Jurnal Tata Kota Bekasi PDF
Jurnal Tata Kota Bekasi PDF
Jurnal Tata Kota Bekasi PDF
Daftar Isi
Pengantar Redaksi
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Salam Redaksi
Pemimpin Umum:
Ir. Koswara
Pemimpin Redaksi:
Denny Bratha,
Sekretaris Redaksi:
Farah
Design /Layout:
Ipank Farizi
Bagian Umum
Wahyu Aji
Pimpinan Perusahaan:
Warso Sunaryo
Dewan Redaksi
Respati Wasesa, Ichsanuddin
Revisi Alamat: Perum Bumi Bekasi Baru Utara Blok V/28 RT 002 RW 09 Kota Bekasi
Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
Laporan Utama
Rupa Ruang
Kota Kita
Laporan Utama
ang publik lebih dekat dengan ruang terbuka hijau (RTH). Dalam pasal 29, RTH dibagi
menjadi dua: RTH Privat dan RTH Publik.
Masing-masing wilayah kota diwajibkan
menyediakan 30 persen dari total lahannya
untuk RTH. Proporsinya disesuaikan dengan sebaran penduduk.
Tetapi perlu diperhatikan pula bahwa
RTH tidak otomatis dapat dikategorikan
sebagai ruang publik. Ruang publik yang
baik harus dapat berfungsi dan dimanfaatkan warga untuk berkumpul, berinteraksi,
dan beraktivitas dengan aman dan nyaman.
Tanpa adanya aktivitas dan interaksi sosial
manusia di dalamnya, maka suatu ruang
publik telah gagal mengemban misinya. Lain
halnya dengan RTH, tidak ada pun aktivitas
manusia dan interaksi sosial di dalamnya,
tak jadi soal.
Meski demikian, RTH Publik sangat
memungkinkan terbentuk menjadi ruang
publik. Satu faktor yang perlu diperhatikan
adalah melibatkan peran serta masyarakat
di dalam penyediaan ruang publik. Meski
tidak menjanjikan nilai komersial, pemerintah dapat menawarkan kerja sama kepada
pihak swasta (public private partnership).
Dalam hal ini, misalnya, swasta dapat diberikan insentif menyediakan iklan di ruang publik. Namun, timbal baliknya, swasta
ikut membantu membangun fasilitas yang
harus disediakan dalam ruang publik.
Di Kota Bekasi, RTH Privat maupun Publik baru mencapai sekitar 11 persen dari total luas wilayah. Pemerintah menargetkan
6.700 hektare RTH atau 30 persen dari luas
wilayah sampai tahun 2032 mendatang. Proporsinya, 10 persen merupakan RTH Publik,
20 persen RTH Privat. Dalam Rencana Tata
Ruang dan Rencana Wilayah (RTRW) Kota
Bekasi 20 tahun ke depan disebutkan, RTH
yang dikembangkan tidak hanya berupa taman kota. Beberapa komponen RTH lainnya
juga direncanakan.
Keseluruhan komponen tersebut antara lain; sempadan sungai, jalur hijau sempadan jalan, hutan kota, taman pusat Bagian Wilayah Kota (BWK), taman lingkungan
(kecamatan, kelurahan atau perumahan),
taman rekreasi, tempat pemakaman umum
(TPU), lapangan olahraga atau lapangan
terbuka, pulau jalan, sempadan instalasi
berbahaya, sempadan kereta api.
Rencana tersebut disusun berdasarkan
analisis kondisi eksisting (yang sudah ada)
dan potensi lahan RTH di Kota Bekasi. RTH
sangat penting dikembangkan karena ber-
fungsi sebagai penyeimbang ekologi lingkungan dan pembangunan kota yang sedang berjalan. 11 komponen RTH tersebut
memiliki peran dan fungsi masing-masing.
Penghijauan di sempadan atau bantaran sungai, misalnya, bisa mengurangi
potensi banjir. Kota Bekasi merupakan
daerah yang memiliki banyak sungai. Jika
penghijauan ini dilakukan, luasan RTH
bisa meningkat. Bahkan sangat memungkinkan RTH di sempadan sungai ini dijadikan sarana rekreatif warga.
Pemenuhan target RTH 30 persen memang tidak bisa dilakukan sendirian oleh
pemerintah. Semua pihak mesti terlibat.
Maka, pengembangan RTH Privat juga menjadi perhatian serius. Lokasinya antara lain
bisa berupa pekarangan perumahan, pekarangan fasilitas pendidikan, halaman perkantoran. Masing-masing bangunan mesti
menyediakan 10 persen untuk ruang terbuka hijau dari luas lahan terbangun.
Perencanaan ruang publik seringkali
gagap dalam perawatan dan pengelolaannya. Banyak ruang-ruang kota tak berfungsi, baik yang kecil atau besar, yang belum
disentuh untuk pengembangan ruang publik. Persepsi warga terhadap pentingnya
ruang publik dalam pembangunan kota semestinya perlu ditingkatkan.
Barangkali Surabaya adalah kota yang
patut dicontoh. Di sana, pemerintah berani
merebut kembali lahan-lahan 14 stasiun
pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU)
yang berdiri di atas ruang terbuka hijau
(RTH). Lahan tersebut kemudian disulap
menjadi ruang publik.
Dalam wawancara khusus dengan jurnal ini, Walikota Bekasi Rahmat Effendi
menjelaskan wilayah terbangun di Kota
Bekasi tahun 2010 saja sudah lebih dari
60 persen. Sementara areal yang belum
terbangun umumnya sudah dikuasai
pengembang. Sehingga besar kemungkinan lahan tersebut akan berubah menjadi
lahan terbangun.
Sulitnya memenuhi target RTH memang
menjadi kendala utama kota-kota di Pulau
Jawa mengingat penduduknya yang padat.
Untuk melibatkan pihak swasta, beberapa
upaya telah dilakukan Pemerintah Kota
Bekasi. Salah satunya dengan diterbitkannya Perda tentang Fasilitas Sosial-Fasilitas
Umum (Fasos-Fasum). Perda tersebut mewajibkan pengembangperumahan, mal
maupun industrimenyediakan RTH.
Yang termasuk Fasos ialah fasilitas olah-
Laporan Utama
10
raga, pendidikan, ibadah, kantor pemerintahan. Sedangkan Fasum antara lain berupa
jaringan jalan, saluran drainase serta taman
lingkungan. Umumnya, pengembang menyiapkan kavling-kavling kosong. Pemanfaatannya ditentukan kepentingan dan kesepakatan warga sekitar setelah disetujui
pemerintah.
Tetapi kalau yang di dalam perencanaannya taman, itu tidak bisa diubah jadi
bangunan. Harus tetap taman. Kita baru
punya RTH Publik 3 persen. Padahal RTH
Publik ini sangat penting keberadaannya sebagai sarana sosialisasi warga dan penjaga
ekologi lingkungan, kata Rahmat.
Menjadi pertanyaan besar ketika mal
dibangun begitu gencar, sementara taman kota jumlahnya masih tetap. Dalam
setahun ini saja, 7 mal berdiri. Ini belum termasuk perumahan dan industri.
Menurut Rahmat hal tersebut sangat
dilematis. Di satu sisi pemerintah beru-
saha menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Di sisi lain RTH juga tidak
kalah penting untuk ditingkatkan.
Yang bisa dilakukan ialah menguatkan
dan menerapkan regulasi tentang Tata Ruang sebaik-baiknya. Sehingga pembangunan infrastruktur kota dan pertumbuhan
RTH seimbang, katanya.
Mengembangkan Ruang Publik yang Estetik
Ditilik dari segi estetika ruang publik
sangat memengaruhi citra kota. Barangkali
kita perlu membayangkan kota impian. Estetika tidak terhenti di rumah-rumah saja.
Warga juga bisa merasakan keindahan ketika memasuki gerbang kota melintasi persimpangan, berjalan di pedestrian, atau
duduk di taman kota. Demikian dikatakan
Kepala Pusat Kajian Otonomi dan Pembangunan Daerah (Puskopda) Universitas Islam
45 Bekasi Haris Budiyono.
Haris kemudian menjabarkan gagasan
11
Laporan Utama
Revitalisasi
Ruang Publik
Kota Bekasi
Dengan luas sekitar 210, 49 km2 yang terdiri dari 12 kecamatan dan 56 kelurahan pembangunan di Kota Bekasi berlangsung pesat.
Saat ini saja jumlah lahan terbangun sudah
mencapai 52,09 persen. Kebanyakan berupa
perumahan. Sedangkan yang belum terbangun 48,91 persen. 11,4 persen di antaranya
merupakan ruang terbuka hijau (RTH). Sementara sisanya sudah dikuasai pengembang
perumahan.
Padahal idealnya komposisi RTH di sebuah daerah adalah 30 persen sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. 30
persen tersebut dialokasikan untuk RTH Publik yang dimiliki dan dikelola pemerintah kota
untuk kepentingan masyarakat umum RTH
Privat pada lahan-lahan yang dimiliki swasta
atau masyarakat. Secara spesifik Pemerintah
Kota Bekasi tidak memisahkan RTH dan Ruang
Publik. Sehingga pembahasan mengenai ruang publik masih termasuk di dalam pembahasan ruang terbuka hijau.
Meski demikian baik RTH maupun ruang
publik dapat dibedakan berdasarkan jenis kegiatan, bentuk dan sifatnya. Ditinjau kegiatannya ada ruang terbuka aktif dan ruang terbuka
pasif. Ruang terbuka aktif adalah ruang terbuka yang mengandung unsur-unsur kegiatan
di dalamnya. Antara lain bermain, olahraga,
upacara dan berjalan-jalan. Ruang ini dapat
berupa plasa, lapangan dan tempat rekreasi.
Sedangkan ruang terbuka pasif adalah ruang
terbuka yang di dalamnya tidak mengandung
kegiatan manusia. Misalnya ruang yang difungsikan sebagai jarak rel kereta api.
Selanjutnya ruang terbuka yang ditinjau
dari bentuknya. Secara garis besar dibagi menjadi dua jenis yaitu berbentuk memanjang dan
berbentuk mencuat. Ruang terbuka
berbentuk memanjang mempunyai batas-batas pada sisi-sisinya. Misalnya jalan dan
sungaiini biasanya disebut sempadan. Ruang
terbuka berbentuk mencuat mempunyai batas-batas di sekelilingnya misalnya lapangan,
alun-alun atau bundaran. Sementara ditinjau
sifatnya ada ruang terbuka lingkungan dan
ruang terbuka bangunan. Ruang terbuka lingkungan terdapat pada suatu lingkungan dan sifatnya umum. Ada pun tata letak penyusunan
ruang-ruang terbuka dan ruang-ruang tertutupnya akan mempengaruhi keserasian lingkungan. Sedangkan ruang terbuka bangunan
dibatasi dinding bangunan dan lantai halaman
bangunan. Ruang terbuka ini bersifat umum
atau pribadi sesuai fungsi bangunannya.
Secara umum ruang publik kota dapat
dipahami sebagai bagian dari ruang kota
yang dapat dimanfaatkan warganya secara
tidak terkecuali (inclusive) untuk menyalurkan hasrat dasar sebagai mahluk sosial yang
membutuhkan interaksi. Terlebih bagi masyarakat perkotaan yang kebutuhan ruang
publiknya terasa lebih mendesak dibanding
wilayah perdesaan. Terutama karena di kota
ruang untuk beraktivitas masyarakat semakin
menyempit akibat pertumbuhan permukiman
dan berbagai peruntukan lainnya. Walaupun
secara umum ruang publik bisa diakses semua
manusia namun norma untuk tidak merugikan
kepentingan umum di dalamnya tetap dijaga.
Salah satu fungsi utama ruang publik ialah
sebagai wahana interaksi antarkomunitas untuk
berbagai tujuan baik individu maupun kelompok.
Dalam hal ini ruang publik merupakan bagian
dari sistem sosial masyarakat yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial.
Di samping itu ruang publik berfungsi memberikan nilai tambah bagi lingkungan. Misalnya
dalam segi estetika kota, pengendalian pencemaran udara, pengendalian iklim mikro serta
memberikan image kota.
Penataan ruang publik kota sangat berpengaruh pada karakteristik warga kotanya. Hal ini
Tiang listrik di tengah trotoar jalan A. Yani yang rusak / Foto: Respati
City (1960) menyebutkan jalan, garis sepandan sungai dan pedistrian merupakan elemen
ruang publik.
Kondisi semacam ini mudah dijumpai di
Kota Bekasi. Di Jalan Ahmad Yani di depan
kantor Samsat deretan kendaraan setiap hari
memenuhi lajur lambat. Begitu juga di depan
Rumah Sakit Mitra Keluarga. Operasi yang
kerap digelar Dinas Perhubungan tidak membuat efek jera bagi pengguna kendaraan. Hal
sama terjadi di Jalan Juanda tepatnya di Pasar
Proyek, Terminal Bekasi, sepanjang wilayah
Ampera hingga pertigaan Bulak Kapal.
Pedestrian yang seharusnya bisa diman-
faatkan pejalan kaki juga dirampas lapaklapak pedagang kaki lima. Pedestrian Jalan
Juanda di perempatan Bulan-bulan setiap hari
penuh sesak dengan berbagai macam lapak
pegadang yang menjajakan aneka barang.
Selain itu bahu jalan juga digunakan parkir
kendaraan. Pemerintah Kota Bekasi terkesan
membiarkan keberadaan para pedagang yang
telah merampas hak pejalan kaki itu. Kemudian di Jalan Baru Kranji pedagang juga dengan leluasa menggelar lapaknya di bahu jalan
sehingga pada jam-jam sibuk menimbulkan
kemacetan.
Keberadaan pedestrian di jalan-jalan utama di Kota Bekasi tidak ditata dengan baik dan
tidak terawat. Banyak lubang dibiarkan menganga. Bahkan di tengah-tengah pedestrian
juga dimanfaatkan sebagai tempat menancapkan tiang listrik, reklame, pot bunga, sehingga menghilangkan fungsinya sebagai ruang publik.
Pemanfaatkan jalur hijau di sempadan sungai pun marak terjadi. Seperti di jalan utama
Perumahan Bumi Bekasi Baru Kecamatan Rawalumbu. Sepanjang jalan di tepian sungai berderet lapak-lapak semi permanen.
Aspek kedua ruang publik adalah universalitas. Dimaksudkan penyediaan ruang publik semestinya dapat mengakomodir berbagai
kelas, status dan kebutuhan masyarakat baik
kelas atas sampai bawah, normal sampai difabel, anak-anak sampai dewasa dan pria atau
wanita.
Namun fenomena yang muncul justru
menjamurnya pembangunan pola kontainer
(container development) yaitu bangunan yang
mampu menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi secara sekaligus. Misalnya mal. Ini
cenderung hanya dapat dinikmati sekelompok
masyarakat menengah ke atas saja. Mal juga
tidak akan peduli dengan kaum difabel. Padahal semestinya bentuk container ini tidak selalu
berarti negatif sepanjang bisa menjawab secara
positif ruang di mana ia berada.
Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Siswadi
mengatakan Pemkot Bekasi sampai saat ini
belum mengakomodir kebutuhan kaum difabel di ruang publik. Pedestrian di jalan-jalan
utama Kota Bekasi tidak bisa diakses untuk
kaum difabel. Termasuk taman kota, sarana
transportasi dan fasilitas layanan umum. Padahal penyediaan akses untuk kaum difabel di
ruang publik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998.
Aspek ketiga adalah keberlanjutan fungsi
(functionability). Dimaksudkan ruang publik
13
Laporan Utama
Garis sempadan sungai dijadikan parkiran di depan Mall Metropolitan / Foto: Mbot
dapat dijamin dan dirawat secara berkelanjutan sehingga terus berfungsi sebagaimana
yang diharapkan. Tidak hanya secara fisik
namun yang jauh lebih penting adalah aspek
fungsinya itu sendiri. Di Kota Bekasi beberapa pengembang perumahan besar menutup
akses tamannya untuk publik dengan alasan
keamanan (safety reason) maupun kenyamanan. Misalnya karena dikotori pengunjung.
Padahal sebelumnya taman tersebut dibuka
untuk umum.
Aspek keempat adalah kesesuaian fungsi.
Dimaksudkan ruang publik dijamin dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa wujud ruang publik dapat berbentuk ruang terbuka hijau/taman,
fasilitas umum/sosial, pedestrian, dan lain sebagainya. Namun demikian dapat kita lihat secara
kasat mata terutama setelah krisis ekonomi banyak ruang publik tersebut telah beralih fungsi.
Sebagai contoh pedestrian dimanfaatkan untuk
pedagang kaki lima, badan jalan dimanfaatkan
untuk tempat parkir, dan lain sebagainya.
Praktik privatisasi ruang publik ini hampir
dilakukan semua pengelola gedung perkantoran, areal bisnis dan mal yang ada di Kota
Bekasi. Ruang publik disulap menjadi lahan
parkir komersial. Selain itu banyak ruang
publik milik pemerintah yang sudah tidak lagi
sesuai dengan fungsinya. Seperti kompleks
GOR Bekasi yang seharusnya bisa dimanfaatkan warga untuk berolahraga secara penuh
setiap Minggu tapi sebagian malah dikuasai
pedagang kaki lima. Kondisi serupa terjadi di
Lapangan Pondok Gede di mana kondisinya
tidak terawat karena hampir separuh luas lapangan dikuasai pedagang.
14
Revitalisasi
Keinginan menciptakan ruang publik yang
memenuhi berbagai aspek di atas ternyata bukan perkara mudah. Apalagi Kota Bekasi tidak
dirancang menjadi Kota Taman (Garden City)
yang mengedepankan ruang publik atau ruang
terbuka sebagai elemen utamanya. Saat ini ruang publik di Kota Bekasi semakin jauh dari gambaran sebagai tempat berinteraksi yang nyaman, memadai dan aman. Kalau tidak kotor dan
semrawut oleh pedagang kaki-lima ruang publik
di Kota Bekasi rawan tindak kriminal. Fasilitas
publik yang disediakan pun seringkali rusak akibat vandalisasi.
Untuk itu kita perlu Merevitaliasi Ruang
Publik di Kota Bekasi agar kembali kepada fungsinya. Keterlibatan masyarakat sangat penting
terutama dalam pemeliharaannya. Masyarakat
tidak hanya memiliki hak mendapatkan fasilitas
ruang publik namun juga sekaligus memiliki kewajiban memeliharanya.
Dengan keterlibatan masyarakat maka jaminan keberlanjutan fungsi ruang publik tersebut
semakin besar. Dalam konteks ini masyarakat
harus dipandang sebagai elemen vital: sebagai
elemen paling memahami hal-hal yang menjadi
kebutuhannya sehingga ruang publik tercipta
sesuai dengan kebutuhan. Pada gilirannya ini
mendorong tumbuhnya rasa memiliki.
Kedua, kemitraan dengan dunia usaha.
Walapun pemerintah memiliki tanggung jawab
menjamin tersedianya ruang publik namun
penyediaanya dapat diserahkan kepada dunia
usaha. Pemerintah dapat bertindak sebagai fasilitator dan regulator melalui berbagai perangkat
pengaturannya dan sekaligus sebagai pengawas
yang menjamin penyediaan fasilitas ruang publik
aman menjadi pilihan karena kota besar tak mungkin lagi membuka hutan sungguhan. Lahan sudah sangat terbatas. Bahkan boleh dibilang lahan untuk hunian saja jadi bahan rebutan. Imbasnya harga lahan semakin
mahal. Rumah murah pun mustahil didapat. Namun beruntunglah Undang Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mewajibkan pemerintah daerah
menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% dari luas keseluruhannya.
Ini artinya peluang untuk menghijaukan kota masih ada.
Di Indonesia kota yang punya terobosan kreatif dalam membangun taman ialah Surabaya. Di sana pemerintah berani merebut kembali lahanlahan 14 stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) yang berdiri
di atas ruang terbuka hijau (RTH). Lahan tersebut kemudian disulap menjadi taman dan bisa diakses publik. Banyak pihak akhirnya mengacungkan
jempol kepada kota yang juga terkenal baik dalam menyediakan jalur bagi
pejalan kaki itu.
Taman merupakan elemen kota yang banyak fungsinya. Selain untuk keindahan
taman juga berfungsi sebagai tempat bermain, berolahraga, mendapatkan udara
segar, pemelihara ekosistem tertentu dan pelembut arsitektur kota. Bagi warga
kota taman merupakan pemeliharaan hubungan emosional dengan alam lingkungan dan arena bersosialisasi dengan warga lain dengan suasana santai. Singkatnya
taman bisa menjadi ruang publik.
Mengingat pentingnya taman bagi kota ES Savas dalam bukunya Privati-
15
Laporan Utama
16
17
Ada
Makna
yang
Terlupa
Sinta, gadis tujuh tahun, nampak
heran melihat Tugu Kali Bekasi di
Jalan Juanda. Bentuk tugu yang
aneh. Di bawahnya dikeilingi
relief bernuansa patriotik.
Anak kecil itu menarik baju
sang ayah yang sedang asyik
tawar-menawar harga dengan
pedagang di trotoar. Ayah,
itu bangunan apa?. Ayahnya
gelagapan menjawab. Maklum,
tujuan dia ke situ hanya berburu
batu akik.
18
19
Melihat Bekasi
Lebih Dekat
Kota Bekasi tidak bisa dilepaskan dari desain pembangunan nasional, provinsi dan kawasan. Kota Bekasi
berperan sebagai pengimbang (counter magnet) ibu kota mengingat letaknya yang berdekatan. Juga
merupakan perbatasan dua provinsi. Dalam struktur tata ruang makro tersebut Kota Bekasi diarahkan
pengembangannya sebagai pusat kegiatan bidang jasa, perdagangan, industri dan permukiman. Maka
kebijakan sangat penting dan berpengaruh dalam pembangunan Kota Bekasi ke depan.
20
dapat meningkatkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan. Dan yang terpenting harga
bisa terjangkau.
Dengan bangunan vertikal maka kepadatan
penduduk suatu kawasan dapat meningkat dengan pemenuhan kebutuhan akan ruang bagi
masing-masing orang tetap terpenuhi. Kebutuhan akan ruang untuk aktivitas lain juga tetap
terpenuhi. Seperti kegiatan perdagangan dan
jasa dapat dialokasikan di lantai dasar bangunan. Begitu pula dengan kebutuhan akan ruang
terbuka hijau dapat dipenuhi.
Pemerintah Kota Bekasi berencana mendirikan rumah-rumah vertikal ini di daerah yang
mudah menjangkau transportasi umum. Pertimbangannya, itu akan semakin meringankan penghuninya. Di pusat kota rumah vertikal dibangun
di Kelurahan Margahayu.
Di bagian utara dan tengah dibangun di
Bekasi Jaya, Aren Jaya, Duren Jaya, Kranji, Kota
Baru, Pekayon Jaya, Kayuringin Jaya, Sepanjang Jaya, Pengasinan, Medansatria, Harapan
Mulya, Jatiwaringin, Jaticempaka dan Jatirahayu. Kemudian di daerah Selatan dibangun di
Kelurahan Jatisampurna, Jatirangga, Jatikarya,
Bantargebang, Cikiwul dan Pedurenan.
Peluang Ekonomi
Tingkat penyerapan tenaga kerja dari sektor-sektor ekonomi Kota Bekasi masih rendah
sementara pencari kerja cukup besar. Ini pada
akhirnya dapat menimbulkan masalah pengangguran. Heterogenitas masyarakat baik
secara sosial-ekonomi maupun sosial-budaya
yang menuntut pemenuhan kebutuhan beragam pun belum terakomodasi dalam pemanfaatan ruang kota.
Penduduk Kota Bekasi terdiri dari penduduk asli dan migran. Para pendatang hadir
dan bekerja di Bekasi dan Jakarta. Penduduk
migran lebih banyak jumlahnya dibanding
dengan penduduk asli. Sebabnya perkembangan kegiatan di Jakarta menjadikan Kota Bekasi menjadi penyangga. Namun ini sebenarnya
berpeluang bagi Kota Bekasi untuk membuka
lapangan kerja.
Seperti di Jakarta jenis lapangan pekerjaan
di Kota Bekasi yang tepat adalah pekerjaan yang
memberikan kontribusi tinggi terhadap perekonomian daerah seperti industri pengolahan,
jasa, perdagangan, hotel, dan restoran. Sektorsektor inilah kini berpeluang di Kota Bekasi.
Berdasarkan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Kota Bekasi dari tahun 2005
hingga tahun 2011, sektor yang memberikan
kontribusi terbesar adalah sektor industri pengolahan khususnya industri nonmigas. Pada
tahun 2005 kontribusinya cenderung stabil
sekitar 47,1% dari total PDRB Kota Bekasi.
Sedangkan sektor lain yang juga memberikan
kontribusi besar tinggi setelah industri pengolahan adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran dengan peranan sekitar 28,%. Sektor
pengangkutan pada tahun 2010-2011 kontribusinya naik dari sekitar 4% menjadi sekitar
7%. Kemudian disusul sektor jasa, keuangan,
bangunan dan listrik. Yang kontribusinya sangat kecil hanya pertanian.
Meski demikian lahan di Kota Bekasi sangat terbatas sehinga diperlukan kebijakan yang
lebih progresif untuk mendukung pengembangan sektor yang berkontribusi tersebut tanpa
mengurangi ketersediaan ruang terbuka.
Kota Bekasi bagian utara saja semakin padat baik untuk industri maupun permukiman.
Melihat daya dukung lingkungan bangunan
berat dan perluasan industri janganlah dilakukan. Muka air tanah daerah ini berpotensi
turun. Kontur tanahnya lunak pula. Kegiatan
industri sebaiknya diarahkan ke wilayah Kota
Bekasi bagian selatan di sekitar Kecamatan
Bantargebang.
Menuju Industri yang Ramah
Secara umum kegiatan perdagangan dan
jasa yang berkembang di Kota Bekasi menempati lokasi di sepanjang jalan utama baik itu jalan
21
arteri maupun jalan kolektor. Kegiatan perdagangan dan jasa berkembang di pusat kota umumnya terpusat di Jalan Juanda, Jalan Ahmad
Yani, dan Jalan Sudirman, Jalan Kartini.
Melihat kecenderungan perkembangan
kota maka kawasan ini diharapkan dapat
menjadi Pusat Kota (Centre Business District). Untuk membentuk kegiatan pusat
kota dibutuhkan pengaturan jenis dan skala
kegiatan sehingga image yang terbentuk
bisa lebih utuh. Untuk itu pengaturan penggunaan ruang diarahkan dengan kriteria
tertentu agar dapat berdayaguna dan berhasilguna. Sayangnya sebagian besar kegiatan perdagangan dan jasa tersebut belum
menyediakan fasilitas parkir yang memadai
sehingga seringkali menimbulkan kemacetan arus lalu lintas.
Sementara kegiatan industri di Kota Bekasi
masih acak di beberapa lokasi-lokasi industri
seperti di Kelurahan Harapan Jaya, Medansatria, Kalibaru, dan Pejuang. Lokasi industri
juga berkembang di sekitar Kecamatan Bantargebang.
Yang menjadi permasalahan keberadaan
kegiatan industri ini kemudian bercampur
dengan kegiatan lain seperti perumahan atau
perdagangan dan jasa. Apabila tidak ditangani dan dikontrol dengan benar tentu dapat
mencemari lingkungan sekitar baik berupa
pencemaran suara, udara, ataupun limbah.
Untuk mencegah pencemaran maka kegiatan
industri penghasil limbah berbahaya perlu
dilengkapi fasilitas pengolahan limbah yang
baik. Ke depan perkembangan kegiatan industri ini mesti ramah lingkungan atau akrab
disebut clean industry.
Kondisi ruang terbuka hijau juga semakin
memprihatinkan. Ruang terbuka hijau berupa
lahan pertanian di sebagian Kecamatan Bantargebang, Jatisampurna, Medansatria saat
ini mulai terkikis digantikan dengan bangunan khususnya permukiman skala besar yang
dikembangkan swasta.
Jalur hijau seperti di sepanjang jalur
sungai, jalan utama kota dan jalur rel kereta
api, pun digeser bangunan, baik untuk kegiatan perdagangan, jasa, industri, pergudangan maupun perumahan. Kondisi ini
sangat menyulitkan pelebaran jalan apabila
dipandang perlu. Akhirnya jika terpaksa dilakukan pembebasan lahan tentu memakan
biaya besar.
Hilangnya ruang hijau di jalur hijau ini jika
tidak direspon serius bisa menimbulkan persoalan lebih gawat. Bantaran sungai di pusat Kota
Bekasi berganti menjadi daerah terbangun. Permasalahan akan muncul pada saat sungai meluap di musim hujan. Daerah dekat sungai di Kota
Bekasi dipastikan langganan banjir.
22
23
Sejenak
Menengok
Macet
Kemacetan menjadi pemandangan lazim di Kota Bekasi. Hampir semua
jalan utama di kota ini mengalami kemacetan. Apa penyebabnya?
Banyak faktor. Terutama karena kita warga kumuter. Suka mondarmandir.Bolak-balik dengan kendaraan pribadi.
25
depan stasiun. Stasiun yang ada di Kota Bekasi adalah Stasiun Bekasi dan Stasiun Kranji.
Stasiun Bekasi berada di pusat kota dengan
jaringan jalan yang relatif padat lalu lintas.
Pengaturan lalulintas di daerah ini perlu dilakukan, terutama menertibkan ojeg dan angkutan kota yang berhenti sembarangan.
Persoalan struktur jalan dan transportasi juga menjadi perhatian serius Pemkot
Bekasi. Ini terlihat dalam rencana penataan struktur jalan yang tertuang di Perda
RTRW 2011-2031. Penataan jalan diarahan
untuk memudahkan warga mengakses keluar atau menuju Kota Bekasi. Perencanaan
tentu menyesuaikan kebijakan DKI Jakarta,
Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor.
Pemerintah Kota Bekasi berencana
membuka jaringan jalan baru yang melintang baik dari arah utara-selatan maupun
barat-timur. Jaringan jalan ini dapat berupa
jaringan jalan raya ataupun jalan bebas
hambatan (jalan tol). Secara lebih detail,
rencana pengembangan meliputi rencana
pembangunan jalan regional, rencana pembangunan jalan tol dalam kota; rencana
pengembangan jaringan jalan internal; rencana penanganan persimpangan sebidang;
serta rencana penanganan parkir.
26
27
Laporan Utama
28
29
Laporan Utama
Kebijakan
Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia, sebagai pertumbuhan ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat
kebudayaan, dan wahana untuk peningkatan kualitas hidup. Kota
adalah suatu lingkungan binaan manusia, merupakan hasil ciptarasa dan karsa manusia yang secara sengaja dibentuk atau tidak
sengaja terbentuk, mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan daya dukung lingkungannya dan menjadi wadah bagi kegiatan
manusia dengan segala aspek kehidupan yang dinamis. Perkembangan kegiatan manusia di wilayah perkotaan akan mengarahkan
perkembangan tampilan fisik kota, baik secara luasan horizontal
maupun luasan vertikalnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi lingkungan alam sekitarnya.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Persyaratan minimum pembangunan berkelanjutan berupa terpeli-
30
haranya apa yang disebut dengan total natural capital stock pada
tingkat yang lama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding dengan keadaan sekarang.
Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan kota yang cermat
dan matang. Sesuai dengan amanat Undang-undang 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang. Setiap kota diwajibkan untuk memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR). Kedua rencana tersebut merupakan dokumen
dilengkapi dengan penjelasan peta grafis mengenai segala hal/faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota. Produk grafis
tersebut merupakan penjabaran dari naskah dokumen rancangan
yang memberikan gambaran visual secara dua dimensi tentang
penggunaan wilayah atau bagian ruang sesuai dengan fungsi dan
pemanfaatannya. Produk normatif dan grafis tersebut adalah
merupakan suatu upaya untuk pengerahan sumber-sumber daya
perkotaan, baik meliputi alam, ekonomi, dan manusia, untuk men-
maksimal 70% dan KLB maksimal 2,1 dan Kepadatan Rendah (R4)
dengan KDB maksimal 30 %, KLB 0,9. Selain itu diprioritaskan untuk
pengembangan perumahan skala besar (Kasiba atau Lisiba) yang
dilakukan oleh pengembang diprioritaskan pada lahan yang telah
dikeluarkan izinnya. Pengembangan perumahan oleh pengembang
ini meliputi tiga tipe (jenis) perumahan dengan komposisi perbandingan 1 : 3 : 6 dan pengembangan perumahan skala besar ini di
arahkan untuk mengembangkan konsep pengembangan rumah
taman atau rumah kebun dengan ketentuan KDB maksimal 50%.
Selain itu juga diarahkan untuk hunian vertical yang tersebar di
beberapa sub Blok diantaranya; Kelurahan Margahayu, Kelurahan
Bekasi Jaya, Kelurahan Bojongrawalumbu dan Kecamatan Bojong
Menteng. Pengembangan perumahan di kawasan tersebut diwajibkan menyediakan prasarana, sarana dan utilitas yang memadai.
Persoalan yang ada di Pusat Kota adalah permukiman kumuh
sehingga perlu ada peremajaan, yang tersebar di Kelurahan Margahayu, Bintara, Kota Baru, Kelurahan Kranji, Sepanjang Jaya, Pengasinan, Bojong Rawalumbu, dan Bojong Menteng.
BWP Pusat Kota diprioritaskan menjadi Zona Perdagangan dan
Jasa, pengembangan Central Bussines District (CBD) yang ramah
lingkungan dengan menyediakan minimal 20 persen ruang terbuka
hijau (RTH) dan minimal 20 persen untuk prasarana, sarana dan
utilitas, dan menyediakan lahan resapan air atau tampungan air.
Pengembangan CBD diarahkan di kawasan Karang Kitri Kelurahan
Margahayu Bekasi Timur. Saat ini pembangunan CBD Karang Kitri
sudah mulai berjalan.
Pengembangan lain di BWP Pusat Kota adalah untuk Zona
Komersil skala pelayanan regional dan kota, yang berkembang
secara linier di sepanjang Kalimalang, Jalan Jendral Sudirman,
Jalan Kartini, Jalan Cut Mutia, Jalan Siliwangi Narogong, Jalan
Agus Salim, Jalan Pahlawan dan Jalan A.Yani. Sementara pembangunan pusat perbelanjaan modern (Mall, Super Mall, Shoping Centre, Hypermall) diarahkan ke wilayah Kelurahan Margahayu, Margajaya dan Kranji.
Pengembangan untuk Zona Industri di BWP Pusat Kota dibatasi
pada industri kecil dan menengah yang berwawasan lingkungan non
polutan. Dalam arti, industri yang tidak menguras air terutama air
tanah dalam, dan tidak menimbulkan gangguan lingkungan seperti
pencemaran udara, suara, limbah cair, dan limbah padat berbahaya
(B3). Pengembangan zona industri diarahkan ke wilayah Kecamatan
Rawalumbu koridor Jalan Siliwangi-Narogong, Jalan Cipendawa, Jalan Prapatan Bojong Menteng.
Di dalam BWP Pusat Kota nantinya akan diarahkan memiliki
Zona Pariwisata Perkotaan di kawasan CBD yang terletak di Karang
Kitri Kelurahan Kelurahan Margahayu, Wisata Alam di Situ Lumbu
di Kelurahan Bojong Rawalumbu Kecamatan Rawalumbu, Situ Gede
di Kelurahan Bojong Menteng, Situ Harapan Baru di Kota Baru, dan
Bumi Perkemahan Pramuka di Kelurahan Kayuringin. Sementara
Kompleks GOR dan Stadion Bekasi akan dikembangkan menjadi
Zona Pariwisata Olahraga.
2. BWP Bekasi Utara dengan luasan 3.436 Ha diarahkan menjadi
kawasan permukiman dan perdagangan yang berwawasan lingkungan. BWP Bekasi Utara terdiri atas 2 Kecamatan dan 10 kelurahan, meliputi Kecamatan Bekasi Utara (Kelurahan Harapan
Jaya, Kelurahan Kaliabang Tengah, Kelurahan Perwira, Kelurahan Harapan Baru, Kelurahan Teluk Pucung, Kelurahan Marga
31
Laporan Utama
Mulya) dan Kecamatan Medan Satria (Kelurahan Harapan Mulya, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Medan Satria, dan Kelurahan
Pejuang).
Pengembangan perumahan di BWP Bekasi Utara diarahkan
memiliki kepadatan tinggi (R2) dengan KDB maksimal 70% dan KLB
maksimal 2,1 dan diarahkan untuk lebih mengoptimalkan lahan-lahan kosong yang potensial untuk pengembangan perumahan yang
tersebar di BWP Bekasi Utara. Terutama di Kelurahan Harapan Mulya dan Kelurahan Margamulya. Tipe atau jenis rumah yang dapat
dikembangkan adalah Rumah Tunggal (R-1), Rumah Kopel (R-2),
Rumah deret (R-3), Rumah Townhous (R-4), Rumah susun (R-6)
dan (R-7), serta Rumah Kampung (R-8).
Sementara pengembangan hunian vertikal diarahkan pada
wilayah padat penduduk dan konsentrasi industry seperti di Kelurahan Harapan Jaya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan penduduk dan kegiatannya yang disebabkan oleh adanya
kegiatan industri.
Penataan kawasan kumuh di wilayah BWP Bekasi Utara tersebar di Kelurahan Medan Satria, Kelurahan Harapan Jaya, Kaliabang
Tengah dan di sepanjang bantaran sungai di wilayah sekitar.
Skenario pengembangan kawasan komersial diarahkan untuk
menata dan meningkatkan kawasan perdagangan dan jasa yang
berkembang secara linier di Jalan Sultan Agung, Jalan Sudirman
terdapat Kelurahan Harapan Mulya. Pembangunan pusat perbelanjaan modern (mall, super mall, shoping centre, hypermall) dialokasikan di Kelurahan Harapan Mulya dan Marga Mulya.
Untuk Zona Industri diarahkan pada pengembangan industri
yang sudah ada saat ini dan telah memiliki izin perluasan kawasannya. Dan melarang pemberian izin lokasi baru atau pengembangan atau perluasan bagi industri yang polutif dan lapar air. Selain
itu, diberlakukan aturan pengadaan ruang terbuka hijau sebagai
pembatas (Buffer) antara kawasan industry dan permukiman penduduk.
Pengembangan wilayah BWP Bekasi Utara juga termasuk penataan dan pengembangan olahraga/rekreasi berupa taman bermain
di setiap Kelurahan. Sedangkan lapangan terbuka akan dikembangkan di Kelurahan Kaliabang, Periwira, Teluk Pucung dan Marga Mulya. Pengembangan rekreasi berupa Danau Duta Harapan yang terdapat di Kelurahan Harapan Baru. Saat ini kondisi Danau tersebut
tidak terawat dengan baik dan kotor.
3. BWP Pondok Gede dengan luas wilayah 3525,48 Ha, diarahkan untuk menjadi kawasan perdagangan dan jasa dan pendidikan yang terpadu dan terstruktur. BWP Pondok Gede meliputi
3 Kecamatan dan 11 Kelurahan yaitu Kecamatan Pondok Gede
(Kelurahan Jatiwaringin, Kelurahan Jatibening, Kelurahan Jatibening Baru, Kelurahan Jaticempaka, Kelurahan Jatimakmur). Sebagian
Kecamatan Jatiasih (Kelurahan Jatikramat, Kelurahan Jatimekar,
Kelurahan Jatiasih, Kelurahan Jatirasa). Sebagian Kecamatan Jati
Asih (Kelurahan Jatirahayu dan Kelurahan Jatiwarna).
Skenario pengembangan zona perumahan di BWP Pondok Gede
diarahkan memiliki kepadatan tinggi (R2) KDB 70 %, KLB 2,1 dan kepadatan sedang (R-3) dengan KDB maksimal 50% dan KLB maksimal
1,5 dan pengembangnnya di arahkan untuk lebih mengoptimalkan
lahan-lahan kosong yang potensial untuk pengembangan perumahan yang tersebar di BWP Pondok Gede. Tipe atau jenis rumah yang
dapat dikembangkan di BWP Pondok Gede meliputi Rumah Tunggal
32
dengan Konsep pengembangan rumah vertikal berada pada Kelurahan Bantar Gebang dan Cikiwul. Pengembangan perumahan diprioritaskan untuk pekerja industri yang terjangkau dan berdekatan
dengan lokasi industrinya.
Sedangkan untuk pengembangan zona perdagangan dan jasa
skala kota diarahkan di Kecamatan Bantar Gebang sepanjang Jalan
Narogong-Siliwangi Bantar Gebang dan Blok Cikiwul, dengan konsep pengembangan blok kawasan terpadu.
Pengembangan Zona Industri disiapkan di wilayah Kecamatan
Bantar Gebang yang meliputi Kelurahan Bantar Gebang, Cikiwul
serta Ciketing Udik. Sedangkan untuk Zona Perdangangan untuk
pengembangan Supermarket, Megamall dan Hypermall akan diarahkan di Jalan Narogong Siliwangi dan di Jalan Mustikajaya.
Arah pengembangan juga dilakukan untuk pembangunan taman
bermain dan lapangan terbuka di setiap Kelurahan. Zona khusus
di BWP Mustikajaya adalah terdapatnya zona khusus TPA Bantargebang dengan skala pelayanan Kota Bekasi dan DKI Jakarta.
5. BWP Jatisampurna dengan luas wilayah 3444,5 Ha diarahkan menjadi Kawasan Permukiman skala besar dan kawasan
perdagangan jasa yang nyaman yang berwawasan lingkungan
yang berkelanjutan. Meliputi 3 Kecamatan dan 9 kelurahan
yaitu Kecamatan Jatisampurna (Kelurahan Jatirangon, Kelurahan Jatiraden, Kelurahan Jatirangga, Kelurahan Jatisampurna, Kelurahan Jatikarya). Sebagian Kecamatan Pondok
Melati (Kelurahan Jati Melati, Kelurahan Jati Murni). Dan sebagian Kecamatan Jatiasih (Kelurahan Jati Luhur, Kelurahan
Jati Sari).
Rencana pengembangan zona perumahan pada BWP Jatisampurna diarahkan untuk pengembangan untuk hunian kepadatan
sedang-tinggi (R3-R2) dengan konsep pengembangan rumah vertikal berada pada Kelurahan Jatikarya, Kelurahan Jatisampurna,
Pengembangan rumah-rumah kapling besar diarahkan dengan KDB
40-50 % dan KLB 1,2-1,5 diarahkan ke bagian selatan BWP Jatisampurna. Rencana pengembangan tipe perumahan yang dapat dikembangkan di BWP Jatisampurna meliputi Rumah Tunggal (R-1),
Rumah Kopel ( R-2), Rumah Deret (R-3), Rumah Susun (R-6) dan
(R-7) serta Rumah Kampung (R-8).
Sedangkan untuk rencana pengembangan zona perdagangan
dan Jasa skala regional diarahkan di sepanjang Jalan Trans Yogie
yang menghubungkan Kota Bekasi dengan DKI Jakarta, Depok dan
Bogor, serta Jalan Hankam raya. Perdagangan dan jasa skala kota
dan kawasan diarahkan pada pusat pelayanan Kecamatan Jatisampurna, kelurahan Jatisampurna dan Kelurahan Jati Karya.
Untuk Zona Industri dibatasi perkembangannya pada jenis industri yang tidak mencemari lingkungan, tidak banyak menggunakan air, dan bukan industri kimia atau industri berat.
Kawasan Jatisampurna terdapat potensi wisata yaitu wisata air
yang terletak di Kecamatan Jatisampurna memiliki potensi wisata
dengan adanya Situ Rawa Pulo di Kelurahan Jati Karya dan Situ
Rawa Dolar di Kelurahan Jatimurni.
Pengembangan Zona khusus adalah Zona Budaya Karuhun yang
terdapat di Kelurahan Jatirahayu Kampung Kranggan Kecamatan
Jatisampurna yang berupa rumah tradisional masyarakat Bekasi
dan sekaligus aset budaya Kota Bekasi dengan luas 3 Ha. Zona Kawasan Cagar Budaya Gereja Kristen Pasundan di Kelurahan Jatimurni Kampung Sawah .
2. Izin Lingkungan ditujukan untuk mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan, memberikan jaminan kesehatan keselamatan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Izin Lingkungan diberikan oleh Pejabat yang ditunjuk berdasarkan persetujuan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
AMDAL atau UKL-UPL. Izin Lingkungan dapat diterbitkan bersamaan atau sesudah diterbitkannya IMB selama pertimbangan
teknisnya telah dipenuhi dalam rencana tapak.
3. Izin Lokasi Izin Lokasi diberikan sebagai persetujuan penguasaan lahan sesuai rencana tata ruang yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak. Izin Lokasi diberikan oleh Walikota
setelah mendapat Pertimbangan Teknik Pertanahan dari Kantor
Pertanahan Kota Bekasi.
4. Izin Peruntukan Penggunaan Lahan (IPPL) dan Rencana Tapak
ditujukan untuk : a) mengatur peruntukan lahan, b) mengatur fungsi bangunan yang dapat dibangun pada lokasi yang
bersangkutan, c) mengatur ketinggian maksimum bangunan
gedung yang diizinkan, d) mengatur jumlah lantai atau lapis
bangunan dibawah permukaan tanah dari KTB yang diizinkan,
e) mengatur KDB maksimum yang diizinkan, f) mengatur KLB
maksimum yang diizinkan, g) mengatur KDH minimum yang diwajibkan, h) mengatur KTB maksimum yang diizinkan.
Pemberian IPPL dilakukan terhadap permohonan yang memiliki
bukti penguasaan lahan yang berupa sertifikat hak, akta jual beli,
pelepasan hak, perjanjian sewa menyewa, dan bukti penguasaan
lain. Rencana pemanfaatan yang dimohonkan sesuai rencana peruntukan. Lahan tidak dalam keadaan sengketa.
Dalam pengajuan IPPL, harus disertai Rencana Tapak, untuk menjamin bahwa rencana tapak yang diajukan pemohon sesuai dengan
IPPL. Selain itu untuk menjamin penyediaan prasarana, sarana, dan
utilitas sesuai kebutuhan dan hasil kajian pertimbangan Peil Banjir,
Andal Lalin, Izin Lingkungan, dan Proteksi Damkar. Rencana Tapak ter-
33
Laporan Utama
34
Keterangan
BWP Pusat Kota
Pola Ruang
35
Laporan Utama
BWP PONDOKGEDE
36
37
Laporan Utama
BWP Jatisampurna
38
39
Laporan Utama
Ketika
Banjir
Meneror
Masih ingat banjir besar pertengahan Januari lalu? Pusat perbelanjaan sekelas Mega Bekasi
Hypermall pun kelelep hingga 8 meter. Permukiman di bantaran Kali Bekasi tenggelam lebih dari 2
meter. Tanggul jebol di mana-mana. Ribuan orang terpaksa mengungsi. Tim SAR sibuk. Ya, banjir
telah meneror warga Kota Bekasi.
40
41
Laporan Utama
42
mengatasi banjir.
Secara teoritis, nilai C yang lebih besar dari
1 menunjukkan ada indikasi terjadinya banjir kiriman. Beberapa wilayah di Kota Bekasi
menunjukkan ada indikasi banjir kiriman dari
wilayah di luar kota Bekasi, yaitu dari DKI dan
Kabupaten Bogor atau Depok. Untuk itu, perlu berbagai upaya terpadu antara lain dengan
menerapkan subsidi silang antara daerah hulu
(sebagai daerah penyangga) dan daerah hilir.
Foto Udara
Pemerintah Kota Bekasi mengusulkan
pengadaan proyek foto udara untuk pemetaan banjir di seluruh wilayah setempat secara
detail. Pemerintah memandang ini penting.
Database yang dimiliki pemerintah daerah
saat ini hanya berdasarkanfotoudarayang
diambil pada 1998 dan citra satelit pada 2005.
Sehingga, bila dibandingkan perkembangan
dan permasalahan kota yang dihadapi saat ini,
informasi kota yang dimiliki masih jauh dari
kebutuhan perencanaan yang tepat.
Kepala Dinas Tata Kota Bekasi, Koswara
mencontohkan, data sistem jaringan drainase
yang belum didasarkan pada posisi topografi
yang sesuai. Perencanaan pengendalian banjir pun jadi kurang tepat sasaran. Bagaimana
mau bisa mengatasi banjir, kalau datanya hanya sebatas kisaran, kata dia.
Selain itu, ia mengatakan, perencanaan
pembangunan tidak akan efektif bila berdasarkan data yang diambil dari datafotoudarayang
usianya lebih dari 14 tahun. Karena kondisi geografis saat ini sudah jauh berubah. Databasenya
perlu updating lagi, kata Koswara.
Lebih lanjut, Koswara menjelaskan, skala
database infrastruktur yang dimiliki pemerintah kota juga belum dapat dijadikan dasar bagi
perencanaan teknis yang tepat. Itu membuat
perencanaan pembangunannya perlu alokasi
anggaran untuk biaya survei, pengukuran, dan
perencanaan. Anggarannya pun cukup besar.
Dengan demikian, sambung dia, kegiatan perencanaan pembangunan menjadi tidak effesien.
Dari pemetaan Kota Bekasi yang ada saat
ini, Koswara menambahkan, database-nya
hanya bisa dimanfaatkan untuk perencanaan
dan pengendalian ruang bersifat dua dimensi.
Skala dan jenis informasi yang dimiliki juga tidak dapat dipergunakan sebagai dasar untuk
perencanaan teknis.
Terutama, sambung dia, untuk perencanaan drainase. Itu karena interval kontur yang
ada adalah dua meter, sementara kondisi lahan di Kota Bekasi relatif datar dan memerlukan ketelitian dengan interval kontur minimal
43
Laporan Utama
Penanganan
Banjir
Di Kota Bekasi
Oleh: Ir. A. Koswara
44
Bekasi ( Kali Cikeas, Kali Cileungsi, Kali Bekasi, Kali Baru, Saluran Jatiluhur, Kali Bulevar
Raya, Kali Pekayon, Saluran Bumi Satria
Kencana, Saluran Rawa Tembaga, Saluran
Rawalumbu); 4. DAS Kali Sasakjarang.
4 DAS tersebut merupakan sistem
pembuang makro (utama). Sedangkan
lainnya merupakan saluran pembuang
sekunder. Sistem drainase kota Bekasi
saat ini mencakup wilayah seluas kurang
lebih 9.035 Ha. Atau kurang lebih 43 % dari
luas wilayah kota. Pembuangan limpasan
air hujan dari sumber daerah tangkapan
air ke saluran makro umumnya melalui
saluran pembuang sekunder seperti diuraikan di atas. Saat ini, saluran sekunder
yang ada banyak yang kurang terpelihara.
Selain itu terjadi pengendapan sedimen
dan hambatan pada bangunan goronggorong, siphon maupun jembatan. Teru-
45
Laporan Utama
46
47
Laporan Utama
48
49
Laporan Utama
Menyelamatkan
Fasos-Fasum Kota Bekasi
uran drainase dan taman.
Dalam site plan pembangunan perumahan biasanya pengembang hanya menyiapkan lahan kosong untuk dimanfaatkan sebagai
Fasos-Fasum. Pemanfaatan Fasos dibuat atas kesepakatan bersama
masyarakat sekitar dan disetujui pemerintah daerah. Sedangkan
Fasum tidak bisa diubah untuk pemanfaatan lain. Semisal jika sejak awal site plan menunjukkan lahan Fasum untuk ruang terbuka
hijau dan taman maka tidak boleh ada warga yang membuat bangunan di lahan itu.
Lahan Fasos Fasum perumahan yang sudah diserahkan ke Pemkot Bekasi/ Foto: Miftah
Abstrak
Prasarana, Sarana dan Ulititas (PSU) sebuah kota menuntut ketersediaan yang layak dan memadai. Maka perlu kebijakan pengelolaan Fasos-Fasum (Fasilitas Sosial-Fasilitas Umum) yang terintegrasi dan berkelanjutan. Apalagi di kota besar seperti Bekasi: laju
pertumbuhan penduduk tinggi, ketersediaan lahan terbatas dan
pembangunan berlangsung pesat.
Secara umum PSU dipisahkan menjadi dua katagori. Yakni Fasos
dan Fasum. Purwanto dalam makalahnya Analisis Kebijakan Dalam
Pengadaan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum (2010) membedakan pengertian Fasos dan Fasum.
Fasos dipadankan pengertian dalam Bahasa Inggris sebagai
social atau public facility yang berarti sarana dan prasarana sosial . Diadakan untuk memfasilitasi upaya pemenuhan kepentingan-kepentingan sosial, pelaksanaan aktivitas sosial dan interaksi antarwarga. Singkat kata Fasos dibangun untuk memfasilitasi
aktualisasi kehidupan sosial warga. Misalnya sarana pendidikan,
ibadah, gedung pertemuan, tempat bermain, fasilitas olahraga,
dan lainnya.
Sedangkan Fasum dalam Bahasa Inggris diartikan sebagai
public utility. Secara umum Fasum dipahami sebagai sarana dan
prasarana yang diadakan untuk memudahkan kehidupan warga.
Penekanannya ialah manfaat. Contoh Fasum antara lain jalan, sal-
50
Perda PSU
Alokasi lahan PSU berdasarkan katagori pemanfaatan lahan
dan luasan yang ada di Kota Bekasi dijelaskan dalam Peraturan
Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Kota Bekasi tentang Prasarana,
Sarana dan Utilitas Kawasan Perumahan, Perdagangan dan Industri oleh Pengembang. Setiap perumahan baru yang dibangun wajib mengalokasikan lahan untuk PSU dengan rumusan :
%PSU = (100 persen-Koefesien Dasar Bangunan) x Luas lahan
yang dimohon pengembang. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
adalah perbandingan luas lantai dasar bangunan dengan luas
semua lahan yang dimiliki.
Dalam satu areal perumahan baru pengembang wajib menyediakan lahan Prasana dan Utilitas maksimal 65 % (persen) dari
luas lahan yang disetujui untuk PSU perumahan tersebut. Yang
termasuk prasana di antaranya; jaringan jalan, jaringan saluran
pembuangan air hujan (drainase), tempat pembuangan sampah
sementara, dan lainnya. Sedangkan Utilitas antara lain; jaringan
listrik, jaringan telepon, jaringan gas, sarana pemadam kebakaran,
penerangan jalan umum dan jaringan transportasi (halte bus, sub
terminal dan jembatan penyebarangan orang)
Sedangkan untuk Sarana Lingkungan, pengembang wajib
mengalokasikan lahan 15 % (persen) dari luas lahan yang disetujui
untuk PSU kawasan perumahan. Sarana Lingkungan di antaranya;
perniagaan dan perbelanjaan, sarana layanan umum dan pemerintah, sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi, olahraga,
sarana pemakaman, sarana permananan, ruang terbuka hijau dan
parkir. Khusus untuk Taman luasan yang ditentukan minimal 20 %
(persen) dari luas lahan yang disetujui untuk PSU.
Kawasan Bisnis (Central Bussines Distric) dengan luas di atas 5
hektar wajib menyediakan lahan PSU paling sedikit 40 % (persen)
dari keseluruhan luas lahan. Pembangunan kawasan perdagangan
dengan sistem deret atau blok luas 0,5-5 hektar wajib mengalokasikan PSU minimal 20 persen dari luas lahan. Pengembangan lahan
di bawah 0,5 hektar wajib memenuhi persyaratan tata bangunan
sesuai perundang-undangan yang berlaku.
= (100 % - KDB) x L
= PU + S + Taman
%PUmax
= 65 % x PSU x L
%Smin
= 15% x PSU x L
%Tamanmin
= 20 % x PSU x L
atau sesuai desain yang disetujui
Keterangan :
PSU
L
PU
S
Taman
KDB
=2%XL
= 2 3.5 m2 per unit
= 2 m2 per unit
Perda PSU tersebut mengatur tentang tata cara penyerahannya dengan sangat jelas. Perumahan horizontal menyerahkan PSU
secara bertahap. Tahap pertama adalah menyerahkan PSU 40 %
(persen) saat lahan terbangun dan terjual sudah mencapai 50 %
(persen). Jika pembangunan dan penjualan sudah mencapai 90 %
(persen) maka pengembang wajib menyerahkan 100 % (persen)
PSU. Penyerahan utilitas Penerangan Jalan Umum dilaksanakan
setelah kavling efektif terjual seluruhnya.
Sedangkan pengembang perumahan vertikal, perdagangan,
dan industri, PSU diserahkan dalam kondisi 100 persen terbangun
dan telah dipelihara selama enam bulan terhitung sejak selesainya
pembangunan. Proses penyerahan PSU tersebut dilakukan dengan
syarat dan tahapan yang diatur ketat dalam Perda PSU. Pemanfaatan PSU tersebut menjadi kewenangan Pemerintah Daerah sesuai kebutuhan pembangunan di wilayah setempat.
Tidak Terdata
Secara substansi Perda Nomor 16 Tahun 2011 memberikan landasan hukum Pemerintah Daerah dalam hal pengadaaan Fasos-Fasum. Namun dalam perjalanannya banyak pengembang yang tidak
menyerahkan lahan Fasos-Fasum kepada pemerintah daerah.
Pemerintah Kota Bekasi mencatat ada 20 perumahan dari 210
perumahan yang baru menyerahkan lahan Fasos-Fasum. Ada 60
perumahan yang sudah menyerahkan Fasos-Fasum namun tidak
didukung dengan kelengkapan dokumen Berita Acara Serah Terima
(BAST). Bahkan sebagian tidak dilengkapi sertifikat dan site plan.
Data Dinas Tata Kota Bekasi menunjukkan potensi lahan
terbangun berupa bangunan kavling, Fasos, jalan, saluran dan
taman seluas 1,696,85 Ha dengan total lahan efektif seluas
989,37 Ha. Sedangkan total PSU yang terdata seluas 707, 48 Ha.
Diperkirakan jumlah PSU yang tidak terdata masih ada sekitar
1218,77 Ha (13,42 %).
51
Laporan Utama
52
untuk sarana komersil. Sebut saja penyerobotan Fasos-Fasum Lapangan Pondokgede dan Lapangan Mekarsari Bekasi Timur dan beberapa lokasi lainnya. Lemahnya pengamanan membuat beberapa
aset milik Pemkot Bekasi berpindahtangan karena kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Ketegasan Pemkot Bekasi
Walikota Bekasi Rahmat Effendi juga mengakui masih banyak
Fasos- Fasum perumahan yang belum diserahkan pengembang kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Sejak Bekasi masih Kabupaten baru ada puluhan pengembang yang menyerahkan aset dari
ratusan pengembang yang ada. Malah ada beberapa perumahan
yang pengembangnya sudah tidak jelas rimbanya. Rahmat mengatakan itu karena kesalahan pencatatan administrasi di era pemerintahan sebelumnya yang belum sempurna. Contohnya tidak dokumen berita acara serah-terima, Warkah, site plan, dan lainnya.
Untuk itu Pemkot Bekasi terus berupaya mendata keberadaan
Fasos-Fasum tersebut. Termasuk mengecek kelengkapan administrasi dan verifikasi fisik di lapangan. Saat ini Pemkot Bekasi meran-
53
Laporan Utama
54
55
Laporan Utama
Pernahkah kita berimajinasi tentang sebuah kota? Kota di mana kita merasa nyaman dan aman tinggal di
dalamnya. Gedung-gedung tinggi menjulang di kelilingi taman yang teduh. Bangunan dan perumahan tertata
apik. Jalan-jalan resik dan tertib diapit rimbun pepohonan. Taman hijau nan asri terhampar di setiap sudut
kota menggoda kita selalu mengunjunginya bersama keluarga dan kerabat. Fasilitas publik ramah bisa diakses
siapa pun. Kota bebas banjir dan polusi. Kota sehat dan kreatif tempat anak cucu kita tumbuh. Setidaknya itulah
Bekasi masa depan yang ingin dihadirkan dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) 2011-2031.
56
ang Terbuka Hijau (RTH), buruknya penataan sistem drainse, adalah sedikit contoh
yang bisa kita lihat dan rasakan.
Pesatnya pertumbuhan jumlah pendudukyang saat ini mencapai 2,7 juta
jiwajuga menjadi persoalan tersendiri bagi Kota Bekasi. Padahal ketika Kota
Bekasi baru berdiri sebagai kota mandiri
13 tahun silam jumlah penduduknya
belum 1 juta jiwa. Kota Bekasi menjadi
kota harapan bagi sebagian kaum urban
menggantungkan hidup dan mencari
peruntungan.
Kondisi itu berdampak terhadap pemanfaatan lahan. Data Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kota Bekasi menunjukkan
tahun 1998 luas kawasan terbangun
51,09 persen dari luas wilayah setempat atau sekitar 21.049 hektar. Namun
tahun 2005 luas kawasan terbangun
mencapai 67 persen lebih.
Luas ruang terbuka hijau di Kota Bekasi pun berkurang dari sekitar 4.133 hektar (tahun 2000) menjadi 4.099 hektar
(tahun 2005). Sejumlah situ atau rawa di
Kota Bekasi menghilang karena dibangun
kawasan niaga dan permukiman. Padahal
warga Kota Bekasi mendambakan hadirnya taman-taman kota yang dapat menjadi ruang publik atau tempat rekreasi.
Ruang terbuka juga sekaligus menjadi
kawasan resapan dan pengendali polusi.
Keberadaan situ atau rawa mengurangi
ancaman banjir dan menjadi tempat
cadangan air saat kemarau.
Kota Bekasi seolah tumbuh tanpa
perencanaan yang jelas. Banyak hal ang
sudah given. Itu imbas pembangunan
nasional dan pemekaran wilayah pada
tahun 1997. Kita tidak bisa mengubahnya
secara radikal. Tapi harus ditata perlahan, kata Ketua Pusat Kajian Otonomi
Daerah (Puskoda) Unisma
45 Bekasi, Haris
Budiyono.
H a r i s
menjelaskan hal
yang sud a h
given antara lain Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang membelah Kota Bekasi, rel kereta api, irigasi Kalimalang, Jalan Inspeksi
Kalimalang (Jalan KH Noer Alie). Semua
itu adalah bagian penataan ruang nasional yang tidak bisa ditolak daerah.
Contoh rel kereta api yang membelah
pusat Kota Bekasi. Ini kan sudah ada dari
dulu dan akhirnya menimbulkan masalah
kemacetan. Kita tidak bisa memindahkan
rel kereta tersebut. Yang bisa dilakukan
menyesuaikan, membuat flyover, merekayasa arus lalu lintas, dan lainnya. Itu
salah satu contoh saja. Banyak contohcontoh lain yang menunjukkan persoalan
di Kota Bekasi ditimbulkan hal yang sudah
given tadi, kata Haris.
Namun Kota Bekasi juga memiliki potensi yang tidak dimiliki daerah lain. Dari
aspek geografis kota ini berbatasan langsung dengan Jakarta sehingga mendapat
imbas positif terutama ekonomi. Dari segi
fisik dasar sebagian besar wilayah Kota
Bekasi memiliki tingkat kemiringan yang
relatif datar (0-2%0). Kondisi topografi
yang datar itu secara teknis kerekayasaan
(technical enginering) memiliki potensi
sangat baik untuk segala kegiatan budidaya. Khususnya budidaya perkotaan dan
sarana pendukungnya. Meskipun berpotensi terjadi genangan jika hujan.
Berdasarkan hasil analisis kemampuan daya dukung lingkungan Kota Bekasi
termasuk kota yang dapat dikembangkan
dengan kendala sangat kecil. Secara garis
besar kawasan pengembangan berbagai
kegiatan perkotaan di Kota Bekasi cukup
sesuai kondisi geologi teknik. Kota Bekasi
masuk dalam zona kemampuan geologi
teknik menengah-tinggi.
Sementara dari aspek sosiokultur masyarakat Kota Bekasi mimiliki karakteristik
produktif (pekerja), masyarakatnya teroganisir, memiliki ragam seni dan budaya
(adaptif), intelektual dan dinamis. Ini
aset. Jika dikelola dengan baik bisa mendorong percepatan pembangunan Kota
Bekasi. Bahkan bisa membentuk kultur
kota yang kreatif, kata Haris.
***
Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Koswara mengatakan Perda
RTRW merupakan
amanah UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penaataan Ruang. Penyusunan Perda tersebut memerlukan waktu panjang.
Dikerjakan sejak tahun 2008 dan baru
selesai tahun 2011. Penyusunan Perda
didasarkan kajian akademis, kajian teknis
yang komprehensif dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Secara garis besar ada beberapa hal
yang menjadi fokus penataan ruang Kota
Bekasi. Di antaranya; Perwujudan Struktur Ruang. Terdiri dari perwujudan dan
pengembangan sistem pusat pelayanan
atau sistem perkotaan, transportasi, sistem utilitas dan prasarana lingkungan.
Perwujudan Pola Ruang terdiri dari Kawasan Lindung, Kawasan Budidaya dan
Kawasan Strategis. Tahapan pengembangan Kawasan Lindung terdiri dari rencana
kawasan perlindungan setempat dan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya. Tahapan pengembangan Kawasan Budidaya
terdiri dari permukiman, perdagangan,
kawasan industri, dan pemanfaatan ruang kawasan terbuka hijau. Dalam tataran aplikasi Perda RTRW dibagi menjadi
4 tahapan pelaksanaan. Masing-masing
tahapan ialah 5 tahun. Ini diatur dalam
RPJMD dan RPJPD.
Visi Perda ini mewujudkan tata ruang
Kota Bekasi sebagai hunian dan usaha kreatif yang nyaman. Dengan peningkatan
kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan, kata ahli planologi jebolan Institut
Teknologi Bandung (ITB) tersebut.
***
Perda RTRW 2011-2013 mengatur
rencana struktur kota yang bertujuan
mewujudkan keserasian dan keseimbangan pusat-pusat pelayanan. Juga mengefektifkan kinerja sistem pusat-pusat
tersebut agar berkembang sesuai peran
dan fungsinya.
Perda RTRW 2000-2010 dinilai tidak
mampu lagi mengakomodir perkembangan Kota Bekasi sekarang. Seperti pengaturan kegiatan perdagangan dan jasa,
industri, perumahan, pusat pelayanan
pemerintah dan kawasan hija. Jika tidak
diatur secara tegas maka bisa menimbulkan dampak kerugian besar di masa
mendatang. Untuk itu Perda mengatur
pembagian Sistem Pusat Pelayanan
(SPP). Terdiri dari 1 (satu) Pusat Pelayanan Kota dan 4 (empat) Sub Pusat
Pelayanan Kota (SPPK).
57
Laporan Utama
Banyak perumahan-perumahan mahal membangun taman atau danau buatan. Tapi semua fasilitas itu disediakan
bukan untuk publik melainkan untuk
para penghuninya saja. Ia sekadar elemen marketing yang memiliki nilai jual
untuk ditawarkan kepada konsumen.
Sementara tempat berkumpul di mal
dalam bentuk cafe hanya bisa dinikmati
segmen tertentu saja. Maka mal tidak
bisa dikatakan sebagai ruang publik yang
utuh karena cenderung eksklusif.
Di sebuah perumahan mewah di bilangan Rawalumbu ada taman yang sangat rimbun dan hijau. Pohon-pohon besar meneduhkan. Rumput subur melapisi
seluruh permukaan taman. Aneka pohon
dan bunga membuat suasana semarak
dan sedap dipandang mata. Tapi warga
hanya bisa menikmati itu semua dari
mikiran pasar yang kapitalistik dan menghilangkan ruang bebas itu hanya untuk kepentingan uang. Ruang kota telah tereduksi
nilai gunanya dan sempit maknanya. Hanya
dilihat sebagai faktor yang jika dipakai
sedemikian rupa dapat memberikan keuntungan finansial yang besar bagi investor.
Pertambahan penduduk di Kota
Bekasi yang terus meningkat menjadikan
ruang kota sanga terbatas. Sementara
permintaan terus menerus meningkat.
Akibatnya adalah benturan pada penggunaan ruangnya. Ruang kota dilihat sebagai
konsumsi karena begitu diperlukan masyarakat. Dilihat hanya sebagai komoditi
yang bisa diperjual-belikan.
Ketika ruang kota terkomersialisasi,
publik terpaksa mengeluarkan uang untuk
menikmatinya. Ruang dalam mal adalah
salah satu contohnya. Ia hanya dipakai publik ketika mal buka. Dalam keadaan seperti
itu kemungkinan besar kota-kota akan terdegradasi secara spasial. Ruang-ruang kota
akan diambil alih kepentingan pasar. Taman-taman tertutup milik privat.
Seperti digambarkan di mula, tamantaman dalam pengembangan perumahan
59
Laporan Utama
baru dijual hanya sebagai daya tarik.Danau atau situ dibuat tertutup karena di sekelingnya dibangun perumahan yang mahal.
Ruang tersebut pun dinikmati oleh yang
membeli rumah di sekeliling danau saja.
Sementara masyarakat umum yang tetap
memerlukan ruang kota akan menginvasi
perempatan. Jika ini dibiarkan maka degradasi spasial akan segera terlihat. Ini bisa
menimbulkan kecemburuan yang membahayakan ketentraman kehidupan kota.
Keterlibatan Publik
Ruang publik memang untuk publik. Tapi
publik juga memiliki kewajiban ikut menjaga
ruang-ruang publik agar tetap lestari. Privatisasi ruang publik oleh beberapa pengembang
perumahan terjadi karena belum ada kesamaan persepsi dalam menjaga ruang publik.
Seperti contoh ruang publik di dua perumahan mewah yang disinggung di atas.
Awalnya taman itu dibuka bebas untuk warga. Sayangnya warga tidak sepenuhnya ikut
Ruang Publik beralih fungsi menjadi sarana komersil di depan Mall Metropolitan / Foto: Mbot
60
warga. Juga melakukan sosialisasi dan menjalin kemitraan dengan masyarakat yang tinggal
di sekitar ruang publik untuk bersama-sama
mengelola. Pemerintah harus tegas dan berkerjasama dengan pengembang swasta dalam
menciptakan ruang publik. Boleh saja swasta
menyediakan ruang publik tetapi tidak boleh
eksklusif.
Ruang publik adalah milik publik. Membebaskan publik dari segala bentuk perbedaaan. Ruang publik harus bisa diakses
gratis seluruh warga. Bukan hanya milik
segelintir orang yang memiliki uang untuk
menikmatinya.*** (dari berbagai sumber)
Daftar Pustaka
61
Laporan Utama
Di Mana
Taman
Bermain
Anak?
62
l Anak Bekasi tak punya tanah lapang. Bermain dekat bahaya / Foto: Firman
63
Laporan Utama
yang belum memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungannya. Maka lokasi harus mudah
dijangkau dan tidak membahayakan anak.
Tata letak; mengatur zonasi aktivitas bermain aktif-pasif, kelompok umur dan jenis
permainan. Pemisahan ini perlu dilakukan untuk memastikan antarpermainan tidak saling
menggangu. Tata letak memungkinkan anak
bergerak bebas dan memilih jenis permainan.
Perlu ada area yang ternaungi sehingga anak
bisa berteduh. Area ternaungi ini juga bisa
menjadi ruang tunggu bagi orangtua yang
mendampingi.
Peralatan Permainan: peralatan merupakan komponen paling kompleks dan paling
penting dikendalikan karena anak-anak terkonsentrasi di sekitarnya. Kecelakaan kerap
terjadi di lokasi alat permainan. Maka perlu
beberapa upaya untuk menghindari risiko. Bagian bawah alat permainan mesti menggunakan alas yang tidak keras seperti pasir. Desain
tidak memungkinkan anak terjepit. Perlu ada
peralatan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus.
Konstruksi: pengendalian komponen
konstruksi didasarkan pada persoalan beban kegiatan anak dengan sarana yang ada.
Ini perlu perhatian tersendiri. Kekuatan
konstruksi dalam perhitungan mesti lebih
besar dari daya tampung maksimal anak.
Peralatan harus berstandar bagus sehingga
ada ukuran mengenai beban, ketinggian dan
pondasi. Sambungan peralatan mainan harus meminimalisir tonjolan.
Material atau bahan: pengendalian bahan alat permainan didasarkan pada persoalan
sensitivitas tubuh anak terhadap benda-benda. Bahan alat permainan anak diutamakan
lebih halus namun tidak licin. Bahan juga tidak
mengandung zat yang berbahaya bagi anak.
Di area terbuka yang langsung terkena cahaya
matahari bahan peralatan sebaiknya tidak
mudah menghantarkan panas.
Kelima komponen ini memang mesti diuji
dengan enam kriteria yang disebut sebelumnya.
Terkesan sangat kompleks. Tapi itulah hal-hal
yang mesti diperhatikan betul dalam menyediakan taman bermain anak.
Rujukan:
Chairunnisa. (2011). Taman sebagai
Pendukung Aktivitas Bermain Anak dan
Berolahraga di Permukiman. Depok: Fakultas
Teknik Universitas Indonesia.
Baskara, Medha. (2009). Prinsip Pengendalian Perancangan Taman Bermain Anak di
Ruang Publik. Malang: Universitas Brawijaya.
Merindukan
Ruang Kultur Kota
65
Laporan Utama
66
taran kali meningkat menjadi ruang kultur. Apa itu ruang kultur?
Ruang yang diisi dengan kebudayaan. Ada manusia dan adab
di situ. Orang bisa saling menghormati tanpa harus ada aturan
tertulis, kata Irman.
Menurut Irman jika ruang kosong telah terisi maka muncul
kebutuhan manusia di dalamnya. Di bantaran Kalimalang yang
sudah dimanfaatkan banyak orang itu muncullah kebutuhan kenyamanan, kebersihan dan keindahan. Maka setiap hari anggota
komunitas berusaha membersihkan sampah yang berserakan.
Memangkas rumput dan menjadikan bantaran kali sebagai tempat kegiatan berkesenian.
Sekarang tidak ada lagi orang mesum di sini. Tak ada copet
yang lari ke sini. Tak ada pula pelajar tawuran yang melintas membawa senjata tajam ke mari. Itu berarti ruang yang terisi ini telah
memunculkan norma sendiri, katanya.
Irman mengatakan pemerintah bisa saja melarang semua aktivitas di bantaran Kalimalang dengan alasan kebersihan. Namun
meskipun bersih ruang tersebut akan kosong. Tidak ada aktivitas
manusia, tidak ada pedagang. Singkatnya tidak ada kebudayaan.
Ruang tersebut tidak lagi menjadi ruang publik dan ruang kultur. Di
sinilah pentingnya melibatkan masyarakat.
Taman kota tidak akan menjadi ruang kultural, misalnya, jika
masih dijaga ketat oleh satpam. Mungkin ini antisipasi agar tidak
terjadi perusakan. Namun setiap ruang publik mestinya dibiarkan
hidup oleh publik itu sendiri. Jadi penekanannya buka kepada larangan. Tapi ajakan. Kalau dilarang terus menerus warga semakin
brutal. Tapi kalau diajak untuk bersama-sama merawat pasti ruang
tersebut tetap lestari. Buat apa taman indah kalau tidak ada manusianya, kata Irman.
Ketika taman kota sebagai ruang publik penuh sampah, misalnya, ia tidak kehilangan makna ruang untuk interaksi. Tetapi taman kota yang penuh sampah itu belum bisa disebut ruang kultur.
Sebab masih ada kebiasaan-kebiasaan buruk yang merugikan banyak orang. Pemerintah bisa saja menyediakan ruang publik. Tapi
bagaimana publik mengisi dan menghidupi ruang itu, inilah yang
membutuhkan campur tangan semua pihak.
Perlu ada kesadaran pengguna ruang publik. Kesadaran ini
bisa dibangun melalui pendidikan di sekolah, keluarga dan lingkungan. Itulah pentingnya pengetahuan warga tentang identitas kotanya. Kebanggaan terhadap sebuah kota harus terus
dirawat. Ketika setiap warga bangga terhadap daerahnya maka
kemungkinan besar ruang kultur hadir di sana. Sebab setiap kebanggaan akan selalu membawa kasih sayang dan rasa memiliki, kata Irman.
Sementara dosen politik Unisma Bekasi Harun Alrasyid mengatakan bahwa wilayah Kota Bekasi dibelah oleh jalan tol, rel
kereta dan Kalimalang. Jadi Kalimalang tidak sekadar berfungsi
sebagai saluran irigasi. Kalimalang ialah ikon Kota Bekasi. Bicara
Kalimalang pastilah bicara Bekasi. Kegiatan Sastra Kalimalang
bisa menjadi program percontohan kali bersih bagi tempat-tempat lain di Indonesia.
Menurut Harun hadirnya Sastra Kalimalang membuktikan bahwa di Bekasi ternyata ada masyarakat madani. Masyarakat madani
ditandai dengan munculnya kelompok masyarakat yang mandiri,
berdaya guna dan tanpa bergantung pada siapa pun. Terbangunnya taman bacaan dan sekolah pinggir kali merupakan wujud kemandirian Sastra Kalimalang, jelas Harun.***
Mereka
yang Dilewatkan...
Istilah difabel memang diperuntukkan sebagai pengganti kata penyandang cacat. Difabel merupakan akronim different ability.
Difabel lebih mengartikan para penyandang
cacat adalah manusia normal hanya saja
berbeda kebutuhan dalam mengakses
sarana dan prasana publik. Sementara
lansia adalah orang-orang yang berusia
lanjut. Lansia termasuk golongan yang
acapkali kesulitan mengakses fasilitas
publik.
Belakangan, misalnya, Pemerintah
Kota Bekasi melarang keras warga menyeberang jalan tanpa melalui jembatan
penyeberangan. Ini terutama diterapkan di
Jalan Ahmad Yani tepatnya di sekitar pintu
keluar Tol Bekasi Barat, Mega Bekasi Hypermall dan Metropolitan Mal, karena menyebabkan kemacetan. Garis penyeberangan
pun ditutup.
Bagi kaum difabel dan lansia ini tentu
menyulitkan. Salah satu alumnus Panti
Sosial Bina Netra Tan Miyat Indra Cipjaya
mengatakan penyandang difabel netra
sangat mengandalkan pendengaran
dan perabaan. Di Bekasi mereka kesulitan ketika menyeberang jalan. Di Jalan
Ahmad Yani menurut dia jembatan penyebarangannya sulit dijangkau. Tidak
gampang, katanya.
Jalur pejalan kaki di Bekasi juga masih buruk. Di beberapa jalan ditemui banyak trotoar rusak. Trotoar berlubang tidak
diberi tanda bahaya. Ini mengkhawatirkan.
67
Laporan Utama
68
Ruang Publik
dan Misi Kemanusiaan
Jurnal ini berkesempatan mewawancarai
Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Siswadi. Berikut hasil wawancara tersebut;
Menurut Anda, apakah fasilitas publik di
Kota Bekasi sudah mengakomodir kebutuhan
kaum difabel? Kalau belum, bisa disebutkan
apa saja contohnya?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut,
kami perlu menjelaskan dulu istilah yang digunakan. Sejak tahun 1997 negara telah secara
resmi menggunakan istilah Penyandang Cacat
dengan dibuatnya Undang Undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Dalam perjalanannya Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI)sebelum PPDI,
redmeminta Presiden RI untuk mengganti kata
Penyandang Cacat. Karena kami aktif di organisasi internasional, Pemerintah RI menyetujui.
Melalui Menteri Sosial, Pemerintah RI menandatangani Konvensi Internasional Resolusi PBB
No. 61/106, tgl. 13 Desember 2006 Tentang
Perlindungan dan Peningkatan Hak Asasi & Martabat Penyandang Cacat pada 31 Maret 2007 di
Markas PBB, New York.
Istilah Penyandang Cacat dalam resolusi
tersebut mengalami perubahan menjadi People
with Disabilities (PwD). Terjemahan bebasnya:
Orang Dengan Kecacatan, di Indonesia tidak
menggunakan kata kecacatan tapi mengambil
kata disabilties menjadi Disabilitas. Juga tidak
menggunakan Orang Dengan tapi dengan kata
Penyandang. Dengan demikian istilah lengkap
menjadi Penyandang Diabilitas..
Istilah tersebut telah juga dikuatkan dengan Kesepakatan Organisasai Kecacatan Nasional dan stakeholders yang diselenggarakan
di Bandung, tahun 2010. Selanjutnya menjadi
istilah resmi dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi
PBB Mengenai Peningkatan Hak & Martabat
Penyandang Disabilitas.
Kembali ke pertanyaan. Tentu secara jelas
dan tegas bahwa sebagian besar tidak mengakomodir kebutuhan kaum disabilitas. Con-
69
Laporan Utama
70
71
Laporan Utama
Bersama
Membangun
Kota
Saat Flyover Summarecon di Jalan Ahmad Yani Bekasi
Selatan Kota Bekasi diresmikan, semua orang berdecak
kagum. Jembatan yang menghubungkan wilayah utara
dan selatan senilai Rp137 miliar itu dibangun swasta,
tapi manfaatnya bisa dinikmati seluruh warga kota.
Keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan kota
sudah semestinya dioptimalkan. Tentunya dengan
melibatkan juga peran masyarakat.
72
Keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan menjadi salah satu solusi mengatasi persoalan penyediaan sarana dan
prasarana publik yang layak. Minimnya anggaran Pemerintah Daerah dan sumber daya
manusia yang dimiliki tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk Kota
Bekasi yang mencapai rata-rata 4 persen
per tahun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Bekasi menunjukan jumlah penduduk Kota
Bekasi dari tahun ke tahun terus mengalami
kenaikan. Dalam kurun tahun 2005 hingga
2012 penduduk Kota Bekasi bertambah
497.928 orang atau hampir setengah juta.
Tahun 2012 tercatat berjumlah 2.499.827
atau hampir 2,5 juta. Tiap tahun ratarata bertambah 71 ribu. Pemerintah Kota
Bekasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) menyebutkan lonjakan terbesar terjadi pada tahun 2007 ke
tahun 2008, yaitu dari 2.143.804 menjadi
2.238.717 penduduk. Naik sekitar 94.913
atau tumbuh 4,4 persen penduduk.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi hanya berkisar di
angka Rp 3 triliun. Itu pun alokasi untuk
pembiayaan sektor publik baru di kisaran
54 persen (APBD 2013). Untuk sektor pembangunan infrastruktur hanya mendapat
alokasi sebesar 295 miliar. Bisa dibayangkan jika anggaran pemerintah daerah harus
tersedot untuk membiayai proyek-proyek
raksasa seperti pembangunan Jembatan
Summarecon, misalnya. Tentu mengakibat-
swasta itu sendiri. Bagi sektor swasta keuntungan yang didapat dengan mekanisme ini
adalah profit penambahan nilai jual. Sedangkan bagi masyarakat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar yang memadai. Ada
pun keuntungan bagi pemerintah adalah
mempermudah proses waktu penyediaan
serta meringankan beban pendanaan untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana perkotaan. Keuntungan lainnya yang
diperoleh pemerintah adalah terciptanya
transfer teknologi dan efesiensi manajerial dari pihak swasta yang dikombinasikan
dengan rasa tanggung jawab, kepedulian
terhadap lingkungan dan pengetahuan lokal serta dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
***
Dr Ronald W. McQuaid dalam makalahnya yang berjudul The Theory Of Patnersip-Why Have Partnership menjelaskan
beberapa definisi Kemitraan. Pertama, potensi sinergi dari beberapa bentuk sehingga
jumlahnya menjadi lebih besar daripada
bagian-bagian. Kedua, kemitraan kerjasama
berbagai pihak dalam sebuah program atau
proyek meskipun kadang masing-masing
pihak tidak terlibat dalam semua tahapan .
Ketiga, dalam kemitraan publik-swasta sektor publik tidak mengejar tujuan komersial
murni. Jadi kriteria kemitraan adalah adanya
kemitraan sosial (sehingga tidak termasuk
transaksi komersial murni).
Kemitraan melibatkan kerjasama yaitu
untuk bekerja atau bertindak bersama
73
Laporan Utama
Walikota Bekasi,
Rahmat Effendi
mengakui bahwa
peran sektor
swasta dalam
pembangunan
kota sangat
diperlukan. Rahmat
mengakui anggaran
pemerintah daerah
sangat minim jika
harus membiayai
seluruh proyek
infrastruktur
74
75
Laporan Utama
Inspirasi
76
gun itu semua? Jurnal TataKota berkesempatan berbincang dengan Direktur Eksekutif Summarecon Bekasi, Adrianto Pitoyo
Adhi. Pria periang ini bercerita banyak hal
menarik tentang pembangunan sebuah
kota yang layak huni dan manusiawi bagi
warganya. Berikut wawancara kami:
Mengapa Summarecon memilih Bekasi?
Tanah Summarecon Bekasi sebetulnya
sudah dibebaskan sejak tahun 1980. Kami
biarkan di sana. Menunggu waktu paling bagus untuk mengembangkannya. Ketika kota
Bekasi sudah mulai matang dan bisnis properti membaik secara makro, mulai tahun 2009,
kami masuk dan mengembangkan.
Kota Summarecon Bekasi dikembangkan
menjadi sebuah kota modern
karena potensiKota Bekasi
sendiri luar biasa. AwalnyaKota Bekasi merupakan
kota satelit DKI Jakarta. Ini
disebut juga kota penyangga
sarana interaksi warga, olahraga dan aktivitas sosial lain. Ruang terbuka hijau ini
adalah keharusan bagi development atau
pengembangan agar kehidupan menjadi
seimbang. Makanya balance life menjadi
misi Summarecon.
Bahkan jalur pedestrian yang hijau dan rimbun yang menghubungkan seluruh cluster di Summarecon
Bekasi dirancang sangat nyaman untuk para pejalan kaki. Sehingga untuk
mencapai lokasi lain di lingkungan Kota
Summarecon Bekasi warga penghuni
tidak harus selalu menggunakan kendaraan roda empat. Ini merupakan salah
satu upaya lain yang dilakukan Kota Summarecon Bekasi untuk menciptakan kawasan hunian modern yang tidak hanya
nyaman untuk ditinggali namun juga
bersih dan bebas polusi.
Summarecon Bekasi dikembangkan dengan konsep environmental
friendly atau kawasan yang berwawasan lingkungan. Salah satu
upaya yang dilakukan Summarecon
adalah pembangunan 3 buah danau
di Kota Summarecon Bekasi. Fungsi
utama 3 danau yang keberadaanya
saling berhubungan satu sama lain
ini adalah sebagai Retension Pound
atau Danau Pengendali Banjir. Seluruh Sistem Tata
Air dan Drainase di
Summarecon Bekasi
ditangani konsultan dari Belanda
77
Laporan Utama
kota. Model yang pertama berupa kewajiban pengembang menyediakan ruang terbuka hijau 30 persen. Kami tentu
sudah memenuhi karena dalam perencanana memang ruang-ruangnya sudah
dibagi. Tetapi tanpa ditetapkannya master
plan versi pemerintah kami tetap menyediakan ruang terbuka hijau untuk publik.
Sebab ini merupakan bagian dari konsep
pengembangan Kota Summarecon Bekasi
seperti saya sebutkan sebelumnya.
Namun ruang terbuka hijau di Kota
Summarecon Bekasi terkesan ekslusif.
Artinya hanya bisa dimanfaatkan penghuninya saja. Nah, apakah Summarecon
juga menyediakan ruang untuk masyarakat umum?
Jika kita merujuk konsep perkotaan
setiap fasilitas memiliki radius pelayanan. Sebagai contoh kami membangun
sekolah. Tentu tujuan utama kami agar
penghuni Kota Summarecon bisa sekolah
dengan akses yang mudah. Bukan untuk
melayani warga yang jauh tempat tinggalnya. Ini hanya contoh ekstrimnya. Sama
halnya ketika kami membangun taman.
Jadi kami berpatokan pada radius.
Pertama kali diresmikan, Flyover
Summarecon di samping kanan-kirinya
bebas untuk tempat dudu-duduk warga.
Bahkan warga duduk-duduk di sekitar
bundaran Summarecon. Namun sekarang tidak boleh. Kenapa?
Kami tidak melarang warga untuk
duduk-duduk di sana. Namun flyover
adalah ruang publik yang fungsinya sebagai akses kendaraan dan pejalan kaki.
Kalau dibiarkan saja itu sangat membayakan. Begitu juga di sekitar bundaran. Di
sana tidak ada tempat parkir sehingga
kendaraan yang diparkir di pinggir jalan
akan mengganggu fungsi utamanya sebagai fasilitas mobilisasi warga. Fenomena ini menunjukkan bahwa sebenarnya
pembangunan fasilitas ruang terbuka
hijau untuk publik di Kota Bekasi belum
merata. Sehingga warga terkonsentrasi di
beberapa titik termasuk di Summarecon.
Seperti disinggung sebelumnya Summarecon berupaya menyediakan ruang
terbuka hijau di setiap klaster. Bahwa itu
hanya dipakai untuk warga sekitar klaster
karena memang pada dasarnya sebuah taman memiliki radius pelayaan tertentu. Jika
misalnya orang sengaja pergi ke Lapangan
Monas hanya ingin menikmati taman, bisa
78
Makanya kami memutuskan membangunflyoveryang sekaligus menjadi selling point dan poin utama untuk membuat
kota itu diminati orang.
Itu saja waktu flyover dibangun ada
banyak kecurigaan. Summarecon dicurigai
banyak mengambil untung. Bahkan ada
warga Bekasi yang selalu menanyakan kepada saya. Katanya, apa yang didapatkan
masyarakat. Saya balikkan saja pertanyaannya: dapatnya ya flyover itu. Nah, ini
kan sebuah kebingungan.
Summarecon Bekasi ini adalah produk
sebuahbrandyang bagus. Di lokasi yang
sebenarnya tidak bagus. Lokasinya, aduh.
Pertama kali saya ditugasi oleh manajemen
untuk memegang Summarecon Bekasi saya
pun bingung. Mulai dari mana ini? Tapi ketika kami garap serius dengan hati, tetap
kreatif, muncul ideflyover. Lokasi yang tidak
bagus menjadi bagus.
Kembali ke keterbatasan tadi. Sebetulnya pola yang terbaik adalah pemerintah bisa mengajak para pengusaha swasta
yang ada Bekasi untuk bisa membangun
fasilitas publik.
Dulu ada forum Bekasi Corporate Social Responsibility (BCSR). Fungsinya untuk mengelola CSR. Tapi sekarang sudah
tidak aktif lagi karena kabarnya di dalamnya banyak kepentingan segelintir orang.
Boleh Anda menanggapi?
Kepentingannya itu yang harus dihilangkan. Jangan ada kepentingan. Kepentingannya untuk masyarakat. Kalau
kepentingannya untuk masyarakayat pasti
sangat bermanfaat. Forum ini sebenarnya
perlu walaupun setiap perusahaan sudah
punya pengelolaan CSRnya sendiri.
Energi CSR perusahan-perusahaan di
Kota Bekasi bisa disatukan untuk bersama
membangun kota. Besar sekali potensinya. Misalkan diarahkan untuk membangun fasilitas pedestrian. Minimal di sekitar
perusahaan. Atau mungkin memfokuskan
di beberapa titik seperti Jalan Ahmad Yani
sebagai percontohan.
Ketika Summarecon datang dengan
ide flyover Pemerintah Kota Bekasi sangat
suport sekali. Kami mengurus izin
sangat mudah. Pemerintah kota sadar betul
bahwa flyover
san-
Ketiga ialah pembenahan ruang terbuka hijau untuk publik. Lahan terbuka
hijau milik pemerintah yang kini beralih
fungsi secara ilegal mesti ditata lagi. Pedagang kaki lima ditertibkan. Namun tidak
perlu digusur. Cukup dipindahkan saja
ke tempat lain. Setelah itu lahan-lahan
terebut dikembangkan kembali menjadi
taman agar masyarakat sekitar bisa memanfaatkannya untuk aktivitas sosial.
Yang terakhir namun penting adalah
bagaimana mendidik masyarakat Bekasi
menjadi masyarakat yang disiplin. Karena
jika kita bicara budaya masyarakat kita bicara
juga perilaku. Keberadaan bundaran Summarecon sebenarnya bisa menjadi ajang
mendidik masyarakat untuk berlalu lintas
yang baik. Namun nyatanya masih ada yang
menerabas ke mana-mana. Kami akhirnya
memberikan petunjuk yang lebih lengkap.
Nah ini adalah salah satu contoh mendidik
masyarakat. Memang tidak mudah.
Mengapa angkot tidak bisa masuk
Summarecon?
Sebelum ada Summarecon memang
tidak ada jalur. Jika ingin masuk maka
perlu izin baru. Nah kami sengaja belum
memasukkan. Sementara menggunakan
bus gratis. Saat ini kami sedang merancang
sistem transportasi yang tepat. Jadi bukannya tidak boleh masuk tapi memang kami
baru merancangnya. Dan untuk persoalan
sitem transportasi ini kami belum bisa bicara banyak. Masih dalam kajian. Lihat saja
nanti seperti apa hasilnya.
Apakah ada rencana meluaskan area
pengembangan?
Belum. Saat ini
kami masih fokus di
240 hektar.
79
Laporan Utama
Mencuri
Perhatian
Lewat
Landmark
Kota Bekasi nampaknya ingin mencuri perhatian warganya melalui landmark atau
penanda kota. Pertengahan tahun ini, lomba desain landmark digelar Dinas Tata Kota.
Hasilnya, tiga desain ditetapkan sebagai pemenang. Landmark tersebut dibangun pada
tahun 2014. Antara lain di pintu keluar Tol Bekasi Barat Jalan Ahmad Yani, Jalan KH Noer
Ali, Jalan Sultan Agung, Jalan Transyogi dan Jalan Juanda.
diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan cinta kotanya, kata Kepala Dinas Tata
Kota Bekasi, Koeswara, yang juga menjadi juri.
Tema yang ditentukan antara lain: Patriotisme, Ihsan, Kreatif, Urban, Seni Budaya Lokal, Jasa Perdagangan, Flora Fauna.
Bentuk Landmark dapat berupa Huruf,
Relief, Patung, Simbol, atau gabungan dari
sebagian atau seluruh unsur bentuk. Ada 5
kriteria yang dipatok juri, yaitu kesesuaian
tema (30%), filosofi (20%), daya tarik (20%),
orisinalitas (20%) dan harmonisasi desain
dengan penempatan landmark (10%).
Menurut Koeswara, keunggulan pemenang pertama ialah mampu menggabungkan landmark dengan ruang publik
berupa jembatan penyeberangan. Selain
itu, landmark ini juga mampu menampung
reklame-reklame di bagian sampingnya.
Keberagaman fungsi inilah yang kemudian
landmark karya Suria dan Zulhadi ini memiliki daya tarik tersendiri.***
81
82
83
Laporan Utama
Menata
Wajah Kota
Jalan Ahmad Yani Tanpa Pagar
Jalan adalah
bagian dari ruang
publik, bukan
hanya sebagai
jalur transportasi
bertemunya
aneka kendaraan.
Jalan juga
memiliki fungsi
sosial, tempat
berinteraksi
berbagai macam
kultur dan
kebudayaan.
Jalan juga
penanda sebuah
kota.
84
l Foto Udara Jalan A. Yani diambil akhir Oktober 2013 / Dok: Distakot
85
Laporan Utama
ancang kota Ir. Thomas Karsten, sehingga keberadaan alun-alun, keraton atau
masjid agung menjadi ciri yang sangat
kental (The Indonesian City, 1986).
Karena tidak direncanakan menjadi
sebuah kota. Saat Kabupaten Bekasi lahir
pusat pemerintahan dibangun di pertengahan Jalan Djuanda. Tidak berada satu
kompleks dengan Alun-alun dan Masjid
Agung (Al-Barkah), tambahnya.
Masa setelah itu adalah membangun jalan lingkar luar, untuk menghubungkan beberapa wilayah Bekasi.
Jalan lingkar luar tersebut dimulai dari
persimpangan Jalan Djuanda di dekat
kantor Pemkot Bekasi mengarah ke selatan -saat ini bernama Jalan Ahmad
Yani-. Mengubungkan pertigaan Pekayon-Rawapanjang-Jalan Cut Mutia hingga
bertemu kembali dengan Jalan Djuanda
di daerah Terminal Bekasi.
Jalan lingkar luar tersebut sekarang
berubah menjadi jalan-jalan protokol di
Kota Bekasi. Bahkan Jalan Ahmad Yani
tumbuh pesat melampaui jalan yang sudah ada sejak dulu, kata dia.
Dalam perkembangannya, Jalan Ahmad Yani saat ini menjadi jalan protokol
terbesar di Kota Bekasi. Dimana segala
macam aktivitas berlangsung di sepanjang
jalan tersebut. Namun sayang, Jalan Ahmad Yani sejauh ini hanya menjadi lintasan
kendaraan. Fungsi jalan sebagai ruang
publik dimana warga bisa saling berinteraksi terhalang oleh pagar-pagar gedung.
Pedistriannya (trotoar) juga sempit dan
tidak nyaman dilalui pejalan kaki.
Dari hasil foto udara pada akhir
Oktober 2013 lalu, sangat terlihat betapa semrawutnya Jalan Ahmad Yani.
Padahal jalan tersebut merupakan salah
satu ikon Kota Bekasi. Kita masih punya kesempatan untuk menatanya menjadi lebih baik, jelas alumnus Institute
Teknologi Bandung (ITB) itu.
Tanpa Pagar
Koswara mengusulan agar seluruh
gedung di sepanjang Jalan Ahmad Yani tidak menggunakan pagar penyekat antara
jalan gedung dan jalan raya. Hal ini bertujuan untuk memperluas ruang publik dan
memudahkan interaksi warga kota. Dilihat
kondisi eksisting, dari batas pagar sampai gedung masih ada space 8-10 meter.
Space ini adalah Fasum milik pemerintah
daerah, tapi oleh pengelola gedung dijadi-
86
Cerita Samar
di Balik Nama Jalan Raya
Di Kota Bekasi
banyak nama jalan
yang menggunakan
nama tokoh pejuang.
Namun anehnya
sejarah tokoh
tersebut samarsamar. Kebanyakan
warga yang ditanya
tentang sejarah tokoh
tersebut hanya bisa
menggelengkan
kepala sembari
berkata entah.
apa sumber merupakan pejuang yang bergerilya di daerah Bekasi, Bogor dan Sukabumi. Tidak heran jika di tiga kota tersebut ada Jalan
Mayor Oking. Namun biografi perjuangannya
masih samar.
KH. Abdurahman dan KH. Mochtar Tabrani
merupakan tokoh ulama se-zaman dengan KH.
Noer Ali. Keduanya konsen di ranah dakwah
dan pendidikan Islam. KH. Mochtar Tabrani
mendirikan Pondok Pesantren Annur sedangkan KH. Abdurahman mendirikan sekolah Madrasah di daerah Rawa Tembaga. Sebenarnya
masih ada KH. Muhajirin yang juga turut berjuang bersama KH. Noer Ali. Namun namanya
belum diabadikan menjadi nama jalan. Pelaku
sejarah Moh. Husen Kamaly bahkan mencatat
ada sekitar 80 orang tokoh pejuang yang tersebar diseluruh Bekasi.
Ketidakjelasan sejarah nama pejuang ini
tentu menimbulkan kerancuan. Ali Anwar menyarankan agar ada penelitian lebih lanjut
berkaitan tokoh-tokoh pejuang yang ada di
Bekasi. Sehingga kejelasan fakta sejarah bisa
terungkap. Sebab perlu ada identifikasi apakah
tokoh tersebut benar-benar pejuang atau hanya
seorang pecundang. Selain itu juga ada penghargaan kepada para ahli waris. Seharusnya ini
menjadi tugas Pemerintah Daerah, kata Ali.
Akademisi Universitas Islam 45 Bekasi Andi
Sopandi mengatakan bahwa sejauh ini penulisan sejarah Bekasi juga masih sebatas kronologi peristiwa. Belum menelaah kiprah para tokoh
di dalamnya. Penulisan biografi tokoh pejuang
perlu dilakukan namun harus hati-hati untuk
menghindari subyektivitas. Tokoh sejarah harus
dipahami sebagai orang yang memberi kontribusi dalam perubahan sosial politik.
Pemberian nama jalan yang diambil dari
nama tokoh sangat bergantung pada kekuatan ketokohan seseorang. Tapi juga tidak bisa
dilepaskan dari kekuatan politik di dalamnya.
Mungkin perlu diadakan semacam lokakarya
untuk mengidentifikasi para tokoh sejarah
Bekasi. Ini penting karena jalan merupakan ruang publik yang setiap hari dilalui warga, kata
Andi yang juga penulis buku Sejarah dan Budaya Bekasi***
87
Gagasan
Merawat Khalayak
dan RuangKhalayak
Oleh: Marco Kusumawijaya dan Mujtaba Hamdi
Hingga hari ini, kita masih terus melihat kebebasan berekspresi di masyarakat
kita belum mencapai gambaran yang kita cita-citakan. Catatan-catatan empiris
memperlihatkan betapa hak individu dan kelompok untuk mengungkapkan jatidiri,
keyakinan maupun daya kesenian mereka ke ruang khalayak masih menghadapi
hambatan dari aktor negara maupun nonnegara.
88
emerdekaan menikmati ruang khalayak yang diidealkan sebagai ruang bersama sering terhalang oleh
tindakan kelompok tertentu yang kerap didiamkan
dan bahkan didukung institusi negara. Kian terbukanya kran kebebasan tampaknya tak dinikmati
masyarakat secara seimbang dan merata. Kelompok tertentu
yang gencar menuangkan ekspresi di ruang khalayak sering,
langsung maupun tak langsung, menghalangi ruang dan hak
ekspresi kelompok yang lain. Penggunaan kekerasan merupakan salah satu masalah utama.
Kebebasan berekspresi juga menghadapi tantangan lain yang
tak kalah menggelisahkan. Terutama dalam ranah seni, kebebasan berekspresi kerap hanya berhenti pada ruang-ruang privat.
Seorang seniman menciptakan karya dalam ranah yang mungkin
memang sangat personal. Namun, ia sebenarnya selalu memaksudkan karya-karyanya untuk dinikmati khalayak, dengan satu
atau lain cara. Semua seniman, dengan kata lain, sesungguhnya
rindu kepada khalayak.
Masalahnya hari ini adalah karya-karya seni semakin tersudut
pada ruang-ruang privat para kolektor, sementara sebaliknya ruang-ruang khalayak, museum misalnya, kurang memberi ruang
apresiasi terhadap karya-karya seni. Jumlah museum kita tercatat
sebanyak 281, tersebar di berbagai wilayah. Namun, tidak saja
kondisi fisiknya memprihatinkan, pengelolaan ruang dan kuratorial museum pun sangat tidak memadai. Dalam konteks ini, penting dikatakan bahwa penguatan kebebasan berekspresi haruslah
dibarengi dengan penciptaan ruang-ruang yang memungkinkan
praktik kebebasan berekspresi tersebut berlangsung.
Menguatnya kesadaran kebebasan berekspresi ataupun gencarnya dorongan hak untuk berekspresi akan kerap menghadapi
jalan buntu ketika ruang khalayak yang menjadi wadahnya tak
tersedia, atau tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang sama
sekali tak memadai.
Kebebasan bereskpresi itu ibarat ruh, sedangkan ruang khalayak adalah raganya. Tanpa raga, ruh akan gentayangan. Ruh
akan resah, bahkan frustasi, dan dampak lebih luasnya adalah
chaos, kekacauan. Sungguh tak salah mengatakan bahwa inilah
yang terjadi hari ini: betapa semangat, kesadaran, dan dorongan
kebebasan berekspresi meningkat begitu tinggi, sementara ruang
khalayak yang mewadahinya terus menyempit.
Ruang Khalayak, Keterbukaan, dan Interaksi Warga Ruang
khalayak yang bernilai penting bagi penggalakan demokrasi dan
masyarakat terbuka dapat mengambil bentuk ruang fisikal maupun nonfisikal. Kalangan geografer membedakan antara ruang
khalayak (public space) dan ranah khalayak (public sphere).
Ranah khalayak lebih dipahami sebagai ruang politik tempat
berlangsungnya pembahasan, perdebatan dan pengambilan
keputusan bersama atas urusan-urusan umum. Sementara, ruang
khalayak dimengerti sebagai tempat fisikal-material yang seluruh
warga memiliki hak untuk memasukinya. Ia berbeda dengan ruang pribadi milik perseorangan yang memungkinkan pemiliknya
menolak kehadiran orang lain yang tidak dikehendakinya.
Ruang khalayak sejatinya terbuka untuk digunakan oleh
semua. Bentuk dasarnya, sebagai contoh, adalah taman, jalan
umum, lapangan dan tempat-tempat yang biasa menjadi forum
permusyawaratan umum, misalnya pendopo, serta juga fasilitas
umum seperti stasiun dan kereta api atau bus angkutan umum
itu sendiri. Filsuf dan teoretisi politik Iris Marion Young menyebut
ruang khalayak fisikal ini dengan istilah embodied public space.
Meski terbedakan, ruang khalayak dan ranah khalayak memiliki
89
Gagasan
91
Gagasan
Tindakan tersebut tidak ada hubungannya dengan urusan khalayak. Parahnya, khalayak diasumsikan menyetujui tindakan tersebut meski tanpa melalui proses perbincangan dan proses politik
apa pun. Gejala semacam ini tidak saja mengacaukan makna kepublikan, melainkan juga dapat mengkerdilkan ruang khalayak itu
menjadi sekadar ruang keluarga. Ancaman lain adalah sektarianisasi. Ini tidak terkait dengan fasilitas sosial yang memang ditujukan sebagai wadah aktifitas kelompok agama atau kepercayaan
tertentu, semisal tempat beribadah. Sektarisanisasi timbul ketika
ruang khalayak, yang sesungguhnya menjadi arena komunikasi
berbagai kelompok dengan kepercayaan berbeda-beda, dikuasai oleh sekelompok kepercayaan tertentu tanpa melalui proses
konsensual yang memadai. Pola penguasaan bisa sangat langsung
dan agresif melalui aksi massa yang segera menegasikan aktifitas
khalayak lain di ruang tersebut. Pola lain bisa melalui penataan
dan pengalihfungsian ruang. Contoh paling nyata dari pola terakhir ini adalah penataan alun-alun kota Bandung menjadi halaman
Masjid Raya Bandung. Alun-alun yang semula merupakan arena
khalayak tanpa sekat identitas kepercayaan berubah menjadi ruang peribadatan kelompok kepercayaan tertentu. Proses-proses
ini oleh Richard Sennett disebut initimisasi dan berkecenderungan membuat khalayak lain menyingkir karena risih. Ruang
Khalayak dan Identitas Budaya Jika penggunaan ruang khalayak
sebagai ekspresi identitas tertentu boleh disebut merupakan wujud sektarianisasi, pertanyaannya, apakah berarti ruang khalayak
harus netral dari identitas budaya apapun? Ini penting dijawab
terutama ketika, di zaman yang mengutuk penyeragaman budaya
ini, setiap kota atau setiap teritori tertentu diharapkan dapat menampilkan ciri khas budayanya.
Orang datang ke Bali berharap dapat menyaksikan suasana
ruang yang berbeda dari Yogyakarta atau Banda Aceh, misalnya.
Dengan demikian, ada hal yang perlu dipertimbangkan: sejauhmana ekspresi identitas budaya di ruang khalayak dinilai sektarian
atau tidak sektarian? Pertama-tama memang perlu kita tengok
lebih dulu watak dari identitas budaya itu sendiri. Identitas budaya tidaklah berasal dari individu secara pribadi dan eksklusif, sebaliknya ia merupakan suatu proses kolektif. Cara yang lebih tepat
untuk melihat identitas budaya adalah dengan logika relasi (relational logic), bukan logika substansi (substantive logic). Identitas
dikatakan identitas ketika ia diletakkan dalam relasi perbedaanya dengan yang lain. Kesadaran akan identitas budaya terbentuk
melalui proses interaksi antara individu dan invididu lainnya, juga
antara individu dan lingkungannya. Ini artinya, identitas budaya
bukan suatu resultan yang stabil, yang tetap, tak bergerak, namun
ia berkembang, tidak saja secara historis, dari satu masa ke masa
lainnya, tapi juga secara spasial, dari satu ruang ke ruang lain. Lebih jauh, lantaran identitas budaya tidak bersifat tertutup, ia pun
menyerap budaya lain, selain juga menawarkan diri kepada budaya-budaya lain. Melihat watak identitas budaya semacam ini, kita
bisa katakan bahwa ruang khalayak itu sendiri, yakni tempat interaksi sosial berlangsung, sesungguhnya tidak netral dari identitas
budaya. Ruang khalayak bahkan kadang merupakan arena proses
pembentukan identitas budaya itu sendiri terjadi. Karena itu, yang
menjadi persoalan bukanlah semata apakah suatu identitas budaya masuk ke ranah khalayak, namun apakah terjadi perbincangan,
interaksi, aksi komunikasi, yang sehat dan setara di sana. Ruang
bersama boleh berisi ragam identitas apa saja. Terpenting, ia, kata
Hannah Arendt, perlu dilihat sebagai meja tempat berbincang;
meja yang memisahkan sekaligus menghubungkan individu-individu yang mengelilinginya.
92
yang memiliki kekuatan yang mampu membatasi gerak perusahaan-perusahaan privat untuk menguasai ruang khalayak. Dalam
kapasitas semacam itu, hanya negara yang bisa mengambil peran
sebagai pengelola tata komunikasi di ruang khalayak antar kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda. Ini jelas sangat krusial.
Jika negara tak menyediakan tata komunikasi yang memungkinkan
khalayak yang plural berperan serta dalam interaksi maka situasi
chaos akan sangat mudah terjadi. Lebih dari itu, jika kemudian
untuk menghindari chaos tersebut, negara mengambil kata putus
tanpa perbincangan khalayak maka yang terjadi adalah kebekuan
ruang khalayak, jika bukan bentuk tertentu otoritarianisme.
Contoh yang paling mudah ditemukan hari ini adalah penutupan tempat ibadah, penyensoran karya budaya (buku, film,
pertunjukan seni, dll), atau pun pembubaran event kultural/intelektual. Dengan negara menyediakan tata komunikasi yang memadai, potensi-potensi yang memungkinkan lahirnya chaos bisa
ditransformasikan menjadi gerak pertukaran yang produktif di
arena khalayak. Lebih fundamental dari itu, negara sesungguhnya berperan menyediakan ruang khalayak dengan kuantitas dan
kualitas yang cukup sekaligus dengan aksesibilitas yang baik.
Seperti sempat disinggung di atas, ruang-ruang khalayak kita
dalam berbagai bentuk dan tingkatannya tidak saja kurang secara kuantitas, namun juga buruk dari segi aksesibilitas. Negara,
dengan segala kapasitas dan otoritasnya, punya peran penting
menyediakan infrastruktur khalayak tersebut. Tak sekadar pengadaan ruang fisik, negara juga harus menyediakan perangkatperangkat yang memungkinkan pertukaran di ruang khalayak
berfungsi optimal. Negara harus menyediakan, misalnya, kurator
pada tiap museum. Penampungan, penyediaan dan penyebaran
informasi juga harus dilakukan sehingga memampukan khalayak
berinteraksi secara dinamis. Penutup Musti diakui bahwa yang
disampaikan dalam tulisan ini kental dengan karakter urban.
Masih perlu eksplorasi lebih lanjut mengenai karakter ruang dan
komunikasi khalayak di kawasan rural. Namun demikian, boleh dikatakan bahwa, dalam banyak segi, yang diuraikan dalam tulisan
ini mencerminkan ancaman riil dan tantangan ke depan pembangunan ruang khalayak dalam rangka penyediaan wadah bagi kebebasan berekspresi di negeri kita.
Ruang-ruang khalayak konkrit barangkali berbeda antara kawasan urban dan rural. Namun, unsur-unsur, pola, dan dinamika percakapan khalayak memiliki kecenderungan yang tak jauh berbeda,
apalagi dengan keterlibatan negara dan gejala umum yang dihadapi,
yakni komersialisasi, sektarianisasi dan personalisasi. Betapapun,
yang terpenting diperhatikan kemudian, seiring dan setelah berbagai
upaya melampaui berbagai tantangan tersebut adalah sejauhmana
hubungan-hubungan terbuka yang produktif tercipta sehingga mampu menyumbang bagi kesejahteraan ekonomi dan emansipasi sosial mereka yang terlibat dalam hubungan-hubungan itu. Mencipta,
membangun, merawat dan meruwat khalayak serta ruang khalayak
bukanlah pekerjaan sekali jadi, melainkan terus-menerus. Tantangan
dan kekuatan perusak selalu akan ada terus. Tetapi pekerjaan ini harus terus dilakukan, sebab ia adalah tubuh dari masyarakat-warga,
yang tanpanya akan berhenti mengada.
*Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban
Studies. **Mujtaba Hamdi, peneliti kebudayaan Tankinaya
Institute, Depok. Penulis berterima kasih kepada Felencia Hutabarat untuk diskusi mengenai kesenian dan ruang public.
* Disampaikan untuk diskusi bertajuk Masyarakat Terbuka (Yayasan Tifa, Jakarta).
Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
93
Gagasan
komunitas ini terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai profesi. Mereka bergabung
untuk mewujudkan cita-cita yang dapat mengatasi masalah lingkungan dan perkotaan.
Masalah itu antara lain; 1). Rusaknya lingkungan karena pembuangan sampah dan limbah
yang sembarangan; 2). Menurunnya kualitas
kota baik secara estetika, kurangnya ruang
hijau, dan ruang publik terutama untuk anakanak bermain; 3). Ancaman krisis sumber
makanan di masa depan.
Semangat positif Indonesia Berkebun
mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat dan berkembang hingga hampir ke
seluruh kota/kabupaten di Indonesia wilayah
Barat. Mereka pun didukung Menteri Pertanian Republik Indonesia. Bahkan meraih
penghargaan Web-Heroes dari salah perusahaan Internasional, Google. Inc. (http:/indonesiaberkebun.org, 2013). Akankah semangat
posistf program kegiatan tersebut berkelanjutan dan mendapat daya dukung kuat berupa
kebijakan dan rencana tata ruang perkotaan?
Tentu perlu kajian mendalam dengan tinjauan
multiaspek dan banyak referensi agar konsep
program tersebut terpakai dalam sistem perencanaan kota.
Dalam konteks internasional, konsep
ini dikenal dengan istilah Community Garden. Implementasinya juga erat berkaitan
kaitannya dengan tema pembangunan
berkelanjutan atau sustainability dan ketahanan pangan. Ia telah terimplementasikan di Amerika Serikat dan Canada, kemudian diikuti Inggris, Spanyol, Mali di Afrika
Barat, Australia dan Taiwan di Asia. Community Garden terbukti memiliki nilai sosial
yang positif dan dapat menghasilkan beragam manfaat. Mulai gizi yang baik, pendidikan bagi generasi dan para penggunanya,
meningkatkan kemudahan, keamanan dan
perlindungan terhadap lingkungan sekitar
hingga manfaat ekonomis.
Meskipun terdapat banyak manfaat,
para perencana perkotaan di setiap negara
tersebut belum seluruhnya memiliki perhatian terhadap konsep Community Garden
ini melalui kebijakan perencanaan yang
detail. Kecuali Amerika Serikat dan Canada
yang memang cukup progresif di beberapa
kota dan negara bagian di dalamnya (Introduction, Planning Strategis to Support Community Garden, 2009). Lantas, bagaimana
dengan kota-kota dan kabupaten-kabupaten di Indonesia?
*) Ir. Ichasanudin, Pemerhati Masalah
Perkotaan, tinggal di Kota Bekasi
95
Wawancara Eksklusif
Kota Bekasi
Pembangunan
Kota Bekasi sangat
bergantung dengan
kemauan kuat para
pemangku kebijakan.
Pada edisi ini kami
mendapat kesempatan
mewawancarai
Walikota Bekasi
Rahmat Effendi. Kami
menanyakan seputar
masalah perencanaan
pembangunan Kota
Bekasi ke depan.
Berikut hasil wawancara
tersebut;
96
nan yang baru tentu harus tunduk dengan rencana yang ada saat ini.
Pembangunan Kota Bekasi saat ini lebih terpusat di wilayah
Selatan, Timur, Barat. Sementara wilayah pinggiran nyaris tidak
tersentuh. Bagaimana upaya Pemkot Bekasi memeratakan pembangunan?
Dalam perencanaan pembangunan memang kita memisahkan ke dalam 3 kategori wilayah pengembangan. Ada wilayah
yang didorong pertumbuhannya karena memang masih tertinggal. Ada yang dikendalikan dengan ketat karena sudah melampaui daya dukung dan daya tampung ruang. Ada juga yang masih dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar selama masih ada
kesesuaian dengan rencana yang ada dan masih dalam daya dukung lingkungan.
Namun demikian para pengembang atau
investor akan lebih memilih wilayah yang telah
didukung infrastruktur pendukung kota yang
memadai daripada membuka wilayah baru
yang belum ada sarananya. Sehingga terlihat
bahwa perkembangan kota kurang merata.
Banyak upaya. Antara lain kita juga telah
mencang Perda Insentif dan Disinsentif yang
Fasos dan fasum
salah satunya adalah untuk mengarahkan
perumahan akan
pengembangan pembangunan ini. Pengemresmi menjadi
bang yang membangun pada wilayah yang
baru akan diberikan insentif. Sedangkan yang
asset pemerintah
membangunan di daerah yang padat dan lodaerah setelah
kasi daya dukung ruangnya sudah kurang mediadakan verifikasi
madai akan dikenakan disinsentif. Dengan
kebijakan ini diharapkan pembangunan akan
oleh tim verifikasi
bisa lebih diarahkan secara merata.
Rencana Tata Ruang Kota dibuat untuk jangka waktu tertentu. RTRW Kota Bekasi 2000-2010 mengatur rencana
tata ruang dalam kurun 10 tahun. Sementara sesuai Undang-undang RTRW Kota Bekasi yang baru adalah perencanaan untuk 20
tahun ke depan yakni tahun 2011-2031.
Rencana tata ruang dibuat untuk mengantisipasi dan mengakomodasi setiap perkembangan kota yang ada sesuai dengan dinamika pertumbuhan atau pengaruh pembangunan eksternal kota
di sekitarnya.
Boleh jadi bangunan yang eksisting sekarang ada yang terlihat melanggar atau tidak sesuai dengan rencana tata ruang saat
ini karena dibuat berdasarkan RTRW yang lalu. Berarti sudah tidak
valid lagi. Untuk hal semacam ini tentu akan segera dilakukan penyesuaian dengan rencana yang berlalu.
RTRW itu sifatnya rencana ke depan. Sehingga untuk pembangu-
97
Wawancara Eksklusif
98
99
Wawancara Eksklusif
100 Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
Selama ini banyak keluhan dari masyarakat terkait pengurusan perizinan mendirikan bangunan. Bisa dijelaskan
alur pembuatan perizinan, biaya dan kemudahan yang ditawarkan Pemkot Bekasi?
Perizinan harusnya menjadi alat pengendali pemanfaatan
ruang. Sebelum suatu izin dikeluarkan sebaiknya dilakukan
kajian yang komprehensif untuk setiap dampak ke depan.
Masyarakat umumnya menilai pengurusan izin yang baik itu
yang cepat, mudah dan murah.
Kalau suatu pengurusan izin itu lama, saya yakin karena
ada persyaratan yang belum dipenuhi atau ada hal yang perlu
dikaji lebih dalam dan memerlukan waktu lebih lama. Atau
perlu ada pengetesan dan pengukuran lain. Misal kekuatan
daya dukung tanah untuk IMB (Izin Mendirikan Bangunan)
yang kompleks . Maka itu tentu akan ada biaya lain untuk halhal tadi. Dan ini akan menjadi terasa lebih mahal.
Jadi untuk izin yang semacam apa yang bisa dilakukan
secara cepat dan mana yang bisa lebih lama tentu sangat
bervariasi. Tapi tujuannya adalah untuk kebaikan bersama.
Tapi kalau ada perizinan yang bisa dilakukan secara sederhana namun dibuat lama tentu wajar untuk dikeluhkan. Secara
umum memang di BBPT telah membuat SOP lama pengurusan perijinan selama 12 hari kerja.
Apa strategi Pemkot Bekasi mengakomodir aspirasi masyarakat dalam pembangunan kota dan sinergitas dengan
sektor swasta? Bisa dijelaskan polanya kerjasamanya seperti apa?
Pemerintah Kota Bekasi telah memiliki dokumen rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah
dan tahunan. Semua dilakukan dengan memberikan peluang kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Dalam
perencanaan ada kesempatan Musrenbang. Pada saat
implementasi kita bisa melihat dokumen perencanaan secara terbuka apa yang bisa dilaksanakan yang sesuai dengan rencana pembangunan yang ada. Jadi semua aspirasi
masyarakat itu diberikan peluang,asal sesuai jadwal waktu
dan mekanisme yang ada.
Proyek apa yang sudah dikerjakan di Kota Bekasi dengan pola kerjasama sektor swasta?
Ada banyak proyek yang dilaksanakan secara kerja sama
dengan masyarakat dan swasta. Seperti revitaliasi pasar, Flyover Noer Alie Summarecon, program P3BK, Sanima (pembangunan sarana sanitasi) dan banyak lainnya.
Menurut Bapak apa yang masih perlu dibenahi dari
Kota Bekasi? Dan apa harapan Anda ke depan?
Banyak regulasi yang harus disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan kota. Memberikan peran yang
lebih banyak kepada swata dan masyarakat dalam pembangunan.
Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 101
Catatan Redaksi
Sampah
Ruang Publik
Oleh: Denny Bratha
i Yogyakarta ada sekumpulan orang yang menamakan diri Komunitas Reresik Sampah
Visual. Digawangi Sumbo Tinarbuko, Dosen Komunikasi Visual ISI Yogyakarta, komunitas ini rajin membersihkan sampah visual di ruang publik.
Sampah visual dalam persfektif komunitas ini adalah aktivitas pemasangan iklan komersil,
sosial dan politik secara serampangan. Sampah visual ini menjarah trotoar, taman kota, jembatan, tembok, pagar, halte bus, dinding flyover, tiang lampu penerangan jalan, tiang rambu
lalu-lintas, tiang listrik, tiang telpon dan sebagainya. Batang pohon yang berjajar teduh di sepanjang jalan pun dihajar secara anarkis menggunakan paku.
Kegelisahan para relawan Komunitas Reresik Sampah Visual harusnya juga muncul di Bekasi.
Kondisi yang nyaris sama mudah kita saksikan di area-area milik publik. Ruang publik dikuasai
merk dagang, caleg dan partai politik.
Sejauh ini promosi dan kampanye melalui media luar ruang masih dianggap paling efektif oleh
pelaku bisnis komersil, caleg dan partai politik. Pemasangan spanduk, umbul-umbul, banner, baliho
dan stiker di ruang publik dinilai mampu memprosikan citra dan memengaruhi warga.
Tengoklah bagaimana sampah visual khususnya sampah visual politikdikemas sedemikian rupa untuk menjerat calon pemilih: dilengkapi foto dengan senyum paling manis dan sederet
janji politik. Bahkan ruang publik menjadi wilayah yang diperebutkan setiap caleg dan parpol.
Mereka berebut mematok tempat strategis. Berlomba ukuran dan jumlah. Tak mengherankan
jika titik strategis nampak penuh sesak sampah politik.
Alih-alih memengaruhi pemilih yang terjadi justru sebaliknya. Masyarakat terganggu dengan
sampah visual tersebut. Gaya kampanye macam ini akhirnya malah cenderung menjatuhkan
martabat, citra dan nama baik caleg maupun partai politik sendiri.
Bagaimana mungkin para calon wakil rakyat tersebut mampu memperjuangkan dan melindungi rakyatnya jika tempat yang harusnya bisa dinikmati rakyat dirusak sampah visual mereka.
Bagaimana mungkin rakyat akan memilih calon yang hanya bisa mengotori ruang publik dengan
sampah dan cuma bisa mesem-mesem di gambar. Padahal rakyat butuh calon pemimpin yang
mau melebur dan bergerak bersama.
Mungkin para caleg dan tim suksesnya perlu melakukan terobosan baru. Memikirkan kembali
kampanye yang mengedepankan aspek edukasi politik dengan menampilkan iklan yang komunikatif,
nyeni, berbudaya dan merakyat. Aturan mengenai pemasangan alat peraga ini harus dipatuhi benarbenar. Alangkah lebih baik jika tidak menggunakan gaya kampanye yang merusak itu.
Gerakan Komunitas Reresik Sampah Visual di Yogyakarta sebenarnya adalah jawaban permasalahan ruang publik hari ini. Ketika para pelaku politik tidak lagi menghargai publiksedangkan pemerintah kurang tenaga membersihkan sampah merekamaka saatnya warga turun
tangan bersih-bersih sampah visual yang sudah mengotori ruang kota.
Ruang publik adalah milik publik. Tidak boleh dikuasai segelintir kelompok yang memiliki
kepentingan politis maupun ekonomis. Ruang publik harus bebas dari intervensi jenis apa pun
dan menjamin kemerdekaan setiap orang.(berbagai sumber)***
102 Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014
Jurnal Tata Kota Bekasi l Edisi 01 l Desember 2013 - Januari 2014 103