahkan sejumlah volume tertentu larutan
NaAsO2. Setelah reaksi yang dalam suasana asam berlangsung secara lengkap,
untuk mengoksidasi kelebihan arsenit dibutuhkan 30,00 ml larutan KMnO4
0,1000 N. Jika kadar MnO2 dalam pirolusit adalah 86,93%, hitung berapa g
As2O3 yang terdapat di dalam larutan arsenit yang ditambahkan tersebut! (Ar
Mn = 55, As = 75, O = 16)
13. Hitung berapa ml larutan AgNO3 0,2500 N yang dibutuhkan untuk mentitrasi
secara langsung klorida yang terdapat dalam larutan yang berisi 0,5680 gram
BaCl22H2O (Ar Ba = 137, Cl = 35,5, H = 1, O = 16)
14. Sebanyak 0,5 gram uang logam yang terbuat dari perak 90%, dianalisis dengan
metode Volhard. Hitunglah normalitas KSCN yang dibutuhkan untuk
menetapkan kadar perak dalam uang tersebut agar supaya volume larutan
KSCN yang digunakan tidak melebihi 50 ml (MA Ag = 108 g/mol)
15. Sebanyak 1,2000 g bubuk yang berisi campuran: KCN, KCNS dan bahan inert,
dilarutkan dalam air membutuhkan 23,81 ml larutan AgNO 3 0,08333 N untuk
mentitrasi KCN dengan metode Liebig. Ke dalam larutan kemudian
ditambahkan lagi 50 ml larutan AgNO3 dan endapan yang dihasilkan berupa
Ag[Ag(CN)2] dan AgCNS disaring dan membutuhkan 10,12 ml larutan KCNS
0,09090 N untuk mentitrasi kelebihan ion Ag+ menggunakan indikator FAS.
Hitung persentasi KCN dan KCNS dalam bubuk tersebut!
(Jwb: KCN = 21,53% dan KCNS = 10,22%)