PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya tingkat kriminalitas saat ini menyebabkan tingginya permintaan
visum. Hal ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum karena walaupun
permintaan visum biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik umum maupun
swasta, tidak menutup kemungkinan permintaan visum diajukan kepada kita sebagai
dokter umum pada saat kita melakukan tugas PTT di suatu daerah. Untuk itu sebagai
dokter umum kita wajib dapat melakukan visum dan membuat laporannya melalui V
et R.
Dalam setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya, pada
setiap kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal, seperti yang
dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan Italia yang bernama E. Ferri, 18591927, bahwa ada yang dinamakan saksi diam yang terdiri antara lain atas :
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda atau tubuh
manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang mengalami
kekerasan atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau senjata yang dipakai
ataupun berasal dari si penjahat sendiri. (10)
Bila saksi diam tersebut diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam ilmu
forensik (forensic sciences) maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan dapat
terungkap dan bahkan korban yang sudah membusuk atau hangus serta pelakunya
akan dapat dikenali. Sebagai contoh, pada kasus infantisida, untuk kepentingan
pengadilan perlu diketahui apakah bayi tersebut lahir hidup kemudian meninggal
karena pembunuhan atau memang lahir mati, dengan mudah dapat kita ketahui
dengan melakukan pemeriksaan hidrostatik, dimana bila jaringan paru yang
dicelupkan ke dalam air tawar tersebut mengapung maka bayi tersebut dilahirkan
dalam keadaan hidup.
Oleh sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium
sederhana menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam membantu kita sebagai
si pembuat visum untuk memperjelas suatu kasus kejadian kejahatan, karena dengan
mengetahui secara pasti pemeriksaan penunjang laboratorium sederhana apa saja yang
dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu, apa yang kita lakukan menjadi tepat
guna. Sehingga dapat membantu terungkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan
suatu kasus kejadian kejahatan seperti moto yang berlaku dalam forensik bahwa
melalui visum, barang/ benda yang tidak bernyawa dan tidak bergerak dapat dibuat
berbicara oleh para dokter yang melakukan visum melalui V et R.
A. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan adanya perumusan
masalah yaitu :
A.
1. Apa saja pemeriksaan laboratorium sederhana?
2. Bagaimana cara melakukannya dan interpretasi hasilnya?
3. Bagaimana implementasinya pada kasus-kasus tertentu?
A. Tujuan
Penyusunan refarat ini bertujuan agar tenaga medis khususnya para dokter
umum yang diwajibkan untuk dapat melakukan visum dan membuat V et R, dapat
mengetahui dan memahami macam-macam pemeriksaan laboratorium sederhana yang
ada pada ilmu forensik dan dapat menentukan pemeriksaan laboratorium sederhana
yang dapat dilakukan pada kasus tertentu untuk membantu mengetahui penyebab
kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pemeriksaan Laboratorium Sederhana
Tidak ada literatur yang secara jelas membatasi kata sederhana pada
pemeriksaan laboratorium sederhana forensik ini, untuk itu kami membatasinya
sendiri, yaitu pemeriksaan laboratorium yang dalam pengerjaannya mudah, dengan
alat dan reagen yang murah dan mudah didapat namun memberi nilai manfaat yang
besar.
A. Macam-macam Pemeriksaan Laboratorium Sederhana dan Pelaksanaannya
1. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling
sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer
pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah
ini sangat berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil. (1)
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu
identifikasi pemilik darah tersebut.
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus
dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan guna menentukan :
Cara pemeriksaan :
2-3 helai benang yang mengandung bercak kering difiksasi dengan metil alcohol
selama 15 menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya dilakukan
penguraian benang tersebut menjadi serat-serat halus dengan menggunakan 2 buah
jarum. Lakukan juga terhadap benang yang tidak mengandung bercak darah sebagai
control negative.
Serat benang dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama
diteteskan serum anti-A dan kedalam tabung kedua serum anti-B hingga serabut
benang tersebut teredam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan
dalam lemari pendingin dengan suhu 4 derajat Celcius selama satu malam.
Lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4 derajat
Celcius) sebanyak 5-6 kali lalu tambahkan 2 tetes suspense 2% sel indicator (sel
daram merah golongan A pada tabung pertama dan golongan B pada tabung kedua),
pusing dengan kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci
sekali lagi dan kemudian tambahkan 1-2 tetes larutan garam faal dingin. Panaskan
pada suhu 56 derajat Celcius selama 10 menit dan pindahkan eluat ke dalam tabung
lain. Tambahkan 1 tetes suspense sel indicator ke dalam masing-masing tabung,
biarkan selama 5 menit, lalu pusing selama 1 menit pada kecepatan 1000 RPM.
Hasil :
Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indicator.
Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal ini
berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen tidak mungkin muncul
pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua orang
tuanya. Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut
kepada anaknya. (Anak dengan golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang
tua yang bergolongan darah AB).
Perlu diingat bahwa Hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas),
sehingga penentuan ke-ayah-an dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun
sebaliknya kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak
(singkir ayah/paternity exclusion).
Contoh-contoh kasus.
Bayi tertukar.
Dilakukan pemeriksaan sistim golongan darah dari bayi serta kedua orang tuanya.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan bercasarkan golongan darah ABO.
Bayi I
Bayi II
A
O
Pria
O
AB
Wanita
O
O
Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Bayi I
AB
Bayi II
A
Pria
A
AB
Wanita
B
O
Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II,
sedangkan bayi II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I mungkin saja
mempunyai anak bergolongan darah A.
Ragu ayah (disputed paternity).
Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan.
Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Golongan darah
Bayi
B MNS Rhesus +
Ibu
A MNS Rhesus +
Pria I
AB MNS Rhesus +
Pria II
O MS Rhesus +
Pria III
A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II
dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati.
Golongan Darah
Anak
O MNS Rhesus +
Ibu
A MS Rhesus +
Ayah
B MS Rhesus +
Anak tersebut pasti bukan anak dari Ayah tersebut.
Demikian pula kasus-kasus lainnya dapat dibantu penyelesaiannya dengan cara yang
sama seperti diatas.
Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan pemeriksaan darah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)(2)
a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
i. Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan
tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol. Encerkan
masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air sehingga warna
merah pada kedua tabung kurang lebih sama.
ii. Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%, lalu dikocok.
Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau kecoklatan
karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu,
tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb lebih bersifat
resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar saturasi 20%
memberi warna merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa
detik, dan setelah 1 menit baru berubah warna menjadi coklat
kehijauan.
iii. Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji dilusi
alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan
darah foetus karena dikatakan bahwa darah foetus juga bersifat resisten
terhadap alkali.
b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan
terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.
Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna
coklat.
c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan
berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut
dengan warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap darah
dengan kadar COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan konsentrasi
COHb secara semi kuantitatif.
2. Pemeriksaan Alkohol(2)
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol
darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai
pilihan kedua. Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa
kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti
cairan serebrospinalis.
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar
alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum
alkohol. Pada mayat, alkohol dapat didifusi dari lambung ke jaringan
sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan
toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau
femoralis).
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah
yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),
sebagai berikut :
Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie
dibuat dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air.
Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan
500 ml akuades. Sebarkan 1 ml darah yang akan diperiksa dalam ruang
sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah
luar pada sisi berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah
bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1
jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan
warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna
kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan
warna hijau kekuningan sekitar 300mg %.
Kadar alkohol darah yang diperoleh dari pemeriksaan belum
menunjukkan kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hasil ini akibat dari
pengambilan darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian, sehingga yang
dilakukan adalah perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian. Meskipun
kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun pada perhitungan harus juga
dipertimbangkan kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalah perkiraan
kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan angka 10 mg% per jam
digunakan dalam perhitungan. Sebagai contoh, bila ditemukan kadar alkohol
darah 50mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan angka
80 mg% pada saat kejadian.
3. Pemeriksaan Insektisida(2)
Untuk pemeriksaan toksikologik insektisida perlu diambil darah,
jaringan hati, limpa, paru-paru dan lemak badan.
Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat dilakukan
dengan cara tintimeter (Edson) dancara paper-strip (Acholest).
Cara Edson : berdasarkan perubahan pH darah
AChE
Ach > kolin + asam asetat
Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru,
diamkan beberapa saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan warna
yang timbul dengan warna standar pada comparator disc (cakram
pembanding), maka dapat ditentukan AchE dalam darah.
Table. Interpretasi Hasil pada Tes Edson.
% aktifitas AchE darah
Interpretasi
Keracunan ringan
Keracunan
Keracunan berat
Cara Acholest :
Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest
bersamaan dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah
terdapat Ach dan indikator. Waktu perubahan warna pada kertas tersebut
dicatat. Perubahan warna harus sama dengan perubahan warna pembanding
(serum normal) yaitu warna kuning telur.
Interpretasi :
Kurang dari 18 menit tidak ada keracunan
20-35 menit keracunan ringan
dalam waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan
mani 3 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion
dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang
khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai
120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4
5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 2436 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor
atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil
lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau
swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada
anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi
dari vestibulum saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
Bahan pemeriksaan : cairan vagina
Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna
untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup.
Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
waktu ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6 hari
pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga
2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus
tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan
fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai
dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air,
warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu selama 1 menit, cuci
lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini
terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari
ditemukan cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang
banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah
bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu
dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan
tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Askuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam
botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada
kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan
dengan pipet dibawah kaca penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan
berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi
yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
3. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani
Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina,
cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih
banyak dari pada air liur (2 100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan
darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi
inhibisi.
Table. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal
dari forniks posterior vagina.
Golongan Darah Wanita
O
A
Substans
i
sendiri
dalam
sekret
vagina
Substansi
asing
berasal
dari
semen
AB
A
A+H
B
B+H
A+B
A
B
A+B
B
H*
A
H*
H*
A+H
Hasil :
Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut
terdapat cairan mani.
4. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.
Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap
daripada sekitarnya.
menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar
uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan sel-sel
epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung banyak
glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciricirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter
kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah
berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka
pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita
dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan
terhadap korban
Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual
terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.
2.b. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Lainnya
Air Liur (2), (9)
Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur (saliva)
terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti
tiosianat, klorida dan lain lain.
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk kasuskasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah pengigitnya. Golongan
darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara
absorpsi inhibisi.
Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari
laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H dapat dibuat
dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-bijian
ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok
selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan
supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.
Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah
diketahui golongan sekretor atau non sekretor.
Cara absorpsi inhibisi :
Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan tempatkan air
liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung reaksi, lalu panaskan dalam
air mendidih selama 10 menit. Pusing dan ambil supernatant, bila mau dimpan maka
simpan pada suhu 20 C.
Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran
tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absopsi.
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan.
Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan
anti H dengan cara yang sama.
SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24 jam.
Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur.
Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.
Urine
a. Pemeriksaan untuk Timbal (2)
Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 mikro gr/ 100 ml. Bila
lebih dari 70 mikro gr/100 ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih dari
100 mikro gr/100 ml berarti telah terjadi keracunan.
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat
dengan cara sebagai berikut :
Ke dalam urin ditambahkan H2SO4 encer sehingga terbentuk endapan
PbSO4 berwarna putih, lalu disaring. Endapan ini tak larut dalam HNO3 tapi
larut dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya
digunakan urin 24 jam.
Dalam urin kadar Pb normal 0,5 mikro gr/ 100 ml. Pemaparan
abnormal bila sama atau lebih besar dari 8 mikro gr/ 100 ml, sedangkan
keracunan bila sama atau lebih besar dari 20 mikro gr/ 100 ml. Pada keracunan
didapatkan pula kadar koproporfirin 80 mikro gr/ 100 ml kreatin, dan d-ALA 2
mg/ 100 mg kreatin.
Uji Koproporfirin
Untuk mengetahui adanya koproporfirin dalam urin, dilakukan uji
sebagai berikut :
5 cc urin diasamkan dengan asam asetat glasial sehingga pH kurang
dari 4, kemudian ditambahkan 5 tetes H 2O2 3% dan 5 cc eter, lalu dikocok.
Lapisan air dibuang dan lapisan eter diambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCl
1,5 N, kocok, lapisan asam diambil, lihat dengan sinar UV. Bila berwarna
merah berarti terdapat koproporfirin, jika biru atau biru muda berarti negatif.
Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam urin paling baik dilakukan
untuk skrining masal.
b. Pemeriksaan untuk Alkohol
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bau alkohol bukan
merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara
ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan kedua. Untuk korban
meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak,
hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan serebrospinalis.
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam urin
yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),
sebagai berikut :
Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie
dibuat dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air.
Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan
500 ml akuades. Sebarkan 1 ml urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah
luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada
sisi berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya urin
bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1
jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan
warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna
kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan
warna hijau kekuningan sekitar 300mg %.
3.
Pemeriksaan Laboratorium Forensik Rambut (2), (6), (7), (8)
Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik
(kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.
Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya terletak
korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan pigmen. Di tempat yang
paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung pigmen dalam jumlah
terbanyak.
Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk
kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25
mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau menonjol.
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada
hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut hewan dengan
diameter rambut manusia, indeks medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan
indeks medula rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks
medula merupakan pemeriksaan terpenting untuk membedakan rambut manusia dari
rambut hewan.
Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas rambut kepala;
alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot; rambut badan; rambut ketiak
dan rambut kemaluan. Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenisjenis rambut tersebut di atas.
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang
dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval
atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya
relatif kasar, kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak
lebih kasar sedangkan rambut badan halus dan pendek.
Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian
tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat
utuh disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri
mempunyai akar yang mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda
tajam, dengan mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul
akan terlihat terputus tidak rata.
Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis
kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan
pemeriksaan terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan orcein. Pada
rambut wanita dapat ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut.
Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada rambut
sukar sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia bertambah maka
rambut akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade
kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak
dan pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut ketiak dan
rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.
Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian tubuh
manusia yang dapat memberikan banyak informasi bagi kepentingan peradilan,
antara lain tentang :
a. saat korban meninggal dunia
b. sebab kematian
c. jenis kejahatan
d. identitas korban
e. identitas pelaku
f. benda/ senjata yang digunakan
informasi tersebut di atas diperoleh dengan meneliti sifat-sifat gambaran
mikroskopik serta perubahan-perubahan yang terjadi akibat trauma atau racun
tertentu.
a. Saat meninggal dunia
Sifat- sifat dari rambut dapat dipakai untuk menentukan saat kematian korban
antara lain :
Tingkat pertumbuhannya, yaitu sekitar 0,4 mm per hari
Pertumbuhan tersebut akan berhenti jika orang meninggal dunia.
Atas sifat tersebut maka saat kematian dapat diperhitungkan asalkan
diketahui kapan korban terakhir kali mencukur rambutnya.
Memang ada pendapat yang menyatakan bahwa rambut orang yang
baru saja meninggal dunia masih dapat tumbuh menjadi lebih panjang, tetapi
sebetulnya bertambah panjangnya rambut tersebut disebabkan oleh
menuyusutnya kulit.
Lepasnya rambut akibat pembusukan.
Jika kematian sudah berlangsung 48 72 jam maka rambut kepala
akan mudah lepas.
Perubahan warna
Perubahan warna rambut juga dapat dipakai untuk memperkirakan
saat kematian. Pada penguburan yang dangkal perubahan warna terjadi
sesudah 1 3 bulan, sedang pada penguburan yang dalam sesudah 6 12
bulan.
b. Sebab kematian
Informasi tentang sebab kematian juga dapat diperoleh melalui rambut
mengingat beberapa racun tertentu, terutama racun metalik, disimpan di bagian
tubuh tersebut.
c. Jenis kejahatan
Ciri rambut manusia yaitu halus dan tipis, kutikula mempunyai sisik kecil
dan bergerigi, medula sempit atau kadang-kadang tak ada, kortek tebal, index
medulla kurang dari 0,3 dan pigmennya lebih ke arah perifer. Sedangkan, ciri
rambut binatang ialah kasar dan tebal, kutikula mempunyai sisik lebar dan
polihidral, medula lebar, kortek tipis, index medulla lebih dari 0,5 dan pigmennya
di perifer maupun di sentral. Dengan tes presipitasi akan dapat dibedakan dengan
tepat antara rambut manusia dan rambut binatang.
3. Identifikasi
Jika sudah dapat dipastikan rambut manusia maka pemeriksaan lanjutan
perlu dilakukan untuk menentukan siapa pemiliknya. Perlu diketahui bahwa
rambut mempunyai sifat tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia
sehingga dapat dijadikan salah satu sarana identifikasi bagi mayat-mayat yang
sudah membusuk. Meskipun tak dapat memberikan identitas personal seperti
halnya sidik jari, tetapi dapat memberikan identitas umum, antara lain :
a. Umur
Umur dari pemilik rambut dapat ditentukan dengan memeriksa
rambut tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan warnanya.
Tumbuhnya rambut di berbagai bagian tubuh berbeda-beda
waktunya. Rambut pubis dan rambut ketiak misalnya, tumbuh pada masa
adolesen. Selain itu warna rambut juga dapat dipakai sebagai petunjuk umur
dari pemiliknya. Pada orang-orang tua warna rambut akan berubah menjadi
putih. Rambut lanugo pada bayi baru lahir mempunyai sifat halus, tidak
berpigmen, tak bermedula dengan pola sisik yang lebih seragam.
b. Jenis kelamin
Melalui berbagai pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan jenis
kelamin dari pemilik rambut. Rambut laki-laki pada umumnya lebih kaku,
lebih kasar dan lebih gelap. Sedang rambut wanita umumnya halus, panjang
dan meruncing ke arah ujung.
Dari distribusinya juga dapat ditentukan jenis kelaminnya. Rambut
jenggot, rambut dada dan kumis adalah khas rambut laki-laki. Penyebaran
rambut pubis antara laki-laki dan wanita juga menunjukkan gambaran yang
berbeda.
c. Ras
Untuk menentukan jenis rasnya dapat dilihat dari warna, panjang,
bentuk dan susunan rambut. Rambut orang Eropa misalnya, berwarna
pirang, kecoklatan atau kemerahan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Lain
1. Isi Lambung
Pemeriksaan sianida (2)
a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer.
Kertas saring (panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan
guajacol 10% dalam alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1%
CuSO4 dalam air dan kertas saring digantungkan di atas jaringan dalam botol.
Bila isi lambung alkalis, tambahkan asam tartrat untuk mengasamkan, agar
KCL mudah terurai. Botol tersebut dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan
terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring.
Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi lambung
mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya
untuk skrining.
b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).
Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator.
5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % + 3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%,
Panaskan sampai hampir mendidih, lalu dinginkan dan tambahkan HCl pekat
tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH) 3, teruskan sampai endapan
larut kembali dan terbentuk biru berlin.
c. Cara Gettler Goldbaum.
Dengan menggunakan 2 buah flange (piringan), dan diantara kedua
flange dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar
flange. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan FeSO 4 10% rp selama 5
menit, keringkan lalu celupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa
detik. Letakkan dan jepitkan kertas saring di antara kedua flange. Panaskan
bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring berreagensia antara kedua flange. Hasil positif bila terjadi perubahan warna pada
kertas saring, menjadi biru.
d. Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi
lambung di masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air
sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas
saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan
sampai kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristalkristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal
veronal murni mencair pada suhu 191 C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa
obat yang ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat
mempunyai kristal yang khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi
(reaksi warna kobalt) dengan modifikasinya.
e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam
sebuah corong. Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan
HCl sampai bersifat asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa
menit. Diamkan sebentar, tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang,
barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan
uapkan sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform
untuk melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot
plate. Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2
tetes isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan
memberi warna merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC), spektrofotometri
ultra-violet dan spektrofotofluorimetri.
2. Organ(2)
1) Mata
Uji Nalorfin
Untuk mendeteksi seseorang apakah ia pecandu atau bukan, dapat
diketahui melalui Uji Nalorfin. Pemberian Nalorfin pada pecandu morfin akan
memperlihatkan midriasis dan gejala putus obat lainnya. Tetapi bila midriasis
tidak terjadi, maka belum tentu ia bukan pecandu.
Caranya :
Ukur diameter pupil dengan pupilometer dan lakukan pemeriksaan ini
di dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya. Pemeriksaan dilakukan
lagi 30 menit setelah diberikan 3 mg Nalorfin subkutan.
2) Paru paru
a) Pemeriksaan makroskopik paru.
Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kandung jantung
atau telah mengisi rongga dada. Osborn (1953) menemukan pada 75% kasus,
ternyata paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir
hidup maupun lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati,
konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar (slack
pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya
artefak pada sediaan histopotologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Setelah organ leaher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan
kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru
kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kedalam air lagi, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Setelah itu setiap lobus dipisahkan dan di
masukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. 5
potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan
diperhatikan apakah mengapung ataukah tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah tekanan
tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang
terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air
dan di amati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih
mengapung berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan uri
dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah
turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
pemeriksaan paru lainnya adalah : (2)
a. Pemeriksaan diatom :
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar,
air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan
masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan
masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot
skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa
kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran
pencernaan terhadap air minum atau makanan.
b. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru
Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam,
diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian
dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi
terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge.
Sediment yang terjadi ditambah dengan akuades, pusing kembali dan
hasilnya dilihat dengan mikroskop. Pemeriksaan diatom positif bila pada
jaringan paru ditemukan diatom cukup banyak, 4-5/LPB atau 10-20 per satu
sediaan; atau pada sumsum tulang cukup ditemukan hanya satu.
c. Pemeriksaan Getah Paru
Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil
sedikit cairan perasan dari jaringan perifer paru, taruh pada kaca objek, tutup
dengan kaca penutup dan lihat dengan mikroskop.
Selain diatom dapat pula terlihat ganggang atau tumbuhan jenis lainnya
d. Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar NaCl dalam darah
sehingga dapat diketahui apakah korban meninggal di air tawar atau air asin.
Darah yang diambil adalah darah dari jantung jenazah. Pada peristiwa
tenggelam di air tawar ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl jantung
kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-benda air
pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A. Sedangkan
pada peristiwa tenggelam di air asin terjadi gangguan elektrolit dan ditemukan
adanya tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi dari
pada jantung kanan dan ditemukan buih serta benda-benda air pada paru-paru.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B (6)
3. Lain-Lain (2)
1) Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku meningkat.
Nilai batas normal kadar As adalah sebagai berikut :
Rambut kepala normal : 0,5 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 0,75 mg/ kg BB
Keracunan akut : 30 mg/ kg BB
Kuku normal : sampai 1 mg/ kg BB
Curiga keracunan : 1 mg/ kg BB
Keracunan akut : 80 mikrog/ kg BB
Dalam urin, Arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum,
dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan kronik, Arsen tidak
diekskresikan terus menerus (intermitten) tergantung pada intake. Titik-titik
basofil pada eritrosit dan lekosit muda mungkin ditemukan pada darah tepi,
menunjukkan beban sum-sum tulang yang meningkat. Uji Kopro-porfirin urin
akan memberikan hasil positif. Kematian dapat terjadi sebagai akibat malnutrisi
dan infeksi.
Uji Reinsch
Berdasarkan Hukum Deret Volta (sebagian deret Volta adalah : K Na Ca Mg
Al Zn Fe Pb H Cu As Ag Hg Au), unsur yang letaknya di sebelah kanan akan
mengendap bila ada unsur yang letaknya lebih kiri dalam larutan tersebut.
Letak As dalam deret adalah lebih kanan daripada Cu.
Cara pemeriksaan :
10 cc darah + 10 cc HCl pekat dipanaskan hingga terbentuk AsCl3. Celupkan
batang tembaga ke dalam larutan, akan terbentuk endapan kelabu sampai
hitam dari As pada permukaan batang tembaga tersebut. Untuk membedakan
dari Ba, digunakan sifat sublimasi As.
2) Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya narkotika
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin (tidak dapat diambil
ginjal), cairan empedu dan jaringan sekitar suntikan.
Isi lambung diambil jika ia menggunakan narkotika per-oral, demikian pula
hapusan mukosa hidung pada cara sniffling. Semprit bekas pakai dan sisa obat
yang ditemukan harus pula dikirim ke laboratorium.
Pada pemakain cara oral, morfin akan cepat dikonjugasi oleh asam
glukoronat dalam sel mukosa usus halus dan hati sehingga bahan sebaiknya
dihidrolisis terlebih dahulu.
Terhadap barang-barang bukti seperti bubuk yang diduga mengandung
morfin, heroin atau narkotika lainnya, dapat dilakukan berbagai pengujian.
Pengujian tersebut hanya dapat dilakukan terhadap benda bukti yang masih berupa
preparat murni atau pada tempat suntikan bila ternyata di tempat tersebut masih
terkumpul narkotika yang belum diserap dan tidak dapat dilakukan terhadap bahan
biologis seperti urin, darah, cairan empedu dan lain-lain.
a. Uji Marquis :
Kepekaan uji ini adalah sebesar 1 0,025 mikro gram. Reagen dapat
dibuat dari 3 ml asam sulfat pekat ditambah 2 tetes formaldehid 40 %. Pada
umumnya semua narkotika akan memberikan reaksi warna ungu. (Morfin,
heroin dan codei + Marquis ungu; Pethidine + Marquis jingga).
Untuk heroin, dapat dilakukan pengujian yang lebih khas :
10 tetes campuran asam nitrit pekat dan 85% asam fosfor yang memiliki
perbandingan 12:38 diletakkan dalam tabung centrifuge ukuran 5 ml,
kemudian ditambahkan 3,25 ml kloroform dan diputar selama 30 detik.
Perhatikan lapisan warna di dasar tabung yang timbul setelah 10 menit:
Hijau muda = negatif.
Kuning muda = 10 mikro gram.
Kuning coklat = 1 mg.
Merah coklat gelap = 10 mg.
b. Uji mikrokristal :
Uji ini lebih sensitif dan lebih khas jika dibandingkan dengan reaksi warna
Amrquis.
Caranya :
1 tetes larutan narkotika ditambahkan reagen dan dengan mikroskop, dilihat
kristal apa yang terbentuk.
Hanging microdrop technique merupakan modifikasi untuk narkotika dengan
pembentukan kristal agak lama.
Contoh :
Morfin + reagen kalium kadmium yodida (1 gr kadmium yodida + 2 gr kalium
yodida) kristal berbentuk jarum.
Kepekaan uji : 0,01 mikrogram
Morfin + kalium triodida kristal berbentuk pirirng.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + merkuri klorida kristal berbentuk dendrit.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
Heroin + platinum klorida kristal berbentuk roset.
Kepekaan uji : 0,25 mikrogram
Pethidin + asam pikrat pekat kristal berbentuk roset berbulu.
Kepekaan uji : 0,1 mikrogram
3) Untuk menentukan barbiturat dalam organ tubuh (2)
Untuk pemeriksaan toksikologik, bahan yang harus dikirim ialah isi lambung,
darah hati atau perifer, urin, ginjal, hati, sebagian otak dan lemak pada kasus
keracunan barbiturat golongan kerja sangat singkat.
Ada 5 macam metode ekstraksi (Moghrabi & Curry), dan yang memberikan
hasil terbaik ialah ekstraksi langsung dengan kloroform. Bila kadar dalam darah
sangat rendah maka metode yang diapakai adalah metode asam tungstat.
Konsentrasi barbiturat dalam otak, hati dan ginjal menunjukkan jumlah yang
besar sedangkan dalam otot dan tulang-tulang sedikit. Konsentrasi barbiturat yang
terbesar terdapat dalam otak dan hati yang bervariasi antara 2,5-8 mg/100 gr
jaringan.
Dalam keadaan mayat yang membusuk lanjut, barbiturat masih tetap dapat
ditentukan (lebih kurang 25 % dari konsentrasi semula) sehingga dalam
melakukan penarikan kesimpulan, hal ini perlu diperhitungkan.
4) Pemeriksaan pada senjata api
a. Uji difenhidramin (2)
Uji difenhidramin, terhadap adanya nitrat dan pemeriksaan
spektrofotometri terhadap Sb pada tangan tersangka pelepas tembakan,
terutama pada senjata jenis revover merupakan salah satu cara pembuktian
terhadap pelaku penembakan.
b. Uji Parafin (6)
Uji tradisional yang amata terkenal adalah tes Paraffin (tes Gonzalez,
yang menggunakan parafin), yang menggunakan parafin cair untuk
mengambil residu dari tangan dan kemudian menambahkannya dengan
diphenylamine.
Tes parafin tersebut sebetulnya tes yang tidak spesifik, sebab hanya
mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja sehingga tes ini juga dapat
memberikan hasil positif jika tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan,
pupuk, atau obat-obatan.
c. Tes Harrison & Gilroy (6)
Menggunakan kasa yang telah dibasahi dengan asam chlorida. Bedanya
dengan tes parafin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi
adanya unsur logam mercury, antimony, barium atau timah hitam. Tentu
harus diperhitungkan apakah pekerjaannya berkaitan dengan logam-logam
tersebut.
BAB III
IMPLEMENTASI PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK SEDERHANA
PADA KASUS TERTENTU
Kasus Infantisida
Kasus Tenggelam
Keracunan CO
Keracunan Insektisida
Luka Tembak
Kasus Perkosaan
BAB IV
KESIMPULAN
Pemeriksaan laboratorium forensic sederhana merupakan pemeriksaan yang tanpa
disadari dibutuhkan keberadaannya untuk membantu memperjelas suatu kejadian dalam
melakukan visum.
Pemeriksaan laboratorium forensic sederhana yaitu pemeriksaan laboratorium yang
dalam pengerjaannya mudah, dengan alat dan reagen yang murah dan mudah didapat namun
memberikan nilai manfaat yang besar.
Macam-macam pemeriksaan laboratorium forensik sederhana :
1. Pemeriksan laboratorium forensik darah
DAFTAR PUSTAKA
1. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In:
James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98
2. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Munim A Sidhi, Hertian S, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 12526: 136-37: 144-46: 16796
3. Sheperd R. Simpsons Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University
Press, Inc.; 2003. p. 58
4. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. 2nd ed. New York: AppletonCentury-Croft, Inc.; 1954. p624-36: 389
5. Mansjoer, Arif M. Kapita Selekta. 3 rd ed. Jakarta : Media Aesculapius; 2003. p.23336
6. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76
7. Idries, A. M, Tjiptomartono, A. L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
penyelidikan. Jakarta: Sagung seto; 2008. p. 174
8. Kubic TA, Petraco N. Microanalysis and Examination of Trace Evidence. In: James
SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 264-66
9. Greenfield, Andrew and Monica M Sloan. Identification of Biological Fluids and
Stains. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to
Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 20320
10. http://hukumonline.com/detail.asp?.id=18467&c1=berita