ASET
Oleh :
Vania Dewi Utami
120110140071
120110140079
120110140080
2016
DAFTAR ISI
DEFINISI ASET
Financial Accounting Standards Board (FASB) mendefinisikan aset dalam SFAC No. 6 par.
25, sebagai berikut :
Assets are probable future economic benefit obtained or controlled by a particular
entity as a result of past transaction or event.
(Aset merupakan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau
dikuasai / dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa
lalu).
Dengan makna yang sama, International Accounting Standards Committee (IASC)
mendefinisikan aset sebagai berikut :
An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from
which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.
(Aset merupakan sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai hasil dari
kejadian masa lalu dan diharapkan memberikan manfaat ekonomis di masa yang akan
datang yang mengalir pada entitas).
Sementara itu, Australian Accounting Standards Board dalam Statement of Accounting
Concepts par. 12, medefinisikan aset sebagai berikut :
Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting
entity as a result of past transaction or other past event.
Scarcity (Kelangkaan)
Apabila jumlah yang tersedia mencukupi jumlah permintaan atau keinginan dari
setiap orang, maka hal tersebut bukanlah sebuah sumber daya ekonomik.
Utility (Utilitas)
Terkait dengan manfaat yang akan datang atau jasa. Secara teknis, utilitas
merupakan kemampuan komoditas untuk memuaskan keinginan manusia.
1
Lain-lain, seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by
bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan berbagai transaksi komersial
(by commercial transaction) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis.
PENGAKUAN ASET
Jumlah yang diakui sebagai aset timbul akibat adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang
memengaruhi aset. Umumnya, pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi,
kejadian, atau keadaan tersebut. Mengutip Sterling, Belkaoui (1993, hal. 194-195)
menunjukkan kondisi yang perlu dan cukup, yang merupakan penguji yang cukup rinci untuk
mengakui aset, yaitu :
1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengakui aset, harus ada
transaksi yang menandai timbulnya aset.
2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk
mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka,
dibutuhkan, dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan
usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus
mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset,
semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca)
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung untuk
meyakinkan bahwa kelima penguji di atas dipenuhi.
Hal yang diungkapkan oleh Belkaoui diatas merupakan recognition rules atau kaidah
pengakuan. Recognition rules merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan
empat kriteria pengakuan (recognition criteria) FASB, yaitu :
3
1. Definisi
Suatu pos akan masuk dalam struktur akuntansi apabila memenuhi definisi elemen
laporan keuangan.
2. Keterukuran
Suatu pos harus memiliki makna tertentu yang relevan dan dapat diukur jumlahnya
dengan reabilitas yang tinggi.
3. Keberpautan atau Relevansi
Informasi yang terdapat dalam pos tersebut memiliki kemampuan untuk membuat
suatu perbedaan dalam keputusan yang diambil oleh pengguna laporan keuangan.
4. Keterandaralan atau Reliabilitas
Informasi yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaan yang digambarkan atau
direpresentasikan, dan dapat diuji kebenarannya dan netral.
Sebelumnya, terdapat beberapa kriteria yang diaplikasikan untuk membantu akuntan dalam
menentukan pencatatan aset. Namun tidak semua kriteria dimasukkan ke dalam framework,
dan beberapa memiliki sedikit bahkan tidak ada dasar. Berikut ini merupakan kriteria
pengakuan yang lalu, yaitu :
-
Materialitas juga
PENGUKURAN ASET
Pengukuran pada biaya perolehan (at acquisition cost) dapat dikatakan objektif dan
memberikan informasi yang dapat dipercaya (reliable) dan dapat diverifikasi (verifiable).
Sedangkan, pengukuran nilai wajar (fair value) dapat memberikan informasi yang relevan.
Apa yang belum diselesaikan merupakan dimana pengukuran harus dilakukan untuk
mencapai karakteristik kualitatif yang diinginkan. Pada saat pengukuran, informasi mengenai
nilai-nilai aset dapat dimasukkan ke dalam laporan keuangan atau dapat dimasukkan sebagai
pengungkapan catatan (note disclosure). Pengukuran aset dapat diungkapkan dalam catatan
akun, tetapi tidak dapat diakui dalam laporan keuangan.
Tangible Assets
IASB memperbolehkan pengukuran ulang terhadap tangible asset, tetapi tidak memerlukan
penggunaan model pengukuran saat ini. Manajer akan lebih memilih untuk menggunakan
model revaluasi untuk pengukuran berikutnya. Pengukuran dapat didasarkan pada market
value atau dapat diestimasikan oleh entitas berdasarkan pada pendekatan pendapatan atau
biaya pengganti yang terdepresiasi. Revaluasi harus tetap mengalami pembaharuan pada
tanggal neraca. Dengan demikian, manajer dapat memilih cost model atau fair value model
untuk melakukan pengukuran setelah pengakuan.
Intangible Assets
Praktik akuntansi dalam kaitannya dengan pengukuran intangible asset dilakukan secara
konservatif. Standar akuntansi mengharuskan intangible asset untuk melakukan pengukuran
pertamanya dengan biaya perolehan (cost of acquisition). Penggunaan current value model
untuk pengukuran intangible asset sudah jarang digunakan. IAS 38 memperbolehkan
penggunaan revaluation model, akan tetapi mengharuskan fair value ditentukan dengan
mengacu kepada pasar aktif (active market). Hal ini dikarenakan sebagian besar intangible
asset tidak memiliki pasar aktif (active market), maka biaya (cost) adalah metode pengukuran
yang sering digunakan. IAS 38 juga melarang pengakuan intangible asset yang dihasilkan
secara internal. Penilaian intangible asset diperdebatkan, karena melibatkan hal seperti
estimasi subjektif dari nilai wajar (fair value) aset.
Financial Instruments
FASB dan IASB telah menyimpulkan bahwa derivatif harus diukur dengan nilai wajar (fair
value). IASB berkomitmen bahwa penggunaan pengukuran nilai wajar (fair value) untuk
financial instrument ditujukan untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna
laporan keuangan.
Pengukuran financial instrument mencerminkan kompleksitas mereka. Single measurement
model belum disahkan oleh pembuat standar. Pada kenyataannya, beberapa metode
pengukuran telah digunakan. Semua financial instrument dikelompokkan ke dalam empat
kategori, yang masing-masing dengan metode pengukuran yang diperlukan. Pada pengakuan
awal, semua financial instrument yang diukur pada metode akuisisi (acquisition cost). Pada
pengakuan selanjutnya, suatu entitas dapat memilih untuk menghargai semua atau sebagian
financial instrument pada nilai wajar (fair value), dengan perubahan nilai wajar (fair value)
yang diakui dalam pendapatan, dengan menunjuknya sebagai nilai wajar melalui laba rugi
(fair value through profit and loss).
Berikut merupakan kategori dari financial instrument, beserta metode pengukurannya.
1. Originated loans and receivables
Diukur pada amortised cost. Aset tersebut tidak terpengaruh oleh keinginan untuk
menjual atau menahan hingga jatuh tempo.
2. Held-to-maturity investments
Diukur pada amortised cost, ditinjau untuk penurunan nilai (impairment). Entitas
dilarang menggunakan klasifikasi held-to-maturity jika menjual atau transfer lebih
dari sebagian kecil investasi held-to-maturity sebelum jatuh tempo, selama dua tahun
keuangan saat ini atau sebelumnya.
3. Available-for-sale securities
Diukur dengan fair value, dengan keuntungan atau kerugian dari pengukuran kembali
diakui dalam equity.
4. Financial assets held for trading, or classified as fair value through profit and loss,
and derivatives
Diukur dengan fair value, dengan keuntungan dan kerugian yang timbul dari pengkuran,
dimasukkan ke dalam laba rugi. Semua aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan
diamortisasi (at amortised cost) dan available-for-sale securities harus dinilai untuk
penurunan nilai (impairment) pada setiap tanggal pelaporan.
atau level atas input yang akan digunakan untuk memperkirakan nilai wajar (fair value),
sebagai berikut:
1. Level 1
Menggunakan harga pasar, jika harga pasar yang bisa dipastikan, tidak ada
penyesuaian sehingga bisa langsung menggunakan harga pasar. Contohnya mobil
baru, saham, obligasi, dan persediaan.
2. Level 2
Apabila harga pasar tidak tersedia, maka diestimasikan dengan harga aset dan
liabilitas yang sejenis. Kalau tidak ada harga pasar, diperlukan melakukan taksiran,
berapa kalau beli atau berapa kalau jual, seperti mobil lama.
3. Level 3
Apabila harga tidak dapat diperoleh dari level 1 dan level 2, maa nilai wajar
diestimasi dengan beberapa penilaian. Untuk penilaiannya menggunakan kombinasi
dari penghematan dan uang yang dikeluarkan seandainya belum memiliki aset saat ini,
atau kombinasi dari berapa uang yang dikeluarkan untuk membeli aset yang sama
dengan yang kita gunakan. Dengan uang untuk menyewa aset saat kita belum punya
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Endarya. (2012, July 4). Catatan Teori Akuntansi Chapter 7 Aset. Diambil kembali dari
Blogspot: http://endarya09.blogspot.co.id/2012/07/catatan-teori-akuntansi-chapter-7aset.html
Godfrey, J., Hodgson, A., Tarca, A., Hamilton, J., & Holmes, S. (2010). Accounting Theory.
New York: John Wiley & Sons.
Suwardjono. (2016). Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.