BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Awal kita telah melihat bahwa aspek dari situasi menentukan persyaratan peran bagi
para pemimpin. Penelitian komporatif mengenai cara perilaku manajerial beragam
antarsituasi (dilihat bab 2) memberikan beberapa pandangan yang berguna, tetapi ini
hanyalah sebuah pendekatan tidak langsung untuk menentukan jenis kepimpinan apa yang
optimal dalam sebuah situasi tertentu. Sebuah pendekatan yang lebih langsung adalah
menentukan bagaimana ciri atau perilaku pemimpin berhubungann dengan indikator
efektifitas kepemimpinan
menghapuskan pengaruh dari ciri atau perilaku dari seorang pemimpin disebut variabel
moderator situasional. Teori yang menjelaskan efektiovitas kepemimpinan dalam hal
variabel moderator situasional disebut teori kontingensi dari kepemimipinan. Jenis teori
ini sangat berguna saat melibatkan variabel yang menghalangi untuk menjelaskan mengapa
pengaruh dari perilaku atau hasilnya beragam antarsituasi.
Bab ini meninjau lima teori kontingensi dari kepemimpinan : teori jalur sasaran, teori
pengganti pemimpin,teori berbagai-hubungan, teori kontingensi LPC dan teori sumber daya
kognitif. Setiap teori dijelaskan secara singkat dan dievaluasi secara koseptual ddan
dukungan empiris. Bab ini diakhiri dengan beberapa pedoman umum bagi berbagai perilaku
kepemimpinan dari situasi yang satu kesituasi yang lainnya.
PENILITIAN MENGENAI TEORI
Sejumlah besar studi telah di lakukan selama 20 tahun terakhir untuk menguji teori
kontigensi LPC.studi-studi ini telah di tinjau oleh strube dan garsia (1981)dan oleh peters
,hartke,dan pohlmann(1985).para peninjau menyimpulkan bahwa penilitian tersebut
,cenderung mendukung model walaupun tidak untuk setiap oktan dan tidak terlalu kuat untuk
studi lapangan di bandingkan dengan studi laboratorium.
Walaupun kebanyakan hasilnya possitif,metode yang di gunakan untuk menguji
tersebut sangatlah di kecam oleh berjumlah penulis.sebuah kecaman adalah bahwa dukungn
empiris di dasarkan pada hasil korelasional yang gagal mencapai kepentingan statistis dalam
sebagian besar kasus walaupun korelasinya mungkin berada dalam arah yang benar.
(graen,alfares,orris
dan
martela,1970:mcmahon,1972:feccio,1983)kecaman
lainnya
melibatkan proses diman ketiga aspek berbeda dari situasi itu di kombinasikan menjadi
sebuah kontinum tunggal.bobot yang di gunakan untuk menghitung keuntungan situasi dan
membuat oktan kelihatannya secara sembarang.(shiflett,1973)
KELEMAHAN KONSEPTUAL
Teori kontigensi LPC memiliki beberapa kelemahan konseptul yang serius .nilai LPC
merupakan
ukuran
dalam
pencarian
makna
(schriesheim
dan
kerr,1977,hal
23).interpretasinya telah berubah dalam cara tidak beraturan,dan interpretasi saat ini adalah
spekulatif .nilai LPC mungkintidak stabil seiring waktu dan bias menjadi lebih rumit dari
pada yang di perkirakan .
Model tersebut bukan benar-benar sebuah teori karena tidak menjelaskan bagaimana
nilai LPC seorang pemimpin yang jelas dan fariabel yang ,mengganggu kinerja kelompok
(ashour,1973) saat tidak adanya fariabel perilaku,model tersebut tidak memberikan suatu
bimbingan untuk melatih para pemimpin untuk bagaimana beradaptasi dengan situasi. Jika
LPC adalah cirri kepribadian yang relative stabil ,seperti yang biasanya di asumsiakan,maka
perubahan bukanlah sebuah pilihan ,untuk memperbaiki kepemimpinan.pilihan lain adalah
memilih pemimpin agar sesuai dengan situasi ,tetapi skala LPC tidak dapat memenuhi
persyaratan untuk ,sbuah perangkat seleksi yang sah.pilihan akhirnya adalah mengubah
situasinya agar cocok dengan pemimpin.memang di mungkinkan untuk membuat situasi
menjadi kurang atau lebih menguntungkan agar cocok dengan nilai LPC .pemimpin itu
(vietler dan chemers 1982)tetapi mengurangi keuntungan barangkali adalah kontra
produktif.sebagai contoh,ide bahwa beberapa pemimpin harus berusaha membuat hubungan
pemimpin anggota jadi memburuk(yaitu,dengan amat tidak suportif)kelihatannya tidak etis
dan juga tidak bijaksana (schriesheim dan kerr 1977)hal berupa,suatu perubahan yang di
lakukan dalam struktur tugas harus di pandu oleh perhatian untuk penggunaan ornag dan
sumber daya secara efisien,bukan oleh keinginan untuk membuat srtuktur tugas sebanding
dengan nilai LPC ,pemimpin itu.penilitian menyatakan bahwa memodifikasi struktur tugas
memiliki sepuluh kali pengaruh atas kinerja kelompok seperti nilai LPC (Obriend dan
kabanovv,1981)
Moel(dan kebanyakan pe nilitian) mengabaikan para pemimpin
sedang,yang jumlah nya barangkali mengalahkan para pemimpin yang LPC nya tinggi dan
rendah.penilitian menyatakan bahwa pemimpin yang LPC nya sedang adalah lebih efektif
dari pada pemimpin yang LPCnya tinggi atau rendah dalam sebagian besar situasi (lima
dalam delapan okta).barangkali karena mereka menyimbangkan afiliasi dan perhatian akan
keberhasilan secara lebih berhasil (kennedi ,1982 :shiflett,1973.)
2.2 TEORI JALUR SASARAN DARI KEPEMIMPINAN
Teori Jalur sasaran dari kepemimpinan telah di kembangkan untuk menjelaskan
bagaimana perilaku dari seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan
bawahan. Di bangun atas versi lebih awal dari teori Evans (1970), House (1971)
memformulasikan sebuah versi yang lebih teliti yang menyertakan variabel situasional
Menurut House (1972, hlm. 324), Fungsi motivasional dari pemimpin dari pemimpin
terdiri dari pembayaran pribadi yang makin meingkat bagi parah bawahan atas pencapaian
sasaran kerja dan jalur untuk pembayaran ini menjadi lebih mudah dijalani dengan
menjernihkannya, dengan mengurangi hambatan jalan dan lubang, dan sambil berjalan juga
meningkatkan keempatan untuk kepuasan pribadi, pemimpin juga mempengaruhi kepuasan
bawahan, khususnya kepuasan terhadap pemimpin.
Proses Penjelasan
Sebuah teori motivasi yang disebut teori harapan (Georgopoulos, Mahoney &
Jones, 1957; Vroom, 1964) di gunakan untuk menjelaskan bagaimana seorang pemimpin
dapat mempengaruhi kepuasan dan upaya bawahannya. Teori harapan menjelaskan motivasi
kerja dalam hal sebuah proses pilihan rasional dan di mana seorang memutukan seberapa
banyak upaya yang akan di berikan kepada pekerjaan pada suatu waktu tertentu. Dalam
memilih antar upaya maksimal dan upaya minimal dan upaya maksimal ( atau menengah),
seorang memprtimbangkan kemungkinan bahw suatu tingkat upaya tertentu akan mengarah
kepada penyelesaian tugas dengan berhasil dan kemungkinan bahwa penyelesain tugas akan
memberikan hasil yang diinginkan ( yaitu, gaji yng lebih tinggi, pengakuan, promosi rasa
keberhasilan) sambil menghindari hasil yang tidak diinginkan, (yaitu, pemberhentian,
kecelakaan, teguran, penolakan oleh rekan kerja, tekanan berlebihan).
Bagaimana semua harapan dan valensi yang banyak untuk hasil dan tingkatan upaya
yang berada tersebut dikombinasikan untuk menentukan motivasi sesorang adalah masih
sebuah masalah spekulasi dan kontroversi. Secara umum, jika bawahan percaya bahwa hsil
yang berharga dapat di capai hanya dengan memberikan upaya yang serius dan mereka yakin
bahwa upaya demikian akan berhasil, maka mereka akan memberikan upaya tersebut.
Pengaruh dari perilaku seorang pemimpin terutama adaah untuk memodifiksikan persepsi dan
keyakinan ini.
Perilaku Pemimpin
Versi awal dari teori ini hanya mengandung dua perilaku pemimpin yang
didefenisikan secara luas; kepmimpinan suportif ( serupa dengan perhtian) dan
kepemimpinanmengarahkan (serupa dengan struktur memprakarsai). Kedua perlaku
pemimpin yang lainnya ditambahkan dalam veribelakanagna oleh House Mitchell (1974)
keempat perilaku didefenisikan sebagai berikut :
1.
Pemimpin suportif,
VARIABEL
VARIABEL
YANG
SEBAB AKBAT
Perilaku pemimpin
MENGGAGGU
Harapan
Dan
Valensi
Bawahan
VARIABEL
MODERATOR
SITUASIONAL
bawahan
dan
kepuasan
Karakteristik
tugas
dan
lingkungan
GAMBAR 8-2 Hubungan Sebab Akibat Dalam Teori Jalur Sasaran Dari
Kepemimpinan
Usulan Utama
Saat tugasnya membuat
tekanan,
suportif mengarah kepada meningkatnya upaya dan kepuasan bawahan dengan meningkatkan
keyakinan diri, merendahkan rasa cemas, dan meminimalkan aspek yang tidak
menyenangkan dari pekerjaan itu. Dalam terminilogi teori harapan, pemimpin meningkatkan
valensi intrinsik (kesenangan) dari melakukan tugas itu dan harapan bahwa tugas itu akan
diselesaikan dengan berhasil. Namun, jika sebuah tugas itu menarik dan dapat dinikmati, dan
bawahan telah merasa yakin, maka kepemimpinan suportif hanya akan memiliki sedikit
pengaruh, jika ada. Hipotesis rantai sebab akibat untuk kepemimpinan suportif digambarkan
dalam gambar 8-3
Meningkatkan upaya
Meningkatkan harapan upaya kinerja
Meningkatkan keyakinan diri dan merendahkan kecemasan
Kepemimpinan suportif
Meningkatkan valensi intrinsik dari pekerjaan
Mengurangi kejemuan dan membuat pekerjaan menjadi dapat ditoleransi
GAMBAR 8-3 Hubungan Sebab Akibat Untuk Pengaruh Dari Kepemimpinan Suportif
Pada Upaya Bawahan
Saat tugasnya tidak terstruktur dan rumit, bawahan tidak berpengalaman, dan hanya
ada sedikit formalisasi dari peraturan dan prosedur untuk membimbing pekerjaan, maka
kepemimpinan mengarahkan akan menghasilkan kepuasan dan upaya yang lebih tinggi dari
bawahan. Teori tersebut selanjutnya mengasumsikan bahwa ambiguitas peran adalah tidak
menyenangkan dan mengurangurangi hal ini akan mengarah kepada kepuasan bawahan yang
lebih besar. Saat tugasnya terstruktur atau bawahan amat kompeten, kepemimpinan yang
mengarahkan tidak memiliki pengaruh atas upaya selanjutnya, dalam situasi ini, jika bawahan
merasa bahwa pengawasan ketat dan arahan menjadi sebuah pembebanan yang tidak perlu
dari kendali pemimpin, kepuasan bawahan akan menurun.
Hipotesis rantai sebab akibat untuk kepemimpinan mengarahkan digambarkan dalam
gambar 8-4. Seperti yang diperlihatkan oleh gambar itu, terdapat lebih dari satu cara agar
kepemimpinan mengarahkan untuk mempengaruhi upaya bawahan. Upaya dapat ditingkatkan
dengan menemukan penghargaan yang baru dan lebih besar bagi kinerja dan membuatnya
makin tergantung atas kinerja bawahan. Opsi ini disertakan dalam formulasi awal dari teori
Evans (1970) dan House (1971) tetapi diabaikan dalam sebagian besar versi berikutnya dan
dalam penelitian pengesaha, barang kali karena perilaku penghargaan positif tidak terlalu
cocok kedalam definisi yang berlaku atas perilaku yang mengarahkan.
Penilitian Mengenai Teori
Penelitian yang dilakukan untuk menguji teori jalur sasaran telah menghasilkan hasil
campuran. Wofford dan Liska (1993) telah meninjau 120 studi survei mengenai teori ini dan
melakukan sebuah analisis-meta dari hasilnya bagi periku tugas dan hubungan. Podsakoff,
Mackenzie, Ahearne dan Bommer (1995) juga telah melakukan sebuah tinjauan luas atas
penelitian mengenai variabel moderator dalam kepemimpinan. Meskipun terdapat begitu
banyak studi yang telah menguji teori tersebut, hasilnya tidaklah konklusif. Tidak tersedia
cukup studi untuk memberikan ujian hipotesis yang memadai atas moderator situsional dari
kepemimpinan partisipatif dan berorientasi Keberhasilan. Kebanyakan usulan tentang
moderat situasional dari kepemimpinan mengarahkan tidaklah didukung. Terdapat beberapa
bukti bahwa kepemimpinan mengarahkan lebih kuat berkorelasi dengan kepuasan bagi
bawahan yang memiliki kemampuan rendah, tetapi hanya ujian tidak langsung atas usulan itu
yang dimungkinkan.
Keterbatasan metodologi
sebagian besar penelitian yang menguji teori itu (Woffor & Liska, 1993; Yukl, 1989).
Kebanyakan studi menggunakan kuesioner bawahan untuk mengukur perilaku pemimpin dan
menggunakan rancangan korelasional statis.
Kelemahan Konseptual
Teori jalur-sasaran juga memiliki beberapa kekurangan konseptual yang membatasi
penggunaannya. Secara umum, kelemahan terbesar adalah penggunaan teori harapan sebagai
dasar utama untuk menjelaskan pengaruh pemimpin. Model keputusan rasional ini
memberikan gambaran mengenai perilaku manusia yang terlalu kompleks dan kelihatan tidak
realistis (Behling & Starke, 1973; Mitchell, 1974; Schriesheim & Kerr, 1977) Teori harapan
tidak mempertimbangkan reaksi emosional terdapat dilema keputusan, seperti penolakan atau
distorsi dari informasi yang relefan tentang harapan dan valensi.
Keterbatasan konseptual lainnya adalah kepercayaan pada kategori luas dari perilaku
pemimpin yang tidak terlalu sesuai dengan proses yang menengahi. Diasumsikan bahwa
ambiguitas peran akan menyebabkan seorang memiliki harapan yang rendah secara tidak
realistis, dan bahwa perilaku pemimpin yang menghasilkan kejelasan yang lebih besar secara
otomatis akan meningkatkan harapan.
2.3 TEORI PENGGANTI KEPEMIMPINAN
Kerr dan Jermier (1978) mengembangkan sebuah model untuk mengidentifikasi aspek
situasi yang mengurangi pentingnya kepemimpinan oleh para manajer dan para pemimpin
formal lainnya. Teori itu membuat sebuah perbedaan antara dua jenis variabel situasional:
penganti dan netralisatori. Hal ini meliputi suatu karakteristik dari bawahan, tugas atau
organisasi yang memastikan bawahan akan jelas memahami peran mereka, mengetahui
bagaimana melakukan pekerjaan, amat bermotivasidan puas dengan pekerjaan mereka.
Netralisatori adalah suatu karakteristik dari tugas atau organisasi yang mencegah seorang
pemimpin untuk bertindak dalam sebuah cara tertentu atau meniadakan pengaruh dari tindkan
pemimpin itu.
Dalam versi awal dari model itu, Kerr dan Jermier (1978) paling memperhatikan
penganti dan netralisator yang mengidentifikasi untuk kepemimpinan suportif dan
instrumental.
Kepemimpinan
suportif
adalah
serupa
dengan
pertimbangan,
dan
tampa perhatian dan arahan yang luas oleh pemimpin mereka. Saat tugas itu memberikan
umpan balik otomatis mengenai bagaimana baiknya pekerjaan itu dilakukan, pemimpin tidak
perlu memberikan banyak umpan balik contohnya sebuah studi menemukan bahwa para
pekerja dalam sebuah perusahan yang memiliki jaringan sistim komputer dan pabrikasi yang
terintegrasi secara komputerisasi tidak membutuhkan banyak pengawasan karena mereka
mampu memperoleh umpan balik atas produktifitas dan kualitas secara langsung dari sistem
informasi, dan mereka dapat memperoleh bantuan dalam memecahkan masalah dengan
menanyakan orang lain dalam jaringan itu (Lawlwr, 1988).
Karakteristik Kelompok dan Organisasi
Dalam organisasi yang memiliki peraturan, regulasi dan kebijakan yang tertulis
dengan rinci, hanya diperlukansedikit arahan saat peraturan dan kebijakan telah dipelajari
oleh bawahan. Peraturan dan kebijakan dapat berfungsi sebagai netralisator dan juga sebagai
pengganti jika mereka begitu tidak fleksibel sehingga mencegah seorang pemimpin membuat
peruhbahan dalam pemberian tugas atau prosedur kerja untuk memudahkan upaya bawahan.
Pengganti lainnya untuk kepemimpinan suportif adalah kelompok kerja yang amat
kohesif dimana bawahan mendapatkan dukungan psikologis satu sama lain saat dibutuhkan.
Kohesivitas kelompok dapat menggantikan upaya kepemimpinan untuk memotifasi bawahan
jika terdapat tekanan sosial bagi setiap anggota untuk membuat sebuah konstribusi yang
penting kepada tugas kelompok. Di sisi lain kohesivitas dapat berfungsi sebagai netralisator
jika hubungan dengan manajemen ternyata buruk, dan tekanan sosial digunakan untuk
membatasi produksi.
Implikasi untuk Meningkatkan Kepemimpinan
Howell et al. (1990) berpendapat bahwa bebrapa situasi memiliki begitu banyak
netralisator sehingga sulit atau tidak mungkin bagi pemimpin untuk berhasil. Dalam peristiwa
ini, perbaikannya adalah tidak menggantikan pemimpin atau memberikan lebih banyak
pelatihan, tetapi lebih mudah untuk mengubah situasi.
Penelitian mengenai Teori
Meski demikian,usulan pengujian penelitian tentang pengganti dan netralisator khusus
masih terbatas (yaitu,Howell & Dorfman,1981,1986;Pitner, 1986;Podsakoff,MacKenzie &
Williams,1993). Penelitianempiris telah menemukan dukungan untuk beberapa aspek dari
teori tersebut, tetapi aspek lain belum diuji atau didukung. Sebuah tinjauan konprehensif
(Podsakoff et,al1995) menemukan sedikit bukti bahwa variabel situasional menengahi
hunbungan antara perilaku pemimipin dengan motifasi atau kepuasan bawahan. Namun
terdapat banyak bukti bahwa variabel situasional secara langsung mempengaruhi kepusaan
atau motifasi bawahan.Hasilnya kelihatan mendukung kesimpulan yang diraiholeh McIntosh
(1988) bahwa banyak penelitian evaluasi telah menentukan aspek yang salah dari teori
tersebut.
Kelemahan Konseptual
Teori ini memiliki bebrapa kelemahan konseptual.Teori ini tidak memiliki dasar
pemikiran yang rinci untuk setiap pengganti dan netralisator dalam hal proses sebab akibat
yang melibatkan variabel mengganggu yang jelas.Sebuah gambaran dari proses penjelasan
akan membantu membedakan antara pengganti yang mengurangi pentingnya sebuah variabel
yang mengganggu dan pengganti yang melibatkan perilaku kepemimpinan oleh orang selain
dari pemimpin formal.Sebagai conto, pentingnya kemampuan bawahan untuk kinerja
kelompok dapat dikurangi daengan perbaikan terknologi seperti otomatisasi dan kecerdasan
buatan . Situasi yang cukup berbeda adalah situasi di mana kemampuan tetap penting,tetapi
keterampilan tugas yang di butuhkan oleh bawahan di perkuat oleh seseorang di samping
pemimpin formal (yaitu rekan kerja,pelatih dari luar).
2.4 MODEL BERBAGAI- HUBUNGAN
Model berbagai hubungan (Yukl 1981,1989) didirikan atas model-model yang lebih
awal dari kepimimpinan dan evektivitas kelompok. Model itu meliputi empat jenis variabel:
perilak
manajerial,variabel
yang
mengganggu
,variabel
criteria,dan
variabel
situasional.Dengan cara yang umum model itu menjelasan pengaruh yang berinteraksi dari
perilaku manajerial dan variabel situasional terhadap variabel yang mengganggu yang
menentukan kinerja dari sebuah unit kerja.
Variabel yang Mengganggu
Untuk memahami bagaiman seorang pemimipin dapat mempengaruhi kinerja dari
sebuah subunit kelompok atau organisasi,amatlah beguna untuk menguji variabel yang
menngganggu yang menentukan kinerja kelompok.Keenam variabel yang mengganggu
dalam model didasarkan pada penelitian dan teori awal atas penetu kinerja individual dan
kelompok (yaitu,Hackman,Brousseau & Weiss,1976;Likert,1967;MCGrath,1984;Porter &
Lawler,1968;).Variabel yang mengganggu didevinisikan sebagai berikut.
1.
Komitmen tugas.Batasan di mana para anggota unit berjuang untuk mencapai tingkatan
kinerja yang tinggi dan memperlihatkan derajat komitmen pribadi yang tinggi kepada sasaran
2.
tugas unit.
Kemempuan dan kejelasan peran. Batasan dimana para anggota unit memahami tanggung
jawab pekerjaan mereka sendiri,mengetahui apa yang harus dilakukan, dan memiliki
tugas
dan
pekerjaan
itu
diatur
untuk
memastikan
penggunaan
fasilitas
yang
dibutuhkan
dana
untuk
melakukan pekerjaan,dan informasi dan batuan yang diperlukan dari unit lainnya.
6. Koordinasi Eksternal.Batasan dimana aktivitas unit kerja disinkronisasikan dengan aktifitas
yang saling bergantung di bagian lain dari organisasi dan organisasi lain.
Pengaruh Situasional pada Variabel yang Mengganggu
Aspek dari situasi mempengaruhi tingkat saat ini dari setiap variabel yang
mengganggu secara idependen dari apa pun yang dilakukan oleh pemimpin.Aspek dari
model ini adalah serupa dengan penggantidari kerr Kermier.Dalam sebuah situasi yang
lebih menguntungkan,bebrapa variabel yang menngganggu mungkn telah berada pada tingkat
jangka pendek maksimum,yang membuat pekerjaan pemimpin menjadi jauh lebih mudah.
Variabel situasional mempengaruhi kemampuan bawahan meliputi perekrutan dan
system seleksi dari organisasi dan pelatihan serta pengalaman sebelumnya dari bawahan itu.
Sebuah organisasi yang memiliki prosedur perekrutan dan seleksi yang efektif dan gaji yang
tinggi akan lebih besar kemungkinannya untuk menarik orang-orang yang memenuhi syarat
yang memiliki kemampuan tinggi.Kemampuan akan lebihh mungkin menjadi lebih tinggi
juga bagi para professional dan orang-orang dalam pertukaran keterampilan yang menerima
pelatihan luas sebelumnya untuk bergabung dengan organisasi.
Variabel situasional yang mempengaruhi organisasi kelompok kerja meliputi jenis
teknologi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan dan strategi kompetitif dari
organisasi.Peran dan prosedur kerja akan lebih mungkin diberikan oleh manajemen puncak
saat tugasnya sederhana dan berulang dari pada tugas yang kompleks dan variabel.Namun
prosedur standar yang dikenakan oleh organisasi untuk memaksimalkan efisiensi hanyalah
sebuah pengganti untuk perencanaan dan pengorganisasian pemimmpin saat mereka
menghasilkan strategi kinerja yang optimal,yang tidak seelalu berlaku bahkan untuk tugas
yang amat terstruktur.
Memadainya sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dipengaruhi
oleh system anggaran formal organisasi,system persediaan,dan system pengendalian
persediaan,dan juga kondisi pada saat tersebut.Tingkat sumber daya dan dukungan yang
memadai akan lebih besar kemungkinannya akan tersedia saat organisasi itu makmur dan
bertumbu daripada saat organisasi itu sedang menurun dan menghadapi kekurangan sumber
daya yang parah.Karena beberapa organisasi memiliki sumber daya tambahan yang
berlebihan dalam dunia kompetitif saat ini,maka peran memperoleh sumber daya akan lebih
besar kemungkinannya untuk terus menjadi hal yang penting bagi sebagian besar pemimpin.
Koordinasi eksternal dipengaruhi oleh stuktur formal organisasi.Saat tedapat saling
ketergantungan yang tinggi secara lateral dalam sebuah organisasi,beberapa koordinasi yang
diperlukan antarsubunit dapat dicapai dengan mekanisme pengintegrasian yang khusus
seperti
posisi
integrator
dan
komite
lintas-fungsi
(Galbraith,1973;Lawrence
Mendapatkan kendali yang lebih besar atas perolehan sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan dengan mempererat hubungan yang lebih baik dengan para pemasok,
menemukan sumber daya alternatif, dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya yang
(atau
menghilangkan)
posisi
memodifikasi
sistem
informasi
dan
Kecerdasan pemimpin
Pengalaman pemimpin
Tekanan antar peribadi bagi pemimpin juga menengahi hubungan antara engalaman
pemimpin dengan kinerja bawahan. Biasanya pengalaman diukur dalam hal waktu dalam
pekerjaan, dan ini diasumsikan menghasilkan pola perilaku kebiasaan untuk secara efektif
menghadapi masalah tugas. Juga diasumsikan bahwa orang berada dibawah tekanan
cenderung menghadapi masalah tugas dengan mengacu kepada perilaku yang dipelajari
sebelumnya bukannya dengan memperlakukan sebagai masalah baru.
Penelitian mengenai teori sumber daya kognitif
Bukti yang mendukung usulan bahwa tekanan menengahi pengaruh dari kecerdasan
dan pengalaman ditemukan dalam sebuah studi yang dilakukan atas para perwira penjaga
pantai (Potter & Fiedler 1981) dan studi atas para petugas pemadam kebakaran (Frost 1983).
Namun hanya satu studi yang menguji kemungkinan alasan mengapa tekanan menengahi
hubungan dari kecerdasan dan pengalaman pemimpin dengan efektifitas.
Usulan bahwa kepemimpinan intelektual lebih berhubungan dengan kinerja untuk
para pemimpin mengarahkan dari pada untuk para pemimpin yang tidak mengarahkan
umumnya didukung dalam lima studi awal yang dilaporkan oleh Fiedler Gracia (1987 hlm
161) dan dalam tiga studi berikutnya (Blyth 1987; Murphy, Blyth & Fiedler 1992; Vecchio,
1990)beberapa studi yang dilakukan untuk mengevaluasi model Vroom-Yetton juga
memberikan bukti yang mendukung untuk usulan dari teori sumber daya kognotif ini.
Keterbatasan Dari Penelitian
Terlalu dini untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai kegunaan dari teori itu. Hasil
dari penelitian validasi telah tidak konsisten antarstudi, permasalahan metodologis telah
menyulitkan untk menerjemahkan beberapa hasilnya, dan beberapa aspek dari teori tersebut
tidak diuji secara memadai (Fiedler, 1992; Gibson, 1992; Vecchio, 1990). Selanjutnya
beberapa kelemehan metedologis telah diidentifikasikan.
Kebanyakan studi yang disebutkan oleh Fiedler dan Garcia (1987) telah dilakukan
untuk menguji model kontingengsi LPC dan hanya setelah beberapa waktu kemudian ia
menganalisis kembali untuk menguji kembali untuk menguji teori sumber daya kogninitif.
Studi korelasional ini tidak memberikan sebuah ujian penuh atas usulan dalam teori itu
(Vecchio, 1990). Rancangan penelitian yang lebih baik adalah sebuah ekperimen yang
membandingkan hail bagi berbagai kombinasi kecerdasan dan pengalaman di bawah kondisi
tekanan dan tanpa tekanan.
Aspek yang paling kontroversi dari teori tersebut adalah ide bahwa efetifitas
pemimpin diprediksikan oleh kecerdasan dalam kondisis tekanan tinggi. Teori itu
memberikan beberapa kemungkinan alasan untuk keputusan yang berkualitas buruk di bawah
tekanan, tetapi penjelasannya belum diverivikasikan. Terdapat kebutuhan akan lebih banyak
studi yang meliputi ukuran ari proses yang menengahi.
Kebanyakan studi validasi telah bergantung pada ukuran penggati dari pengalaman,
seperti lamanya bekerja, bukannya menggunakan kinerja kepemimpinan dari keahlian
pekerjaaan yang relevan. Bettin dan Kennedy (1990) menemukan bahwa kinerja
kepemimpinan dari para perwira AD diprediksikan oleh jumlah pengalaman sebelumnya
yang relevan, tetapi bukan oleh waktu adlam posisi saat ini, lamanya bertugas, atau jumlah
posisi sebelumnya. Selanjutnya, ukura pengalaman dapat terkontaminasi oleh faktor dari luar
yang berhubungan dengan tekanan. Sebuah penjelasan tandingan untuk hasil tersebut adalah
bahwa parapemimpin yang berpengalaman memiliki toleransi yang lebih besar terhadap
tekanan (pemimpin yang tidak dapat menangani tekanan telah berhenti atau diberhentikan).
Penjelasan tandingan lainnya bahwa para pemimpin yang berpengalaman yang memiliki
lebih banyak waktu untuk mengembangkan sebuah jaringan hubungan mendukung yang akan
membantu mereka dibawah kondisi yang menekan. Penjelasan tandingan ini harus diselediki.
Kelemahan Konseptual
Teori sumber daya kogitif juga memiliki beberapa kelemahan konseptual yang
membatasi kegunaannya untuk menjelaskan kepemimpinan yang efektif sebuah variabel ciri
utama dalam teorii ini adalah kecerdasannumum. Tidak diberikan dasar pemikiran yang jelas
untuk penggunaan kecerdasan umum dari pada ketrampilan kognitif khusus. Lebih besar
kemungkinannya bahwa teori ini akan diperbaiki dengan mengenali aspek khusus dari
kemampuan intelektual yang relevan dengan tugasnnya (Vecchio, 1990).
Hanya ada satu kepemimpinan dalam teori itu, dan ini terlalu umum untuk
menangkap kerumitan yang ditemukan dalam penelitian awal mengenai kepemimpinan
partisipatif. Model Vroom-Yetton yang dijelaskan dalam bab 4 memberikan penjelasan yang
jauh lebih baik atas pengaruh ari prosedur keputusan partisipatif dibawah kondisi yang
berbeda.teori sumber daya kognitif akan diperbaiki dengan sebuah penjelasan yang lebih
tepat atas pengaruh dari sumberdaya kognitif atas perilaku dan efektifitas pemimpin.
2.6 EVALUASI UMUM DAN TEORI KONGTINGENGSI
Tabel 8-5 menjelaskan fitur utama dari teori kongtingsi yang dijelaskan dalam bab ini
dan model keputusan normatif Vroom dan Yetton (1973) yang dijelaskan dalam bab 4. Tabel
itu memudahkan untuk membandingkan teori tersebutdengan memperhatikan isi dan
validasinya. Ketujuh teori tersebut berisi variabel moderator situassional, tetapi keragaman
dari variabel situasional adalah lebih besar dalam beberapa teori daripada teori lainnya.
Kellihatannya lebih disukai agar teori situasional melibatkkan banyak aspek relevan dari
situasi itu, teteapi melakukannya akan membuat sebuah teori sulit diuji. Variabel yang
menggagu amatlah berguna untuk menjelaskan bagaimana para pemimpin mempengaruhi
kenerja bawahan, tetapi hanya tiga dari teori tersebut yang memiliki variabel menggagu yang
jelas.
Sebuah teori situasional didukung oleh sebuah pola hasil yang konsisten dengan
ususlan dari teori itu. Jika teori itu mendalilkan sebuah rantai sebab akibat dari pengaruh
rangkaian dari perilaku pemimpin untuk menggagu variabel terhadap hasil, hasilnya harus
konsisten dengan penjelasan ini. Sayangnya, kebanyakan teori kontingengsi dinyatakan
secara begitu ambigusehingga menyulitkan untuk mendapatkan usulan khusus yang dapat di
uji. Kebanyakan penelitian hanya memberikan ujian atas teori itu. Secara umum, penelitian
menderita akibat kurangnya ukuran yang akurat dan bergantung pada rancangan penelitian
yang lemah yang tidak mengizinkan kesimpulan yang kuat tentang arah dari hubungan sebab
akibat itu (Korman & Tanofsky, 1975; Schriesheim & Kerr, 1977).
Beberapa ilmuan perilaku telah mempertanyakan apakah teori kontingengsi seperti
yang ditinjau dalam bab ini memiliki suatu kegunaan untuk memperlihatkan para manajer
tentang bagaimana menjadi lebih efektif. Sebagai contoh, McCall (1977) berpendapat bahwa
langkah ribut dari pekerjaan manajerial dan relatif kurangnya kendali atasnya oleh para
manajer membuat tidak mungkin untuk menerapkan teori yang rumit yang menyebutkan
perilaku optimal untuk setiap jenis situasi. Para manajer begitu sibuk berhadapan dengan
permasalahan sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk berhenti dan menganalisis situasi
dengan sebuah model yang rumit. McCall juga mempertanyakan asumsi yang implisit dari
sebagian besar teori kongtingsi di mana terdapat sebuah cara terbaik untuk manajer bertidak
di dalam sebuah situasi tertentu. Para pemimpin menghadapi begitu beragamnya situasi yang
berubah dengan cepat, dan beberapa pola perilaku berbeda bisa sama-sama efektif dalam
situasi yang sama. Teori kontingensi telah memberikan bimbingan yang cukup dalam bentuk
prinsip umum untuk membantu para manajer mengenai persyaratan kepemimpinan yang
mendasari dan pilihan dalam begitu banyaknya aktivitas dan masalah terfragmentasi yang
menghadapi mereka. Apa yang mungkin dibutuhkan adalah sebuah teori yang memiliki
elemen uuniversal (misalnya, prinsip umum) dan elemen situasional (misalnya, bimbingan
untuk membantu mengenali perilaku yang diinginkan untuk sejenis situasi tertentu).
Menggunakan lebih banyak perencanaan untuk tugas yang panjang dan rumit
Tugas yang panjang dan rumit adalah tugas yang melibatkan banyak aktivitas yang
saling terkait yang di lakukan oleh sebuah kelompok besar selama periode waktu yang cukup
panjang (misalnya, beberapa minggu atau beberapa bulan). Menyelesaikan tugas dengan
berhasil, tepat waktu, dengan pengeluaran sumber daya yang minimum membutuhkan
perencanaan yang teliti atas aktivitas itu. Perencanaan paling berguna saat langkah-langkah
yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas itu diketahui sejak awal, dan lingkungannya relatif
dapat diprediksi. Beberapa contoh dari aktivitas demikian meliputi sebuah proyek konstruksi,
pemasangan peralatan baru, pengenalan sistem informai baru, dan rancangan dan pelaksanaan
sebuah program pelatihan. Pemimpin harus mengenali sejumlah aktivitas yang diperlukan,
menentukan rangkaian optimal untuknya, memperkirakan kapan setiap aktivitas dan mengeali
sumber daya yang dibutuhkan. Saat pemimpin bertanggung jawab untuk mengelola sebuah
tugas rutin yang sederhana yang tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya,
Memberikan lebih banyak arahan bagi orang yang memiliki peran yang saling
tergantung
Ketergantungan peran antaranggota kelompok meningkatkan ambiguitas peran karena
membutuhkan penyesuaian bersama yang sering dalam perilaku. Sebuah tim tidak akan
mencapai kinerja yang tinggi, kecuali tindakan para anggotanya amat terkordinasi. Bahkan
saat tugas individual kelihatan relativ terstruktur, para anggota dapat menjadi bingung
mengenai bagaimana membuat penyesuaian bersama untuk mengkoordinasikan tindakan
mereka. Kebingunan menjadi lebih besar saat para anggota kelompok kekurangan
pengalaman sebelumnya dalam melakukan sebuah tugass khusus bersama-sama. Beberapa
contohnya meliputi tim yang baru terbentuk, sebuah tim yang telah maju yang harus
melakukan sebuah tugas jenis baru. Dalam situasi demikian, terdapat kebutuhan untuk arahan
yang berkelanjutan untuk mengkoordinasikan tindakan yang saling tergantung dari anggota
tim berbeda. Jumlah arahan yang dibutuhkan oleh pemimpin dapat dikurangi dengan
membuat tim mempraktikan respons mereka terhadap krisis yang disimulasikan sehingga
para anggota menjadi terbiasa bekerja bersama secara ketat dan dapat mengantisipasi perilaku
masing-masing. Contohnya meliputi tim olahraga (misalnya, bola basket, hoki s), tim
penyelamat, tim pertempuran, dan tim yang mengoperasikan peralatan yang rumit
(misalnyya, pesawat terbang, kapal selam).
Mengawasi tugas kritis atau orang yang tidak dapat mengawasi tugas kritis atau orang
yang tidak dapat diandalkan secara lebih ketat
Mengawasi memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mendeteksi dan
memperbaiki masalah kinerja pengawsan yang lebih sering dan intensif tepat bagi sebuah
tugas kritis yang melibatkan keterpaparan yang tinggi sehingga permasalahan dapat dideteksi
sebelum mereka menjadi terlalu buruk sehingga kan merugikan dan sulit diperbaiki namun
jumlah pengawasan yang tepat juga bergantung apada dapat diandalkannya para pahlawan
yang melakukan tugas tersebut. Makin kurang kompeten dan kurang dapat diandalkan
bawahannya, maka akan dibutuhkan pengawasan yang lebih besar. Bentuk pengawasan yang
tepat dalam situasi ini adalah penggunanan pengamatan dan pertanyaan khusus tetang
pekerjaan. Gaya bertanya yang mendalam tetapi tidak eveluatif adalah lebih baik dari pada
nada kritis yang mengancam. Pertanyaan biasanya mendapatkan informasi yang lebih baik
jika dikatakan dengan cara berujung datar terbuka bukannya meminta jawabannya atau ya
atau tidak yang sederhana. Sebagai contoh, mintalah bawahan untuk menjelaskan apa yang
telah dikerjakan bukannya menayakan apakah ada masalah sering kali bawahan merasa takut
atasan mereka memberitahu masalah, kesalah dan penundaan, khususnya saat responnya
adalah ledakan kemarahan. Jadi, amatlah penting untuk bereaksi dengan cara yang konstuktif
dan tidak menghukum bila mendapatkan informasi mengenai permasalahan.
tugasnya
amat
rumit
dan
seseorang
bawahan
tidak
berpengalaman
melakukannya, terdapat kebutuhan untuk lebih banyak instruksi dan pelatihan oleh pemimpin
itu. Kurangnya pengalaman akan lebih mungkin bawahan yang baru dalam pekerjaan itu,
tetapi juga terjadi saat terdapat perubahan besar dalam sebagaimana pekerjaan itu di lakukan
(misalnya, teknologi baru, pekerjaan yang dikonfigurasikan kembali). Seorang pemimpin
yang memilki keahlian yang kuat dapat membantu seseorang menemukan alasan untuk
kinerja yang lemah. Sebuah pendekatan diagnostik adalah secara bersama-sama meninjau
langkah demi langkah bagaima orang menjalankan tugas itu untuk menentukan apakah ada
langkah penting yang dihilangkan, langkah tidak perlu disertakan, atau langkah penting yang
dihilangkan, langkah tidak perlu yang disertakan, atau langkh penting yang dilakukan secara
tidak benar.
Bersifat lebih mendukung kepada seseorang yang memiliki tugas yang amat menekan
Seseorang yang terganggu secara emosional akan mendapat kesulitan yang lebih besar
dalam melakukan sebuah tugas dengan berhasil, khususnya jika membutuhkan pertimbangan
dan pemecahan masalah. Tekanan makin meningkat dengan tuntutan yang tidak masuk akal,
masalah yang tidak terkendali, hubungan antr pribadi yang sulit, (misalnya, pelanggan yang
kritis dan sewenang-wenang) kondisi berbahaya (misalnya, pemadaman kebakaran,
pertempuran, pekerjaan polisi), dan resiko kesalahan yang besar resikonya (pembedahan
penasihat keuangan, pemelihara pesawat terbang . orang-orang dalam situasi demikian
memiliki keutuhan yang kebih besar akan dukungan emosional, yang dapat diberikan oleh
seorang pemimpin, rekan kerja, dan orang lain diluar organisasi. Khususnya amat penting
bagi pemimpin untuk mengurangi tekanan bukannya meningkatkanya pada seorang bawahan.
Tekanan itu berkurang dengan memperlihatkan apresiasi, mendengarkan masalah dan
keluhan, memberikan bantuan saat diperlukan, melakukan hal-hal untuk membuat lingkungan
kerja lebih menyenagkan, dan menahan orang itu untuk dari tuntutan yang tidak masuk akal
kemasukan dari orang luar. Tekanan meningkat dengan menjadi kritis, membuat tuntutan
yang tidak masuk aka, menekan orang itu untuk bekerja lebih cepat, dan memaksa untuk
memenuhi persyaratan birokratis yang tidak diperlukan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Fiedler (1973,1977)telah menjawab kecaman ,dan perdebatan mengenai faliditas
model itu masih berjlanjut.namun ,ketertarikan dalam teori itu telah melemah seiring waktu
saat teori situasional yang lebih baik telah di kembamngkan .model kontigensi LPC adlah
salah satu dari teori kontigensi paling awal dari kepemimpinan ,dari kontribusi utamanya
mingkin untuk mendorong ketertarikan yang lebih besar pada factor-faktor situasional.
Sebuah teori situasional didukung oleh sebuah pola hasil yang konsisten dengan
ususlan dari teori itu. Jika teori itu mendalilkan sebuah rantai sebab akibat dari pengaruh
rangkaian dari perilaku pemimpin untuk menggagu variabel terhadap hasil, hasilnya harus
konsisten dengan penjelasan ini. Sayangnya, kebanyakan teori kontingengsi dinyatakan
secara begitu ambigusehingga menyulitkan untuk mendapatkan usulan khusus yang dapat di
uji. Kebanyakan penelitian hanya memberikan ujian atas teori itu. Secara umum, penelitian
menderita akibat kurangnya ukuran yang akurat dan bergantung pada rancangan penelitian
yang lemah yang tidak mengizinkan kesimpulan yang kuat tentang arah dari hubungan sebab
akibat itu
BAB II
PEMBAHASAN
( Teori Kontigensi Dari Kepemimpinan Yang Efektif )
2.1 MODEL KONTINGENSI LPC
Model kontingentsi LPC dari fiedler (1964,1967) menjelaskan bagaimana situasi
menengahi hubungan antara efektifitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai
(LPC) rekan kerja yang paling tidak disukai.
Nilai LPC Pemimpin
Niali LPC ditentukan dengan meminta seorang pemimpin untuk memikirkan semua
rekan kerja lama dan yang saat ini, memilih salah satu yang sulit bekerja sama dengan
pemimpin, dan memberikan peringkat orang ini. Pada sekumpulan skala sifat bipolar (yaitu
bersahabat-tidak bersahabat,kooperatif-tidak kooperatif,efisien-tidak efisien). Nilai
LPC
adalah jumlah peringkat pada skala sifat bipolar ini. Seorang pemimpin umumnya kritis
dalam memberikan peringkatbrekan kerja yang paling tidak disukai akn memperoleh nilai
LPC yang rendah, sedangkan seorang pemimpin yannng umumnya toleran akan mendapatkan
nilai LPC yang tinggi.
Interpretasi dari nilai LPC yang telah berubah beberapa kali selama ini. Menurut
interpretasi dari fiedler(1978), nilai LPC menunjukan hierarki motif seorang pemimpin.
Seorang pemimpin yang LPC-nya tinggi terutama termotivasi untuk memiliki hubungan
antarpribadi yang dekat dengan orang lain, termasuk bawahan, dan akan bertindak dalam
dcara yang suportif dan perhatian jika hubungan itu harus diperbaiki. Keberhasilan dari
sasaran tugas merupakan motif sekunder yang akan menjadi penting hanya jika motif afiliasi
telah dipenuhi oleh hubungan pribadi
Pemimpin yang LPC-nya rendah terutama termotivasi oleh keberhasilan sasaran tugas dan
akan menekankan perilaku yang berorientasi tugas kapan saja terdapat permasalahan tugas.
Motif sekunder dalam membuat hubungan yang baik dengan bawahan akan menjadi penting
hanya jika kelompok itu memiliki kinerja yang baik dan tidak ada permasalahan tugas yang
serius.
Rice (1978) meninjau 25 tahun penelitian mengenai nilai LPC dan menyimpulkan
bahwa data tersebut mendukung interpretasi nilai-sikap yang lebih baik daripada interpretasi
hierarki motif. Yaitu, para pemimpin yang LPC-nya menghargai keberhasilan antarpribadi.
Sama halnya dengan interpretasi hierarki motif, pola perilaku kepemimpinan Beragam sesuai
situasinya. Interpretasi rice pada dasarnya sesuai dengan interpretasi hierarki motif dari
fiedler tetapi singkat dan lebih didukung oleh beragam jenis penelitian.
Variabel situasional
Hubungan antara nilai LPC pemimpin dan efektivitas bergantung pada sebuah sebuah
variabel situasional yang yang rumit disebut keuntungan situasional atau kendali
situasional. Fiedler mendefinisikan kesukaan sebagai batasan dimana situasi memberikan
kendali kepada seorang pemimpin atas para bawahan. Tiga aspek situasi yang
dipertimbangkan adalah sebagai berikut.
1.
kesetiaan dari para bawahan, dan hubungan dengan para bawahan bersahabat dan kooperatif.
2. Kekuasaan posisi. Batasan dimana pemimpin memiliki kewenangan untuk mengevaluasi
kinerja bawahan dan memberikan penghargaan dan hukuman.
3. Struktur tugas. Batasan dimana terdapat standar prosedur operasi untuk menyelesaikan
tugas, sebuah gambaran rinci dari produk atau jasa yang telah jadi, dan idikator objektif
mengenai seberapa baiknya tugas itu dilaksankan.
Keuntungan ditentukan dengan memberikan bobot dan mengkombinasikan ketiga
aspek situasi tersebut. Prosedur pemberian bobot mengasumsikan bahwa
hubungan
pemimpin-anggota lebih penting daripada struktur tugas, yang pada akhirnya adalah lebih
penting daripada kekuasaan posisi. Kemungkinan kombinasi memberikan delapan tingkat
keuntungan, yang disebut oktan
Table hubungan dalam model kontinjensi LPC
Oktan
Kekuatan
Pemimpin
A
Baik
Terstruktur
posisi
Kuat
yang efektif
LPC rendah
Baik
Tidak terstruktur
Lemah
LPC rendah
Baik
Tidak terstruktur
Kuat
LPC rendah
Baik
Tidak terstruktur
Lemah
LPC rendah
Buruk
Terstruktur
Kuat
LPC kuat
Buruk
Terstruktur
Lemah
LPC kuat
Buruk
Tidak terstruktur
Kuat
LPC kuat
Buruk
Tidak terstruktur
Lemah
LPC rendah