Anda di halaman 1dari 3

Medio

To"g901

Hlm/klm

Jalannya perlahan saat


menyambut tamu di
rumahnya. Bakhtiar
Sanderta, seniman Banjar
ini usianya sudah 69
tahun tetapi pemikiran
dan usahanya
melestarikan seni
pertunjukan tradisional
belum berhenti. Januari
2008 dia menjadi salah
satu dari 27 seniman
tradisi Indonesia yang
menerima penghargaan
dari Departemen
Kebudayaan dan
Pariwisata.

Oleh M SYAlFULLAH

ria kelahiran Awayan, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, ini bulan


lalu menerima kabar dari pejabat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalsel yang menyebutkan bahwa dia salah satu dari 27
seniman tradisi Indonesia penerima penghargaan Maestro Seniman Tradisi dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
"Saya hanya diberi kabar lisan adanya penghargaan itu.
Saya berterima kasih kalau
memang itu (penghargaan)
ada Setidaknya upaya kita
menjaga keberadaan seni pertunjukan rakyat Banjar tak
sia-sia," ucapnya.
Bakhtiar menjadi salah satu
rujukan seniman yang belajar
memainkan seni pertunjukan
Banjar. Dia tergolong produktif
membuat naskah drama. Karya
itu sebagai buah pergaulannya dengan para se niman tradisi yang
secara intensif

Bakhtiar Sanderta

Media

Tanggol

Hlm/klm

dia lakukan sejak 20 tahun terakhir. la juga memiliki sedikitnya 30 naskah drama kesenian
Banjar k1asik.
"Para seniman itu sudah banyak yang
Kalaupun
ada, tak banyak yang bermain
lagi karena usia lanjut. Dari persahabatan dengan mereka, saya
menuliskan naskah cerita yang
mereka mainkan. Selama ini
mereka bennain tanpa naskah,
kepandaian itu mereka dapat
dari berguru secara lisan dan
langsung," katanya
Bakhtiar mewarisi darah seni
dari ayahnya, Hasan (almarhum), seorang seniman madihin,
seni bertutur berisi pesan moral
dan humor dengan iringan alat
musik perkusi yang disebut terbang.
Sedari masa kecil hingga sekarang ia terlibat langsung dengan seni pertunjukan rakyat.
Sebagai pegawai negeri sipil pada 1974, Bakhtiar ditempatkan
sebagai tenaga teknis kesenian
pada Kantor Pendidikan dan
Kebudayaan Kalsel. Di posisi ini
ia tak hanya bertugas mendokumentasi seni pertunjukan rakyat itu, tetapi juga ikut bermain.
"Wayang gong (wayang orang)
Banjar dan mamanda (teater
rakyat khas Banjar) sebagai seni
teater kolektif tradisional memerlukan banyak orang. Saya
sering ikut bermain untuk melengkapi. Istilah mereka sebagai
bon, pemain cabutan. Saya tak
pilih-pilih lakon, diberi peran
apa pun, termasuk menjadi khadam (pelayan), saya laksanakan.
Ibarat penelitian, saya membuat
naskah setelah observasi partisipan," ceritanya.

Makin dalam
Keterlibatannya pada seni
pertunjukan rakyat Banjar makin dalam setelah ia menjadi peniIik keblUiayaan. Di sisi lain karier PNS-nya pun terus "menanjak". Setelah menjadi Kepala
Seksi Kebudayaan Dinas P
dan K Kota Banjannasin, dia dipindah ke Kanwil P dan K Kalsel
Kepala Seksi Bina
Program Kebudayaan. PembuatPAS/M SYAJYOLLAH

an naskah paling intensif dia lakukan saat menjadi Kepala Taman Budaya Banjarmasin.
Hasilnya, kata pria yang tinggal di Kompleks Kayu Tangi n,
Banjarmasin, ini, kesenian Banjar seperti wayang gong dan mamanda sampai sekarang bisa dipelajari oleh siapa pun tanpa harus berguru langsung atau ikut
pertunjukan dari kampung ke
kampung.
Bakhtiar juga berusaha mendokumentasikan kesenian tradisi Banjar lainnya, seperti madihin, kuda gepang carita (semacam kudang lumping yang
membawakan cerita pewayangan), dan lamut (seni bertutur
yang mengisahkan pesan moral
dan percintaan dari negeri seribu satu malam), yang dibawakan dengan diiringi alat musik
terbang.
Malm, para peneliti seni, baik
dari dalam maupun luar Kalsel,
mendatangi Bakhtiar untuk
mempelajari naskah kesenian
iakyat. Beberapa perkumpulan
seni pun memainkan karyanya,
seperti pada mamanda.
Taman Budaya Kalsel pada
akhir 2007 memainkan karyanya bersama karya tari dan lagu
ciptaan Anang Ardiansyah serta
Adjim Arijadi dalam pertunjukan Ansamble Drama, Lagu, dan
Tari Tiga Seniman Kalsel. Naskah seni lamut miliknya juga ditampilkan pada Gebyar Festival
Sastra Nusantara di Lombok,
Nusa Tenggara Barat, pertengahan 2007.
Bakhtiar tak hanya menulis
naskah dan mendokumentasikan kesenian rakyat, tetapi ia
pun pandai bermain, antara lain
dalam wayang gong, mamanda,
dan lamut. Semua itu tak didapatkannya dari pendidik3l1
formal.
"Ini terbentuk dari tempat lahir saya di Kecamatan Awayan,
Kabupaten Balangan. Di sana
kesenian itu menjadi hiburan
yang hidup di
Warga menggelar kesenian tak hanya saat pesta perkawinan,
tetapi juga setiap kali petani panen," tuturnya

Medio

,
,

Ton9901

,
,

Hlm/klm

Semasa orkes Melayu populer,


kesenian rakyat masili bertahan. ,
Bahkan, orkes dan kesenian rakyat digelar bersanlaan. Kesenian
rakyat kehilangan gaung dan
makin jarang dimainkan setelah
masuk televisi.
"Tahun 1940 sampai 1970-an
kesenian rakyat masili ditunggu
kehadirannya di setiap kampung. Sejak kecil saya suka menonton pertunjukan kesenian
itu," kenang Bakhtiar yang berguru kepada beberapa seniman
kesenian rakyat.
Ketika ia belajar di Sekolah
Guru B di Amuntai, ibu kota
Kabupaten Hulu Sungai Utara,
misalnya, Bakhtiar belajar lamut
kepada Suikat, guru seni lamut.
Sedangkan mamanda dia pelajari dari seorang guru di Gambah Dalam, Kecamatan Kandangan, Hulu Sungai Selatan. la
juga belajar wayang gong dengan
menjadi anak buah Dalang Tulur dari Kampung Barikin, Hulu
Sungai Tengah.
Tahun 1960 Bakhtiar beJajar
di SekoJah Pendidikan Guru A di
Banjarmasin. Di sini ia bergabung dengan perkumpulan kesenian Perpekindo pimpinan
Amir Hasan Bondan. Dua tahun
kemudian ia dipercaya memimpin perkumpulan itu.
Pada 1969 ia mendirikan Teater Banjarmasin, dan namanya
pun dikenal kalangan seniman
Banjar di KalseL "Teater Banjarmasin menjadi ,wadah para
seniman tradisi berkumpul dan
tampil bersama."
Ketika itu banyak seniman
yang madam (merantau) ke
Banjarlllasin akibat desakan
ekonomi. Teater Baojarlllasin
menjadi hidup. Setidaknya setiap ada anggota yang menikahkan anaknya, mereka menyurnbangkan pertunjukan salah satu
kesenian tradisional. "Kesenian
rakyat kian terpuruk karena tak
banyak lagi ruang untuk memunculkannya"
la sadar, kesenian rakyat bertahan bila
peduli
untuk
Naskah
BakhteIah
menjadi pegangan un-

FUL

Nama: Bakhtiar Sanderta


Lahir: Awayan, Kabupaten
Balangan, 4 Juli 1939
Istri: Astiah
Anak:
- Lesti Arbainah
- Arif Budiman
- Misdamayanti
- Rudi Nugraha
- Mainawaty
Pendidikan:
- SD Negeri Awayan, 1958
- Sekolah Guru B Amuntai,
Kabupaten Hulu Sungai Uta ra,
1960
- Sekolah Guru A Banjarmasin,
1964
- Fakultas Keguruan IImu
Pendidikan Universitas
Lambung Mangkurat, jurusan
Bimbingan Penyuluhan, 1984
Riwayat Organisasi/Pekerjaan:
- Pendiri Teater Banjarmasin,
1969
- Wakil Ketua Dewan Kesenian
Provinsi Kalsel
- Wakil Ketua Bidang Kesenian
Lembaga Budaya Banjar
- Penilik Kebudayaan pada Kantor Wilayah P dan K Kalsel
- Kepala Seksi Kebudayaan Kantor Pendidikan dan Kebudayaan
Kotamadya Banjarmasin
- Kepala Seksi Bina Program Kesenian pada Kanwil Depdibud
Kalsel
- Kepala Taman Budaya Kalsel
- Pengajar pada Sekolah Tinggi
Keguruan dan IImu Pendidikan
Banjarmasin

tuk menjaga identitas kesenian


Banjar. Namun, lanjutnya, agar
bisa diterima zaman, mereka
yang berminat harus dapat berimprovisasi dan mengemasnya
sedemikian rupa
menarik
untuk ditonton.
la juga berharap naskah kesenian rakyat Banjar yang sudah
dikumpulkannya selama ini bisa
dibukukan sebagai pegangan generasi mendatang. "lni bllkan
untuk kepentingan pribadi saya,"
ujar Bakhtiar yang bersama HM
Thaha menerbitkan buku Pantun, Madihin dan Lamut (2000) .

Anda mungkin juga menyukai