Askep DM Ulkus Grade II KMB lngkp1
Askep DM Ulkus Grade II KMB lngkp1
OLEH :
SRI SUPARTI
03/167861/EIK/00311
2005
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes
Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi
Diabetes
Mellitus
dari
National
Diabetus
Data
Group:
b.
Obesitas
c.
Riwayat keluarga
d.
Kelompok etnik
IV. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I
DM Tipe II
Reaksi Autoimun
Hiperglikemia
Lipolisis meningkat
Penurunan BB polipagi
Glukosuria
Diuresis Osmotik
Glukoneogenesis
meningkat
Ketogenesis
Hiperosmolaritas
ketoasidosis
ketonuria
coma
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel
baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan
energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan
oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan
makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein
(Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus
semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah
air
hilang
dalam
urine
yang
disebut
poliuria.
Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan
untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar
sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah
yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati
akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
V. GEJALA KLINIS
Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and
Brunner, 1990).
2.
2) Grade I
permukaan kulit
3) Grade II
4) Grade III
terjadi abses
5) Grade IV
Gangren
dan tulang
pada
kaki
bagian
distal
6) Grade V
: 1100 kalori
X 100 %
TB (cm) 100
Kurus (underweight)
Kurus (underweight)
BBR < 90 %
Normal (ideal)
BBR 90 110 %
Gemuk (overweight)
Obesitas, apabila
Obesitas ringan
Obesitas sedang
Obesitas berat
Morbid
BB X 40 60 kalori sehari
Normal
BB X 30 kalori sehari
Gemuk
BB X 20 kalori sehari
Obesitas
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding
perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan
(lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan
rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi
perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Sedangkan
suntikan
intravena
dosis
rendah
Faktor
Penyebab Kaki DM
1. Faktor endogen:
Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma
dan
otonom/simpatis
yang
dimanifestasikan
dengan
Merokok
Hiperlipidemia
Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Kulit mengkilap
Penebalan kuku
2. Faktor eksogen
a. Trauma
b. Infeksi
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
Grade 0
Grade I
Grade II
Grade III
terjadi abses
Grade IV
Grade V
muskuloskeletal,
meliputi
pengukuran
luas
pergerakan
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
1. perawatan luka
2. Antibiotika
3. Pemeriksaan radiologis
4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
5. Meminimalkan berat badan
X. PERENCANAAN
No
1
Diagnosa
Nyeri
akut
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah
dilakukan askep
selama 3 x 24
jam
tingkat
kenyamanan
klien meningkat,
dan dibuktikan
dengan
level
nyeri:
klien
dapat
melaporkan
nyeri
pada
petugas,
frekuensi nyeri,
ekspresi wajah,
dan menyatakan
kenyamanan
fisik
dan
psikologis,
TD
120/80 mmHg,
N: 60-100 x/mnt,
RR: 16-20x/mnt
Control
nyeri
dibuktikan
dengan
klien
melaporkan
gejala nyeri dan
control nyeri.
Manajemen nyeri :
1.
Lakukan
pegkajian
nyeri secara komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
17ontro presipitasi.
2.
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan.
3.
Gunakan
teknik
komunikasi
terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4.
Kontrol
17ontro
lingkungan
yang
mempengaruhi
nyeri
seperti
suhu
ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5.
Kurangi
17ontro
presipitasi nyeri.
6.
Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
7.
Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi,
distraksi
dll)
untuk
Respon
nyeri
sangat
individual
sehingga
penangananyapun
berbeda
untuk
masing-masing
individu.
Komunikasi
yang
terapetik
mampu
meningkatkan rasa
percaya
klien
terhadap perawat
sehingga
dapat
lebih
kooperatif
dalam
program
manajemen nyeri.
Lingkungan
yang
nyaman
dapat
membantu
klien
untuk
mereduksi
nyeri.
Pengalihan
nyeri
dengan
relaksasi
dan distraksi dapat
mengurangi nyeri
yang
sedang
timbul.
Pemberian
analgetik
yang
mengetasi nyeri..
Berikan
analgetik
untuk mengurangi nyeri.
9.
Evaluasi
tindakan
pengurang nyeri/18ontrol
nyeri.
10.
Kolaborasi
dengan
dokter bila ada komplain
tentang
pemberian
analgetik tidak berhasil.
11.
Monitor
penerimaan
klien tentang manajemen
nyeri.
8.
PK
Infeksi
Setelah
dilakukan askep
selama 5 x 24
jam
perawat
akan menangani
/
mengurangi
komplikasi
defsiensi imun
Administrasi analgetik :.
1.
Cek
program
pemberian
analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2.
Cek riwayat alergi..
3.
Tentukan
analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4.
Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
5.
Berikan
analgetik
tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
6.
Evaluasi
efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
1. Pantau tanda dan gejala
infeksi primer & sekunder
2.
Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain.
3.
Batasi pengunjung bila
perlu.
4.
Intruksikan
kepada
keluarga untuk mencuci
tangan saat kontak dan
sesudahnya.
5.
Gunakan sabun anti
miroba
untuk
mencuci
tangan.
6.
Lakukan cuci tangan
sebelum
dan
sesudah
tindakan keperawatan.
7.
Gunakan
baju
dan
sarung tangan sebagai alat
pelindung.
8.
Pertahankan
teknik
aseptik
untuk
setiap
tindakan.
9.
Lakukan
perawatan
luka dan dresing infus
tepat
dapat
membantu
klien
untuk beradaptasi
dan
mengatasi
nyeri.
Tindakan evaluatif
terhadap
penanganan nyeri
dapat
dijadikan
rujukan
untuk
penanganan nyeri
yang
mungkin
muncul berikutnya
atau yang sedang
berlangsung.
Penularan
infeksi
dapat
melalui
pengunjung
yang
mempunyai
penyekit menular.
Tindakan antiseptik
dapat mengurangi
pemaparan
klien
dari sumber infeksi
Pengunaan
alat
pengaman
dapat
melindungi
klien
dan petugas dari
tertularnya
penyakit infeksi.
Perawatan
luka
setiap hari dapat
mengurangi
terjadinya
infeksi
serta dapat untuk
mengevaluasi
kondisi luka.
Penemuan secara
setiap hari.
dini
tanda-tanda
Amati keadaan luka
infeksi
dapat
dan sekitarnya dari tanda
mempercepat
tanda meluasnya infeksi
penanganan yang
11.
Tingkatkan
intake
diperlukan
nutrisi.dan cairan
sehingga
klien
12.
Berikan
antibiotik
dapat
segera
sesuai program.
terhindar
dari
13.
Monitor
hitung
resiko infeksi atau
granulosit dan WBC.
terjadinya
infeksi
14.
Ambil kultur jika perlu
dapat dibatasi.
dan laporkan bila hasilnya Pengguanan teknik
positip.
aseptik dan isolasi
15.
Dorong istirahat yang
klien
dapat
cukup.
mengurangi
16.
Dorong
peningkatan
pemaparan
dan
mobilitas dan latihan.
penyebaran infeksi.
17.
Ajarkan keluarga/klien Satus nutrisi yang
tentang tanda dan gejala
adekuat, istirahat
infeksi.
yang cukup serta
mobilisasi
dan
latihan
yang
teratur
dapat
meningkatkan
percepatan proses
penyembuhan luka.
Hasil kultur positif
menunjukan telah
terjadi infeksi.
10.
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Setelah
dilakukan
askep selama 3x24
jam
klien
menunjukan status
nutrisi
adekuat
dibuktikan dengan
BB
stabil
tidak
terjadi mal nutrisi,
tingkat
energi
adekuat,
masukan
nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
1.
kaji pola makan klien
2.
Kaji adanya alergi makanan.
3.
Kaji makanan yang disukai
oleh klien.
4.
Kolaborasi dg ahli gizi
untuk penyediaan nutrisi terpilih
sesuai dengan kebutuhan klien.
5.
Anjurkan
klien
untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
6.
Yakinkan
diet
yang
dikonsumsi mengandung cukup
serat
untuk
mencegah
konstipasi.
7.
Berikan informasi tentang
kebutuhan
nutrisi
dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1.
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2.
Monitor
respon
klien
terhadap
situasi
yang
mengharuskan klien makan.
3.
Monitor lingkungan selama
makan.
4.
PK: Hipo /
Hiperglikemi
Setelah
dilakukan
askep 3x24 jam
diharapkan perawat
akan menangani dan
meminimalkan
episode
hipo
/
hiperglikemia.
Hipoglikemia
dapat
disebabkan oleh insulin
yang
berlebian,
pemasukan makanan yg
tidak adekuat, aktivitas
fisik
yang
berlebiha,
Hipoglikemia
akan
merangsang SS simpatis
u/
mengeluarkan
adrenalin, klien menjadi
berkeringat, akral dingin,
gelisah dan tachikardi.
Hiperglikemia
dipengaruhi oleh beberapa
factor diantaranya: terlalu
banyak makan / kurang
makan, terlalu sedikit
insulin,
dan
kurang
aktivitas.
Kerusakan
integritas
jaringan
Setelah
dilakukan
askep 6x24 jam
Wound
healing
meningkat:
Dengan criteria
Luka
mengecil
dalam ukuran dan
peningkatan
granulasi jaringan
Kerusakan
mobilitas
fisik
Setelah
dilakukan
Askep 6x24 jam
dapat teridentifikasi
Mobility level
Joint
movement:
aktif.
Self care:ADLs
Dengan
criteria
hasil:
1. Aktivitas
fisik
meningkat
2. ROM normal
3. Melaporkan
perasaan
peningkatan
kekuatan
kemampuan
dalam bergerak
4. Klien
bisa
melakukan
aktivitas
5. Kebersihan
diri
klien
terpenuhi
walaupun dibantu
Pengkajian luka
lebih
realible dilakukan
pemberi asuhan
sama dengan posisi
sama dan tehnik
sama
akan
oleh
yang
yang
yang
dan
berjalan/
2.
3.
toleransi
Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi
Fasilitasi
penggunaan
alat
Bantu
ambulasi
atau
memperbaiki otonomi dan
fungsi tubuh dari injuri
2.
3.
4.
5.
6.
Dorong
keluarga
untuk
berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan toileting
klien
Berikan bantuan kebutuhan
sehari hari sampai klien dapat
merawat secara mandiri
Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
Monitor kemampuan perawatan
diri klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
Dorong
klien
melakukan
aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
Promosi aktivitas sesuai usia
Memfasilitasi
pasien
dalam
memenuhi
kebutuhan perawatan diri
untuk dapat membantu
klien hingga klien dapat
mandiri melakukannya.
Kurang
pengetahuan
tentang
penyakit dan
perawatan
nya
ambulasi)
7. Evaluasi kemampuan klien
dalam memenuhi kebutuhan
Kebersihan diri
sehari-hari.
pasien terpenuhi
8. Berikan reinforcement atas