Anda di halaman 1dari 61

1

CASE REPORT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
KEJADIAN PNEUMONIA DI PUSKESMAS HALMAHERA
SEMARANG DENGAN PENDEKATAN HL BLUM

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan


Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :
Hana Mitayani

012116403

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP


KEJADIAN PNEUMONIADI PUSKESMAS HALMAHERA
SEMARANG DENGAN PENDEKATAN HL BLUM

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:


Hana Mitayani

012116403

Laporan Kasus yang telah diseminarkan, diterima dan disetujui di depan


tim penilai Puskesmas Halmahera Semarang.
Semarang,

Oktober 2016

Disahkan Oleh:

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Halmahera

Kepala Bagian Ilmu


Kesehatan Masyarakat

dr. Muhammad Hidayanto

dr. Tjatur Sembodo

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Kasus Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap
Kejadian pneumonia di Puskesmas Halmahera Semarang dengan
Pendekatan HL Blum .
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam rangka
menjalankan kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini
memuat data hasil kunjungan pneumonia 3 Oktober 2016 di Puskesmas
Halmahera
Laporan ini dapat diselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1

dr. Mohammad Hidayanto, selaku Kepala Puskesmas Halmahera yang telah


memberikan bimbingan dan pelatihan selama kami menempuh Kepanitraan Klinik

Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Halmahera, Semarang.


Dokter, Paramedis, beserta Staf Puskesmas Halmahera atas bimbingan dan
kerjasama yang telah diberikan.
Kami menyadari sepenunhnya bahwa penyusunan laporan ini
masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan.
Karena itu kami sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat
membangun.

Akhir kata kami berharap semoga hasil laporan kasus laporan


kasus faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia di
puskesmas halmahera semarang dengan pendekatan HL Blum dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Oktober 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang
sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak
dapat diulang lagi, maka masa balita disebut juga sebagai masa
keemasan

(golden

period),

jendela

kesempatan

(window

of

opportunity) dan masa kritis (critical period) (Depkes RI, 2006). Masa
balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak, kecepatan
pertumbuhan anak balita mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam
perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Pertumbuhan dasar yang
berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya (Depkes RI, 2006). Anak balita
merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap
penyakit.Anak balita harus mendapat perlindungan untuk mencegah terjadi
penyakit yang dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan
menjadi terganggu atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Salah satu
penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi pada anak usia balita
adalah penyakit pneumonia (WH0, 2010).
Pneumonia adalah peradangan atau infeksi pada bronkiolus
dan alveolus di paru- paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anakanak (Bindler dan Ball, 2003). Sedangkan menurut Wilson (2006)
pneumonia merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-

paru (alveoli) dan dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis


lainnya serta pemeriksaan penunjang seperti rontgen dan laboratorium.
Pneumonia juga didefinisikan sebagai proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) dan terjadinya pnemonia pada anak seringkali
bersamaan dengan proses infeksi pada bronkus yang biasa disebut
bronchopneumonia

(Pusat

informasi

penyakit

infeksi,

2007).onia

merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi,


tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti
Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa. Di Amerika Serikat
misalnya terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun
dengan jumlah angka kematian rata-rata 45.000 orang (Misnadiarly, 2008).
Pada data puskesmas tahun 2014, target penemuan kasus
pneumonia anak adalah 339 kasus. Berdasar rekapitulasi kasus Pneumonia
tersebut,

maka

penulis

tertarik

untuk

lebih

mendalami

dan

mengidentifikasi epidemiologi penyakit pneumonia yang mencakup


distribusi dan determinan penyakit pneumonia dengan pendekatan H.L
Blum, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Halmahera.
1.2

Rumusan Masalah
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia
pada pasien X di Puskesmas Halmahera?

1.3

Tujuan Pengamatan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pneumonia berdasarkan pendekatan HL. Blum
1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku


yang mempengaruhi terjadinya pneumonia.
1.3.2.2 Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan
yang mempengaruhi terjadinya pneumonia
1.3.2.3 Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia
1.3.2.4 Untuk
memperoleh
informasi
mengenai
faktor
kependudukan yang mempengaruhi terjadinya penyakit
pneumonia
1.3.2.5 Untuk memberikan solusi terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya pneumonia
1.4

Manfaat
1.4.1 Bagi Masyarakat
1.4.1.1 Masyarakat mengetahui mengenai pneumonia
1.4.1.2 Masyarakat mengetahui manfaat perilaku hidup bersih dan
sehat
1.4.1.3 Masyarakat mengetahui tentang kesehatan lingkungan
1.4.1.4 Membangun kesadaran masyarakat tentang pencegahan
1.4.2

terhadap kejadian pneumonia


Bagi Mahasiswa
1.4.2.1 Mahasiswa mengetahui secara langsung permasalahan yang
ada di lapangan.
1.4.2.2 Mahasiswa menjadi terbiasa melaporkan masalah mulai
penemuan masalah sampai pembuatan plan of action.
1.4.2.3 Sebagai media yang menambah wawasan pengetahuan
tentang ilmu kesehatan masyarakat.
1.4.2.4 Sebagai media yang dapat mengembangkan ketrampilan
sebagai dokter.
1.4.2.5 Sebagai modal dasar untuk melakukan penelitian bidang
ilmu kesehatan masyarakat pada tataran yang lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Data Umum
2.1.1. Data Wilayah
Secara geografis Puskesmas Halmahera berada pada ketinggian
tanah dari permukaan laut 1,5 2 meter yang makin ke arah utara makin
rendah sehingga bila hujan lebat di beberapa daerah akan tergenang air.
Puskesmas Halmahera mempunyai luas 3.020 m 2 dan mempunyai
beberapa gedung pelayanan, diantaranya pelayanan gedung rawat jalan
(1203 m2), gedung rawat inap (252 m2), ruang dinas dokter (214 m2), ruang
pertemuan (48 m2). Sedangkan luas wilayah Puskesmas Halmahera 172.
216 ha, dengan jumlah penduduk 33.814 jiwa.
2.1.2. Batas Wilayah
Bagian Utara : Kelurah Bugangan dan kelurahan Kebon Agung
Bagian Selatan
: Kecamatan Semarang Selatan
Bagian Barat
: Kecamatan Semarang Tengah
Bagian Timur
: Kecamatan Gayamsari
2.1.3. Luas Wilayah
Luas wilayah Puskesmas Halmahera 172.216 ha.
2.1.4. Jumlah Kelurahan
Puskesmas Halmahera mempunyai 4 kelurahan binaan yaitu :
a.
b.
c.
d.

Karang Turi
Karang Tempel
Rejosari
Sarirejo
2.1.5. Keadaan Geografis
Secara geografis Puskesmas Halmahera berada pada ketinggian
tanah dari permukaan laut 1,5 2 meter yang makin ke arah utara makin
rendah sehingga bila hujan lebat di beberapa daerah akan tergenang air.
2.1.6. Ketenagaan
Tabel 2. Data Pegawai Puskesmas Halmahera Tahun 2014

10

Jenis Pegawai

Jumlah

Kepala Puskesmas

Dokter Gigi

3 ( 1 tubel)

Dokter Umum Fungsional

Perawat

Bidan

Perawat Gigi

Sanitarian

Analis Lab. Kesehatan

Petugas Gizi

Apoteker dan As. apoteker

Staf Fungsional Umum

Ka. Tata Usaha

Pengemudi

Tenaga Honorer

Tenaga Wiyata

2.1.7. Sarana Prasarana


Tabel 3. Sarana dan Prasarana Puskesmas Halmahera tahun 2014

Jenis Sarana/

Jumla

Prasarana

No

Rusak

Kondisi
Rusak Rusak

Ringan

Sedang

Berat

11

Sarana
Kesehata
n
1.
Puskesma
s
II.

Pembantu
2. Polides
3. Rumah
Dinas
Dokter
4. Rumah
Dinas
Perawat
5. Rumah
Dinas
Bidan
6.
Puskesma
s Keliling
Roda 4
7.
Ambulan
ce
8.

Sepeda

Motor
9. Poskesdes
Sarana
Penunjan

0
1
0
0
1
1
2
0

1
-

7
1
5

1
-

12

g
1. Kompute
r
2. Telepon
3. Laptop /
Notebook

2.2. Pneumonia
2.2.1. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk.

Sedangkan

peradangan

paru

yang

disebabkan

oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obatobatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (Dahlan, 2009).
2.2.2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia
komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak
disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa
kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari
pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram
negatif (Dahlan, 2009).
2.2.3. Pathogenesis

13

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di


paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1.

Inokulasi langsung

2.

Penyebaran melalui pembuluh darah

3.

Inhalasi bahan aerosol

4.

Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara


Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5
-2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan

14

penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse)


(Dahlan, 2009).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10

8-

10

/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat

memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia


Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian
atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada
beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama
(Dahlan, 2009).
2.2.4. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia

nosokomial

(hospital-acqiured

pneumonia

nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

2.

Berdasarkan bakteri penyebab:


a.

Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua

usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang


yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,

15

Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.


b.

Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella

dan Chlamydia

3.

c.

Pneumonia virus.

d.

Pneumonia jamur.

Berdasarkan predileksi infeksi


a.

Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang

pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi
bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b.

Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat

pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.


Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus
c.

Pneumonia interstisial

(Fauci, 2009)
4. Menurut Depkes RI 2007 menyebutkan bahwaklasifikasi pneumonia
pada balita berdasarkan kelompok usia :
Usiaanak2bulan-<5tahun:
1. Batuk bukan pneumonia ditandai dengan tidak ada nafas cepat dan
tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah.
2. Pneumonia ditandai dengan adanya nafas cepat dan tidak ada tarikan
dinding dada bagian bawah.
3. Pneumoniaberatditandaidenganadanyatarikandindingdadabagian
bawah ke depan.
Usia kurang dari 2 bulan :
1. Bukanpneumoniaditandaidengantidakadanafascepatdantidakada

16

tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat.


2. Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat.
2.2.5. Diagnosis
Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan
dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah,
sesak napas dan nyeri dada.

b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki
basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.

WHO (2009) menjelaskan gambaran klinis pnemonia dibagi


dalam :
Pneumonia ringan Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan
bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja. Indikator nafas cepat pada

17

anak umur 2 bulan11 bulan adalah > 50 kali/menit dan pada anak
umur 1 tahun 5 tahun adalah > 40 kali/menit.
Pneumonia beratBatuk dan atau kesulitan bernafas ditambah minimal
salah satu hal berikut 1) kepala terangguk-angguk, 2) pernapasan
cuping hidung, 3) tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, 4) foto
dada yang menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi dll)Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :
a. Nafas cepat : 1) anak umur < 2 bulan : > 60 kali/menit; 2) anak
umur 2 11 bulan : > 50 kali/menit; 3) anak umur 1 5 tahun :
> 40 kali.menit; 4) anak umur > 5 tahun : > 30 kali/menit
b. Suara merintih/grunting pada bayi muda
c. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan

menurun, suara pernapasan bronkial.


Pemeriksaan penunjang
Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran
radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan
" air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara
khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus

18

pneumoniae,
memperlihatkan

Pseudomonas
infiltrat

aeruginosa

bilateral

atau

sering
gambaran

bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering


menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan
jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadangkadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah
dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
(Dahlan, 2009)

2.2.6. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu:

19

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa


2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara


empiris. Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab
pneumonia dapat dilihat sebagai berikut(Dahlan, 2009):
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

Golongan Penisilin

TMP-SMZ

Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

Marolid baru dosis tinggi

Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa

20

Aminoglikosid

Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

Tikarsilin, Piperasilin

Karbapenem : Meropenem, Imipenem

Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)

Vankomisin

Teikoplanin

Linezolid
Hemophilus influenzae

TMP-SMZ

Azitromisin

Sefalosporin gen. 2 atau 3

Fluorokuinolon respirasi
Legionella

Makrolid

Fluorokuinolon

21

Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin

Makrolid

Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae

Doksisikin

Makrolid

Fluorokuinolon
(Hadiarto, 2009)

2.2.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:

Efusi pleura.

Empiema.

Abses Paru.

Pneumotoraks.

Gagal napas.

22

Sepsis
(Sylvia, 2005)

2.2.8. Aplikasi Model Epidemiologi dan Konsep Model Hendrik L. Blum pada
Analisis faktor risiko kejadian pneumonia pada anak balita
2.2.8.1. Pendekatan model segitiga epidemiologi
Model segitiga epidemiologi atau triad epidemilogi atau
model rantai penyakit infeksi (The Triangel Model of Infections)
menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu manusia (Host),
penyebab (Agent) dan lingkungan (Environment). Menurut Mc.Keown dan
Hilfinger, 2004 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009 penyakit dapat
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor agent, host dan
environment. Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan
perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen.Dalam model
ini faktor agent adalah yang bertanggung jawab terhadap penyebab
penyakit meliputi infectious agent yaitu organisme penyebab penyakit,
physical agent dan chemical agent.Faktor penjamu (Host) adalah individu
atau populasi yang berisiko terpajan penyakit meliputi faktor genetik atau
gaya hidup. Faktor lingkungan ( Enviroment) adalah tempat dimana host
hidup termasuk kondisi cuaca dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
rumah, tetangga dan sekolah. Menurut model ini sehat dan sakit dapat

23

dipahami dengan mendalami karakteristik, perubahan dan interaksi


diantara agen, penjamu dan lingkungan. Hubungan antara ketiga faktor
tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Host

Agent

Environment

Gambar 2.2 The Epidemiologic triangel


Sumber : Anderson (2000) dan Hockenberry, Wilson (2009)
Gambar
keseimbangan

diatas

memperlihatkan

(ekuilibrium)

yang

segitiga

dalam

status

normal.Keseimbangan

bukan

menandakan kesehatan yang optimum, tetapi pola biasa yang sederhana


dari kondisi sehat dan sakit dalam populasi. Berbagai perubahan yang
terjadi pada salah satu sisi (Agent, Host dan Environment) akan
menghasilkan ketidakseimbangan (dis ekulibrium) atau terjadi suatu
perubahan pola yang biasa tersebut.
Berikut ini akan dijabarkan hubungan 3 komponen yang terdapat
dalam model segitiga epidemiologi dengan faktor risiko terjadinya infeksi
pneumonia pada anakbalita :
1. Faktor penyebab (agent)
Penyebab dari penyakit pneumonia yaitu berupa bakteri, virus,

24

jamur, dan protozoa (sejenis parasit).Berdasarkan faktor penyebab (Agent)


pneumonia dibedakan menjadi 1) pneumonia bakterial/tipikal yaitu
pneumonia yang dapat terjadi pada semua usia; 2) pneumonia atipikal
adalah pneumonia yang disebabkan oleh mycoplasma, legionella dan
chlamydia; 3) pneumonia virus adalah pneumonia yang disebabkan oleh
virus, dan 4) pneumonia jamur adalah jenis pneumonia yang sering
merupakan infeksi sekunder terutama pada penderita dengan daya tahan
tubuh lemah (immunocompromised).
2. Faktor manusia (host)
adalah organisme, biasanya manusia atau pasien. Faktor risiko infeksi
pneumonia pada pasien (host) dalam hal ini anak balita meliputi: usia,
jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat pemberian ASI, status gizi,
riwayat pemberian vitamin A, riwayat imunisasi, status sosial ekonomi,
riwayat asma.
a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa
penyakit. Hal ini disebabkan karena usia dapat memperlihatkan kondisi
kesehatan seseorang. Anak-anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan
terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak yang berusia diatas 2
tahun.Hal ini disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran
pernapasan yang relatif sempit (DepKes RI, 2004).
b. Jenis kelamin

25

Dalam

program

Pemberantasan

Penyakit

Infeksi

Saluran

Pernafasan Akut (P2 ISPA) dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko
yang mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004). Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Hananto (2004) bahwa anak laki laki
mempunyai peluang menderita pneumonia 1,46 kali (95% CI : 0,81- 1,60)
dibanding anak perempuan.
c. Berat Badan Lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko
kematian yang leb ih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,
terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.

d. Riwayat Pemberian ASI


ASI mengandung nutrisi, antioksidan, hormon dan antibodi yang
dibutuhkan oleh anak untuk bertahan dan berkembang serta sebagai sistem
kekebalan tubuh anak yang baik (UNICEF-WHO, 2006).
e. Status Gizi
Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB), tinggi
badan (TB). Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi
secara umum, sedang indikator TB/U menggambarkan status gizi yang
sifatnya kronis (akibat kondisi yang berlangsung dalam waktu lama) dan

26

indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut (akibat


keadaan yang berlangsung dalam waktu pendek) atau digunakan sebagai
indikatorkegemukan (Profilkesehatan,2008).
g. Riwayat Imunisasi
UNICEF-WHO, (2006) menjelaskan terdapat tiga vaksin memiliki
potensi untuk mengurangi kematian anak dari pneumonia yaitu vaksin
campak, Hib dan vaksin pneumokokus.
3. Faktor lingkungan (environment)
Faktor lingkungan yang dapat menjadi risiko terjadinya pneumonia
pada anak balita melipuiti kepadatan rumah, kelembaban, cuaca, polusi
udara.Kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan
dampak atau akses buruknya sehingga dapat dicarikan solusi ataupun
kondisi yang paling optimal bagi kesehatan anak balita.

2.2.9

Konsep model Hendrik L. Blum


Menurut teori Hendrik L. Blum (1974, 1981) dalam Notoatmodjo
(2007), status kesehatan dipengaruhi secara simultan oleh empat faktor
penentu yang saling berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor penentu
tersebut adalah lingkungan, perilaku(gaya hidup), keturunan dan
pelayanan kesehatan. Faktor tersebut berpengaruh langsung pada
kesehatan dan juga berpengaruh satu sama lain. Status kesehatan akan
tercapai optimal jika 4 faktor tersebut kondisinya juga optimal. Bila salah

27

satu faktor terganggu, status kesehatan tergeser kearah di bawah optimal.


Keempat faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada anak
balita adalah :
1. Faktor genetik atau keturunan
Faktor yang sulit untuk diintervensi karena bersifat bawaan dari
orang tua. Penyakit yang dapat diturunkan dari orang tua dan dapat
menjadi faktor risiko infeksi pneumonia adalah penyakit asma.Dawood
(2010) menjelaskan anak-anak dengan asma akan mengalami peningkatan
risiko terkena radang paru-paru sebagai komplikasi dari influenza. Bayi
dan anak-anak kurang dari lima tahun berisiko lebih tinggi mengalami
pneumonia sebagai komplikasi dari influenza saat dirawat di rumah sakit.
Dawood juga menjelaskan anak-anak dengan asma lebih ungkin
mengalami influenza yang merupakan faktor risiko terjadimya pneumonia.
Bayi usia 6 bulan 2 tahun dengan asma mempunyai risiko dua kali lebih
tinggi menderita pneumonia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
anak-anak dengan pneumonia memiliki perjalanan klinis lebih parah,
termasuk tingginya tingkat ventilasi mekanis dan kematian.
2. Faktor pelayanan kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan menjadi faktor penentu dalam
meningkatan status kesehatan anak. Hasil penelitian Djaja (2001),
menjelaskan bahwa ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih
banyak membawa anaknya untuk berobat ke fasilitas kesehatan, tetapi ibu
dengan pendidikan rendah akan lebih memilih anaknya ntuk berobat ke

28

dukun atau mengobati sendiri.


Promosi Kesehatan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi perorangan, kelompok
dan masyarakat, dalam berbagai tatanan, dengan membuka jalur
komunikasi, menyediakan informasi, dan melakukan edukasi, untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku, dengan melakukan
advokasi, pembinaan suasana dan gerakan pemberdayaan masyarakat
untuk mengenali, menjaga/memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya.
Kesehatan Lingkungan
Berdasarkan teori Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor yang
pengaruhnya paling besar terhadap status kesehatan masyarakat di
samping faktor pelayanan kesehatan, faktor genetik dan faktor prilaku.
Bahaya potensial terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh lingkungan
dapat

bersifat

fisik,

kimiamaupun

biologi.

Sejalan dengan kebijaksanaanParadigma Sehat yang mengutamakan


upaya-upaya yang bersifat promotif, preventif dan protektif. Maka upaya
kesehatan

lingkungan

sangat

penting.

Semua kegiatan kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh para staf


Puskesmas akan berhasil baik apabila masyarakat berperan serta dalam
pelaksanaannya harus mengikut sertakan masyarakat sejak perencanaan
sampai pemeliharaan.
Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular

29

Program Pencegahan Penyakit Menular dilaksanakan melalui :


1.

Pelayanan imunisasi bagi Bayi

2.

Pelayanan imunisasi bagi anak sekolah

3.

Pelayanan imunisasi bagi ibu hamil

4.

Pelayanan

Program Pemberantasan Penyakit Menular Langsung dilaksanakan


melalui:
1.

Pemberantasan penyakit TB Paru

2.

Pemberantasan penyakit Kusta

3.

Pemberantasan penyakit ISPA

4.

Pemberantasan penyakit HIV/AIDS

5.

Pemberantasan penyakit diare

6.

Pemberantasan penyakit

Program Pemberantasan Penyakit Menular Bersumber Dari Binatang


dilaksanakan melalui :
1.

Pemberantasan penyakit malaria

2.

Pemberantasan penyakit Arbovirosis

3.

Pemberantasan penyakit Filariasis.

Program

Pengamatan

Penyakit

Menular

dilaksanakan melalui

penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB :


1.

Program Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta KB dilaksanakan

melalui Pelayanan kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir


2.

Pelayanan kesehatan Bayi dan Anak Pra Sekolah

30

3.

Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja

4.

Pelayanan Kesehatan Usia Subur

5.

Pelacakan kasus BBLR di Kampung-Kampung

Program Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat dilaksanakan melalui


kegiatan :
1.

Pemantauan pertumbuhan Balita

2.

Pemberian suplemen gizi

3.

Pelayanan gizi buruk

4.

Swiping vitamin A

5.

Swiping kualitas garam beryodium

6.

Perawatan/pengobatan balita gizi buruk

7.

Pemberian makanan tambahan ( PMT)

8.

Pemantauan status gizi lebih .

Program Upaya Kesehatan Lingkungan dilaksanakan melalui kegiatan :


1.

Lingkungan fisik

2.

Pelayanan Hygiene sanitasi di tempat-tempat umum

3.

Pengambilan dan pemeriksaan sampel air

4.

Perbaikan kualitas air

Pemberantasan Vector dilaksanakan melalui kegiatan :


1.

Penyemprotan rumah/bangunan

2.

Penyemprotan rumah/malaria.

31

Program Upaya Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut dilaksanakan melalui


kegiatan Pemantauan pelaksanaan Pos Bindu.

Program Pengawasan Makanan dan Minuman dilaksanakan melalui


kegiatan :
1.

Pendataan Industri rumah tangga pangan

2.

Audit dan sertifikasi IRT

3.

Pengambilan dan pengiriman sampel makanan

4.

Sweeping dan Pemusnahan makanan dan minuman

5.

Penyuluhan keamanan pangan

6.

Surveilance keracunan pangan.

Pengawasan Obat-Obatan dilaksanakan melalui kegiatan :


1.

Pendataan sarana pengobatan dan pendistribusian obat-obatan

2.

Pemeriksaan peredaran obat keras

3.

Pengawasan distribusi kosmetik dan salon kecantikan

4.

Pengawasan obat-obatan interen

5.

Pengawasan dan pembinaan pengobatan tradisional.

Pemberantasan penyakit ISPA


Pemberantasan penyakit ISPA merupakan hal yang esensial dalam
strategi penurunan kematian. Salah satu penyakit ISPA adalah penyakit

32

pneumonia pada anak. Upaya pemberantasan pneumonia meliputi


beberapa

hal,

sesuai

dengan

faktor

penyebab

pneumonia:

1. ASI eksklusif 6 bulan. Kandungan gizi pada ASI dan adanya sistem
kekebalan dapat menjaga kekebalan tubuh anak sehingga tidak mudah
terserang

penyakit.

2. Gizi cukup dan seimbang sesuai usia anak. Kecukupan gizi merupakan
kunci dalam meningkatkan sistem pertahan tubuh anak, dimulai dari ASI
eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan. Gizi yang baik terbukti dapat
mencegah

pneumonia

dan

juga

mempercepat

penyembuhan.

3. Imunisasi. Imunisasi yang penting berkaitan dengan pneumonia antara


lain imunisasi DPT, campak, pneumokokus, dan Hib. Imunisasi DPT dan
campak meupakan imunisasi wajib yang harus diberikan pada anak,
sedangkan imunisasi pneumokokus dan Hib merupakan imunisasi anjuran
yang dapat diberikan pada anak karena memberikan kekebalan terhadap
kuman

penyebab

pneumonia.

4. Lingkungan bebas asap. Anak-anak harus dijauhkan dari pajanan asap


rokok, asap dapur terutama dari pembakaran kayu dan sejenisnya, serta
polusi udara. Memperbaiki hygiene lingkungan dapat dilakukan misalnya
dengan menyediakan ventilasi yang baik di dalam rumah, menjaga
kebersihan, dan menggunakan masker pelindung untuk mengurangi

33

pajanan

terhadap

polusi.

5. Tutup mulut saat batuk. Penularan pneumonia banyak berasal dari


percikan batuk atau bersin pasien pneumonia. Untuk menghindari
penularan tersebut, sebaiknya menutup mulut saat batuk atau bersin.
Selain itu, penting untuk mencuci tangan setelahnya untuk menghindari
tersebarnya kuman.
Kesehatan Keluarga dan Reproduksi
Kesehatan Keluarga adalah wujud keluarga sehat, kecil bahagia dan
sejahtra dari suami istri, anak dan anggota keluarga lainnya (UU RI no 23
th

1992)

Kesehatan Reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang


utuh. Bukan hanya bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam segala aspek
yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
(WHO).
Perbaikan Gizi masyarakat
kegiatan untuk mengupayakan peningkatan status gizi masyarakat dengan
pengelolaan terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan serta dukungan
peran serta aktif masyarakat.
Penyembuhan Penyakit dan Pelayanan Kesehatan

3. Faktor Perilaku
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan.
Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan tenaga peneliti hanya meneliti

34

satu faktor perilaku kesehatan yang berpengaruh terhadap kejadian


pneumonia pada anak balita yaitu perilaku lingkungan keluarga dimana
terdapat

kebiasaan-kebiasan

dari

anggota

keluarga

yang

dapat

mempengaruhi kesehatan anak balita yaitu kebiasaan merokok anggota


keluarga.Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh anggota
keluarga semakin besar risiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila
merokok dilakukan oleh ibu bayi (Depkes RI, 2001).
4. Faktor lingkungan
lingkungan yang dapat mempengaruhi risiko pneumonia pada anak
balita adalah status sosial ekonomi orang tua, pendidikan dan pengetahuan
orang tua serta persepsi orang tua tentang penyakit pneumonia pada anak
balitanya.
a. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah dengan tinggal di lingkungan
yang padat, nutrisi yang kurang, gaya hidup, pekerjaan juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hananto (2004) menjelaskan bahwa ada hubungan antara status
ekonomi dengan kejadian pneumonia
b. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi kejadian pneumonia pada bayi dan balita
(Sukar dalam Annissa, 2009).

35

c. Pengetahuan Ibu
Menurut Bloom (1956) (dalam buku Taxonomy of education
objective) yang dimaksud dengan pengetahuan adalah kemampuan untuk
mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola,
urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.Teori Green (1991) menjelaskan
bahwa pengetahuan merupakan faktor awal dari suatu perilaku yang
diharapkan dan pada umumnya berkorelasi positip dengan perilaku.

36

37

BAB III
STATUS PRESENT
3.1 Data Penderita
3.1.1 Identitas Penderita
3.1.1.1 Nama penderita

: An. Ahmad Hasan

3.1.1.2 Jenis kelamin

: Laki-laki

3.1.1.3 Umur

: 3 tahun

3.1.1.4 Agama

: Islam

3.1.1.5 Pendidikan

: Belum sekolah

3.1.1.6 Alamat

:Kp. Gendong Selatan 1205

RT 6/7 Semarang Timur


3.1.1.7 Tanggal pemeriksaan

: 3 Oktober 2016

3.1.1.8 Keluhan Utama

: Batuk

3.1.1.9 Riwayat penyakit sekarang

:-

3.1.1.10

Riwayat Penyakit dahulu

Riwayat mondok

: disangkal

Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

38

3.1.1.11

Riwayat keluarga

:-

Riwayat sakit Paru

: diakui

Riwayat alergi

:-

3.1.1.12
3.1.2

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat sosial

Pemeriksaan Fisik
Seorang anak laki-laki, umur 3 tahun , berat badan 13.5 kg.

Keadaan umum : sadar, aktif, sesak nafas (-), retraksi (-), tidak sianosis.
Tanda Vital :
HR

: 98 x/menit

RR

: 25 x/menit

Suhu

:36,2C

Kepala : mesosefal
Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut, mudah dipilah

Mata

: konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-

Hidung

: nafas cuping hidung (-/-), sekret (-)

Telinga
Mulut

: sekret (-)
: kering (-), sianosis (-)

39

Selaput mukosa

: kering (-), sianosis (-)

Lidah

: lidah kotor (-), tremor (-), kering (-)

Gigi

: karies (+)

Tenggorokan

: T1-T1, faring hiperemis (-)

Leher

: simetris, pembesaran KGB (-)

Keadaan tubuh
Sianotik

: (-)

Ikterik

: (-)

Turgor

: kembali cepat

Thorax
Paru
Inspeksi

simetris,

retraksi

(+) substrernal,pernapasan

abdominal
Palpasi

: fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler

Suara Tambahan

: ronkhi basah halus nyaring -/hantaran -/-

40

wheezing -/Jantung
Inspeksi

: iktus kordis tampak

Palpasi

iktus

kordis

teraba

di

ICS

midclavicularissinistra
Perkusi
Auskultasi

:tidak dilakukan
: Bj I-II normal, bising (-), gallop (-), irama reguler,

aktivitas cukup, frekuensi jantung 140x/menit.


Abdomen
Inspeksi

: cembung

Auskultasi

: bising usus (+) N

Palpasi

: supel, hepar1/3 1/3dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Alat Kelamin
Laki-laki, ambigous (-)

Ekstremitas

Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Capillary

<2

refill
Oedem

-/-

-/-

Vlinea

41

3.1.3. Diagnosis MTBS


Terlampir
3.1.4. Terapi
Terlampir
3.2 Data Puskesmas
3.2.1

Identitas Keluarga
Nama Ayah

: Zanuar Tri Kasim

Nama Ibu
Agama

: Triningsih
: Islam

Pekerjaan Ayah

: swasta (bengkel)

Pekerjaan Ibu

: Ibu Rumah Tangga

Alamat
3.1.1.2.2

:jalan gendong selatan1205

Data Lingkungan
Sumber air bersih yang digunakan berasal dari air sumur.
Pencahayaan dalam rumah kurang dan berdebu

No

Indikator Perilaku

Pertolongan persalinan

tid

ak

oleh tenaga kesehatan

Asi Ekslusif

Penimbangan balita

Gizi keluarga/ sarapan

Pemeriksaan kehamilan

Anggota rumah tangga

Anggota rumah tangga

tempatnya
Lantai rumah kedap air

KLP GAYA HIDUP


1

Aktivitas fisik/olahraga

Ada anggota keluarga yg

tidak merokok

Mencuci tangan

Menggosok gigi minimal

2 kali sehari

Anggota rumah tangga

tidak menyalahgunakan

Miras/Narkoba
KLP UKM

Anggota rumah tangga

dan burung
Sumber air
minum yang

beli galonan.

membuang sampah pada

berupaayam

digunakan

menggunakan jamban
8

dalam rumah

KLP Kesling
Air bersih

Terdapat
peliharaan

minimal 4 kali

42

43

Jamban menggunakan jamban jongkok


Pembuangan air limbah dialirkan ke selokan di depan dan di

samping rumah.
Pegelolaan sampah rumah tangga yang kurang baik
Rumah satu dengan rumah yang lainnya saling berdempetan

dan padat penduduk.


Saluran pembuangan air limbah (SPAL) letaknya di depan
dan di samping rumah dan sedikit tertutup namun tersumbat

.2.3 Data Perilaku dan Sosial

Kebiasaan anggota keluarga yang kurang memperhatikan

kebersihan rumah.
Anggota keluarga memperhatikan kebiasaan kepada anak

mengenai kebersihan.
Status pendidikan orang tua dan status ekonomi yang kurang
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang kurang
Tabel 3.3 Checklist survei PHBS
Dari hasil di atas didaptkan skor 10 sehingga dapat di kasifikasikan
sebagai keluarga yang memiliki PHBS buruK / belum memenuhi Strata
Sehat Utama.
3.2.4

Data Akses Pelayanan yang terdekat

Akses pelayanan terdekat adalah Puskesmas Halmahera, RS


Telogorejo, RS Panti Wilasa, RS Bunda. Pasien belum memiliki jaminan
3.2.5

kesehatan.
Data genetik/kependudukan
Kepadatan rumah yang saling berhimpitan.
Penyakit pneumonia bukan merupakan penyakit genetic namun dapat

ditularkan melalui lingkungan dan perilaku hidup yang buruk.


Adanya riwayat keluarga yang terkena penyakit paru paru

44

45

BAB IV
PEMBAHASAN
1.1 Analisa Penyebab Masalah
Analisis penyebab masalah pneumonia menggunakan pendekatan HL
Blum sebagai berikut:
Tabel 4.1 Analisis HL Blum
Masalah

Perilaku

Lingkung

Pelay

Genetik

an/

anan

atau

Keseh

Kepend

atan

udukan

Sosial
Pneumo-

nia

Kebiasaan

Pen

jarak

anggota

cah

antar

keluarga yang

aya

rumah

kurang

an

yang

memperhatik

di

saling

an kebersihan

dal

berdekat

rumah
Pelaksaan

am
-

an
lokasi

ru
PHBS

yang

rumah
ma

belum

padat
h

maksimal
Adanya

pendudu
kur

anggota
keluarga yang

ang
Sal

k
adanya
faktor

46

merokok

ura

keluarga

yang

pe

juga

mb

terdapat

uan

penyakit

gan

paru

air

paru

lim
bah
(SP
AL
)
me
ngg
ena
ng
did
epa
n
ru
ma
-

h
Ven
tila
si

47

kur
-

ang
Ad
any
a
peli
har
aan
dal
am
ru
ma
h
ber
upa
aya
m
dan
bur

ung
Lan
tai
dan
kon
disi

48

ru
ma
h
yan
g
ber
deb
-

u
Te
mp
at
pe
mb
uan
gan
sa
mp
ah
yan
g
berj
ara
k
tida
k

49

jau
h
dari
ru
ma
-

h
Stat
us
pen
didi
kan
ora
ng
tua
dan
stat
us
eko
no
mi
yan
g
kur
ang

50

Dari tabel di atas diperoleh faktor-faktor penyebab yang


mempengaruhi kejadian pneumonia pada pasien antara lain:
1) Perilaku
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah didapat ada
hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan
kejadian ISPA balita yang orang tuanya merokok mempunyai risiko 4,63
kali lebih besar untuk terkena penyakit ISPA dibandingkan dengan balita
yang orang tuanya tidak merokok (Suhandayani, 2007). Sulistyowati
(2010) menjelaskan bahwa balita yang tinggal dirumah dengan anggota
keluarga yang merokok dalam satu bulan terakhir mempunyai risiko
mengalami pneumonia 4,4 kali lebih besar dibandingkan balita yang
tinggal di rumah yang anggota keluarganya tidak merokok dalam satu
bulan terakhir. Hal ini berarti bahwa asap rokok merupakan faktor risiko
terjadinya pneumonia pada balita.
2) Lingkungan
Status sosial ekonomi yang rendah dengan tinggal di lingkungan
yang padat, nutrisiyang kurang, gaya hidup, pekerjaan juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Hananto (2004) menjelaskan bahwa ada hubungan antara status
ekonomi dengan kejadian pneumonia ditambah juga keadaan rumah
dengan ventilasi dan pencahayaan yang kurang baik.

51

3.

Genetik
Dawood (2010) menjelaskan anak-anak dengan asma akan

mengalami peningkatan risiko terkena radang paru-paru sebagai


komplikasi dari influenza. Bayi dan anak-anak kurang dari lima tahun
berisiko lebih tinggi mengalami pneumonia sebagai komplikasi dari
influenza saat dirawat di rumah sakit. Dawood juga menjelaskan anakanak dengan asma lebihmungkin mengalami influenza yang merupakan
faktor risiko terjadimya pneumonia. Bayi usia 6 bulan 2 tahun dengan
asma mempunyai risiko dua kali lebih tinggi menderita pneumonia.
Penelitian lainnya, Sunyataningkamto, dkk (2004) menjelaskan bahwa
anak-anak dengan riwayat mengi mempunyai risko pneumonia sebesar 4,8
kali dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai riwayat mengi.
4.

Pelayanan Kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan menjadi faktor penentu dalam

meningkatan status kesehatan anak. Hasil penelitian Djaja (2001),


menjelaskan bahwa ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih
banyak membawa anaknya untuk berobat ke fasilitas kesehatan, tetapi ibu
dengan pendidikan rendah akan lebih memilih anaknya ntuk berobat ke
dukun atau mengobati sendiri. Status pelayanan di Puskesmas Halmahera
berkaitan dengan pneumonia tidak mengalami kendala, penyuluhan, , dan
usaha preventif .
4.1.

Alternatif Pemecahan Masalah

52

Memberikan edukasi penyakit pneumonia, mulai dari penyebab,

penularan, dan pencegahan.


Memotivasi keluarga untuk selalu membersihkan lingkungan disekitar

rumah baik air maupun udara serta pencahayaan.


Memotivasi orang tua untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
Rencana Pelaksanaan Kegiatan

4.2.

Penyuluhan mengenai pneumonia

Pemantauan pengobatan

Penyuluhan mengenai PHBS

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

53

Dari hasil analisis HL-Blum didapatkan faktor-faktor yang berpengaruh


terhadap pneumonia di lingkungan penderita :
5.1.1 Faktor Lingkungan/sosial yang menyebabkan pneumonia
1. Pencahayaan di dalam rumah kurang
2. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) menggenang didepan
rumah
3. Ventilasi kurang
4. Adanya peliharaan dalam rumah berupa ayam dan burung
5. Lantai dan kondisi rumah yang berdebu
6. Tempat pembuangan sampah yang berjarak tidak jauh dari rumah
7. Status pendidikan orang tua dan status ekonomi yang kurang
5.1.2 Faktor Perilaku yang menyebabkan pneumonia
1. Kebiasaan anggota keluarga yang kurang memperhatikan kebersihan
2.
3.
5.1.3
1.
2.
3.
5.1.4
1.

rumah
Pelaksaan PHBS yang belum maksimal
Adanya anggota keluarga yang merokok
Faktor kependudukan dan genetik yang menyebabkan pneumonia
jarak antar rumah yang saling berdekatan
lokasi rumah padat penduduk
adanya faktor keluarga yang juga terdapat penyakit paru paru
Solusi terhadap faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit peumoina
Penyuluhan mengenai penyakit pneumonia terutama pencegahan dan

pertolongan pertama
2. Penyuluhan mengenai PHBS
5.2 Saran
5.2.1 Saran Kepada Keluarga
1. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk membersihkan rumah baik
2.
3.

udara maupun perbaikan pencahayaan dalam rumah


Memberikan edukasi tentang dampak adanya peliharaan dalam rumah
Memberikan edukasi tentang penataan ruang dalam rumah yang bersih,

rapi dan sehat.


4. Memotivasi kepada keluarga untuk menerapkan PHBS
5.2.2 Saran Kepada Puskesmas
1. Melakukan peningkatan kerjasama lintas sektoral dengan kelurahan guna
menanggulangi angka kejadian pneumonia.
2. Melakukan peningkatan frekuensi penyuluhan mengenai pneumonia
kepada keluarga pasien dan masyarakat sekitar sehingga masyarakat dapat

54

mengetahui tentang pneumonia mulai dari gejala gejala penyakit, cara


penularan, pertolongan pertama dan pencegahan.
3. Melakukan pengobatan terhadap keluarga dan tetangga pasien yang
menderita sakit yang sama.
5.2.3 Saran kepada masyarakat
1. Melakukan kerja bakti lingkungan terutama untuk SPAL
2. Membersihkan lingkungan sekitar dan edukasi mengenai pemeliharaan
hewan peliharaan seperti ayam, burung dan kucing

5.3 Plan Of Action (POA)


Kegi

Tujuan Sasar

atan

an

Meto Temp
de

Wakt

at

Pelaksana

Indikator

Keberhasi

lan

y
Ho

Memant Pasien

me

au

visite

dan

a
-

Disku Tempa 3
si

Dokter

Anggota

Okt

Muda

keluarga

perkem keluar

tingg

obe

FK

mengetauh

dan

bangan ga

al

Unissula

penyul

penye

pasie

201

mengenai

uhan

mbuha

pneumoni

penyak

pengobata

it

nya secara

pneum

teratur

onia

dan

55

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Alsagaf & Saleh ( 2003). Pengantar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya:

Airlangga UniversityPress.
Anderson & Farlene (2007). Community as partner: Theory and
nursing (Agus Sutarna, Suharyati samba, Novayanti

practice

in

Herdina,

penterjemah). Jakarta: EGC.


Arikunto

&

Suharsimi

(2006).Prosedur

penelitian

suatu

pendekatan

praktik.Jakarta: Rineka Cipta.


Depatemen Kesehatan RI (2006). Pedoman pelaksanaan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini

tumbuh

kembang

anak

ditingkat

pelayanan

kesehatan dasar. Jakarta: Depkes RI.


Departemen Kesehatan (2006). Pedoman pengendalian penyakit infeksi saluran
pernafasan akut.

Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan (2007). Pedoman tatalaksana pneumonia balita. Jakarta:


Depkes RI.

56

Departemen Kesehatan RI (2009). Manajemen terpadu balita sakit (MTBS)


Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2012, Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun
2012, Semarang, dikutip tanggal 23 Juni 2014.
Direktorat Jendral pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI, 2007, Profil Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Jakarta
Fathi, Soedjajadi K., dan Chatarina U.W. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan
Perilaku Terhadap Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota
Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No. 1
Gibbons RV, Vaughan DW, 2002, Dengue an escalating problem, BMJ
324:1563-6, Dikutip tanggal 18 Juli 2013
Masrochah, Siti., 2006, Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai
Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Di
Dinas Kesehatan Kota Semarang, Tesis Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat, dikutip tanggal 23 Juni 2014.

WHO (2003).Penanganan ISPA pada anak di rumah sakit kecil negara


berkembang. (Widjaja,

A.C, penterjemah). Jakarta: EGC.

WHO (2010). Pneumonia, Sumber: http://www.who.int/mediacentre/, diakses


tanggal 14

februari 2011.

57

WHO dan UNICEF (2009).Global action plan for prevention and control of
pneumonia

(GAPP).

WHO dan UNICEF (2006).The Forgotten killer of children. New York: WHO dan
UNICEF WHO sakit. Jakarta: Depkes RI. (2008). Manajemen terpadu
balita sakit. Jakarta: Depkes RI.

Lampiran Gambar :

58

Gambar 1. Rumah tampak depan

Gambar 2. sumurdan saluran pembuangan

Gambar 3. Kondisi dalam rumah

59

Gambar 4. Tempat cuci dan hewan peliharaan

60

61

Gambar 5. Obat yang diberikan dari Puskesmas

Anda mungkin juga menyukai