SKD 2 - GEH - Fistula Ani
SKD 2 - GEH - Fistula Ani
PENDAHULUAN
Hampir semua fistula ani, yang biasanya disebut fistel perianal atau fistel
pra-anal, disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga
kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta diperbatasan anus dan rectum
dan lobang lain di perineum di kulit perianal. Kadang fistel disebabkan oleh
colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau morbus Crohn. Fistel
dapat terletak disubkutis, submukosa, antar sfingter, atau menembus sfingter,
mungkin fistel terletak anterior, lateral, atau posterior. Bentuknya mungkin lurus,
bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya sfingter bersifat tunggal, kadang
ditemukan yang kompleks. Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior
umumnya berbentuk lurus, fistel dengan lobang yang berasal dari kripta di sebelah
dorsal umumnya tidak lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus
terdorong di anterior di sekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu lobang
perforasi atau lebih di sebelah anterior, sesuai hokum goodsall.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis
epitel. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Kanalis analis
dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persyarafan sensoris somatik dan peka
terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persyarafan
autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Darah vena di atas garis anorektum
mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke
sistem kava melalui V. Iliaka. Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya
melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah
kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe Iliaka Interna, sedangkan limfe
yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar inguinal.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya
mengarah ke ventrokranial yaitu mengarah ke umbilikus dan membentuk sudut
yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi,
sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum,
garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. Pada daerah ini terdapat kripta
anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini
dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan
antar-sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan
colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter ekterna dan sfingter interna
(garis Hilton). Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari
sfingter interna dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk
dari fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator
(puborektalis) dan komponen m. sfingter eksternus. M. Sfingter internus terdiri
dari serabut otot polos, sedangkan M. Sfingter eksternus terdiri atas serabut olot
lurik.
2. Fisiologi
Normalnya, kelenjar rektum yang terdapat di kripta antar kolumna rektum
berfungsi sebagai barrier terhadap lewatnya mikroorganisme penyebab infeksi
yang berasal dari lumen usus ke daerah perirektal. Kelenjar ini mengeluarkan
semacam lendir, berguna sebagai pelicin/ lubrikasi. Saluran ini memiliki klep satu
arah agar produksi bisa keluar tapi feses tidak bisa masuk. Terhalangnya jalan
keluar produksi dari kelenjar ini akibat stasis menyebabkan kuman dan cairan
feses masuk ke dalam kelenjar. Feses yang banyak kumannya berkembang biak ke
dalam kelenjar, membentuk peradangan yang jadi abses. Abses akan mencari
jalan keluar dan membentuk semacam pipa yang menembus kulit. Akibatnya,
kulit jadi tampak seperti bisul lalu pecah. Pecahan ini tidak bisa menutup karena
nanah selalu keluar dan tidak bisa kering karena berhubungan dengan feses.
Kondisi ini bisa berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
7. Penegakan Diagnosa
5
Anamnesis
Dari anamnesis biasanya ada riwayat kambuhan abses perianal
dengan selang waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikitsedikit. Pada colok dubur umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk
dianus (bukan di rectum) dan ibu jari dikulit perineum sebagai tali setebal
kira-kira 3mm (colok dubur bidigital). Jika fistel agak lurus dapat disonde
sampai sonde keluar di kripta asalnya. Fistel perineum jarang
menyebabkan gangguan sistemik, fistel kronik yang lama sekali dapat
mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit.
Sering memberikan sejarah yang dapat diandalkan nyeri sebelumnya,
bengkak, dan spontan atau drainase bedah direncanakan dari abses
anorektal.
Tanda dan gejala sebagai berikut :
Nyeri pada saat bergerak, defekasi dan batuk
Ulkus
Keluar cairan purulen
Benjolan (Massa fluktuasi)
Pruritus ani
Demam
Kemerahan dan iritasi kulit di sekitar anus
General malaise
Fistula kompleks adalah sebagai berikut:
Radang usus
Divertikulitis
Sebelumnya terapi radiasi untuk kanker prostat atau dubur
Tuberkulosis
Terapi steroid
Infeksi HIV
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik tetap menjadi andalan diagnosis. Pada
pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/rectal
toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal opening fistula atau teraba
adanya fistula di bawah permukaan kulit. Eksternal opening fistula tampak
sebagai bisul (bila abses belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang
dikelilingi oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dapat dirasakan
sebagai daerah indurasi/ nodul di dinding anus setinggi garis dentata.
Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir selalu hanya satu
internal opening.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan; studi pra
operasi normal dilakukan berdasarkan usia dan komorbiditas.
Pemeriksaan Radiologi
-
muskulus
intersfingter
dari
lesi
transfingter.
8. Penatalaksanaan
Terapi
Konservatif
Medikamentosa
dengan
pemberian
analgetik,
fistula.
Terapi
terbaik
pada
fistula
ani
adalah
membiarkannya terbuka.
-
Seton : Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua
macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual
untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana
benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan
ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.
Pasca Operasi
8
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama
setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap
beberapa hari. Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan
dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar.
Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan
cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang
diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif.
Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja
setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang.
Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan
untuk duduk diam berlama-lama.
9. Komplikasi
Komplikasi dini pasca operasi, sebagai berikut :
Retensi urin
Pendarahan
Impaksi tinja
Thrombosed wasir
Komplikasi tertunda pascaoperasi, sebagai berikut :
Kambuh
Inkontinensia
stenosis Anal: Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis dari lubang
anus. Bulking agen untuk membantu mencegah bangku sempit.
10. Prognosis
Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan,
cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan
granulasi menempel permukaan. Setelah fistulotomy standar, tingkat kekambuhan
dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap inkontinensia tinja adalah 3-7%.
Setelah menggunakan Seton, melaporkan tingkat kekambuhan adalah 0-17% dan
tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 0-17%. Setelah flap mukosa
kemajuan, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 1-17% dan tingkat dari setiap
inkontinensia feses adalah 6-8%.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.1994.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta :EGC.2000.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748
5. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta :
Erlangga.2006.
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.
2000.
11