Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TEORI AKUNTANSI

ASET

Oleh :
Vania Dewi Utami

120110140071

Dheola Enditya Nindyana

120110140079

Rizqiah Defi Finansi

120110140080

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG

2016

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... i


DEFINISI ASET ........................................................................................................................ 1
3 Karakteristik Utama Aset .................................................................................................... 1
PENGAKUAN ASET ................................................................................................................ 3
PENGUKURAN ASET ............................................................................................................. 5
Tangible Assets ...................................................................................................................... 5
Intangible Assets .................................................................................................................... 5
Financial Instruments ............................................................................................................ 6
TANTANGAN BAGI PEMBUAT STANDAR ........................................................................ 7
Model Pengukuran ................................................................................................................. 7
Menghitung Pengukuran Nilai Wajar .................................................................................... 7
ISU BAGI AUDITOR ............................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 9

DEFINISI ASET
Financial Accounting Standards Board (FASB) mendefinisikan aset dalam SFAC No. 6 par.
25, sebagai berikut :
Assets are probable future economic benefit obtained or controlled by a particular
entity as a result of past transaction or event.
(Aset merupakan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau
dikuasai / dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa
lalu).
Dengan makna yang sama, International Accounting Standards Committee (IASC)
mendefinisikan aset sebagai berikut :
An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from
which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.
(Aset merupakan sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai hasil dari
kejadian masa lalu dan diharapkan memberikan manfaat ekonomis di masa yang akan
datang yang mengalir pada entitas).
Sementara itu, Australian Accounting Standards Board dalam Statement of Accounting
Concepts par. 12, medefinisikan aset sebagai berikut :
Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting
entity as a result of past transaction or other past event.

3 Karakteristik Utama Aset


1. Memberikan manfaat ekonomis di masa mendatang
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik
di masa datang yang cukup pasti (probable). Hal ini mengisyaratkan bahwa manfaat
tersebut dapat terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk
mendatangkan pendapatan atau aliran kas di masa datang.
Terdapat 2 karakteristik sumber daya ekonomik, yaitu
-

Scarcity (Kelangkaan)
Apabila jumlah yang tersedia mencukupi jumlah permintaan atau keinginan dari
setiap orang, maka hal tersebut bukanlah sebuah sumber daya ekonomik.

Utility (Utilitas)
Terkait dengan manfaat yang akan datang atau jasa. Secara teknis, utilitas
merupakan kemampuan komoditas untuk memuaskan keinginan manusia.
1

2. Dikuasai atau dikontrol oleh entitas


Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek tidak harus dimiliki oleh entitas, tetapi
cukup dikuasai oleh entitas. Ijiri menyatakan bahwa :
Accounting is not concerned with economic resources in general, but only
those which are under the control of a given entity.
(Akuntansi tidak memperhatikan sumber daya ekonomik secara umum, tetapi
hanya yang berada dibawah kontrol dari entitas).
Kepemilikan (ownership) mempunyai makna legal, yaitu untuk memiliki suatu objek
diperlukan proses transfer hak milik. Jika sebuah aset yang diakui hanya sebatas aset
yang dimiliki, maka akan banyak pos yang tidak masuk ke dalam neraca dan
dilaporkan di luar neraca (off-balance sheet).
Konsep penguasaan menjadi lebih penting dibandingkan dengan kepemilikan. Tujuan
dari kepemilikan adalah penguasaan. Penguasaan merupakan kemampuan entitas
untuk mendapatkan, memelihara / mempertahankan, menukarkan, menggunakan
manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut.
Penguasaan atas suatu objek dapat diperoleh dengan cara :
-

Pembelian (by purchase)

Pemberian (by gift)

Penemuan (by discovery)

Perjanjian (by agreement)

Produksi / transformasi (by production / transformation)

Penjualan (by sale)

Lain-lain, seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by
bailment), pengkonsignaan (by consignment), dan berbagai transaksi komersial
(by commercial transaction) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis.

3. Hasil dari kejadian masa lalu


Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aktiva apabila telah terjadi transaksi atau
peristiwa lain yang menyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian
terhadap manfaat dari aktiva tersebut.
FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena transaksi atau
kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi)
aset. Aset dapat dipengaruhi oleh kejadian yang sebagian atau seluruhnya di luar

kemampuan kesatuan usaha atau manajemennya untuk mengendalikan, seperti


kenaikan harga dan perubahan tingkat bunga.
Beberapa ahli berpendapat bahwa karakteristik aset seharusnya meliputi exchangeability atau
dapat dipertukarkan. Exchangeability berarti bahwa suatu item dapat dipisahkan dari entitas,
dan disposal value-nya dipisahkan dari nilai entitas. Pendapat ini diajukan dengan alasan
bahwa manfaat ekonomik akan menjadi cukup pasti dan terukur apabila sumber ekonomik
mempunyai daya atau nilai tukar. Akan tetapi, pendapat ini disanggah karena manfaat
ekonomik tidak hanya terletak pada daya tukar tetapi juga daya guna suatu objek untuk
produksi.

PENGAKUAN ASET
Jumlah yang diakui sebagai aset timbul akibat adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang
memengaruhi aset. Umumnya, pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi,
kejadian, atau keadaan tersebut. Mengutip Sterling, Belkaoui (1993, hal. 194-195)
menunjukkan kondisi yang perlu dan cukup, yang merupakan penguji yang cukup rinci untuk
mengakui aset, yaitu :
1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengakui aset, harus ada
transaksi yang menandai timbulnya aset.
2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk
mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka,
dibutuhkan, dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan
usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus
mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset,
semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca)
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung untuk
meyakinkan bahwa kelima penguji di atas dipenuhi.
Hal yang diungkapkan oleh Belkaoui diatas merupakan recognition rules atau kaidah
pengakuan. Recognition rules merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan
empat kriteria pengakuan (recognition criteria) FASB, yaitu :
3

1. Definisi
Suatu pos akan masuk dalam struktur akuntansi apabila memenuhi definisi elemen
laporan keuangan.
2. Keterukuran
Suatu pos harus memiliki makna tertentu yang relevan dan dapat diukur jumlahnya
dengan reabilitas yang tinggi.
3. Keberpautan atau Relevansi
Informasi yang terdapat dalam pos tersebut memiliki kemampuan untuk membuat
suatu perbedaan dalam keputusan yang diambil oleh pengguna laporan keuangan.
4. Keterandaralan atau Reliabilitas
Informasi yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaan yang digambarkan atau
direpresentasikan, dan dapat diuji kebenarannya dan netral.
Sebelumnya, terdapat beberapa kriteria yang diaplikasikan untuk membantu akuntan dalam
menentukan pencatatan aset. Namun tidak semua kriteria dimasukkan ke dalam framework,
dan beberapa memiliki sedikit bahkan tidak ada dasar. Berikut ini merupakan kriteria
pengakuan yang lalu, yaitu :
-

Didasarkan pada hukum


Mayoritas aset bergantung pada legal concept dari suatu aset. Kriteria ini
berhubungan dengan relevansi dan reliabilitas dari informasi akuntansi. Kontrol
atau kendali digunakan untuk menentukan keberadaan suatu aset. Sementara
passing of legal title mengindikasikan adanya perpindahan kontrol dan bisa
digunakan dalam menentukan kapan mengakui keberadaan aset.

Makna / substansi ekonomi suatu transaksi


Suatu informasi dianggap material, apabila hal tersebut tidak dicantumkan atau
terjadi misstatement (kesalahan) akan memengaruhi keputusan ekonomik yang
diambil oleh pengguna berdasarkan laporan keuangan.

Materialitas juga

merupakan hal yang cukup penting untuk dicatat dan dilaporkan.


-

Pemakaian prinsip konservatif


Dalam Framework par. 37 menyatakan :
Prudence is the inclusion of a degree of caution in the exercise of the
judgement needed in making the estimates required under conditions of
uncertainty, such that assets or income are not overstated and liabilities or
expenses are not understated.
4

Pendekatan ini dianggap tidak konsisten dengan konsep neutrality, dimana


informasi seharusnya bebas dari prasangka dan tidak disajikan dengan cara yang
bisa memengaruhi pertimbangan untuk mencapai tujuan. Prinsip konservatif
menyiratkan bahwa kewajiban dapat dicatat lebih dahulu dibandingkan aset.

PENGUKURAN ASET
Pengukuran pada biaya perolehan (at acquisition cost) dapat dikatakan objektif dan
memberikan informasi yang dapat dipercaya (reliable) dan dapat diverifikasi (verifiable).
Sedangkan, pengukuran nilai wajar (fair value) dapat memberikan informasi yang relevan.
Apa yang belum diselesaikan merupakan dimana pengukuran harus dilakukan untuk
mencapai karakteristik kualitatif yang diinginkan. Pada saat pengukuran, informasi mengenai
nilai-nilai aset dapat dimasukkan ke dalam laporan keuangan atau dapat dimasukkan sebagai
pengungkapan catatan (note disclosure). Pengukuran aset dapat diungkapkan dalam catatan
akun, tetapi tidak dapat diakui dalam laporan keuangan.

Tangible Assets
IASB memperbolehkan pengukuran ulang terhadap tangible asset, tetapi tidak memerlukan
penggunaan model pengukuran saat ini. Manajer akan lebih memilih untuk menggunakan
model revaluasi untuk pengukuran berikutnya. Pengukuran dapat didasarkan pada market
value atau dapat diestimasikan oleh entitas berdasarkan pada pendekatan pendapatan atau
biaya pengganti yang terdepresiasi. Revaluasi harus tetap mengalami pembaharuan pada
tanggal neraca. Dengan demikian, manajer dapat memilih cost model atau fair value model
untuk melakukan pengukuran setelah pengakuan.

Intangible Assets
Praktik akuntansi dalam kaitannya dengan pengukuran intangible asset dilakukan secara
konservatif. Standar akuntansi mengharuskan intangible asset untuk melakukan pengukuran
pertamanya dengan biaya perolehan (cost of acquisition). Penggunaan current value model
untuk pengukuran intangible asset sudah jarang digunakan. IAS 38 memperbolehkan
penggunaan revaluation model, akan tetapi mengharuskan fair value ditentukan dengan
mengacu kepada pasar aktif (active market). Hal ini dikarenakan sebagian besar intangible
asset tidak memiliki pasar aktif (active market), maka biaya (cost) adalah metode pengukuran
yang sering digunakan. IAS 38 juga melarang pengakuan intangible asset yang dihasilkan

secara internal. Penilaian intangible asset diperdebatkan, karena melibatkan hal seperti
estimasi subjektif dari nilai wajar (fair value) aset.

Financial Instruments
FASB dan IASB telah menyimpulkan bahwa derivatif harus diukur dengan nilai wajar (fair
value). IASB berkomitmen bahwa penggunaan pengukuran nilai wajar (fair value) untuk
financial instrument ditujukan untuk memberikan informasi yang relevan bagi pengguna
laporan keuangan.
Pengukuran financial instrument mencerminkan kompleksitas mereka. Single measurement
model belum disahkan oleh pembuat standar. Pada kenyataannya, beberapa metode
pengukuran telah digunakan. Semua financial instrument dikelompokkan ke dalam empat
kategori, yang masing-masing dengan metode pengukuran yang diperlukan. Pada pengakuan
awal, semua financial instrument yang diukur pada metode akuisisi (acquisition cost). Pada
pengakuan selanjutnya, suatu entitas dapat memilih untuk menghargai semua atau sebagian
financial instrument pada nilai wajar (fair value), dengan perubahan nilai wajar (fair value)
yang diakui dalam pendapatan, dengan menunjuknya sebagai nilai wajar melalui laba rugi
(fair value through profit and loss).
Berikut merupakan kategori dari financial instrument, beserta metode pengukurannya.
1. Originated loans and receivables
Diukur pada amortised cost. Aset tersebut tidak terpengaruh oleh keinginan untuk
menjual atau menahan hingga jatuh tempo.
2. Held-to-maturity investments
Diukur pada amortised cost, ditinjau untuk penurunan nilai (impairment). Entitas
dilarang menggunakan klasifikasi held-to-maturity jika menjual atau transfer lebih
dari sebagian kecil investasi held-to-maturity sebelum jatuh tempo, selama dua tahun
keuangan saat ini atau sebelumnya.
3. Available-for-sale securities
Diukur dengan fair value, dengan keuntungan atau kerugian dari pengukuran kembali
diakui dalam equity.
4. Financial assets held for trading, or classified as fair value through profit and loss,
and derivatives

Diukur dengan fair value, dengan keuntungan dan kerugian yang timbul dari pengkuran,
dimasukkan ke dalam laba rugi. Semua aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan
diamortisasi (at amortised cost) dan available-for-sale securities harus dinilai untuk
penurunan nilai (impairment) pada setiap tanggal pelaporan.

TANTANGAN BAGI PEMBUAT STANDAR


Model Pengukuran
Proyek conceptual framework menunjukkan bahwa pembuat standar mempertimbangkan
berbagai model pengukuran. Komentator mengklaim bahwa IASB memperkenalkan
meluasnya penggunaan pengukuran nilai wajar (fair value), meskupin Cairns membantah
klaim ini dengan tegas. Cairns berpendapat bahwa meluasnya penggunaan pengukuran nilai
wajar (fair value) di bawah IFRS lebih kepada persepsi daripada kenyataan. Namun, IASB
dan FASB mendukung penggunaan yang lebih besar dari pengukuran nilai wajar (fair value),
misalnya untuk semua financial instruments, adalah fokus perhatian yang cukup besar dalam
beberapa bagian dari financial community.

Menghitung Pengukuran Nilai Wajar


Terdapat beberapa teknik penilaian yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai wajar
(fair value), yaitu:
1. Market Approach
Menggunakan harga dan informasi dari transaksi yang sesungguhnya untuk aset dan
liabilitas yang sejenis dan diperbandingkan.
2. Income Approach
Konversi dari diskonto uang yang diterima di masa yang akan datang.
3. Cost Approach
Sejumlah uang yang digunakan untuk memperoleh kapasitas yang sama (current
replacement cost)
FASB telah mengindikasikan bahwa, terlepas dari pendekatan mana yang digunakan,
penilaian harus menekankan input pasar (market inputs), yaitu asumsi dan data yang pelaku
pasar akan digunakan dalam perkiraan mereka dari nilai wajar (fair value). Pernyataan FASB
juga menyediakan hirarki nilai wajar (fair value hierarchy), yaitu mengusulkan tiga ketogori

atau level atas input yang akan digunakan untuk memperkirakan nilai wajar (fair value),
sebagai berikut:
1. Level 1
Menggunakan harga pasar, jika harga pasar yang bisa dipastikan, tidak ada
penyesuaian sehingga bisa langsung menggunakan harga pasar. Contohnya mobil
baru, saham, obligasi, dan persediaan.
2. Level 2
Apabila harga pasar tidak tersedia, maka diestimasikan dengan harga aset dan
liabilitas yang sejenis. Kalau tidak ada harga pasar, diperlukan melakukan taksiran,
berapa kalau beli atau berapa kalau jual, seperti mobil lama.
3. Level 3
Apabila harga tidak dapat diperoleh dari level 1 dan level 2, maa nilai wajar
diestimasi dengan beberapa penilaian. Untuk penilaiannya menggunakan kombinasi
dari penghematan dan uang yang dikeluarkan seandainya belum memiliki aset saat ini,
atau kombinasi dari berapa uang yang dikeluarkan untuk membeli aset yang sama
dengan yang kita gunakan. Dengan uang untuk menyewa aset saat kita belum punya
sendiri.

ISU BAGI AUDITOR


Dalam mengaudit fair value terdapat kesulitan tersendiri, karena hal ini memerlukan
aplikasi atau kemampuan khusus dalam melakukan valuasi dengan berlakunya Time Value of
Money. Untuk menyelesaikan kesulitan tersebut diperlukan pengembangan pendekata audit
yang efektif. Pendekatan Audit tersebut memerlukan auditor untuk,
a. Memahami proses dan pengendalian penentuan fair value
b. Melakukan judgment apakah metode pengukuran dan asumsi yang digunakan klien
sudah tepat untuk menghasilkan pengukuran fair value dengan reasonable basis

DAFTAR PUSTAKA

Endarya. (2012, July 4). Catatan Teori Akuntansi Chapter 7 Aset. Diambil kembali dari
Blogspot: http://endarya09.blogspot.co.id/2012/07/catatan-teori-akuntansi-chapter-7aset.html
Godfrey, J., Hodgson, A., Tarca, A., Hamilton, J., & Holmes, S. (2010). Accounting Theory.
New York: John Wiley & Sons.
Suwardjono. (2016). Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai