05 - 193penatalaksanaan Kedaruratan PDF
05 - 193penatalaksanaan Kedaruratan PDF
Penatalaksanaan Kedaruratan
Cedera Kranioserebral
Lyna Soertidewi
Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
PENDAHULUAN1,2
Dinamakan cedera kranioserebral karena cedera ini melukai baik bagian kranium (tengkorak) maupun serebrum (otak). Cedera tersebut
dapat mengakibatkan luka kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, kerusakan pembuluh darah intra- maupun ekstraserebral, dan kerusakan jaringan otaknya
sendiri.
Cedera ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas (terbanyak), baik pejalan kaki maupun
pengemudi kendaraan bermotor. Selain itu,
cedera kranioserebral dapat juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka tembus peluru),
dan lainnya.
Akibat cedera ini, seseorang dapat mengalami
kondisi kritis seperti tidak sadarkan diri pada
saat akut, dan yang tidak kalah penting adalah
saat perawatan karena jika penatalaksanaannya tidak akurat, dapat terjadi kematian atau
kecacatan berat.
DEFINISI1,2
Cedera kranioserebral termasuk dalam ruang
lingkup cabang ilmu neurotraumatologi,
yang mempelajari/meneliti pengaruh trauma
terhadap sel otak secara struktural maupun
fungsional dan akibatnya baik pada masa akut
maupun sesudahnya. Akibat trauma dapat
terjadi pada masa akut (kerusakan primer) dan
sesudahnya (kerusakan sekunder), oleh karena
itu manajemen segera dan intervensi lanjut
harus sudah dilaksanakan sejak saat awal
kejadian guna mencegah/meminimalkan kematian maupun kecacatan pasien.
1.
Koma Glasgow
SKG
Gambaran Klinik
Skening
Otak
Normal
Abnormal
Beratnya Trauma
Kranioserebral
sangat ringan
5 60 menit
ringan
1 24 jam
sedang
1 7 hari
berat
1 4 minggu
sangat berat
ekstrem berat
Dari empat klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasarkan derajat kesadaran yang banyak dipakai di klinik karena mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu
Kategori
Lama Amnesia
Pascacedera
2.
Penilaian SKG (Skala Koma Glasgow) dengan komponen E(ye) M(otor) dan V(erbal)
mempunyai nilai pasti dengan tampakan
klinik yang mudah dinilai oleh kalangan
medis maupun paramedis (standar jelas)
(Tabel 3),
Kategori dan prognosis pasien cedera
kranioserebral dapat diperkirakan dengan melihat nilai SKG yang meskipun
diulang beberapa kali akan menghasilkan nilai yang sama.
Tampakan
E(ye) opening
Skala
Nilai
4
Spontan
Dipanggil
Rangsang nyeri
sio.
V(erbal) response Orientasi baik
KLASIFIKASI1,2
Klasifikasi cedera kranioserebral berdasarkan
patologi yang dibagi dalam komosio serebri,
kontusio serebri, dan laserasi. Di samping patologi yang terjadi pada otak, mungkin terda-
Jawaban kacau
Kata-kata tak-patut
(inappropriate)
Bunyi/suara tak-berarti
(incomprehensible)
Tidak bersuara
327
6/5/2012 11:01:26 AM
M(otor) response
Sesuai perintah
Lokalisasi perintah
Fleksi (dekortikasi)
Ekstensi (deserebrasi)
328
CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 328
A.
B.
Tindakan
Terapi non-operatif
Terapi operatif
C.
Saat kejadian
Manajemen prehospital
Instalasi Gawat Darurat
Perawatan di ruang rawat
6/5/2012 11:01:26 AM
2.
Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami
cedera kranioserebral ringan (CKR).
b. Pernapasan (Breathing)
Gangguan pernapasan dapat disebabkan
oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, atau ataksik.
Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi,
trauma dada, edema paru, emboli paru, atau
infeksi.
Tata laksana:
Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit,
intermiten
Cari dan atasi faktor penyebab
Kalau perlu pakai ventilator
c. Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak.
Hipotensi dengan tekanan darah sistolik <90
mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah
dapat meningkatkan risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat
faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam,
trauma dada disertai tamponade jantung/
pneumotoraks, atau syok septik.
Tata laksananya dengan cara menghentikan
sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang hilang, atau
sementara dengan cairan isotonik NaCl
0,9%.
2. Pemeriksaan fisik
Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan
fisik yang meliputi kesadaran, tensi, nadi, pola
dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk
dan reaksi cahaya), defisit fokal serebral dan
cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan ketat pada
hari-hari pertama. Bila terdapat perburukan
salah satu komponen, penyebabnya dicari
dan segera diatasi.
3. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan
fraktur servikal, collar yang telah terpasang
tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen dilakukan atas indikasi.
CT scan otak dikerjakan bila ada fraktur tulang
tengkorak atau bila secara klinis diduga ada
hematoma intrakranial.
329
6/5/2012 11:01:29 AM
Pemeriksaan laboratorium
7. Neurorestorasi/rehabilitasi1,2
Posisi baring diubah setiap 8 jam, dilakukan
tapotase toraks, dan ekstremitas digerakkan
pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik.
Posisi tidur: Bagian kepala ditinggikan 2030 derajat dengan kepala dan dada pada
satu bidang.
b.
Terapi diuretik:
Diuretik osmotik (manitol 20%) dengan
dosis 0,5-1 g/kgBB, diberikan dalam 30
menit. Untuk mencegah rebound, pemberian diulang setelah 6 jam dengan
dosis 0,25-0,5/kgBB dalam 30 menit. Pemantauan: osmolalitas tidak melebihi
310 mOsm.
Loop diuretic (furosemid)
Pemberiannya bersama manitol, karena
mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efek osmotik serum manitol. Dosis: 40 mg/hari IV.
6. Nutrisi11
Pada cedera kranioserebral berat, terjadi hipermetabolisme sebesar 2-2,5 kali normal dan
akan mengakibatkan katabolisme protein.
Kebutuhan energi rata-rata pada cedera kranioserebral berat meningkat rata-rata 40%. Total kalori yang dibutuhkan 25-30 kkal/kgBB/
hari. Kebutuhan protein 1,5-2g/kgBB/hari,
minimum karbohidrat sekitar 7,2 g/kgBB/
hari, lipid 10-40% dari kebutuhan kalori/hari,
dan rekomendasi tambahan mineral: zinc 1030 mg/hari, cuprum 1-3 mg, selenium 50-80
mikrogram, kromium 50-150 mikrogram, dan
mangan 25-50 mg. Beberapa vitamin juga
direkomendasikan, antara lain vitamin A, E, C,
riboflavin, dan vitamin K yang diberikan berdasarkan indikasi.
330
CDK-193_vol39_no5_th2012 ok.indd 330
6/5/2012 11:01:31 AM
cedera spinal. Terapi kortikosteroid yang menjanjikan di masa datang adalah 21 aminosteroid (lazaroid) yang masih diteliti.
PREDIKSI LUARAN7,12
Luaran cedera kranioserebral secara sederhana dibagi dua, yaitu hidup dan meninggal. Untuk prediksi luaran hidup dan meninggal ini, bisa dipakai beberapa sistem
penskoran, antara lain (yang dikembangkan
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) adalah penskoran MNM (Mata, Napas, Motorik).
Penskoran yang lebih komprehensif dalam
menilai kematian dan kondisi hidup dengan tingkatan kecacatan adalah Glasgow
Outcome Score.
Prediksi luaran pasien cedera kranioserebral
bergantung pada banyak faktor, antara lain
umur, beratnya cedera berdasarkan klasifikasi
GCS dan CT scan otak, komorbiditas, hipotensi,
dan/atau iskemia serta lateralisasi neurologik.
Nutrisi yang tidak adekuat dapat memperburuk luaran. Hal yang perlu juga diperhatikan
adalah adanya amnesia pascacedera yang
menetap lebih dari 1 jam (pemeriksaan GOAT),
fraktur tengkorak, gejala neuropsikologik
(salah satu caranya dengan pemeriksaan
MMSE) atau gejala neurologik saat keluar dari
rumah sakit, yang akan memberikan problem
gejala sisa lebih sering dibandingkan mereka
yang keluar tanpa adanya gejala tersebut di
atas.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. PERDOSSI, 2006.
2.
3.
Ling GSF, Grimes J. Pathophysiology and initial prehospital management. AAN Hawaii, 2011.
4.
Marion DW. Head injury. Powner DJ. Nutrition/metabolism in the trauma patient. In: The Trauma Manual. Peitzman AB et al. (eds.). Lippincott Raven, 1998.
5.
Andrews PJD. Traumatic brain injury. In: Neurological Emergencies. Hughes R (ed.). 3rd ed. BMJ books, 2000.
6.
Marshall SA. Management of moderate and severe traumatic brain injury. AAN Hawaii, 2011.
7.
Musridatha E, Jannis J, Soertidewi L. Modifikasi revised trauma score pada pasien dewasa cedera kranioserebral sedang. Tesis Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006.
8.
Emril RD. Leukositosis sebagai salah satu indikator adanya lesi struktural intrakranial pada penderita cedera kepala tertutup dengan skala koma Glasgow awal 13-15. Penelitian Bagian
9.
Syarif I, Soertidewi L,Yamanie N. Hubungan antara leukositosis dan peningkatan suhu tubuh dengan CKS dan CKB tertutup selama 3 hari onset di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
331
6/5/2012 11:01:33 AM