besar kasus dilakukan melalui insisi uterus transversal. Karena perdarahan janin
dapat terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior (Cunningham et al, 2010).
Menurut Mochtar (1998) Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada
plasenta previa adalah:
a. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, serta
semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol.
b. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak berhenti
dengan tindakan yang ada.
c. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang.
Gawat janin maupun kematian janin dan bukan merupakan halangan untuk
dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi apabila dijumpai
gawat ibu kemungkinan persalinan seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya dapat
diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu,
sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik
untuk mengatasi perdarahan yang banyak pada plasenta previa totalis.
Komplikasi Plasenta Previa
Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi yaitu selama kehamilan pada ibu dapat
menimbulkan perdarahan antepartum yang dapat menimbulkan anemia dan syok. Kelainan
letak pada janin sehingga meningkatnya presentasi letak bokong dan letak lintang sehingga
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya. Selama persalinan plasenta
previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali pusat, perdarahan
postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya plasenta
sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan dilakukan kuretase. Sedangkan
pada janin di kehamilan dengan plasenta previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir prematur
sehingga berat badan rendah, munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan
kongenital serta cidera akibat intervensi kelahiran (Prawirohardjo, 2009).
Prognosis
Diagnosis dini dan adanya pemeriksaan USG yang tidak invasif serta tersedianya
transfusi darah dan infus cairan yang telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten
membuat prognosis kehamilan dengan plasenta previa lebih baik. Program keluarga
berencana menurunkan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi sehingga menurunkan resiko
plasenta previa. Namun, kelahiran prematur masih belum dapat dihindari sepenuhnya
meskipun telah diberlakukan tindakan koservatif yakni 47% kelahiran prematur pada
kehamilan dengan plasenta previa (Prawirohardjo, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G.et all, 2010. Williams Obstetrics. 23rd Edition. New York: McGraw-Hill. pp:
769-773
Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.pp: 269-279.
Mose, JC. 2004. Perdarahan Antepartum dalam: Sastrawinata S. Ilmu Kesehatan
Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC.pp: 83-91
Prawirohardjo, Sarwono, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Scearce,J and Uzelac,PS.,2007. Third-trimester vaginal bleeding. In: AH DeCherney et al.
(eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology, 10th ed. New
York: McGraw-Hill.
WHO. 2013. Buku Saku pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta: WHO county office for Indonesia. Pp 96-98.