Perda Lombok Utara
Perda Lombok Utara
9 Tahun 2011
Seri
Nomor
Tahun
2011
a.
b.
c.
Mengingat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
4412) ;
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4168);
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1469);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang
Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4327);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4411);
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4444);
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
Penanggulangan
Bencana
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723.);
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4746);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4849);
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4872);
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah
Negara
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 48925);
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4956);
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4959);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
4
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Nomor 5015);
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 5025);
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 131,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5050);
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068);
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3445);
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1992 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1962 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3510);
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang
Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
TATA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lombok Utara.
2. Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Lombok Utara.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang
udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan kehidupannya.
5. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
6. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
41. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat
maupun perairan yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata .
42. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah tempat serta ruang
di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang
di sekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi
alami yang khas.
43. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
44. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
kegiatan pertanian dalm arti luas yang terdiri dari atas kawsan budidaya
tanaman pangan, kawasan budidaya hortikultura, kawasan budidaya
perkebunan dan peternakan.
45. Kawasan Pertanian tanaman pangan adalah kawasan yang diperuntukkan
bagi tanaman pangan (padi sawah) yang dibudidayakan secara intensif
dengan sistem irigasi sehingga perlu dilindungi, terutama perlindungan
terhadap sumber-sumber airnya.
46. Kawasan Peruntukan Pertanian Lahan Kering adalah kawasan yang
diperuntukkan bagi budidaya tanaman palawija, hortikultura, atau
tanaman pangan lainnya.
47. Kawasan Perkebunan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi budidaya
tanaman perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan
baku industri.
48. Kegiatan Peruntukan Perikanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi
kegiatan perikanan yang terdiri dari perikanan tangkap di laut maupun
perairan umum, kawasan budidya perikanan dan kawsan pengelolaan hasil
perikanan.
49. Sistem Agribisnis adalah pembangunan pertanian yang dilakukan secara
terpadu, tidak saja dalam usaha budidaya tetapi juga meliputi usaha
penyediaan sarana-prasarana produksi pertanian, pengolahan hasil
pertanian, pemasaran hasil pertanian dan usaha jasa seperti bank,
penyuluhan, penelitian/ pengkajian.
50. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis.
51. Kawasan Pariwisata adalah kawasan strategis pariwisata yang berada
dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi desa/kelurahan yang
di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata, aksesibilitas yang tinggi,
ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata serta aktivitas sosial
budaya masyarakat yang saling mendukung dalam perwujudan
kepariwisataan.
52. Kegiatan Industri adalah kegiatan yang memanfaatkan peruntukan ruang
sesuai arahan pola ruang untuk kegiatan industri berupa tempat
pemusatan kegiatan industri kecil dan menengah (IKM).
53. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
54. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
12
13
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN
RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 2
Penataan ruang wilayah Kabupaten Lombok Utara bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah aman, nyaman, produktif yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan pariwisata,
perkebunan dan agro industri.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3
Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten terdiri atas :
a. peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah-wilayah yang
berbasis pariwisata, dan perkebunan;
b. peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep
agroindustri;
c. pengendalian pemanfaatan lahan pertanian;
d. penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan
menunjang sistem pemasaran pariwisata, dan produksi perkebunan;
e. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran
pariwisata, produksi perkebunan dan produksi agroindustri;
f. pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan,
daya tampung lahan dan aspek konservasi; dan
g. pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek
keberlanjutan dan lingkungan hidup.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
(1) Strategi peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah-wilayah
yang berbasis pariwisata, perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf a meliputi :
a. mengembangkan wilayah-wilayah dengan potensi unggulan pariwisata,
dan perkebunan; dan
b. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang.
(2) Strategi peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan
konsep agroindustri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
meliputi:
14
(3)
(4)
(5)
(6)
16
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Rencana struktur ruang wilayah, meliputi:
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten sebagimana dimaksud pada
ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: 50.000
sebagaimana tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 6
Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri
atas:
a. Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp) kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang
melayani beberapa kabupaten yaitu Perkotaan Tanjung;
b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan meliputi
Bayan (Anyar) dan Pemenang (Pemenang Barat dan Pemenang Timur);
c. Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) yaitu Daerah Kayangan;
d. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) kawasan perkotaan lain yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa meliputi
Senaru dan Sukadana; dan
e. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) pusat permukiman yang melayani
kegiatan skala antar desa meliputi Sigar Penjalin, Selengen dan Rempek.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi :
a. sistem transportasi darat; dan
b. sistem transportasi laut.
(2) Rencana
pengembangan sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
17
Paragraf 1
Sistem Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem transportasi darat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf a meliputi :
a. sistem transportasi darat terdiri atas jaringan lalu lintas angkutan jalan
dan penyeberangan;
b. jaringan lalu lintas angkutan jalan terdiri atas jaringan jalan dan
jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan;
c. jaringan jalan provinsi meliputi:
1. Jalan Penghubung Rembiga-Pemenang;
2. Jalan Penghubung Pemenang-Tanjung;
3. Jalan Penghubung Tanjung-Bayan;
4. Jalan Penghubung Bayan-Dasan Biluk; dan
5. Jalan Penghubung Ampenan-Mangsit-Pemenang.
d. jaringan jalan kabupaten yaitu jalan lokal primer sebagaimana terlampir
pada Lampiran II.1.b.
(2) Trayek angkutan penumpang di Kabupaten Lombok Utara sesuai lampiran
II.1.c.
(3) Rencana pengembangan dan peningkatan pelayanan jalan meliputi :
a. rencana peningkatan status jaringan jalan lingkungan menjadi jalan
lokal yaitu:
1. Ruas Medana-Tegal Maja;
2. Pertigaan Gondang-Bentek-Genggelang;
3. Ruas Rempek-Sambik Bangkol;
4. Ruas Kayangan-Pendua;
5. Ruas Dangiang-Sesait; dan
6. Ruas Selengan-Mumbul Sari.
b. rencana pembuatan jalan baru yaitu :
1. Pembangunan Jalan lingkar utara perkotaan;
2. Pembangunan Jalan lingkar Selatan perkotaan; dan
3. di Pemenang-Kapu untuk menghubungkan jalan kolektor dengan
jalan lokal untuk pengembangan kawasan perkotaan.
c. rencana pemeliharaan dan peningkatan kualitas jalan meliputi seluruh
ruas jalan yang ada.
(4) Rencana pengembangan terminal meliputi :
a. rencana Terminal Tipe B di Ibu Kota Kabupaten (Kecamatan Tanjung)
dan Kecamatan Bayan;
b. rencana pengembangan Terminal Tipe C di setiap kecamatan; dan
c. rencana Terminal Khusus Cidomo di Tiga Gili.
(5) Angkutan massal direncanakan Rute Tanjung Bandara Internasional
Lombok dan Pemenang Bandara Internasional Lombok menggunakan
bus.
(6) Pelabuhan laut Pemenang yang merupakan terminal khusus penumpang
dengan rute Pelabuhan Bangsal Pelabuhan di Tiga Gili.
(7) Pelabuhan laut lokal berada di Teluk Nare yang merupakan terminal
khusus penumpang dengan rute Pelabuhan Teluk Nare Pelabuhan di Tiga
Gili.
18
Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf b meliputi :
a. pelabuhan antar provinsi berada di Pelabuhan Carik (Kecamatan Bayan);
dan
b. terminal khusus wisata berada di Pelabuhan Teluk Nare dan Tiga Gili
(Kecamatan Pemenang) dengan alur pelayaran meliputi:
1. Pelabuhan Teluk Nare (Kecamatan Pemenang) Pelabuhan Benoa
(Provinsi Bali); dan
2. Pelabuhan Teluk Nare (Kecamatan Pemenang) Pelabuhan Padangbai
(Provinsi Bali).
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 10
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c meliputi:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air;
d. sistem jaringan air bersih;
e. sistem jaringan prasarana sanitasi;
f. sistem jaringan prasarana persampahan; dan
g. Sistem jaringan evakuasi bencana alam.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran II dan diwujudkan dalam bentuk peta
Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Lombok Utara
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 11
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a meliputi :
a. jaringan transmisi tegangan tinggi (SUTT) Ampenan Tanjung;
b. jaringan distribusi tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Lombok
Utara;
c. gardu induk di Tanjung; dan
d. gardu pembagi di Kayangan.
19
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
21
c. untuk memenuhi kebutuhan domestik pariwisata pada kawasankawasan yang rawan bencana kekeringan dilakukan pengembangan
potensi air tanah secara terpadu; dan
d. skenario pengembangan air bersih dalam jangka panjang ini adalah
peningkatan kualitas air bersih dengan standar air minum untuk seluruh
wilayah di Kabupaten Lombok Utara dengan menggunakan sistem Sistem
Pendataan Air Minum (SPAM) dan sistem desalinasi.
Paragraf 5
Sistem Jaringan Sanitasi
Pasal 15
Rencana pengembangan sistem jaringan sanitasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara:
a. pembangunan dan perbaikan drainase primer, drainase sekunder, dan
drainase tersier diseluruh wilayah Kabupaten Lombok Utara;
b. pembuatan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal tersebar di seluruh
kecamatan di kawasan padat penduduk yang tidak memiliki fasilitas MCK
yang memadai dengan menerapkan teknologi tepat guna yang ramah
lingkungan;
c. pembuatan MCK umum di lokasi wisata serta tempat umum serta
pengadaan toilet keliling ditempat-tempat yang tidak dimungkinkan untuk
dibangun fasilitas MCK umum;
d. pembangunan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) dan IPLT ditempat
yang memenuhi persyaratan teknis dan peraturan yang berlaku dengan
menerapkan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan; dan
e. penanganan terhadap limbah B3 secara khusus sesuai peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 6
Sistem Jaringan Prasarana Persampahan
Pasal 16
Rencana pengembangan jaringan persampahan untuk menangani sampah
rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga dan sampah spesifik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf f meliputi:
a. pengadaan tempat sampah di lokasi wisata dan tempat umum yang
terintegrasi dengan TPS (Tempat Penampungan Sementara);
b. TPS tersebar pada setiap desa yang terintegrasi dengan penyediaan sarana
dan prasarana transportasi pesampahan;
c. pengembangan pengolahan sampah menggunakan teknologi tepat guna
yang ramah lingkungan oleh masyarakat di sekitar lokasi TPS berbasis
sistem 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) dan Sanitary Landfill;
d. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Dusun Jugil, Desa Sambik Bangkol,
Kecamatan Gangga (seluas kurang lebih 5 Ha); dan
e. pengaturan lebih lanjut tentang persampahan diatur dengan Peraturan
Bupati.
22
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Rencana pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran, meliputi:
a. kawasan lindung sebesar 30,87% (seluas kurang lebih 24.992 Ha); dan
b. kawasan budidaya sebesar 69,13% (seluas kurang lebih 55.961 Ha).
(2) Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagimana dimaksud pada ayat
(1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 18
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
24
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 19
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, meliputi :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman;
h. kawasan peruntukan pemerintahan;
i. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
dan
j. kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 20
Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a,
meliputi:
a. kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di kelompok hutan Gunung
Rinjani yang terdapat di Monggal dan sekitarnya seluas 6.984,34 Ha; dan
b. kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) dengan luas 5.172 Ha meliputi
kelompok Hutan Pandan Mas seluas 739,78 Ha dan kelompok Hutan
Gunung Rinjani (RTK 1) seluas 4.431,74 Ha.
Pasal 21
Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf
b meliputi :
a. kawasan pertanian tanaman pangan yang tersebar di seluruh kabupaten
dengan luas kurang lebih 5.349 Ha;
b. kawasan pertanian hortikultura yang tersebar di seluruh kabupaten dengan
luas kurang lebih 39.283 Ha;
c. kawasan perkebunan seluas kurang lebih 5.909 Ha, dengan produksi
perkebunan meliputi: kakao di Selelos dan Santong dengan luas kurang
lebih 2.874 Ha, vanili di Selelos dan Santong dengan luas kurang lebih 237
Ha, kopi di seluruh wilayah kabupaten dengan luas kurang lebih 1.315 Ha,
kacang mete dengan luas kurang lebih 1.484Ha; dan
d. kawasan peternakan meliputi peternakan besar, antara lain sapi potong
dan sapi perah, tersebar di seluruh wilayah kabupaten seluas kurang
lebih 145 Ha; peternakan kecil, antara lain domba dan kambing, seluas
kurang lebih 49 Ha dan peternakan unggas seluas kurang lebih 24 Ha.
25
Pasal 22
Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c,
dikembangkan
pada
wilayah/kawasan yang secara teknis, sosial, dan
ekonomi memiliki potensi untuk kegiatan perikanan, kolam air tenang, air
deras, pembenihan, kolam ikan hias/aquarium, dan budidaya ikan di perairan
umum, meliputi :
a. pengembangan kegiatan perikanan, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Lombok Utara seluas kurang lebih 269 Ha; dan
b. pasar pengumpul dan pelelangan dapat dibangun pada sentra produksi
ikan di Kecamatan Gangga dan Kecamatan Kayangan.
Pasal 23
(1)
(2)
(3)
wisata alam bahari meliputi: Malimbu, Kawasan Tiga Gili, Pantai Sire,
Pantai Kerakas dan Pantai Lempenge;
b. wisata budaya meliputi: Dusun Selelos, Masjid Kuno Sesait, desa
tradisional Segenter, desa tradisional Senaru, Masjid Kuno Bayan
Beleq; dan
c. wisata buatan meliputi: arung jeram Tengak Pekatan, Taman Nasional
Gunung Rinjani
Pasal 26
(1)
(2)
(1)
27
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN
Pasal 30
(1)
(2)
(2)
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 34
(1)
(2)
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 35
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
30
d.
e.
f.
g.
h.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
(4)
Paragraf 3
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 39
(1)
(2)
Paragraf 4
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi dan kelistrikan
Pasal 40
(1) Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi dan kelistrikan
meliputi :
a. peraturan zonasi untuk Gardu induk;
b. peraturan zonasi untuk Gardu pembagi; dan
c. peraturan zonasi untuk Jaringan transmisi tenaga listrik.
(2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan
ruang di sekitar sistem jaringan energi dan harus memperhatikan jarak
aman dari kegiatan lain.
Paragraf 5
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 41
(1)
(2)
(3)
33
(4)
Paragraf 6
Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 42
Ketentuan Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada
wilayah sungai disusun dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan dilarang
34
untuk membuang sampah, limbah padat dan atau cair dan mendirikan
bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha;
b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas kabupaten secara
selaras dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di kabupaten yang
berbatasan; dan
c. pemanfaatan ruang sekitar sungai dapat dilakukan pada jarak 50 meter
dari sungai besar dan 10 meter dari sungai kecil.
Paragraf 7
Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung
Pasal 43
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung antara lain :
a. peraturan zonasi untuk kawasan lindung terdiri dari :
1. peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung;
2. peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya;
3. peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat;
4. peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota;
5. peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya;
6. peraturan zonasi untuk kawasan cagar alam;
7. peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam; dan
8. peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi.
b. peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung adalah sebagai berikut :
1. zonasi hutan lindung terdiri dari zona perlindungan, dan zona lainnya;
2. zona perlindungan adalah untuk pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak
mengurangi fungsi utama kawasan dan tidak merusak lingkungan
3. zona pemanfaatan adalah untuk pemanfaatan kawasan meliputi usaha
budidaya tanaman obat (herbal), usaha budidaya tanaman hias, usaha
budidaya jamur, usaha budidaya perlebahan, usaha budidaya
penangkaran satwa liar atau usaha budidaya sarang burung walet,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu;
4. pada kawasan hutan lindung dilarang:
a) menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang
alam, mengganggu kesuburan serta keawetan tanah, fungsi hidrologi,
kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan
hidup; dan/atau; dan
b) kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan
terhadap
keutuhan
kawasan
dan
ekosistemnya
sehingga
mengurangi/ menghilangkan fungsi dan luas kawasan seperti
perambahan hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon, dan
perburuan satwa yang dilindungi.
5. zona lainnya adalah untuk kegiatan budidaya kehutanan;
a) luas zona inti perlindungan adalah bagian dari keseluruhan luas
hutan yang telah ditetapkan;
b) pemanfaatan kawasan adalah bentuk usaha seperti: budidaya jamur,
penangkaran satwa, dan budidaya tanaman obat dan tanaman hias;
35
2. zona mintakat inti adalah untuk lahan situs; dan dilarang melakukan
kegiatan yang mengurangi, menambah, mengubah, memindahkan, dan
mencemari benda cagar budaya;
3. zona mintakat penyangga di sekitar situs adalah untuk kegiatan yang
mendukung dan sesuai dengan bagi kelestarian situs; serta dilarang
untuk kegiatan yang dapat mengganggu fungsi cagar budaya;
4. zona mintakat pengembangan adalah untuk kegiatan untuk sarana
sosial, ekonomi, dan budaya, serta dilarang untuk kegiatan
yang
bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan
situsnya;
5. kawasan cagar budaya dilarang untuk menyelenggarakan:
a) kegiatan yang merusak kekayaan budaya bangsa yang berupa
peninggalan sejarah, bangunan arkeologi;
b) pemanfaatan ruang dan kegiatan yang mengubah bentukan geologi
tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu
pengetahuan;
c) pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian lingkungan di
sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, serta wilayah
dengan bentukan geologi tertentu; dan/atau
d) pemanfaatan ruang yang mengganggu upaya pelestarian budaya
masyarakat setempat.
6. persentase luas lahan terbangun untuk zona mintakat inti dan
penyangga maksimum 40 %,dan untuk zona mintakat pengembang
maksimum 50 %.
g. peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam tanah longsor diarahkan
sebagai berikut :
1. zona kawasan rawan bencana alam tanah longsor terdiri dari zona
tingkat kerawanan tinggi, zona tingkat kerawanan menengah/sedang,
dan zona tingkat kerawanan rendah;
2. zona tingkat kerawanan tinggi untuk tipologi A (lereng bukit dan gunung)
adalah untuk kawasan lindung, untuk tipologi B dan C (kaki bukit dan
gunung, tebing/lembah sungai) adalah untuk kegiatan pertanian,
kegiatan pariwisata terbatas; dilarang untuk budidaya dan kegiatan yang
dapat mengurangi gaya penahan gerakan tanah;
3. zona tingkat kerawanan menengah untuk tipologi A, B, C adalah untuk
kegiatan perumahan, transportasi, pariwisata, pertanian, perkebunan,
perikanan, hutan kota/rakyat/produksi, dan dilarang untuk kegiatan
industri.
4. zona tingkat kerawanan rendah tipologi A, B, dan C adalah untuk
kegiatan budidaya, dilarang untuk kegiatan industri;
5. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan tinggi
untuk tipologi A maksimum 5 %; dan untuk tipologi B maksimum 10 %;
6. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan
menengah untuk tipologi A, B, C maksimum 40 %; dan
7. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan rendah
untuk tipologi A, B, C maksimum 60 %. Penerapan prinsip terhadap
setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
h. peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam tsunami diarahkan sebagai
berikut :
1. zona rawan tsunami kegiatan yang diperbolehkan adalah hutan bakau
disesuaikan peraturan sempadan pantai;
37
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
c. produksi hasil hutan non kayu dapat berasal dari hutan alam, dan
hutan tanaman dengan izin yang sah.
Peraturan zonasi untuk kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b pada pengembangannya dilakukan masyarakat dan
dibantu oleh pemerintah. Serta hasil hutan rakyat pada akhirnya akan
dimanfaatkan oleh masyarakat dan dikelola bersama Pemerintah.
Peraturan zonasi untuk kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:
a. pengawasan yang dilakukan agar tidak terjadi perubahan fungsi lahan
pada lahan-lahan yang produktif;
b. menetapkan lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan melalui
kegiatan delinasi, menyediakan sarana dan prasara pertanian, dan
perangkat insentif;
c. mengamankan dan memlihara aset nasional dan provinsi;
d. diizinkan untuk kegiatan terbangun yang menunjang kegiatan
pertanian, dengan syarat tidak lebih dari 15 % luas lahan sawah; dan
e. pada lahan kurang produktif dapat dialih fungsi dengan tetap
mempertahankan tingkat produktifitas daerah.
Peraturan zonasi untuk kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi :
a. budidaya ikan laut dilakukan dengan cara; penataan permukiman
nelayan dan sandar perahu, penyediaan TPI, serta pengendalian dengan
kegiatan lainnya dengan zona pembatas (buffer zone);
b. budidaya ikan air payau/tambak dilakukan dengan syarat; tidak
mengganggu habitat hutan bakau atau sempadan pantai, tersedianya
sistem jaringan air, dan memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku;
c. budidaya rumput laut dilakukan dengan; penataan dan delinasi zona
rumput laut, pembentukan sentra rumput laut, tetap terjaganya hutan
bakau, dan tidak berada kawasan permukiman atau jalur pelayaran;
dan
d. budidaya ikan di kolam/sungai/danau dilakukan dengan; penataan
gerambah petani, tidak mengurangi fungsi sungai/danau/air tanah,
dapat dikembangkan dengan wisata kuliner, rumah panggung.
Peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara :
a. pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan keseimbangan
antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan
manfaat; dan
b. pengembangan kawasan pertambangan harus melalui kajian
lingkungan hidup strategis;
c. setiap usaha pertambangan diharuskan melakukan rehabilitasi bekas
lahan tambang;
d. membuat delinasi dan pemagaran atau zona penyanggah (buffer zone)
dengan kegiatan permukiman; dan
e. pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan kegiatan
pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan
memperhatikan kepentingan daerah.
Peraturan zonasi untuk kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f antara lain :
40
(8)
(9)
42
(2) Setiap orang atau badan hukum yang memerlukan tanah dalam rangka
penanaman modal wajib memperoleh ijin pemanfaatan ruang dari Bupati.
(3) Pelaksanaan prosedur izin pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh Kantor
Pelayanan Terpadu dengan mempertimbangkan rekomendasi hasil forum
koordinasi BKPRD.
Paragraf 1
Izin Lokasi
Pasal 47
(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 adalah ijin yang
diberikan kepada orang atau badan hukum untuk memperoleh
tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah yang diperlukan
dalam rangka penanaman modal.
(2) Izin lokasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk luas 1 ha sampai 25 ha diberikan ijin selama 1 (satu) tahun;
b.untuk luas lebih dari 25 ha sampai dengan 50 ha diberikan ijin selama 2
(dua) tahun; serta
c. untuk luas lebih dari 50 ha diberikan ijin selama 3 (tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin lokasi akan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah
Pasal 48
(1)
(2)
(1)
(2)
45
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 50
(1) Ketentuan insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (2) huruf c dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan perangkat atau
upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang, berupa :
a. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun
saham;
b. pembangunan dan pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
pemerintah daerah.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perangkat
untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan
yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa :
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan
pencabutan izin.
(4) Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Ketentuan Sanksi
Pasal 51
Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf d
merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan
pola ruang wilayah kabupaten;
b. pelanggaran ketentuan arahan peratuan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
46
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
Pasal 52
(1) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf
b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dikenakan sanksi administratif
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(2) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c,
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan
g. denda administratif
Pasal 53
Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 54
Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2),
pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi pidana merujuk
pada ketentuan perundang - undangan.
47
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 55
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari penataan ruang;
c. memperoleh insentif atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. insentif sebagaimana dimaksud huruf c diberikan kepada pemegang hak
atas tanah yang secara sukarela melakukan penyesuaian penggunaan
tanah;
e. mengajukan beberapa keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
f. melaporkan kepada aparat pemerintah jika terjadi penyimpangan pada
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukannya;
g. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
h. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 56
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berkewajiban untuk :
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang sesuai IPR dari Bupati
atau pejabat yang ditunjuk;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan IPR; dan
d. memberikan akses terhadap sumber air, pesisir pantai, serta kawasankawasan yang dinyatakan oleh perundang-undangan sebagai milik umum.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 57
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
49
BAB X
KELEMBAGAAN
Pasal 59
(1)
(2)
BAB X
KETENTUAN TAMBAHAN
Pasal 60
(1)
(2)
(1)
(2)
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Lombok Utara adalah 20 (dua puluh)
tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah
Kabupaten yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan,
RTRW Kabupaten Lombok Utara dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang Kabupaten dan/atau dinamika
internal Kabupaten.
Pasal 63
Dokumen Rencana dan Album Peta dengan tingkat ketelitian minimal
1 : 50.000 peraturan Daerah tentang RTRW Kabupaten Lombok Utara 20112031, tercantum dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 64
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Bupati Lombok
Utara Nomor 2A Tahun 2009 tanggal 19 Maret 2009 tentang Pemberlakuan
Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat di Kabupaten Lombok Utara
sebagai dasar hukum dalam menentukan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Lombok Utara dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 65
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
51
H. DJOHAN SJAMSU
Diundangkan di Tanjung
pada tanggal 31 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN LOMBOK UTARA,
H. SUARDI
52
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA
NOMOR 9 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN LOMBOK UTARA TAHUN 2011 - 2031
I. KETENTUAN UMUM
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menjelaskan bahwa penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi dan
wilayah Kabupaten/Kota dilakukan secara terpadu dan tidak dipisahpisahkan. Penataan ruang wilayah Propinsi dan wilayah Kabupaten/Kota,
disamping meliputi ruang daratan, juga mencakup ruang perairan dan
ruang udara sampai batas tertentu yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dijelaskan bahwa wilayah Kabupaten yang berkedudukan sebagai
wilayah administrasi, terdiri atas wilayah darat dan wilayah perairan.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah antara lain disebutkan bahwa pemberian
kedudukan Kabupaten sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai
wilayah administrasi dilakukan dengan pertimbangan untuk memelihara
hubungan
serasi
antara
pusat,
propinsi
dan
daerah,
untuk
menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas Kabupaten.
Peraturan pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan Kabupaten sebagai daerah otonom
menyebutkan bahwa kewenangan Kabupaten sebagai daerah otonom
mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan dan kewenangan
dalam bidang tertentu, termasuk bidang penataan ruang. Dalam
menentukan kewenangan Kabupaten digunakan kriteria yang berkaitan
dengan pelayanan pemanfaatan ruang dan konflik kepentingan
pemanfaatan ruang di setiap wilayah Kecamatan.
Ruang merupakan suatu wadah atau tempat bagi manusia dan mahluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatannya yang perlu disyukuri, dilindungi
dan dikelola. Ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya
secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang
berkualitas.
Ruang sebagai salah satu sumberdaya alam tidak mengenal batas
wilayah. Berkaitan dengan pengaturannya, diperlukan kejelasan batas,
fungsi dan sistem dalam satu ketentuan.
Wilayah Kabupaten Lombok Utara meliputi daratan, perairan dan
udara, terdiri dari wilayah Kecamatan yang masing-masing merupakan
53
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
IPAL adalah Instansi Pengelolaan Air Limbah
Huruf c
Bahan Berbahaya Beracun (B3) adalah bahan yang karena
sifat dan atau konsentrasinya ada atau jumlahnya, baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung,
dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan
atau dapat mebahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pasal 16
Yang dimaksud sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari
kegiatan sehari-hari di rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik.
Yang dimaksud sampah sejenis rumah tangga adalah sampah yang
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas sosial, fasillitas umum dan/atau fasilitas lainnya.
Yang dimaksud sampah spesifik antara lain:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah;dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Perencanaan WP dilaksanakan dengan tahap :
1. inventarisasi informasi pertambangan yang ditujukan untuk
mengumpulkan data dan informasi potensi pertambangan yang
dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rencana penetapan
WP, yang dilakukan melalui kegiatan penyelidikan dan
penelitian pertambangan.
55
2. Penyusunan
rencana
WP
berupa
hasil
inventarisasi
pertambangan yang akan dijadikan bahan untuk penetapan
WP.
3. Wilayah Izin Usaha Pertambangan dapat diberikan setelah
memenuhi persyaratan administrasi, teknis, lingkungan dan
finansial sesuai ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku.
Pasal 24
Huruf a
Kawasan agro industri adalah kawasan yang diperuntukan untuk
usaha pengolahan hasil pertanian (pertanian, peternakan,
perkebunan, perikanan, kehutanan) menggunakan teknologi
modern.
Huruf b
Kawasan sentra industri kecil adalah kawasan yang diperuntukan
untuk usaha yang menghasilkan benda-benda seni seperti industri
kerajinan, industri makanan/bahan makanan, bordir, mebel,
genteng, batu-bata, alat dapur, anyam-anyaman, meubel, gamping,
pande besi, pada umumnya diusahakan oleh masyarakat golongan
ekonomi lemah termasuk yang menggunakan proses modern,
maupun yang menggunakan ketrampilan tradisional.
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan indikasi program adalah kegiatan yang
harus dilaksanakan untuk mewujudkan rencana struktur ruang
dan pola ruang wilayah kabupaten. Selain itu terdapat program
lain, baik yang dilaksanakan sebelumnya, bersamaan dengan,
maupun sesudahnya, yang tidak disebutkan dalam peraturan
daerah ini.
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
56
Pasal 39
Cukup
Pasal 40
Cukup
Pasal 41
Cukup
Pasal 42
Cukup
Pasal 43
Cukup
Pasal 44
Cukup
Pasal 45
Cukup
Pasal 46
Cukup
Pasal 47
Cukup
Pasal 48
Cukup
Pasal 49
Cukup
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Pasal 50
Yang dimaksud dengan insentif adalah kemudahan yang diberikan
terhadap pemberian ijin pemanfaatan ruang untuk mendorong
tercapainya perlindungan terhadap kawasan perencanaan
Yang dimaksud dengan disinsentif adalah pengekangan yang dilakukan
terhadap pemberian ijin pemanfaatan ruang untuk membatasi
kecenderungan perubahan dalam pemanfaatan ruang
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas
57
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
58