LBM 1 WHB (Respirasi2)
LBM 1 WHB (Respirasi2)
Disusun Oleh :
Ade Satria Apriadi (1110313094)
Fauzul Nurul Azmi (1110313073)
Akbar (1110311032)
Melly Anggriani Lubis (1110311016)
Aiwi Japanesa (1110312108)
Hanifah Arani (1110312080)
Benitiya (1110312070)
Septriana Putri (1110313006)
Riri Agsari (1110313057)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2013
MODUL 1
INFLAMASI SISTEM PERNAFASAN ATAS
Skenario 1: Pak Bono Nyeri Menelan
Pak Bono,35 tahun datang ke dokter keluarga dengan keluhan nyeri menelan sejak satu minggu
yang lalu.Selain itu Pak Bono juga mengalami batuk-batuk berdahak dan diikuti oleh suara
serak.Sebenarnya Pak Bono sudah mengeluh adanya pilek yang tidak sembuh dan adanya lendir yang
terasa mengalir dari hidung ke tenggorok sejak 3 bulan yang lalu.Hidung sebelah kanan juga terasa
tersumbat sejak 3 bulan yang lalu yang makin lama makin tersumbat.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak sekret mukopurulen dan massa berwarna putih
mengkilat bertangkai pada sepertiga posterior kavum nasi kanan yang tidak memenuhi kavum
nasi.Kavum nasi kiri sempit dan tampak sekret mukopurulen di meatus medius.Septum nasi tampak
deviasi ke kanan yang kontak dengan konka media.Pada dinding posterior Faring terdapat Post Nasal
Drip.Pada pemeriksaan orofaring ditemukan tonsil membesar ukuran T3-T2,hiperemis,kripti melebar dan
terdapat detritus.Dinding posterior faring hiperemis dengan permukaan granuler.Dokter keluarga memberi
terapi dengan antibiotika,dekongesta,mukolitik dan analgetik dan menganjurkan pasien untuk kontrol
setelah obat habis.Dokter menerangkan juga apabila tidak ada perbaikan maka pasien akan dirujuk ke
rumah sakit untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnta
Bagaimana saudara menerangkan apa yang dialami Pak Bono?
I.TERMINOLOGI
1.Nyeri Menelan : Nyeri di tenggorok saat menelan (Odinofagia).
2.Pilek : Inflamasi di rongga hidung yang ditandai dengan hidung berair/tersumbat.
3.Rinoskopi Anterior : Suatu teknik pemeriksaan pada hidung bagian depan dengan menggunakan
spekulum/endoskop.
4.Sekret Mukopurulen :Sekret yang mengandung mukus dan purulen(nanah),kental dan berwarna
kehijauan.
5.Cavum Nasi : Rongga hidung.dibatasi bagian kiri dan kanan oleh Septum Nasi.
6.Post Nasal Drip : Drainase sekresi lendir hidung,dari hidung ke nasofaring,Spontan.
7.Detritus : Merupakan kumpulan leukosit,bakteri yang mati dan epitel yang terkelupas.
antibiotik + simptomatik
8.Apa indikasi untuk dirujuk dan bagaimana tatalaksana selanjutnya serta pemeriksaan
penunjang?
Polip tidak hilang & masif,tonsilitis yang menyumbat total,keluhan tidak membaik Indikasi Rujuk.
Tatalaksana Lanjut :
- Bedah
Pemeriksaan :
- CT-Scan
-Rontgen ( Waters Position & Lateral )
- Kultur bakteri
- Anak-anak Uji mengedan dan Uji adrenalin
IV.SKEMA
Deviasi Septum
Trauma
Hiperemis
Polip
Kortikosteroid
Nyeri Menelan
Kongenital
Sekret
Mukopurulen
Laringitis
Tonsilitis
Faringitis
Defritus
Pemeriksaan
Pem.Orofaring
Kripti Melebar
Rinoskopi
Anterior
CT-Scan
Post Nasal Drip
Sinusitis
Uji
Mengedan
Uji
Mengedan
Roentgen
Rinosinusi
tis
Antibiotiok
Tatalaksana
Dekongestan
Bedah
Analgetik
Mukolitik
V.LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa Mampu Menjelaskan :
1.Jenis-Jenis Inflamasi Sistem Pernafasan Atas
2.Klasifikasi & Epidemiologi
3.Etiologi & Faktor Risiko
4.Patogenesis
5.Diagnosis,Pemeriksaan Penunjang,DD
6.Tatalaksana Komprehensif
7.Komplikasi & Prognosis
VI.BELAJAR MANDIRI
VII.SHARING INFORMATION
1. Sinusitis
Pengertian
Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi sinus maksila
(sinusitis maksila), sinus etmoid (sinusitis etmoid), sinus frontal (sinusitis frontal) dan sinus
sphenoid (sinusitis sphenoid). Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus paranasal
disebut multisinusitis. Peradangan yang mengenai mukosa semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
Epidemiologi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, bahkan dianggap
sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis menyerang
1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta individu yang didiagnosis
tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko tinggi terjadinya
rhinosinusitis.
Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15
tahun. Pada anak-anak berusia 5-10 tahun. Infeksi saluran pernafasan dihubungkan dengan
sinusitis akut. Sinusitis
jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan
baik sebelum usia tersebut.
Sinusitis maksila paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya karena :
1. Ukuran. Sinus paranasal yang terbesar.
2. Posisi ostium. Posisi ostium sinus maksila lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari
mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang
dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini
akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah
menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika
terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan
semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis sinusitis dapat dinilai melalui gejala subjektif dan gejala objektif.
Gejala subjektif sinusitis akut dapat bersifat sistemik dan lokal.
Gejala sistemik berupa demam dan rasa lesu.
Gejala lokal dapat kita temukan pada hidung, sinus paranasal dan tempat lainnya sebagai nyeri
alih (referred pain). Gejala pada hidung dapat terasa adanya ingus yang kental & berbau mengalir
ke nasofaring. Selain itu, hidung terasa tersumbat. Gejala pada sinus paranasal berupa rasa nyeri
dan nyeri alih (referred pain).
Gejala subjektif yang bersifat lokal pada sinusitis maksila berupa rasa nyeri dibawah kelopak
mata dan kadang tersebar ke alveolus sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih (referred pain)
dapat terasa di dahi dan depan telinga. Gejala sinusitis etmoid berupa rasa nyeri pada pangkal
hidung, kantus medius, kadang-kadang pada bola mata atau dibelakang bola mata. Akan terasa
makin sakit bila pasien menggerakkan bola matanya. Nyeri alih dapat terasa pada pelipis
(parietal). Gejala sinusitis frontal berupa rasa nyeri yang terlokalisir pada dahi atau seluruh
kepala. Gejala sinusitis sphenoid berupa rasa nyeri pada verteks, oksipital, belakang bola mata
atau daerah mastoid.
Gejala objektif sinusitis akut yaitu tampak bengkak pada muka pasien. Gejala sinusitis maksila
berupa pembengkakan pada pipi dan kelopak mata bawah. Gejala sinusitis frontal berupa
pembengkakan pada dahi dan kelopak mata atas. Pembengkakan jarang terjadi pada sinusitis
etmoid kecuali ada komplikasi.
Secara subjektif, sinusitis kronis memberikan gejala :
Sebaiknya kita mengambil sekret dari meatus nasi medius atau meatus nasi superior pada
pemeriksaan mikrobiologik. Mikrobiologi yang mungkin kita temukan yaitu bakteri, virus atau
jamur. Bakteri yang berfungsi sebagai flora normal di hidung maupun bakteri patogen keduanya
bisa kita dapatkan. Bakteri patogen seperti Pneumococcus, Streptococcus, Staphyloccus, dan
Haemophilus influenzae.
Sinusitis kronis didiagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi (anterior & posterior)
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat kita gunakan antara lain
pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan
histopatologik (dari jaringan yang diambil saat melakukan sinoskopi), nasoendoskopi (meatus
nasi medius & superior) dan CT scan.
Differential Diagnosis
Sinusitis perlu dibedakan dari beberapa penyakit lain, seperti:
- Rinitis Alergi: Rhinitis alergi adalah suatu gejala yang mempengaruhi hidung. Gejala
ini terjadi bila kita bernafas dekat dengan alergen, seperti debu, bulu, racun serangga,
atau serbuk sari. Ketika seseorang dengan rinitis alergi bernafas dekat dengan alergen
seperti serbuk sari atau debu, tubuh melepaskan zat kimia, termasuk histamin. Hal ini
menyebabkan gejala alergi.4
- Bronchitis: Bronchitis adalah penyakit pernapasan dimana selaput lendir di saluran
bronkial paru-paru menjadi meradang. Membran membengkak dan tumbuh lebih tebal,
mempersempit atau menutup saluran udara kecil di paru-paru, sehingga menyebabkan
batuk yang bisa disertai dengan dahak dan sesak napas. 5
- Mucormyosis: Mucormycosis mengacu pada berbagai penyakit yang disebabkan oleh
infeksi jamur dalam urutan Mucorales. Spesies Rhizopus adalah organisme penyebab
paling umum. Dalam urutan, genera lain dengan mucormycosis penyebab spesies
termasuk Mucor, Cunninghamella, Apophysomyces, Absidia, Saksenaea, Rhizomucor,
dan spesies lainnya.6
- Rhinovirus: Rhinoviruses (RV) adalah anggota dari keluarga Picornaviridae, yang
meliputi enterovirus patogen manusia dan hepatovirus (terutama, virus hepatitis A). Lebih
dari 100 subtipe yang berbeda ada di 3 kelompok besar, dikategorikan menurut reseptor
spesifisitas: antar molekul adhesi-1 (ICAM-1), low-density lipoprotein (LDL) reseptor,
dan reseptor sel sialoprotein. Infeksi RV terutama terbatas pada saluran pernapasan
bagian atas tetapi dapat menyebabkan otitis media dan sinusitis, mereka juga dapat
memperburuk asma, fibrosis kistik, bronkitis kronis, dan serius penyakit saluran
pernapasan bawah pada bayi, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan. Meskipun
infeksi terjadi sepanjang tahun, insiden tertinggi pada musim gugur dan musim semi.
Dari orang-orang yang terkena virus, 70-80% memiliki gejala penyakit. Kebanyakan
kasus yang ringan.
- Infeksi saluran pernafasan atas: Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA atau URI)
adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi akut yang melibatkan saluran nafas atas:
hidung, sinus, faring atau laring. Hal ini biasanya meliputi: tonsilitis, faringitis, laringitis,
sinusitis, otitis media, dan flu biasa.10
- Wegener's granulomatosis: Granulomatosis Wegener adalah penyakit langka. Ini
adalah jenis vaskulitis, atau peradangan pada pembuluh darah. Peradangan membatasi
aliran darah ke organ penting, menyebabkan kerusakan. Hal ini dapat mempengaruhi
setiap organ, tetapi terutama mempengaruhi sinus, hidung, trakea (tenggorokan), paruparu, dan ginjal.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan
(operasi). Ada 3 jenis obat yang dapat diberikan pada pasien sinusitis akut, yaitu:
1. Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun gejala klinik
sinusitis akut telah hilang.
2. Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar drainase hidung.
3. Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.
4. Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan ostium sinus
sedemikian edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum maksilaris
dilakukan dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus ke dalam
antrum maksilaris. Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium
normal.
5. Menghilangkan faktor predisposisi
Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat akibat sekret yang
tertahan oleh sumbatan dapat menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan.
Sinusitis kronis dapat ditangani dengan cara :
Osteomielitis dan abses subperiosteal biasanya akibat sinusitis frontal dan lebih banyak
terjadi pada usia anak-anak. Osteomielitis akibat sinusitis maksila dapat menyebabkan
fistula oroantral.
Kelainan orbita paling banyak disebabkan oleh sinusitis etmoid kemudian berturut-turut
akibat sinusitis frontal dan sinusitis maksila. Penyebaran infeksinya melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Kelainan orbita tersebut meliputi:
1. Edema palpebra.
2. Selulitis orbita.
3. Abses subperiosteal.
4. Abses orbita.
Prognosis
Prognosis untuk sinusitis akut sangat baik. Banyak kasus yang berjalan dari 1 sampai 2
minggu, sering tanpa antibiotik. Seseorang yang mengalami sinusitis akut tanpa
komplikasi bisa sembuh dengan baik dan bisa kembali beraktivitas. Rata-rata 70%
sinusitis akut karena bakteri bisa sembuh kembali tanpa antibiotik. Yang jarang adalah
sinusitis dengan komplikasi dan infeksi yang menyebar luas perlu penyembuhan yang
lama. Sinusitis karena jamur jarang, tetapi menyebar dengan cepat dan dapat
menyebabkan kematian pada seseorang yang immunocompromised, contohnya: pasien
kanker, HIV/AIDS dan diabetes yang tidak terkontrol. Prognosis kronik sinusitis
tergantung dari penyebabnya. Sering kali pengobatan dan tindakan pembedahan
diperlukan untuk mengurangi inflamasi. Seseorang yang mengalami pembedahan sinus
bisa kembali ke aktivitas biasa sekitar 5 sampai7 hari setelah pembedahan dan sembuh
total rata-rata 4 sampai 6 minggu. Di banyak kasus inflamasi harus ditangani dengan
pengobatan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
2.Deviasi Septum
1
Definisi
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya
2)
Dislokasi, yaitu bagian bawah septum kartilago keluar dari krista maksila danmasuk ke dalam rongga
hidung.
3)
Penonjolan tulang atau tulang rawan septu, bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista dan
bila sangat runcing dan pipih disebut spina.
4)
Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dekan konkadihadapannya disebut sinekia. Bentuk
ini akan menambah beratnya obstruksi.
Mladina membuat klasifikasi mengenai septum deviasi sebagai berikut :
Tipe I
: terdapatnya unilateral crest yang tidak mengganggu fungsi dari rongga hidung.
Tipe II
Tipe III : satu unilateral crest pada ujung atas konka media hidung
Tipe IV : terdapat dua crest, satu pada ujung atas konka media, satu berada pada sisi septum lainnya,
yang dapat mengganggu fungsi hidung.
Tipe V
: unilateral ridge pada dasar septum, sedang sisi septum lainnya lurus
Tipe VI : unilateral sulkus melalui bagian kaudal-ventral septum, sedangkan pada sisi lainnya terdapat
ridge dan asimetri dari rongga hidung.
Grade I : septum deviasi yang tidak menyentuh struktur dinding lateral hidung
Grade II : menyentuh struktur dinding lateral hidung, tetapi tidak menyentuh setelah diberi
dekongestan.
Grade III : menyentuh struktur dinding lateral hidung, tetap menyentuh setelah diberi dekongestan.
3
Etiologi
Penyebab paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus atau
Pada pasien dengan septum deviasi, banyak yang tidak teradapat adanya riwayat trauma. Gray
menerangkan hal ini dengan teori birth moulding. Postur abnormal intrauterin dapat menyebabkan
terjadinya tekanan pada daerah hidung dan rahang atas. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran
pada septum. Tekanan ini dapat bertambah pada saat kelahiran.
4
Epidemiologi
Insiden septum deviasi sangat bervariasi. Gray melakukan penelitian pada 2112 orang dewasa dan
mendapatkan 37% mengalami septum deviasi. Kwang dkk, 2006 meneliti 390 pasien menggunakan
pemeriksaan radiologi dan mendapatkan 94 pasien (24,1%) mengalami septum deviasi. Tumbel dkk, 2006
dalam penelitiannya di makassar pada pasien sinusitis maksilaris kronik mendapatkan septum deviasi
pada 22 kasus (30.1%) tanpa adanya kelainan polip. Data Instalasi Bedah Sentral menunjukkan pada
tahun 2005 sebanyak 14 pasien (4.6%) septum deviasi menjalani operasi septum reseksi dari seluruh
pasien THT yang dilakukan operasi.
Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko terbesar ialah dari
olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau
sabuk pengaman ketika berkendara.
5
Manifestasi Klinis
Bila septum deviasi ringan, kadang tidak terdapat gejala. Bila septum deviasi berat maka dapat
Patogenesis
Kejadian deviasi dari septum nasal paling banyak diakibatkan oleh adanya trauma langsung
maupun tidak langsung kepada septum tersebut. Hal ini akan mengakibatkan dorongan terhadap septum
sehingga berakibat septum berdeviasi bahkan hingga fraktur. Namun tidak semua deviasi tersebut akan
menampakan gejala, sehingga penderita tidak akan sadar bila ia mengalami deviasi septum. Penderita akan
datang bila sudah terjadinya gejala atupun bahkan komplikasi.
7
Penegakan Diagnosa
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang hidungnya.
Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Dari pemeriksaan
rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada
deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.
Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan radiologi dan nasal endoskopi dapat dilakukan untuk
konfirmasi atau evaluasi terapi. Pemeriksaan Radiologi seperti MRI, X-ray AP dan CT- Scan.
Penatalaksanaan
Bila Tidak ada keluhan maka tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum.
Analgesik
digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Dekongestan digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Penatalaksanaan baku pada septum deviasi adalah operasi reposisi dari septum. Ada 2 jenis
tindakan operatif yang dapat dilakukan pada penderita dengan keluhan yang nyata yaitu submukosa
septum reseksi dan septoplasti.
Reseksi Submukosa
Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukoperiostiumkedua sisi dilepaskan dari tulang rawan
dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga
mukoperikondrium dan mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan lansung bertemu di garis tengah.
Reseksi submukosa dapat mennyebabkan komplikasi seperti terjadinya hidung pelana (saddle
nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak
diangkat.
Septoplasti/ Reposisi Septum
Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang
dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi
submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana.
Setelah septoplasty akan terdapat rasa tidak nyaman pada hidung, untuk diperlukan pereda nyeri
(analgesik) dalam beberapa hari pertama stelah tindakan. Dan ingatkan pasien untuk menhindari kontak
langsung terhadap hidung. Pemberian antibiotikjuga dapat diberikan untuk menghindari infeksi sekunder.
9
Pencegahan
janin.
Pada saat persalinan upayakan dilakukan dengan prosedur yang benar sehingga terhindar dari terjadinya
deviasi atau trauma pada septum nasal.
10
Prognosis
Prognosis dari deviasi septum nasal akan baik bila cepat ditangani dengan tindakan yang tepat
dan belum adanya komplikasi. Komplikasi akan menyulitkan penatalaksanaan dari deviasi tersebut. Dan
bila sudah terdapat komplikasi maka juga harus diterapi, seperti misalnya sinusitis. Namun terapi sinusitis
ini dilakukan setelah dilakukannya rekonstruksi septum.
11
Komplikasi
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor predisposisi
terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung sempit, yang dapat
membentuk polip.
POLIP NASI
PENDAHULUAN
Polip nasi sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu. Polip nasi digambarkan sebagai buah anggur yang
turun melalui hidung. Istilah polip nasi berasal dari kata Yunani poly-pous yang berarti berkaki banyak.
Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama kompleks osteomeatal di meatus
nasi medius berupa massa lunak yang mengandung banyak cairan, bertangkai, bentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan.
Sering bilateral dan multiple. Polip nasi juga merupakan kantung dari edema mukosa dan kebanyakan
berasal dari mukosa sinus ethmoid.
POLIP
KONKA POLIPOID
Bertangkai
Tidak bertangkai
Mudah digerakkan
Sukar digerakkan
Konsistensi lunak
Mudah berdarah
Pada
pemakaian
vasokonstriktor
tidak
mengecil
DIAGNOSA
Diagnosa polip nasi dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.
- Anamnesis
Keluhan utama penderita polip nasi adalah obstruksi nasi mulai dari yang ringan sampai berat,
rhinore yang jernih sampai purulen, hiposmia dan anosmia. Dapat juga disertai bersin bersin, rasa
nyeri pada hidung dan sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai dengan infeksi sekunder,
didapatkan post nasal drips dan rhinore purulen. Gejala lain yang dapat timbul adalah bernapas
melalui mulut, rinolalia, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu harus ditanyakan
riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi aspirin dan alergi obat lainnya.
- Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, polip nasi terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang
berasal dari meatus nasi medius dan mudah digerakkan.
Mackay dan Lund (1997) membagi stadium polip nasi menjadi 4 yaitu:
Stadium 0 : Tidak ada polip, atau polip masih berada dalam sinus
Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius dan perlu endoskop untuk melihatnya.
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi
rongga hidung, dapat dilihat dengan speculum hidung
Stadium 3 : Polip yang massif yang mengisi hamper seluruh rongga hidung.
- Pemeriksaan penunjang
Tes Alergi
Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.
Naso-endoskopi
Polip nasi stadium 1 dan 2 kadang kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rhinoskopi anterior,
tetapi tampak pada pemeriksaan nasoendoskopi.
Radiologik
Radiologi dengan posisi Waters dapat menunjukkan opasitas sinus. CT scan potongan koronal
merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk mengevaluasi pasien dengan polip nasi. CT scan koronal
dari sinus paranasal sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami kerusakan, luasnya
penyakit dan kemungkinan adanya destruksi tulang.
PENATALAKSANAAN
Ada tiga macam penangana polip nasi yaitu :
- Cara konservatif
- Cara operatif
- Kombinasi keduanya.
Cara konservatif atau menggunakan obat obatan yaitu menggunakan glukokortikoid yang merupakan
satu satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas kortikosteroid topical dan kortikosteroid sistemik.
Kortikosteroid topical (long term topical treatment) diberikan dalam bentuk tetes atau semprot hidung tiak
lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic treatment) dapat diberikan secara oral
maupun suntikan depot. Untuk preparat oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60
mg untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis total
570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg
setiap 3 bulan.
Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan ethmoidektomi,
transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc operation), frontho-ethmoido-
PROGNOSIS
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi biasanya
diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama
untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya
mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya
terjadi
setelah
pengobatan
dengan
terapi
medikamentosa
maupun
pembedahan.
Faringitis
1.
a.
Pengertian
Faringitis dalam bahasa latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang
tenggerokan atau faring yang disebabkan oleh bakteri dan virus tertentu. Kadang juga disebut radang
b.
tenggerokan.
Faringitis adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus dan bakteri, yang ditandai oleh adanya
nyeri tenggrokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran limfonodi leher dan malaise.
c.
(Vincent, 2004)
Faringitis adalah imflamasi febris yang disebabkan oleh infeksi virus yang tak terkomplikasi biasanya
akan menghilang dalam 3 sampai 10 setelah awitan.
2.
Epidemiologi
Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang
paling tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia dibawah 1 tahun.
Insedensi meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir
masa nak-anak dan kehidupan dewasa. Kematian akibat faringitis jarang terjadi, tetapi dapat terjadi
sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.
3.
Etilogi
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus,
termasuk virus penyebabnya common cold, flu, adenovirus. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah
streptokokus grup A, pneumukokus, dan basilus influenza.
Faringitis juga bisa timbul akibat iritasi debu kering, meroko, alergi, trauma tenggorok (misalnya
akibat tindakan intubsi), penyakit refluks asam lambung, jamur, menelan racun, tumor.
4.
1.
2.
3.
6.
Klasifikasi
Berdasarkan lama berlangsungnya
Faringitis akut, adalah radang tenggorokan yang disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu streptkokus grup A
dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil masih berwarna merah, malaise, nyeri tenggerokan dan
kadang disertai demam dan batuk. Faringitis ini terjadi masih baru, belum berlangsung lama.
Faringitis kronik, radang tenggorokan yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama, biasanya tidak
disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu yang menjanggal ditenggerokan. Faringitis kronik
umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkunga yang berdebu,
menggunakan suara yang berlebihan, menderita batuk kronik, dan kebiasaaan mengkomsumsi alkohl dan
tembakau.faringitis kronik dibagi menjadi 3 yaitu :
1.
2.
3.
Faringitis hipertropi ditandai dengan penebalan umum dan kogesti membrane mukosa.
Faringitis atrpi kemungkinan merupakan tahap lanjut dari jenis pertama (membrane tipis,
keputihan,licin, dan pada waktunya berkerut).
Faringitis granular kronik terjadi pembengkakan folikel limpe pada dinding faring.
Berdasarkan agen penyebab :
Faringitis virus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Faringitis bakteri
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
a.
b.
c.
d.
Pemerikasaan diagnostic
Pemerikasaan seroligis
Pemerikasaaan sputum untuk mengetahui basil tahan asam
Foto torak untuk melihat adanya tuberkolosis paru.
Biopsy jaringan untuk mengetahui proses keganasasn serta mencari basil taha asam keganasan
8.
a.
dijaringan
Tindakan pengobatan.
Untuk faringitis virus penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan
istiraha baring. Kmpikasi seperti sinutitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri Karena danya
nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga untuk mengatasi komplikasi ini dicadangkan untuk
b.
menggunakan antibiotka.
Untuk feringitis bakteri paling bail diobati dengan pemberian penisilin G sebanyak 200.000-250.000
unit, 3-4 kali sehari selama 10 hari, pemberian obat ini biasanya akan menghasilkan respon klinis yang
cepat dengan terjadinya suhu badan dalam waktu 24 jam.. erritrimisisn atau klindamisin merupakan obat
alin dengan hasil memuaskan jika penderita alergi terhadap penisilin. Jika penderita menderita neyri
tenggerokan yang sangat hebat, selain terpi obat pemberian kompres panas atau dingin pada leher dapat
membantu meringankan nyeri. Berkumur-kumur dengan larutan garam hangat dapat pula meringankan
gejala nyeri tenggorokan dan hal ini dapat disarankan pada anak-anak yang lebih besar untuk dapat
bekerja sama.
Laringitis
Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis merupakan
suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik. 1
Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3
minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis. 2
Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan karena
kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus. 2
Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos yang
membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar,
membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara akan mengalami proses
peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan perubahan suara. Akibatnya suara akan
terdengar lebih serak.1
Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa sedangkan
pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun. 2
Etiologi
Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis biasanya berkaitan
dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat
disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah 2.3
Tabel 1. Laringitis akut dan kronis
laringitis akut
1. Rhinovirus
Laringitis kronis
1. Infeksi bakteri
2. Parainfluenza virus
2. Infeksi tuberkulosis
3. Adenovirus
3. Sifilis
4. Virus mumps
4. Leprae
5. Virus
6. Jamur
7. Penggunaan
suara
berlebih
dalam
7. Actinomycosis
8. Alergi
9. Alergi
9. Streptococcus grup A
11. Penyakit
sistemik
wegener
granulomatosis, amiloidosis
11. Gastroesophageal refluks
12. Alkohol
13. Gatroesophageal refluks
bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya
sebagai organ pelindung tetap jauh lebih penting. 4
Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang
berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke
dalam esofargus. Jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring
akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah. 4
Patogenesis
Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian
reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini
menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki. 5
Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang. 5
Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang berlangsung
kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel
darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian
akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga
dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita
suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak. 2
laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada
mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi
meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel
bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam
pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding
posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah
pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari
pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis. 3
LARINGITIS AKUT
Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi menimbulkan laringitis akut. Infeksi biasanya
tidak terbatas pada laring, namun merupakan suatu pan-infeksi yang melibatkan sinus, telinga, laring dan
tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan streptokokus merupakan organisme penyebab yang
tersering. Difteri harus selalu dicurigai pada laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak
adanya riwayat imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin biasannya memperlihatkan suatu eritema laring
yang difus. Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.6
LARINGITIS KRONIS
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di saluran
nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi lebih
dari 3 minggu 2.3
Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu atau asap
iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan
edema dan eritema laring.6
Laringitis Kronis Spesifik
Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis luetika
1. Laringitis tuberkulosis
Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru
sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang
melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi sudah
mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama.
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :
Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat mengenai pita
suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik berwarna kebiruan.
Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya
meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus
Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus diangkat,
dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.
Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring terutama
kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.
Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik.
2. Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan dengan
laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang
menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus
sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak
nyeri tetapi menjalar cepat
Diagnosis
Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri telan,
ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak
nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat stridor
inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada,
frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan
merupakan tanda hipoksia1
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari
pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah
glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis.
pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab,
namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab 1
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung,
sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto. 1
Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.3
Pada anamnesis dapat ditanyakan 3
1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala
2. Kondisi kesehatan secara umum
3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat memicu timbulnya
laringitis seperti debu, asap.
4. Penggunaan suara berlebih
5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang dapat menimbulkan
kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.
6. Riwayat merokok
7. Riwayat makan
8. Suara parau atau disfonia
9. Batuk kronis terutama pada malam hari
10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara
11. Disfagia dan otalgia
Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan berbenjol-benol
sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan menebaldan opaque, serbukan sel radang
menahun pada lapisan submukosa. 5
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan mukosa laring,
serologik marker.3
Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat apabila terdepat
pembengkakan. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang lebih baik. 3
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi. 3
Penatalaksanaan
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, mnambah kelembaban,
dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari.
Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses radang
mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat
mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya. 6
Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat
diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi
singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk
rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu. 6
Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton
inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. 3.6
Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring. 3
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan dengan penyakit
sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan
inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap
kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya
seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.3
Prognosis
Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka prognosisnya sangat
baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut.
2.3
KESIMPULAN
Infeksi pada laring dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non
infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akut biasanya terjadi
mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu dan biasanya muncul dengan gejala
yang lebih dominan seperti gangguan pernafasan dan demam. Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap
dan telah bermanifestasi beberapa minggu sebelum pasien datang ke dokter dengan keluhan gangguan
pernafasan dan nyeri.
Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti kausanya, besarnya
edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan usia pasien. Pasien biasanya datang dengan
keluhan satu gejala atau lebih seperti rasa tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan kualitas suara
atau disfonia, odinofonia, disfagia, odinofagia, batuk, dispneu atau stridor. Manifestasi laringitis kronis
terutama pada laringitis kronis iritasi yang paling berat adalah terjadinya ulserasi epitelium laring dengan
granulasi.
Diagnosis laringitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari..Laringitis kronis terbanyak
disebabkan oleh iritasi misalnya asap rokok, sehingga pasien disarankan beristirahat total dengan
menghentikan kebiasaan merokok dan demikian pula pada laringitis kronis akibat penyalahgunaan suara,
pasien disarankan beristirahat. Pada pasien non perokok, kemungkinan besar laringitis kronis dipicu oleh
iritasi silent dari asam lambung, sehingga perlu diberikan anti-refluks dari penyekat H 2 hingga penyekat
pompa proton, disertai modifikasi gaya hidup.
Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka prognosisnya
sangat baik. Pada laringitis kronis proxgnosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut
RHINITIS
1
Definisi
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis adalah
peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa.
Etiologi
1)
Belum Jelas.
2)
Beberapa hal yang pada umumnya menjadi penyebab rinitis antara lain :
Reaksi makanan
Emosional
Pekerjaan
Hormon
Kelainan anatomi
Penyakit imunodefisiensi
Interaksi dengan hewan
Temperatur
Klasifikasi
1)
a.
Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinussinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap
orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal
musim hujan dan musim semi.
b.
Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi
yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
2)
a.
Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki yang
berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap
partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:
1.
2.
3)
a.
Rhinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
bertambahnya aktivitas parasimpatis.
b.
Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor sebagai
akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama
dan berlebihan.
c.
Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif tulang dan
mukosa konka.
Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan diendapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan
atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (IgE ). Pelepasan mediator sel mast yang
baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas
terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus,
edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan non spesifik suatu pengaruh persiapan.
Manfestasi Klinis
a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
b. Hidung tersumbat.
c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer,
tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi
hidung atau infeksi sinus.
d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada spesimen sekret hidung.
2.
Pemeriksaan in vivo
Dilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test.
Penatalaksanaan
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain
gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan:
Antibiotic presprektum luas atau sesuai uji resistensi kuman sampai gejala hilang.
Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu sendok
makan dalam 100 cc air hangat.
Preparat Fe
Leukotriene antagonis
Semprotan kortikosteroid
Imunoterapi alergen
Komplikasi
Polip hidung
Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
Otitis media
Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien
anak-anak.
Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan
pada hidung sehingga menghambat drainase