Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES) Nomor
64 Tahun 1983 tentang Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional

Presiden

Republik

Indonesia,

menyebutkan

bahwa

penyelenggaraan Program Keluarga Berencana Nasional sebagai


bagian integral Pembangunan Nasional, perlu ditingkatkan dengan
jalan lebih memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan
sumber yang tersedia. Hal tersebut bertujuan untuk lebih menjamin
tingkat kesejahteraan rakyat yang memadai dan mempercepat
penurunan tingkat kelahiran. Oleh karena itu, perlu lebih menggiatkan
dan mengefektifkan koordinasi dan pengikut sertaan unsur-unsur yang
bersangkutan di kalangan masyarakat maupun Pemerintah ke arah
terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Perlu usaha yang intensif untuk menyelenggarakan Program
Keluarga Berencana Nasional. Salah satu usaha yang diperlukan
adalah pelaksanaan konseling yang dilakskonselian oleh tenaga
konselor profesional. Konselor adalah tenaga profesional yang
memiliki kualifikasi dan kompetensi melakskonselian konseling,
sedangkan pihak yang mendapatkan layanan konseling disebut
konseli.
Modul konseling Keluarga Berencana (KB) ini bertujuan
untuk memberikan pemahaman pada konselor tentang keterampilan
penguatan, menentukan alternatif solusi, serta merangkum dan
mengakhiri konseling. Konselor dalam BKKBN disebut dengan
Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Sehingga, output

utama dilakskonselian konseling KB adalah dapat meningkatkan


kesertaan KB yang berkesinambungan pada masyarakat.
Konselor
keterampilan

diharapkan

penguatan,

mampu

menentukan

memahami
alternatif

keterampilan
solusi,

serta

merangkum dan mengakhiri konseling. Pemahaman konselor tentang


keterampilan

penguatan,

menentukan

alternatif

solusi,

serta

merangkum dan mengakhiri konseling menjadi landasan konselor


untuk melakskonselian konseling. Sebagai sebuah layanan yang
profesional, layanan konseling KB harus berangkat dan berpijak dari
suatu landasan kokoh yang didasarkan pada kajian pustaka, hasil
pemikiran, dan penelitian. Pijakan yang kokoh diharapkan layanan
konseling KB, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, bisa
dipertanggungjawabkan dan mampu memberikan manfaat besar bagi
kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (konseli).
B. Deskripsi Singkat
Modul ini membahas keterampilan penguatan, menentukan
alternatif solusi, serta merangkum dan mengakhiri konseling. Pada
akhir pelatihan peserta diharapkan mampu melakukan konseling KB
sesuai dengan kondisi masyarakat yang berbeda-beda di Indonesia.
C. Manfaat Modul
Modul ini diharapkan bermanfaat bagi para peserta diklat
untuk membekali keterampilan penguatan, menentukan alternatif
solusi, serta merangkum dan mengakhiri konseling, sehingga dapat
meningkatkan profesionalisme sebagai konselor atau dalam BKKBN
disebut dengan PLKB.

D. Standar Kompetensi
1. Kompetensi dasar
Setelah selesai pelatihan peserta diklat diharapkan mampu
memahami keterampilan penguatan, menentukan alternatif solusi,
serta merangkum dan mengakhiri konseling.
2. Indikator keberhasilan
Setelah selesai pelatihan peserta diklat dapat memahami
keterampilan penguatan, menentukan alternatif solusi, serta
merangkum dan mengakhiri konseling dengan baik.
a. Menjelaskan keterampilan penguatan
b. Menjelaskan keterampilan menentukan alternatif solusi
c. Menjelaskan

keterampilan

merangkum

dan

mengakhiri

konseling.
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
1. Keterampilan penguatan
2. Keterampilan menentukan alternatif solusi
3. Keterampilan merangkum dan mengakhiri konseling.
F. Petunjuk Pelatihan
Untuk mencapai hasil pelatihan, peserta diklat perlu mengikuti
beberapa petunjuk antara lain sebagai berikut:
1. Bacalah modul ini tahap demi tahap. Mulailah dengan kegiatan
pelatihan 1 (satu) dan seterusnya. Sebelum Anda benar-benar
paham tentang materi pada tahap awal, jangan membaca materi
pada halaman berikutnya. Lakukan pengulangan pada halaman
tersebut sampai Anda benar-benar memahaminya.

2. Jika Anda mengalami kesulitan dalam memahami materi pada


halaman atau sub bahasan tertentu, diskusikan dengan teman
Anda atau fasilitator yang sekiranya dapat membantu untuk
memahami materi modul ini.
3. Setelah selesai memahami materi pada setiap kegiatan pelatihan
sebaiknya Anda mengerjakan latihan-latihan, menjawab soal-soal
dan kemudian cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban
yang tersedia.
4. Jika skor hasil pelatihan Anda masih belum memenuhi
persyaratan minimal, sebaiknya Anda tidak terburu-buru untuk
mempelajari materi berikutnya. Lakukan pengulangan untuk
pengujian dengan menjawab soal-soal hinggga benar-benar
mendapat skor minimal untuk melanjutkan ke materi berikutnya.
5. Setelah memahami konsep dasar tentang konseling KB,
keterampilan dasar konseling KB dan langkah-langkah konseling
KB, lakskonselian praktik konseling KB yang diamati oleh teman
Anda atau fasilitator.
6. Melakskonselian diskusi untuk membahas kelebihan dan
kekurangan pelaksanaan praktik konseling KB yang telah
dilakukan.

BAB II
KETERAMPILAN PENGUATAN
A. Pengertian Keterampilan Penguatan (Reinforcement)
Wahid Murni, dkk (2010 : 116) mengatakan bahwa penguatan
(reinforcement) adalah respon positif yang dilakukan konselor atas
perilaku positif yang dicapai konseli dalam proses pelatihannya, dengan
tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut.
Selain itu dijelaskan pula bahwa penguatan sebagai respon terhadap
suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya
kembali tingkah laku tersebut.
Menurut Mulyasa (2011 : 77) menjelaskan bahwa penguatan
(reinforcement) merupakan respon terhadap sesuatu perilaku yang
dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku
tersebut.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penguatan
(reinforcement) dapat membuat perilaku seperti apa yang diharapkan
oleh pemberi penguatan (reinforcement) itu sendiri. Seorang konselor
yang memberikan penguatan berarti mengharapkan konselinya
melakukan tingkah laku seperti yang ia harapkan. Misalnya, seoarang
konselor memberikan hadiah atau pujian kepada konseli atas upaya
konseli yang telah berhasil melakukan pekerjaannya dengan baik.
B. Tujuan Pemberian Penguatan (Reinforcement)
Menurut Wahid Murni (2010: 117) menjelaskan beberapa tujuan
penguatan (reinforcement) dalam pelatihan. adapun tujuan penggunaan
penguatan adalah : 1. meningkatkan perhatian konseli dalam proses
pelatihan, 2. membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi
pelatihan konseli, 3. mengarahkan pengembangan berfikir konseli ke

arah berfikir divergen, 4. mengatur dan mengembangkan diri konseli


sendiri dalam proses pelatihan, 5. mengendalikan serta memodifikasi
tingkah laku konseli yang kurang positif serta mendorong munculnya
tingkah laku yang produkif.
Dari pendapat tersebut, penguatan (reinforcement) mempunyai
tujuan yang berakhir pada kefektifan dalam pelatihan. Perhatian konseli
akan lebih terfokus serta motivasi konseli dapat lebih terpacu.
penguatan (reinforcement) juga memberikan ruang bagi konseli untuk
memperoleh penghargaan dari orang lain. Konseli juga dapat
merasakan suasana kompetisi yang memacu semangat pelatihan dan
antusias pelatihan konseling.
C. Prinsip-Prinsip Penguatan (Reinforcement)
Wahid

Murni

(2010:119-122)

menjelaskan

prinsip-prinsip

penguatan diantaranya adalah 1. kehangatan, 2. antusiasme, 3.


kebermaknaan, 4. menghindari respon yang negatif, 5. penguatan yang
diberikan dengan segera, dan 6. penguatan yang diberikan secara
variatif.
1. Kehangatan. Prinsip pemberian penguatan dilakukan dengan cara
yang hangat. Kehangatan sikap konselor dapat ditunjukkan dengan
suara, mimik dan gerakan badan. Kehangatan sikap konselor akan
menjadikan penguatan yang diberikan konselor menjadi lebih
efektif. Penguatan harus dilakukan dengan ketulusan dan jangan
sampai terdapat kesan asal melakukan penguatan.
2. Antusias. Sikap antusias dalam memberikan penguatan dapat
menstimulasi konseli untuk meningkatkan motivasi. Antusiasme
konselor dalam memberikan penguatan akan mendorong munculnya
kebanggaan dan kepercayaan diri pada konseli.

3. Kebermaknaan. Penguatan yang kita berikan hendaknya dapat


meningkatkan motivasi peserta. Menigkatkan prestasi pelatihan, dan
meningkatkan perhatian konseli. Dalam hal ini, kita perlu
memperhatikan konteks saat penguatan dilakukan pada saat yang
kurang tepat. Perlu diingat, bahwa penguatan dilakukan justru ketika
perhatian peserta atau konseli mulai berkurang, motivasi rendah, dan
konseli belum fokus dalam pelatihan. Inti dari kebermaknaan adalah
bahwa konseli mengerti dan yakin bahwa dirinya memang layak
diberikan penguatan, karena hal itu memang sesuai dengan tingkah
laku dan penampilannya.
4. Menghindari respon yang negatif. Sebelum memberikan penguatan,
kita perlu memperhatikan konteks agar penguatan yang diberikan
menjadi tidak kontra produktif. Seharusnya meningkatkan motivasi
dan meningkatkan semangat peserta tapi malah menurunkan
motivasi serta membuat peserta tersinggung atau menyepelekan
pelatihan. Meskipun hukuman disadari dapat mengendalikan dan
membina tingkah laku konseli, akan tetapi ejekan, celaan dan hinaan
perlu di hindari agar semangat konseli tidak patah serta motivasinya
tidak semakin berkurang.
5. Penguatan yang dilakukan dengan segera. Penguatan akan lebih
tepat setelah peserta menunjukkan prestasi, tidak diselingi. Sebab,
jika diselingi, konteksnya akan berbeda, dan sangat mungkin peserta
sudah lain perhatian dan fokusnya. Dengan kata lain jika akan
memberikan penguatan, jangan ditunda-tunda.
6. Penguatan yang diberikan secara variatif. Dalam memberikan
penguatan pelatihan, kita harus menggunakan variasi bentuk, verbal
maupun non-verbal. Hal ini akan menjadikan kebosanan kepada
peserta. Peserta dapat pula malah menghina kita jika kita tidak

variatif dalam memberikan penguatan. Penguatan (reinforcement)


pada prinsipnya adalah diberikan dengan suasana kehangatan dan
memberikan kenyamanan kepada konseli. Selain itu, tidak
dibenarkan menggunakan penguatan negatif dan hukuman kepada
konseli. Penguatan negatif dan hukuman konseli dapat menimbulkan
sikap yang kurang baik pada perkembangan diri konseli. Penguatan
(reinforcement) perlu digunakan dengan menggunakan variasi.
Variasi tersebut membuat konseli tidak bosan dengan penguatan
yang diberikan. Penguatan (reinforcement) perlu juga diberikan
dengan pertimbangan kebermaknaan. Jika penguatan yang diberikan
dirasa tidak bermakna bagi konseli, maka tidak perlu diberikan oleh
konselor.
D. Komponen Keterampilan Penguatan (Reinforcement)
Wahid Murni, dkk (2010 : 122) menjelaskan beberapa komponen
yang perlu dikuasai oleh konselor agar dapat memberikan penguatan
secara bijaksana dan sistemastis adalah :
1. Penguatan verbal. Penguatan verbal berupa kata-kata pujian,
dukungan, pengakuan yang digunakan untuk penguatan tingkah laku
dan kinerja konseli. Penguatan verbal dapat dinyatakan dalam dua
bentuk yakni: 1) kata-kata seperti: bagus, ya, tepat, betul, bagus
sekali, dan sebagainya, 2) kalimat, seperti: pekerjaanmu bagus
sekali, caramu mmberi penjelasan baik sekali dan sebagainya.
2. Penguatan berupa mimik muka dan gerakan badan (gestural).
Penguatan berupa gerakan badan dan mimik muka antara lain
seperti: senyuman, anggukan kepala, acungan ibu jari, tepuk tangan
dan sebagainya.
3. Penguatan dengan cara mendekati konseli. Konseli atau sekelompok
konseli di dekati konselor pada saat mengerjakan soal dapat terkesan

diperhatikan. keadaan ini dapat menghangatkan suasana dan dapat


meningkatkan motivasi pelatihan konseli.
4. Penguatan dengan sentuhan. Tehnik ini penggunaannya perlu
mempertimbangkan latar belakang konseli, umur, jenis kelamin,
serta latar belakang kebudayaan setempat.
5. Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan. Motivasi pelatihan
konseli

dipengaruhi

oleh

apakah

kegiatan

pelatihan

yang

dilaksanakan konseli tersebut menyenangkan dirinya atau tidak.


Bentuk

kegiatan

pelatihan

yang

disenangi

konseli

dapat

mempertinggi intensitas pelatihannya.


6. Penguatan berupa simbol atau benda. Jenis penguatan atau benda
yang diberikan diselaraskan dengan usia perkembangan konseli.
Usia dewasa madya dengan konseli usia dewasa akhir. Penguatan
berupa simbol atau benda dapat berupa piagam penghargaan, bendabenda yang berupa alat tulis dan buku, dapat pula berupa komentar
tertulis pada buku konseli. Secara garis besar, penguatan positif
dapat digolongkan dalam beberapa cara pemberian penguatan.
Penguatan diberikan dalam bentuk kata-kata, angka atau nilai,
mimik wajah dari konselor, gerakan badan konselor, sentuhan
konselor kepada konseli dan dengan hadiah berupa simbol atau
barang. Berbagai bentuk pemberian penguatan tersebut harus
dilakukan sesuai dengan prinsip pemberian penguatan itu sendiri.
E. Cara/Tahap Pemberian Penguatan (Reinforcement)
Wahid Murni (2010 : 125-127) menjelaskan mengenai cara
pemberian penguatan (reinforcement) yaitu sebagai berikut :
1. Penguatan pada pribadi tertentu. Penguatan akan lebih tepat sasaran
dan bermakna jika mempertimbangkan siapa konselinya. Jika tujuan
memberikan penguatan untuk peserta secara perseorangan tentu

berbeda dengan jika kita memberikan penguatan untuk kelompok.


Oleh karena itu, penguatan harus jelas ditujukan kepada siapa dan
usahakan dengan menyebut nama serta memandang wajahnya.
2. Penguatan kepada kelompok. Penguatan dapat juga diberikan
kepada sekelompok konseli. Sebagai contoh, adalah ketika konselor
menjalankan tugas dengan baik, konselor memberikan istirahat atau
kegiatan yang menyenangkan kepada konseli.
3. Penguatan yang tidak penuh. Penguatan yang tidak penuh diberikan
pada konseli atas pertanyaan konselor sedikit mengandung
kebenaran. Untuk itu penguatan yang digunakan adalah penguatan
tidak penuh.
4. Variasi

penggunaan.

Untuk

menghindari

ketidakbermaknaan,

konselor dapat menggunakannya secara bervariasi. Pengunaan


penguatan yang itu-itu saja dapat menjadi bahan tertawaan konseli.
Bahkan konseli-konseli ikut serta ikut serta memberikan penguatan
apabila teman lain menjawab dengan benar. Untuk menghindari
lunturnya makna penguatan dan kemungkinan bahan konseli,
konselor dapat memvariasikan penggunaannya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peguatan yang
diberikan oleh konselor haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Hal ini dikarenakan tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan
jika pemberiannya tidak dengan sunggung-sungguh dan mempunyai
kebermaknaan dalam pelatihan. Penguatan dilakukan pada pribadi
secara perorangan dan kelompok berbentuk verbal dan non verbal yang
dilakukan oleh konselor kepada konseli. Penguatan secara perorangan
dapat dilakukan misalnya saat konseli mengerjakan perintah dari
konselor di depan kelas, konselor memberikan penguatan kepada
konseli tersebut . Begitu pula dengan dengan penguatan pada kelompok

yang tidak jauh berbeda. Penggunaan keterampilan penguatan


dilakukan dilakukan dengan tidak mengabaikan prinsip dari penguatan,
yaitu kehangatan, kebermaknaan, menghindari respon negatif, dan
dilakukan dengan segera. Konseli yang melakakukan perlaku atau
tindakan yang diharapkan oleh konselor memperoleh penghargaan dari
konselor berupa penguatan verbal (pujian) dan non verbal (sentuhan,
gerakan badan dan hadiah). Penguatan tersebut diberikan sebagai
penghargaan terhadap perilaku atau tindakan konseli yang sesuai
dengan apa yang diharapkan konselor.

BAB III
KETERAMPILAN MENENTUKAN ALTERNATIF SOLUSI
A. Pengertian Keterampilan Alternatif Solusi
Keterampilan alternatif solusi dalam konseling adalah
keterampilan untuk membantu konseli mengentaskan dan memandu
konseli mengeksplorasi alternatif solusinya. Alternatif solusi adalah
suatu alat, keahlian, dan suatu proses. Alternatif solusi sebagai alat
yang membantu mengentaskan masalah atau mencapai tujuan.
Alternatif solusi sebagai keterampilan, artinya keterampilan ini dapat
digunakan berulang kali dan perlu diasah dan alternatif solusi sebagai
proses melibatkan sejumlah langkah yanga harus dilalui.
B. Tujuan Keterampilan Alternatif Solusi
Keterampilan alternatif solusi diharapkan peserta pelatihan
dapat :
1. Memahami strategi-strategi Keterampilan Alternatif Solusi
2. Memahami prosedur-prosedur Keterampilan Alternatif Solusi

3.

Mendemonstrasikan strategi-strategi pemecahan masalah

C. Tahap Keterampilan Alternatif Solusi


Keterampilan Alternatif Solusi dapat menjadi efektif apabila
konseli dan konselor telah mengeksplorasi dan memahami seluruh
dimensi dari masalah. Jika dimensi-dimensi masalah telah ditemukan,
konseli kemudian didorong untuk taat melakukan perubahan tingkah
laku. Seorang konselor hendaknya mampu mendengarkan inti
ungkapan konseli yang merupakan pokok-pokok masalah yang perlu
dibantu untuk dipecahkan. Beberapa cara dapat dilakukan untuk
membantu memberikan alternatif solusi.

Dalam

memberikan

alternatif

solusi,

konselor

hanya

memfasilitasi atau membantu konseli untuk mengambil tindakan


nyata kearah alternatif solusinya. Ada tujuh prosedur umum dalam
memberikan alternatif solusi. Menurut Suwarjo (2008) Ketujuh
prosedur tahap Keterampilan Alternatif Solusi yaitu sebagai berikut :
1. Mengeksplorasi masalah Mengeksplorasi masalah merupakan
aktifitas untuk melihat berbagai dimensi yang mungkin terkait
dengan masalah tersebut. Eksplorasi masalah biasanya terjadi pada
tahap awal hubungan konseling, tetapi dapat diintensifkan kembali
setiap saat selama proses konseling berlangsung. Untuk membantu
konseli

mengeksplorasi

masalah,

dibutuhkan

keterampilan

attending, empati, merangkum, mengajukan pertanyaan terbuka,


dan keterampilan konfrontasi serta klarifikasi.
2. Memahami masalah Memahami masalah berarti meningkatkan
kesadaran tentang bagaimana berbagai aspek yang terkait dapat
menyebabkan

munculnya

masalah.

Pemahaman

biasanya

berkembang ketika perasaan-perasaan yang mengganggu dapat


diatasi. Untuk membantu konseli memahami masalahnya, konselor
perlu menggunakan keterampilan konfrontasi dan perilaku genuin.
Selain itu keterampilan empati dan attending juga tetap diperlukan.
Pemahaman secara penuh akan terjadi apabila berbagai aspek yang
terkait

dengan

masalah

telah

dieksplorasi.

Setelah

dapat

memahami masalah yang dimiliki, konseli menjadi sadar siapa


dirinya dan mau kemana dia menuju. Diaharapkan, dari
pemahaman tersebut konseli tertarik untuk melakukan perubahan
diri.
3. Menentukan masalah Menentukan masalah berarti menajamkan
issu-issu yang diduga kuat menjadi penyebab munculnya masalah.

Penajaman ini diperlukan agar dapat digunakan untuk memetakan


masalah mana yang paling memungkinkan ditemukan solusinya.
Penentuan masalah mencakup dua aspek yaitu menemukan
penyebab masalah, dan tujuan yang diinginkan. Penyebab
munculnya masalah dan tujuan yang diinginkan dapat ditemukan
apabila eksplorasi dan pemahaman masalah sudah dapat dikuasai.
Tanpa eksplorasi yang cukup dan pemahaman masalah secara baik,
Keterampilan Alternatif Solusitidak akan berjalan secara baik
karena terlalu banyak aspek yang terkait dengan masalah tidak
diketahui. Jika ini yang terjadi, maka Keterampilan Alternatif
Solusitidak akan ditemukan secara tepat.
4. Curah pendapat (brainstorming) Secara esensial, curah pendapat
berarti bahwa seluruh prosedur atau alternatifalternatif yang dapat
membantu memecahkan masalah dikemukakan tanpa dicela atau
tanpa dikritik keefektifannya. Hal penting yang perlu dicatat adalah
pentingnya

tanggung

jawab

masing-masing

fihak

untuk

mencurahkan ide-ide yang memungkinkan.


5. Menilai berbagai alternatif Pada langkah ini, dikaji kaitan antara
nilai-nilai, dan kekuatan, serta kelemahan-kelemahan konseli yang
terkait

dengan

berbagai

alternatif

Keterampilan

Alternatif

Solusiyang dimunculkan melalui curah pendapat. Nilai-nilai yang


dipegang teguh oleh konseli yang terkait dengan berbagai issue
pemecahan

masalah,

sangat

berpengaruh

terhadap

proses

pengambilan keputusan. Jika nilai-nilai tersebut diabaikan dalam


pemilihan

solusi,

kemungkinan

keberhasilan

Keterampilan

Alternatif Solusimenjadi kurang maksimal. Sebelum menentukan


alternatif terbaik, identifikasilah dan garis bawahilah terlebih
dahulu nilai-nilai yang paling penting yang terkait dengan masalah,

serta

kekuatan-kekuatan

yang

akan

paling

mempermudah

keberhasilan pemecahan masalah.


6. Menetapkan alternatif yang terbaik Penetapan alternatif terbaik
merupakan keputusan final terhadap satu atau dua alternatif yang
dipandang paling baik yang dipilih dari berbagai alternatif yang
dimunculkan dari curah pendapat setelah mempertimbangkan nilainilai, faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh konseli.
Masing-masing

solusi

dipertimbangkan

dan

dibandingkan.

Alternatif terbaik yang diambil sebagai keputusan terakhir adalah


alternatif yang dipandang sebagai solusi yang paling efektif dan
paling mudah dilakukan.
7. Melaksanakan alternatif yang telah ditentukan/dipilih Langkah
terakhir dari Keterampilan Alternatif Solusiadalah mendorong
konseli untuk melaksanakan alternatif yang: a) paling sesuai
dengan nilai-nilai konseli, b) sesuai dengan kekuatan-kekuatan
yang dimiliki, dan c) paling sedikit melibatkan kekuarangan
/kelemahan konseli.

BAB IV
KETERAMPILAN MERANGKUM DAN MENGAKHIRI KONSELING
A. Merangkum/Meringkas (Summary)
1. Pengertian Merangkum/Meringkas (Summary)
Supriyo dan Mulawarman (2006: 38) mengemukakan bahwa
merangkum/meringkas (summary) adalah teknik yang digunakan
konselor untuk menyimpulkan atau ringkasan mengenai berbagai
apa yang telah dikemukakan konseli pada proses komunikasi
konseling.
Sedangkan

Fauzan

dkk

(2008:

59)

menjelaskan

merangkum/meringkas (summary) yaitu teknik respon oleh konselor


dalam memadukan uarian pernyataan konseli menjadi kesatuan atau
keutuhan tema/ topik dari sesi-sesi konseling.
Keterampilan merangkum/meringkas (summary) dinyatakan
dalam bentuk pemberian respon dengan membuat rangkuman secara
tepat terhadap semua materi yang diungkapkan. Untuk itu konselor
harus mampu menyimak seluruh pembicaraan bersama konseli
dengan baik dan kemudian membuat rangkumannya untuk
selanjutnya disampaikan sebagai respon konselor terhadap konseli.
Keterampilan merangkum yang baik dan tept dapat memberikan
dampak psikologis adanya rasa diterima, dihargai, dan diakui yang
pada gilirannya dapat menunjang proses konseling selanjutnya.
Konselor perlu merekam semua yang diungkapkan oleh
konseli mulai dari awal konseling hingga akhir konseling, guna
menyimpulkan agar konseli semakin mantap akan keputusan yang
telah diambilnya maupun paham terhadap apa yang menjadi titik
bagi masalah yang dialaminya, karena saat konseli datang pada

konselor, biasanya kondisi psikologisnya masih labil dan tidak


begitu paham terhadap apa yang sebenarnya menjadi masalah pada
dirinya.
2. Tujuan Merangkum/Meringkas (Summary)
Merangkum/Meringkas (Summary) bermanfaat penting bagi
konselor dan konseli, karena memberi kesempatan berpartisipasi
pada

keduanya.

Selain

itu summary sangat penting untuk

mengakhiri satu bagian atau bagian pertama yang kemudian


dilanjutkan pada

bagian

berikutnya

dan

juga

memberikan

kesempatan bagi konselor untuk mendorong konseli mengutarakan


perasaannya mengenai proses konseling.
Adapun

tujuan

keterampilan

Merangkum/Meringkas

(Summary) antara lain :


a. Menyatukan

berbagai

unsur-unsur

dalam

pesan

konseli.

Rangkuman ini dapat menjadi umpan balik bagi konseli terhadap


pesan-pesannya yang ambigu atau tidak jelas.
b. Mengidentifikasi tema-tema umum, yang baru jelas setelah
beberapa pesan dikemukakan atau setelah beberapa kali proses
konseling.
c. Untuk mengarahkan pembicaraan konseli. Kadang-kadang
konselor merangkum untuk mengiterupsi konseli yang bercerita
secara bertele-tele atau mendongeng. Rangkuman ini penting
untuk mengarahkan pembicaraan dalam konseling.
d. Mencegah langkah yang terburu-buru dalam suatu sesi konseling.
rangkuman akan memberikan nuansa psikologis selama sesi
konseling.
e. Mereview kemajuan yang diperoeh selama satu atau beberapa
kali wawancara.

3. Jenis-Jenis Merangkum/Meringkas (Summary)


a. Merangkum/Meringkas (Summary) Bagian
Merupakan kesimpulan yang dibuat saat percakapan
konseli dan konselor yang dipandang penting. Simpulan ini berisi
tentang suatu data/sekelompok data dalam suatu proses
konseling. Untuk kesimpulan tersebut didahului kata-kata
pendahuluan seperti untuk sementara ini, sampai saat ini,
sejauh ini, selama ini, dsb.
b. Merangkum/Meringkas (Summary Akhir/Keseluruhan
Merupakan kesimpulan yang dibuat pada akhir komunikasi
konseling sebagai kesimpulan keseluruhan pembicaraan. Bentuk
kesimpulan akhir didahului oleh kata-kata pendahuluan seperti
sebagai kesimpulan akhir, sebagai puncak pembicaraan,
sebagai penutup pembicaraan kita, dari awal hingga akhir
pembicaraan kita, dsb.
4. Tata Cara Merangkum/Meringkas (Summary)
Menurut M. Surya (2003:113), keterampilan meringkas dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan
ungkapannya secara lengkap.
b. Menunjukan sikap memberikan perhatian dan menyimak dengan
penuh perhatian.
c. Membuat

catatan-catatan

seperlunya

untuk

merangkum

pembicaraan.
d. Sesudah klien menyampaikan ungkapannya, konselor memberikan
respon dalam bentuk menyampaikan rangkuman pembicaraan.
Adapun Menurut Sugiharto dalam Sugiyo (2005:150),
panduan umum meringkas adalah sebagai berikut :

a. Adakan refleksi atau attending terhadap berbagai variasi tema dan


nada emosional pada saat klien berbicara.
b. Gabungkan

perasaan

dan

ide

kunci

kedalam

pernyataaanpernyataan yang pengertian dasarnya luas.


c. Jangan tambahkan ide-ide baru dalam ringkasan.
d. Pertimbangkan kalau sekiranya dapat membantu kalau menyatakan
ringkasan atau mengajak klien untuk membuat ringkasan.
Dalam

membuat

ringkasan

yang

baik

disarankan

pada

permulaan

memperhatikan hal-hal berikut :


a. Membuat

situasi

hangat

terhadap

klien

wawancara.
b. Memfokuskan pemikiran dan perasaan klien yang bertebaran.
c. Mendiskusikan hal-hal yang tidak keluar dari tema.
5. Contoh Merangkum/Meringkas (Summary)
a. Merangkum/Meringkas (Summary)Bagian:
Konselor: Sejauh ini dari pembicaraan yang telah kita
lakukan dapat diambil kesimpulan bahwa kita telah membahas
masalah mengenai masalah Anda dengan orang tua Anda. Jadi
sekarang marilah kita cari cara-cara yang dapat membantu Anda
untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Merangkum/Meringkas (Summary) Akhir:
Konselor: Dari awal hingga akhir pembicaraan kita, Anda
berbicara mengenai masalah kos Anda yang tidak kondusif untuk
kegiatan belajar. Oleh sebab itu, mulai besok Anda dapat belajar
dengan menggunakan beberapa keterampilan belajar yang tadi
telah kita bicarakan.
B. Mengakhiri Konseling (Termination)
1. Pengertian Mengakhiri Konseling (Termination)

Keterampilan

konselor

untuk

mengakhiri

komunikasi

konseling, baik untuk dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya


maupun mengakhiri karena komunikasi konseling benar-benar
berakhir. Dibawah ini adalah pendapa para ahli mengenai pengertian
mengakhiri konseling (termination), yaitu sebagai berikut :
Menurut Supriyo dan Mulawarman (2006;41), menyebutkan
bahwa termination atau pengakhiran ialah keterampilan atau teknik
yang digunakan konselor untuk mengakhiri komunikasi konseling,
baik mengakhiri untuk dilanjutkan pada pertemuan berikutnya
maupun mengakhiri karena komunikasi konseling betul-betul telah
berakhir.
Dari

pernyataan

tersebut,

jelaslah

bahwa

pengakhiran

(temination) adalah dari proses konseling. sehingga pengakhiran


(temination) adalah proses pengakhiran konseling sesuai dengan
keputusan yang telah disepakati bersama pada awal konseling, baik
pengakhiran untuk dilanjutkan pada pertemuan berikutnya maupun
pengakhiran konseling yang benar-benar telah berakhir.
Pada tahapan pengakhiran (temination), sebenarnya konselor
bersama konseli menetapkan kesimpulan atas apa yang telah
dihasilkan dalam proses konseling tersebut. Bila perlu, refleksikan
kembali bagaimana perasaan konseli setelah proses konseling
dilakukan, dan bagaimana pula pendapat konseli mengenai konselor,
suasana yang ada dalam proses konseling. Hal tersebut akan menjadi
koreksi tersendiri bagi konselor dalam pelaksanaan konseling
berikutnya.
2. Tujuan Mengakhiri Konseling (Termination)
Teknik

pengakhiran

bertujuan

mengakhiri

komunikasi

konseling baik mengakhiri untuk dilanjutkan pada pertemuan

berikutnya maupun mengakhirinya karena komunikasi konseling


betul betul telah berakhir. Teknik ini digunakan sebagai pengendali
waktu supaya kegiatan konseling tidak melebihi waktu yang telah
disepakati sebelumnya.
Tujuan dari termination menurut Lutfi Fauzan, Nur Hidayah,
dan M. Ramli (2008;60) menyebutkan bahwa tujuan dari termination
ialah:
a.Memiliki peta kognitif perjalanan konseling, yaitu apa dan
bagaimana tahap-tahap yang telah dilalui dan apa yang
merupakan tahap konseling mendatang.
b.

Mencapai

pemahaman antara

konselor

dan konseli

mengenai apa yang telah berhasil dicapai bersama dalam


konseling.
c.Mengkomunikasikan keperluan penyesuaian konseli terhadap
pengambilan tanggung jawabnya seusai konseling.
d.

Memelihara persepsi pantas konseli tentang penerimaan


dan pemahaman konselor

3. Jenis-Jenis Mengakhiri Konseling (Termination)


Menurut Lutfi Fauzan, Nur Hidayah, dan M. Ramli (2008;61)
menyebutkan bahwa jenis termination yaitu:
a. Pengakhiran langsung, murni
Menunjuk pada verbalisasi konselor tersurat, dengan
menyebutkan akan diakhiri pertemuan konseling dalam bentuk
kalimat singkat, cukup tegas, dan menandakan kaidah bahasa
pragmatic.
b. Pengakhiran tidak langsung: nonverbal dan verbal
Contoh:

1) Respon nonverbal, memandang jam dinding, menata meja,


mengemasi buku.
2) Respon verbal, biasanya ditumpangkan pada teknik lain,
misalnya interpretasi telah banyak yang anda ungkap
sehingga membuat anda kelelahan, apakah anda bermaksud
mengakhiri dulu pertemuan ini?.
3) Respon

verbal,

(teknik

perangkuman

akhir)

dengan

rampungnya semua yang ingin anda ungkapkan dalam


konseling hari ini, baik anda ingat-ingat dan lakukan apa garis
besar dari yang kita bicarakan tadi.
Dalam Supriyo dan Mulawarman (2006 : 42) cara
pengakhiran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Merapikan kembali alat-alat yang telah digunakan,
2) Membuat kesimpulan akhir,
3) Membicarakan tugas-tugas yang hendak dilakukan sebelum
pertemuan yang akan datang,
4) Dapat

dilakukan

secara

langsung,

misalnya

konselor

menunjukkan pembatasan waktu (time limit) konseling yang


telah disepakati pada awal pertemuan.
4. Contoh Mengakhiri Konseling (Termination)
Konselor: Baik, sekarang waktu telah menunjukkan pukul
12.00, sesuai dengan kesepakatan diawal pertemuan tadi bahwa
pertemuan ini hanya sampai pukul 12.00, maka marilah kita akhiri
pertemuan ini dan dapat kita lanjutkan minggu depan.
Respon Verbal Disertai Respon Nonverbal Dengan Teknik
Mengakhiri Konseling (Termination) Akhir:
Konselor: Dari awal hingga akhir pembicaraan kita, Anda
berbicara mengenai masalah kos Anda yang tidak kondusif untuk

kegiatan belajar. Oleh sebab itu, mulai besok Anda dapat belajar
dengan menggunakan beberapa keterampilan belajar yang tadi telah
kita bicarakan. (menata meja)

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konseling KB merupakan hubungan timbak balik antara dua
individu di mana konselor membantu konseli membuat keputusan
untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Konselor perlu
memahami dan berlatih konsep dasar konseling, keterampilan dasar
konseling dan langkah-langkah dalam konseling KB. Hal ini
bertujuan agar konselor dapat melaksanakan konseling yang efisien,
bermanfaat, dan bermakna bagi konseli.
B. Rekomendasi
Rekomendasi berisi uraian rekomendasi yang ditujukan ke
berbagai pihak, antara lain:
1. Calon peserta atau peserta KB (konseli)
Setiap individu berpotensi memiliki suatu permasalahan
dalam lingkungan keluarga. Calon peserta atau peserta KB
(konseli) seyogyanya terbuka dan sukarela datang pada konselor
untuk mendapatkan layanan konseling dengan tujuan untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
2. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (konselor)
Konseli datang kepada konselor dengan harapan konselor
dapat membantu permasalahan dalam lingkungan keluarga yang
dihadapi. Petugas Lapangan Keluarga Berencana (konselor)
seyogyanya dapat memahami konsep dasar konseling dengan
baik dan mampu menerapkan konseling yang bermakna bagi

konseli. Sehingga proses konseling yang dilaksanakan dapat


dirasakan manfaatnya oleh konseli.
3. BKKBN
Kebutuhan

akan

konselor

dalam

BKKBN

sangat

fundamental. BKKBN seyogyanya memberikan peluang bagi


tenaga konselor profesional untuk membantu menyukseskan
program KB dengan tujuan utama membentuk Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (KKBS)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzan, Lutfi. Nur Hidayah & M. Ramli. 2008. Teknik-teknik Komunikasi


untuk konselor. Malang: Depdiknas UM UPT BK.
Sugiharto, Dyp dan Mulawarman. 2007. Buku Ajar Psikologi Konseling.
Semarang : Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNNES.
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antar Pribadi. Semarang : UNNES PRESS.
Supriyo dan Mulawarman. 2006. Keterampilan Dasar Konseling.
Semarang: Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNNES.
Surya, M. 2003. Psikologi Konseling. Bandung : CV. Pustaka Bani
Quraisy.
Suwarjo. 2008. Modul Pelatihan Praktik Keterampilan Konseling. Bahan
Pelatihan Bagi Guru Bimbingan Dan Konseling (Konselor)
Pendidikan Dan Latihan Profesi Guru (Plpg) Bidang
Bimbingan Dan Konseling. Program Studi Bimbingan Dan
Konseling

Fakultas

Ilmu

Pendidikan..

Yogayakarta:

Departemen Pendidikan Nasional


Wahid Murni, dkk. (2010). Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta:
Ar Ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai