Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Oleh:
Wildania Athi Addina
NIM: 14.129

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG


DINAS KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG
2016

Laporan Pendahuluan
Halusinasi
A.

Konsep Teori
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Direja, 2011).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar
(Maramis, 1998 dalam Muhith, 2015).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan
perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf,
dkk, 2015).
2. Etiologi Halusinasi
Etiologi halusinasi dalam buku Asuhan Keperawatan Jiwa (Prabowo, 2014) dibagi
menjadi dua yakni :

(1) Faktor Predisposisi


Menurut Yosep 2009 (dalam Prabowo, 2014) factor predisposisi yang menyebabkan
halusinasi adalah :
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan merasa
diasingkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam

mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih
kesenangannya sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
(2) Faktor Presipitasi
Menurut stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Jallo (2008) (dalam Prabowo, 2014),
factor prepitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putar balik otak yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi individu dalam menanggapi stress
3. Klasifikasi dan Tanda Gejala Halusinasi

Jenis
Halusinasi

Data Objektif

Data Subjektif

Halusinasi
dengar/suara

Bicara atau tertawa sendiri.


Marah-marah tanpa sebab.
Mengarahkan telinga ke arah
tertentu.
Menutup telinga.

Mendengar suara-suara atau


kegaduhan.
Mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap.
Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya.

Halusinasi
penglihatan

Menunjuk-nunjuk ke arah
tertentu.
Ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas.

Melihat bayangan, sinar, bentuk


geometris, bentuk kartun, melihat
hantu, atau monster.

Halusinasi
penciuman

Mencium seperti sedang


membaui bau-bauan tertentu.
Menutup hidung.

Membaui bau-bauan seperti bau


darah, urine, feses, dan kadangkadang bau itu menyenangkan.

Halusinasi
pengecapan

Sering meludah
Muntah

Merasakan rasa seperti darah,


urine, atau feses.

Halusinasi
perabaan

Menggaruk-garuk permukaan
kulit.

Mengatakan ada serangga di


permukaan kulit.
Merasa seperti tersengat listrik.

4. Proses Terjadinya Halusinasi

Level

Karaktersitik Halusinasi

Perilaku Pasien

TAHAP I
Memberi rasa
nyaman. Tingkat
ansietas sedang.
Secara umum
halusinasi
merupakan suatu
kesenangan.

Mengalami ansietas kesepian,


rasa bersalah, dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran
yang dapat menghilangkan
ansietas.
Pikiran dan pengalaman sensori
masih ada dalam kontrol
kesadaran (jika kecemasan
dikontrol).

Tersenyum/tertawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa
suara.
Penggerakan mata yang cepat.
Respons verbal yang lambat.
Diam dan berkonsentrasi.

TAHAP II
Menyalahkan.
Tingkat kecemasan
berat secara umum
halusinasi
menyebabkan rasa
antipati.

Pengalaman sensori menakutkan.


Mulai merasa kehilangan kontrol.
Merasa dilecehkan oleh
pengalaman sensori tersebut.
Menarik diri dari orang lain.

TAHAP III
Mengontrol tingkat
kecemasan berat
pengalaman sensori
tidak dapat ditolak
lagi.

Pasien menyerah dan menerima


pengalaman sensorinya.
Isi halusinasi menjadi atraktif.
Kesepian bila pengalaman sensori
berakhir.

TAHAP IV
Menguasai tingkat
kecemasan panik
secara umum diatur
dan dipengaruhi
oleh waham.

Pengalaman sensori menjadi


ancaman.
Halusinasi dapat berlangsung
selama beberapa jam atau hari
(jika tidak diinvensi).

NON PSIKOTIK

PSIKOTIK

PSIKOTIK

5. Rentang Respon Halusinasi


Respon Adaptif

Peningkatan sistem saraf otak,


tanda-tanda ansietas, seperti
peningkatan denyut jantung,
pernapasan, dan tekanan
darah.
Rentang perhatian menyempit.
Konsentrasi dengan
pengalaman sensori.
Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dari
realita.
Perintah halusinasi ditaati.
Sulit berhubungan dengan
orang lain.
Rentang perhatian hanya
beberapa detik atau menit.
Gejala fisika ansietas berat
berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mengikuti perintah.
Perilaku panik.
Potensial tinggi untuk bunuh
diri atau membunuh.
Tindakan kekerasan agitasi,
menarik diri, atau katatonia.
Tidak mampu berespons
terhadap perintah yang
kompleks.
Tidak mampu berespons
terhadap lebih dari satu orang.

Respon Mal Adaptif

Pikiran logis
Distorsi pikiran
Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat
Reaksi emosi berlebihanHalusinasi
Emosi konsisten denganPerilaku
pengalaman
aneh atau tidakSulit
biasa
merespon
Perilaku sesuai
Menarik diri
Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial
Isolasi sosial

Gambar : Rentang Respon neurobiologist halusinasi (Stuart dan Laria, 2005 dalam
Muhith, 2015)
6. Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan
Gangguan sensori persepsi halusinasi
Isolasi Sosial
HDR
7. Penatalaksanaan
(1) Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang
menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
(2) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu
atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak
mampan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
(3) Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat, selain
itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien
lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapynmodalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas : Terapi musik, Terapi seni, Terapi menari, Terapi relaksasi
2) Terapi sosial : Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain
3) Terapi kelompok : Terapi group (kelompok terapeutik), Terapi aktivitas
kelompok (adjunctive group activity therapy), TAK stimulus persepsi :
halusinasi, Terapi lingkungan
B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi
1. Pengkajian
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu anda dapatkan adalah sebagai berikut

(1) Jenis Halusinasi


Data objektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data
subjektif dapat dikaji dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini,
perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien (Keliat, 2011).
(2) Isi Halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi. Misalnya : melihat sapi yang sedang mengamuk, padahal sesungguhnya
adalah pamannya yang sedang bekerja di lading. Bias juga mendengar suara yang
menyuruh untuk melakukan sesuatu, sedangkan sesungguhnya hal tersebut tidak ada
(Dermawan & Rusdi, 2013).
(3) Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh pasien. Kapan haluisnasi terjadi, jika mungkin jam berapa, situasi
terjadinya apakah jika sedang sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini
dilakukan untuk menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi
terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi (Keliat dkk, 2011).
(4) Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul,
perawat dapat menanyakan kepada pasien tentang perasaan atau tindakan pasien saat
halusinasi terjadi. Perawat dapat juga menanyakan kapada kaluarga atau orang
terdekat dengan pasien atau dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi
muncul (Keliat dkk, 2011).
2. Diagnosa Keperawatan
(1) Gangguan persepsi sensor: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
(2) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi.
3. Intervensi
(1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.

Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respons
pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi.
2) Bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal.
4) Menggunakan obat secara teratur.
(2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Tujuan
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di
rumah.
b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, serta cara
merawat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien
dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.
4. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Anda lakukan untuk pasien
halusinasi adalah sebagai berikut (Yusuf, dkk, 2015).
(1) Pasien mempercayai kepada perawat.
(2) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan
masalah yang harus diatasi.
(3) Pasien dapat mengontrol halusinasi.
(4) Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut.
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien.
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah.
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien.

d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk


mengatasi masalah pasien.
e. Keluarga melaporkan keberhasilannnya merawat pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa : Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Direja, A. H. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Prabowo, Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai