TEKNIK TES
(Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling)
:
: Bagus Grama
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadlirat Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan Buku Pemahaman Individu: Teknik Tes
(Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling). Penyusunan buku
ini didasarkan atas kebutuhan para guru pembimbing sekolah di
lapangan dalam melaksanakan tugasnya memberikan layanan
konseling kepada para siswa.
Pemahaman individu siswa melalui tes merupakan langkah
penting dalam layanan bimbingan konseling. Agar layanan
bimbingan konseling yang dilaksanakan oleh guru pembimbing
efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, guru pembimbing
perlu mengenal dan memahami potensi yang dimiliki individu siswa
dengan baik. Potensi individu siswa mencakup antara lain: inteligensi,
kepribadian, bakat, dan potensi aktual siswa yang berupa hasil belajar.
Buku ini mengantarkan para pembaca pada pemahaman
mengenai pengertian, fungsi dan tujuan pemahaman individu, syarat
tes (baik validitas, reliabilitas, indek kesukaran aitem dan kemampuan
daya beda), sejarah tes psikologi, memahami inteligensi melalui tes,
memahami kepribadian baik dengan tes proyektif maupun EPPS,
memahami bakat, dan memahami hasil belajar individu siswa dengan
menggunakan tes hasil belajar.
Harapan penulis, semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca
khususnya bagi para calon guru pembimbing untuk mempersiapkan
diri sebagai guru pembimbing profesional dan para guru pembimbing
sekolah dalam meningkatkan kualitas layanan konseling bagi para
siswa dan konseli lainnya.
Akhirnya, rasa terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah berkenan membantu penyusunan buku ini. Kritik dan saran
untuk perbaikan penyusunan buku ini di masa yang akan datang
sangat kami harapkan. Atas kritik dan saran yang membangun, kami
sampaikan terimakasih.
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ v
Bab I
A.
B.
C.
D.
Bab II
A.
B.
C.
PENGUKURAN INTELIGENSI..........................................
Pengertian Inteligensi....................................................................
Teori-teori Inteligensi.....................................................................
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi.....................
Sejarah pengukuran inteligensi.................................................
Jenis Tes Inteligensi.........................................................................
Intelligence Question atau IQ........................................................
Penggunaan Tes Inteligensi dalam Pendidikan dan
Konseling............................................................................................
H. Keterbatasan Tes Inteligensi........................................................
31
31
33
34
35
38
42
Bab V
A.
B.
47
47
C.
D.
E.
F.
Pengukuran Kepribadian..............................................................
Aspek yang Diukur melalui Tes Kepribadian ........................
Kebutuhan Pengukuran Kepribadian.......................................
Kelemahan Tes Kepribadian.........................................................
52
57
59
59
Bab VI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
61
61
63
64
65
66
66
69
Bab VII
A.
B.
C.
D.
E.
F.
71
72
72
74
76
77
77
79
80
81
98
Bab IX
A.
B.
C.
D.
vi
Bab I
Bab I
Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes
oleh kualitas alat ukur, sehingga alat ukur harus memenuhi berbagai
persyaratan terutama validitas dan reliabilitas tes. Di samping kualitas
alat ukur, akurasi hasil tes juga ditentukan orang yang melaksanakan
tes, pelaksanaan tes dan kondisi yang mengerjakan tes (testee).
Tes psikologis merupakan alat ukut untuk mendapat informasi
mengenai kemampuan potensial seseorang. Informasi hasil tes yang
akurat dapat memberi gambaran tentang kemampuan potensial
maupun non kemampuan individu.
Bab I
Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes
menemukan teori baru. Suatu teori dapat saja tidak berlaku lagi
setelah hasil penelitian menunjukkan bahwa teori tersebut tidak
didukung oleh fakta empirik atau hasil penelitian menemukan teori
baru yang menggugurkan kebenaran teori sebelumnya.
Bab I
Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes
D. Keterbatasan Tes
Sering terjadi orang tua, guru, atau kebanyakan orang mengalami
bias dalam memahami hasil tes, atau bahkan terlalu mendewadewakan hasil tes. Sebagai contoh: hasil tes inteligensi seorang anak
menunjukkan yang bersangkutan dikategorikan sangat cerdas dan
orang tua terlalu mengagungkan skor tes dengan menceritakan
kepada orang lain tentang kecerdasan anaknya (dan anak ada
di samping orang tuanya), anak tidak perlu belajar dengan rajin
dan sungguh-sungguh (anak ada di samping orang tuanya ketika
bercerita). Dari pembicaraan itu anak merasa dirinya hebat dan tidak
perlu belajar, akibatnya prestasi belajar anak rendah.
Seseorang terlalu yakin dengan hasil tes dan dia menjadi kecewa
karena prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan hasil tes psikologi.
Tes psikologi yang digunakan dalam dunia pendidikan dan bimbingan
memang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan baik dari
validitas, reliabilitas dan indeks kesukaran item, namun tetap saja
memiliki keterbatasan-keterbatasan.
Keterbatasan tes dapat dilihat dari alat tes, tester, testee,
administrasi tes termasuk juga lingkungan saat tes berlangsung.
Tes yang digunakan telah memenuhi syarat vailiditas, misal 0,7. Tes
tersebut tidak mampu mengukur keseluruhan yang diukur karena
validitasnya hanya 0,7. Validitas sama dengan 1 sangat sukar dipenuhi
atau bahkan validitas tersebut hampir tidak dapat dipenuhi oleh suatu
tes apapun, akibatnya tidak semua kemampuan individu terukur atau
terditeksi. Keterbatasan dari sisi validitas juga dapat terjadi karena
adanya kesalahan pengukuran.
Tester yang melakukan tes harus memiliki keahlian dan
kewenangan yang dipersyaratkan. Jika tes dilakukan oleh orang yang
7
bukah ahlinya maka hasil tes tidak akurat dan dapat menyesatkan.
Contoh: Tes yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli dan tidak
berwenang, ketika memberikan petunjuk cara mengerjakan salah dan
waktu juga tidak tepat maka hasil tes tidak mampu menggambarkan
potensi yang dimiliki oleh individu yang di tes.
Kondisi fisik dan pikis individu saat di tes sangat mempengaruhi
hasil tes. Seseorang yang dalam kondisi sakit secara fisik akan
mempengaruhi konsentrasi dan daya tahan yang bersangkutan
saat mengerjakan tes dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil
tes. Kondisi psikis individu saat tes seperti nervous, stres, tertekan
dapat mempengaruhi kesiapan dan konsentrasi dalam mengerjakan
tes akibatnya hasil tes tidak optimal dan atau tidak mencerminkan
kondisi individu yang sesungguhnya.
Pedoman pengadministrasian tes baik yang berkenaan prosedur
tes, skoring, dan interpretasi serta lingkungan saat dilakukan tes dapat
mempengaruhi proses dan hasil tes. Sebagai contoh: prosedur tes
berkenaan dengan petunjuk cara mengerjakan atau menjawab dan
alokasi waktu mengerjakan yang tidak tepat dapat menyebabkan hasil
tes tidak akurat. Penyekoran tes atau alat ukur berikut interpretasinya
harus sesuai dengan pedoman, jika tidak sesuai dengan pedoman
hasil tes tidak akurat dan bahkan dapat menyesatkan. Lingkungan
yang bising dan mencekam dapat mempengaruhi hasi pengukuran.
Berdasar keterbatasan-keterbatasan tersebut maka perlu kehatihatian dalam melaksanakan tes dan menyikapi hasil tes. Di samping
itu perlu usaha mengatasi keterbatasan-keterbatasan tes tersebut
agar hasil test akurat dan tidak menyesatkan.
Bab II
A. Validitas
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh tes sebagai alat ukur
adalah validitas, sehingga tes yang digunakan dalam pengukuran
psikologis harus benar-benar valid. Suatu tes memiliki validitas jika
tes mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen, 1979).
Contoh: tes yang digunakan untuk seleksi calon karyawan adalah
valid, jika skor-skor hasil tes memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil
pengujian performansi kerja di masa yang akan datang. Tes inteligensi
dikatakan valid, jika tes mampu membedakan di antara orang-orang
9
10
Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
2. Criterion-related validity
Criterion-related validity digunakan ketika skor-skor tes
dapat dihubungkan dengan criterion. Criterion adalah beberapa
tingkah laku yang skor-skor tesnya digunakan untuk mempredik.
Contoh: untuk memperoleh criterion-related validity, skor-skor
pada tes yang dirancang untuk menyeleksi pelamar kerja harus
dihubungkan dengan criterion dari keefektifan kerja. Contoh lain:
Skor-skor tes seleksi masuk sekolah harus dihubungkan dengan
beberapa criterion yang relevan, seperti rata-rata nilai akhir siswa
yang diterima atau persentase siswa yang mampu menyelesaikan
program pendidikan dan tahap penerimaan.
Tipikal validitas criterion-related ditunjukkan dengan
koefisien korelasi, yaitu korelasi antara skor tes sebagai prediktor
dan skor criterion. Korelasi dilambangkan dengan xy, dimana X
adalah skor tes dan Y adalah skor criterion. Koefisien validitas, xy,
adalah estimasi satu dari dua cara yaitu hasil salah satu: estimasi
validitas prediktif atau konkuren.
Validitas prediktif melibatkan penggunaan skor-skor
tes untuk memprediksi tingkah laku masa datang. Koefisien
validitas prediktif diperoleh dengan memberikan tes kepada
seluruh individu yang relevan, sambil menunggu waktu, skorskor criterion dikumpulkan, dan menghitung koefisien validitas.
Contoh: validitas prediktif untuk tes pekerjaan akan meyakinkan
apabila untuk menguji setiap pelamar kerja, setiap pelamar
dikontrak (magang), menunggu beberapa minggu atau bulan
sampai criterion dapat dinilai secara rasional dan reliabel (sebagai
contoh, oleh rating penyelia atau oleh pengukuran performansi
job lain), mengkorelasikan skor-skor prediktor (tes) dan criterion
(job performansi). Prosedur tersebut memberi indikasi baik
bagaimana skor-skor tes mempredik tingkah laku pada masa
mendatang dengan baik, tetapi hal tersebut dapat menjadi
mahal dan menghabiskan waktu. Jika tes digunakan untuk
mempredik tingkah laku masa mendatang, validitas prediktif
harus meyakinkan. Jika hal itu tidak diinginkan maka alternatif
lain adalah menggunakan concurrent-validity coefficient.
11
12
Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
Keterangan :
rit = koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total
xi = jumlah kuadrat deviasi skor xi
xt = jumlah kuadrat deviasi skor xt
13
B. Reliabilitas
Tes untuk mengukur atribut psikologis di samping harus valid
juga harus reliabel, sehingga penelitian tentang kualitas psikometris
baik validitas maupun reliabilitas tes menjadi penting untuk terus
dilaksanakan. Hal tersebut menjadi penting agar diperoleh tes yang
mampu mendiskripsikan objek yang diukur dan benar-benar sesuai
dengan kondisi yang sesungguhnya. Pengujian reliabilitas instrumen
dilakukan dengan harapan diperoleh instrumen yang memiliki
tingkat keandalan yang tinggi.
1. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas atau keandalan adalah konsistensi dari
serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut
bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan
tes ulang) dan akan memberikan hasil yang sama, atau untuk
pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai
memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai).
Reliabilitas berasal dari kata reliability. Tes yang memiliki
reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa tes tersebut reliabel.
Reliabilitas memiliki arti yang luas, mencakup: kepercayaan,
keterandalan, keajegan, kestabilan, dan konsistensi hasil
pengukuran. Ide pokok yang terkandung dalam reliabilitas
adalah kepercayaan hasil pengukuran yaitu sejauh mana hasil
pengukuran dapat dipercaya. Tes yang reliabel berarti tes
tersebut dapat dipercaya.
Sejalan dengan uraian di atas, Suryabrata (2000) menyatakan
bahwa reliabilitas alat ukur menunjuk pada sejauh mana
hasil pengukuran dengan menggunakan alat tersebut dapat
dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi)
skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat ukur
yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi
yang berbeda.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama
14
Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
15
Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
berikut :
2 (r)
R11 =---------------
1 + r
K
Vt - Pq
r11 = ------- --------------
K 1
Vt
r11
K
Vt
P
q
Keterangan :
rii = koefisien reliabilitas butir
k = cacah butir
si = varian skor butir
st = varian skor total
18
Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
K =
0,69
19
16
50
84
(Warkitri, dkk,1990)
Klasifikasi tingkat kesukaran aitem dapat ditetapkan sebagai
berikut:
- Testee yang menjawab benar hanya sampai 27 % termasuk
soal tes yang sukar,
- Testee yang menjawab benar antara 28-72 % termasuk soal
tes yang sedang; dan
- Testee yang menjawab benar di atas 73 % termasuk soal tes
yang mudah.
Misal, suatu tes Matematika jumlah testee 100 0rang. Berarti
27 % x N adalah 27 orang. Bentuk tes yang digunakan adalah
benar-salah berarti opitonnya adalah 2. Jika kelompok atas yang
menjawab benar 23 orang dan kelompok bawah yang menjawab
20
Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur
21
8
------20
D=
0,40
22
Bab III
A. Pengantar
Penerapan tes psikologi di Indonesia, terutama dalam bidang
pendidikan telah lama dilakukakan. Dewasa ini, penerapan tes
telah dilakukan di berbagai bidang terutama untuk kepentingan
penerimaaan pegawai atau rekrutmen dan promosi pegawai. Dalam
pendidikan, tes digunakan antara lain untuk seleksi masuk sekolah
dan perguruan tinggi, pengembangan pribadi, penempatan, dan
pemilihan studi lanjut. Meskipun tes telah secara luas penggunaannya,
tetapi pengembangan tes sebagai alat ukur tidak sepesat di
Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan salah satu contoh
negara yang gerakan testingnya sangat baik atau dapat dikatakan
bahwa testing merupakan suatu gerakan nasional. Di Amerika
gerakan testing psikologis berkembang sejak awal abad 19, karena
kebutuhan akan instrumen pengukuran kemampuan orang sebagai
akibat dari perkembangan industri. Dunia industri dan dunia usaha
membutuhkan tenaga terampil dengan bakat dan kemampuan yang
cocok untuk menjalankan mesin-mesin dan melakukan pekerjaanpekerjaan usaha modern demi efisiensi dan produktivitas kerja. Dalam
dunia kemiliteran, seperti pada saat Perang Dunia I juga memerlukan
tenaga militer dengan kemampuan yang diidentifikasi secara cepat
untuk ditempatkan atau menjadi tenaga di bagian-bagian yang ada
seperti artileri, infantri, penerbang, nakhoda, dan sebagainya.
Rintisan penyusunan dan pengembangan tes psikologi dilakukan
23
30
Bab IV
PENGUKURAN INTELIGENSI
Tes inteligensi disusun dan dikembangkan dengan harapan
mampu memprediksi kemampuan potensial pada aspek kognitif
seseorang yang lebih dikenal dengan inteligensi. Tes untuk mengukur
inteligensi seseorang kemudian dikenal dengan tes inteligensi.
Tes inteligensi yang disusun dan dikembangkan oleh para ahli dan
kemudian digunakan dalam praktek pengukuran kecerdasan memiliki
beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain dapat
dilihat validitas, reliabilias, aspek yang diukur, tes tidak sepenuhnya
bebas budaya, dan sebagainya. Oleh karena memiliki keterbatasan
tersebut maka sebenarnya tes inteligensi tidak mampu mengukur
kemampuan secara utuh.
Hasil pengukuran inteligensi dapat menunjukkan kemampuan
umum dan kemampuan khusus, tergantung jenis alat ukur yang
digunakan. Tidak semua jenis tes inteligensi mampu mengungkap
kemampuan khusus seseorang. Hal tersebut terjadi karena setiap jenis
tes inteligensi tergantung dari teori yang digunakan untuk menyusun
dan mengembangkan tes. Berdasar hal tersebut perlu dikaji terlebih
dahulu pengertian dan teori inteligensi, sebelum membicarakan
pengukuran inteleigensi.
A. Pengertian Inteligensi
Robert L Solso, M Kimberly Maclin, dan Otto H.Maclin (2005)
mengemukakan bahwa membicarakan inteligensi tidak cukup hanya
31
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
B. Teori-teori Inteligensi
1.) Inteligensi Umum
Spearman dalam Kendra Cherry, mendeskripsikan mengenai
konsep inteligensi yang merujuk pada inteligensi umum atau
faktor g. Hal tersebut dikemukakan setelah melakukan analisis
faktor untuk menguji sejumlah tes sikap mental. Selanjutnya
disimpulkan bahwa skor-skor tes adalah sama. Individu yang
performansinya sangat baik pada satu kognitif tes cenderung
performansinya baik pada tes lainnya. Sementara mereka yang
skornya jelek pada satu tes cenderung rendah skornya pada
aspek yang lain. Spearman menyimpulkan bahwa inteligensi
merupakan kemampuan kognitif umum yang dapat diukur dan
diujudkan dalam bentuk angka.
2.) Primary Mental Abilities
Thurstone mengajukan teori inteligensi yang berbeda,
meskipun memandang inteligensi sebagai kemampuan umum.
Teori Thurstone difokuskan pada tujuh primary mental abilities
yang berbeda (Kendra Cherry). Kemampuan yang dimaksud
adalah : (a) verbal comprehension, (b) reasoning, (c) perceptual
speed, (d) numerical ability, (e) word fluency, (f ) associative memory,
(g) spatial visualization.
3.) Multiple Intelligences
Satu ide baru dikemukakan oleh Howard Gardner (2003)
33
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
35
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
37
38
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
40
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
42
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
MA
IQ = ------------- X 100
CA
IQ = satuan tingkat kemampuan individu. MA di peroleh melalui
pemberian sekelompok pertanyaan yang di jawab betul oleh sejumlah
besar individu dengan umur yang sama. Jika seseorang mempunyai
hasil pekerjaan secara betul seperti yang di lakukan oleh sejumlah
anak yang berumur 15 tahun, MA individu tersebut adalah 15.
Kemudian CA di peroleh menurut usia seseorang. Misalnya, seorang
anak berusia 6 tahun. Mula-mula diajukan pertanyaan kepadanya
lima buah pertanyaan yang sesuai dengan umur anak. Jika lima buah
pertanyaan itu dapat di jawab semua, lalu di ajukan pertanyaan di
atasnya sampai sama sekali tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang
terjawab. Masing-masing jawaban yang betul di nilai satu. Jawaban
yang betul di beri tanda (v) dan jawaban yang salah di beri tanda (x).
Dengan demikian di peroleh data sebagai berikut :
43
Umur CA
6 tahun
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
11 tahun
12 tahun
12 tahun
13 tahun
V
V
V
V
V
V
V
V
X
Jumlah
V
V
X
V
V
V
V
V
V
X
V
X
X
X
X
X
X
X
JUMLAH
Maka MA nya
Jadi IQ
V
V
X
X
X
X
X
X
X
V
V
X
X
X
X
X
X
X
Nilai MA
5
4/5
3/5
3/5
2/5
2/5
1/5
1/5
8 1/5
= 8 1/5 dan CA = 7
8 1/5
= -------- X 100
7
= 115
Predikat
Sangat Cerdas
Cerdas
Pandai
Normal
Bodoh
Debil
Embisil
Idiot
44
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
Bab IV
Pengukuran Inteligensi
47
Bab V
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN
MELALUI TES KEPRIBADIAN
A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian atau personality berasal dari kata latin: pesona. Pada
mulanya kata pesona menunjuk pada topeng yang biasa digunakan
oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan
perannya. Lambat laun, kata pesona berubah menjai satu
istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima
oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu
tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan
49
B. Pembentukan Kepribadian
Pada awalnya orang berpendapat bahwa kepribadian ditentukan
faktor keturunan atau bawaan. Jika orang tuanya seorang pemarah,
besar kemungkinan anaknya juga akan menjadi anak pemarah.
Namun, pendapat ini kemudian dipertanyakan oleh banyak pihak.
Pendapat yang kemudian berkembang adalah bahwa kepribadian
merupakan hasil bentukan lingkungan. Faktor-faktor di luar diri
seseorang (seperti pola asuh orang tua, pendidikan guru, perlakukan
50
Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
51
C. Pengukuran Kepribadian
Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan
diri (self-report) melalui kuesioner kepribadian atau penelusuran
kepribadian seutuhnya menggunakan inventory kepribadian
yaitu serangkaian instrumen yang menyingkap sejumlah sifat. Ada
beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki kepribadian.
Berikut ini adalah beberapa diantaranya :
1. Observasi Direct
Observasi direct berbeda dengan observasi biasa. Observasi
direct mempunyai sasaran yang khusus, sedangkan observasi
biasa mengamati seluruh tingkah laku subjek. Observasi direct
memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya
indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi
biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu.
Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat
diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat
berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya. Ada tiga tipe metode
52
Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
55
56
Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
2)
3)
4)
5)
6)
Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian
59
60
Bab VI
PEMAHAMAN KEPRIBADIAN
MELALUI TES PROYEKTIF
Pengukuran kepribadian dimaksudkan untuk mengukur sifatsifat dasar atau kecenderungan kepribadian seseorang. Dengan
mengetahui sifat atau kecenderungan kepribadian seseorang,
pengenalan terhadap diri seseorang individu menjadi lebih akurat.
Dalam layanan bimbingan konseling pemahaman kepribadian
beserta dinamika psikologis individu menjadi sangat penting,
karena konselor dapat memberikan layanan yang sesuai sifat dan
kecenderungan kebutuhan psikologis peserta didik sehingga guru
dapat merancang proses belajar mengajar dengan baik dan proses
pendidikan menjadi lebih lancar.
Pengukuran kepribadian dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai jenis tes ataupun inventori, baik yang tergolong tes proyektif
dan non proyektif. Pada bab ini akan dikaji pemahaman kepribadian
melalui tes proyektif. Kajian diawali dengan mengkaji sejarah tes
proyektif.
61
Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
sendiri. Menurut Frank dalam Raby, 1981) ciri utama teknik proyektif
adalah hal yang ditunjukan subjek dalam berbagai variasi, yang
diekspresikan dari dunia privasi dan proses kepribadian.
Dunia privasi ditunjukkan dari kreasi individu itu sendiri sehing-
ga hasil pengalaman khususnya dipengaruhi faktor geogerafis,
budaya, dan lingkungan sosial melalui perkembangan kepribadian
nya. Kepribadian merupakan kunci dari teknik proyeksi, hal ini dilihat
sebagai suatu proses dinamik, aktivitas penyesuaian dari inidividu
yang digunakan untuk mencipta, memelihara dan mempertahankan
diri pribadi. Awalnya definisi teknik proyektif menekankan pada
respon-respon dan interpretasi, bukan pada stimulus atau situasi.
Usaha terbaru termasuk sifat kesadaran dan karakteristik stimulus,
adalah ciri-ciri objektif yang menimbulkan respon umum, seperti
sifat-sifat yang tidak distrukturkan yang memberikan keunikan dan
tanggung jawab pribadi.
64
Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
4.
5.
6.
7.
66
Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
67
8. Figure Drawing
Mungkin sebagian dari kita pernah melakukan tes ini. Dalam tes
ini, kemampuan menggambar bukanlah faktor utama. Salah satu
bentuk tesnya adalah Draw-A-Person (DAP), dimana individu
diminta untuk menggambar seorang lelaki dan perempuan
menggunakan pensil dan kertas.
9. Incomplete Sentence Test
Dalam metode proyektif ini, terdiri dari sejumlah kalimat tidak
lengkap yang disajikan untuk dilengkapi. Biasanya bukan
merupakan tes standar dan tidak diperlakukan secara kuantitatif.
Penting sebagai bahan pertimbangan dalam situasi klinis yang
memiliki asumsi bahwa respon individu terhadap stimulus
yang ambigu merupakan proyeksi dari hal-hal yang ada dalam
ketidaksadaran. Respon yang diberikan subjek dapat memberikan
gambaran area konflik, termasuk juga kelebihan dan kekurangan
dari kepribadian subjek.
10. Competency Screening Test
Diberikan kepada individu yang menjadi terdakwa untuk
mempelajari interscorer kehandalan dan validitas prediktif
tentang status mental atau inteligensi individu terkait dengan
kasus individu yang sedang terjadi. Tes juga secara signifikan
membedakan antara individu yang dikategorikan oleh
praktisi sebagai tidak berkompetensi secara mental dan yang
dikategorikan sebagai kompeten dalam sidang kasus yang
dijalani.
11. Rorschach Test
The Rorschach test juga dikenal sebagai tes inkblot Rorschach
atau sekadar tes Inkblot adalah sebuah tes psikologi di mana
subjek mempersepsi sebuah bentuk gambar tinta yang dicatat
dan kemudian dianalisis dengan menggunakan interpretasi
psikologis. Beberapa psikolog menggunakan tes ini untuk
memeriksa kepribadian seseorang baik karakteristik maupun
fungsi emosional. Tes Rorschach telah digunakan untuk
mendeteksi gangguan pikiran yang mendasari individu,
68
Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif
69
70
Bab VII
PEMAHAMAN INDIVIDU
MELALUI TES EPPS
Tes kepribadian telah di gunakan secara luas, baik dalam bidang
pendidikan, militer, perbankkan, industry dan bidang-bidang lainnya.
Tes kepribadian dapat dipandang sebagai instrumen untuk mengukur
ciri-ciri emosi, motivasi, sifat pribadi, dinamika kepribadian dan sikap
yang dibedakan dari kemampuan. Tes kepribadian digunakan sebagai
instrumen baik digunakan secara individual maupun kelompok, dan
kebanyakan diterapkan dalam lingkungan klinis dan konseling. Tes
kepribadian dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penafsiran
individu atau sebagai instrumen riset.
Salah satu tes kepribadian yang secara luas banyak digunakan
adalah EPPS (Edwards Personal Preference Schedule). EPPS
merupakan skala kepribadian (terkenal sebagai tes kepribadian)
yang dikembangkan berdasar teori Murray untuk mengukur
tingkat kecenderungan individu dalam 15 kebutuhan dan motivasi
umum. EPPS adalah skala atau juga dikenal sebagai tes yang tidak
menggunakan gambar, namun menggunakan sejumlah pernyataan
yang akan direspon sesuai keadaan testee (orang yang di tes). Menurut
Edward (1959) jika testee menjawab ya pada suatu butir pernyataan
berarti subjek yakin itu adalah karakteristik dirinya sendiri.
Dalam tes EPPS tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban
testee adalah benar karena semua jawaban merupakan perwujudan
71
72
Bab VII
Memahami Individu Melalui Tes EPPS
74
Bab VII
Memahami Individu Melalui Tes EPPS
75
15. N-Aggression:
Nilai positif : Progresif, mampu mengontrol agresi, berani
Nilai negatif : Nekad, perbuatan destruktif dalam segala bentuk
Bab VII
Memahami Individu Melalui Tes EPPS
78
Bab VIII
A. Pengertian Bakat
Bakat atau aptitude adalah kemampuan bawaan yang
memungkinkan seseorang berhasil dalam satu atau lebih bidang
keahlian. Menurut Bingham (Saparinah Sadli, 1991) bakat adalah
: A condition or set of characteristis regarded as symptomatic of an
individuals ability to acquire with training some knowledge (usually
spcified), skill or set of responses, such as the ability to speak a language,
to produce music, ect. Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang
yang dengan suatu latihan khusus memungkinkannya mencapai
suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus, seperti
kemampuan berbahasa, kemampuan bermain musik, dan lain-lain.
Seseorang bisa saja memiliki satu jenis bakat, tetapi seseorang
yang lain memiliki lebih dari satu jenis bakat yang menonjol, atau
mungkin seseorang memiliki banyak bakat tetapi tidak ada yang
menonjol. Sebagai contoh siswa A hanya memiliki satu bakat khusus
seperti memainkan satu alat musik tertentu atau hanya memiliki
satu bakat olah raga saja, sedang siswa B disamping ahli memainkan
alat musik juga memiliki bakat olah raga seperti sepakbola atau
bulutangkis dan bahkan si B mempunyai bakat mekanik atau
matematik yang tinggi pula, Selanjutnya siswa C dapat memainkan
alat musik tetapi tidak handal, dapat bermain sepakbola tetapi
tidak menjadi pemain bintang, dan prestasi akademik semua mata
pelajaran biasa-biasa saja.
Bakat merupakan potensi bawaan yang masih perlu
dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan dan
keterampilan khusus yang handal, misalnya kemampuan berbahasa,
80
83
85
87
88
90
93
94
95
96
97
Bab IX
Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
3. Test Akhir Semester, yaitu tes hasil belajar yang dilaksanakan pada
akhir semester. Hasil tes dapat menentukan tingkat pencapaian
belajar dan kedudukan siswa di kelasnya.
Tes hasil belajar berdasar fungsinya, dapat dibedakan atas:
1. Tes Formatif, digunakan pada setiap akhir pelajaran. Tes
dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan proses belajarmengajar dan bermanfaat memberi balikan kepada guru.
Misal, jika rata-rata capaian kurang atau sama dengan 75%
menunjukkan proses belajar mengajar tidak berhasil dan perlu
diperbaiki.
2. Tes Sumatif, digunakan pada akhir setiap program pengajaran.
Tes sumatif dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan belajar
peserta didik setelah mengikuti program pengajaran tertentu,
misal Tes Catur Wulan, Tes Akhir Semester, Ujian Akhir Sekolah.
3. Tes Diagnostik, dapat digunakan pada awal proses pembelajaran,
selama pembelajaran berlangsung, dan pada akhir pembelajaran.
Tes diagnostik merupakan tes untuk menelusuri kelemahankelemahan khusus peserta didik yang tidak berhasil dalam
belajar, serta jenis dan letak kesukaran belajar peserta didik.
4. Tes Penempatan, dilaksanakan pada saat guru dan atau pihak
sekolah memerlukan informasi untuk menempatkan peserta
didik pada jurusan dan atau program pendidikan tertentu. Tes
penempatan dapat digunakan untuk membantu memahami
kemampuan belajar peserta didik, dengan pemahaman tersebut
guru dapat menempatkan peserta didik dalam situasi belajar
mengajar dan kegiatan-kegiatan yang tepat bagi diri peserta
didik tersebut.
101
URAIAN
Deskripsi
umum
102
Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
104
Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
105
Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
108
Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar
ASPEK
JENIS TES DAN JUMLAH BUTIR SOAL
MATERI
MEMASANG
PILIHAN
ESEI
YANG
KAN
GANDA
DIUKUR
KOGNITIF
(C)
C1
1
2
C2
1
2
C3
2
1
C4
1
C5
C6
-
JUMLAH
TOTAL
3
3
3
1
-
C1
C2
C3
C4
C5
C6
2
2
-
3
2
2
-
2
5
2
2
2
C1
C2
C3
C4
C5
C6
2
2
10
1 ---- 10
1,5 ---- 15
2
1
1
1
1
20
1 ---- 20
1,5 ---- 30
2
5
5 ---- 25
5 ---- 25
2
4
1
1
1
3
35
55*
70
Jumlah soal
Bobot skor/item ---- jml
Alokasi wkt/item ---- jml
109
110
DAFTAR PUSTAKA
Allen, M.J. dan Yen, W.M. 1979. Introduction to Measurement Theory.
California: Brooks/Cole Publishing Company.
Anastasi, Anne. 1976. Psychological Testing. New York: MacMillan
Publishing Co, Inc.
Atkinson, R.L., Atkitson, R.C., dan Hilgard, E.R. 1994. Psikologi. Alih
Bahasa: Nurdjamah Taufiq dan Rukmini Barhana. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Erlangga.
Cherry Kendra, 2011, Theories of Intelligence, diunduh pada tanggal
11 Agustus 2011 dari http://psychology about.com/od/cognitive
psychology/p/intelligence.html
Danusastro, Suhardjo. 1986. Psikologi Kepribadian. Surakarta: FKIPUniversitas Sebelas Maret.
Djaali dan Muljono, P., 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Edward, A. L., 1959. Edward Personal Preference Schedule. Manual.
New York: The Psychological Corporation.
Gardner Howard,Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek,
Terjemahan Alexander Sundoro. Boston:Interaksara, 2003.
Gregory, R.J. 2001. Psychological Testing. Singapore: Allyn Bacon.
Guilford, J.P. 1959. Psychometric Methods. New York: McGraw-Hill Book
Company, Inc.
Hall, C.S. dan Lindzey, D. 1978. Theories of Personality. New York: John
Wiey & Sons, Inc.
-----------. 1993. Theories of Personality. Terjemahan: Yustinus.
Yogyakarta: Kanisius.
Hergenhahn, B.R., dan Olson, M..H., 2001. An Introduction to Thepries of
Learning. Six Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Hitherinton, E.M dan Parke, R.D. 1999. Child Psychology A
Contemporary View Point. 5th.ed. Toronto: McGraw-Hill Book
Company.
111
112
113