Makalah Wadiah Oke
Makalah Wadiah Oke
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Wadiah.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Lembaga Keuangan Islam.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan karya
tulis ini.
ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah
ini, khususnya kepada semua pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan makalah ini.
semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan,
dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1
Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3
Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3
2.1
Pengertian..........................................................................................................................3
2.2
2.3
2.4
Macam-macam Wadiah...................................................................................................6
2.5
2.6
Kesimpulan.....................................................................................................................11
3.2
Saran................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyaknya fenomena yang ada sekitar kita dimana salah satunya yang akan kami bahas
dalam makalah ini, yaitu penitipan barang (wadiah). Seiring dengan bermunculannya lembagalembaga penitipan barang dapat sedikit membantu ketika seorang ingin menitipkan barangnya
dalam waktu yang cukup lama, mereka tidak khawatir dengan keadaan keadaan barang yang
ditinggalkannya itu, sebab dalam lembaga tersebut telah menjamin akan keaslian barangnya.
Namun dengan sedikit mengeluarkan biaya tentunya.
Kita lihat di masyarakat sangatlah tidak asing lagi dalam hal penitipan barang, atau
menitipkan sebuah barang kepada orang lain. Seseorang berani menitipkan barang kepada orang
lain hanya yang biasa di kenal saja, sungguh belum tentu seorang yang kita kenal tersebut bisa
menjaga barang kita dengan baik, bisa saja terjadi kelalaian atau kerusakan ketika barang yang
dititipkan tersebut dipakai oleh seorang yang diberikan amanah tersebut, dengan alasan yang
banyak dan dengan kedekatannya seorang penitip kepada seorang yang diberikan amanah,
kemudian seorang yang diberi amanah tersebut menipu, ketika terjadi kerusakan pada barang
yang dititipkan kepadanya. Dengan alasan apapun bisa di terima si penitip karena si penitip
yakin bahwa orang yang dikenal dan dekat denganya tidak mungkin melakukan penipuan
terhadap dirinya.
Hal ini yang sering dilalaikan oleh seorang yang diberikan amanah, menganggap barang
yang dititipkan tersebut adalah barang yang bisa dipakainya juga. Ternyata tidak seperti itu,
seorang yang diberikan amanah hanya berhak menjaga barang yang di titipkan kepadanya. dan
ketika si penitip memperbolehkannya atau memberikan izin memakai barang yang dititipkan
tersebut. Barulah seorang yang diberikan amanah tersebut memakainya dengan ketentuan selalu
menjaga, memperbaiki ketika terjadi kerusakan, dan mengatakan dengan sebenarnya kepada si
penitip ketika barang akan diserahkan kembali kepada si penitip. Jangan sekali-kali mengharap
apapun, baik upah menjaga, dan upah-upah lainnya kepada si penitip dan menjagalah dengan
baik dan ikhlas. Karena belum tentu serang yang menitipkannya tersebut orang yang memiliki
1
cukup uang untuk mengganti jasa tersebut. dan kepada seorang yang menitipkan barang kepada
orang lain hendaklah sadar akan jasa orang yang rela riberikan amanah tersebut.
Oleh karena itu, fenomena yang demikian perlulah diperhatikan oleh seorang yang
diberikan amanah dan pemberi amanah. Mempelajari apa yang harus di kerjakan ketika seorang
diberikan atau memberikan barang titipan(wadiah) kepada orang lain. Memilih jalan yang lebih
aman dengan menitipkan barang pada lembaga-lembaga penitipan barang yang ada di sekitar
kita.
Selain itu wadiah juga merupakan salah satu produk yang umumnya ada pada bank-bank
syariah, maka oleh karenanya perlu dicermati bagaimana mekanisme wadiah di lembagalembaga keuangan yang ada sekarang.
1.3 Tujuan
Rumusan masalah diatas memberikan penulis pemikiran bahwa tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu
1.
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
a. Secara Etimologi
Secara etimologi wadiah ( )berartikan titipan (amanah). Kata Al-wadiah berasal
dari kata wadaa (wadaa yadau wadaan) juga berarti membiarkan atau meninggalkan
sesuatu. Sehingga secara sederhana wadiah adalah sesuatu yang dititipkan.
b. Secara terminology
Dalam literatur fiqh, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya, disebabkan
perbedaan mereka dalam beberapa hukum yang berkenaan dengan wadiah tersebut yaitu
perbedaan mereka dalam pemberian upah bagi pihak penerima titipan, transaksi ini dikatagorikan
taukil atau sekedar menitip, barang titipan tersebut harus berupa harta atau tidak. Secara
terminologi wadiah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada dua definisi wadiah yang
dikemukakan ulama fiqh :
Ulama Hanafiyah :
mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, (baik dengan ungkapan yang jelas,
melalui tindakan, maupun melalui isyarat)
Ulama Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah (Jumhur Ulama) :
mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu
Secara harfiah, Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak
yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendakinya.
3
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha melihat.
Menurut para mufasir, ayat ini berkaitan dengan penitipan kunci Kabah kepada
Usman bin Talhah (seorang sahabat Nabi) sebagai amanat dari Allah SWT.
Dalam ayat lain disebutkan:
.... ....
..... Hendaklah orang dipercayai itu menunaikan amanat .... (al-Baqarah: 283).
Di dalam hadits Rasulullah disebutkan:
( )
Hendaklah amanat orang yang mempercayai anda dan janganlah anda
menghianati orang yang menghianati anda. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim).
Demikian juga tabungan dengan produk Wadiah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa
DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan
yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah.
Baligh
Berakal
Kemauan sendiri, tidak dipaksa
Dalam mazhab Hanafi baliqh dan berakal tidak dijadikan syarat dari orang yang sedang berakad,
jadi anak kecil yang dizinkan oleh walinya boleh untuk melakukan akad wadiah ini.
2) Barang titipan
Syarat syarat benda yang dititipkan:
1) Benda yang dititipkan diisyaratkan harus benda yang bisa disimpan. Apabila benda
tersebut tidak bisa disimpan, seperti burung diudara atau benda yang jatuh kedalam air,
maka wadiah tidak sah apabila hilang, sehingga tidak wajib diganti. Syarat ini
dikemukakan oleh ulama-ulama hanafiah.
2) Syafiiah dan hanabilah mensyaratkan benda yang dititipkan harus benda yang
mempunyai nilai atau qimah dan dipandang sebagai maal, walaupun najis. Seperti anjing
yang bisa dimanfaatkan untuk berburu atau menjaga keamanan. Apabila benda tersebut
tidak memiliki nilai, seperti anjing yang tidak ada manfaatnya, maka wadiah tidak sah.
3) Sighah (akad)
Syarat sighah yaitu kedua belah pihak melafazkan akad yaitu orang yang menitipkan
(mudi) dan orang yang diberi titipan (wadi). Dalam perbankan biasanya ditandai dengan
penanda tanganan surat/buku tanda bukti penyimpanan.
Dengan demikian, apabila dalam akad wadiah ada disyaratkan untuk ganti rugi atas orang yang
dititipi maka akad itu dianggap tidak sah. dan orang yang dititipi pun juga harus menjaga amanat
dengan baik dan tidak menuntut upah (jasa) dari orang yang menitipkan.
a. Wadiah yad-dhamanah
Akad ini bersifat memberikan kebebasan kepada pihak penerima titipan dengan atau
tanpa seizin pemilik barang dapat memanfaatkan barang dan bertanggung jawab terhadap
kehilangan atau kerusakan pada barang yang dinggunakannya.
Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah
untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya. Disisi lain, bank juga
berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang
tersebut. Ketentuan umum tabungan wadiah sebagai berikut:
1. Tabungan wadiah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta.
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik
atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian.
3. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif
selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.
b) Giro Wadiah
Dalam hal ini bank syariah menggunakan prinsip wadiah yad dhomanah. Dengan prinsip
ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadiah.
Dana tersebut dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas
pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan kegiatan
komersial. Namun demikian bank, atas kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa
bonus (hibah) kepada pemilik dana (pemegang rekening wadiah). Yang dimaksud dengan giro
wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap
saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Ketentuan umum giro wadiah sebagai berikut:
4. Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank
harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut.
5. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank
dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk
menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan dimuka.
6. Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu-waktu (on call), baik
sebagian atau seluruhnya.
wadiah
yad
dhamanah
yang
diaplikasikan
pada
giro
wadiah
dan
tabunganwadiah.
2. Prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk deposito mudharabah dan
tabungan mudharabah
Menurut Wiroso (2011) di bank konvensional penghimpunan dana dari masyarakat yang
dilakukan dalam bentuk tabungan, deposito dan giro yang lazim disebut dengan dana pihak
ketiga di bank syariah penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan dengan prinsip
wadiah dan mudharabah tanpa membedakan nama produk yang bersangkutan.
Sumber Dana dengan Prinsip Akad Wadiah
Menurut Wiroso (2009) wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja kapan saja si
penyimpan menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga keselamatan
barang titipan dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud barang
disini adalah suatu yang berharga seperti uang, barang, dokumen, barang lain yang berharga
disisi Islam.
9
Dasar hukum wadiah terdapat pada Al-Quran ayat An-Nisa Ayat 58 yang artinya adalah
sebagai berikut:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat Dasar hokum
wadiah juga terdapat dalam ayat lain yaitu Surat Al- Baqarah ayat ke 283 yang mempunyai arti:
... jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....
Kedua ayat Al-Quran diatas menjelaskan mengenai sesuatu yang dititipkan atau
diamanahkan seseorang kepada orang lain agar dijaga keutuhannya, karena dia meninggalkannya
pada orang yang sanggup menjaga, berlaku adil dan bertakwa kepada Allah SWT. Wadiah dibagi
menjadi dua macam yaitu wadiah yad al amanah (penerima titipan tidak harus mengganti segala
resiko kehilangan atau kerusakan pada barang titipan dan barang tersebut
tidak boleh dimanfaatkan atau dipergunakan) dan wadiah yad dhamanah (penerima titipan dapat
memanfaatkan barang titipan dan harus bertanggung jawab atas segala resiko kerusakan atau
kehilangan barang titipan).Menurut Arifin (2009) dana titipan wadiah yad dhamanah merupakan
dana pihak ketiga yang ditipkan pada bank pada umumnya berupa giro atau tabungan.
Pengertian tabungan wadiah menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
(PAPSI) dalam Wiroso (2009) adalah titipan pihak ketiga kepada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati dengan kwitansi,
kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. Tabungan
wadiah berdasarkan Fatwa DSN No. (dewan syariah nasional/02/DSN-MUI/IV/2000:, 2000)
a) Bersifat simpanan,
b) Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan,
c) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya)
yangbersifat sukarela dari pihak bank.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Yang dimaksud wadiah secara istilah dapat dikatakan akad dalam hal penitipan barang.
Rukun wadiah yaitu, orang yang berakad, barang titipan, sighat ijab dan kobul,
sedangkan syarat wadiah diantaranya yaitu: baligh, berakal, kemauan diri sendiri
Ada dua macam wadiah yaitu wadiah yad-Amanah dan Wadiah yad-Damanah
Hukum menerima benda titipan dapat berubah menjadi lima hukum yakni, wajib, sunah,
3.2 Saran
Seandainya kita ingin menjadi nasabah syariah, sebaiknya kita mengetahui dahulu
tentang seluk beluk pernankkan agar kita tidak salah menentukan program apa yang akan kita
ambil, salah satu program dalam akad wadiah adalah, giro wadiah dan tabungan wadiah.
Kita bisa memanfaatkan program itu dengan tujuan yang tepat, seperti gito wadiah untuk
pengambilan dana menggunakan cek dan tabungan wadiah untuk pengambilan dana
menggunakan atm atau passbook, sehingga kita dapat menyesuaikan dengan kebutuhan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Syariah Nasional/02/DSN-MUI/IV/2000:. (2000). Majelis Ulama Indonesia.
(n.d.). Tentang Perbankan Syariah. UU No 21 .
Wiroso, M. (2009). Prinsip prinsip wadi'ah.
Burhanuddin. (2011). aspek hukum lembaga keuangan syariah. Bandung: graha ilmu.
Primasthi, D. (2015). Studi Komparasi Kualitas Tabungan Akad. Jurnal Ilmiah, 4-14
12