Anda di halaman 1dari 8

PLASENTA PREVIA

Prognosis
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan perdarahan
serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari apabila penderita
segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan seksio sesarea.
Prognosis terhadap janin lebih buruk oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak
pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun melalui
tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada neonatus sangat
membantu mengurangi kematian perinatal (Cunningham, 2005).
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG
di samping ketersediaan transfusi darah dan infuse cairan telah ada dihampir semua
Rumah Sakit Kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi
kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari
fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia
tinggi berkat sosialisasi keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta
previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib
janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan
maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran premature belum
sepenuhnya bisa dapat dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu
penelitan yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999)
dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan
kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti (Chalik, 2008).

Chalik, T.M.A., 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:
Prawirohardjo, Sarwono., 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan I. Jakarta:
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.pp: 492-502
Cunningham, F.G.et all, 2005. Obstetri Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC.pp: 685-688,
592-604
NST IA (2011) Prevalensi persalinan seksio sesarea atas indikiasi plasenta previa di
RSUD DR. Pirngadi Medan tahun 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

Penatalaksanaan Plasenta Previa


Menurut Mose (2004) penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2
golongan, yaitu:
1. Ekspektatif, dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia
masih kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu
baik dan perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa
kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindari perdarahan
yang fatal.
Menurut Scearce, (2007) syarat terapi ekspektatif yaitu:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda inpartu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d. Janin masih hidup.
2. Terminasi, dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi perdarahan
yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah cukup bulan, perdarahan
banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, dengan cara
ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat tertutup kembali (tamponade
pada plasenta) ( Mose, 2003).
Menurut Mochtar (1998) penekanan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara
yaitu:
- Amniotomi ( pemecahan selaput ketuban)
Cara ini merupakan cara yang dipilih untuk melancarkan persalinan pervaginam. Cara ini
dilakukan apabila plasenta previa lateralis, plasenta previa marginalis, atau plasenta letak
rendah, namun bila ada pembukaan. Pada primigravida telah terjadi pembukaan 4 cm
atau lebih. Juga dapat dilakukan pada plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin
yang sudah meninggal (Mochtar, 1998).
- Memasang cunam Willet Gausz
Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem kulit kepala janin
dengan cunam Willet Gausz. Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa
atau tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti
katrol. Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah meninggal dan
perdarahan yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan pada kulit kepala
janin (Mochtar, 1998).
- Memasang cunam Willet Gausz
Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem kulit kepala janin
dengan cunam Willet Gausz. Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa
atau tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti
katrol. Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah meninggal dan

perdarahan yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan pada kulit kepala
janin (Mochtar, 1998).
- Metreurynter
Cara ini dapat dilakukan dengan memasukkan kantong karet yang diisi udara dan air
sebagai tampon, namun cara ini sudah tidak dipakai lagi (Mochtar, 1998).
- Versi Braxton-Hicks
Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya sehingga dapat
ditarik keluar. Cara ini dilakukan dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol,
dan juga diberikan beban seberat 50-100 gr (Mochtar, 1998).
b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim sehingga
rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga
dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi
pada persalinan pervaginam (Mochtar, 1998). Persalinan seksio sesarea diperlukan
hampir pada seluruh kasus plasenta previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui
insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam
plasenta anterior (Cunningham et al, 2005).
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta
previa adalah:
a. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, serta
semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol.
b. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak berhenti
dengan tindakan yang ada.
c. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
Menurut Winkjosastro (1997) dalam Sihaloho (2009) gawat janin maupun kematian janin
dan bukan merupakan halangan untuk dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi
keselamatan ibu. Tetapi apabila dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan seksio
sesarea ditunda sampai keadaan ibunya dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan
untuk segera memperbaiki keadaan ibu, sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu
merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan yang banyak
pada plasenta previa totalis.
Mose, JC. 2004. Perdarahan Antepartum dalam: Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.pp: 83-91
Scearce, J and Uzelac, PS., 2007. Third-trimester vaginal bleeding. In: AH DeCherney et
al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology, 10th ed. New
York: McGraw-Hill.pp: 337-338
Sihaholo, Novalina, E., 2009. Karakteristik Penderita Plasenta Previa Di RS. St
Elisabeth Medan Tahun 1998-2002. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera
Utara.
Available
From:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14588/1/991000036.pdf
Mei 2011]

[Accessed

01

Cunningham, F.G.et all, 2005. Obstetri Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC.pp: 685-688,
592-604
Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I &II. Edisi 2. Jakarta: EGC.pp: 117-121,269279

KISTA OVARIUM
Defenisi
Kista ovarium merupakan rongga berbentuk kantong yang berisi cairan di dalam jaringan
ovarium. Kista ovarium disebut juga dengan kista fisiologis karena terbentuk selama
siklus menstruasi dan biasanya menghilang setelah 1-3 bulan (Yatim, 2005).
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit kandungan: myoma, kanker rahim/leher rahim dan indung
telur, kista, serta gangguan lainnya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Riskita D (2014) Gambaran gangguan menstruasi pada penderita kista ovarium di RSUP
H. Adam Malik pada tahun 2012-2013. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Kista ovarium merupakan kantong abnormal yang berisi cairan atau neoplasma yang
timbul di ovarium yang bersifat jinak juga dapat menyebabkan keganasan. Kistoma
ovarium juga dapat didefinisikan kista yang permukaannya rata dan halus, biasanya
bertangkai, bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan serosa dan
berwarna kuning. Pengumpulan cairan tersebut terjadi pada indung telur atau ovarium.
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut kanker ovarium.
Putri NA ( 2015) Gambaran karakteristik pasien kista ovarium jinak yang dilakukan
tindakan operasi di baian ginekologi di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari
2009-31 Desember 203. Tesis.

Klasifikasi
Kista Fisiologis
1. Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel yang tidak ruptur. Kista ini biasanya dapat menghilang
secara spontan dan memiliki ukuran kurang dari 6 cm (Umami & Safitri, 2007).
Umami, Vidhia, and Amalia Safitri. 2007. Lecture Notes: Radiologi. Jakarta: Erlangga.
Available from: http://books.google.co.id/books?
id=GTqUHHF4A6oC&pg=PR5&dq=Lecture+Notes:
+Radiologi+umami&hl=id&sa=X&ei=CDeU87uGMrIuATRloKwDA&ved=0CBgQ6AEwAA#v=onepage&q=kista
%20folikel&f=false. [Accesed 1 May 2014].
2. Kista korpus luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus
albikans. Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri (korpus luteum
persistens); perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista
yang berisi cairan berwarna merah coklat karena darah tua. Kista korpus luteum dapat
menimbulkan gangguan menstruasi seperti amenorea diikuti oleh perdarahan tidak
teratur. Kista ini juga dapat menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah
(Prawirohardjo, 2008).
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Cetakan ke-6. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
3. Kista lutein
Pada kasus mola hidatidosa, ovarium banyak terdapat kista teka lutein yang disebabkan
oleh pengaruh HCG yang berlebihan. Kista ini dapat mengalami torsi, infark, dan
perdarahan (Leveno et al., 2009).
Leveno, Kenneth J., et al.. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Edisi ke-21.
Jakarta: EGC. Available from: http://books.google.co.id/books?
id=mPwa0ARtMtIC&pg=PA525&dq=kista+ovarium+adalah&hl=en&sa=X&ei=xhdiU8i
1K4KVuASE5IC4AQ&ved=0CDoQ6AEwAjgU#v=onepage&q=kista%20ovarium
%20adalah&f=false. [Accesed 1 May 2014].
4. Kista inklusi germinal

Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari epitel
germinativum pada permukaan ovarium. Kista ini lebih banyak terdapat pada wanita
yang lanjut usia, dan besarnya jarang melebihi diameter 1 cm (Prawirohardjo, 2008).
5. Kista endometrium
Kista endometrium terbentuk dari jaringan endometrium yang berkembang di luar tempat
normalnya, paling sering terdapat di ovarium. Terdapat tiga teori tentang patogenesis dari
kista endometrium, yaitu transpor retrograd dan implantasi, transpor retrograd dan
transformasi metaplastik pada peritonium yang berdekatan, dan penyebaran limfatik atau
hematogen (Graber et al., 2006).
Graber, Mark A., Peter P. Toth, and Robert L. Herting. 2006. Buku Saku Dokter
Keluarga. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. Available from: http://books.google.co.id/books?
id=7v1_9WF-TCgC&pg=PA406&dq=Buku+Saku+Dokter+Keluarga+Edisi+ke3&hl=id&sa=X&ei=LjaeU4rqF5ejugSg4IHADA&ved=0CBgQ6AEwAA#v=onepage&q
=kista%20ovarium&f=false. [Accesed 1 May 2014].
6. Kista Stein-Leventhal atau Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
Kelainan ini disebabkan oleh gangguan proses pengaturan ovulasi dan ketidakmampuan
enzim yang berperan pada proses sintesis estrogen di ovarium. Pada perempuan dengan
PCOS, tidak dijumpai gangguan sintesis estrogen, tetapi justru ditemukan produksi
estrogen yang tinggi yang meningkatkan risiko terkena kanker endometrium dan
payudara (Baziad, 2012).
Baziad, Ali. 2012. Sindrom Ovarium Polikistik dan Penggunaan Analog GnRH. CDK196, 39 (8): 573-575.
Kista Patologis Menurut Prawirohardjo (2008), kista ovarium yang patologis terdiri dari:
1. Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai sehingga dapat
terjadi torsi (putaran tangkai), sering bilateral dan dapat membesar. Dinding kista tipis
dan cairan di dalamnya jernih, serus dan berwarna kuning. Pada dinding kista terlihat
lapisan epitel kubik
2. Kistadenoma ovarii serosum
Kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium. Ukurannya tidak lebih besar dari
kistadenoma musinosum. Permukaannya licin, tetapi dapat pula berbagala sehingga dapat
berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabuabuan dan isi kista cair, kuning, dan kadang-kadang cokelat. Ciri khas kista ini adalah

potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50%, dan keluar pada
permukaan kista sebesar 5%.

3. Kistadenoma ovarii musinosum


Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari suatu
teratoma di mana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen
lainnya. Tumor berbentuk multilokuler sehingga permukaan berbagala (lobulated), dapat
mencapai ukuran yang sangat besar, unilateral atau bilateral. Dinding kista agak tebal dan
berwarna putih keabu-abuan yang berisi cairan lendir yang khas, kental seperti gelatin,
melekat dan berwarna kuning sampai cokelat. Dinding kista dilapisi oleh epitel torak
tinggi dengan inti pada dasar sel.
4. Kista endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin. Pada dinding dalam terdapat satu
lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel endometrium.
5. Kista dermoid
Kista ini merupakan satu teratoma kistik yang jinak di mana struktur-struktur ektodermal
dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi, dan produk glandula
sebasea berwarna putih kuning seperti lemak terlihat lebih menonjol dibandingkan
elemen entoderm dan mesoderm.

Epidemiologi
Epidemiologi dari kista ovarium tidak jelas karena kurangnya data yang dilaporkan dan
adanya penyembuhan yang spontan dari kista ovarium. Di seluruh dunia terdapat sekitar
7% wanita menderita kista ovarium. Penelitian di Amerika Serikat pada wanita post
menopause terdapat insidensi sekitar 18%. Prevalensi dari kista ovarium jinak pada
wanita post menopause sekitar 0,8% sampai 1,8%. Peneltitian yang dilakukan di Eropa
insidensi kista ovarium sekitar 21,2 %.
Angka kejadian kista sering terjadi pada wanita berusia produktif. Jarang sekali di bawah
umur 20 maupun di atas 50 tahun.(William, 2007)
Kista Ovarium ditemukan pada hampir semua wanita premenopause dan pada 18%
wanita post menopause. Insiden yag sering terjadi pada wanita usia 30-54 tahun dan yang
paling tinggi adalah wanita dengan kulit putih. (William, 2007)
William H., C..2007. American College of Obstetricians and Gynecologists Ovarian
Cysts.http://emedicine.comdiakses tanggal 24 maret 2014

Di Indonesia sekitar 25-50 % kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan, serta penyakit yang mengenai sistem reproduksi
misalnya kista ovarium. (Manuaba, 2010)

Manuaba,I.B.C., & Manuaba, I.B.G..,2010.


Ginekologi.Jakarta: Penerbit CV. Trans Ino Media

Buku Ajar Penuntun

Kuliah

Di Amerika insidensi kista ovarium semua ras adalah 12,5 kasus per 100.000 populasi
pada tahun 1988 sampai 1991. Sebagian besar kista adalah kista fungsional dan jinak.Di
Amerika karsinoma ovarium didiagnosa pada kira-kira 22.000 wanita, kematian sebanyak
16.000 orang.
Berdasarkan data yang diperoleh CDC di Amerika pada tahun 2011 insidensi kanker
ovarium tertinggi terjadi di kota New York, Columbia dan Washington dengan interval
12,5-14,9 per 100.000 penduduk. Dan yang paling rendah terjadi di kota Hawaii,
Virginia, dan Louisiana dengan interval 7,5-10,4 per 100.000 penduduk(CDC,2011)
Centers for Disease Control and Prevention, 2011.Ovarian Cancer Rates by State.
Diakses 16 November 2014
Di RSU H. Adam Malik Medan terdapat jumlah seluruh penderita kista ovarium tahun
2008-2009 sebanyak 47 orang. Di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan dari bulan Januari
2010- Oktober 2010 penderita kista ovarium pada wanita usia subur terdata sebanyak 34
kasus. (safitri,2010) Kemudian Di Rumah Sakit ST. Elisabeth Medan penderita kista
ovarium dari tahun 2008-2012 terdata sebanyak 116 kasus. (Dumaris, 2012)

Anda mungkin juga menyukai