Anda di halaman 1dari 119

PEMAHAMAN INDIVIDU:

TEKNIK TES
(Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling)

DR. MUHAMMAD JAPAR, MSi.

PEMAHAMAN INDIVIDU: TEKNIK TES


(Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling)
DR. Muhammad Japar, MSi.
Desain Cover
Layout Isi

:
: Bagus Grama

Cetakan Pertama, November 2013


ISBN: 978-.....................
Penerbit

KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadlirat Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan Buku Pemahaman Individu: Teknik Tes
(Sebagai pijakan layanan Bimbingan Konseling). Penyusunan buku
ini didasarkan atas kebutuhan para guru pembimbing sekolah di
lapangan dalam melaksanakan tugasnya memberikan layanan
konseling kepada para siswa.
Pemahaman individu siswa melalui tes merupakan langkah
penting dalam layanan bimbingan konseling. Agar layanan
bimbingan konseling yang dilaksanakan oleh guru pembimbing
efektif dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, guru pembimbing
perlu mengenal dan memahami potensi yang dimiliki individu siswa
dengan baik. Potensi individu siswa mencakup antara lain: inteligensi,
kepribadian, bakat, dan potensi aktual siswa yang berupa hasil belajar.
Buku ini mengantarkan para pembaca pada pemahaman
mengenai pengertian, fungsi dan tujuan pemahaman individu, syarat
tes (baik validitas, reliabilitas, indek kesukaran aitem dan kemampuan
daya beda), sejarah tes psikologi, memahami inteligensi melalui tes,
memahami kepribadian baik dengan tes proyektif maupun EPPS,
memahami bakat, dan memahami hasil belajar individu siswa dengan
menggunakan tes hasil belajar.
Harapan penulis, semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca
khususnya bagi para calon guru pembimbing untuk mempersiapkan
diri sebagai guru pembimbing profesional dan para guru pembimbing
sekolah dalam meningkatkan kualitas layanan konseling bagi para
siswa dan konseli lainnya.
Akhirnya, rasa terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah berkenan membantu penyusunan buku ini. Kritik dan saran
untuk perbaikan penyusunan buku ini di masa yang akan datang
sangat kami harapkan. Atas kritik dan saran yang membangun, kami
sampaikan terimakasih.

Magelang, Maret 2013


iii

iv

Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................ v
Bab I
A.
B.
C.
D.

PENGERTIAN, FUNGSI DAN TUJUAN PEMAHAMAN


INDIVIDU DENGAN TES................................................. 1
Pengertian Tes Psikologis.............................................................. 1
Fungsi Tes Psikologi......................................................................... 3
Tujuan Pemahaman individu dengan Tes............................... 5
Keterbatasan Tes.............................................................................. 7

Bab II
A.
B.
C.

SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR................................ 9


Validitas............................................................................................... 9
Reliabilitas.......................................................................................... 14
Tingkat Kesukaran dan Kemampuan Deskriminasi............. 18

Bab III SEJARAH TES PSIKOLOGI.............................................. 23


A. Pengantar........................................................................................... 23
B. Perkembangan Pengukuran Psikologi..................................... 26
Bab IV
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

PENGUKURAN INTELIGENSI..........................................
Pengertian Inteligensi....................................................................
Teori-teori Inteligensi.....................................................................
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi.....................
Sejarah pengukuran inteligensi.................................................
Jenis Tes Inteligensi.........................................................................
Intelligence Question atau IQ........................................................
Penggunaan Tes Inteligensi dalam Pendidikan dan
Konseling............................................................................................
H. Keterbatasan Tes Inteligensi........................................................

31
31
33
34
35
38
42

Bab V

A.
B.

PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI


TES KEPRIBADIAN ......................................................... 49
Pengertian Kepribadian................................................................ 49
Pembentukan Kepribadian.......................................................... 50
v

47
47

Pemahaman Individu: Teknik Tes

C.
D.
E.
F.

Pengukuran Kepribadian..............................................................
Aspek yang Diukur melalui Tes Kepribadian ........................
Kebutuhan Pengukuran Kepribadian.......................................
Kelemahan Tes Kepribadian.........................................................

52
57
59
59

Bab VI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

PEMAHAMAN KEPRIBADIAN MELALUI TES PROYEKTIF .


Sejarah Tes Projeksi........................................................................
Pengertian Tes Proyektif................................................................
Ciriciri Tes Proyektif.......................................................................
Fungsi Tes Proyektif.........................................................................
Klasifikasi Tes Proyektif...................................................................
Jenis Tes Proyektif............................................................................
Kelebihan dan Kekurangan Tes Proyektif................................

61
61
63
64
65
66
66
69

Bab VII
A.
B.
C.
D.
E.
F.

PEMAHAMAN INDIVIDU MELALUI TES EPPS . .............


Sekilas tentang Tes EPPS...............................................................
Aspek Aspek dalam Tes EPPS...................................................
Nilai Positif dan Negatif Aspek - aspek dalam EPPS............
Cara Menyajikan Test EPPS...........................................................
TIPS Mengerjakan Tes EPPS..........................................................
Kekurangan Tes EPPS......................................................................

71
72
72
74
76
77
77

Bab VIII MEMAHAMI BAKAT INDIVIDU......................................


A. Pengertian Tes Bakat.......................................................................
B. Jenis-Jenis Tes Bakat.......................................................................
C. Manfaat Memahami Bakat...........................................................

79
80
81
98

Bab IX

A.
B.
C.
D.

MEMAHAMI PRESTASI BELAJAR INDIVIDU MELALUI


TES HASIL BELAJAR....................................................... 99
Jenis dan Fungsi Tes Hasil Belajar............................................... 100
Penyusunan dan Pengembangan Test Hasil Belajar........... 101
Penyiapan Tes Hasil Belajar........................................................... 108
Manfaat Pengukuran Hasil Belajar............................................. 110

Daftar Pustaka.................................................................................................... 111

vi

Bab I

PENGERTIAN, FUNGSI DAN


TUJUAN PEMAHAMAN INDIVIDU
DENGAN TES
A. Pengertian Tes Psikologis
Pembicaraan mengenai tes tidak bisa dilepaskan dari pembicara
an mengenai pengukuran (measurement) dan penilaian (evaluation).
Pengertian pengukuran, tes dan penilaian memiliki perbedaan, tetapi
memiliki hubungan kuat satu dengan lainnya. Ketiga istilah tersebut
dalam praktek sehari-hari sering dipertukarkan penggunaannya.
Pengukuran merupakan prosedur sistematis untuk memperoleh
informasi yang dapat dikuantifikasikan, baik dengan menggunakan
tes maupun dengan cara-cara lainnya. Pengukuran dimaksudkan
untuk mendapatkan informasi tentang luas dan dalamnya sesuatu
objek pengukuran. Berdasar pengertian tersebut dapat dikemukakan
bahwa tes merupakan alat ukur untuk memperoleh informasi
mengenai hal yang diukur. Contoh: ketika kita mengukur panjang
suatu benda (misal: papan tulis, meja, ruang kuliah) dengan meteran
sebagai alat ukur maka setelah proses pengukuran diperoleh panjang
sesungguhnya dari benda yang diukur tersebut.
Tes merupakan seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh
orang yang di tes atau disebut testee dan dapat pula berupa tugas
yang harus dikerjakan oleh testee. Apabila dilihat dari wujud fisiknya,
1

Pemahaman Individu: Teknik Tes

tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan atau


tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang di tes, jawaban testee
dan atau performansi pelaksanaan tugas akan memberikan informasi
mengenai aspek psikologis tertentu.
Penjelasan ini mungkin terlalu sederhana, karena pada
kenyataannya tidak sembarang kumpulan pertanyaan terlalu
berharga untuk dinamakan atau dikategorikan alat tes. Banyak syaratsyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar pertanyaan itu layak
dikategorikan ke dalam kategori tes.
Anastasi (1976) mengatakan A psychological test is essentially an
objective and standardized measure of asample of behavior. Tes pada
dasarnya adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar
terhadap sampel perilaku. Brown 1976 (dalam Nurkancana dan
Sumartana, 1983) menyatakan bahwa tes adalah suatu prosedur yang
sistematis guna mengukur sampel perilaku seseorang. Nampaknya
Brown menganggap bahwa ciri sistematis tersebut telah mencakup
pengertian objektif, terstandar, dan syarat-syarat kualitas lainnya.
Definisi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Cronbach.
Cronbach (1970) mengemukakan dalam bukunya Essentials of
psychological Testing: .a systematic procedure for observing a persons
behavior and describing it with the aid of a numerical scale or a category
system. Tes merupakan prosedur sistematis untuk mengobservasi
tingkah laku seseorang dan mendeskripsikannya dengan bantuan
skala numerik atau sistem kategori.
Penilaian merupakan proses menentukan harga atau nilai
sesuatu (sesuai dengan objek yang diukur) berdasar informasi yang
diperoleh baik dengan tes maupun cara-cara lainnya, yang dapat
diwujudkan dalam bentuk angka. Dalam penilaian pendidikan, nilai
yang diberikan adalah hasil belajar yang dapat diwujudkan dalam
bentuk angka sebagaimana tertuang dalam rapor siswa dan atau
juga tertuang pada dokumen lainnya seperti surat tanda lulus.
Berdasar uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tes
merupakan alat ukur untuk mengumpulkan informasi, informasi
hasil pengukuran dengan tes digunakan memberi nilai atau harga
dari objek yang diukur. Akurasi hasil penilaian sangat ditentukan
2

Bab I
Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes

oleh kualitas alat ukur, sehingga alat ukur harus memenuhi berbagai
persyaratan terutama validitas dan reliabilitas tes. Di samping kualitas
alat ukur, akurasi hasil tes juga ditentukan orang yang melaksanakan
tes, pelaksanaan tes dan kondisi yang mengerjakan tes (testee).
Tes psikologis merupakan alat ukut untuk mendapat informasi
mengenai kemampuan potensial seseorang. Informasi hasil tes yang
akurat dapat memberi gambaran tentang kemampuan potensial
maupun non kemampuan individu.

B. Fungsi Tes Psikologi


Tes psikologi merupakan prosedur sistematis untuk
membandingkan tingkah laku baik dengan suatu standar tertentu
maupun dengan kelompoknya. Hasil tes psikologi berupa informasi
mengenai subjek yang dikenai tes dan dapat diwujudkan dalam
bentuk angka. Aspek yang dites dengan tes-tes psikologi meliputi
antara lain aspek kepribadian, bakat, minat, sikap, dan prestasi belajar.
Hasil tes harus memiliki tingkat akurasi tinggi karena menjadi
dasar bagi konselor atau guru pembimbing untuk memberikan
layanan bimbingan dan konseling bagi para peserta didik dan atau
konseli, baik secara kelompok maupun secara individual. Akurasi hasil
tes rendah dapat menyebabkan bias dalam pemberian treatment
terhadap peserta didik atau konseli dan berdampak kurang baik
dalam proses dan hasil konseling.
Fungsi tes psikologi bagi individu konseli atau peserta didik
antara lain membantu mereka mengenal dan mengerti potensi yang
dimiliki, dalam hal ini dapat berupa keunggulan dan kelemahan
yang dimiliki konseli dalam berbagai aspek. Hasil tes juga berfungsi
membantu konseli mengenali prestasi dan potensi diri yang dapat
dikembangkan melalui berbagai layanan bimbingan dan koseling
yang dirancang bersama guru pembimbing atau konselor sekolah.
Tes psikologi bagi konselor, membantu konseli memahami
potensi-potensi yang dimilikinya, termasuk keunggulan dan
kelemahannya sehingga dapat menetapkan rancangan intervensi
bersama-sama dengan konseli. Program intervensi yang sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan konseli dan dirancang bersama
3

Pemahaman Individu: Teknik Tes

konseli akan lebih efektif dalam mencapai tujuan konseling yang


telah ditetapkan.
Fungsi tes dalam layanan konseling secara khusus meliputi
fungsi: diagnostik, komparasi, prediksi, evaluasi, dan penelitian.
Fungsi diagnostik tes psikologi adalah kemampuan hasil tes untuk
menunjukkan kelemahan-kelemahan atau kekurangan yang dimiliki
testee. Hasil tes juga mampu memberi informasi letak kekurangan
atau kelemahan orang yang dites dan sebab-sebab permasalahan
yang dihadapinya.
Hasil tes yang mampu menyediakan informasi letak gangguan
dan sebab-sebab gangguan yang dialami seseorang individu
berarti tes mampu menunjukkan fungsi diagnostik. Sebagai contoh
seseorang anak memiliki gangguan pengenalan huruf, misal tidak
dapat membedakan dua huruf (misal huruf b dan d) dan setelah
dilakukan tes dapat diketemukan bahwa anak tersebut mengalami
gangguan kemampuan persepsual, maka tes tersebut telah berfungsi
diagnostik dengan baik.
Dua individu memiliki kemampuan inteligensi umum hampir
sama atau mungkin bahkan sama, ternyata setelah dilakukan tes
inteligensi menggunakan WISC dan atau WAIS dua individu dapat
berbeda dalam logika matematika dan juga dalam digit span. Tes
yang mampu membandingkan dengan baik dua individu yang
memang memiliki kemampuan yang berbeda menunjukkan
bahwa tes memiliki fungsi komparasi. Contoh lain, tes yang mampu
membedakan kecenderungan kepribadian seseorang dengan
lainnya, menunjukkan tes kepribadian memiliki fungsi komparasi.
Seseorang setelah melaksanakan tes psikologi dan hasilnya
menunjukkan tinggi pada logika matematika dan prestasi belajar
dikemudian hari tinggi dalam matematika berarti tes psikologi
memiliki fungsi prediksi. Fungsi prediksi tes psikologi merujuk pada
kemampuan tes memprediksi kemungkinan keberhasilan seseorang
dimasa mendatang berdasar skor-skor tes yang ditunjukkan oleh
orang yang bersangkutan.
Skor-skor hasil tes inteligensi dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan penelitian, baik dalam rangka menguji suatu teori atau
4

Bab I
Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes

menemukan teori baru. Suatu teori dapat saja tidak berlaku lagi
setelah hasil penelitian menunjukkan bahwa teori tersebut tidak
didukung oleh fakta empirik atau hasil penelitian menemukan teori
baru yang menggugurkan kebenaran teori sebelumnya.

C. Tujuan Pemahaman individu dengan Tes


Layanan bimbingan konseling dilakukan dengan mendasarkan
pada prinsip (1) adanya perbedaan individual. Setiap individu
memiliki kemampuan baik potensial maupun aktual serta memiliki
masalah berikut latar masalah yang berbeda-beda sehingga layanan
bimbingan konseling harus sesuai dengan potensi individu yang
bersangkutan, (2) didasarkan pada informasi yang lengkap dan akurat
tentang diri individu sehingga layanan yang diberikan sesuai dengan
keadaan diri individu dan juga akurat, (3) adanya kenyataan bahwa
terdapat individu yang kurang berhasil melakukan penyesuaian
diri baik penyesuaian diri fisik, sosial, akademik, emosional, dan
bahkan penyesuaian diri religius sehingga memerlukan pengukuran
psikologis.
Berdasar hal di atas dapat dikemukakan bahwa pemahaman
individu dengan tes sangat diperlukan, terutama dalam rangka
layanan bimbingan konseling khususnya layanan bimbingan
konseling di sekolah. Berkenaan dengan pentingnya penerapan
pemahaman individu dengan tes tersebut maka dapat diidentifikasi
tujuan pemahaman individu dengan tes antara lain sebagai berikut:
(1) yang berkenaan dengan aspek kognitif, untuk mendapat informasi
tingkat kecerdasan individu, bakat, dan hasil belajar, (2) aspek non
kognitif, mencakup antara lain: informasi tentang kepribadian,
motivasi, sikap, sistem nilai, dan minat individu.
Inteligensi sebagai kemampuan potensial berdasar beberapa
hasil penelitian memiliki korelasi signifikan dengan hasil belajar
sehingga memahami individu dari aspek inteligensi sangat penting
dalam dunia pendidikan, meskipun diakui bahwa inteligensi bukan
satu-satunya variabel penentu keberhasilan (belajar) sesorang. Hasil
belajar sebagai kecakapan aktual dapat diukur dengan tes prestasi
hasil belajar. Informasi yang diperoleh dengan tes hasil belajar sangat
5

Pemahaman Individu: Teknik Tes

berharga bagi guru, konselor, dan orang tua untuk memberikan


layanan bagi individu baik dalam rangka mempertahankan hasil
belajar, peningkatan prestasi belajar, layanan penempatan dan studi
lanjut.
Bakat merupakan kemampuan potensial yang dapat diditeksi
melalui tes bakat dan hasil pengukuran bakat merupakan informasi
tentang kecenderungan keberhasilan individu pada satu dan atau
lebih bidang keahlian atau pekerjaan. Informasi tentang bakat
seseorang membantu orang tua, guru, dan terutama konselor dalam
memberikan layanan studi lanjut dan pemilihan jabatan dan atau
pekerjaan.
Kepribadian merupakan suatu sistem psikofisik yang dinamis
yang menentukan cara khas seseorang dalam menyesuaikan
diri terhadap lingkungan (Allport dalam Lindzey dan Hall, 1988).
Pengukuran kepribadian dengan tes kepribadian akan memberikan
informasi penting bagi konselor untuk memberikan layanan
bimbingan konseling bagi individu ( para siswa) terutama untuk
pengembangan diri.
Sikap merupakan kecenderungan berperilaku seseorang,
yang mencakup aspek keyakinan, perasaan dan kecenderungan
berperilaku terhadap sesuatu objek sikap. Sikap positif terhadap
sesuatu objek mendorong perilaku orang yang bersangkutan ke
arah positif. Perlu dipahami bahwa sikap dan perilaku seseorang
belum tentu konsisten. Sikap juga belum tentu muncul dalam bentuk
perilaku. Informasi mengenai sikap seseorang yang diperoleh dengan
skala sikap akan bermanfaat, terutama bagi konselor.
Sistem nilai yang diyakini dan dianut oleh seseorang sangat
berpengaruh terhadap perilakunya. Sistem nilai yang dimiliki
seseorang merupakan hasil proses panjang yang dialami seseorang
dan terus berkembang seiring dengan perkembangan seseorang.
Untuk mendapatkan informasi tentang nilai yang dianut seseorang,
konselor dapat mengumpulkannya dengan bantuan tes.
Kecenderungan senang dan atau tidak senang seseorang
terhadap sesuatu objek merupakan kajian tentang minat seseorang
individu. Dalam dunia pendidikan kecenderungan seorang siswa
6

Bab I
Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pemahaman Individu dengan Tes

terhadap teman, jenis mata pelajaran tertentu, terhadap guru,


aktivitas belajar misalnya, akan menentukan keberhasilan individu
yang bersangkutan dalam belajar dan atau mengembangkan diri.
Berdasar hal tersebut pengumpulan informasi dengan menggunakan
tes merupakan satu langkah penting dalam rangka perencanaan dan
penerapan layanan bimbingan kepada para siswa.

D. Keterbatasan Tes
Sering terjadi orang tua, guru, atau kebanyakan orang mengalami
bias dalam memahami hasil tes, atau bahkan terlalu mendewadewakan hasil tes. Sebagai contoh: hasil tes inteligensi seorang anak
menunjukkan yang bersangkutan dikategorikan sangat cerdas dan
orang tua terlalu mengagungkan skor tes dengan menceritakan
kepada orang lain tentang kecerdasan anaknya (dan anak ada
di samping orang tuanya), anak tidak perlu belajar dengan rajin
dan sungguh-sungguh (anak ada di samping orang tuanya ketika
bercerita). Dari pembicaraan itu anak merasa dirinya hebat dan tidak
perlu belajar, akibatnya prestasi belajar anak rendah.
Seseorang terlalu yakin dengan hasil tes dan dia menjadi kecewa
karena prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan hasil tes psikologi.
Tes psikologi yang digunakan dalam dunia pendidikan dan bimbingan
memang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan baik dari
validitas, reliabilitas dan indeks kesukaran item, namun tetap saja
memiliki keterbatasan-keterbatasan.
Keterbatasan tes dapat dilihat dari alat tes, tester, testee,
administrasi tes termasuk juga lingkungan saat tes berlangsung.
Tes yang digunakan telah memenuhi syarat vailiditas, misal 0,7. Tes
tersebut tidak mampu mengukur keseluruhan yang diukur karena
validitasnya hanya 0,7. Validitas sama dengan 1 sangat sukar dipenuhi
atau bahkan validitas tersebut hampir tidak dapat dipenuhi oleh suatu
tes apapun, akibatnya tidak semua kemampuan individu terukur atau
terditeksi. Keterbatasan dari sisi validitas juga dapat terjadi karena
adanya kesalahan pengukuran.
Tester yang melakukan tes harus memiliki keahlian dan
kewenangan yang dipersyaratkan. Jika tes dilakukan oleh orang yang
7

Pemahaman Individu: Teknik Tes

bukah ahlinya maka hasil tes tidak akurat dan dapat menyesatkan.
Contoh: Tes yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli dan tidak
berwenang, ketika memberikan petunjuk cara mengerjakan salah dan
waktu juga tidak tepat maka hasil tes tidak mampu menggambarkan
potensi yang dimiliki oleh individu yang di tes.
Kondisi fisik dan pikis individu saat di tes sangat mempengaruhi
hasil tes. Seseorang yang dalam kondisi sakit secara fisik akan
mempengaruhi konsentrasi dan daya tahan yang bersangkutan
saat mengerjakan tes dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil
tes. Kondisi psikis individu saat tes seperti nervous, stres, tertekan
dapat mempengaruhi kesiapan dan konsentrasi dalam mengerjakan
tes akibatnya hasil tes tidak optimal dan atau tidak mencerminkan
kondisi individu yang sesungguhnya.
Pedoman pengadministrasian tes baik yang berkenaan prosedur
tes, skoring, dan interpretasi serta lingkungan saat dilakukan tes dapat
mempengaruhi proses dan hasil tes. Sebagai contoh: prosedur tes
berkenaan dengan petunjuk cara mengerjakan atau menjawab dan
alokasi waktu mengerjakan yang tidak tepat dapat menyebabkan hasil
tes tidak akurat. Penyekoran tes atau alat ukur berikut interpretasinya
harus sesuai dengan pedoman, jika tidak sesuai dengan pedoman
hasil tes tidak akurat dan bahkan dapat menyesatkan. Lingkungan
yang bising dan mencekam dapat mempengaruhi hasi pengukuran.
Berdasar keterbatasan-keterbatasan tersebut maka perlu kehatihatian dalam melaksanakan tes dan menyikapi hasil tes. Di samping
itu perlu usaha mengatasi keterbatasan-keterbatasan tes tersebut
agar hasil test akurat dan tidak menyesatkan.

Bab II

SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR

Hasil pengukuran dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya


diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya objek
yang diukur, karena hasil tes berkenaan dengan kridibilitas dan masa
depan individu yang di tes dan juga tester (orang yang melakukan
tes). Dalam layanan bimbingan konseling, hasil tes menjadi dasar
penentuan model treatment terhadap individu dan akan menentukan
kehidupan dan atau keberhasilnnya di masa yang akan datang. Oleh
karena pentingnya hasil tes tersebut maka tes yang digunakan dalam
pengukuran dan atau testing harus memenuhi syarat sebagai alat
ukur yang terstandar. Syarat tes sebagai alat ukur yang terstandar
antara lain validitas, reliabilitas, indeks kesukaran item dan indeks
daya beda terutama untuk tes prestasi.

A. Validitas
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh tes sebagai alat ukur
adalah validitas, sehingga tes yang digunakan dalam pengukuran
psikologis harus benar-benar valid. Suatu tes memiliki validitas jika
tes mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen, 1979).
Contoh: tes yang digunakan untuk seleksi calon karyawan adalah
valid, jika skor-skor hasil tes memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil
pengujian performansi kerja di masa yang akan datang. Tes inteligensi
dikatakan valid, jika tes mampu membedakan di antara orang-orang
9

Pemahaman Individu: Teknik Tes

yang memiliki variasi dalam inteligensi. Tes kepribadian dikatakan


valid jika tes menghasilkan skor-skor yang menunjukkan perbedaan
bermakna dalam kepribadian. Pengembangan dan penggunaan tes
harus dapat dipertanggung- jawabkan untuk menjamin bahwa tes
yang digunakan benar-benar valid.
Pengujian validitas dapat dilakukan dengan beberapa cara,
tergantung pada tes dan rencana penggunaannya. Menurut Allen
(1979), ada tiga tipe utama validitas yaitu content validity, criterionrelated validity, dan construct validity. Penentuan validitas criterionrelated validity dan construct validity melibatkan perhitungan dan
pengujian korelasi atau statistika lainnya, sedangkan content validity
tidak melibatkan suatu perhitungan statistikal.
1. Content Validity
Validitas konten merupakan validitas yang tidak dipungkiri
melalui suatu analisis rasional suatu tes, dan penentuannya
didasarkan pada individu yaitu putusan subjektif. Ada dua tipe
utama validitas konten yaitu face validity dan logical validity.
Face validity sering dinamakan armchair validity (Allen,
1979), atau juga sering disebut validitas semu. Validitas konten
adalah validitas yang didasarkan ketika seseorang menguji tes
dan kesimpulannya bahwa tes itu mengukur sifat-sifat yang
relevan. Face validity dapat digunakan pada beberapa tes. Pada
pengujian kelas, ketika persiapannya hati-hati, face validity dapat
dicapai. Contoh, suatu tes aritmatika, tes tersebut mengukur
performansi aritmatika, secara face dikatakan valid. Validitas
face dapat efektif digunakan, meskipun dalam banyak kasus
validitas face tidak esensial.
Logical or sampling validity merupakan versi yang lebih rumit
atau canggih dari face validity. Validitas model ini melibatkan
definisi yang cermat dari domain tingkah laku yang diukur
dengan tes dan logikal desain dari itemnya mencakup seluruh
domain penting. Validitas logikal terutama digunakan dalam
pengembangan tes prestasi.

10

Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur

2. Criterion-related validity
Criterion-related validity digunakan ketika skor-skor tes
dapat dihubungkan dengan criterion. Criterion adalah beberapa
tingkah laku yang skor-skor tesnya digunakan untuk mempredik.
Contoh: untuk memperoleh criterion-related validity, skor-skor
pada tes yang dirancang untuk menyeleksi pelamar kerja harus
dihubungkan dengan criterion dari keefektifan kerja. Contoh lain:
Skor-skor tes seleksi masuk sekolah harus dihubungkan dengan
beberapa criterion yang relevan, seperti rata-rata nilai akhir siswa
yang diterima atau persentase siswa yang mampu menyelesaikan
program pendidikan dan tahap penerimaan.
Tipikal validitas criterion-related ditunjukkan dengan
koefisien korelasi, yaitu korelasi antara skor tes sebagai prediktor
dan skor criterion. Korelasi dilambangkan dengan xy, dimana X
adalah skor tes dan Y adalah skor criterion. Koefisien validitas, xy,
adalah estimasi satu dari dua cara yaitu hasil salah satu: estimasi
validitas prediktif atau konkuren.
Validitas prediktif melibatkan penggunaan skor-skor
tes untuk memprediksi tingkah laku masa datang. Koefisien
validitas prediktif diperoleh dengan memberikan tes kepada
seluruh individu yang relevan, sambil menunggu waktu, skorskor criterion dikumpulkan, dan menghitung koefisien validitas.
Contoh: validitas prediktif untuk tes pekerjaan akan meyakinkan
apabila untuk menguji setiap pelamar kerja, setiap pelamar
dikontrak (magang), menunggu beberapa minggu atau bulan
sampai criterion dapat dinilai secara rasional dan reliabel (sebagai
contoh, oleh rating penyelia atau oleh pengukuran performansi
job lain), mengkorelasikan skor-skor prediktor (tes) dan criterion
(job performansi). Prosedur tersebut memberi indikasi baik
bagaimana skor-skor tes mempredik tingkah laku pada masa
mendatang dengan baik, tetapi hal tersebut dapat menjadi
mahal dan menghabiskan waktu. Jika tes digunakan untuk
mempredik tingkah laku masa mendatang, validitas prediktif
harus meyakinkan. Jika hal itu tidak diinginkan maka alternatif
lain adalah menggunakan concurrent-validity coefficient.
11

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Concurrent-validity coefficient adalah korelasi antara skor-skor


tes dan criterion yang keduanya diukur dalam waktu yang sama.
Concurrent-validity coefficient diperoleh dengan mengkorelasikan
skor-skor prediktor dan criterion yang diperoleh dengan
mengukur yang ditunjukkan pekerja pada waktu yang sama. Hal
ini sering memerlukan batas range yang lebar, terutama pada
criterion, sementara individu-individu dapat atau tidak dapat
perform secara memuaskan pada pekerjaan yang tidak dibayar
atau tidak semangat selama waktu studi validitas dilakukan.
Koefisien validitas konkuren cenderung underestimate terhadap
koefisien validitas prediktif.
Concurrent-validity coefficient sesuai, jika skor-skor tes
digunakan untuk mengestimasi concurrent criterion daripada
untuk mempredik criterion masa datang.
3. Construct validity
Validitas konstruk suatu tes adalah tingkat ukuran kontruk
teoritik atau sifat yang dirancang untuk diukur. Penetapan vaiditas
kontruk merupakan proses terus menerus. Berdasar teori umum
dan memperhatikan dengan cermat sifat yang akan diiukur, tes
dikembangkan menggunakan prediksi bagaimana skor-skor tes
harus berfungsi dalam berbagai situasi. Prediksi tersebut akan
diuji. Jika prediksi didukung oleh data, validitas kontruk akan
besar. Jika prediksi tidak didukung data, paling tidak ada tiga
alternatif kesimpulan yang dapat diambil: (1) eksperimen cacat,
(2) teorinya salah dan harus direvisi, (3) tes tidak mengukur trait
(Allen, 1979). Meskipun penetapan validitas konstruk adalah
proses yang tidak berhenti, pengembang tes dapat menunjukkan
validitas konstruk untuk pengujian pada situasi yang khusus.
Pengujian validitas dapat dilakukan dengan menguji validitas
instrumen dan validitas butir. Untuk mengetahui apakah suatu
instrumen yang memuat butir-butir pernyataan atau pertanyaan
itu mengukur apa yang hendak diukur maka dilakukan analisis
butir. Analisis butir dimaksud untuk mengetahui validitas butir
dan termasuk dalam validitas internal.

12

Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur

Validitas internal termasuk kelompok validitas kriteria


yang merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang
menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan
butir) sebagai kriteria untuk menentukan validitas item atau butir
dari instrumen tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa validitas
butir (validitas internal) diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil
ukur butir tersebut konsisten dengan hasil ukur instrumen secara
keseluruhan. Oleh karena itu, validitas butir tercermin pada
besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
instrumen. Jika koefisien korelasi antara skor butir dengan skor
total instrumen positif dan signifikan, maka butir dapat dianggap
valid berdasarkan ukuran validitas internal.
Apabila besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan
skor total bernilai positif, makin besar koefisien korelasi maka
validitas butir juga makin tinggi. Koefisien korelasi yang tinggi
antara skor butir dengan skor total mencerminkan tingginya
konsistensi antara hasil ukur keseluruhan instrumen dengan
hasil ukur butir instrumen, atau dapat dikatakan bahwa butir
instrumen tersebut konvergen dengan butir-butir lain dalam
mengukur suatu konsep atau konstruk yang hendak diukur.
Untuk menghitung koefisien korelasi antara skor butir dengan
skor total instrumen, digunakan koefisien korelasi product
moment (r) yang menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
rit = koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total
xi = jumlah kuadrat deviasi skor xi
xt = jumlah kuadrat deviasi skor xt

13

Pemahaman Individu: Teknik Tes

B. Reliabilitas
Tes untuk mengukur atribut psikologis di samping harus valid
juga harus reliabel, sehingga penelitian tentang kualitas psikometris
baik validitas maupun reliabilitas tes menjadi penting untuk terus
dilaksanakan. Hal tersebut menjadi penting agar diperoleh tes yang
mampu mendiskripsikan objek yang diukur dan benar-benar sesuai
dengan kondisi yang sesungguhnya. Pengujian reliabilitas instrumen
dilakukan dengan harapan diperoleh instrumen yang memiliki
tingkat keandalan yang tinggi.
1. Pengertian Reliabilitas
Reliabilitas atau keandalan adalah konsistensi dari
serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut
bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan
tes ulang) dan akan memberikan hasil yang sama, atau untuk
pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai
memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai).
Reliabilitas berasal dari kata reliability. Tes yang memiliki
reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa tes tersebut reliabel.
Reliabilitas memiliki arti yang luas, mencakup: kepercayaan,
keterandalan, keajegan, kestabilan, dan konsistensi hasil
pengukuran. Ide pokok yang terkandung dalam reliabilitas
adalah kepercayaan hasil pengukuran yaitu sejauh mana hasil
pengukuran dapat dipercaya. Tes yang reliabel berarti tes
tersebut dapat dipercaya.
Sejalan dengan uraian di atas, Suryabrata (2000) menyatakan
bahwa reliabilitas alat ukur menunjuk pada sejauh mana
hasil pengukuran dengan menggunakan alat tersebut dapat
dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi)
skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat ukur
yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi
yang berbeda.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama

14

Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur

aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah.


Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi
terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa
kali pengukuran. Apabila perbedaan itu sangat besar dari waktu
ke waktu, maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan
dikatakan sebagai tidak reliabel.
2. Jenis-Jenis Reliabilitas
Reliabilitas dapat dibedakan menjadi :
a. Reliabilitas Tes Re-Tes
Adalah seberapa besar derajat skor tes konsisten dari waktu
ke waktu. Reliabilitas diukur dengan menentukan hubungan
antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok
yang sama, pada waktu yang berbeda.
b. Reliabiltas Belah-Dua
Reliabiltas ini diukur dengan menentukan hubungan antara
skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan
kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas
belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang
sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan
untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
c. Reliabilitas Rasional Ekuivalen
Reliabilitas ini tidak ditentukan menggunakan korelasi tetapi
menggunakan estimasi konsistensi internal. Reliabilitas
ini diukur menggunakan Kuder-Richardson, biasanya
Formula-20 (KR-20) atau Formula-21 (KR-21). Kedua rumus
ini hanya dapat dipakai untuk tes yang aitem-aitemnya
diskor dikotomi, yaitu benar atau salah, 0 atau 1.
d. Reliabilitas Penyekor/Penilai
Adalah reliabilitas dua (atau lebih) penyekor independen.
Reliabilitas ini biasa ditentukan menggunakan teknik
korelasi, tetapi juga dapat hanya dinyatakan dalam
persentase kesepakatan.

15

Pemahaman Individu: Teknik Tes

3. Teknik Menguji Reliabilitas Instrumen


Ada tiga teknik untuk menguji reliabilitas instrumen, yaitu :
a. Teknik Paralel (Paralel Form Atau Alternate Form)
Disebut juga teknik double test double trial. Sejak awal
peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrumen
yang paralel (ekuivalen), yaitu dua buah instrumen
yang disusun berdasarkan satu kisi-kisi. Setiap butir soal
dari instrumen yang satu selalu harus dapat dicarikan
pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen
tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba
terlaksana, maka hasil kedua instrumen tersebut dihitung
korelasinya dengan menggunakan rumus product moment
(korelasi Pearson).
b. Teknik Ulang (test re-test)
Disebut juga teknik single test double trial. Menggunakan
sebuah instrumen, namun diteskan dua kali. Hasil atau
skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk
mengetahui besarnya indeks reliabilitas. Teknik perhitungan
yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik
pertama yaitu rumus korelasi Pearson.
c. Teknik Satu Kali Tes (single test method) atau single
trial.
Peneliti boleh hanya memiliki seperangkat instrumen
saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya
dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrumen
menjadi dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah
soal bisa dengan membelah atas dasar nomer ganjil-genap,
atas dasar nomer awal-akhir, dan dengan cara undian.
Di dalam perkembangannya, dalam metode pengujian
reliabilitas ini dikembangkan beberapa teknik, antara lain:
1) Teknik Spearman-Brown
Reliabilitas tes dengan teknik belah dua dapat
diperkirakan dengan rumus Spearman-Brown, seperti
16

Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur

berikut :

2 (r)
R11 =---------------

1 + r

R11 : koefisien yang diperkirakan


r : koefisien korelasi belahan bagian pertama dan
kedua dari tes

(2) Reliabilitas Kuder-Richardson dan Koefisien Alpha


Metode ini didasarkan pada konsistensi respons
terhadap semua butir soal dalam tes. Konsistensi antar
soal ini dipengaruhi oleh dua sumber varians kesalahan :
(1) pencuplikan isi (sebagaimana dalam bentuk alternatif
dan reliabilitas belah separuh) ; dan (2) heterogenitas dari
domain yang disampelkan. Semakin homogen domainnya,
semakin tinggi konsistensi antar soal.
Rumus yang paling luas diterapkan, umumnya dikenal
sebagai rumus Kuder-Richardson 20 (Warkitri dkk., 1990),
adalah sebagai berikut:

K
Vt - Pq
r11 = ------- --------------

K 1
Vt
r11
K
Vt
P
q

: koefisien reliabilitas seluruh tes


: jumlah soal dalam tes
: varian total
: proporsi subjek yang menjawab benar/skor 1
: proporsi subjek yang menjawab salah/skor 0 (q=P-1)

Penghitungan reliabilitas dapat pula dilakukan dengan


menggunakan rumus Alpha Cronbach Djaali dan Muljono
(2008). Untuk menghitung koefisien korelasi dengan
menggunakan rumus koefisien Alpha, yaitu :
17

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Keterangan :
rii = koefisien reliabilitas butir
k = cacah butir
si = varian skor butir
st = varian skor total

C. Tingkat Kesukaran dan Kemampuan Deskriminasi


Tes hasil belajar, disamping harus memenuhi syarat validitas
dan reliabilitas juga harus memiliki tingkat kesukaran tertentu dan
memiliki kemampaun deskriminasi. Tingkat kesukaran suatu tes dan
kemampuan deskriminatif dapat diperoleh dengan menganalisis
aitem-aitem atau soal-soal. Hasil analisis dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan bahwa aitem-aitem tersebut
memenuhi syarat atau belum. Jika suatu aitem belum memenuhi
fungsinya dengan baik perlu dilakukan revisi atau bahkan tidak lagi
dipergunakan.
Tingkat kesukaran (level of difficulty) suatu soal berkaitan dengan
jumlah siswa yang dapat mengerjakan dengan benar. Tingkat
kesukaran soal dapat juga disebut tingkat kemudahan (degree of
succes). Suatu tes dikatakan baik jika tes tersebut tidak terlalu sukar
dan tidak terlalu mudah. Tes yang terlalu sukar tidak mengungkap
apa yang telah diketahui peserta didik dan tes yang terlalu mudah
tidak mampu mengungkap apa yang belum diketahui peserta didik.
Kemampuan deskriminasi suatu tes menunjukkan bahwa tes
tersebut mampu membedakan peserta didik yang pandai dan yang
tidak pandai. Untuk menentukan besar persentase kemampuan
deskriminasi dan tingkat kesukaran tes pada tes-tes objektif
lebih mudah. Analisis tingkat kesukaran aitem dan kemampuan
deskriminasi dibicarakan di bawah ini.

18

Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur

1. Analisis tingkat kesukaran aitem tes


Cara menentukan tingkat kesukaran aitem tes salah satunya
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
S

B -----------
n-1
K = -------------------N
Keterangan:
K = tingkat kesukaran aitem
B = banyaknya testee yang menjawab benar
S = banyaknya testee yang menjawab salah
n = jumlah option/aternatif jawaban
N = jumlah testee keseuruhan
Contoh: Seorang guru Matematika melaksanakan tes. Untuk
aitem nomor 5 dijawab benar oleh 60 orang peserta didik dan
dijawab salah oleh 20 orang peserta didik. Tes tersebut adalah
tes objektif dengan 5 option. Tingkat kesukaran aitem nomor 5
dihitung sebagai berikut:
B = banyaknya testee yang menjawab benar = 60
S = banyaknya testee yang menjawab salah = 20
n = jumlah option = 5
N = jumlah testee keseluruhan = 80, maka tingkat kesukaran item
nomor 5 adalah:

20

60 - ----------
51
K = --------------------
80

K =

0,69
19

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Aitem test memenuhi syarat apabila tingkat kesukaran aitem


bergerak dari 0,10 sampai dengan 0,90. Aitem yang memiliki
tingkat kesukaran kurang dari 0,10 atau di atas 0,90 maka tes
tersebut kurang berfungsi dengan baik, sebaiknya aitem tes
direvisi atau tidak digunakan. Berdasar hal tersebut aitem nomor
5 pada contoh di atas memenuhi syarat karena berada pada
rentang 0,10 0,90.
Cara lain menentukan indeks kesukaran aitem adalah
dengan menggunakan pedoman tabel di bawah ini:
Tabel Formulas for Finding (WL+WH) at three Difficulty levels
Percentase of Testee
Number of options
Who Do Not Know
Each Item Has
the Correct Answer
to The Item
5
2
3
4

16
50
84

0,160 n 0,213 n 0,240 n 0,256 n


0,500 n 0,667 n 0,750 n 0,800 n
0,840 n 1,120 n 0,1260 n 1,344 n

(Warkitri, dkk,1990)
Klasifikasi tingkat kesukaran aitem dapat ditetapkan sebagai
berikut:
- Testee yang menjawab benar hanya sampai 27 % termasuk
soal tes yang sukar,
- Testee yang menjawab benar antara 28-72 % termasuk soal
tes yang sedang; dan
- Testee yang menjawab benar di atas 73 % termasuk soal tes
yang mudah.
Misal, suatu tes Matematika jumlah testee 100 0rang. Berarti
27 % x N adalah 27 orang. Bentuk tes yang digunakan adalah
benar-salah berarti opitonnya adalah 2. Jika kelompok atas yang
menjawab benar 23 orang dan kelompok bawah yang menjawab
20

Bab II
Syarat Tes Sebagai Alat Ukur

benar 7 orang, jumlah yang menjawab benar adalah 30 orang.


Tingkat kesukaran aitem dihitung sebagai berikut:
0,160 n = 0,160 x 30 = 4,8 = mudah
0,500 n = 0,500 x 30 = 15,0 = sedang
0,840 n = 0,840 x 30 = 25,2 = sukar
Oleh karena kelompok atas dan bawah yang menjawab
benar aitem tersebut 30 orang dan berada pada 25,2 keatas maka
aitem tersebut termasuk sukar.
2. Analisis kemampuan deskriminasi
Aitem tes yang baik terutama tes hasil belajar, disamping
valid, reliabel, dan memenuhi tingat kesukaran aitem juga harus
memiliki daya beda. Tes memiliki daya beda, jika tes lebih banyak
dijawab benar oleh kelompok atas dibanding dengan kelompok
bawah.
Cara sederhana menentukan daya beda suatu aitem tes
adalah sebagai berikut:
Ba Bb
D = --------------- x 100 %
na atau nb
Keterangan:
D = daya beda
Ba = kelompok atas yang menjawab benar
Bb = kelompok bawah yang menjawab benar
na = jumlah kelompok atas
nb = jumlah kelompok bawah
Besar persentase yang diperoleh dari perhitungan dengan
rumus di atas dan hasilnya positif menunjukkan daya beda.
Makin besar yang diperoleh dan positif maka makin besar pula
kemampuan daya beda suatu aitem tes. Contoh: suatu aitem
tes dikerjakan benar oleh 14 testee kelompok atas dan 6 orang

21

Pemahaman Individu: Teknik Tes

testee kelompok bawah maka kemampuan daya beda aitem


tersebut adalah:
14 6
D = --------20
D=

8
------20

D=

0,40

Jika kriteria yang digunakan menentukan daya beda


menggunakan kriteria sebagaimana dikemukakan Ebes (Warkitri
1990) seperti berikut:
- D 0,40
: butir tes berfungi sangat memuaskan
- 0,30 D 0,39 : butir tes perlu direvisi sedikit/tidak direvissi
sama sekali
- 0,20 D 0,29 : butir tes harus direvisi sebagian
- D 0,19
: butir tes tidak digunakan atau direvisi total,
Contoh butir aitem tes di atas memenuhi syarat atau butir
tes memiliki daya beda yang baik atau memuaskan.

22

Bab III

SEJARAH TES PSIKOLOGI

A. Pengantar
Penerapan tes psikologi di Indonesia, terutama dalam bidang
pendidikan telah lama dilakukakan. Dewasa ini, penerapan tes
telah dilakukan di berbagai bidang terutama untuk kepentingan
penerimaaan pegawai atau rekrutmen dan promosi pegawai. Dalam
pendidikan, tes digunakan antara lain untuk seleksi masuk sekolah
dan perguruan tinggi, pengembangan pribadi, penempatan, dan
pemilihan studi lanjut. Meskipun tes telah secara luas penggunaannya,
tetapi pengembangan tes sebagai alat ukur tidak sepesat di
Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan salah satu contoh
negara yang gerakan testingnya sangat baik atau dapat dikatakan
bahwa testing merupakan suatu gerakan nasional. Di Amerika
gerakan testing psikologis berkembang sejak awal abad 19, karena
kebutuhan akan instrumen pengukuran kemampuan orang sebagai
akibat dari perkembangan industri. Dunia industri dan dunia usaha
membutuhkan tenaga terampil dengan bakat dan kemampuan yang
cocok untuk menjalankan mesin-mesin dan melakukan pekerjaanpekerjaan usaha modern demi efisiensi dan produktivitas kerja. Dalam
dunia kemiliteran, seperti pada saat Perang Dunia I juga memerlukan
tenaga militer dengan kemampuan yang diidentifikasi secara cepat
untuk ditempatkan atau menjadi tenaga di bagian-bagian yang ada
seperti artileri, infantri, penerbang, nakhoda, dan sebagainya.
Rintisan penyusunan dan pengembangan tes psikologi dilakukan

23

Pemahaman Individu: Teknik Tes

oleh Alfred Binet, seorang dokter Perancis. Binet tertarik melakukan


pengukuran mental dan mulai meneliti anak-anak yang cerdas dan
tidak cerdas pada tahun 1890. Usaha Binet bersama Theodore Simon
yang juga berasal dari Perancis, membuahkan tes inteligensi yang
terkenal dengan sebutan Test Binet-Simon. Usaha tersebut kemudian
diteruskan di Amerika Serikat oleh L.M. Terman dari Universitas
Stanford bersama dengan M.A. Merril, tujuannya untuk merevisi dan
menyempurnakan tes buatan Binet. Hasilnya adalah tes kecerdasan
Stanford-Binet. Pada tahun 1937, penyempurnaan penting dicapai,
yaitu dengan ditemukannya ukuran kecerdasan oleh William Stern.
Ukuran tersebut berupa rasio kecerdasan (intelligence quotient) yaitu
perbandingan antara umur mental dengan umur kronologis. Sejak
itu, usaha-usaha penyusunan tes meluas dan maju pesat mencakup
bidang-bidang kepribadian yang luas untuk berbagai penggunaan
dan dengan menggunakan teknologi yang makin canggih. Bidang
penggunaan tes meluas, tetapi sebagaimana telah dijelaskan di
atas bahwa pendidikan (sekolah) adalah pengguna yang utama.
Diberlakukannya undang-undang pendidikan untuk pertahanan
nasional (National Defense Education Act) dalam tahun 1958 dipicu
oleh peluncuran Sputnik, satelit pertama dalam tahun 1957 oleh
Rusia (Uni Soviet waktu itu).
Pemerintah Federal Amerika Serikat menyediakan dana besar
untuk pengembangan testing dan juga untuk pengembangan
program konseling di sekolah menengah. Di samping itu, bidang
lain yang menggunakan tes adalah kedokteran, kehakiman, militer,
manajemen, dan perdagangan. Ilmuwan terkemuka dalam gerakan
bimbingan (guidance) di Amerika waktu itu, di antaranya Thorndike
dengan teori pengukuran mentalnya, Terman dengan tes kecerdasan
Stanford-Binetnya, A.S. Otis dengan tes Army Alphanya, Strong
dengan tes atau inventory minatnya, Kuder dengan tes minat, Bennet,
dkk dengan tes bakat differensialnya.
Di Indonesia, meski testing belum menjadi gerakan nasional,
namun telah ada usaha-usaha pengembangan tes walaupun
baru skala kecil dan masih bersifat rintisan. Sejumlah perguruan
tinggi, khususnya fakultas psikologi dan IKIP (sekarang FKIP
universitas) terdorong oleh kebutuhan akan cara-cara yang objektif
24

Bab III Sejarah Tes Psikologi

untuk pengukuran kepribadian, melakukan usaha-usaha rintisan


pengembangan tes. Kebutuhan itu terasa mendesak di lingkungan
sekolah untuk penerimaan siswa dan penyelenggaraan bimbingan
dan konseling (sekarang profesi konseling), di lingkungan industri,
lembaga, dan militer untuk seleksi dalam rangka penerimaan dan
penempatan personil. Usaha-usaha tersebut umumnya bukan untuk
menghasilkan tes baru atau asli melainkan untuk mengadaptasikan
tes-tes asing yang sudah ada. Pekerjaan adaptasi meliputi
penerjemahan dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya
setempat, uji reliabilitas dan validitas.
Telah disebutkan bahwa usaha penyusunan tes telah dirintis di
Indonesia oleh sejumlah lembaga pendidikan tinggi dalam rangka
riset dan pengembangan. Di IKIP Malang (sekarang Universitas
Malang) telah melakukan usaha pengembangan tes, bermula dalam
tahun 1967 yang dilakukan atas kerja sama dengan ALRI untuk
keperluan seleksi calon personil di lingkungan ALRI (sekarang TNI AL).
Usaha-usaha yang telah dilakukan berupa pengembangan tes
prestasi belajar terstandar untuk seleksi masuk perguruan tinggi, yang
mencakup Bateri Tes Bakat Okupasional yang terdiri atas Tes Bakat
Personal-Sosial, Tes Bakat Mekanik, Tes Bakat Niaga, Tes Bakat Klerikal,
Tes Bakat Numerikal, dan Tes Bakat Berpikir Ilmiah pada tahun 1979
yang dilakukan oleh Raka Joni dan Djoemadi; validasi dan penormaan
tes PM (progressive matrices) dan DAT (Defferential Aptitude Test) dalam
tahun 1990 dan 1992 (Munandir, 1995:12). Dalam pengembangan tes
PM dan DAT berhasil disusun norma dengan sampel siswa sekolah
menengah umum mencakup wilayah tujuh provinsi.
Untuk mendukung program bimbingan dan konseling di sekolah
(sekarang profesi konseling) sejak tahun 1995 telah dilakukan
beberapa angkatan program sertifikasi tes psikologi bagi konselor
pendidikan (yaitu para lulusan program studi BP / PPB / BK) atas kerja
sama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) sekarang berubah
menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) dengan
program Pascasarjana IKIP Malang (sekarang Universitas Malang) dan
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah DepdikNas.
Melalui usaha-usaha itu diharapkan semakin menguatkan kegiatan
pendukung program Bimbingan dan Konseling.
25

Pemahaman Individu: Teknik Tes

B. Perkembangan Pengukuran Psikologi


Pengukuran psikologi pada awalnya sangat di pengaruhi
oleh ilmu fisiologi dan fisika. Oleh karena itu tidak mengherankan
jika pengukuran dalam ilmu ini mempengaruhi juga pengukuran
dalam psikologi. Karya-karya tokoh dalam bidang psikofisika
umumnya mencari hukum-hukum umum (generalisasi). Baru
kemudian, terutama karena pengaruh Galton, gerakan testing yang
mengutamakan ciri-ciri individual menjadi berkembang.
1. Kontribusi psikofisika
Psikofisika dianggap suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik
dan kejadian-kejadian psikologis. Dalam arti luas yang dipelajari
adalah hubungan antara stimulus dan respon. Seperti telah
disebutkan di atas upaya mereka adalah untuk menemukan
hukum-hukum umum, seperti misalnya hukum Weber dan
Fechner tentang nisbah pertambahan perangsang menimbulkan
pertambahan respon (sensasi).
Dalam psikofisika modern, kontribusi Thurstone mengenai
low of comparative judgment merupakan model yang sangat
berharga bagi pengembangan skala-sakala psikologi yang lebih
kemudian. Aplikasinya langsung adalah penerapan metode
perbandingan-pasangan (paired-comparison).
2 . Kontribusi Francis Galton
Sir Francis Galton adalah seorang ahli biologi yang berminat
pada faktor hereditas manusia. Dia meneliti dan ingin mengetahui
secara luas kesamaan orang-orang dalam satu keluarga, dan
perbedaan orang-orang yang tidak satu keluarga. Untuk itu,
dia mendirikan laboratorium antropometri guna melakukan
pengukuran ciri-ciri fisiologis, misalnya ketajaman pendengaran,
ketajaman penglihatan, kekuatan otot, waktu reaki dan lain-lain
fungsi sensorimotor yang sederhana, serta fungsi kinestetik.
Galton yakin bahwa ketajaman sensoris bersangkutan dengan
kemampuan intelektual orang.
Galton juga merintis penerapan metode rating dan
kuesioner. Kontribusi Galton yang lain adalah upayanya
26

Bab III Sejarah Tes Psikologi

mengembangkan metode-metode statistik guna menganalisis


data mengenai perbedaan-perbedaan individual. Upaya ini
dilanjutkan oleh murid-muridnya di antara mereka itu kemudian
menjadi sangat terkenal adalah Karl Pearson.
3. Awal Gerakan Testing Psikologi
Orang yang dianggap mempunyai kontribusi penting dalam
gerakan testing psikologi adalah seorang ahli psikologi Amerika,
James McKeen Cattell. Disertasinya di Universitas Leipzig
mengenai perbedaan individual dalam waktu reaksi. Dia sempat
kontak dengan Galton sehingga minatnya terhadap perbedaan
individual semakin kuat. Dia sependapat dengan Galton bahwa
ukuran fungsi intelektual dapat dicapai melalui tes diskriminasi
sensoris dan waktu reaksi.
Tes yang dikembangkan di Eropa pada akhir abad XIX
cenderung meliputi fungsi yang lebih kompleks. Salah satu
contohnya adalah tes Kraepelin. Tes Kraepelin berupa penggunaan
operasi-operasi arithmatik yang sederhana dirancang untuk
mengukur pengaruh latihan, ingatan dan kerentanan terhadap
kelelahan dan distraksi. Awalnya tes kraepelin dirancang untuk
mengukur karakteristik pasien-pasien psikiatris. Oehr, mahasiswa
kraepelin, menyusun tes persepsi, ingatan, asosiasi dan fungsi
motorik guna meneliti interrelasi fungsi-fungsi psikologis
seseorang. Ebbinghaus, ahli lain, kemudian mengembangkan tes
komputasi aritmatik, luas ingatan, dan melengkapi kalimat.
Binet dan Henri mengajukan kritik terhadap tes yang ada
dewasa itu terlalu sensoris, berkonsentrasi pada kemampuan
khusus. Mereka menyatakan bahwa dalam pengukuran fungsifungsi yang lebih kompleks, presisi kurang perlu karena
perbedaan individual dalam fungsi yang lebih besar. Yang
perlukan adalah tes yang mengukur fungsi yang lebih luas,
seperti ingatan, imajinasi, perhatian, pemahaman, kerentanan
terhadap sugesti, apresiasi estetik, dan lain-lain. Gagasan inilah
yang akhirnya menuntun dikembangkannya tes Binet, yang
kemudian menjadi sangat terkenal.
4. Binet dan tes inteligensi
Tes yang disusun oleh Binet dan Simon tahun 1905 tersebut
27

Pemahaman Individu: Teknik Tes

menghasilkan skala Binet-Simon. Skala Binet-Simon lebih dikenal


dengan nama skala 1905. Skala Binet-Simon pada awalnya untuk
mengukur dan mengidentifikasi anak-anak yang terbelakang
agar mereka mendapatkan pendidikan yang memadai. Skala
ini terdiri dari 30 soal disusun dari yang paling mudah ke yang
paling sukar.
Pada skala versi kedua tahun 1908, jumlah soal ditambah
jumlahnya. Soal-soal itu dikelompokkan menurut jenajng umur
berdasar atas kinerja 300 orang anak normal berumur 3 sampai
13 tahun. Skor seorang anak pada seluruh perangkat tes dapat
dinyatakan sebagai jenjang mental (mental level) sesuai dengan
umur normal yang setara dengan kinerja anak yang bersangkutan.
Dalam berbagai adaptasi dan terjemahan istilah jenjang mental
diganti dengan umur mental (mental age), dan istilah inilah yang
kemudian menjadi populer sampai sekarang.
Revisi skala ketiga skala Binet-Simon diterbitkan tahun 1911,
beberapa bulan setelah Binet meninggal mendadak. Pada tahun
1912, dalam Kongres Psikologi Internasional di Genewa, William
Stern, seorang ahli psikologi Jerman, mengusulkan konsep
koefisien Inteligensi yaitu IQ = MA/CA. Konsep ini yang dipakai
dalam skala Binet yang direvisi di Universitas Stanford, yang
terkenal dengan nama Skala Stanford-Binet yang diterbitkan
tahun 1916, kemudian revisinya tahun 1937 dan revisi selanjutnya
tahun 1960. Skala Stanford-Binet inilah yang selanjutnya
diadaptasikan ke dalam berbagai bahasa dan digunakan secara
luas dimana-mana. Kecuali itu skalaStanford-Binet juga menjadi
model pengembangan berbagai tes inteligensi lain.
5. Testing Kelompok
Tes Binet yang dijelaskan di atas adalah merupakan tes
individual, artinya tes yang harus diberikan per orang. Karena
kebutuhan yang makin mendesak, maka dikembangkanlah tes
kelompok. Hal ini di latar belakangi pada saat perang dunia I,
kebutuhan akan tes kelompok ini sangat dibutuhkan untuk tes
calon tentara. Maka, komite psikologi yang diketuai Robert M.
Yankes, menyusun instrument yang dapat mengklasifikasi indi
28

Bab III Sejarah Tes Psikologi

vidu tetapi diberikan secara kelompok. Dalam konteks semacam


ini, tes intelgensi kelompok yang pertama dikembangkan. Di
dalam tugas ini para ahli psikologi militer menghimpun semua
tes yang ada, terutama tes inteligensi kelompok karya Otis yang
belum dipublikasikan. Tes itu di susun Otis waktu dia menjadi
mahasiswa Terman di Stanford. Dalam karya Otis itulah format
pilihan ganda dan lain-lain format tes objektif mulai digunakan.
Tes yang dikembangkan oleh ahli psikologi dalam militer itu
kemudian terkenal dengan nama Army Alpha dan Army Beta.
Setelah perang berakhir maka tes-tes tersebut dilepaskan untuk
umum. Dan ini lalu mendorong pengembangan dan penggunaan
tes kelompok secara luas. Karena optimisme yang berlebihan,
maka penggunaan tes kelompok itu seringkali didasarkan pada
sikap naf, dan ini ternyata merugikan perkembangan testing
psikologi.
6. Pengukuran Potensi Intelektual
Tes inteligensi dirancang untuk fungsi-fungsi intelektual
yang luas ragamnya guna mengestimasikan taraf intelektual
umum individu, namun secara nyata bahwa kemampuan tes
inteligensi untuk mengungkap objek yang diukur sangat terbatas.
Kebanyakan tes inteligensi terutama mengukur kemampuan
verbal, dan dalam kadar lebih sedikit kemampuan menangani
relasi-relasi numeric, simbolik dan abstrak. Didalam praktek
diperlukan instrument yang dapat mengukur kemampuankemampuan khusus, misalnya kemampuan mekanik,
kemampuan klerikal, bahkan bakat music. Karena desakan
kebutuhan praktis dalam berbagai bidang misalnya dalam
bidang bimbingan dan konseling, dalam pemilihan program
studi, dalam penempatan karyawan, dalam analisis klinis, dan
sebagainya, maka upaya pengembangan tes potensial individu
khusus itu harus dilakukan. Pemanfaatan metode analisis faktor
mempercepat laju upaya tersebut. Hal lain yang perlu dicatat
adalah kontribusi para psikolog militer Amerika selama Perang
Dunia II. Kebanyakan penelitian di kalangan militer didasarkan
pada analisis faktor dan diarahkan kepada pengembangan
29

Pemahaman Individu: Teknik Tes

multiple aptitude test batteries.


7. Tes Hasil Belajar
Pada waktu para ahli psikologi sibuk mengembangkan tes
inteligensi dan tes potensial khusus, ujian-ujian tradisional di
sekolah-sekolah mengalami perbaikan teknis. Terjadi pergeseran
dari bentuk esai ke ujian tes objektif. Pelopor perubahan ini adalah
penerbitan The Achievement Test pada tahun 1923. Dengan tes
ini dapat dibuat perbandingan beberapa sekolah pada sejumlah
mata pelajaran dengan menggunakan satu norma. Karakteristik
yang demikian itu merupakan penerapan tes hasil belajar baku
yang berlaku sampai sekarang.
8. Tes Proyektif
Pada awal abad XX kelompok psikiater dan psikolog
yang berlatar belakang Psikologi Dalam di Eropa berupaya
mengembangkan instrument yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan isi batin yang tidak disadari. Seperti telah
diketahui, bahwa dalam Psikologi Dalam (terutama aliran
Freudian dan Jungian) ada kelompok proyeksi sebagai salah satu
bentuk mekanisme pertahanan. Dalam mekanisme pertahanan
individu secara tidak sengaja menempatkan isi batin sendiri pada
objek di luar dirinya dan menghayatinya sebagai karakteristik
objek yang diluar dirinya itu. Berdasar atas konsep inilah tes
proyeksi itu disusun.
Pelopor upaya ini adalah Herman Rorschach, seorang
psikiater dari Swiss. Selama 10 tahun (1912 1922) Herman
Rorschach mencobakan sejumlah besar gambar-gambar tak
berstruktur untuk mengungkapkan isi batin tertekan pada
pasien-pasiennya. Dari sejumlah besar gambar-gambar tersebut
akhirnya dipilih 10 gambar yang dibakukan, dan perangkat inilah
yang kemudian terkenal dengan nama Tes Rorschach. Setelah itu
sejumlah upaya dilakukan untuk mengembangkan tes proyektif
yang lain, dan hasilnya antara lain Holtzman Inkbold Technique,
Themaatic Apperception Test, Tes Rumah Pohon dan Orang, Tes
Szondi, dan yang sejenisnya.

30

Bab IV

PENGUKURAN INTELIGENSI
Tes inteligensi disusun dan dikembangkan dengan harapan
mampu memprediksi kemampuan potensial pada aspek kognitif
seseorang yang lebih dikenal dengan inteligensi. Tes untuk mengukur
inteligensi seseorang kemudian dikenal dengan tes inteligensi.
Tes inteligensi yang disusun dan dikembangkan oleh para ahli dan
kemudian digunakan dalam praktek pengukuran kecerdasan memiliki
beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain dapat
dilihat validitas, reliabilias, aspek yang diukur, tes tidak sepenuhnya
bebas budaya, dan sebagainya. Oleh karena memiliki keterbatasan
tersebut maka sebenarnya tes inteligensi tidak mampu mengukur
kemampuan secara utuh.
Hasil pengukuran inteligensi dapat menunjukkan kemampuan
umum dan kemampuan khusus, tergantung jenis alat ukur yang
digunakan. Tidak semua jenis tes inteligensi mampu mengungkap
kemampuan khusus seseorang. Hal tersebut terjadi karena setiap jenis
tes inteligensi tergantung dari teori yang digunakan untuk menyusun
dan mengembangkan tes. Berdasar hal tersebut perlu dikaji terlebih
dahulu pengertian dan teori inteligensi, sebelum membicarakan
pengukuran inteleigensi.

A. Pengertian Inteligensi
Robert L Solso, M Kimberly Maclin, dan Otto H.Maclin (2005)
mengemukakan bahwa membicarakan inteligensi tidak cukup hanya
31

Pemahaman Individu: Teknik Tes

menggunakan satu definisi. Berdasar pendapat tersebut berikut ini


disajikan beberapa definisi tentang inteligensi.
Inteligensi menurut Terman (dalam Suryabrata, 1997) merupakan
kemampuan untuk berpikir abstrak. Wechsler (dalam Japar, 1994)
mengemukakan bahwa inteligensi adalah kumpulan atau keseluruhan
kapasitas individu untuk melakukan tindakan bertujuan, berpikir
secara rasional, dan melakukan hubungan dengan lingkungannya.
Inteligensi menurut Binet (dalam Suryabrata, 1997) adalah:
1. kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan
(memperjuangkan) tujuan tertentu,
2. kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud
untuk mencapai tujuan itu, dan
3. kemampuan untuk otokritik, yaitu kemampuan mengkritik diri
sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah
dibuatnya.
Deaborn (dalam Japar,1994) mengemukakan bahwa inteligensi
adalah kemampuan untuk belajar dan menggunakan pengalaman.
Definisi yang dikemukakan oleh Deaborn tersebut lebih menekankan
pada kondisi individu untuk menggunakan kemampuannya dalam
menghadapi lingkungan. Definisi Deaborn berbeda dengan definisi
yang dikemukakan Terman, Wechsler, dan Binet.
Definisi Deaborn dan Binet lebih rinci dibanding definisi yang
diajukan oleh Terman. Definisi Terman dapat dikatakan bersifat
sangat umum. Definisi inteligensi menurut Wechsler tampak lebih
rinci, yaitu inteligensi melibatkan tindakan yang bertujuan, berpikir
rasional, dan penyesuaian diri terhadap lingkungan.
Perkins dan Smith dalam Robert L.Solso, M.Kimberly Maclin dan
Otto H.Maclin, mengkompilasi kemampuan yang menunjukkan
inteligensi seseorang, yaitu kemampuan untuk : (1) mengklasifikasi
pola-pola, (2) modifikasi penyesuaian perilaku untuk belajar, (3)
penalaran secara deduktif, (4) penalaran secara induktif untuk
generalisasi, dan (5) untuk mengembangkan dan menggunakan
model-model konseptual.
Pendapat Perkins dan Smith tentang kemampuan penalaran
deduktif induktif dan kemampuan mengembangkan serta
32

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

menggunakan model-model konseptual dapat diklasifikasikan ke


dalam berpikir rasional menurut Wechsler.
Berdasar pendapat para ahli tersebut dapat dikemukakan bahwa
pengertian inteligensi antara satu ahli dengan ahli lainnya berbeda.
Mengenai perbedaan tersebut, Kolesnik seperti yang dikutip oleh
Japar (1994), mengemukakan bahwa umumnya apabila seseorang
mampu dalam hal yang disebutkan dalam salah satu definisi, maka
yang bersangkutan akan mampu pula dalam hal lain yang disebutkan
oleh definisi yang lain.

B. Teori-teori Inteligensi
1.) Inteligensi Umum
Spearman dalam Kendra Cherry, mendeskripsikan mengenai
konsep inteligensi yang merujuk pada inteligensi umum atau
faktor g. Hal tersebut dikemukakan setelah melakukan analisis
faktor untuk menguji sejumlah tes sikap mental. Selanjutnya
disimpulkan bahwa skor-skor tes adalah sama. Individu yang
performansinya sangat baik pada satu kognitif tes cenderung
performansinya baik pada tes lainnya. Sementara mereka yang
skornya jelek pada satu tes cenderung rendah skornya pada
aspek yang lain. Spearman menyimpulkan bahwa inteligensi
merupakan kemampuan kognitif umum yang dapat diukur dan
diujudkan dalam bentuk angka.
2.) Primary Mental Abilities
Thurstone mengajukan teori inteligensi yang berbeda,
meskipun memandang inteligensi sebagai kemampuan umum.
Teori Thurstone difokuskan pada tujuh primary mental abilities
yang berbeda (Kendra Cherry). Kemampuan yang dimaksud
adalah : (a) verbal comprehension, (b) reasoning, (c) perceptual
speed, (d) numerical ability, (e) word fluency, (f ) associative memory,
(g) spatial visualization.
3.) Multiple Intelligences
Satu ide baru dikemukakan oleh Howard Gardner (2003)

33

Pemahaman Individu: Teknik Tes

mengenai inteligensi majemuk. Meskipun memfokuskan pada


analisis skor tes, Gardner mengemukakan bahwa ekspresi
numerical intelligence seseorang tidak sepenuhnya akurat
menggambarkan kemampuan seseorang.
Teori Gardner
mendeskripsikan delapan inteligensi yang berbeda yang
didasarkan pada keterampilan dan kemampuan. Delapan
inteligensi digambarkan oleh Gardner adalah sebagai berikut :
(a) kecerdasan keruangan, (b) kecerdasan bahasa, (c) kecerdasan
kinestetik (d) kecerdasan logika matematika, (e) kecerdasan
interpersonal, (f ) kecerdasan musik, (g) kecerdasan intrapersonal.
4.) Triarchic Theory of Intelligence
Kemampuan mental mengarah pada tujuan adaptasi, untuk
pemilihan dan pembentukan adaptasi terhadap lingkungan
nyata yang relevan dengan kehidupan. Sternberg setuju dengan
Gardner bahwa inteligensi adalah lebih luas dari faktor tunggal,
faktor umum. Sternberg mendukung beberapa inteligensi
Gardner, bahwa lebih baik memandangnya sebagai bakat
individual. Selanjutnya Sternberg pendapatnya lebih mengarah
bahwa inteligensi merupakan kemampuan untuk sukses yang
terdiri dari tiga faktor yang berbeda, sebagai berikut : (a) inteligensi
analitik: komponen ini merujuk pada kemampuan pemecahan
masalah, (b) inteligensi kreatif: aspek ini melibatkan kemampuan
berhubungan dengan situasi baru menggunakan pengalaman
masa lalu dan keterampilan sekarang, (c) inteligensi praktis:
elemen ini merujuk pada kemampuan untuk menyesuaikan
terhadap perubahan lingkungan.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi


Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah:
1. Faktor bawaan atau keturunan
Inteligensi dapat diturunkan dari orang tuannya melalui
kromosom. Teori genetika dari mendel memperjelas bahwa
inteligensi diturunkan dari orang tua. Setiap orang mempunyai
23 pasang kromosom (Wilerman, 1979). Pasangan suami isteri
34

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

masing-masing memiliki 23 pasang kromosom dan anak akan


mewarisi kecerdasan dari orang tua melalui gen yang diwariskan.
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari
satu keluarga sekitar 0,50. sedangkan di antara 2 anak kembar,
korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya
adalah pada anak yang di adopsi. IQ mereka berkorelasi antara
0,40 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya
0,10 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti
pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka
tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mereka tidak pernah
saling kenal.
2. Faktor Lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahanperubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas
dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang
dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat
kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan
yang amat penting.

D. Sejarah pengukuran inteligensi


Penyusunan tes inteligensi sudah dimulai sejak lama. Menurut
Gregory, pada tahun 2200 sebelum Masehi di China dilakukan
pengujian layanan masyarakat. Pada tahun 1862 Masehi, Wilhelm
Wund menggunakan pendulum untuk mengukur kecepatan berpikir.
Francis Galton menyusun batteray pertama untuk 1000 warga negara
di pusat kesehatan masyarakat. Pada tahun 1890, James Mekeen
Cattel menggunakan istilah mental test dalam penyusunan batteray
test galtonian.
Kendra Cherry, mengungkapkan bahwa tes inteligensi yang
pertama disusun oleh Alfred Binet. Selanjutnya dikatakan bahwa pada
awal tahun 1900, Alfred Binet membantu memecahkan kesukaran
belajar di sekolah. Pemerintah meloloskan undang-undang yang
mengharuskan seluruh anak-anak di Prancis bersekolah, oleh karena

35

Pemahaman Individu: Teknik Tes

itu penting untuk menemukan suatu cara untuk mengidentifikasi


anak-anak yang memerlukan pendampingan secara khusus.
Untuk menghadapi tugas di atas, Binet dan mitra kerjanya
Theodore Simon memulai mengembangkan sejumlah pertanyaan
yang difokuskan pada perhatian, ingatan dan keterampilan
pemecahan masalah. Dalam menggunakan pertanyaan-pertanyaan,
Binet menentukan satu yang cocok sebagai prediktor terbaik
keberhasilan sekolah. Binet segera merealisasikannya pada beberapa
anak yang mampu menjawab pertanyaan tingkat lanjut lebih banyak
dari anak-anak yang lebih tua yang secara umum mampu menjawab.
Sementara anak-anak lain yang umurnya sama hanya mampu
menjawab pertanyaan yang anak-anak lebih muda.
Berdasar hasil observasinya, Binet mengusulkan konsep mental
age, atau mengukur inteligensi berdasar rata-rata kemampuan anak
dari usia tertentu. Tes inteligensi yang pertama ini, sekarang dikenal
sebagai skala Binet-Simon, menjadi dasar bagi tes-tes inteligensi yang
masih digunakan sampai sekarang.
Tes inteligensi Stanford-Binet, setelah pengembangan skala
Binet-Simon, tes segera dibawa ke AS. Psikolog Universitas Stanford
Lewis Terman menggunakan tes Binet asli untuk diterapkan pada
sampel yang ambil bagian di Amerika. Adaptasi tes pertama kali
dipublikasikan tahun 1916, disebut skala inteligensi Stanford Binet
dan segera menjadi tes inteligensi standart yang digunakan di
Amerika Serikat. Tes inteligensi Stanford Binet menggunakan angka
tunggal, dikenal dengan IQ, seperti yang ditunjukkan skor individu
pada tes. IQ dihitung dengan membagi usia mental (mental age)
dengan umur kronologis. Stanford Binet sekarang popular sebagai
alat asesmen meskipun mengalami sejumlah revisi.
Perkembangan tes inteligensi setelah perang dunia I. Setelah
perang dunia I, Angkatan Darat Amerika Serikat menghadapi tugas
menumental screening rekrutment Angkatan Darat dalam jumlah
besar. Tahun 1917 sebagai Presiden American Psychology Association
(APA) dan ketua komite pengujian psikologis untuk rekrutmen,
Psikolog Robert Yerkes mengembangkan dua tes yang dikenal The
Army Alpha dan Beta Test. Tes Army Alpha dirancang sebagai The
36

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

Written Test, sedangkan Army Beta dilaksanakan secara lisan untuk


orang yang direkrut tidak dapat membaca.
Perkembangan dalam sejarah tes inteligensi berikutnya adalah
diciptakannya instrumen pengukuran baru oleh psikolog Amerika
David Wechsler. Sebagaimana Binet, Wechsler percaya bahwa
inteligensi melibatkan sejumlah kemampuan mental yang berbeda,
mendeskripsikan inteligensi sebagai kapasitas global seseorang untuk
bertingkah laku bertujuan, berpikir rasional, dan menyesuaikan secara
efektif terhadap lingkungan. Ketidak puasan dengan keterbatasan tes
Stanford-Binet, Wechsler menyusun tes inteligensi baru yang dikenal
dengan Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) tahun 1955. Wechsler
juga mengembangkan dua tes yang berbeda yang khusus digunakan
untuk anak-anak yaitu : The Wechsler Intelligence Scale for Children
(WISC) dan The Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence
(WPPSI).
Pada tahun 1938, Raven menyusun tes Progressive Matrices.
Progressive Matrices disusun didasarkan pada teori Spearman. Tes
Progressive Matrices terdiri dari: (1) Advances Progressive Matrices
(APM), (2) Standard Progressive Matrices (SPM), dan (3) dan Colour
Progressive Matrices (CPM). Advances Progressive Matrices (APM)
terutama diperuntukkan bagi orang dewasa, Standard Progressive
Matrices (SPM) terutama untuk usia anak sekolah dan remaja, dan
Colour Progressive Matrices (CPM) terutama untuk anak-anak.
Colour Progressive Matrices (CPM), dirancang untuk anak-anak
dan orang tua, untuk studi antropologi dan pekerjaan klinik. Colour
Progressive Matrices (CPM), dapat digunakan secara memuaskan bagi
individu yang tidak memahami atau berbicara dalam bahasa Inggris
bagi orang-orang yang menderita gangguan fisik, aphasias, cerebral
palsy, atau seperti orang-orang yang intelektualnya sub-normal atau
yang lebih buruk. Tes Colour Progressive Matrices (CPM) ini terdiri dari
3 set yaitu : A, AB, dan B. Tes Colour Progressive Matrices (CPM) direvisi
pada tahun 1956.

37

Pemahaman Individu: Teknik Tes

E. Jenis Tes Inteligensi


Tes inteligensi di bedakan menjadi 3, yaitu tes inteligensi umum,
tes inteligensi khusus, dan tes inteligensi differensial. Tes inteligensi
umum bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang
taraf kemampuan seseorang. Tes inteligensi khusus bertujuan
untuk menggambarkan taraf kemampuan seseorang secara
spesifik. Tes inteligensi differensial bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang kemampuan seseorang dalam berbagai bidang
yang memungkinkan didapatnya profil kemempuan tersebut.
Tes Inteligensi ini di maksudkan untuk mengetahui inteligensi
(kecerdasan) individu yang di tes.
Tes inteligensi yang digunakan dalam pengukuran inteligensi
yang banyak dikenal antara lain :
1. Binet-Simon
Tes inteligensi ini pertama kali dikembangkan oleh Alfred
Binet. Binet adalah seorang psikologi dari Prancis, yang di anggap
sebagai pelopor tes inteligensi. Tes asli di susun oleh Binet pada
tahun 1905, pada saat dia menerima tugas dari pemerintah
Prancis untuk meneliti sebab-sebab kemunduran peserta didik
dalam pelajaran waktu itu. Dalam penelitian tersebut, Binet di
bantu Theodore Simon mulai menyusun bermacam-macam item
tes untuk anak-anak umur 3-15 tahun. Menurut Binet, inteligensi
anak akan terus bertambah sampai batas umur 15 tahun. Pada di
atas 15 tahun tidak akan bertambah lagi, yang bertambah hanya
pengetahuannya saja.
Tes inteligensi yang dikembangkan Alfred Binet dan
Theodore Simon kemudian terkenal dengan Test Binet-Simon ini
telah mengalami beberapa kali revisi dan penyempurnaan oleh
para ahli psikologi yang hidup sesudah keduanya. Revisi pertama
di lakukan oleh Goddard pada tahun 1911. Tahun 1916, Lewis
Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak
perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah
menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan
sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological

38

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti


ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman
yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan
Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak
digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia
13 tahun. Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes StanfordBinet adalah bahwa tes itu terlalu umum.
2. Tes Wechsler
Tes Binet-Simon dikembangkan berdasar teori inteligensi
umum dan hanya mengungkap inteligensi umum. Wechsler
mengembangkan tes yang mampu mengungkap aspek-aspek
khusus inteligensi yang didasarkan teori bahwa inteligensi terdiri
dari kemampuan umum dan kemampuan-kemampuan khusus.
Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya
terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi
juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut
Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Tes inteligensi Wechsler
dikembangkan menurut teori faktor, terdiri adalah WAIS (Wechsler
Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler
Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak. Skala Wechsler,
dikembangkan tiga puluh empat tahun setelah diterbitkannya
tes inteligensi Binet-Simon, atau dua tahun setelah munculnya
revisi Stanford-Binet, David Wechsler memperkenalkan versi
pertama tes inteligensi yang dirancang khusus untuk digunakan
bagi orang dewasa.
a. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai WechslerBellevue Intelligence Scale (WBIS), disebut juga skala W-B.
Alasan dikembangkannya skala W-B adalah kenyataan
bahwa tes inteligensi yang digunakan untuk orang dewasa
pada waktu itu hanya merupakan perluasan saja dari tes
inteligensi dari anak-anak dengan menambahkan soal yang
sejenis dan lebih sukar. Isi tes yang seperti itu, menurut
Wechsler seringkali tidak menarik minat dan perhatian
orang dewasa. Banyak soal-soal yang ditulis hanya berkaitan
dengan aktivitas dan dunia anak-anak sehingga kurang
39

Pemahaman Individu: Teknik Tes

menarik bagi orang dewasa dan tidak menimbulkan


penghargaan dari mereka.
b. Tahun 1949 Wechsler menerbitkan pula skala inteligensi
untuk digunakan pada anak-anak yang dikembangkan
berdasarkan skala W-B. Skala ini diberi nama Wechsler
Intelligence Scale for Children (WISC). Isinya terdiri dari dua
sub bagian yaitu sub bagian Verbal (V) dan sub bagian
Perfomance (P).
c. Tahun 1974 terdapat revisi pada tes WISC dengan terbitan
WISC-R (huruf R disingkat dari kata revised). Edisi revisi
inilah yang digunakan sampai sekarang. Pemberian skor
pada subtes WISC-R didasarkan atas kebenaran jawaban
dan waktu yang diperlukan oleh subjek dalam memberikan
jawaban yang benar tersebut. Skor tersebut kemudian
diterjemahkan ke dalam bentuk angka standar melalui tabel
norma sehingga akhirnya diperoleh satu angka IQ-deviasi
untuk skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan
skala.
d. Tahun 1955, Wechsler menyusun skala lain untuk mengukur
inteligensi orang dewasa dengan memperluas isi tes WISC.
Skala baru ini dinamakan Wechsler Adult Intelligence Scale
(WAIS). Sebagaimana WBIS, WAIS pun berisi sebelas sub tes
yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah skala
verbal yang berisi enam subtes dan bagian kedua adalah skala
perfomansi yang berisi lima subtes. Untuk standarisasinya,
Wechsler menggunakan populasi nonrandom yang terdiri
atas 1700 orang dewasa. Revisi terhadap WAIS telah dilakukan
dan diterbitkan pada tahun 1981 dengan nama WAIS-R.
3. Progressive Matrices
Progressive Matrics Test disusun dan dikembangkan oleh J.C
Raven pada tahun 1943. Raven menciptakan 3 macam test,
yaitu Colours Progressive Matrices (CPM), The Standard Progressive
Matrices (SPM), Advances Progressive Matrices (APM).

40

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

1. Colours Progressive Matrices


Bentuk tes CPM ada dua macam yaitu berbentuk cetakan
buku dan yang lainnya berbentuk papan dan gambargambarnya tidak berbeda dengan yang di buku cetak. Materi
tes terdiri dari 36 item/gambar. Item ini dikelompokkan
menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A, set Ab dan set
B. item disusun bertingkat dari item yang mudah ke item
yang sukar. Tiap item terdiri dari sebuah gambar besar yang
berlubang dan dibawahnya terdapat 6 gambar penutup.
Tugas testee adalah memilih salah satu diantara gambar ini
yang tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar.
Pada dasarnya kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan
tes memberikan hasil yang sama. (Raven, 1974).
Kedua bentuk tes CPM dicetak berwarna, dimaksudkan
untuk menarik dan memikat perhatian anak-anak kecil
(Raven, 1974). Raven berpendapat bahwa tes CPM
dimaksudkan untuk mengungkap aspek: (a) berpikir logis,
(b) kecakapan pengamatan ruang, (c) kemampuan untuk
mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan
bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisa dan
kemampuan integrasi, (d) Kemapuan berpikir secara analogi.
Tes CPM dapat digunakan untuk mengungkap taraf
kecerdasan bagi anak-anak yang berusia 5 sampai 1 tahun.
Di samping itu juga digunakan untuk orang-orang yang
lanjut usia dan bahkan utnuk anak-anak defective.
2. The Standard Progressive Matrices (SPM)
Tes SPM dapat diberikan secara individual ataupun
kelompok. Skala ini dirancang oleh J.C. Raven dan terbit
pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat
nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam
bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk
gambar-gambar. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai
tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes
inteligensi umum.
SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi
41

Pemahaman Individu: Teknik Tes

menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas


dalam beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia
subjek yang dites, yaitu:
Grade I
: P.P. 95 : Kapasitas intelektual Superior.
Grade II
: P.P. 75 ke atas : Kapasitas intelektual Di atas
rata-rata
Grade III : P.P. 25 ke atas : Kapasitas intelektual Rata-rata.
Grade IV : P.P. 25 ke bawah : Kapasitas intelektual Di
bawah rata- rata.
Grade V
: P.P. 5 ke bawah : Kapasitas intelektual
Terhambat.
3. Advances Progressive Matrices (APM)
Tes APM terdiri dari 2 set dan bentuknya non-verbal. Set
1 disajikan dalam buku tes yang berisikan 12 butir soal. Set
II berisikan 36 butir soal tes. Tes APM dimaksudkan untuk
mengungkap kemampuam efisiensi intelektual. Tes APM
ini sesungguhnya untuk membedakan secara jelas antara
individu-individu yang berkemampuan intelektual lebih dari
normal bahkan yang berkemampuan intelektual superior.
Tujuan di gunakannya tes APM ini Untuk mengatur tingkat
inteligensi, di samping untuk tujuan analisis klinis.

F. Intelligence Question atau IQ


IQ dan inteligensi dalam kehidupan sehari hari seringkali
dasamakan penggunaannya. Kedua istilah tersebut sebenarnya
memiliki makna yang berbeda. Secara umum inteligensi adalah
kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah, kemampuan
untuk menyesuaikan diri dan kemampuan untuk otokritik. IQ
merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kecerdasan seseorang
setelah yang bersangkutan melaksanakan dan atau mengerjakan
test inteligensi. Hasil pengukuran tersebut setelah dibandingkan
dengan suatu kriteria menunjukkan tingkat kecerdasan orang yang
bersangkutan.

42

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

Setelah dilakukan eksperimen dan revisi berulang kali, akhirnya


para ahli psikologi sepakat mengenai adanya satu ukuran dalam
inteligensi yang di namakan Intelligence Question atau IQ. IQ di
peroleh melalui hasil pembagian antara umur mental atau Mental
Age ( MA) dengan umur kalender atau Chronological Age (CA). Satuan
ukuran inteligensi pertama kali dikemukakan oleh William Stern.
Hasil yang diperoleh dari rumus di atas sering memberikan bilangan
pecahan. Kemudian Terman pada tahun 1911 mengalikannya dengan
100 sehingga diperoleh bilangan bulat. Berdasar hal tersebut dapat
dikemukakan bahwa IQ merupakan ratio yang diperoleh dari umur
mental yang ditunjukkan oleh skor tes inteligensi dibagi umur
kalender dari individu.
Rumus untuk menentukan tingkat inteligensi individu digunakan
rumus sebagai berikut :

MA
IQ = ------------- X 100

CA
IQ = satuan tingkat kemampuan individu. MA di peroleh melalui
pemberian sekelompok pertanyaan yang di jawab betul oleh sejumlah
besar individu dengan umur yang sama. Jika seseorang mempunyai
hasil pekerjaan secara betul seperti yang di lakukan oleh sejumlah
anak yang berumur 15 tahun, MA individu tersebut adalah 15.
Kemudian CA di peroleh menurut usia seseorang. Misalnya, seorang
anak berusia 6 tahun. Mula-mula diajukan pertanyaan kepadanya
lima buah pertanyaan yang sesuai dengan umur anak. Jika lima buah
pertanyaan itu dapat di jawab semua, lalu di ajukan pertanyaan di
atasnya sampai sama sekali tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang
terjawab. Masing-masing jawaban yang betul di nilai satu. Jawaban
yang betul di beri tanda (v) dan jawaban yang salah di beri tanda (x).
Dengan demikian di peroleh data sebagai berikut :

43

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Umur CA
6 tahun
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
11 tahun
12 tahun
12 tahun
13 tahun

V
V
V
V
V
V
V
V
X

Jumlah
V
V
X
V
V
V
V
V
V
X
V
X
X
X
X
X
X
X
JUMLAH

Maka MA nya

Jadi IQ

V
V
X
X
X
X
X
X
X

V
V
X
X
X
X
X
X
X

Nilai MA
5
4/5
3/5
3/5
2/5
2/5
1/5
1/5
8 1/5

= 8 1/5 dan CA = 7

8 1/5
= -------- X 100
7
= 115

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka data di


bedakan tingkat inteligensi atau kecerdasan individu sebagaimana
Binet dan Simon membagi tingkatan inteligensi individu menjadi 8
kelompok, sebagai berikut :
Interval
IQ 140 ke atas
120 - 140
110 - 120
90 - 110
70 - 90
50 - 70
30 - 50
IQ di bawah 30

Predikat
Sangat Cerdas
Cerdas
Pandai
Normal
Bodoh
Debil
Embisil
Idiot

44

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada setiap rentangan terdapat


predikat dari tingkat inteligensi individu yang bersangkutan. Untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai beberapa ciri dari
tiap-tiap tingkatan inteligensi tersebut, berikut penjelasannya :
a. Idiot ( IQ 0 30)
Tingkatan ini termasuk kelompok individu terbelakang.
Mereka tidak dapat berbicara dan hanya mampu mengucapkan
beberapa kata saja. Ia juga tidak mampu mengurus diri sendiri,
makan minum, berpakaian, dan lain-lain.
Mereka tidak dapat di beri tugas sekalipun sangat sederhana.
Pada umumnya mereka tidak mampu berjalan dan harus tetap
berbaring selama hidup, badan mereka lemah, tidak tahan
terhadap penyakit dan tidak mengerti terhadap suatu bahaya.
Mereka tidak bisa di didik dan kebanyakan berumur pendek.
b. Embisil ( IQ 30 50)
Tingkatan ini masih dapat belajar bahasa, dapat mengurus
dirinya sendiri, dan dapat di beri tugas ringan, seperti mencuci
piring dan mengepel lantai. Namun, dengan pengawasan dan
tentunya di sertai kesabaran. IQ-nya rata-rata sama dengan anak
normal yang berumur 3 7 tahun, namun mereka tidak bisa di
didik di sekolah bersama dengan anak-anak yang normal.
c. Debil ( IQ 50 70)
Individu yang termasuk kelompok debil ini sampai pada
tingkat tertentu dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
dalam hitung-hitungan yang sederhana. Bahkan, dengan latihanlatihan yang intensif, mereka dapat memperoleh ketrampilanketrampilan sederhana.
Banyak di antara mereka yang di satukan di sekolah
biasa dengan anak-anak normal, terutama di sekolah yang
masyarakatnya kurang atau belum maju. Sementara ada juga
di antara mereka yang mempunyai kecakapan tertentu yang
melebihi kecerdasan mereka, misalnya dalam bidang musik
meskipun mereka tidak bisa membaca atau mempelajari not-not
musik.
45

Pemahaman Individu: Teknik Tes

d. Bodoh atau Dull ( IQ 70 90)


Kelompok bodoh ini kecerdasannya di bawah kelompok
normal dan di atas kelompok terbelakang. Kelompok ini agak
lambat dalam belajar. Meskipun demikian, di antara mereka ada
yang sukar menyelesaikan kelas terakhir di SLTP, juga ada yang
dapat menyelesaikan SLTP namun agak sulit menyelesaikan
pendidikan SLTA.
e. Normal ( IQ 90 110)
Kelompok ini merupakan kelompok yang terbesar
persentasenya di kalangan masyarakat. Mereka mempunyai IQ
yang sedang atau normal. Jadi, mereka mempunyai MA rata-rata
sama dengan CA nya.
f.

Pandai ( IQ 110 120)


Tingkatan ini termasuk kategori high average ( pandai atau
di atas rata-rata). Dengan kata lain, mereka tergolong kelompok
normal yang berada pada tingkatan tertinggi.

g. Cerdas ( IQ 120 -140)


Individu yang termasuk kelompok ini pada umumnya
mampu menyelesaikan pendidikan akademi. Apabila dalam
pendidikan mereka di satukan dengan kelompok normal maka
individu cerdas ini lazimnya menjadi pemimpin kelas (rapid
leaner).
Di antara mereka ada juga yang memiliki perbendaharaan
yang luas dalam lapangan ilmu pengetahuan dan cepat dalam
memahami pengertian yang abstrak. Dalam hal kesehatan dan
daya tahan tubuh, mereka lebih baik di bandingkan dengan
kelompok normal dan pandai.
h. Sangat Cerdas ( IQ 140 ke atas)
Tingkatan ini termasuk kelompok individu yang mempunyai
kecerdasan yang luar biasa (over genius), sehingga walaupun tidak
sekolah mereka akan mampu menemukan dan memecahkan
suatu masalah yang sangat rumit dan sulit. Jumlah mereka di
kalangan masyarakat sangat sedikit, tetapi terdapat pada semua
ras dan jenis kelamin, serta terdapat dalam semua tingkatan
ekonomi.
46

Bab IV
Pengukuran Inteligensi

G. Penggunaan Tes Inteligensi dalam Pendidikan dan


Konseling
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa tes-tes
inteligensi ada yang dirancang untuk mengungkap kemampuan
potensial seseorang dalam hal kemampuan umum dan terdapat
pula tes yang dirancang untuk mengungkap beberapa kemampuan
khusus. Tes-tes tersebut diterapkan pada anak-anak usia sekolah
atau orang dewasa, dan tes dimaksudkan untuk mengukur
kemampuan verbal dan non verbal. Tes inteligensi dapat juga
mengungkap kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan
simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya. Kemampuankemampuan yang diukur dengan tes inteligensi dapat digunakan
untuk mempredik keberhasilan anak belajar di sekolah.
Hasil tes inteligensi dapat pula digunakan keperluan layanan
bimbingan konseling, terutama dalam hal pengembangan diri,
layanan penempatan (seperti pemilihan jurusan) dan studi lanjut.
Dalam hal penempatan, hasil pengukuran inteligensi memberi
gambaran mengenai potensi yang dimiliki anak sehingga anak akan
ditempatkan pada kelas, jurusan, dan atau keleompok yang sesuai
dengan potensinya. Hasil tes inteligensi dapat digunakan untuk
membantu anak dalam pemilihan jurusan atau program studi dan
perguruan tinggi yang sesuai dengan potensi anak.
Pada kehidupan yang didasarkan budaya modern dan maju
secara teknologi, skor pada tes inteligensi dapat digunakan sebagai
alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta
aktivitas-aktivitas lain dalam kehidupan sehari-hari.

H. Keterbatasan Tes Inteligensi


Skor tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seorang
anak di Indonesia. Padahal skor tersebut tidak berdiri sendiri melainkan
saling berhubungan dengan pola asuh, interaksi antara anak dengan
orang tua, pola belajar, dan faktor lingkungan. Inteligensi meurut
para ahli adalah kemampuan mental dalam berpikir logis dengan
melibatkan rasio. Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan

47

Pemahaman Individu: Teknik Tes

secermat pengukuran terhadap aspek fisik atau terhadap materi


konkret. Seperti yang kita pahami, inteligensi tidak dapat diamati
secara langsung, namun inteligensi dapat diketahui dengan skorskor tertentu, dan untuk memperoleh skor ini kemudian diadakan
tes-tes yang berupa sampel perilaku yang merupakan manisfetasi
dari proses mental. Tes Inteligensi adalah alat ukur kecerdasan yang
hasilnya berupa skor. Tetapi skor tersebut hanya merupakan bagian
kecil mengenai tingkat kecerdasan seseorang dan merupakan
gambaran kecerdasan secara keseluruhan.
Skor bukan satu-satunya hal mutlak untuk memutuskan tingkat
kecerdasan seseorang. Howard Gardner, psikolog pendidikan asal
Amerika yang terkenal dengan teori multiple inttelligencenya
menyatakan bahwa kecerdasan intelektual merupakan satu
dari beberapa kecerdasan yang dimiliki seseorang. Kecerdasankecerdasan itu antara lain bahasa, matematis, berpikir logis, musik,
visual, dan gerak. Namun alat ukur kecerdasan ganda tersebut
masih dikembangkan oleh Gardner. Yang patut dicemaskan saat
ini adalah banyak lembaga pendidikan yang mewajibkan calon
siswanya untuk mengikuti tes IQ terlebih dahulu sebagai persyaratan
mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan ada beberapa sekolah yang
mensyaratkan tes IQ minimal 120 skala Weschler. Bahkan ada beberapa
anak yang disarankan untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa karena skor
mereka kurang dari 120 skala Weschler tanpa mempertimbangkan
latar belakang anak terlebih dahulu.
Setidaknya ada tiga faktor yang berhubungan dengan tes IQ:
a. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil tes tersebut dapat dipercaya.
b. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini mampu mengukur apa yang
hendak diukur
c. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma
masyarakat sekitar.
Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan
bijaksana. Tes IQ jangan dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya
dalam menentukan potensi seseorang. Hasil tes inteligensi yang
tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang
oleh faktor-faktor lain yang kondusif, begitu juga sebaliknya.
48

Bab V

PEMAHAMAN KEPRIBADIAN
MELALUI TES KEPRIBADIAN

Salah aspek individu yang diukur melalui pengukuran psikologis


adalah kepribadian.Kepribadian seseorang individu akan menentukan
mudah atau tidaknya seorang individu tersebut diterima di lingkungan
masyarakatnya. Dalam mempelajari kepribadian seseorang tidak bisa
dilepaskan dari lingkungannya atau ketika seseorang berinteraksi
sosial di lingkungannya. Kepribadian seseorang tidak bisa dipelajari
hanya sebagai pribadi terlepas dari interaksinya dengan lingkungan.
Kepribadian seseorang selalu berkembang dan dapat diukur
melalui pengukuran kepribadian. Untuk mengetahui dan mengukur
kepribadian, sebaiknya dipelajari terlebih dahulu pengertian
kepribadian dan pembentukannya.

A. Pengertian Kepribadian
Kepribadian atau personality berasal dari kata latin: pesona. Pada
mulanya kata pesona menunjuk pada topeng yang biasa digunakan
oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan
perannya. Lambat laun, kata pesona berubah menjai satu
istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima
oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu
tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan

49

Pemahaman Individu: Teknik Tes

gambaran sosial yang diterimanya.


Menurut John Locke (Danusastro, 1986) kepribadian merupakan
suatu pikiran dan kecerdesan yang memiliki pertimbangan dan
refleksi serta membentuk diri sebagai self. Pendapat John Locke
tersebut dikemukakan sebelum kajian dan pengembangan psikologi
sebagai ilmu modern. Burgess menjelaskan bahwa kepribadian
adalah integrasi dari seluruh sifat yang menentukan peran dan status
orang tersebut dalaman masyarakat. Pendapat lain dikemukakan
oleh MacCurdy dan pendapat ini mengarah pada pola tingkah laku
seseorang yang khas sifatnya. MacCurdy (Danusastro) mengemukakan
bahwa kepribadian adalah integrasi pola-pola atau minat yang
memberi kecenderungan khas individu untuk berperilaku.
Pengertian kepribadian yang banyak diterima ahli dikemukakan
oleh Allport. Allport mengemukakan pengertian kepribadian setelah
mengkaji lebih dari lima puluh pengertian kepribadian. Menurut
Allport (Lindzey dan Hall, 1978) personality is the dinamic organization
within the individual of tose psychophysical systems that determine his
unique adjustment to his environment. Keperibadian adalah organisasi
dinamis dari sistem psikofisik dalam individu yang menentukan
cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Oleh karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka
sukar sekali dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Yang
dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan
mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat
diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, cita-cita, dan
persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang.

B. Pembentukan Kepribadian
Pada awalnya orang berpendapat bahwa kepribadian ditentukan
faktor keturunan atau bawaan. Jika orang tuanya seorang pemarah,
besar kemungkinan anaknya juga akan menjadi anak pemarah.
Namun, pendapat ini kemudian dipertanyakan oleh banyak pihak.
Pendapat yang kemudian berkembang adalah bahwa kepribadian
merupakan hasil bentukan lingkungan. Faktor-faktor di luar diri
seseorang (seperti pola asuh orang tua, pendidikan guru, perlakukan
50

Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian

masyarakat sekitar, nilai yang ditanamkan, dan sebagainya) diyakini


sangat berperan dalam membentuk kepribadian seseorang.
Boeree mengatakan kepribadian terbentuk oleh tiga faktor, yaitu
keturunan, lingkungan, dan situasi. Interaksi ketiga faktor tadi terjadi
dalam tiga fase transisi yang menentukan bagi setiap orang, yaitu fase
bayi, remaja, dan dewasa. Pandangan yang menyatakan kepribadian
merupakan hasil interaksi beberapa faktor merupakan pandangan
yang banyak disetujui banyak ahli. Ada juga yang menyatakan setuju
pada teori interaksi ketiga faktor tersebut, dengan tetap menganggap
keturunan sebagai faktor yang dominan. Selain itu pengalaman juga
ikut mempengaruhi pembentukan kepribadian.
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk
kepribadian, dapat dibedakan dalam dua golongan :
1. Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap
individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat
hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam
masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita seseorang
mempunyai hak dan kewajiban tertentu.
Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang
bersangkutan tetapi masih tetap terikat pada normanorma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun
demikian, kepribadian seseorang tidak dapat
sepenuhnya
diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan
tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup. Hal ini
disebabkan karena :
a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah
sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa
dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang. Setiap
orang tua atau media massa mempunyai pandangan
dan pendapatnya sendiri sehingga orang-orang yang
menerima pandangan dan pendapat yang berbeda-beda
itu akan berbeda-beda pula pendiriannya.
b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang
khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.

51

Pemahaman Individu: Teknik Tes

2. Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu


sendiri. Pengalaman ini tidak tergantung pada status dan
peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat.
Pengalaman-pengalaman
yang
umum maupun
yang
khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap
individu, sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur
kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalamanpengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin
dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri.
Proses pembentukan identitas diri melalui berbagai
tingkatan. Salah satu tingkat yang harus dilalui adalah identifikasi,
yaitu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain,
misalnya dengan ayah, ibu, kakak, saudara, guru, dan sebagainya. Pada
masa remaja, tahap identifikasi ini dapat menyebabkan kebingungan
dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung
mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh.

C. Pengukuran Kepribadian
Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan
diri (self-report) melalui kuesioner kepribadian atau penelusuran
kepribadian seutuhnya menggunakan inventory kepribadian
yaitu serangkaian instrumen yang menyingkap sejumlah sifat. Ada
beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki kepribadian.
Berikut ini adalah beberapa diantaranya :
1. Observasi Direct
Observasi direct berbeda dengan observasi biasa. Observasi
direct mempunyai sasaran yang khusus, sedangkan observasi
biasa mengamati seluruh tingkah laku subjek. Observasi direct
memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya
indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi
biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu.
Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat
diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat
berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya. Ada tiga tipe metode
52

Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian

dalam observasi direct yaitu:


a. Time Sampling Method
Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek diselidiki
pada periode waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin
sekadar muncul tidaknya respons, atau aspek tertentu.
b. Incident Sampling Method
Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari
berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi. Laporan
observasinya mungkin berupa catatan-catatan dari Ibu
tentang anaknya, khusus pada waktu menangis, pada waktu
mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut
hal-hal yang menjadi perhatian adalah tentang intensitasnya,
lamanya, juga tentang efek-efek berikut setelah respons.
c. Metode Buku Harian Terkontrol
Metode ini dilakukan dengan cara mencatat dalam buku
harian tentang tingkah laku yang khusus hendak diselidiki
oleh yang bersangkutan sendiri. Misalnya mengadakan
observasi sendiri pada waktu sedang marah. Syarat
penggunaan metode ini, antara lain, bahwa peneliti adalah
orang dewasa yang cukup inteligen dan lebih jauh lagi
adalah benar-benar ada pengabdian pada perkembangan
ilmu pengetahuan.
2. Wawancara (Interview)
Menilai kepribadian dengan wawancara (interview),
dilakukan dengan mengadakan tatap muka dan berbicara
dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam psikologi
kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis wawancara,
yakni:
a. Stress interview
Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh
mana seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang
dapat mengganggu emosinya dan juga untuk mengetahui
seberapa lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan
53

Pemahaman Individu: Teknik Tes

emosinya setelah tekanan-tekanan ditiadakan. Interviewer


ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu yang mudah,
kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih sukar.
b. Exhaustive Interview
Exhaustive Interview merupakan cara interview yang
berlangsung sangat lama; diselenggarakn secara terus
menerus. Cara ini biasa digunakan untuk meneliti para
tersangka dibidang kriminal dan sebagai pemeriksaan taraf
ketiga.
3. Tes proyektif
Cara lain untuk mengukur atau menilai kepribadian adalah
dengan menggunakan tes proyektif. Orang yang dinilai akan
memprediksikan dirinya melalui gambar atau hal-hal lain yang
dilakukannya. Tes proyektif pada dasarnya memberi peluang
kepada testee (orang yang dites) untuk memberikan makna atau
arti atas hal yang disajikan; tidak ada pemaknaan yang dianggap
benar atau salah.
Jika kepada subjek diberikan tugas yang menuntut
penggunaan imajinasi, kita dapat menganalisis hasil fantasinya
untuk mengukur cara dia merasa dan berpikir. Jika melakukan
kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan dirinya,
memantulkan (proyeksi) kepribadiannya untuk melakukan tugas
yang kreatif. Jenis yang termasuk tes proyektif adalah:
a. Tes Rorschach
Tes yang dikembangkan oleh seorang dokter psikiatrik
Swiss, Hermann Rorschach, pada tahun 1920-an, terdiri atas
sepuluh kartu yang masing-masing menampilkan bercak
tinta yang agak kompleks. Sebagian bercak itu berwarna;
sebagian lagi hitam putih. Kartu-kartu tersebut diperlihatkan
kepada mereka yang mengalami percobaan dalam urutan
yang sama. Mereka ditugaskan untuk menceritakan hal
apa yang dilihatnya tergambar dalam noda-noda tinta itu.
Meskipun noda-noda itu secara objektif sama bagi semua
peserta, jawaban yang mereka berikan berbeda satu sama
54

Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian

lain. Ini menunjukkan bahwa mereka yang mengalami


percobaan itu memproyeksikan sesuatu dalam noda-noda
itu. Analisis dari sifat jawaban yang diberikan peserta itu
memberikan petunjuk mengenai susunan kepribadiannya.
b. Tes Apersepsi Tematik (Thematic Apperception Test/TAT)
Tes apersepsi tematik atau Thematic Apperception Test
(TAT), dikembangkan di Harvard University oleh Hendry
Murray pada tahun 1930-an. TAT mempergunakan suatu seri
gambar-gambar. Sebagian adalah reproduksi lukisan-lukisan,
sebagian lagi kelihatan sebagai ilustrasi buku atau majalah.
Para peserta diminta mengarang sebuah cerita mengenai
tiap-tiap gambar yang diperlihatkan kepadanya. Mereka
diminta membuat sebuah cerita mengenai latar belakang
dari kejadian yang menghasilkan adegan pada setiap
gambar, mengenai pikiran dan perasaan yang dialami oleh
orang-orang didalam gambar itu, dan bagaimana episode
itu akan berakhir. Dalam menganalisis respon terhadap
kartu TAT, ahli psikologi melihat tema yang berulang yang
bisa mengungkapkan kebutuhan, motif, atau karakteristik
cara seseorang melakukan hubungan antarpribadinya.
4. Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian adalah kuesioner yang mendorong
individu untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam
situasi tertentu. Kuesioner ini mirip wawancara terstruktur dan
ia menanyakan pertanyaan yang sama untuk setiap orang,
dan jawaban biasanya diberikan dalam bentuk yang mudah
dinilai, seringkali dengan bantuan komputer. Menurut Atkinson
dan kawan-kawan, investori kepribadian mungkin dirancang
untuk menilai dimensi tunggal kepribadian (misalnya, tingkat
kecemasan) atau beberapa sifat kepribadian secara keseluruhan.
Investori kepribadian yang terkenal dan banyak digunakan untuk
menilai kepribadian seseorang ialah: (a) Minnesota Multiphasic
Personality Inventory (MMPI), (b) Forced-Choice Inventories, dan (c)
Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament Scale).

55

Pemahaman Individu: Teknik Tes

a. Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)


MMPI terdiri atas kira-kira 550 pernyataan tentang
sikap, reaksi emosional, gejala fisik dan psikologis, serta
pengalaman masa lalu. Subjek menjawab tiap pertanyaan
dengan menjawab benar, salah, atau tidak dapat
mengatakan. Pada prinsipnya, jawaban mendapat nilai
menurut kesesuaiannya dengan jawaban yang diberikan
oleh orang-orang yang memiliki berbagai macam masalah
psikologi. MMPI dikembangkan guna membantu klinis dalam
mendiagnosis gangguan kepribadian. Para perancang tes
tidak menentukan sifat mengukurnya, tetapi memberikan
ratusan pertanyaan tes untuk mengelompokkan individu.
Tiap kelompok diketahui berbeda dari normalnya menurut
kriteria tertentu. Kelompok kriteria terdiri atas individu
yang telah dirawat dengan diagnosis gangguan paranoid.
Kelompok kontrol terdiri atas orang yang belum pernah
didiagnosis menderita masalah psikiatrik, tetapi mirip
dengan kelompok kriteria adalah hal usia, jenis kelamin,
status sosioekonomi, dan variabel penting lain.
b. Forced-Choice Inventories
Forced-Choice Inventories atau Inventori Pilihan-Paksa
termasuk klasifikasi tes yang volunter. Suatu tes dikatakan
volunter bila subjek dapat memilih pilihan yang lebih
disukai, dan tahu bahwa semua pilihan itu benar, tidak ada
yang salah (Muhadjir,1992). Subjek, dalam hal ini, diminta
memilih pilihan yang lebih disukai, lebih sesuai, lebih cocok
dengan minatnya, sikapnya, atau pandangan hidupnya.
c. Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-WTemperament
Scale)
H-W Temperament Scale dikembangkan dari teori
kepribadian Rosanoff (Muhadjir, 1992). Menurut teori ini,
kepribadian memiliki enam komponen, yang lebih banyak
bertolak dari keragaman abnomal, yaitu:
1) Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak konsisten,

56

Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian

2)
3)
4)
5)
6)

berpikirnya lebih mengarah pada khayalan.


Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten,
dengan angan bahwa dirinya penting.
Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat
berkobar.
Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi
dan pesimisme.
Hysteroid, keturunan watak berbatasan dengan tendensi
kriminal.
Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang
bergerak terus.

D. Aspek yang Diukur melalui Tes Kepribadian


Pengukuran kepribadian dapat juga dilakukan melalui observasi,
wawancara ataupun melalui inventori dan atau alat ukur tertentu.
Alat ukur yang biasa digunakan dalam pengukuran kepribadian
seseorang adalah inventori. Alat ini berisikan sejumlah pertanyaan
dan pengisi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai
dengan kondisi dirinya. Setelah diisi, inventori ini kemudian di nilai
dengan cara tertentu sehingga akhirnya didapatkan gambaran
tentang kepribadian pengisi.
Inventori yang digunakan dalam pengukuran kepribadian cukup
banyak, diantaranya MBTI, DISC, MMPI, PPI, Drake P3. Tiap inventori
dibuat berdasarkan teori tertentu dengan interpretasi yang berbedabeda. Umumnya inventori pengukuran kepribadian menggunakan
metode self-report. Pada metode ini, setiap orang memberikan data
yang menurut mereka sesuai dengan keadaan dirinya. Tentu saja
unsur subjektivitas cukup berperan dalam metode ini. Hal itu coba
diminimalkan dengan menguji konsistensi jawaban pengisi atas
pertanyaan yang sama sampai beberapa kali.
Aspek yang diukur oleh tiap inventori berbeda-beda. MBTI
misalnya, mengukur empat dimensi dari kepribadian seseorang.
Dimensi pertama mengukur sumber energi yang membuat seseorang
hidup: extraversion (berasal dari luar dirinya) atau intraversion
(berasal dari dalam dirinya). Orang yang ekstrover mendapatkan
57

Pemahaman Individu: Teknik Tes

energinya bila ia menjadi pusat perhatian, berdiskusi dengan orang


lain, dan sebagainya. Orang introvert akan lebih berenergi bila
banyak kesempatan untuk membuat perenungan, kesendirian, dan
sebagainya.
Dimensi kedua dari MBTI mengukur bagaimana seseorang
memahami sesuatu secara alami. Ada orang-orang yang bisa
memahami sesuatu dengan melihat, mencium, mendengar, dan
menggunakan sensor indrawi. Biasanya mereka melihat secara detail
dan fokus pada hal-hal yang terjadi saat ini. Itu disebut sebagai
tipe sensing. Ada pula orang lain yang memahami sesuatu dengan
melihat pola umum yang terjadi, dan fokus pada kemungkinankemungkinan di masa depan. Itulah tipe intuition. Ilmuwan yang
bekerja di laboratorium kimia biasanya tergolong sensing, sementara
seorang pemain di bursa saham tergolong intuition.
Dimensi ketiga mengukur bagaimana seseorang mengambil
keputusan. Ada yang mengambil keputusan dengan menggunakan
logika (head), tapi ada pula yang menggunakan perasaan dan
rasa kemanusiaan (heart). Pada dimensi ini ada tipe thinking dan
feeling. Orang yang bisa memecat orang dengan kepala dingin,
menggunakan nalar, dan tidak terlalu peduli perasaan orang
tersebut, tergolong thinking. Adapun orang yang jika harus memecat
seseorang dengan masih mempertimbangkan soal kemanusiaan,
kasihan pada keluarganya, dan sebagainya tergolong feeling.
Dimensi keempat mengukur gaya hidup seseorang. Ada orang
yang gaya hidupnya teratur, terencana dan penuh dengan persiapan
(ini disebut dengan tipe judgement), tetapi ada juga yang hidupnya
mengalir, spontan fleksibel dan sangat adaptif (ini tergolong
tipe perceiving). Orang yang bila ingin pergi ke luar kota harus
dengan perencanaan yang matang dan detail termasuk sebagai
judgement. Namun, orang yang pergi ke luar kota dan menganggap
perjalanannya sebagai sebuah petualangan penuh kejutan sangat
mungkin tergolong tipe perceiving.
Kombinasi keempat dimensi itu akan menghasilkan 16 tipe
kepribadian, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan
sendiri-sendiri. Bisa kita lihat di sini bahwa pengukuran kepribadian
58

Bab V
Pemahaman Kepribadian Melalui Tes Kepribadian

merupakan suatu proses yang rumit dan tidak pernah menjamin


memberikan hasil yang 100% akurat. Dan perlu diingat juga bahwa
kita masih berbicara tentang pengukuran kepribadian untuk orang
normal.

E. Kebutuhan Pengukuran Kepribadian


Kebutuhan untuk melakukan tes kepribadian dalam layanan
konseling timbul didasarkan pertimbangan antara lain bahwa
sebelum guru pembimbing dan atau konselor merencanakan model
intervensi dan melakanakan intervensi melalui konseling, maka
guru pembimbing dan atau konselor perlu mengenal, mengerti
dan memahami potensi undividu terutama mengenai aspek
kepribadiannya beserta dinamika-dinamika psikologis individu.
Pemahaman aspek-aspek kepribadian beserta dinamika
psikologis individu sangat membantu guru pembimbing dan atau
konselor bukan hanya untuk merancang model intervensi untuk
membantu individu tetapi juga sangat berguna dalam proses
konseling agar tujuan konseling dapat tercapai.
Tes kepribadian perlu dilakukan karena adanya prinsip
keindividualan individu, berdasar prinsip tersebut dapat dipahami
bahwa setiap individu memiliki karakteristik yang unik dan setiap
individu memiliki perbedaan individual. Layanan konseling selalu
mendasarkan keunikan pribadi individu dan perbedaan-perbedaan
individual.

F. Kelemahan Tes Kepribadian


Tujuan tes, termasuk tes kepribadian adalah untuk mendapatkan
informasi mengenai hal yang diukur, agar dapat dijadikan landasan
pengambilan keputusan tertentu. Supaya informasi yang diperoleh
itu relevan dan akurat, alat yang digunakan untuk mendapatkan
informasi itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: valid dan
reliabel. Di samping kedua syarat utama itu, alat pengukur tersebut
harus pula: obyektif, dibakukan, komprehensif, mudah digunakan,
dan murah (Suryabrata, 1970).

59

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Tes kepribadian umumnya menggunakan inventory dan tes-tes


proyektif dalam pelaksanaannya. Baik inventory kepribadian dan tes
proyektif memiliki beberapa kelamahan. Kelemahan pertama karena
adanya faktor social desirability. Testee atau orang yang mengerjakan
tes sering menjawab soal-soal tes bukan sesuai dengan keadaan
dirinya sendiri melainkan sesuai harapan dan tuntutan masyarakat.
Jawaban tersebut sering dianggap sebagai pemalsuan respon dan
hasil tes mengalami bias.
Penskoran, penilaian dan interpretasi dapat bersifat subyektif.
Faktor subjektif tester dan atau interpreter dapat mempengaruhi hasil
tes dan interpretasinya, akibatnya putusan yang dibuat tester bias
dan tidak akurat. Faktor subjektifitas tester bisa dikuarngai bahkan
diatasi dengan menerapkan intepreter atau tester lebih dari satu dan
jumlahnya gasal.
Norma tes merupakan bentuk kelemahan lain dari inventory dan
tes proyektif. Norma yang tidak mantap dapat menjadi penyebab
kelemahan inventory da tes proyektif. Kelemahan berikutnya datang
dari validitas dan reliabilitas. Tes-tes proyektif memiliki problem
dalam hal validitas dan reaibiltasnya. Untuk mengurangi dan atau
mengatasi kelemahan tersebut, tester dapat menggunakan lebih
dari satu batteray tes. Kegunaan menggunakan banyak batteray tes
adalah bahwa kelemahan dari satu jenis batteray tes akan ditutup
oleh kelebihan batteray tes lainnya.

60

Bab VI

PEMAHAMAN KEPRIBADIAN
MELALUI TES PROYEKTIF

Pengukuran kepribadian dimaksudkan untuk mengukur sifatsifat dasar atau kecenderungan kepribadian seseorang. Dengan
mengetahui sifat atau kecenderungan kepribadian seseorang,
pengenalan terhadap diri seseorang individu menjadi lebih akurat.
Dalam layanan bimbingan konseling pemahaman kepribadian
beserta dinamika psikologis individu menjadi sangat penting,
karena konselor dapat memberikan layanan yang sesuai sifat dan
kecenderungan kebutuhan psikologis peserta didik sehingga guru
dapat merancang proses belajar mengajar dengan baik dan proses
pendidikan menjadi lebih lancar.
Pengukuran kepribadian dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai jenis tes ataupun inventori, baik yang tergolong tes proyektif
dan non proyektif. Pada bab ini akan dikaji pemahaman kepribadian
melalui tes proyektif. Kajian diawali dengan mengkaji sejarah tes
proyektif.

A. Sejarah Tes Projeksi


Tes dikembangkan berdasar prinsip proyeksi yang dikemukakan
oleh Sigmund Freud dengan teori psikoanalisisnya. Menurut Freud
(Hall dan Lindzey 1978) proyeksi merupakan penempatan dunia

61

Pemahaman Individu: Teknik Tes

batin seseorang kepada dunia batin orang lain, sehingga yang


tampak adalah sifat kepribadian yang ada pada diri orang lain.
Proyeksi merupakan proses pelampiasan keluar dorongan-dorongan,
perasaan-perasaan dan sentimen-sentimen yang ada pada diri
individu ke orang lain atau dunia luar sebagai proses pertahanan diri
yang tidak disadari oleh individu yang bersangkutan.
Konsep proyeksi Freud banyak digunakan diberbagai bidang,
terutama dibidang psikologi klinis. Dalam bidang psikologi klinis,
analisis perilaku proyeksi biasanya mengarah pada hal - hal yang
bersifat klinis atau abnormal. Berdasar hal tersebut dikembangkan
tes-tes proyektif untuk mengungkap kepribadian. Herman Rorschach
(1921) dengan tes Rorschach dan Murray (1935) dengan tes TAT
(Thematic Apperception Test) untuk mengungkap aspek-aspek
kepribadian seorang individu.
Perkembangan psikologi yang didasarkan prinsip-prinsip
proyektif dapat dipandang sebagai kritik terhadap teori atau aliran
lama yang kebanyakan bersifat structuralism, behaviorism, yang
kebanyakan memandang individu bukan suatu keseluruhan tetapi
sebagai suatu kumpulan dari berbagai aspek.
Aspek psikologis manusia yang tidak disadari sukar diungkap
dalam kondisi wajar (sukar diungkap melalui self report dan
inventory lainnya). Pengukuran dan pengungkapan kepribadian
diperlukan instrumen khusus yang dapat mengungkap aspek-aspek
ketidaksadaran manusia. Teknik proyektif memungkinkan subjek mau
merespon, walaupun teknik proyektif mempunyai arti interpretatif.
Teknik ini pendekatannya menyeluruh (global approach).
Kepribadian testee tidak mudah diukur atau diungkap secara
langsung kepada testee, seperti pada personality inventories,
disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut ini:
1. Setiap orang belum tentu mampu atau dapat mengkomunikasi
kan dengan jelas ide-ide dan sikap-sikap yang ada dalam
kesadaran dan bahkan ketidaksadarannya.
2. Pada umumnya orang lebih mudah menghindari mengatakan
hal-hal tersebut walaupun tidak dengan maksud menyembunyi
kannya atau menipu.
62

Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif

3. Banyak hal yang tidak disadari oleh seseorang, yang tentu


saja ia tidak mampu untuk mengemukakannya.

B. Pengertian Tes Proyektif


Tes proyeksi adalah pengungkapan aspek psikologis manusia
dengan menggunakan alat proyeksi. Tes ini berdasar pada ekster
nalisasi aspek-aspek psikis terutama aspek-aspek ketidaksadaran
ke dalam suatu stimulus atau rangsang yang kurang atau tidak
berstruktur yang sifatnya ambigious agar dapat memancing berbagai
alternatif jawaban tanpa dibatasi oleh apapun.
Tes proyeksi memberikan stimuli yang maknanya tidak jelas;
yaitu beberapa hal yang mendorong konseli dan atau individu testee
untuk memproyeksikan kebutuhannya sendiri ke dalam situasi tes,
dimana hal ini berbeda dengan tes objektif yang memuat beberapa
pertanyaan berstruktur. Diharapkan dengan menggunakan tes
proyektif, individu secara tidak sadar akan mengungkap dan
menggambarkan struktur dan dinamika kepribadiannya.
Tes proyeksi kemungkinan tidak mempunyai jawaban benar atau
salah, orang yang diuji harus memberikan arti terhadap stimulus sesuai
dengan kebutuhan dalamnya, kemampuan dan pertahanannya.
Interpretasi jawaban testee bersifat kualitatif dan dapat
dipengaruhi oleh subjektivitas interpreter. Oleh karena tes proyektif
menuntut kesimpulan yang luas atau kualitatif, kecenderungan
untuk subjektif ini dapat diatasi dengan pengetahuan, pengalaman
yang besar terhadap tes. Validitas dan reliabilitas tes rendah, karena
dalam memberikan kesimpulan sangat luas.
Tes proyeksi mendasarkan pada proses proyeksi. Meskipun
proses proyeksi merupakan prerequisit untuk teknik proyeksi, tidak
berarti cukup untuk mendefinisikan metode ini. Secara luas proyeksi
seseorang mencerminkan semua saat orang tersebut menerima dan
merespon lingkungan secara individual sesuai kebutuhan pribadi,
motivasi, dan kecenderungan khasnya (Raby, 1981). Ada dua aspek
dasar dari teknik proyektif. Pertama, situasi khusus atau rangsang
yang berlawanan dengan subjek; dan kedua, respon-respon subjek
berkenaan dengan rangsang atau situasi mempunyai arti bagi dirinya
63

Pemahaman Individu: Teknik Tes

sendiri. Menurut Frank dalam Raby, 1981) ciri utama teknik proyektif
adalah hal yang ditunjukan subjek dalam berbagai variasi, yang
diekspresikan dari dunia privasi dan proses kepribadian.
Dunia privasi ditunjukkan dari kreasi individu itu sendiri sehing-
ga hasil pengalaman khususnya dipengaruhi faktor geogerafis,
budaya, dan lingkungan sosial melalui perkembangan kepribadian
nya. Kepribadian merupakan kunci dari teknik proyeksi, hal ini dilihat
sebagai suatu proses dinamik, aktivitas penyesuaian dari inidividu
yang digunakan untuk mencipta, memelihara dan mempertahankan
diri pribadi. Awalnya definisi teknik proyektif menekankan pada
respon-respon dan interpretasi, bukan pada stimulus atau situasi.
Usaha terbaru termasuk sifat kesadaran dan karakteristik stimulus,
adalah ciri-ciri objektif yang menimbulkan respon umum, seperti
sifat-sifat yang tidak distrukturkan yang memberikan keunikan dan
tanggung jawab pribadi.

C. Ciri Ciri Tes Proyektif


Ciri ciri dari tes proyeksi antara lain :
1. Stimulusnya tidak terstruktur sehingga memungkinkan subjek
mempunyai alternatif pilihan jawaban yang banyak. Sebagai
contoh: coretan yang ada dalam setiap kotak atau petak pada
tes Wartegg, testee atau orang yang di tes dapat meneruskan
coretan tersebut menjadi gambar sesuai dengan keinginan dan
keadaannya sendiri. Respon setiap testee dapat berbeda dengan
testee lainnya, hal ini sangat dipengaruhi oleh persepsi, perasaan,
dan pengalaman testee.
2. Stimulusnya ambigu atau kabur sehingga memungkinkan subjek
merespon stimulus tersebut sesuai interpretasinya masingmasing. Misal: pada salah satu kotak atau petak pada tes Wartegg
hanya ada stimulus berupa satu titik. Satu titik tersebut punya
banyak interpretasi sehingga testee dapat menggambar apapun
dari titik tersebut, sehingga setiap orang akan menggambar
sesuai dengan interpretasi masing-masing.
3. Stimulusnya kurang mempunyai objektifitas sehingga
memunculkan individu diferensis dari masing-masing subjek.

64

Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif

4.
5.

6.

7.

Stimulus dalam tes proyektif akan di respon inidividu yang dites


sesuai dengan dunia subjektifnya sendiri.
Global Approach yaitu pendekatan menyeluruh yang menuntut
kesimpulan yang luas.
Testee oriented atau berorientasi pada testee. Tes proyektif
beroritentasi pada dunia subyektif testee. Pada saat testee
merespon stimulus yang disajikan tester maka respon yang
diberikan testee bersumber pada dunia subyektifnya sendiri.
Tes proyeksi membantu mengungkapkan keadaan bawah
sadar manusia. Menurut Freud (Lindzey dan hall, 1978) struktur
kepribadian manusia terdiri dari id, ego, dan super ego. Id
merupakan kompleks nafsu dan penggerak semua perilaku. Tes
proyektif akan mengungkapkan bawah sadar yang ada pada id
setiap testee.
Administrasi tes proyeksi biasanya tidak ada aturan baku,
tergantung dengan kebutuhan klien dengan catatan tidak
mempengaruhi hasil tes.

D. Fungsi Tes Proyektif


Tes proyeksi berfungsi untuk mengungkap keadaan psikologi
bawah sadar manusia yang selama ini di - repres kealam bawah sadar.
Melalui tes proyeksi ini diharapkan dinamika psikologis itu dapat
dikeluarkan melalui alat bantu tes-tes proyeksi.
Pada tes Rorschach, testee dihadapkan pada satu kartu gambar
yang berisi gambar yang tidak berstruktur atau struktur yang tidak
jelas. Testee diminta menginterpretasi gambar tersebut dan testee
akan merespon sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Melalui tes ini,
testee akan merespon sesuai dengan persepsi bawah sadarnya.
Tes Wartegg, merupakan tes menggambar yang terdiri dari
delapan petak atau kotak yang didalamya terdapat coretan dan testee
diminta menggambar dalam semua petak. Coretan yang ada dalam
setiap petak harus menjadi bagian gambar yang dibuatnya. Testee
akan mengambar sesuai dengan keadaan dirinya dan gambar yang
dibuat merupakan cerminan kepribadiannya, terutama yang ada di
alam bawah sadarnya.
65

Pemahaman Individu: Teknik Tes

E. Klasifikasi Tes Proyektif


Lindzey (dalam Raby, 1981) setelah memperhatikan klasifikasi
teknik proyektif yang muncul sebelumnya, termasuk pendapat
Frank mengajukan klasifikasi lain. Lindzey mengajukan kriteria yang
sangat meyakinkan sebagai dasar klasifikasi teknik proyektif. Ada lima
klasifikasi yang muncul dari analisis pendapat yang dikemukakan
Frank. Klasifikasi Teknik Proyektif yang dumaksud antara lain sebagai
berikut :
1. Associative Techniques, pada tes ini subjek diminta menjawab
stimulus dengan perkataan, image, atau ide-ide yang pertama
kali muncul. Contoh: Rorschach Inkblots, Word Association.
2. Construction Procedures, pada jenis tes ini tugas subjek
mengkonstruk atau membuat suatu produk (cerita). Contoh: TAT
(Thematic Apperceptin Test) dan MAPS (Make a picture story).
3. Completion Tasks, tes ini merupakan tes melengkapi kalimat
atau cerita. Contoh: SSCT (Shack Sentens Completion Test) dan
Rosenzweig Picture-Frustation Study.
4. Choice or Ordring Devices, yaitu tes mengatur kembali gambar,
mencatat referensi atau semacamnya. Contoh: Szondi Test,
Tomkins-Horn Picture Arrangement Test.
5. Expressive Methods, merupakan tes menggambar, cara atau
metode dalam menyelesaikan sesuatu dan dievaluasi. Contoh :
BAUM, HTP, DAP

F. Jenis Tes Proyektif


Teknik proyektif yang banyak dikenal dan digunakan secara luas
oleh ahli psikologi antara lain :
1. Thematic Apperception Test (TAT)
TAT adalah yang dikenal sebagai teknik interpretasi gambar
karena menggunakan rangkaian standar provokatif berupa
gambar yang ambigu dan subjek yang harus menceritakan
sebuah cerita dari gambar yang tertera. Subjek diminta untuk
mengatakan sebagai sebuah cerita yang dramatis.

66

Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif

2. Drawing A Man (DAM)


DAM merupakan bentuk tes menggambar orang dan selanjutnya
gambar tersebut diinterpretasi. Hasil interpretasi memberi
gambaran sifat kepribadian dan potensi kepribadian orang yang
menggambar.
3. Drawing A Tree (DAT)
DAT merupakan salah bentuk tes grafis dengan cara testee diminta
menggambar pohon dan selanjutnya gambar dinterpretasi.
Berdasar interpretasi tersebut diketahui kepribadian orang yang
menggambar.
4. House Tree and Person (HTP)
Tes ini tes menggambar rumah, pohon dan manusia. Testee
diminta menggambar rumah, pohon dan manusia (orang) pada
kerta HVS yang disediakan oleh tester.
5. Childrens Apperception Test (CAT)
CAT (Childrens Apperception Test) merupakan tes yang
digunakan untuk anak anak. CAT menampilkan sepuluh gambar
binatang dalam konteks sosial manusia seperti memainkan game
atau tidur di tempat tidur. Pada saat ini, versi ini dikenal sebagai
CAT atau CAT-A (gambar binatang).
6. Michigan Picture Story Test (MPST)
Tes ini hampir sama dengan kedua tes di atas dan terdiri dari
material yang menggambarkan anak-anak dalam hubungannya
dengan orang tua, polisi, dan figur otoriter lainnya, juga temanteman. Tes ini sangat bermanfaat dalam melihat struktur dari
sikap anak-anak terhadap orang dewasa dan teman-teman
sekaligus mengevaluasi masalah yang mungkin timbul.
7. Make-A-Picture Story (MAPS)
Tes ini juga hampir sama dengan MPST dalam interpretasi dan
tujuan yang dimiliki. Perbedaannya, individu boleh memilih
karakter yang ada untuk membuat sebuah cerita berdasarkan
situasi yang ada.

67

Pemahaman Individu: Teknik Tes

8. Figure Drawing
Mungkin sebagian dari kita pernah melakukan tes ini. Dalam tes
ini, kemampuan menggambar bukanlah faktor utama. Salah satu
bentuk tesnya adalah Draw-A-Person (DAP), dimana individu
diminta untuk menggambar seorang lelaki dan perempuan
menggunakan pensil dan kertas.
9. Incomplete Sentence Test
Dalam metode proyektif ini, terdiri dari sejumlah kalimat tidak
lengkap yang disajikan untuk dilengkapi. Biasanya bukan
merupakan tes standar dan tidak diperlakukan secara kuantitatif.
Penting sebagai bahan pertimbangan dalam situasi klinis yang
memiliki asumsi bahwa respon individu terhadap stimulus
yang ambigu merupakan proyeksi dari hal-hal yang ada dalam
ketidaksadaran. Respon yang diberikan subjek dapat memberikan
gambaran area konflik, termasuk juga kelebihan dan kekurangan
dari kepribadian subjek.
10. Competency Screening Test
Diberikan kepada individu yang menjadi terdakwa untuk
mempelajari interscorer kehandalan dan validitas prediktif
tentang status mental atau inteligensi individu terkait dengan
kasus individu yang sedang terjadi. Tes juga secara signifikan
membedakan antara individu yang dikategorikan oleh
praktisi sebagai tidak berkompetensi secara mental dan yang
dikategorikan sebagai kompeten dalam sidang kasus yang
dijalani.
11. Rorschach Test
The Rorschach test juga dikenal sebagai tes inkblot Rorschach
atau sekadar tes Inkblot adalah sebuah tes psikologi di mana
subjek mempersepsi sebuah bentuk gambar tinta yang dicatat
dan kemudian dianalisis dengan menggunakan interpretasi
psikologis. Beberapa psikolog menggunakan tes ini untuk
memeriksa kepribadian seseorang baik karakteristik maupun
fungsi emosional. Tes Rorschach telah digunakan untuk
mendeteksi gangguan pikiran yang mendasari individu,
68

Bab VI
Memahami Kepribadian Melalui Tes Proyektif

terutama dalam kasus-kasus di mana pasien tidak mau untuk


menggambarkan proses berpikir mereka secara terbuka. Tes ini
mengambil nama dari penciptanya yaitu psikolog dari Swiss,
Hermann Rorschach.

G. Kelebihan dan Kekurangan Tes Proyektif


Tes proyektif sebagai alat ukur memiliki kelebihan atau
keunggulan, tetapi juga memiliki kekurangan atau kelemahan.
1. Kelebihan Tes Proyektif
Tes proyektif sebagai alat ukur mampu mengungkap sifat
kepribadian dan dinamika psikologis testee, terutama berkait
dengan keadaan bawah sadar testee. Melalui mekanisme proyeksi
sifat dan dinamika kepribadian testee bisa diungkapkan.
Kelebihan lain dari tes proyeksi, dapat menurunkan
ketegangan testee. Melalui aktivitas menggambar testee dapat
mengungkapkan segala yang direpres dan mengganggunya,
sehingga testee dapat mengekspresikan segala tekanan yang
ada dalam dirinya.
Tes proyeksi memiliki kelebihan dalam hal penyelenggaraannya karena sangat ekonomis terutama tes-tes kelompok. Di
samping penyelenggaraan tes secara kelompok lebih ekonomis,
tes-tes tertentu tidak memerlukan instrumen yang mahal, seperti
tes DAM, DAT, HTP, dan Tes Wartegg.
2. Kekurangan Tes Proyektif
Kelemahan tes proyektif adalah dari sisi validitas dan
reliabilitasnya. Umumnya tes proyeksi memiliki vaiditas dan
reliabiltas yang rendah, bahkan tes sukar dikaleberasi.
Tester harus memiliki keahlian dan keterampilan yang khusus
untuk dapat menggunakan tes ini, terutama dalam kaitannya
dengan ketepatan melakukan diagnosa dan interpretasi. Tester
harus mampu mengendalikan faktor subyektivitas dalam
interpretasi hasil tes.

69

70

Bab VII

PEMAHAMAN INDIVIDU
MELALUI TES EPPS
Tes kepribadian telah di gunakan secara luas, baik dalam bidang
pendidikan, militer, perbankkan, industry dan bidang-bidang lainnya.
Tes kepribadian dapat dipandang sebagai instrumen untuk mengukur
ciri-ciri emosi, motivasi, sifat pribadi, dinamika kepribadian dan sikap
yang dibedakan dari kemampuan. Tes kepribadian digunakan sebagai
instrumen baik digunakan secara individual maupun kelompok, dan
kebanyakan diterapkan dalam lingkungan klinis dan konseling. Tes
kepribadian dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penafsiran
individu atau sebagai instrumen riset.
Salah satu tes kepribadian yang secara luas banyak digunakan
adalah EPPS (Edwards Personal Preference Schedule). EPPS
merupakan skala kepribadian (terkenal sebagai tes kepribadian)
yang dikembangkan berdasar teori Murray untuk mengukur
tingkat kecenderungan individu dalam 15 kebutuhan dan motivasi
umum. EPPS adalah skala atau juga dikenal sebagai tes yang tidak
menggunakan gambar, namun menggunakan sejumlah pernyataan
yang akan direspon sesuai keadaan testee (orang yang di tes). Menurut
Edward (1959) jika testee menjawab ya pada suatu butir pernyataan
berarti subjek yakin itu adalah karakteristik dirinya sendiri.
Dalam tes EPPS tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban
testee adalah benar karena semua jawaban merupakan perwujudan

71

Pemahaman Individu: Teknik Tes

kecenderungan kebutuhan psikologis testee. Dalam dunia kerja tes


EPPS ini dipergunakan untuk mengetahui karakter masing-masing
karyawan ataupun calon karyawan sehingga perusahaan dapat
menempatkannya pada bidang yang tepat sehingga kelebihan dan
kemampuannya dapat dioptimalkan.
Pemanfaatan tes EPPS dalam dunia pendidikan, memberikan
informasi tentang individu siswa mengenai motivasi berprestasi,
ketekunan, dorongan berteman, daya tahan kerja (belajar) dan
sebagainya. Informasi tersebut sangat bermanfaat terutama bagi
konselor sekolah dan atau guru pembimbing untuk memberikan
layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan keadaan
individu.

A. Sekilas tentang Tes EPPS


Tes EPPS telah diterbitkan untuk jangka waktu yang panjang
melalui The Corporation Psikologis, sekarang dikenal sebagai Penilaian
Harcourt . Pada tahun 2002 hak penerbitan di seluruh dunia telah
dikembalikan ke Harcourt Allen L. Edwards Trust. Internasional. EPPS
ada yang diterjemahan dalam bahasa Belanda, yang telah diterbitkan
di Belanda. Ada juga terjemahan ke dalam bahasa Jepang, diterbitkan
pada 1970 oleh Nihon Bunka Kagakusha, Tokyo.
Tes EPPS tergolong
Inventori Kepribadian, dimana kita
dihadapkan pada deretan pernyataan dalam satu buku tes EPPS dan
diminta untuk memilih suatu pernyataan yang disukai.

B. Aspek-aspek dalam Tes EPPS


Penyusunan dan atau pengembangan tes EPPS didasarkan 15
aspek kecenderungan kebutuhan psikologis. Aspek kecenderungan
tersebut didasarkan 20 need yang dikemukan Murray. Aspek aspek
kecenderungan kebutuhan psikologis yang di ukur adalah sebagai
berikut:
1. N - Achievement (n-ach) : Dorongan untuk berprestasi, bertindak
menghasilkan yang terbaik, tertarik dengan tugas menantang,
menghasilkan karya besar dan memecahkan teka-teki yang

72

Bab VII
Memahami Individu Melalui Tes EPPS

sukar serta rumit.


2. N - Deference (n-def) : Merupakan kecenderungan seseorang
yang mudah terpengaruh oleh orang lain, suka penilaian orangorang besar tentang dirinya dan banyak tergantung dari orang
lain.
3. N - Order (n-ord) : Kecenderungan memiliki keteraturan yang
tinggi, terorganisir, rapi termasuk dalam perencanaan dan
aktivitasnya. Menyiapkan segala sesuatu dengan baik sebelum
bepergian dan makan dan minum teratur waktunya.
4. N - Exhibition (n-exh) : Kecenderungan tinggi untuk pamer,
menampilkan apa yang dimiliki ke lingkungan sekitar meskipun
sebenarnya orang sudah tau tanpa menampilkannya.
5. N - Autonomy (n-aut) : Dorongan untuk mandiri, Kemudahan
pribadi untuk bertindak sesuai keinginan, dan tidak tergantung
dari orang lain.
6. N - Affiliation (n-aff) : Loyalitas tinggi terhadap teman dan atau
situasi sosial, mudah berpartisipasi dan beraktivitas sosial.
7. N - Intraception (n-int) : Mudah untuk berintrospeksi, menilai
dan mengevaluasi diri dan perasaan orang lain.
8. N - Succorance (n-suc) : Kecenderungan mengharapkan
bantuan orang lain ketika menghadapi masalah, mencari
dukungan orang lain untuk meyakinkan tindakannya dengan
meraih afeksi dan keramahan dari orang lain.
9. N - Dominance (n-dom) : Kecenderungan tinggi seseorang
untuk menguasai orang lain, ingin mengendalikan dan
mengarahkan kelompok, termasuk memimpin untuk bertindak
sesuai keinginannya.
10. N - Abasement (n-aba) : Kecenderungan pribadi mudah
merasa bersalah, menyesali diri, layak untuk dihukum akibat
tindakannya. Pribadinya mengarah pada inferioritas.
11. N - Nurturance (n-nur) : Pribadi terbuka, mudah membantu
orang lain, santun dan mudah bersimpati.
12. N - Change (n-chg) : Ketertarikan tinggi pada situasi baru,
berubah-ubah termasuk dalam tindakannya, bekerja berupaya
dengan cara baru.
73

Pemahaman Individu: Teknik Tes

13. N - Endurance (n-end) : Daya tahan tinggi terhadap


pekerjaan, menyelesaikan apa yang telah dimulai sampai selesai
tanpa mau disela. tidak mudah jenuh dengan situasi yang
dihadapi.
14. N - Heterosexuality (n-het): Ketertarikan tinggi untuk bergaul
dengan lawan jenis, berupaya mendapatkan afeksi dan perhatian
terhadap lawan jenis, serta dapat bekerja sama dalam satu tim
pekerjaan yang anggotanya berlawanan jenis kelamin.
15. N - Aggression (n-agg) : Dorongan agresi tinggi, mudah
terpicu dengan konflik dan senang dengan konfrontasi apabila
terjadi perbedaan pendapat.

C. Nilai Positif dan Negatif Aspek - aspek dalam EPPS.


1. N-Achievement:
Nilai positif : Kemauan dan kesanggupan untuk berprestasi
Nilai negatif : Ambisius yang merugikan
2. N-Deference:
Nilai positif : Kemauan untuk menyesuaikan diri
Nilai negatif : Kecenderungan suggestible, kurang kritis
3. N-Order:
Nilai positif : Kebutuhan untuk keteraturan
Nilai negatif : Mengurangi kreativitas dan takut menyimpang
4. N-Exhibition:
Nilai positif : Mampu menunjukkan diri, PD, optimis, extraversi
Nilai negatif : Mengurangi kontrol diri dan disiplin diri,
memamerkan diri
5. N-Autonomi:
Nilai positif : Keinginan untuk mandiri, tidak tergantung
Nilai negatif : Kurang mampu adaptasi, fanatik
6. N-Afiliation:
Nilai positif : Kebutuhan terhadap perhatian orang lain yg
harmonis, pengertian dan toleransi

74

Bab VII
Memahami Individu Melalui Tes EPPS

Nilai negatif : Kurang tegas


7. N-Intraception:
Nilai positif : Mampu menganalisa perasaan diri dan orang lain
Nilai negatif : Kurang dapat mengambil jarak
8. N-Succorance:
Nilai positif : Kebutuhan untuk menerima bantuan dari orang
lain
Nilai negatif : Pasif, manja
9. N-Dominace:
Nilai positif : Keinginan memimpin, mempengaruhi, membim
bing, mengarahkan.
Nilai negatif : Otoriter
10. N-Abasement:
Nilai positif : Merendahkan diri untuk menyesuaikan diri,
kompromi, toleransi
Nilai negatif : Labilitas emosi, merasa bersalah
11. N-Nurturance:
Nilai positif : Kehangatan perasaan
Nilai negatif : Kurang rasional
12. N-Change:
Nilai positif : Fleksibel, melakukan perubahan
Nilai negatif : Tidak tetap pada pendirian
13. N-Endurance:
Nilai positif : Keuletan, kegigihan dalam menyelesaikan
pekerjaan
Nilai negatif : Rigid, asal tahan tidak didasari pertimbangan lain
14. N-Heterosexual:
Nilai positif : Kehidupan sex sehari-hari dalam batas normal
Nilai negatif : Overacting dalam kehidupan sex atau justru tidak
sama sekali

75

Pemahaman Individu: Teknik Tes

15. N-Aggression:
Nilai positif : Progresif, mampu mengontrol agresi, berani
Nilai negatif : Nekad, perbuatan destruktif dalam segala bentuk

D. Cara Menyajikan Test EPPS


Penyajian tes EPPS dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok. Langkah-langkah pelaksanaan tes adalah sebagai berikut:
1. Berikan lembar jawaban pada subjek, kemudian minta subjek
untuk mengisi identitas (nama, umur, jenis kelamin, dan tanggal
tes)
2. Bagikan buku soal pada subjek
3. Tester memberikan petunjuk kepada Subjek bagaimana cara
mengerjakan tes dengan cara membaca petunjuk pada buku tes
dan testee menyimak pada buku yang telah dibagikan.
4. Tester menanyakan kembali apakah subjek ada pertanyaan
sebelum mengerjakan tes.
5. Testee diminta untuk tidak memberikan coretan apapun pada
buku tes dan diminta memastikan menjawab seluruh nomor.
6. Sebelum tes berakhir ada baiknya penguji meminta subjek untuk
mengecek kembali apakah ada soal yang terlewati.
7. Pastikan Tester menyajikan tes sesuai waktu yang ditentukan,
untuk Indonesia lebih kurang 60 menit.
Contoh soal EPPS :
1. Soal pertama :
a. Saya suka menolong teman - teman saya, bila mereka berada
dalam kesulitan
b. Saya ingin melakukan pekerjaan apa saja sebaik mungkin.
2. Soal kedua:
a. Saya suka memuji orang yang saya kagumi
b. Saya ingin merasa bebas untuk melakukan apa saja yang
saya kehendak.
3. Soal ketiga:
a. Saya merasa bahwa dalam banyak hal saya kalah
dibandingkan orang lain
76

Bab VII
Memahami Individu Melalui Tes EPPS

b. Saya suka mengelakkan tanggung jawab dan kewajibankewajiban


Testee diminta untuk memilih salah satu kecenderungan yang
menurutnya paling sesuai dengan keadaan dirinya dengan cara
melingkari nomor pernyataan yang menjadi pilihannya.

E. TIPS Mengerjakan Tes EPPS


Sebelum mengerjakan tes, individu diharapkan istirahat
yang cukup agar memiliki energi yang cukup dan perhatian pada
pernyataan-pernyataan dalam tes EPPS memadai. Hal tersebut
juga untuk menghindari kejenuhan yang disebabkan karena faktor
kelelahan. Dalam mengerjakan tes EPPS yang terdiri dari 225 pasang
pernyataan memerlukan perhatian dan daya tahan yang prima agar
tidak asal menjawab, karena menjawab yang asal-asalan berpengaruh
pada hasil tes dan dapat merugikan diri sendiri.
Saat tester membacakan petunjuk harus diperhatikan secara
cermat dan menjawab tes harus sesuai dengan petunjuk cara
mengerjakan. Salah memahami petunjuk dan menjawab tidak sesuai
petunjuk merugikan diri testee sendiri.
Dalam menjawab soal tes, testee diharapkan menjawab sesuai
dengan keadaan dirinya sendiri dan disarankan tidak melakukan
kebohongan. Tidak ada gunanya testee (orang yang mengerjakan
tes) berbohong karena tes EPPS ini telah disusun sedemikian rupa
oleh penyusunnya, korelasi yang tinggi antara keadaan keluar
dengan keadaan dalamnya dan menyajikan dua pernyataan yang
mengungkapkan trait yang berbeda dalam setiap nomor.
Bersikap rileks saat mengerjakan tes agar testee mampu
mengerjakan dengan baik. Tegang dan sikap terburu-buru
menyebabkan hasil tes dapat mengalami bias.

F. Kekurangan Tes EPPS


EPPS sebagai alat ukur kepribadian memiliki kelebihan antara lain
dapat mengungkap 15 kecenderungan kebutuhan atau kepribadian,
penyusunan cukup sukar dan teliti karena saat uji coba melibatkan
77

Pemahaman Individu: Teknik Tes

tokoh-tokoh pentong di Amerika, dapat disajikan secara kelompok.


Namun, EPPS juga memiliki beberapa kekurangan atau kelemahan
diantaranya adalah : Cara pengskoringnya butuh waktu, ketelitian
serta kejelian.
Dalam mengerjakan dan atau menjawab tes kemungkinan
orang dapat mengalami kebosanan mengingat jumlah item soal
atau pasangan pernyataan dalam tes sangat banyak. Ada beberapa
pertanyaan yang kadang tidak dapat menggambarkan apa yang
dirasakan testee sebenarnya.

78

Bab VIII

MEMAHAMI BAKAT INDIVIDU


Sering dijumpai pada suatu lingkungan sekolah atau dalam
kehidupan terdapat beberapa anak yang mempunyai kemampuan
yang berbeda-beda. Ada anak yang sangat terampil memainkan alat
musik seperti gitar, biola dan drum, namun beberapa anak memiliki
keahlian dan ketrampilan berolah raga, ada juga yang pandai melukis,
terdapat anak yang memiliki prestasi matematika tinggi tetapi tidak
mampu menunjukkan performasi yang baik dalam hal musik atau
olah raga, hal tersebut merupakan sebagian fenomena perbedaan
antara individu satu dengan individu lain. Kemampuan tersebut
lebih bersifat khusus atau bisa dikatakan anak-anak seperti mereka
mempunyai bakat atau talenta dalam bidang tertentu.
Bakat tidaklah sama dengan kecerdasan, karena pada dasarnya
kecerdasan atau inteligensi merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk memecahkan masalah dan menyesuaikan diri
dilingkungannya, sehingga ia dapat hidup dengan baik dilingkungan
tertentu yang menuntut penyesuaian tertentu pula. Untuk mengukur
kecerdasan ini biasanya diukur dengan tes kecerdasan. Bakat
merupakan kemampuan potensial seseorang yang memungkinkan
ia berhasil dalam satu atau lebih bidang keahlian dan atau pekerjaan.
Bakat dapat juga diukur, pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan alat ukur bakat atau tes bakat.
Hasil pengukuran bakat merupakan sesuatu yang berharga untuk
pemahaman potensi bakat seseorang. Pengenalan dan pemahaman
bakat individu secara dini oleh para pendidik, konselor dan orang
79

Pemahaman Individu: Teknik Tes

tua dapat bermanfaat untuk dapat memberikan arahan yang tepat,


sehingga bakat yang dimiliki dapat berkembang secara maksimal.
Munandir (2001) menyatakan bahwa usaha menemukan, mengenal
dan memahami bakat siswa merupakan perkara yang penting.
Setelah pendidik menemukan bakat dan kemampuan-kemampuan
siswa yang lain dan hal itu perlu dilakukan sedini mungkin, kemudian
dikenali dan dipahami dan akhirnya dikembangkan dan disalurkan
sehingga sisiwa dapat berkembang seoptimal mungkin.

A. Pengertian Bakat
Bakat atau aptitude adalah kemampuan bawaan yang
memungkinkan seseorang berhasil dalam satu atau lebih bidang
keahlian. Menurut Bingham (Saparinah Sadli, 1991) bakat adalah
: A condition or set of characteristis regarded as symptomatic of an
individuals ability to acquire with training some knowledge (usually
spcified), skill or set of responses, such as the ability to speak a language,
to produce music, ect. Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang
yang dengan suatu latihan khusus memungkinkannya mencapai
suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus, seperti
kemampuan berbahasa, kemampuan bermain musik, dan lain-lain.
Seseorang bisa saja memiliki satu jenis bakat, tetapi seseorang
yang lain memiliki lebih dari satu jenis bakat yang menonjol, atau
mungkin seseorang memiliki banyak bakat tetapi tidak ada yang
menonjol. Sebagai contoh siswa A hanya memiliki satu bakat khusus
seperti memainkan satu alat musik tertentu atau hanya memiliki
satu bakat olah raga saja, sedang siswa B disamping ahli memainkan
alat musik juga memiliki bakat olah raga seperti sepakbola atau
bulutangkis dan bahkan si B mempunyai bakat mekanik atau
matematik yang tinggi pula, Selanjutnya siswa C dapat memainkan
alat musik tetapi tidak handal, dapat bermain sepakbola tetapi
tidak menjadi pemain bintang, dan prestasi akademik semua mata
pelajaran biasa-biasa saja.
Bakat merupakan potensi bawaan yang masih perlu
dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan dan
keterampilan khusus yang handal, misalnya kemampuan berbahasa,
80

Bab VIII Memahami Bakat Individu

bermain musik, melukis, bermain sepakbola dan lain-lain. Seseorang


yang berbakat musik misalnya, dengan latihan yang sama dengan
orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai
keterampilan tersebut. Untuk bisa mewujudkan bakat harus
ditunjang dengan minat, latihan, pengetahuan, pengalaman agar
bakat tersebut dapat teraktualisasi dengan baik.
Setiap orang mempunyai bakat-bakat tertentu, masing-masing
dalam bidang dan derajat yang berbeda-beda. Guru, orang tua dan
guru pembimbing perlu mengenal bakat anak-anaknya (secara
dini) sehingga dapat memberikan pendidikan dan latihan serta
menyediakan pengalaman sesuai dengan kebutuhan masing- masing
anak.

B. Jenis-Jenis Tes Bakat


Tes bakat yang sudah dikenal dan digunakan untuk mengukur
bakat seseorang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Differential Aptitude Test ( DAT )
Tes DAT dimaksudkan untuk mengukur bakat individu. DAT
diharapkan dapat mengungkap aspek bakat yaitu : (a Verbal
reasoning), (b) Numerical ability, (c) Abstract reasoning, (d) Space
relation, (e) Mechanical reasoning, (f ) Clerical speed and acurary,
(g) Language usage: Spelling and Grammer, dan (h) Scholastic
Aptitude (The Psychology Corporation, Your Aptitudes as Measured
by Defferential Aptitude Test sebagaimana dikutip Sukardi, 1984).
Subtes DAT secara berturut-turut adalah sebagai berikut:
1.1. Verbal Reasoning (penalaran Verbal)
Subtes penalaran dimaksudkan untuk mengungkap
kemampuan seseorang seseorang dalam memahami ide-ide
yang diekspresikan secara verbal dan kemampuan berpikir
dan atau menalar dengan kata-kata. Penalaran verbal
merupakan kemampuan penting dalam semua bentuk
kegiatan akademis dan non akademis, terutama bagi siswa
sekolah menengah. Penalaran verbal dapat menjadi suatu
prediktor yang baik terhadap penentuan keberhasilan
81

Pemahaman Individu: Teknik Tes

seseorang dalam melakukan kegiatan akademik di sekolah.


1.2. Numerical Ability (Kemampuan Angka)
Subtes kemampuan angka dimaksudkan untuk
mengungkap kemampuan memahami ide-ide yang
diekspresikan dalam angka-angka dan kemampuan
berpikir serta mengadakan penalaran dengan angkaangka. Kemampuan angka berperan terhadap keberhasilan
seseorang dalam bidang yang berkait dengan angka, seperti
matematika, fisika, dan kimia.
Skor yang tinggi pada subtes kemampuan angka dapat
menjadi prediktor keberhasilan belajar di sekolah. Hasil tes
juga dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan
keberhasilan pada bidang yang berkenaan dengan angka
dan logika matematika, karena kemampuan angka menjadi
dasar bagi kemampuan penalaran.
1.3. Abstract Reasoning (Penalaran Abstrak)
Subtes penalaran abstrak dapat mengungkap
kemampuan seseorang dalam memahami ide-ide yang
tidak dinyatakan dengan kata-kata dan atau angka-angka.
Dengan menggunakan berbagai bentuk diagram, tes
penalaran abstrak mengukur bagaimana seseorang dapat
mengadakan penalaran dengan mudah serta jelas apabila
masalah-masalah yang diajukan berupa ukuran-ukuran atau
potongan potongan serta posisi, jumlah, bentuk-bentuk non
verbal dan non angka lainnya.
1.4. Space Relation (Hubungan Keruangan).
Subtes space relation dapat mengungkap kemampuan
seseorang dalam membayangkan dan membentuk gambargambar dari objek-objek hanya melihat rencana di atas
kertas rata, serta bagaimana seseorang dapat berpikir dalam
tiga dimensi.
Seseorang yang memiliki skor tinggi dalam tes space
ralation akan melihat rencana-rencana suatu rumah atau
jembatan sebagai rumah atau jembatan yang sudah
82

Bab VIII Memahami Bakat Individu

selesai, tetapi bagi orang yang memiliki kemampuan space


relation rendah, rencana-rencana rumah dari arsitektur atau
dari rencana mesin seorang insinyur dan rencana lainnya
mungkin tidak tampak apa-apa baginya kecuali sebagai
suatu gambar datar.
Individu dan atau Siswa yang memiliki skor tinggi pada
subtes ini memiliki kecenderungan yang baik untuk bekerja
pada lapangan pekerjaan seperti: arsitektur, konstruksi
bangunan, perancang mode, dan sebagainya.
1.5. Mechanical Reasoning (Penalaran Mekanis)
Melalui subtes ini dapat diungkap bagaimana
kemampuan seseorang menangkap prinsip-prinsip umum
fisika pada saat seseorang melihat kejadian sehari-hari,
serta pemahaman sesorang terhadap hukum-hukum yang
mendasari alat-alat, mesin-mesin dan gerakan-gerakan yang
sedehana.
Siswa yang memiliki skor tinggi pada subtes ini memiliki
kecenderungan yang baik untuk menemukan bagaimana
bekerjanya sesuatu, misal: mempelajari bagaimana
mengoperasikan, mengkonstruksikan, atau memperbaiki
perlengkapan yang rumit.
1.6. Clerical Speed and Acuracy (Ketepatan dan Keteitian
Klerikal)
Subtes ini dimaksudkan untuk mengukur kecepatan
dan ketelitian seseorang dalam membandingkan dan
memperhatikan daftar tertulis seperti nama-nama atau
angka-angka. Subtes ini menuntut kecepatan kerja.
Walaupun subtes Clerical Speed and Acuracy dapat
mempredik kemampuan yang bermanfaat dalam berbagai
pekerjaan, tetapi sebenarnya tidak diperlukan pada hampir
semua bidang studi di sekolah menengah. Tugas-tugas
yang dibebankan kepada para siswa di sekolah lebih
mengutamakan pekerjaan yang benar dibandingkan
dengan mengerjakan pekerjaan secara cepat.

83

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Kecepatan dan ketelitian klerikal diperlukan pada


pekerjaan yang berhubungan dengan antara lain: pemegang
dokumen, pesanan, pengkodean, pengkalsifikasian,
pengoreksian cetakan, serta pemeliharaan alat.
1.7. Language Usage: Spelling and Grammer (Penggunaan
Bahasa: Mengeja dan Tata Bahasa)
Subtes language usage terdiri dari dua tes prestasi belajar
yang singkat untuk mengukur kemampuan-kemampuan
penting yang perlu dipertimbangkan oleh seseorang
bersama dengan tes bakat lainnya dalam DAT. Tes mengeja
dapat mengukur kemampuan seseorang untuk mengeja
kata-kata umum dalam bahasa Indonesia (Inggris). Tes tata
bahasa dapat mengukur kemampuan seseorang untuk
dapat memahami kesalahan-kesalahan tata bahasa, tanda
baca, dan penggunaan kata-kata dalam kalimat-kalimat yang
mudah. Hasil tes ini dapat dipergunakan untuk mempredik
keberhasilan seseorang dalam kemampuan bahasa, skor
tinggi dapat menggambarkan kemampuan yang baik dalam
hal bahasa.
1.8. Scholastic Aptitude (Bakat skolastik)
Bakat skolastik merupakan kombinasi dari penalaran
verbal dan kemampuan angka. Sub tes ini dimaksudkan
untuk mengungkap kemampuan skolastik seseorang
dan merupakan suatu estimasi yang baik tentang bakat
skolastik yaitu suatu kemampuan menyelesaikan bidang
studi-bidang studi atau program studi persiapan memasuki
perguruan tinggi dan keberhasilan studi di perguruan tinggi.
Seseorang yang memperoleh skor pada persentil 75 atau
lebih dapat diprediksi bahwa yang bersangkutan memiliki
kecenderungan untuk berhasil studi di perguruan tinggi.
DAT dapat diberikan kepada responden hanya satu seri atau
hanya sebagian saja, sesuai dengan tujuan dan aspek apa yang
akan diukur. DAT dapat digunakan untuk pendidikan atau untuk
pemilihan pekerjaan. Pada saat ini baru 5 tes yang digunakan
84

Bab VIII Memahami Bakat Individu

setelah melalui proses menerjemahkan petunjuk/instruksinya ke


dalam bahasa Indonesia, yaitu :
1.1. Numerical Ability - Tes Berhitung (A5)
1.2. Abstract Reasoning - Tes Penalaran (A3)
1.3. Space Relation Tes Pola (C5)
1.4. Mechanical Reasoning Tes Pengertian Mekanik (C4)
1.5. Clerical Speed and Accuracy Tes Cepat Teliti (D4)
1.1. Tes Berhitung
Tet berhitung berasal dari tes Numerical Ability Form
A. Bentuk ini antara lain berupa buku cetakan, berukuran
setengah folio. Pada halaman pertama tertulis petunjuk
mengerjakannya. Jumlah soal = 40 butir, lembar jawaban
terpisah.
Aspek yang diukur melalui tes berhitung adalah
kemampuan berfikir dengan angka, penguasaan hubungan
numerik, misalnya penjumlahan yang sederhana. Sehingga
tes ini disebut arithmetic compulation bukan arithmetic
reasoning.
Tes berhitung dapat dilakukan secara individual maupun
klasikal. Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan tes ini
adalah 30 menit. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5
10 menit.Tes ini digunakan untuk melakukan prediksi dalam
bidang pendidikan dan pekerjaan.
1.2. Tes Penalaran
Tes penalaran memiliki nama asli : Abstract Reasoning
dan di Indonesia dikenal dengan Tes Penalaran (A3). Bentuk
test berupa buku cetakan. Pada halaman pertama tertulis
petunjuk mengerjakannya. Soal berjumlah = 50 butir dan
lembar jawaban terpisah.
Aspek yang diukur adalah kemampuan penalaran
individu yang bersifat non verbal, yaitu meliputi
kemampuan individu untuk dapat memahami adanya
hubungan yang logis dari figur figur abstrak atau prinsip
prinsip non verbal designs. Abstrak Reasoning bersama

85

Pemahaman Individu: Teknik Tes

sama dengan Verbal Reasoning dan Numerical mengukur


General Intelligence.
Pelaksanaan tes dapat dilakukan secara individual
maupun klasikal. Waktu untuk mengerjakan tes ini adalah 25
menit. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 10 menit.
Tes ini dapat digunakan dilingkungan sekolah, perusahaan,
dan kegiatan sosial lainnya. Tes ini relevan untuk pelajaran
atau pekerjaan dan atau profesi yang memerlukan persepsi
hubungan antar benda benda.
1.3. Tes Pola
Tes pola berasal dari Space Realtion dan di Indonesia
dikenal dengan nama Tes Pola (B3). Tes berbentuk buku
cetakan, berukuran setengah folio. Pada halaman pertama
tertulis petunjuk mengerjakannya. Jumlah soal = 40 butir,
lembar jawaban terpisah. Disamping itu ada juga edisi
tahun 1991. Butir soal berjumlah 60 dengan nama Tes Ruang
Bidang (C5).
Aspek yang diukur melalui tes Pola atau Space Relations
adalah kemampuan mengenal barang barang kongkrit
melalui proses penglihatan khususnya mengenl barang
secara tiga dimensi. Butir butir soal dibuat agar testee
dapat mengkonstruksikan barang dengan pola yang tersedia
secara tepat. Jadi subjek/testee harus dapat memanipulasi
secara mental, mempunyai kreasi terhadap sesuatu Struktur
barang tertentu dengan perencanaan yang baik.
Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual
maupun klasikal. Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan
tes pola edisi tahun 1952 ini adalah 30 menit. Sedangkan
waktu untuk instruksi sekitar 5 10 menit.
Secara khusus tes pola dapat untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan seseorang mengenal ruang tiga
dimensi, baik untuk bidang studi maupun untuk pekerjaan.
Kemampuan ini diperlukan sekali dalam bidang bidang
perencanan desain pakaian, arsitektur, seni, dekorasi, atau
bidang bidang lain yang membutuhkan pengamatan tiga
86

Bab VIII Memahami Bakat Individu

dimensi. Prediksi paling baik untuk engineering, mechanical


design, dan plane geometri.
1.4. Tes Pengertian Mekanik
Nama asli tes ini adalah Mechanical Reasoning dan di
Indonesia dikenal dengan nama Tes Pengertian Mekanik
(C4). Tes berbentuk buku cetakan. Pada halaman depan
tertulis petunjuk mengerjakannya. Soal berjumlah 68 butir
dan lembar jawaban terpisah. Tes Pengertian Mekanik ini
merupakan bentuk baru dari Mechanical Comprehensive.
Aspek yang diukur adalah daya penalaran di bidang kerja
mekanis dan prinsip fisika, yang merupakan salah satu faktor
inteligensi dalam arti luas.
Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual
maupun klasikal. Waktu yang ditentukan untuk mengerjakan
tes pola edisi tahun 1952 ini adalah 30 menit. Sedangkan
waktu untuk instruksi sekitar 5 10 menit.
Tes ini mengukur kemampuan khusus dalam bidang
kemampuan mekanik. Dengan mengetahui kemampuan
ini maka dapat ditentukan jurusan studi maupun untuk
memilih pekerjaan. Bidang pekerjaan yang membutuhkan
kemampuan ini antara lain ialah : Tukang kayu, ahli mesin,
pemeliharaan mesin, perakit (assembler).
1.5. Tes Cepat dan Teliti
Tes cepat dan teliti berasal dari test Clerical Speed and
Accuracy dan Tes ini kemudian dikenal dengan nama: Cepat
dan Teliti (D4). Bentuk tes berupa buku cetakan dalam ukuran
kuarto. Terdiri dari satu halaman petunjuk pada halaman
pertama. Dua halaman soal bagian I dan 2 halaman soal
bagian II. Masing masing bagian terdiri dari 100 butir soal.
Lembar jawaban terpisah dari buku soal.
Tes ini dimaksudkan untuk mengukur respon subjek
terhadap tugas tugas atau pekerjaan yang menyangkut
kecepatan persepsi (dari stimulus yang bersifat sederhana),
kecepatan respon terhadap kombinasi huruf dan angka,

87

Pemahaman Individu: Teknik Tes

ingatan yang sifatnya tidak lama (momentary relation).


Penyajian tes ini dapat dilakukan secara individual
maupun klasikal, sedangkan waktu untuk mengerjakan tes
ini ialah 5 menit untuk bagian I dan 3 menit untuk bagian
II. Sedangkan waktu untuk instruksi sekitar 5 10 menit.
Karena tes ini merupakan tes kecepatan maka sebelum testee
mengerjakan tes, tester harus yakin bahwa testee telah tahu
apa yang harus dikerjakan.
Tes ini dapat digunakan untuk keperluan konseling
sekolah (siswa yang mendapatkan skor rendah dalam tes ini
kemungkinan mengalami kesulitan dalam kecepatan dan
presisi misalnya) atau untuk seleksi para pelamar pekerjan
tertentu. Karena tes ini dapat meramalkan produktivitas
seseorang dalam mengerjakan pekerjaan pekerjaan rutin
yang melibatkan masalah persepsi dan pemberian tanda
tanda maka yang terutama tes ini dibutuhkan untuk
pekerjan pekerjaan clerical. Misalnya Filing, Coding, Stock
Room Work.
2. General Aptitude Test Battrey ( GATB )
Tes ini diciptakan oleh Charles E. Odell, yang digunakan pada
konseling pekerjaan di States Employment Service Office.
Aptitude yang diungkap GATB adalah :
a. Aptitude G : Inteligensi
Merupakan tes kemampuan belajar secara umum,
yaitukemampuan untuk menangkap dan mengerti prinsipprinsip, menalar dan membuat keputusan.
b. Aptitude V : Verbal Aptitude
Merupakan tes untuk mengerti arti beberapa kata dan
mempergunakannya secara efektif, serta untuk mengerti
bahasa secara komprehensif, mengerti hubungan antar kata
dan mengerti arti keseluruhan paragraph dan kalimat.
c. Aptitude N : Nuemerical Aptitide
Merupakan kemampuan untuk mengoperasikan angka-

88

Bab VIII Memahami Bakat Individu

angka secara cepat dan tepat.


d. Aptitude S : Spatial
Merupakan kemampuan berpikir secara visual pada bentuk
geometris dan untuk menangkap objek 3 dimensi, serta
mengingat hubungan dari gerakan objek dalam satu ruang.
e. Aptitude P : Form perception
Merupakan kemampuan untuk melihat bagian-bagian dari
suatu gambar, benda, dan grafik. Membuat perbandingan
dan pembedaan secara visual dan melihat perbedaan yang
nyata pada bentuk atau bayangan.
f.

Aptitude Q : Clerical perception


Merupakan kemampuan untuk mengungkap obyek-obyek
angka dan huruf, serta kemampuan persepsi terhadap
komputasi secara sepintas.

g. Aptitude K : Motor coordinate


Merupakan kemampuan untuk mengkoordinasikan gerakangerakan organ mata, jari-jari secara terampil dan teliti pada
gerakan yang cepat dan tepat.
h. Aptitude F : Finger dexterity
kemampuan gerakan jari jemari: memanipulasi obyek-obyek
kecil dengan jari jemari secara cepat dan teliti.
i.

Aptitude M : Manual dexterity


Merupakan kemampuan untuk menggerakkan tangan
dengan mudah dan terampil. Kemampuan untuk bekerja
dengan tangan dalam menempatkan dan memindahkan
sesuatu.
Jenis Jenis dari tes GATB, yaitu sebagai berikut :

3. Flanagan Aptitude Clasification ( FACT )


Tes ini disusun oleh J.C. Flanagan, seorang profesor psikologi
pada universitas Pittsburgh dan direktur American Institute for
Reaseach. Tes ini dibuat sebagai usaha untuk mendapatkan suatu
system klasifikasi baku dalam penetuan bakat dan kemampuan
89

Pemahaman Individu: Teknik Tes

dasar seseorang pada tugas-tugas tertentu.


Tes disusun sebagai usaha untuk mendapatkan suatu
system klasifikasi baku dalam penetuan bakat dan kemampuan
dasar seseorang pada tugas-tugas tertentu. Test terdiri 14 sub
test, yaitu: (1)Inspection,(2) Coding,(3) Memory,(4) Precisison,
(5) Assembly, (6) Scales, (7) Coordination, (8) Judgemen
and Comprehension, (9) Arithmatic, (10) Patterns, (11)
Components, (12) Tables, (13) Mechanics,(14) Expression.
Test FACT di Indonesia dikenal antara lain:
1). Tes Inspection (Inspeksi)
Tes ini mengukur kemampuan untuk secara cepat dan
akurat melihat kekurangan kekurangan atau titik titik
robek pada gambar gambar objek atau serangkaian artikel.
Jadi tes inpeksi ini untuk mengetes ketajaman persepsi
detail, sehingga tesnya dapat disebut juga tes persepsi
detail. Kemampuan ini dibutuhkan dalam memeriksa hasil
hasil pabrik yang hampir selesai atau sudah selesai.
2). Tes kode dan ingatan
Tes berasal dari Coding, merupakan sub tes kedua dari
FACT, Memory, merupakan sub tes ketiga dari FACT. Bentuk
yang tersedia adalah kertas dengan bahan tercetak. Tersedia
lembar jawaban. Aspek yang diukur: (1) Kode (atau Sandi) :
Kecepatan dan kecermatan menyandi informasi kantor dan
Ingatan yaitu keberhasilan mempelajari dan mengingat
sandi sandi dalam FACT 2 yaitu kemampuan menghafalkan
bahan bahan tercetak.
Tes dapat disajikan secara individual maupun klasikal.
Waktu penyajian untuk tes Sandi : Petunjuk - 20 menit.
Pengerjaan 10 menit. Waktu Total 30 menit. Waktur untuk
test Ingatan : Petunjuk 1 menit. Pengerjaan 4 menit.
Waktu Total 5 menit.
FACT, dalam konseling pekerjaan sebagai alat bantu
guna memprediksi keberhasilan kerja berdasarkan
kemampuan khusus (aptitude) dan sebagai petunjuk dalam

90

Bab VIII Memahami Bakat Individu

perencanaan program pelajaran sekolah yang cocok. Tes ini


dapat digunakan dalam seleksi dan penempatan karyawan.
3). Tes Precision (Presisi, Ketepatan)
Tes ini mengukur kecepatan dan keakuratan dalam
gerakan gerakan jari secara melingkar dengan satu
tangan dan dengan kedua tangan, kemampuan ini sangat
dibutuhkan dalam kecepatan bekerja dengan objek objek
kecil.
4). Tes merakit objek
Tes merakit objek berasal dari Assembly, sub tes ke 5
dari FACT dan di Indonesia kemudian dikenal dengan Tes
Merakit Objek, dengan kode C1. Tes yang tersedia berbentuk
buku cetakan yang mengandung 20 soal termasuk contoh
mengerjakan. Tersedia lembar jawaban untuk mengerjakan.
Test Merakit Objek mengukur kemampuan untuk mengenal,
mengetahui dan membayangkan bentuk suatu objek yang
disusun dari bagian bagian tertentu yang terpisah.
Tes merakit objek dapat disajikan secara individual
maupun secara klasikal. Dalam hal testing secara klasikal
maka harus diusahakan setiap orang tester menangani
maksimal 25 testee. Waktu yang tersedia secara keseluruhan
sekitar 18 menit. Perincian : untuk memberi petunjuk
: 6 menit, untuk mengerjakan bagian I : 6 menit, untuk
mengerjakan bagian II : 6 menit.
Bersama dengan sub tes yang lain dari FACT , Tes Merakit
Objek ini berguna untuk memprediksi mengenai bakat dan
kemampuan seseorang untuk meramalkan keberhasilan
kerja pada berbagai bidang tugas.
5). Tes skala dan grafik
Nama Asli test ini adalah Scale, merupkan sub test dari
FACT. Tes Skala dan Grafik disebut juga dengan kode : C8.
Test berbentuk buku cetakan, edisi pertama tahun 1973 dan
cetakan kedua tahun 1982. Tersedia lembar jawaban untuk
mengerjakan.
91

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Tes Skala dan Grafik ini mengukur kecepatan dan


ketepatan dalam membaca skala, grafik dan peta. Contoh
yang diambil untuk menyusun tes ini berupa bentuk
bentuk yang biasa terdapat pada bidang permesinan dan
bidang teknik pada umumnya.
Menurut Flanagan, Tes Skala dan Grafik ini diperlukan
untuk dapat melihat Critical Fact Elements bagi :
1. Biological Scientist
2. Mathematician
3. Chemist
4. Nurse
5. Clerk
6. Physician
7. Draftsman
8. Physicist
9. Engineer
10. Pilot Airplane
Tes ini biasa disajikan baik secara individual maupun
secara klasikal. Untuk dapat menjaga ketertiban
penyelenggaraan tes secara klasikal, dibutuhkan seorang
pembantu pengawas untuk setiap 25 testee. Pembantu
pengawas bertugas membagikan dan mengumpulkan
kembali tes dan jawabannya dan menjaga agar jangan
sampai testee mulai lebih dahulu dari yang lain, atau bila ada
tes yang lain baik yang sudah atau yang belum diinstruksikan.
Waktu yang dibutuhkan untuk penyajian tes Skala
dan Grafik yang terdiri dari tiga bagian ini, sebagai berikut:
Kadang kadang petunjuk sukar untuk dapat dipastikan
batas waktunya karena kemungkinan timbulnya pertanyaan
dari testee untuk meminta penjelasan. Sedang batas waktu
pengerjaan soal latihan dan pengerjaan soal tes memang
harus sesuai dengan apa yang sudah ditentukan.
Penggunaan tes ini ditujukan untuk dapat menentukan
atau mengukur bakat atau kemampuan membaca skala,
grafik dan peta. Pada umumnya tes Skala dan Grafik
digunakan sebagai salah satu komponen dari suatu batere
tes untuk mendeteksi bakat seseorang.
Skor seseorang untuk tes Skala dan Grafik diperoleh
dengan cara mengurangi jawaban betul dengan jawaban
salah. Skor maksimal adalah 120. Skor yang diperoleh
92

Bab VIII Memahami Bakat Individu

kemudian dikonversikan ke dalam nilai stanine. Dari skor


skor stanine untuk masing masing komponen tes suatu
batere akan diperoleh suatu jawaban skor stanine itu ke dalam
skor stanine okuposional. Nilai inilah yang diinterpretasikan
apakah seseorang berbakat dalam bidang keahlian tertentu
atau tidak. Jadi sebetulnya nilai atau skor tes Skala dan Grafik
ini baru bisa digunakan apabila dikombinasikan dengan
tes lain yang akan merupakan suatu batere tes yang cocok
untuk melihat bakat dalam bidang keahlian tertentu seperti
yang dikemukakan oleh Flanagan. Inipun memerlukan suatu
norma untuk dapat menentukan apakah suatu skor final
termasuk sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang, atau sangat
kurang bagi suatu keahlian bagain tertentu.
6). Coordination (Koordinasi)
Tes ini mengukur kemampuan untuk menkoordinasikan
gerakan gerakan lengan dan tangan (hand and arm
coordination).
7). Test pemahaman
Nama Asli : Judgment and Comprehension, merupakan
sub tes ke 8 dari FACT Scale, merupkan sub tes dari tes
batere FACT. Test ini kemudian dikenal dengan nama Tes
Pemahaman, dengan kode lain A1.
Buku test cetakan I tahun 1973 terdiri dari soal 40 soal
yang harus dikerjakan subjek. Pada buku ini soal nomor 1
dan nomor 2 telah ditunjukkan kunci jawabannya. Lembar
jawaban yang telah tercetak kunci nomor 1 dan 2. Cetakan II
tahun 1982 Sebuah buku di dalamnya tercetak 40 soal yang
harus diselesaikan. Pada cetakan yang baru ini soal nomor
1 dan 2 tidak ditunjukkan kunci jawabannyat. Tes yang
tersedia berbentuk buku cetakan, edisi pertama tahun 1973
dan cetakan kedua tahun 1982. Tersedia lembar jawaban
untuk mengerjakan.
Tes ini mengukur kemampuan membaca dan memahami
untuk melihat alasan yang logis serta mengambil keputusan

93

Pemahaman Individu: Teknik Tes

dengan menangkap makna dari suatu situasi yang praktis.


Tes ini dapat disajikan secara individual maupun kelompok.
Waktu penyajian secara keseluruhan 40 menit. Perincian
: waktu untuk pemberian petunjuk 5 menit, waktu untuk
mengerjakan soal 35 menit. Bersama dengan sub tes yang
lain maka alat ini berguna untuk memprediksi keberhasilan
seseorang di dalam pekerjaannya berdasarkan bakat yang
dimilikinya.
8). Arithmatic (Aritmetik, berhitung)
Tes ini mengukur profisiensi atau kecakapan dalam 4
hal proses berhitung dalam penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian (+, -, x, :). Kemampuan ini amat
penting bagi juru bayar toko.
9). Tes mengutip
Nama Asli : Patern, batere ke 10 FACT. Nama Indonesia : Tes
Mengutip (B4). Terdiri atas dua bagian, yaitu bagian I dengan
18 macam pola dan bagian II dengan 12 macam pola. Bagian
I dan II memuat pola pola yang taraf kesulitannya semakin
meningkat sebab semakin banyak aspek aspek mentalitas
yang akan diperlukan testee dalam menyelesaikan tugas
tersebut. Di samping memuat dua bagian pola yang akan
ditiru oleh testee juga pada halaman pertanyaan dijumpai
beberapa petunjuk mengerjakannya.
Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
seseorang dalam memproduksi outline dari pola pola yang
sederhana dengan cara tepat akurat. Tes dapat disajikan
secara individual maupun klasikal. Masing masing individu
dalam klasikal diberikan sebuah buku tes dan sebelum
mengerjakannya terlebih dahulu mendapatkan penjelasan
yang secukupnya dari penyelenggara/pelaksana. Waktu
mengerjakannya selama 20 menit, yaitu 10 menit untuk
mengerjakan bagian I, dan 10 menit untuk mengerjakan
bagian II.
Tujuan tes untuk melihat kemampuan seseorang dalam

94

Bab VIII Memahami Bakat Individu

bidang merancang design, arsitek, perancang mode, bidang


periklanan, kemudian dalam dunia media massa baik media
cetak maupun media elektronik. Disamping itu juga untuk
melihat kemampuan seseorang membaca blueprint dan
diagram diagram teknik sketsa sketsa.
Cara Pemberian Skor, nilai dua diberikan untuk tiap
tiap pengutipan pola yang dikerjakan secara tepat
(benar). Suatu figur adalah benar jika semua garis peniruan
yang dilakukan adalah tepat seperti figur dari pola yang
tergambar. Nilai satu diberikan kepada pengutipan pola
yang ada penyimpangannya sedikit, tetapi tidak lebih dari
satu blok dari pola yang benar. Nilai nol diberikan kepada
pengutipan pola yang salah, karena tidak ada sedikitpun
unsur kemiripannya dengan pola asal yang dijadikan objek
peniruan (pengutipan). Skor testee adalah penjumlahan dari
masing masing skor yang diselesaikan.
10). Tes komponen
Tes ini berasa dari Component, merupakan tes ke 11 dari
batere tes FACT. Juga dikenal dengan kode C2. Bentuk tes
berupa buku cetakan disertai dengan lembar jawaban yang
terpisah.
Tes Komponen mengukur kemampuan mengidentifi
kasikan komponen komponen yang penting. Tes dapat
disajikan secara individual, dan juga secara klasikal. Dalam
hal penyajian secara klasikal disarankan setiap seorang tester
menangani maksimal 25 testee. Waktu yang disediakan 24
menit. Perincian : membaca petunjuk 4 menit, mengerjakan
soal 20 menit.
Bersama dengan sub tes yang lainnya dari FACT, maka tes
ini berguna untuk keperluan konseling pekerjaan yaitu untuk
memprediksi kesuksesan kerja berdasar bakat. Tujuan yang
lain ialah seleksi dan penempatan pegawai. Cara Pemberian
Skor, Skor seseorang adalah jawaban yang dikerjakan betul
dengan kunci. Skor maksimal yang mungkin 40 buah.

95

Pemahaman Individu: Teknik Tes

12). Mechanics (Mekanika)


Tes ini mengukur kemampuan pemahaman prinsip
prinsip mekanika dan kemampuan menganalisis gerakan
gerakan mekanik.
13). Tes ungkapan
Nama Asli : Expression, yang merupakan sub tes dari
The Flanagan Clssification Test (FACT). Nama Indonesia : Tes
Ungkapan (A6). Materi tes ini terdiri dari sebuah buku soal.
Ada 19 buah soal, tipe soal terdiri dari 3 pertanyaan yang
baik dan satu pertanyaan yang dianggap jelek pada tiap
tiap soal (disediakan lembar jawaban.
Tes ini mengukur perasaan dan pengetahuan
tentang bahasa. Selain itu juga dapat untuk mengungkap
kemampuan untuk berkomunikasi melalui tulisan dan
kemampuan berkomunikasi secara verbal. Tes dapat disajikan
secara individual maupun klasikal. Waktu yang dipergunakan
untuk mengerjakan tes Expression menurut buku petunjuk
adalah 35 menit dan 5 menit untuk memberikan instruksi
(jadi waktu seluruhnya 40 menit). Sedangkan waktu untuk
mengerjakan yang digunakan di Fakultas Psikologi UGM
adalah 30 menit.
Tes ungkapan dapat digunakan untuk keperluan
Vocational Counseling sebagai alat bantu untuk memprediksi
keberhasilan seseorang dalam bekerja sesuai dengan
kemampuannya. Dan juga digunakan untuk Educational
Guidance sehingga membantu dalam pengarahan (sebagai
tes bakat penjurusan). Tetapi perlu dicatat bahwa tes ini
sebenarnya lebih berorientasi kepada Vocational Counseling
daripada Educational Guidance.. Selain itu tes ini dapat juga
digunakan dalam seleksi dan penempatan karyawan.
Dalam tes ini subjek mempunyai jawaban dalam setiap
soal (baik dan jelek). Kalau hanya satu yang betul dalam
satu soal juga tetap dihitung (jadi tidak harus betul kedua
duanya). Kemudian diberi skor 1 untuk masing masing
pilihan. Kemudian dijumlahkan serta dikonsultasikan

96

Bab VIII Memahami Bakat Individu

dengan tabel untuk mengetahui klasifikasi subjek. Jumlah


nilai tertinggi yang biasa diperoleh = 38.
4. Tes Kraepelin
Tes Kraepelin disusun dan dikembangkan oleh Emile
Kraepelin, seorang psikiater dari Jerman yang hidup antara
tahun 1856-1926 dan pernah menjadi murid Wilhelm Wundt
(Kuncoro dan Nuryati Atamimi, 1984). Berdasar pemikiran
adanya perbedaan dari faktor-faktor yang khas pada proses
sensori sederhanan, sensori motor, perseptual dan tingkah laku,
Kraepelin menyusun tes yang kemudian dapat dipergunakan
sebagai dasar psikologis untuk mengklasifikasikan kekacauan
psikiatrik.
Tes Kraepelin sebagai tes bakat dimaksudkan untuk
mengukur maximum performance seseorang. Oleh karena itu
tekanan skoring dan interpretasinya didasarkan pada hasil-hasil
tes secara objektif, dan bukan proyektifnya.
Bentuk tes terdiri dari deret angka ke atas dan Subjek diminta
menjumlah angka-angka sederhana 1-9 dari bawah keatas untuk
dua angka yang berdekatan tanpa ada angka yang dilewati.
Aspek yang diukur adalah Kecepatan kerja (Panker),
Ketelitian kerja (Tianker), Keajegan kerja (Janker) dan Ketahanan
kerja (Hanker). Tes ini disajikan secara individual ataupun
klasikal. Waktu yang disediakan Pengisisan data subjek : 4 menit,
Instruksi : 2 menit dan mengerjakan soal 12,5 menit. Tes ini dapat
digunakan pada saat yang mendesak, karena baik waktu dan
materinya sederhana. Waktunya singkat dan tidak memerlukan
persiapan yang rumit.
5. Tes Pauli
Tes ini diciptakan oleh Dr. Richard Pauli pada tahun 1938.
Tes Pauli berupa angka sederhana 1-9. Subjek akan diminta
intuk menjumlahkan angka-anagka secara berurutan dari bawah
keatas, lalu kesamping kanan untuk dua angka yang berdekatan
tanpa ada angak yang dilewati, kemudian ada aba-aba garis.
Aspek yang diukur adalah ketekunan dan konsentrasi, daya
tahan, keuletan, daya penyesuaian, validitas, sikap terhadap

97

Pemahaman Individu: Teknik Tes

tugas, kontrol diri, sikap menghadapi tekanan.


Tes dapat disajikan secara individual ataupun kelompok.
Waktu penyajiannya lebih kurang 1 jam. Setiap deret waktu diberi
3 menit dan setiap 3 menit itulah subjek akan di beri aba-aba
untuk membuat garis. Kemudian mengerjkan tugas selanjutnya
dan jawaban ditulis disebelah kanan. Tujuan dari tes ini lebih
kepada kepentingan industri. Namun juga digunakan untuk
mengukur kepribadian dan mendeteksi klinis.
mengukur apa yang diukur oleh tes kraeplin, disamping
juga mengukur emosi, produktifitas kerja, penyesuaian terhadap
pekerjaan, dan gaya bekerja. Tes Pauli, berbentuk satu lembar
bolak balik terdiri dari halaman untuk menuliskan identitas diri
subjek dan contoh subjek dan halaman yang berisi soal-soal tes
serta halaman untuk scoring grafik dan interprestasi.

C. Manfaat Memahami Bakat


Kebutuhan untuk memahami bakat individu diawali adanya
kenyataan bahwa dua orang individu yang memiliki inteligensi yang
sama, tetapi memperlihatkan performasi yang berbeda. Misal: dua
individu memiliki IQ sama, tetapi dua individu tersebut berbeda
dalam performansinya. Satu individu terampil dalam tugas mesin dan
individu satunya gagal dalam tugas yang sama. Atau satu individu
berhasil dalam tugas-tugas memainkan alat musik dan satunya gagal
pada tugas yang sama, meskipun IQ-nya sama, dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui bagaimana kemampuan seseorang di dalam
situasi-situasi yang khusus, yang membutuhkan cara pemikiran
yang khusus, bekerjanya fungsi kognitif tertentu, atau pendekatan
kepribadian tertentu, diperlukan alat pengukur kemampuan lain
yang dapat menggambarkan faktor khusus tadi. Alat pengukur
kemampuan yang dapat menggambarkan faktor-faktor khusus
adalah tes bakat (Sadli, 1991).
Tes bakat bertujuan membantu merencanakan dan membuat
keputusan mengenai pilihan pendidikan dan pekerjaan. Dari hasil tes
bakat diperoleh gambaran mengenai seseorang di dalam berbagai
bidang kemampuan.
98

Bab IX

MEMAHAMI PRESTASI BELAJAR


INDIVIDU MELALUI TES
HASIL BELAJAR

Hasil belajar merupakan kemampuan nyata yang dicapai


seseorang individu setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar
dalam kurun waktu tertentu (seperti: catur wulan, semester, dan
sebagainya). Hasil belajar tersebut diukur dengan menggunakan alat
ukur yang terstandar, dan alat ukur yang dimaksud adalah tes hasil
belajar.
Tes hasil belajar merupakan alat ukur yang berupa seperangkat
pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa (peserta didik) dan dapat
berupa tugas yang harus dikerjakan peserta didik. Tes dimaksudkan
untuk mengukur perubahan perilaku sebagai hasil proses belajarmengajar atau hasil interaksi belajar-mengajar sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan oleh guru. Guru melaksanakan tes hasil belajar
untuk mengetahui keberhasilannya mengelola lingkungan belajar.
Dalam mengajar sebenarnya guru melakukan penataan lingkungan
sehingga terjadi tindak belajar pada diri para peserta didik atau murid
dan hasilnya adalah terbentuknya tingkah laku baru atau terjadi
perubahan tingkah aku.
Ditinjau dari kepentingan guru, tes hasil belajar dimaksudkan
untuk: (1) mengetahui ketepatan pemilihan dan penerapan metode
99

mengajar, (2) memperoleh informasi untuk kepentingan layanan


bimbingan, (3) untuk mengetahui keberhasilan dalam pengelolaan
kelas. Guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, tidak cukup
hanya melaksanakan transfer pengetahuan, akan tetapi harus mampu
mengelola kelas, memilih dan menerapkan metode mengajar yang
relevan dengan materi ajar dan karakteristik peserta didik dan juga
mampu membimbing peserta didik.
Oleh karena pentingnya tes hasil belajar, guru dipersiapkan
untuk mampu menyusun dan mengembangkan tes, melaksanakan
tes dan menganalisisnya, serta menggunakan hasil tes secara tepat.
Berkenaan dengan hal tersebut berikut ini akan dikaji mengenai jenis
dan fungsi tes hasil belajar berikut cara menyusunnya.

A. Jenis dan Fungsi Tes Hasil Belajar


Salah satu tugas guru adalah melakukan penilaian hasil belajar.
Untuk dapat menilai kemajuan atau hasil belajar siswa, guru harus
mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik
melalui kegiatan pengukuran dan tes sebagai alat ukurnya. Tes yang
digunakan dapat berupa tes terstandar dan tes buatan guru. Jika guru
menggunakan tes buatan guru sendiri, maka guru harus menyusun
tes hasil belajar, dengan demikian guru harus mampu menyusun dan
mengembangkan tes agar informasi yang dijadikan dasar memberi
penilaian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan penilaiannya
akurat.
Jenis tes hasil belajar berdasar waktu pelaksanaannya
diklasifikasikan menjadi:
1. Pre-test, tes diselenggarakan pada awal proses belajar dan
dimaksudkan untuk mengungkap pengetahuan dan pengertian
peserta didik berkenaan dengan materi pelajaran yang akan
dijelaskan guru.
2. Post-test, merupakan tes akhir pelajaran untuk mengetahui
tingkat perubahan tingkah laku peserta didik setelah proses
belajar mengajar selesai. Tes ini digunakan untuk mengungkap
kemampuan peserta didik dalam menelaah dan menguasai
materi yang baru saja disampaikan guru.
100

Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar

3. Test Akhir Semester, yaitu tes hasil belajar yang dilaksanakan pada
akhir semester. Hasil tes dapat menentukan tingkat pencapaian
belajar dan kedudukan siswa di kelasnya.
Tes hasil belajar berdasar fungsinya, dapat dibedakan atas:
1. Tes Formatif, digunakan pada setiap akhir pelajaran. Tes
dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan proses belajarmengajar dan bermanfaat memberi balikan kepada guru.
Misal, jika rata-rata capaian kurang atau sama dengan 75%
menunjukkan proses belajar mengajar tidak berhasil dan perlu
diperbaiki.
2. Tes Sumatif, digunakan pada akhir setiap program pengajaran.
Tes sumatif dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan belajar
peserta didik setelah mengikuti program pengajaran tertentu,
misal Tes Catur Wulan, Tes Akhir Semester, Ujian Akhir Sekolah.
3. Tes Diagnostik, dapat digunakan pada awal proses pembelajaran,
selama pembelajaran berlangsung, dan pada akhir pembelajaran.
Tes diagnostik merupakan tes untuk menelusuri kelemahankelemahan khusus peserta didik yang tidak berhasil dalam
belajar, serta jenis dan letak kesukaran belajar peserta didik.
4. Tes Penempatan, dilaksanakan pada saat guru dan atau pihak
sekolah memerlukan informasi untuk menempatkan peserta
didik pada jurusan dan atau program pendidikan tertentu. Tes
penempatan dapat digunakan untuk membantu memahami
kemampuan belajar peserta didik, dengan pemahaman tersebut
guru dapat menempatkan peserta didik dalam situasi belajar
mengajar dan kegiatan-kegiatan yang tepat bagi diri peserta
didik tersebut.

B. Penyusunan dan Pengembangan Tes Hasil Belajar


Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa tes merupakan
alat ukur. Hasil tes baik atau tidak tergantung kualitas alat ukur yang
digunakan, sehingga penyusunan tes merupakan bagian penting
dari keseluruhan kegiatan testing. Penyusunan tes hasil belajar harus
didasarkan pada tujuan dan atau kompetensi yang ingin dicapai,

101

Pemahaman Individu: Teknik Tes

bahkan perkembangan terakhir capaian beajar lebih dikenal dengan


learning out come pendidikan sebagaimana tertuang dalam Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (Perpres RI Nomor 12 Tahun 2012).
Dalam KKNI level pendidikan di Indonesia dikelompokkan
menjadi 9 level dari level 1 sampai dengan level 9, dari jenjang SD
sampai dengan jenjang Doktor. Peraturan Presiden nomor 12 tahun
2012 tentang KKNI dilengkapi dengan lampiran yang memuat secara
rinci deskripsi jenjang kualifikasi dari jenjang 1 (SD) sampai dengan
jenjang 9 (Doktor). Deskripsi jenjang kualifikasi KKNI secara lengkap
adalah sebagai berikut:

DESKRIPSI JENJANG KUALIFIKASI KKNI
JENJANG
KUALIFIKASI

URAIAN

Deskripsi
umum

a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


b. Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik
di dalam menyelesaikan tugasnya.
c. Berperan sebagai warga negara yang bangga
dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian
dunia.
d. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan
sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap
masyarakat dan lingkungannya.
e. Menghargai
keanekaragaman
budaya,
pandangan, kepercayaan, dan agama serta
pendapat/temuan original orang lain.
f. Menjunjung tinggi penegakan hukum serta
memiliki semangat untuk mendahulukan
kepentingan bangsa serta masyarakat luas.

102

Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar

Mampu melaksanakan tugas sederhana, terbatas,


bersifat rutin, dengan menggunakan alat, aturan,
dan proses yang telah ditetapkan, serta dibawah
bimbingan, pengawasan, dan tanggung jawab
atasannya.
Memiliki pengetahuan faktual.
Bertanggung jawab atas pekerjaan sendiri dan tidak
bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain.
Mampu melaksanakan satu tugas spesifik, dengan
menggunakan alat, dan informasi, dan prosedur kerja
yang lazim dilakukan, serta menunjukkan kinerja
dengan mutu yang terukur, di bawah pengawasan
langsung atasannya.
Memiliki pengetahuan operasional dasar dan
pengetahuan faktual bidang kerja yang spesifik,
sehingga mampu memilih penyelesaian yang tersedia
terhadap masalah yang lazim timbul.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat
diberi tanggung jawab membimbing orang lain.
Mampu melaksanakan serangkaian tugas spesifik,
dengan menerjemahkan informasi dan menggunakan
alat, berdasarkan sejumlah pilihan prosedur kerja,
serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan
kuantitas yang terukur, yang sebagian merupakan
hasil kerja sendiri dengan pengawasan tidak langsung.
Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap,
prinsip-prinsip serta konsep umum yang terkait
dengan fakta bidang keahlian tertentu, sehingga
mampu menyelesaikan berbagai masalah yang lazim
dengan metode yang sesuai.
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi
dalam lingkup kerjanya.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat
diberi tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil
kerja orang lain.
103

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Mampu menyelesaikan tugas berlingkup luas dan


kasus spesifik dengan menganalisis informasi secara
terbatas, memilih metode yang sesuai dari beberapa
pilihan yang baku, serta mampu menunjukkan kinerja
dengan mutu dan kuantitas yang terukur.
Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian
tertentu dan mampu menyelaraskan dengan
permasalahan faktual di bidang kerjanya.
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi,
menyusun laporan tertulis dalam lingkup terbatas,
dan memiliki inisiatif.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat
diberi tanggung jawab atas hasil kerja orang lain.
Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas,
memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan
yang sudah maupun belum baku dengan menganalisis
data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan
mutu dan kuantitas yang terukur.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan
tertentu secara umum, serta mampu
memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi,
menyusun laporan tertulis dalam lingkup terbatas,
dan memiliki inisiatif.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat
diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja
kelompok.

104

Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar

Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan


memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/
atau seni pada bidangnya dalam penyelesaian
masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi
yang dihadapi.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan
tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian
khusus dalam bidang pengetahuan tersebut
secara mendalam, serta mampu memformulasikan
penyelesaian masalah prosedural.
Mampu mengambil keputusan yang tepat
berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu
memberikan petunjuk dalam memilih berbagai
alternatif solusi secara mandiri dan kelompok.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat
diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja
organisasi.
Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya
di bawah tanggung jawabnya, dan mengevaluasi
secara komprehensif kerjanya dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni untuk
menghasilkan langkah-langkah pengembangan
strategis organisasi.
Mampu
memecahkan
permasalahan
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di
dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan
monodisipliner.
Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan
strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab
penuh atas semua aspek yang berada di bawah
tanggung jawab bidang keahliannya.

105

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi,


dan/atau seni di dalam bidang keilmuannya atau
praktek profesionalnya melalui riset, hingga
menghasilkan karya inovatif dan teruji.
Mampu
memecahkan
permasalahan
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam
bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau
multidisipliner.
Mampu mengelola riset dan pengembangan yang
bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan, serta
mampu mendapat pengakuan nasional dan
internasional.
Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni baru di dalam bidang keilmuannya
atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga
menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji.
Mampu
memecahkan
permasalahan
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni di dalam
bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi,
dan transdisipliner.
Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan
riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi
kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat
pengakuan nasional dan internasional.

Berbicara tentang tujuan pendidikan maka tujuan pendidikan


merupakan salah satu pokok pembicaraan yang penting di kalangan
pakar pendidikan. Para pakar mengembangkan taksonomi tujuan
pendididikan. Tujuan pendidikan digolongkan menjadi beberapa
domain. Salah satu pakar yang berhasil menggolongkan tujuan
pendidikan ke dalam beberapa domain adalah Bloom (1956). Bloom
mengklasifikasi tujuan pendidikan menjadi tiga domain, yaitu domain
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Domain kognitif berkenaan tujuan pendidikan yang mencakup
ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan pengembangan
106

Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar

kemampuan intelektual dan ketrampilan berpikir. Domain kognitif


terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi. Keenam aspek dalam domain tersebut bersifat hirarkikal
dimulai dari jenjang terendah yaitu pengetahuan sampai jenjang
tertinggi yaitu evaluasi. Penjenjangan tersebut digunakan secara
intensif, terutama dalam penyusunan dan pengembangan tes hasil
belajar.
Pengetahuan, menekankan pada kemampuan mengingat ide
dan fenomena. Mengingat istilah dan fakta (misal nama orang, nama
tempat, nama rumus fisika, dan sebagainya), mengingat rumusrumus, definisi, dan sebagainya. Contoh rumusan tujuan: pada akhir
semester siswa kelas 7 SMP A dapat menuliskan rumus persamaan
kuadrat.
Pemahaman mencakup tingkah laku menerjemahkan,
menafsirkan, atau mengekstrapolasi konsep dengan menggunakan
kata-kata atau simbol-simbol lain yang dipilihnya sendiri. Contoh
rumusan tujuan: Pada akhir semester 2 mahasiswa Bimbingan
Konseling mampu menjelaskan kegunaan pemahaman individu
dengan teknik non test untuk kepentingan layanan Bimbingan
Konseling di Sekolah.
Penerapan, yaitu penggunaan konsep atau ide, prinsip, atau teori,
dan prosedur, atau metode yang telah dipahami mahasiswa dalam
praktek memecahkan masalah atau melakukan suatu pekerjaan.
Contoh rumusan tujuan pendidikan berkenaan dengan penerapan:
Pada akhir semester 3 mahasiswa dapat menerapkan observasi
sebagai teknik pemahaman inidividu non test.
Analisis mencakup kemampuan menjabarkan atau menguraikan
konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan
hubungan atau kaitan antar bagian-bagian tersebut. Kemampaun
menguraikan sutau konsep sangat dipengaruhi oleh pemahaman
peserta didik termasuk mahasiswa terhadap konsep tersebut dan
kemampuan berpikir untuk memilah, merinci, dan mengaitkan
hasil rinciannya. Proses berpikir dalam menganalisis harus intensif
dan mendalam. Contoh: mahasiswa yang mengambil mata kuliah
psikologi sosial dapat menguraikan aspek-aspek sikap dan hubungan
107

Pemahaman Individu: Teknik Tes

aspek-aspek sikap manusia.


Sintesis, kemampuan menyatukan bagian-bagian secara
terintegrasi menjadi bentuk tertentu yang sebelumnya belum ada.
Contoh: mahasiswa yang mengambil mata kuliah teknik konseling
pada akhir semester dapat mendesain konseling dengan teknik
tertentu berikut satuan layanan konselingnya.
Evaluasi, kemampuan melakukan penilaian tentang nilai untuk
maksud tertentu. Penilaian menggunakan kriteria atau standar untuk
menyatakan sesuatu yang dinilai tersebut seberapa jelas, efektif,
ekonomis, atau memuaskan. Dalam evaluasi melibatkan kemampuan
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Contoh:
pada akhir semester mahasiswa yang mengambil mata kuliah teknik
konseling dapat merumuskan rekomendasi penerapan model
konseling tertentu untuk meningkatkan perilaku efektif.
Taksonomi tujuan pendidikan untuk ranah kognitif yang ditulis
oleh Bloom dan kawan-kawan tersebut telah digunakan secara luas
sejak tahun 1956 yang lalu. Salah satu penulis buku taksonomi pen
didikan tersebut adalah David Krathwohl. Krathwohl bersama dengan
Orin W. Anderson merevisi isi buku tersebut dengan menerbitkan
buku A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing pada tahun
2001. Revisi pada struktur taksonomi adalah sebagai berikut:
struktur lama terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Struktur baru: mengingat, mengerti,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.

C. Penyiapan Tes Hasil Belajar


Untuk menyiapkan tes hasil belajar, saran berikut di bawah ini
dapat membantu:
1. Menyusun kompetensi yang akan diukur,
2. Merumuskan tujuan pengukuran
3. Menyusun tabel spsifikasi, contoh:

108

Bab IX
Memahami Prestasi Belajar Individu Melalui Tes Hasil Belajar

ASPEK
JENIS TES DAN JUMLAH BUTIR SOAL
MATERI
MEMASANG
PILIHAN
ESEI
YANG
KAN
GANDA
DIUKUR
KOGNITIF
(C)
C1
1
2
C2
1
2
C3
2
1
C4
1
C5
C6
-

JUMLAH
TOTAL

3
3
3
1
-

C1
C2
C3
C4
C5
C6

2
2
-

3
2
2
-

2
5
2
2
2

C1
C2
C3
C4
C5
C6

2
2
10
1 ---- 10
1,5 ---- 15

2
1
1
1
1
20
1 ---- 20
1,5 ---- 30

2
5
5 ---- 25
5 ---- 25

2
4
1
1
1
3
35
55*
70

Jumlah soal
Bobot skor/item ---- jml
Alokasi wkt/item ---- jml

*skor maksimum yang diharapkan


4. Menyusun butir-butir soal beradasar kisi-kisi pada poin 3 diatas
5. Melakukan uji coba soal-soal tes yang telah disusun dan
menganalisis hasil coba untuk mengetahui indeks deskriminasi
dan tingkat kesukaran soal, validitas dan reliabilitas tes.
6. Soal-soal tes yang memenuhi syarat baik daya beda, tingkat
kesukaran, validitas dan relibiltas dapat digunakan dalam
pengukuran hasil belajar.

109

Pemahaman Individu: Teknik Tes

D. Manfaat Pengukuran Hasil Belajar


Hasil tes dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan dan
atau hasil belajar siswa. Berdasar hasil tes guru dapat memperbaiki
proses belajar mengajar, baik berkenaan perencanaan, pelaksanaan,
dan proses penilaiannya sendiri. Guru dapat memperbaiki pemilihan
dan penggunaan metode belajar dan media pembelajaran, alat ukur
kemajuan belajar, dan sebagainya.
Dalam bimbingan konseling, hasil tes dapat digunakan untuk
keperluan layanan bimbingan konseling, baik dalam rangka
penempatan siswa dalam kelompok, kelas, dan penjurusan.
Hasil belajar dapat digunakan sebagai informasi untuk
membantu individu merancang masa depannya, terutama berkait
dengan rencana melanjutkan studi ke perguruan tinggi dan
atau mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia kerja. Para siswa
tidak semuanya langsung melanjutkan ke pendidikan tinggi,
sebagian besar kemungkinan ingin bekerja setelah menyelesaikan
pendidikannya di SMA, Madrasah Aliyah dan SMK sehingga mereka
harus mempersiapkan diri dengan baik.
Pengelola sekolah dapat memperbaiki kebijakan-kebijakan
berkenaan proses belajar mengajar setelah menganalisis hasil belajar
para siswanya. Perbaikan dapat berkenaan dengan perbaikan fasilitas
seperti laboratorium, layanan internet, pelaksanaan proses belajar,
kerjasama dengan pemangku kepentingan untuk perbaikan proses
belajar dan pengembangan peserta didik setelah menyelesaikan
pendidikan di sekolah yang bersangkutan.

110

DAFTAR PUSTAKA
Allen, M.J. dan Yen, W.M. 1979. Introduction to Measurement Theory.
California: Brooks/Cole Publishing Company.
Anastasi, Anne. 1976. Psychological Testing. New York: MacMillan
Publishing Co, Inc.
Atkinson, R.L., Atkitson, R.C., dan Hilgard, E.R. 1994. Psikologi. Alih
Bahasa: Nurdjamah Taufiq dan Rukmini Barhana. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Erlangga.
Cherry Kendra, 2011, Theories of Intelligence, diunduh pada tanggal
11 Agustus 2011 dari http://psychology about.com/od/cognitive
psychology/p/intelligence.html
Danusastro, Suhardjo. 1986. Psikologi Kepribadian. Surakarta: FKIPUniversitas Sebelas Maret.
Djaali dan Muljono, P., 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Edward, A. L., 1959. Edward Personal Preference Schedule. Manual.
New York: The Psychological Corporation.
Gardner Howard,Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek,
Terjemahan Alexander Sundoro. Boston:Interaksara, 2003.
Gregory, R.J. 2001. Psychological Testing. Singapore: Allyn Bacon.
Guilford, J.P. 1959. Psychometric Methods. New York: McGraw-Hill Book
Company, Inc.
Hall, C.S. dan Lindzey, D. 1978. Theories of Personality. New York: John
Wiey & Sons, Inc.
-----------. 1993. Theories of Personality. Terjemahan: Yustinus.
Yogyakarta: Kanisius.
Hergenhahn, B.R., dan Olson, M..H., 2001. An Introduction to Thepries of
Learning. Six Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Hitherinton, E.M dan Parke, R.D. 1999. Child Psychology A
Contemporary View Point. 5th.ed. Toronto: McGraw-Hill Book
Company.

111

Pemahaman Individu: Teknik Tes

Hurlock, E.B., 1996. Psikologi Perkembangan. Alih Bahasa: Istiwidayanti


dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.
-----------. 1997. Perkembangan Anak. Terjemahan Meitasari Tjandrasa.
Jakarta: Erlangga.
Japar, M. 1994. Hubungan Konsep Diri Dan Sikap Siswa Terhadap Guru
Dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri Di Kodia Magelang : Tesis
. Yogyakarta : PPS Universitas Gadjah Mada,
Jersild, A.T. Telford, C.W., dan Sawrey, J.H. 1978. Child Psychology. 7th
ed. New Delhi: Prentice Hall of India.
Krathwohl, David dan Anderson, W. Orin. 2001. A Taxonomy for
Learning, Teaching, and Assessing.
Kuncoro dan Atamimi, N. 1984. Pedoman Peaksanaan Tes Kraepelin.
Yogyakarta: Fakultas Psikoogi UGM.
McMahon, J.W., McMahon, F.B., dan Romano, T. 1995. Psychology and
You. Second ed. New York: West Publishing Company.
Munandir, 1995. Testing dalam Bimbingan Pemahaman Individu
dan Konseling Pengambilan Keputusan (Program Pelatihan
Sertifikasi Tes bagi Konselor Pendidikan Kerjasama IPBI dengan
Dirjendikdasmen-IKIP Malang.
Murray, M., dan Chamberlain, K. 1999. Qualitative Health Psychology:
Theories and Methods. New Delhi: SAGE Publications.
Nunnally. J.C., 1978. Psychometric Theory. New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company Limited.
Nurkancana, W. & Sumartana, P.P.P., 1983. Evaluasi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional.
Papalia D.F., Olds S.W., dan Feldman R.D., 2002. A Childs World, Infancy
Through Adolescence. 9th.ed. New York: McGraw-Hill.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 3012 tentang
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Jakarta: Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24.
Rabin. A.I., 1981. Assessment with Projective Techniques. A Concise
Introduction. New York: Springer Publishing Company.
Raven,. J.C., 1974 Guide To Using The Coloured Progressive Matrices :
Salinan , Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

112

Pemahaman Individu: Teknik Tes

-----------. 1960 Giude to the Standard Progressive Matrices Sets A,B,C,D


and E . London: H.K, Lewis & Co.Ltd,
Sadli, Saparinah. 1991. Inteligensi, Bakat, dan Test IQ. Jakarta: PT Dian
Rakyat.
Saifudin Azwar. 1986 Seri Pengukuran Psikologis Reliabilitas dan
Validitas Interpretasi dan Komputasi ,Yogyakarta : Liberty.
Semiawan, C.R., Prinsip dan Teknik Pengukuran dan Penilaian di dalam
Dunia Pendidikan, Jakarta : Mutiara, 1979.
Solso, R.L., Maclin, M.K., dan Maclin, O.H., 2005. Cognitive Psychology.
Sevent Edition. USA: Pearson Education, Inc.
Sukardi, D. K., 1984. Pengantar Teori Konseling (Suatu Uraian Ringkas).
Jakarta: Ghalia Indonesia.
-------------., 2003. Analisis Tes Psikologis, Jakarta : Rieneka Cipta, 2003.
Suparman, M.A., 2004. Desain Intruksional. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Suryabrata, Sumadi, 1998. Psikologi Kepribadian. Jakarta: C.V. Rajawali.
Warkitri, Wiryawan S. A., Chasyiyah, Legowo, E. 1990. Penilaian
Pencapaian Hasil Belajar. Jakarta Ubiversitas Terbuka.
Willerman, L., 1979. The Psychology of Individual and Goup Defferences.
San Fransisco: W.H. Freemaan and Company.

113

Anda mungkin juga menyukai