Anda di halaman 1dari 31

Byzantium Arsitektur

Sudah menjadi mimpi para arsitek dan calon arsitek di dunia ini untuk mengunjungi kota
Istanbul. Di kota ini mereka bisa belajar bagaimana menyatukan berbagai gaya arsitektur dari era
yang berbeda menjadi suatu kesatuan yang unik dan bisa saling berdampingan. Arsitektur jaman

Byzantine, jaman Ottoman Empire, ataupun arsitektur eklektik Islam bisa berdampingan dengan
gaya Art Noveau maupun yang modern.
Dari jaman Byzantine:
Kota Istanbul dibangun di jaman kerajaan Romawi dan selama 1123 tahun berfungsi sebagai
kota dibawah pengaruh agama Kristen. Bangunan-bangunan terkenal yang mewakili era ini yang
sempat saya kunjungi adalah:
1. Aya Sofia (Haghia Sofia): mungkin merupakan monumen paling terkenal di Istanbul,
dibangun pada tahun 537. Kubahnya berdiameter lebih dari 30 meter. Berfungsi sebagai gereja
sampai ditaklukannya Konstantinopel (nama Istanbul sebelumnya) oleh Sultan Mehmet pada
tahun 1453 dan menjadikannya sebagai mesjid. Pada tahun 1934, Ataturk menjadikan bangunan
ini sebagai museum.
2. Basilica Cistern (The Sunken Cistern): Bangunan ini dulunya digunakan untuk penyimpanan
air dari Kerajaan Byzantine dan sekitarnya, bisa menampung sekirar 80.000 meter kubik air. Ada
336 kolom dalam bangunan ini. Baru pertama kali ini saya masuk bangunan seperti ini.
3. Hippodrome dan Egyptian Obelisk.

Dibangun pada tahun 1786 (Abad ke 18) oleh Tuan Tschoa (Kapten Tamien Dosol Seeng)
merupakan masjid pertama yang didirikan bagi masyarakat peranakan China Muslim di Glodok,
dibangun diatas tanah milik Kapten China yang telah masuk agama Islam. Di belakang masjid
terdapat makam Islam, pada nisannya bertuliskan huruf China yang berbunyi Fatimah Hwu ,
tulisan lain yaitu H. Sienpi Chai Men Tsu Mow serta angka angka Arab yang menyebutkan
tahun 1792, dan ornament-ornamen seperti kepala naga. Yang disimpulkan bahwa ini adalah
makam seorang wanita dari keluarga Chai, yaitu Fatimah Hwu, yang juga merupakan istri dari
Kapten Tamien Dosol Seeng.
Bangunan dilindungi SK. Mendikbud R.I. No. 0128/M/1998.
Arsitektur : China Arab (Eklektik).
Golongan : A.
Sumber : Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta.

Landmark Jakarta

Kampung Tua

Gedung Balaikota

Bangunan Cagar Budaya

Great People & City


Masyarakat Madani di Kota Manusiawi

Arsitektur modern fungsionalism, rasionalism & kubism


( bag.4 )
tinggalkan komentar
IV. ARSITEKTUR MODERN FUNGSIONALISME, RASIONALISME DAN KUBISME
(1900-1940)
Perkembangan Arsitektur Modern Fungsionalisme diwarnai dengan anti pada
pengulangan bentuk-bentuk lama dengan teknologi baru (beton bertulang, baja).
Dan pada awal abad XX terjadi perubahan besar, radikal, cepat, dan revolusioner
dalam pola pikir.
Dalam pandangan arsitektur modern (1910-1940-an), terjadi perubahan dalam pola
dan konsep keindahan arsitektur, di mana keindahan timbul semata-mata oleh
adanya fungsi dari elemen-elemen bangunan. Oleh karena itu aliran ini disebut
sebagai Arsitektur Fungsionalisme atau Rasionalisme (berdasarkan rasio/pemikiran
yang logis). Bangunan terbentuk oleh bagian-bagiannya apakah dinding, jendela,
pintu, atap, dll tersusun dalam komposisi dari unsure-unsur yang semuanya
mempunyai fungsi.
Teori, bentuk dan konsep lama tentang keindahan seni termasuk arsitektur telah
lalu ditinggalkan. Hubungan dengan masa lampau berusaha diputus oleh para
arsitek modern menjadi bentuk baru yang murni tanpa dekor selain bagian
bangunan yang masing-masing berfungsi, disebut aliran arsitektur murni atau
Purism.
Dalam penerapan konsep Fungsionalisme, Pusrime atau rasionalisme mewujudkan
bangunan bersih,murni tanpa hiasan, sederhana berupa komposisi bidang,
kotak, balok, dan kubus. Memandang bahwa seluruhnya merupakan kesatuan
bentuk, sehingga disebut arsitektur Cubism. Aliran ini menekankan pada dimensi
waktu dalam bangunan, diwujudkan dengan menyatunya ruang luar-dalam oleh
jendela-jendela lebar, jarak antar kolom yang relatif lebar, saling berhubungan
secara berkesinambungan.
Contoh Bangunan dan Ciri Bangunan Modern Fungsionalisme

Maison La Roche (1923), Paris, Le Corbusier dan Pierre Jeanneret

Maison Laroche
Denah rumah berbentuk huruf L, dimaksudkan untuk memisahkan 2
penghuni berbeda.
Sisi utama di depan (untuk gallery) berupa ruang, luas dan tinggi karena adanya
mezzanine kombinasi dengan 2 atau 3 lantai dengan sisi lainnya. Di atas terdapat
sebuah balkon menjorok melayang dan ada semacam jembatan menghubungkan
ruang-ruang berseberangan dengan mezzanine. Selain tangga, Le Corbusier juga
merancang jalur naik landai (ramp). Banyak jendela besar dan lebar di atas dan
disamping. Jendela ini bentuknya tidak lagi seperti dinding dilubangi pada
bangunan klasik, tetapi berupa bidang membentuk komposisi horizontal-vertikal
(terdiri dari bidang kaca dan rangka aluminium).

La Samaritene (1926), Paris, Henry Sauvage dan Frantz Jourdan

Konstruksi beton bertulang dinding dan lantainya dipadukan dengan baja cetak
prefabricated pada ruang dalamnya yang bergaya Art Deco. Jendela kaca sangat
lebar mendominasi bagian depan dan mezzanine menyatukan ruang-ruang di lantai
berbeda. Merupakan penerapan Cubism.

Notre Dame du Raincy (1922-1924), Paris, Auguste Perret

Interior Notredame
Bentuk monumental gereja dicapai dengan pola simetris, menggunakan sistem kons-truksi beton
bertulang exposed, dengan kolom-ko-lom dalam hal ini bentuknya silindris, menjulang tinggi
pada setiap sudut sebuah me-nara di tengah-depan. Menara makin ke atas semakin ram-ping
seperti bentuk gereja Gothik. Nave (ruang utama umat) atapnya melengkung, dindingnya berupa
krawang beton (concrete grilles), untuk menghindari angin dan air tetapi tetap tembus pandang,
krawang ditutup kaca. Bentuk dan susunan krawang geometris perpaduan segi empat, bujur
sangkar, dan diagonal-diagonalnya membentuk segi tiga. Bekas perancah beton membentuk
garis-garis sesuai dengan pemasangannya.
Sistem beton exposed temuan Auguste Perret diterapkan dengan sangat baik dan
pada akhirnya banyak diikuti oleh arsitek-arsitek lain dalam publikasi,
perencanaan,maupun pelaksanaan.

Apartment House (1902-1903); Paris; Auguste Perret

Menggunakan sistem beton bertulang, yang dapat dilihat pada facadenya.


Sistem beton exposed-nya diberikan ornamen-ornamen panel. Faade yang
menjorok kedalam dengan bukaan jendela yang lebar memperlihatkan pembagian
lantai yang indah pada bangunan tersebut. Peng-gunaan kaca (termasuk kaca hias)
memperindah tampilan bangunan pada lantai dasar. Di mana kantor Perret berada.

Abattoirs de La Mouche (1909); Lyons; Tony Garnier

Ruang utama (markethall) luas lebar tanpa tiang di tengah, dapat terbentuk
berkat sistem konstruksi dari rangka baja. Menggunakan atap kaca yang tegak lurus
memasukkan sinar dari samping dan atap metal datar sehingga konstruksi atap ini
membentuk undak-undakan. Bentuk atap ditunjukkan pada wajah depan dan
belakang, sehingga pandangan depan simetris juga undak-undakan ke arah kirikanan.

AEG High-Tension Plant (1909-1910), Berlin, Peter Bahrens

Menggunakan atap kaca diletakkan diantara dua atap parallel lainnya. Bangunan
bertingkat enam lantai terbagi menjadi dua, yang berupa sayap. Bangunan
melintang empat lantai, menerus melalui hall yang menghubungkan bagian
bangunan yang terpisah tersebut.

Fagus Shoe Last Factory (1910-1914), Alfeld/ Leine, Walter Gropius, Adolf
Meyer, Eduard Werner

Faade sebagai bagian yang mendominasi bangunan tersebut membedakan


dengan jelas dari lingkungannya. Rangka besi (ironframe) di-letakkan di antara
kolom dinding bata kuning mendukung penampilan kaca (glazing) dan lem-baranlembaran baja (metal heets) pada area din-ding. Emphatic, kesolidan pada sudut
diperlihat-kan pemecahannya, transparan penuh yang me-nyatukan ruang luar dan
dalam. Kesederha-naan dan penerapan bahan bangunan modern diutama-kan
dalam rancangannya.

Goldman & Salatsch Building (1909-1911), Wina, Adolf Loos

Menggunakan beton bertu-lang dengan din-ding bata. Lantai 1-4 diplester dengan
lapisan halus, ringan-stuc-co berwarna lantai dasar dan mezzanine dibungkus
dengan hijau Yunani ber-corak marmer, didasari de-ngan granit. Pilar-pilarnya
monolit dengan corak marmer, terbuat dari kayu dikelilingi oleh kaca yang sudah
berbentuk (formal glass cabinet) searah dengan sumbu utama.
Berkembangnya Fungsionalisme atau sering disebut pula Rasionalisme ke seluruh
dunia membuatnya disebut Langgam Internasional atau International Style, yang
sangat erat terkait dengan perkembangan arsitektur modern berikutnya.
The International Style
Ludwig Mies van der Rohe

German Pavilion at the International Exhibition in Barcelona (1929)

Semua dinding jendela dan pintu utuh dari atas sampai bawah membentuk
bidang-bidang vertikal. Atap datar dari beton bertulang berwarna kontras dengan
dinding dalam komposisi keseluruhan menjadi unsur horizontal, seolah melayang
ringan di atas dinding kaca dan marmer. Selain itu kolam di dalam dengan karakter
dan warna air, juga menjadi elemen bidang horizontal dalam komposisi ini. Dalam
rancangannya terlihat kederhanaan dan kemurnian dan kesatuan ru-ang luar-dalam,
komposisi blok, kotak dan kubus. Hubungan antara ruang dalam dan ruang luar,
salah satu ciri khas dari arsitektur Cubism, dikuatkan dengan pintu-jendela lebar,
luas dan trans-paran, bidang-bidang menerus dari luar (halaman) menyatu dengan
dinding ruang dalam.

Hans Scharoun

Villa Schminke in Lobau, Saxony (1933)

Bentuk dan orientasi bangunan diperoleh dari keadaan tapak dan lingkungannya.
Banyak ruangan terbuka yang memang dengan sengaja dibuat untuk memperoleh
sinar dan menyatukan ruang luar-dalam. Penggunaan material kaca dengan bukaan besar dan lebar, menggunakan kusen dan rangka alumunium banyak mendominasi bangunan ini. Sederhana namun ele-gan. Pada bagian taman terdapat kaca
dengan kemiringan tertentu, untuk men-dapatkan sinar bagi tanaman. Lingkaranlingkaran pada atap datar diwarnai de-ngan lampu-lampu yang memantulkan
sinarnya pada kolam taman di malam hari.
Alvar Aalto
Tuberculosis Sanatorium in Paimio (1928-1933)
Bangunan ini tercipta berdasarkan dua pertimbangan yang diambil Alvar Aalto,
yaitu: 1. adanya area yang ditujukan khusus untuk pekerja/personel dengan
lingkungan yang tenang, seperti : perawat/suster, dokter, administrasi, dan lainnya.
2. Pemecahan yang baik untuk akomodasi pasien: dengan ketinggian, pengakhiran
blok yang ramping dengan teras yang menjorok keluar. Ia meran-cang ruang-ruang
berdasarkan garis-garis linear yang berorientasi ke arah dimana dapat diperoleh
sinar matahari dan udara yang maksimal sehingga kelihatannya tidak beraturan.
Interiornya mencerminkan gambaran lamanya jam pasien yang terbaring di tempat
tidur. Plafondnya di warna berbeda, berkesan lebih dalam dan penataan lampunya
secara tidak langsung (indirect). Penerapan konsep modern berupa keseder-hanaan
tanpa elemen dekorasi, dimana yang mejdi elemen dekorasi itu sendiri ialah jendela
memanjang (ribbon window), lantai, balustrade dan atap datar, semua dindingnya
berwarna cerah.
Bangunan ini, dengan pembagian bangunan berdasarkan fungsi dan kegunaan yang
berbeda kedalam area yang berbeda pula menjadikannya sebagai contoh dalam
pem-buatan bangunan rumah sakit di seluruh dunia
Richard Neutra

Health House, Villa for Philip Lovell in Los Angeles (1927-1929)

Menampilkan penerapan stuktur baja yang ringan perpaduan dengan beton


bertulang sebagai dasar pembentuk dari bangunan ini. Dibangun di sisi gunung.
Jendela berkerangka baja dengan berbagai bentuk dan ukurannya, semuanya
menyatu dengan konstruksi dinding dan balustrade putih, horizontal berkesan
ringan melayang. Bentuk tiga dimensional dari lantai dan dinding menjorok ke luar
dari balkon, lantai atas dan atap datar semakin terlihat bila timbul warna gelap dan

terang oleh bayangan matahari. Merupakan penerapan dari konsep Cubism. Prinsip
kesederhanaan ungkapan dari fungsional dan purism terlihat pula pada ruang
dalamnya.
Frank Lloyd Wright

Falling Water, Villa for Edgar J. Kaufmann, Bear Run, Pennsylvania (19351939)

Interior Falling water house, karya Frank Lloyd Wright


Sebuah tower batu dengan perapian sebagai pusat dari bentuk yang
berdasarkan sumbu vertikal-horizontal sebagai elemen utama terlihat sebagai
sentral dari orientasi bangunan ini. Pewarnaan yang sederhana dan ringan pada
dinding beton teras dan beranda menggambarkan kejinakan hutan belantara. Selain
itu penggunaan batu alami menjadi bagian itu sendiri dari alam sekitarnya. Atapnya
adalah atap plat datar terbuat dari beton bertulang.
Penggunaan unsur garis, bidang-bidang menerus dari luar sampai dalam,
banyak jendela (tranparansi bangunan), menunjukkan masih dipengaruhi oleh aliran
Cubism namun dengan ciri dan style yang berbeda menurut Franl Llyod itu sendiri,
Penggunaan material bangunan yang bervariatif, simplicity, perpaduan dengan
alam, memberikan gaya arsitektur tersendiri bagi arsitek pada masa itu.
Rudolf M. Schindler

House for Victoria McAlmon in Los Angeles (1935)

Masih menonjolkan elemen-elemen garis dengan bukaan-bukaan yang


terbilang sedikit. Menggunakan beton bertulang sebagai bahan utama bangunan
ini. Seperti kumpulan segi empat yang dicoak/dilubangi yang memberi khas
tersendiri gaya Schindler.
Le Corbusier dan Pierre Jeanneret

Salvation Army Shelter in Paris (1929-1933)

Tubuh bangunan yang menunjukkan kesan individual stereometrik


ditempatkan sebelum bangunan utama yang panjang. Sebuah jembatan menuntun
dari pintu utama terbuka yang berbentuk kubus ke ruang resepsionis berbentuk
silinder. Disampingnya terdapat ruang duduk (lounge). Bangunan diperuntukkan
sebagai tempat asrama mahasiswa berkapasitas 900-1500 mahasiswa. Facadenya
berupa kaca-kaca dengan besar dan ukuran yang berbeda-beda. Sebuah sistem
ventilasi yang diterapkan masih kurang tepat. Pada musim panas, bangunan
tersebut terkena efek rumah kaca, menimbulkan panas, yang akibatnya
menimbulkan ketidaknyamanan bagi si pengguna.
Eugene Beaudoin dan Marcel Lods

Open- Air School in Surenes ( 1932-1935 )

Bangunan terbuat dari beton baja bertulang, sisi/ dindingnya terbuat dari
beton prefab sebagai elemen, dikembangkan dalam kolaborasi dengan Eugene
Freyssinet. Pavilion untuk mengajar dapat langsung diubah menjadi terbuka hanya
dengan membuka dinding kaca lipat. Kesan open space, ringan, dan fungsional
terlihat dengan jelas di sini.
hit counter

Written by Savitri
10 Juli 2009 at 18:44
Ditulis dalam arsitektur
Ditandai dengan Eropa

Arsitektur modern awal ( bag.3 )


tinggalkan komentar
III. ARSITEKTUR MODERN MULA
Fungsionalisme dan Purisme dalam Arsitektur Modern Mula
Dalam kurun waktu 1880-1890 terjadi semacam revolusi industri kedua dalam
bentuk rasionalisasi dan penggunaan mesin secara besar-besaran. Timbulnya
sistem fabrikasi dimana sebagian besar unsur bangunan di buat di pabrik,
penggunaan mesin-mesin, teknologi baja tuang dan sebagainya, memungkinkan
pembangunan hanya dalam waktu relatif singkat. Terjadinya spesialisasi dan

terpisahnya dua keahlian: arsitek dalam hal bentuk, ruang dan fungsi di satu pihak
dan keahlian konstruksi dan struktur dalam hal perhitungan dan pelaksanaan
bangunan di lain pihak.
Dalam masa modernisasi awal teori-teori keindahan khususnya dalam arsitektur
oleh Pugin, Ruskin, Moris, dan lain-lain berkembang secara lebih radikal menentang
Classicissm, sebaliknya menekankan pada fungsionalisme dan purisme atau
kemurnian.
Pertentanganpertentangan dalam dunia arsitektur tersebut dapat dikatakan
sebagai berikut :
1. arsitektur sebagai art vs arsitektur sebagai science
2. arsitektur sebagai form vs arsitektur sebagai space
3. arsitektur sebagai craft vs arsitektur sebagai assembly
4. arsitektur sebagai karya manual vs arsitektur sebagai karya machinal
Ciri Umum dari gaya arsitektur yang melanda dunia pada akhir abad XIX dan
awal abad XX ini adalah asimetris, kubis, atau semua sisi (depan samping dan
belakang) dalam komposisi dan kesatuan bentuk, elemen bangunan jendela,
dinding, atap, dan lain-lain menyatu dalam komposisi bangunan.
Selain itu hanya terdapat sedikit atau tanpa ornamen pada bangunan. Hal ini
memper-lihatkan dengan jelas sebagai perlawanan arah dari arsitektur klasik dan
juga sangat berbeda dengan Modern-Eklektik, di mana ornamen, elemen-elemen
bangunan (pondasi, kolom, atap, jendela, dinding, dan lain-lain) yang terlihat jelas
sebagai unsur tersendiri satu dengan lain lepas, tidak dalam kesatuan.
Pada masa ini muncul berbagai macam pergerakan yaitu antara lain: Art and
Craft, Art Nouveau, Ekspresionisme, Bauhaus, Amsterdam School, Rotterdam
School,dan yang lainnya..
Ciri dan Bentuk Bangunan Arsitektur Modern Awal

Post Savings Bank Office (1904-1906), Wina, Otto Wagner

Merupakan bangunan Free Renaissance (bebas dalam mengolah namun masih


terli-hat cirinya). Bagian-bagian sudah mulai menya-tu dalam komposisi,
misalnya antara dinding, pintu, dan jen-dela. Merupakan gedung pertama di
Wina yang menggunakan aluminium dan beton bertulang. Hall utama beratap
kaca dua lapis (yang atas sebagai atap berbentuk pelana dan di bawah-nya
berfungsi sebagai plafond melengkung pada bagian ping-girnya). Sistem atap ini
menggantung pada dinding-dinding yang mengelilingi hall tersebut.

La Majolikahaus (1898-1899), Wina, Otto Wagner

Majolikahaus, karya Otto Wagner


Bangunan bersejarah yang menandai mulainya Arsitektur Modern Rasionalis dan Art
Nouveau. Bagian depannya berupa bidang datar seperti dekor dengan deretan
mono-ton vertikal horizontal jendela dan pintu pada bagian bawah. Kesan simetris
diperkuat dengan adanya balkon di kanan-kiri. Adaptasi dan pemanfaatan hasil
industri ter-lihat pada penggunaan baja rangka atap, balustrade pada lantai 2 & 3
juga bergaya Art Nouveau. Penggunaan keramik sebagai pelapis dinding dengan
oranamen Art Nouveau, berupa penyerdehanaan bentuk floral. Berlatar belakang
kekuning-kuningan hiasan tersebut terlihat kontras dan mencolok.

Casa Batllo (1904-1906); Barcelona; Antonio Gaudi

Modernisasi Gothik terlihat pada menara-menara runcing. Tetapi, dalam langgam


Art Nouveau ini, di bagian depan bangunan dibuat penonjolan-penonjolan balkon
berbentuk plastis lengkung-lengkung seperti batu karang. Pintu-jendela kaca lantai
dasar, dua, dan tiga mirip seperti gua dan kolom-kolom berbentuk silindris seperti
batang pohon di hutan (ber-wujud suatu bentukan yang berkesan metaphoric).
Konsep bangun-annya berwarna-warni hingga seperti lukisan.

Casa Mila Apartment (1906-1910), Barcelona, Antonio Gaudi

Casa Mila, karya Antoni Gaudi


Bentuknya seperti lahar meleleh dan mem-berikan kesan seperti formasi tebing karang terkikis
oleh angin dan air. Art Nouveau diterapkan dalam balustrade, teralis, pintu, dan lainnya.
Merupakn bentuk kreasi yang sama sekali baru, dikatakan istimewa dan juga aneh. Bentuk teralis
besi, beton cetak berbentuk sangat plastis melengkung, silindris.

Sagrada Familia (1883-1926); Barcelona; Antonio Gaudi

Sebuah Gereja dengan Modernisasi Arsitektur Gothik dalam bentuk lebih rumit,
lebih besar dengan lebih 12 menara. Permukaan dinding tidak ada yang rata,
semuanya dihias dengan patung, relief, atau bentuk Art Nouveau lainnya. Art
Nouveau ala Gaudi, ornamen-ornamennya dibuat dengan di cor atau dicetak
dengan beton. Pengembangan bentuk klasik dalam konsep kejujuran,
kemurnian terlihat pada bangunan-bangunannya yang tidak diperhalus lebih
lanjut baik dinding dari bata, batu mau pun sistem beton exposed setelah
cetakannya dibuka.
Sistem konstruksi (kolom, lengkungan, bidang parabolic/hiperbolik, bentangan
lebar,dll) menuntu adanya ketepatan dan perhitungan teknik struktur yang
kompleks dan rumit, bagian dari teknologi modern.

Auditorium Building (1887-1890), Chicago, Louis Henry Sullivan

Gedung ini merupakan Landmark kota Chicago, menyatukan kegiatan komersial dan
kesenian dalam satu atap.
Memadukan konfigurasi persegi-empat (rectangular) segi empat yg banyak dipa-kai
pada masa itu, dengan pelengkung Ro-manesque dan Queen Anne, menara kecil
berpuncak runcing, atap Chateausqe dan dormers. Dinding luar dan lantai bawah
terlihat sebagai susunan batu berkesan ko-koh, dengan deretan jendela seperti

pada bangunan bergaya Renaissance. Pintu masuk menuju hall utama dan theatre
terdiri dari tiga pintu besar berpelengkung di atasnya. Diatasnya terdapat kolomkolom silindris bergaya Dorik dari lantai 2-5 menyangga pelengkung-pelengkung
Romanesque.

Hotel Tassel (1892-1893), Brussel, Victor Horta

Menyatunya elemen konstruksi dengan dekorasi terlihat pada tiang, balustrade


(terbuat dari tembaga). Ornamen dilukis pada dinding dengan corak Art Nouveau.
Atap di atas menggunakan kaca, dihias dengan warna kekuning-kuningan serasi
dengan warna sekitarnya. Perabot, interior rumah ini bentuk dan karakternya
menyatu seirama mengikuti bagian-bagian lainnya. Balok dan kusen pintu-jendela
semuanya bergaya Art Nouveau selaras menyatu dengan elemen-elemen
konstruksi.

Amsterdam Exchange (1896-1903), Belanda, Hendrik Petrus Berlage

Permukaan dindingnya rata tanpa penon-jolan elemen bangunan maupun hiasan.


Pada permukaan dinding rata tersebut terdapat lubang-lubang pintu, jendela,
ventilasi ter-susun dalam irama tidak monoton dan tidak simetris. Menara yg lebih
tinggi dari atap bangunan pada sudutnya, menjadikan pan-dangan depan dan
samping menjadi tidak simetris. Masuk utama melalui tiga buah pintu bagian
atasnya melengkung seperti pada bangunan Roma-nika.Di atas pintu masuk
terdapat deretan jendela kaca tersu-sun horizontal vertikal membentuk suatu
bidang bermotif kotak-kotak. Ruang utama-nya beratap setengah lingkaran
berkerangka baja beratap kaca. Di bagian dalam kons-truksi dinding sama dengan
di luar, yaitu menggunakan bata merah tidak diplester.
Konsep baru menandai modernisasi dalam arsitektur ditemui dalam sistem rangka
atap, kesederhanaan bentuk dan kreatifitasnya. Susunan kuda-kuda baja selain
berfungsi sebagai struk-tur, bagian-bagiannya termasuk kabel-kabel penahan gaya
tarik menjadi unsur dekoratif ruang yang selaras dengan bagian bangunan lainnya.
hit counter

Written by Savitri
10 Juli 2009 at 18:28
Ditulis dalam arsitektur
Ditandai dengan Eropa

Arsitektur modern ekletik & neo-klasik ( bag.2 )


with one comment
II. ARSITEKTUR MODERN EKLETIK DAN NEO-KLASIK
Arsitektur Eklektikisme abad XIX
Eklektik artinya memilih terbaik dari yang sudah ada sebelumnya. Arsitektur
Eklektisme adalah aliran memilih, memadukan unsur-unsur atau gaya ke dalam
bentuk tersendiri. Arsitek, pemilik bangunan atau keduanya bersama memilih
secara bebas, gaya-gaya atau bentuk-bentuk paling cocok dan pantas menurut
selera dan status sosio-ekonomi mereka.
Arsitektur modern perkembangnnya dimulai dengan Eklektisme, selain karena
kejenuhan pola klasik lama juga karena semakin banyak pilihan untuk digabungkan
atau diulang tetapi da-lam pola, konsep, bentuk baru. Pada abad XIX bentuk,
langgam, konstruksi dan bahan-bahan ba-ngunan dalam arsitektur semakin
berkembang bervariasi sehingga pilihan pun semakin banyak.
Dalam sejarah perkembangan arsitektur, istilah Eklektisme dipakai untuk menandai
ge-jala pemilihan atau pencampuran gaya-gaya pada abad XIX masa berakhirnya
Klasikisme, masa awal Modernisme dan bukan pencampuran mau pun
perkembangan pada masa sebelumnya.
Eklektisme menandai perkembangan arsitektur abad XIX, dengan ketidakpastian
lang-gam. Pencampuran bentuk menghasilkan langgam tersendiri, memperlihatkan
adanya pola pikir akademis, tetapi dalam bentuk yang masih konservatif. Fungsi
bangunan disesuaikan dengan tun-tutan kebutuhan yang lebih banyak
dibandingkan dengan masa sebelumnya, seperti misalnya balai kota; opera;
pavilliun; museum; dan lain-lainnya.
Arsitektur Eklektikisme pada awal abad XIX mengandung rasa sentimen dan
nostalgia pada keindahan langgam masa lampau. Mengulang keindahan unasurunsur kla-sik dan dipadukan atau diterapkan secara utuh. Pengulangan kembali
secara utuh kadang-kadang disebut Neo-Klasik.
Eklektikisme dan Neo-Klasikisme
Contoh-contoh Bangunan dan Ciri bangunan Eklektik:

British Museum London (1823-1846); Sir Robert Smirke

Pada bagian depan atau pinti masuk terdapat portico mendukung sebuah
pedimen bergaya Romawi dengan kolom-kolom ionic octastyle, menerus berderet
hingga sayap kanan dan kirinya.

Albert Memorial (1863-1872); London; Sir George Gilbert Scott

Patung duduk Pangeran Albert sebagai bagian utama monumen; diatas


sebuah ketinggian pedestal (landasan berbentuk segi empat terbuat dari granit dan
marmer, penuh dengan relief); berada dibawah sebuah ciborium (cungkup dengan
empat buah kolom bentuk Romawi).

House of Parliament (1795-1860);London; Sir Charles Barry

House of Parliament
Detail otentiknya memancarkan karakter kuno dari kebangkitan kembali
Gothic pada masa itu. Penampilannya dapat memberikan kesan formal meskipun
kompleks gedung ini tidak sepenuhnya simetris, dan adanya menara-menara
menjulang ke atas pada bagian dalam kompleks yang letaknya beraturan. Pada
bagian atas keempat sisi sebuah menara yang lainnya terdapat jam besar, diberi
nama Big Ben, menjadi pertanda kota London.

Roman Chatolic Cathedral British Museum London (1894-1903); J. F. Bentley

Memakai konsep arsitektur Byzantium, ditandai dengan sebuah menara


menjulang tinggi di bagian depan kiri dengan atap kubah. Tiga buah kubah berderet
dari depan ke belakang meng-atapi nave (ruang umat yang cukup luas). Sebuah
kubah agak kecil dan ramping, menutup sanctuary (bag.gereja dimana terdapat
altar). Dibelakangnya terdapat apse (ruang melengkung setengah-lingkaran di
belakang altar) untuk paduan suara.

Fitzwilliam Museum (1837-1847); Cambridge; George Basevi

Bercorak Korinthian, dengan kolom-kolom langsing berkepala penuh ukiran,


menyangga pedimen penuh ukiran pula, diadaptasikan dalam bentuk portico
raksasa jauh lebih besar dari aslinya. Pada ujung kiri-kanan terdapat penonjolan

dengan kolom-kolom pada sudutnya mem-bentuk pandangan depan simetris, dalam


hal ini ciri Barok lebih dominan.

S. Georges Hall (1840-1854);Liverpool; Harvey Lonsdale Elmes

Bangunan Neo-Klasik dengan interior ruang konser berbentuk elips, dikelilingi


oleh balkon disangga oleh deretan caryatid (kolom berbentuk patung manusia).
Aspek klasik dalam hal ini adalah Yunani, Romawi dengan sumbu melintang
membujur yang sangat kuat, sehingga membentuk bangunan simetris dan
membuatnya berkesan megah.

La Fontaine Saint Micahel Paris (1856-1860); Perancis; Gabriel Davioud

Monumen berbentuk air mancur, sebagai pengakhiran sebuah deretan


apartemen. Hasil kolaborasi arsitek dan pematung, mengambil bentuk pelengkung
dan tiang-tiang dari berbagai monumen di Itali. Patung dan hiasan lebih menonjol
dari unsur arsitektural lainnya. Bagian utama monumen berupa patung terletak di
bawah pelengkung, sebagai simbol kemenangan Santo Michael. Di atas terdapat
pedimen berbentuk kombinasi antara segi empat dan pelengkung-pelengkung.

Opera de Paris (1861-1874); Jean Louis Charles Garnier

Opera de Paris, karya Charles Garnier


Banyak dipengaruhi oleh prinsip Beaux-Arts, khususnya dalam pengambilan
unsure-unsur Renaisans dan Barok. Terlihat pada ornamen dan bentuk dekorasi
yang bermodel klasik Barok hampir memenuhi semua bagian bangunan; juga pada
denahnya yang simetris diperkuat oleh sumbu-sumbu apabila ditarik garis diantara
ruang-ruangnya.

Arc de Triomphe de LEtoile Paris (1806-1836); Jean Franqois Therese Chalgrin

Monumen yang pada dinding-dindingnya penuh dengan relief dan patung.


Pada keempat kakinya terdapat tangga untuk naik kelantai yang berada di atas

pelengkung, saat ini digunakan untuk museum. Menggambarkan kemenangan dan


kejadian penting dalam masa pemerintahan Napoleon.

Gereja Katolik Madelaine (1807-1842); Pierre Vignon

Merupakan contoh representatif dari arsitektur Eklektik. Mengambil gaya kuil


antik Romawi berciri Korinthian, octastyle, dan peripteral sebagaimana terlihat pada
kolom-kolom, kepala-tiang, dan pedimen penuh dengan hiasan dan patung.

Mausoleum untuk Queen Louise(1810);Schloss Charlottenburg; Karl Friedrich


Schinkel

Berlanggam arsitektur yang berbentuk kuil Yunani dari order Dorik, dalam hal
ini terdapat pedimen (konstruksi segi tiga disangga oleh kolom-kol0m) ganda yang
satu di atas lainnya.

Schausspielhaus (1819-1821); Berlin; Karl Friedrich Schinkel

Pengaruh aspek Yunani terlihat pada ketegasan bentuk geometrik, segitiga,


balok, segi-empat, dan pada denahnya. Portico atau bagian depan untuk pintu
masuk bercorak Yunani-Ionik hexastyle (berkolom 6). Identik dengan mauseloum
untuk Ratu Louise di atas pedimen dari portico terdapat sebuah lagi lebih besar,
elemen paling dominan dari bangunan. Entablature semacam kolom melintang
antara kolom dengan pedimen menerus sekeliling bagian atas dinding-dinding luar.
Unsur Renaisans terdapat pada bag. Bawah dari sayap kiri dan kanan pada
bangunan simetris ini, berupa konstruksi berkesan kokoh dengan garis-garis
horizontal dan deretan jendela yang monoton.

Jefferson Memorial (1934-1943); Amerika Serikat; John Russel Pope

Identik dengan Pantheon Roma dengan portico berkolom Dorik delapan buah
menyangga sebuah pedimen. Portico ini menempel pada sebuah rotunda (ruangan
berdenah lingkaran) dikelilingi oleh kolom Dorik. Ditengah rotunda terdapat patung
Thomas Jefferson menghadap ke Tidal Basin. Kemegahan memorial ini selain
dibentuk oleh arsitekturnya sendiri, lokasinya yang luas terbuka juga oleh
ketinggian letaknya dengan tangga selebar portico.

Written by Savitri
10 Juli 2009 at 18:18
Ditulis dalam arsitektur
Ditandai dengan Eropa

Sejarah perkembangan arsitektur ( bag.1 )


with 6 comments
PENDAHULUAN
I. Sejarah Perkembangan Arsitektur
Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan manusia, dan ia merupakan ungkapan
fisik dan peninggalan budaya dari suatu masyarakat dalam batasan tempat dan
waktu tertentu. Dari dahulu sampai sekarang bahkan yang akan datang, arsitektur
akan selalu berkembang dalam bentuk semakin kompleks, sejalan dengan
perkembangan peradaban dan budaya termasuk ilmu pengetahuan, teknologi dan
tuntutan kebutuhan manusia baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sejarah perkembangan arsitektur mencakup dimensi ruang dan waktu yang sukar
ditentukan batasnya. Dan untuk mempermudah di dalam mempelajarinya, suatu
karya arsitektur dibedakan menurut ciri-ciri bentuk dan karakter arsitektural dalam
kurun waktu tertentu. Pengelompokan-pengelompokan perkembangan arsitektur
antara lain adalah: primitif, tradisional, klasik barat, dan modern.
Kebudayaan sangat mempengaruhi perkembangan arsitektur, mencakup interaksi
antar kebudayaan manusia dengan alam, dalam hal ini termasuk iklim, topografi,
dan faktor lingkungan lainnya. Oleh karena itu dalam mempelajarinya, dibagi ke
dalam periode, tempat, siapa, atau masyarakat mana yang membangun.
Arsitektur Modern sendiri merupakan perkembangan dari klasik Barat, berubah
secara revolusioner sejalan dengan revolusi industri mulai awal abad XIX dengan
terjadinya perubahan besar-besaran dalam pola hidup dan pola pikir. Dan
perkembangannya itu sendiri tidak lepas dari pengaruh atau perubahan-perubahan
yang terjadi sejalan dengan perkembangan budaya berbagai bangsa. Oleh karena
itu semakin sulit menentukan batas-batas sosial-budaya, ruang atau tempat dan
waktu.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pembahasan mengenai sejarah perkembangan
arsitektur di sini membatasinya dalam lingkup budaya, termasuk pola hidup, pola
pikr masyarakat pada periode tertentu. Uraian dimulai dari awal perubahan besar
masyarakat dari tradisional, pertanian, klasik konservatif dalam kehidupan modern
industrial.
Arsitektur Modern Barat
Disebut Modern-Barat karena pola pikir dan hidup lahir, tumbuh, dan berkembang di
mulai dari Barat atau Eropa sejak abad XVI. Kehidupan pertanian klasik, tradisonal
dengan proses langsung dan sederhana mulai ditinggalkan dengan ditemukannya
alat-alat produksi, perhubungan dan komunikasi yang lebih maju.

Sejak jaman Renaissance, perkembangan arsitektur modern sudah dimasukkan


dalam jaman modern. Masa ini di mulai dengan konsep-konsep baru dari Italia sejak
abad XV disebut modern ditandai dengan adanya percampuran antara Gothik dan
Renaissance melanda Eropa hingga masa Neo-Klasik, dinamakan Post Renaissance
abad XVIII.
Pada abad XIX, meskipun unsur dan bentuk klasik masih mendominasi banyak
bangunan, konsep dasarnya sudah tidak diterapkan lagi. Masa berakhirnya
arsitektur klasik terjadi sejak revolusi industri di Inggris, sehingga menimbulkan
revolusi sosial-ekonomi, tidak hanya melanda Eropa tetapi seluruh dunia.
Dalam arsitektur, perubahan mendasar terjadi antara lain dalam ornamen atau
hiasan ditempatkan dalam perspektif lebih bebas dibandingkan dengan struktur dan
ruang. Hiasan-hiasan untuk keindahan dalam arsitektur klasik masih tetap menjadi
aspek penting dalam masa akhir arsitektur klasik ini, akan tetapi pencampuran
berbagai gaya, konsep dan hiasan terlihat sangat menonjol.
Akhir arsitektur klasik disusul dengan timbulnya gaya Eklektikisme, yang
berarti mengambil unsur-unsur terbaik, digabung, dan disusun ke dalam satu
bentuk tersendiri. Setelah masa itu, dunia arsitektur berkembang lebih cepat
dimulai dari modernisme awal, fungsionalisme, internasionalisme, kubisme hingga
post-modern.
RENTANG MASA PERKEMBANGAN ARSITEKTUR BARAT

Menelusuri sejarah Masjid yang berada di jantung kota Banda Aceh ini, Laksana melihat
perjalanan bumi Serambi Mekah. Mulai masa kesultanan, Penjajahan Belanda dan masa bersama
Indonesia lengkap dengan pemberontakannya. Mulai DOM, Tsunami, Dan Perjanjian Damai.
Rumah
Allah
ini
menyaksikan
semuanya.
Masjid Raya Baiturrahman adalah merupakan simbol Aceh. Masjid ini menjadi saksi bisu
keganasan badai Tsunami, 26 Desember 2004, yang menewaskan ratusan ribu warga Aceh.
Kalau Anda ke Banda Aceh, pasti akan menyaksikan kemegahan Masjid Raya Baiturrahman.
Sebab, di samping arsitekturnya yang indah, juga letaknya persis di jantung kota. Karena itu,
terasa belum lengkap jika berkunjung ke kota paling ujung Pulau Sumatra ini bila belum
menyaksikan keindahan masjid yang merupakan termasuk salah satu masjid terindah di Asia
Tenggara.

Sebagai masjid kebanggaan rakyat Aceh sejak dahulu sampai sekarang, Masjid Raya
Baiturrahman menyimpan sejarah yang sangat panjang dan menarik. Masjid ini dahulunya
merupakan masjid Kesultanan Aceh. Ada yang menyebutkan nama Masjid Raya Baiturrahman
ini berasal dari nama masjid raya yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada 1612 M.
Riwayat lain menyebutkan bahwa masjid ini sudah dibangun jauh sebelumnya. Sultan Iskandar
Muda hanya melakukan perbaikan.

Model Terbaik
Secara umum, arsitektur Masjid Raya Baiturrahman bercorak eklektik, yaitu suatu rancangan
yang dihasilkan dari gabungan berbagai unsur dan model terbaik dari berbagai negeri sehingga
bangunan masjid menjadi begitu megah dan indah. Untuk menambah kemegahan dan keindahan,
masjid ini diposisikan di tengah lapangan yang luas dan terbuka sehingga semua bagian masjid
bisa terlihat dengan jelas dari kejauhan.

Bagian pertama masjid adalah gerbang yang posisinya menempel dengan unit utama. Setelah
gerbang, terdapat serambi yang berbentuk persegi panjang. Bagian depan, kiri, dan kanan
serambi dikelilingi oleh tangga yang membentuk huruf U. Pada ujung tangga depan, terdapat tiga
bukaan (jendela tanpa pintu) yang dibentuk oleh empat tiang langsing silindris model arsitektur
Moorish yang banyak terdapat di masjid-masjid Afrika Utara dan Spanyol. Dan, antara tiang satu
dengan lainnya dihubungkan dengan pintu gerbang patah model Persia. Karena ada empat tiang,
itu berarti terdapat tiga pintu gerbang. Pada bagian atas dan sisi pintu gerbang, terdapat hiasan
relief lengkung-legkung, seperti corak Arabesk (motif daun, cabang, dan pohon). Di atas ketiga
pintu gerbang ini, terdapat semacam tympanum yang berbentuk jenjang seperti penampang
sebuah tangga. Corak ini merupakan model khas rumah klasik Belanda.
Pada setiap jenjang, dihias dengan miniatur sebuah gardu atau cungkup yang dihiasi kubah
bawang pada bagian puncaknya. Corak ini menunjukkan adanya pengaruh India. Jadi, dari
bagian luar saja, sudah begitu jelas nuansa ekletik bangunan masjid ini. Sisi kiri dan kanan
serambi mempunyai dua tiang yang dihubungkan oleh sebuah pintu gerang, dekorasinya sama
dengan serambi bagian depan.
Setelah melewati serambi, kemudian masuk ke ruang utama masjid yang digunakan untuk shalat.
Namun, sebelum masuk ke ruang utama ini, terdapat lagi gerbang dan tiang yang sama dengan
bagian depan. Gerbang tersebut tanpa pintu, seperti kebanyakan masjid kuno di India.
Bagian tengah ruang shalat berbentuk bujur sangkar yang diatapi oleh kubah utama yang indah
dan megah bercorak bawang. Pucuknya dihiasi cunduk, seperti masjid-masjid kuno di India.
Penyangga kubah berdenah segi delapan. Pada masing-masing sisinya, terdapat sepasang jendela
yang dipergunakan sebagai sirkulasi udara.
Pada bagian bawah, terdapat tritisan berdenah segi delapan. Pada bagian kiri dan kanan ruang
shalat utama ini, terdapat unit sayap kembar sehingga bangunan ini menjadi simetris. Atap
masjid berbentuk limasan berlapis dua. Pada jendela yang terdapat di masjid ini, tampak sekali
pengaruh Moorish, terutama dari hiasan yang bercorak intricate.
Tak hanya itu, keberadaan kolam air yang berada di depan masjid makin menambah indah
Masjid Baiturrahman. Sebab, posisinya yang berada di tengah-tengah jalan antara kiri dan kanan

dengan luas sekitar lima hingga tujuh meter tersebut turut menambah keindahan dan kemegahan
masjid warga Banda Aceh.

Mengikuti Sejarah Aceh


Panas terik kota Banda Aceh serasa langsung enyah begitu kaki menginjak halaman masjid
Baiturrahman. Udara dalam masjid berkubah lima ini sejuk. Lima pintu dan jendela yang lebar,
kubah tinggi serta ruang dalam masjid yang luas membuat udara bergerak bebas. Januari lalu,
rumah ibadah ini baru saja tuntas berbenah dari kerusakan akibat tsunami. Sisa-sisa bencana itu
tak terlihat lagi. Tapi sejarah mencatat, sekali lagi Baiturrahman melewati satu babak sejarah
masyarakat Aceh. Masjid ini merupakan simbol Aceh. Perjalanan masjid ini juga merekam
sejarah Aceh. Karena itu tak lengkap rasanya bila berkunjung ke Aceh, tanpa menengok masjid
berkubah lima ini dan sedikit mengenal sejarahnya.
Masjid ini sudah berada di tengah kota Banda Aceh sejak zaman kesultanan. Ada dua versi
hikayat pendiriannya. Ada yang menyebut Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah membangun
masjid ini pada abad ke 13. Namun versi lain menyatakan Baiturahman didirikan pada abad 17,
pada masa kejayaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Tak ada yang bisa memastikan mana
yang benar. Tapi nama Baiturahman, menurut catatan sejarah, diberikan oleh Sultan Iskandar
Muda. Pada masa itu masjid ini menjadi salah satu pusat pengembangan ajaran Islam wilayah
kerajaan Aceh. Perubahan fisik Masjid mengikuti Sejarah Bumi Serambi Mekah. Bangunan
sekarang bukan lagi bangunan zaman Kesultanan.

Di samping sebagai tempat ibadah; pada masa penjajahan, Masjid Raya Baiturrahman berfungsi
sebagai markas pertahanan terhadap serangan kompeni. Fungsi tersebut mulai terasa semasa
pemerintahan Sultan Alaidin Mahmud Syah (1870-1874). Di masjid ini, sering pula diadakan
musyawarah besar untuk membicarakan strategi penyerangan dan kemungkinan serangan tentara
Belanda terhadap Kesultanan Aceh.

Saat Pemerintah Hindia Belanda menancapkan


kekuasaannya di bumi Aceh pada 1873, Kesultanan Aceh di bawah kepemimpinan Sultan
Alaidin Mahmud Syah menolak mentah-mentah kedaulatan pemerintahan penjajah tersebut.
Penolakan ini membuat pihak Belanda merasa tersinggung dan murka. Buntutnya, Pemerintah
Hindia Belanda memaklumatkan perang terhadap Kesultanan Aceh. Karena posisinya yang
sangat penting dan strategis, tidak pelak Masjid Raya Baiturrahman menjadi ajang perebutan.
Tercatat dalam sejarah, dua kali masjid kebanggaan kaum Muslim di Tanah Rencong ini dibakar
Belanda.
Pertama, pada 10 April 1873, ketika pasukan Belanda melakukan serangan besar-besaran sebagai
upaya balas dendam atas kekalahan mereka. Dalam serangan besar itu, Masjid Raya
Baiturrahman tidak saja berhasil direbut, bahkan kemudian dibakar sebagian. Dan pada saat itu
terjadi pertempuran besar antara tentara Aceh dengan tentara Belanda. Terjadi tembak
menembak. Sehingga demikian gugurlah perwira tinggi Belanda bernama Kohler Pertempuran
di masjid ini dikenang lewat pembangunan prasasti Kohler pada halaman masjid. Letak prasasti
di bawah pohon Geuleumpang, yang tumbuh di dekat salah satu gerbang masjid.
Kedua, pada 6 Januari 1874. Meskipun masjid ini dipertahankan mati-matian oleh seluruh rakyat
Aceh, karena keterbatasan dan kesederhanaan persenjataan, akhirnya rakyat Aceh harus
merelakan masjidnya jatuh ke tangan musuh. Tidak hanya direbut, kali ini pihak penjajah
membakar habis bangunan Masjid Raya Baiturrahman. Saat bersamaan, Belanda juga
mengumumkan bahwa Kesultanan Aceh sudah berhasil ditaklukkan dan berada di bawah
kekuasaan Hindia Belanda.

Dirancang Arsitek Belanda

Namun, untuk mengambil hati rakyat Aceh, Pemerintah Hindia Belanda berjanji akan
membangun kembali masjid yang telah hancur itu. Peletakan batu pertama pembangunan
kembali masjid dilakukan tahun 1879 oleh Tengku Malikul Adil, disaksikan oleh Gubernur
Militer Hindia Belanda di Aceh saat itu, G. J. van der Heijden. Pembangunan mesjid ini
dirancang arsitek Belanda keturunan Italia, De Brun. Bahan bangunan masjid sebagian
didatangkan dari Penang Malaysia, batu marmer dari Negeri Belanda, batu pualam untuk
tangga dan lantai dari Cina, besi untuk jendela dari Belgia, kayu dari Birma.

Pembangunan kembali masjid dengan satu kubah, selesai dua tahun kemudian. Pada masa
residen Y. Jongejans berkuasa di Aceh masjid ini kembali diperluas. Kemudian setelah itu,
masyarakat Aceh semakin besar, untuk mengupahi dan meredakan kemarahan rakyat Aceh maka
masjid diperluas lagi kiri kanannya pada tiga tahun kemudian. Ditambahlah dua kubah lagi di
atasnya sehingga menjadi tiga kubah. Belanda kemudian meninggalkan Aceh. Bumi Nanggroe
beralih pada Indonesia.
Pada 1957, Setelah Indonesia merdeka, masjid ini kembali berubah. Dua kubah baru dibuat di
bagian belakang. Dibangun pula dua menara dengan jumlah tiang mencapai 280 buah. Karena
perluasan ini, sejumlah toko di pasar Aceh yang berada di sekeliling mesjid tergusur. Pada kurun
1992-1995, masjid kembali dipugar dan diperluas hingga memiliki tujuh buah kubah dan lima

menara. Setelah dipugar, masjid itu mampu menampung 10.000 hingga 13.000 jemaah. Halaman
masjid juga diperluas hingga menjadi 3,3 hektar.

Saksi Bisu Kedahsyatan Tsunami


Masjid Raya Baiturrahman seakan menjadi saksi bisu peristiwa kelam yang telah
meluluhlantakkan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) beserta seluruh isinya
pada 26 Desember 2004. Masjid yang terletak di tengah Kota Banda Aceh ini merupakan satu
bukti kebesaran Tuhan yang tetap kokoh dan berdiri tegak kendati gempa dan gelombang
tsunami berkekuatan 9,0 skala richter melanda.
Walau akibat gempa itu meninggalkan beberapa keretakan di dinding masjid, hal itu tidak
mengurangi keindahan dan keunikan masjid kebanggan warga Aceh ini. Bahkan, ketika
Republika mengunjungi masjid ini setahun pascatsunami, sisa-sisa keretakan masih ada. Namun,
hal itu dijadikan warga sebagai bentuk peringatan agar senantiasa mengingat kebesaran Tuhan.
Sulaiman, salah seorang jamaah masjid tersebut, mengatakan, saat tsunami terjadi, Masjid Raya
Baiturrahman menjadi tempat menyelamatkan diri bagi warga yang berlindung di rumah Allah
tersebut. Meski gelombang tsunami yang terjadi saat itu tingginya mencapai puluhan meter,
airnya hanya masuk ke halaman masjid sebatas pinggang dan tidak sampai masuk ke dalam
bangunan masjid.

Namun, tidak demikian dengan bangunan gedung dan rumah toko (ruko) di sekitar lingkungan
masjid. Seluruh bangunan yang ada di kiri dan kanan masjid tenggelam, kecuali yang
ketinggiannya di atas 20 meter, dan semuanya rusak. ''Utuhnya masjid ini seharusnya menambah
keyakinan bagi umat manusia, khususnya umat Islam untuk mempertebal keimanannya, karena
kuasa-Nya sudah ditunjukkan dengan menjaga tempat ibadah bagi pengikut Nabi Muhammad
tersebut,'' tutur Sulaiman.
Usai tsunami yang melanda wilayah Aceh ini, Masjid Raya Baiturrahman kembali direnovasi
karena mengalami kerusakan walaupun tidak terlalu parah. Renovasi tersebut dilakukan pada
tahun 2005. Semua itu menghabiskan dana Rp. 20 milyar. Pada 15 Januari 2007 proses perbaikan
dinyatakan resmi selesai. Kini masjid Baiturahman seolah habis bersolek, tampil cantik
menawan.

PW Sindrome,-

Dibalik Cerita Masjid Baiturrahman, Saksi Sejarah Aceh


Agustus 3, 2009 oleh MoeL

Mesjid Baiturrahman telah menjadi simbol Aceh.


Menelusuri sejarah Mesjid yang berada di jantung kota Banda Aceh ini, ibarat melihat perjalanan
bumi Serambi Mekah. dimulai dari masa kesultanan, penjajahan Belanda dan masa bersama
Indonesia lengkap dengan pemberontakannya. Mulai Daerah Operasi Militer, perjanjian damai
hingga bencana tsunami. Rumah ibadah ini menyaksikan semuanya
Sejarah mencatat, Baiturrahman kembali melewati satu babak dalam sejarah masyarakat Aceh.
Mesjid ini merupakan simbol Aceh. Perjalanan Mesjid ini juga merekam sejarah Aceh. Karena
itu tak lengkap rasanya bila berkunjung ke Aceh, tanpa menengok Mesjid berkubah lima ini dan
sedikit mengenal sejarahnya.
Mesjid ini sudah berada di tengah kota Banda Aceh sejak zaman kesultanan. Ada dua versi
hikayat pendiriannya. Ada yang menyebut Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah membangun
Mesjid ini pada abad ke 13. Dalam versi lain menyatakan Baiturahman didirikan pada abad 17,
pada masa kejayaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Tak ada yang bisa memastikan mana
yang benar. Nama Baiturahman, menurut catatan sejarah, diberikan oleh Sultan Iskandar Muda.
Pada masa itu Mesjid ini menjadi salah satu pusat pengembangan ajaran Islam wilayah kerajaan
Aceh. Perubahan fisik mesjid mengikuti alur sejarah bumi Serambi Mekah. Bangunan yang
kelihatan sekarang bukanlah lagi bangunan semasa zaman kesultanan. Pada masa kesultanan,
gaya arsitektur Baiturahman mirip Mesjid-Mesjid tua di Pulau Jawa. Bangunan kayu dengan atap
segi empat dan bertingkat yang memiliki 1 kubah. Pada 1873, mesjid ini dibakar oleh Belanda
dikarenakan mesjid dijadikan pusat kekuatan tentara Aceh melawan Belanda. Dan pada tahun itu
pula terjadi pertempuran besar antara rakyat Aceh dengan tentara Belanda. Tembak menembak
yang membuat gugurnya salah seorang perwira tinggi Belanda bernama Kohler. Pertempuran di
Mesjid ini dikenang lewat pembangunan prasasti Kohler pada halaman Mesjid. Letak prasasti di
bawah pohon Geulempang, yang tumbuh di dekat salah satu gerbang Mesjid.

Peletakan batu pertama pembangunan kembali Mesjid dilakukan tahun 1879 oleh Tengku
Malikul Adil, disaksikan oleh Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh saat itu, G. J. van der
Heijden. Pembangunan mesjid ini dirancang arsitek Belanda keturunan Italia, De Brun. Bahan
bangunan Mesjid sebagian didatangkan dari Penang Malaysia, batu marmer dari Negeri
Belanda, batu pualam untuk tangga dan lantai dari Cina, besi untuk jendela dari Belgia, kayu dari
Birma dan tiang-tiang mesjid dari Surabaya. Pembangunan kembali Mesjid dengan satu kubah,
selesai dua tahun kemudian. Pada masa residen Y. Jongejans berkuasa di Aceh Mesjid ini
kembali diperluas. Kemudian setelah itu, masyarakat Aceh semakin besar, untuk mengupahi dan
meredakan kemarahan rakyat Aceh maka Mesjid diperluas lagi kiri kanannya pada tiga tahun
kemudian. Ditambahlah dua kubah lagi di atasnya sehingga menjadi tiga kubah. Belanda
kemudian meninggalkan Aceh. Bumi Nangroe beralih pada Indonesia.
Pada 1957, masa pemerintahan presiden Soekarno, Mesjid ini kembali berubah. Dua kubah baru
dibuat di bagian belakang. Dibangun pula dua menara dengan jumlah tiang mencapai 280 buah.
Karena perluasan ini, sejumlah toko di pasar Aceh yang berada di sekeliling mesjid tergusur.
Peletakan batu pertama dilakukan oleh menteri agama Republik Indonesia pada masa itu KH
Ilyas, kemudian dibangun kira-kira empat tahun. Bangunan berikutnya itu sudah sampai pada
menara yang berikut ini. Renovasi Mesjid yang dilakukan pemerintah Soekarno terjadi pada
masa gerakan Darul Islam pimpinan Daud Beureueh. Sehingga banyak kalangan yang
mengaitkan pembangunan itu sebagai usaha pemerintah meredam pemberontakan itu. Lima
kubah juga dianggap mewakili Pancasila yang digagas Soekarno. Pada kurun 1992-1995, Mesjid
kembali dipugar dan diperluas hingga memiliki tujuh buah kubah dan lima menara. Setelah
dipugar, Mesjid itu mampu menampung 10.000 hingga 13.000 jemaah. Halaman Mesjid juga
diperluas hingga menjadi 3,3 hektar.
Semua pemugaran ini dilakukan dengan mempertahankan arsitektur dan bentuk ornamen lama
pada masa Belanda. Salah satu tiang peninggalan Belanda, ketika Mesjid masih berkubah satu,
masih dipertahankan. Arsitektur Mesjid ini bercorak eklektik, yaitu gabungan berbagai unsur dan
model terbaik dari berbagai negeri.Ini misalnya tampak pada tiga pintu bukaan serta jendela yang
bisa berfungsi sebagai pintu masuk. Jendela ini dibentuk oleh empat tiang langsing silindris
model arsitektur Moorish, yang banyak terdapat di Mesjid-Mesjid Afrika Utara dan Spanyol.
Sementara bagian tengah ruang shalat berbentuk bujur sangkar, diatapi kubah utama yang
bercorak bawang. Pucuknya dihiasi kubah, mirip Mesjid-Mesjid kuno di India. Pada jendela
yang sekaligus menjadi pintu terdapat ukiran yang tampak kokoh dan indah. Untuk menambah
kemegahan dan keindahan, Mesjid ini ditempatkan di tengah lapangan terbuka, sehingga semua
bagian Mesjid jelas terlihat juga dari kejauhan.
Mesjid Baiturrahman menjadi saksi darurat militer di Aceh, ketika muncul Gerakan Aceh
Merdeka. Baiturrahman ini menjadi tempat memanjatkan doa dan harapan rakyat Aceh atas
tanggungan beban konflik yang dideritanya. Baiturrahman ini juga menjadi sarana singgah
pejabat pusat mengunjugi Aceh yang ketika itu tak aman. Baiturrahman yang konon merupakan

salah satu Mesjid terindah Asia Tenggara ini juga menjadi saksi bisu bencana tsunami. Bencana
memilukan itu juga merusak sejumlah bagian Mesjid. Rakyat menyelamatkan diri kedalam
mesjid
sembari
meneriakkan
Asma
Allah.
Pada halaman Mesjid inilah berdirinya posko bencana pertama pasca tsunami Desember 2004
tersebut. Mesjid ini tangguh bertahan dari gempa dan terjangan air laut yang naik ke daratan.
Hanya sedikit bangunan yang retak akibat gempa.
Pasca tsunami perdamaian datang. Mesjid ini kembali menjadi bagian sejarah itu. Di Mesjid
inilah warga menggelar doa khusus ketika delegasi Indonesia bertemu dengan wakil Gerakan
Aceh Merdeka di Helsinki, Finlandia. Mesjid Baiturrahman menyaksikan perubahan Aceh pasca
tsunami dan perjanjian damai. Ketika syariah Islam berlaku di Serambi Mekah, kawasan Mesjid
Baiturahman dinyatakan sebagai area terbatas. Hanya pengunjung yang menutup aurat sesuai
hukum syariah boleh masuk halaman Mesjid.

Panduan Singkat Liburan di Berlin


Rabu, 23 Februari 2011 08:45 WIB

traveldk.com
DALAM 100 tahun terakhir, Berlin yang menjabat sebagai ibukota Jerman, telah melakukan
revolusi. Museum, galeri eklektik, opera besar, kafe, restoran dan klub malam semuanya muncul
di sini. Ini tentu menghadirkan pesona tersendiri buat Berlin dan berikut panduan singkat yang
bisa Anda lakukan bila berkesempatan mengunjunginya.
Tempat menarik
Museum Pergamon adalah tempat yang pas untuk melihat perpaduan Yunani klasik, Babilonia,
Romawi, serta seni dan arsitektur Islam dan Timur Tengah. Sorot utama di museum ini adalah

Altar Pergamon. Museum ini buka setiap hari Jumat-Rabu pukul 10.00-18.00 waktru setempat,
sedangkan Kamis pukul 10.00-22.00 waktu setempat. Biaya masuknya 10 pounds (sekitar Rp143
ribu).
Untuk menikmati pemandangan kota yang indah, Anda bisa naik lift ke dek pengamatan
Panoramapunkt (panoramapunkt.de). Dari sini sangat mudah untuk melihat jika Potsdamer Platz
dibagi menjadi tiga yaitu Daimler City, Sony Centre, dan Beisheim centre. Panoramapunkt buka
mulai pukul 10.00-20.00 waktu setempat dengan biaya masuk 4 pounds (sekitar Rp57 ribu).
Bila ingin mengeksplorasi sejarah Yahudi di Jerman, Anda bisa mengunjungi Museum Judisches
(jmberlin.de) yang berada di Lindenstrasse 9-14. Di museum ini Anda bisa mempelajari tentang
kontribusi budaya Yahudi, tokoh-tokoh terkemukanya, dan Holocaust. Museum Judisches buka
mulai pukul 10.00-22.00 waktu setempat pada hari Senin sedangkan Selasa-Minggu buka pukul
10.00-20.00 waktu setempat. Tiket masuk yang dikenakan 4 pounds (sekitar Rp57 ribu).
Jika Anda mencari paket tur yang berhubungan dengan gaya hidup atau kuliner, Berlinagenten
(berlinagenten.com) menyediakan semua itu. Selama tur Anda akan diantar ke berbagai butik,
bar dan restoran, bahkan rumah-rumah pribadi. Biaya tur per orang mulai dari 148 pounds
(sekitar Rp2,12 juta).
Bagian tembok Berlin yang masih bertahan dijadikan sebagai simbol kebebasan atas penindasan.
Salah satu bagian terbaiknya adalah East Side Gallery yang berubah menjadi sebuah galeri
terbuka pada 1990. Untuk panduan melihat tembok Berlin, Anda bisa mengunjungi situs
mauerguide.de. Biaya turnya 8 pounds (sekitar Rp114 ribu) per hari.

Byzantium Arsitektur

Sudah menjadi mimpi para arsitek dan calon arsitek di dunia ini untuk mengunjungi kota
Istanbul. Di kota ini mereka bisa belajar bagaimana menyatukan berbagai gaya arsitektur dari era
yang berbeda menjadi suatu kesatuan yang unik dan bisa saling berdampingan. Arsitektur jaman
Byzantine, jaman Ottoman Empire, ataupun arsitektur eklektik Islam bisa berdampingan dengan
gaya Art Noveau maupun yang modern.
Dari jaman Byzantine:

Kota Istanbul dibangun di jaman kerajaan Romawi dan selama 1123 tahun berfungsi sebagai
kota dibawah pengaruh agama Kristen. Bangunan-bangunan terkenal yang mewakili era ini yang
sempat saya kunjungi adalah:
1. Aya Sofia (Haghia Sofia): mungkin merupakan monumen paling terkenal di Istanbul,
dibangun pada tahun 537. Kubahnya berdiameter lebih dari 30 meter. Berfungsi sebagai gereja
sampai ditaklukannya Konstantinopel (nama Istanbul sebelumnya) oleh Sultan Mehmet pada
tahun 1453 dan menjadikannya sebagai mesjid. Pada tahun 1934, Ataturk menjadikan bangunan
ini sebagai museum.
2. Basilica Cistern (The Sunken Cistern): Bangunan ini dulunya digunakan untuk penyimpanan
air dari Kerajaan Byzantine dan sekitarnya, bisa menampung sekirar 80.000 meter kubik air. Ada
336 kolom dalam bangunan ini. Baru pertama kali ini saya masuk bangunan seperti ini.
3. Hippodrome dan Egyptian Obelisk.

Anda mungkin juga menyukai