Anda di halaman 1dari 18

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas tuntunan-Nya sehingga Bahan
Ajar Building Learning Commitment dapat diselesaikan tepat waktu. Bahan Ajar ini
diharapkan dapat memberikan arahan kepada peserta Pelatihan Moderasi Beragama
dalam membangun dan membentuk komitmen belajar. Dengan adanya bahan ajar ini
diharapkan kedepannya Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang didapatkan selama kegiatan pelatihan.

Kami menyadari bahwa bahan ajar ini masih memerlukan banyak


penyempurnaan sehingga saran dan masukan sangat diperlukan. Kami berharap
bahan ajar ini dapat memberikan manfaat bagi peserta pelatihan dan sebagai salah
satu referensi dalam menciptakan komitmen belajar.

Denpasar, Juli 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1


DAFTAR ISI .............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 3
A. Latar Belakang ................................................................................................ 3
B. Deskripsi Singkat ............................................................................................ 3
D. Indikator Keberhasilan..................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 5
A. Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain ............................................................. 5
B. Komunikasi yang Harmonis ............................................................................. 8
D. Kontrak Pembelajaran dan Komitmen Belajar ............................................... 13
BAB III PENUTUP................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu proses, teknis dan metode belajar mengajar
dengan maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang
lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya sedangkan
pelatihan adalah mengembangkan orang-orang sebagai individu dan
mendorong mereka menjadi lebih percaya diri dan berkemampuan dalam hidup
dan pekerjaannya. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan
mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau
organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan atau
keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas
tertentu. Dalam suatu pelatihan orientasi atau penekanannya pada tugas yang
harus dilaksanakan (job orientation), sedangkan pendidikan lebih pada
pengembangan kemampuan umum.

Kelancaran pendidikan dan pelatihan didukung oleh beberapa faktor


pendukung seperti sarana dan prasarana, widyaiswara, kepanitiaan, bahan
pelatihan dan kesiapan peserta. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
apabila semua pihak yang terlibat menjalankan fungsinya masing-masing
dengan baik. Widyaiswara mampu mengajar sesuai ekspektasi peserta,
peserta pelatihan mampu berperan aktif dan memahami tujuan pembelajaran,
serta tersedianya panitia yang responsif untuk memenuhi kebutuhan peserta
dan widyaiswara.

Kesiapan peserta pelatihan sebaiknya pada posisi fisik, mental, emosi


yang siap dan baik selama kegiatan pelatihan ini berlangsung sehingga dapat
mengikuti seluruh program secara baik. Suasana penting yang perlu disiapkan
adalah kemampuan berinteraksi dengan sesama teman peserta, dengan
panitia maupun dengan fasilitator.

B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan Building Learning Commitment ini membahas tentang
mengenal diri dan orang lain, menjalin komunikasi yang harmonis, membangun

3
rasa kebersamaan, membuat kontrak pembelajaran dan melaksanakan
komitmen belajar.

C. Kompetensi Pelatihan
Setelah mengikuti proses pembelajarann peserta pelatihan mempu:
mengenal diri dan orang lain, menjalin komunikasi yang harmonis, membangun
rasa kebersamaan, membuat kontrak pembelajaran dan melaksanakan
komitmen belajar.

D. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu:
1. Mengenal diri dan mengenal orang lain dengan lebih baik;
2. Menjalin komunikasi yang harmonis;
3. Membangun rasa kebersamaan;
4. Membuat kontrak pembelajaran dan melaksanakan komitmen belajar.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain


Kunci proses pengembangan diri adalah mengenal diri sendiri. Ini
tidak hanya berlaku bagi keberhasilan di bidang karier, melainkan juga di
berbagai bidang kehidupan lainnya, termasuk keluarga, sosial masyarakat,
dan spiritual. Dengan mengenal diri sendiri, seseorang mengetahui apa yang
mesti jadi tujuan hidupnya dan menyadari kemampuan dan bakat-
bakatnya serta tahu bagaimana menggunakannya demi mencapai tujuan
tersebut. Dengan demikian ia lebih mampu menemukan makna dan
kepenuhan dari hidupnya. Hal tersebut juga sebagai kunci awal keberhasilan
dalam pelatihan.
Dalam pelaksanaan pelatihan, seseorang akan bertemu dengan satu
tim atau kelompok baru. Dalam suatu kelompok di mana anggotanya baru
pertama kalinya bertemu dan belum saling mengenal satu sama lain, pikiran
mereka akan terpusat pada pertanyaan-pertanyaan yang sangat banyak. Saat
kita bertemu dengan orang yang baru kita kenal, maka kesan pertama kita akan
orang tersebut banyak dipengaruhi oleh penampilan, cara ia berbicara, tertawa,
berpakaian dan sebagainya. Biasanya kesannya bisa positif dan bisa negatif
atas orang lain. Dan itu berpengaruh terhadap sikap dan pandangan kita
terhadap yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan beberapa waktu
untuk membuktikan apakah kesan atau pandangan kita itu benar.
Kegiatan pelatihan akan semakin baik jika, peserta saling mengenal dan
semakin kompak mereka serta semakin efektif proses kerjasama dan proses
pembelajaran yang terjadi. Untuk mencapai keberhasilan dalam membina
kekompakan tersebut dan peserta siap untuk memulai proses pembelajaran,
langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pencairan Kelas
Pencairan kelas adalah kegiatan awal yang perlu dilakukan sebelum
memulai sebuah pelatihan. Penccairan kelas juga sering dikenal dengan
bina suasana yang artinya upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial
yang mendorong individu anggota masyarakat untuk bersedia melakukan
perilaku yang diperkenalkan. Dalam hal pendidikan dan pelatihan, kegiatan

5
dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta memulai pelajaran. Di sini
dimaksudkan untuk mencairkan suasana agar hubungan antar peserta dan
peserta fasilitator terbina dengan baik, sehingga siap untuk belajar. Dengan
bina suasana ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana aman dan
penuh kepercayaan diantara peserta dan widyaiswara.
Peserta pelatihan yang melakukan kegiatan dengan rasa senang,
bebas dari tekanan fisik maupun mental emosional, memungkinkan
peserta belajar lebih efektif dan menyerap serta mengingat sejumlah besar
materi dengan baik karena dalam keadaan seperti ini, peserta bisa
memanfaatkan seluruh potensi otaknya. Kuncinya adalah membangun
ikatan emosional dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin
hubungan dan menyingkirkan segala macam ancaman.
2. Mengenal Diri
Mengenal diri sendiri adalah suatu langkah awal untuk dapat
menjadi individu yang berhasil dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Individu yang berhasil dalam berinteraksi dengan lingkungannya adalah
individu yang di butuhkan, diharapkan disenangi oleh lingkungan karena
dapat memberi manfaat dan arti positif bagi kualitas kehidupan alam
semesta dan kualitas pribadinya. Usaha ini akan berhasil apabila usaha
tersebut dilakukan dengan menggunakan akal sehatnya. Maka melalui
penggunaan akal sehat individu manusia dapat melakukan usaha
pengenalan diri sendiri sehingga keberadaannya akan diterima baik oleh
lingkungan. Penerimaan oleh lingkungan itu merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia selaku makhluk sosial. Dalam mengenal diri
sendiri perlu direfleksikan kelebihan dan kekurangan masing-masing
peserta. Kelebihan (potensi positif) dan kekurangan (potensi negatif) ini
merupakan aset untuk pengembangan pribadi.
Potensi positif yang diketahui menjadi dasar untuk fokus pada apa
yang harus dikembangkan atau dioptimalkan dan yang negatif akan
dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Dengan mengenal diri secara lebih
baik, peserta dapat memahami dengan jelas apa faktor-faktor yang
menunjang keberhasilan dan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan
yang pernah dialami. Dengan mengenal dirinya secara lebih baik, peserta
mengetahui apa yang ingin dicapai atau yang dicita-citakan, sehingga

6
dapat menetapkan tujuan hidupnya secara lebih realistis. Penetapan tujuan
ini akan mendorong atau memotivasi seseorang berbuat lebih baik lagi dan
tujuan yang ingin dicapai seseorang akan jelas hendak melangkah ke
mana. Mengenal diri sendiri juga dapat dilakukan dengan dengan teknik
refleksi atau menggambar wajah diri sendiri dan menuliskan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Kelebihan yang dimiliki peserta dapat
dianggap sebagai potensi yang dimiliki untuk mengembangkan diri.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki peserta diangga sebagai aset yang
harus diperbaiki sehingga dapat menunjang pengembangan diri.
3. Mengenal Orang Lain
Banyak aspek pendukung yang menjadi kunci keberhasilan
seseorang dalam bersosialisasi, diantaranya bagaimana kita bersosialisasi
bersama orang lain dengan baik, saling menghargai dan menghormati.
Kegiatan bersosialisasi sangat terkait dengan kemampuan kita untuk
diterima dalam suatu kelompok tertentu. Dalam hal pendidikan dan
pelatihan mengenal orang lain merupakan salah satu kunci untuk
menciptakan kerjasama dalam kelompok.
Kerjasama yang efektif dan kelompok yang sinergis akan terbentukk
kalau masing-masing anggota kelompok saling mengenal dengan baik.
Saling memahami apa kelebihan-kelebihan yang dimiliki dan apa
kekurangan-kekurangan anggota kelompok. Kelompok ini akan sinergis,
kalau diantara masing-masing anggota kelompok dapat menerima anggota
kelompok lainnya dengan segala kelebihan dan segala kekurangan serta
kommit untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan kemampuan-
kemampuan yang ada.
Kelompok akan efektif bahkan sinergis kalau diantara masing-
masing anggotanya ada saling mempercayai satu dengan lainnya (trust),
memiliki sikap keterbukaan (opennes), memiliki rasa tanggung jawab
(responsibility) dan merasa bahwa dirinya bagian integrasi dari yang
lainnya (interdependency). Ini akan dapat dicapai kalau sesama anggota
kelompok saling mengenal dengan baik. Oleh karena itu, ada upaya yang
perlu dilakukan untuk mengenal orang lain agar kita bisa memahami orang
lain dengan baik. Stephen R Covey dalam bukunya “The Seven Habbits of
Highly Effective People” mengatakan bahwa “berusahalah mengerti orang

7
lain terlebih dahulu, baru kita berharap kita bisa dimengerti orang lain”
Teknik mengenal orang lain dapat dilakukan dengan perkenalan antar
sesama peserta pelatihan dan pembauran antar sesama peserta pelatihan
melalui sebuah diskusi dalam kelompok. Fasilitator atau widyaiswara dapat
memberikan sebuah permasalahan untuk didiskusikan dalam
kelompoknya. Hasil diskusi ini wajib dipresentasikan oleh perwakilan dari
masing-masing kelompok dan kelompok lain wajib memberikan tanggapan.
Diskusi yang terjadi memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan
untuk berargumen sehingga dapat diketahui sifat-sifat peserta pelatihan.
Pengenalan orang lain diperlukan agar individu dapat menyesuaikan diri
dengan orang lain tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas indifidu
dan kelompok

B. Komunikasi yang Harmonis


1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses pemindahan pesan dari komunikator
kepada penerima/ komunikan. Namun, dalam proses tersebut, terdapat
unsur, konsep, proses, dan tujuan yang mesti dipahami dalam
berkomunikasi. Menurut asal katanya tersebut, arti komunikasi adalah
proses penyampaian makna dari satu entitas atau kelompok ke kelompok
lainnya melalui penggunaan tanda, simbol, dan aturan semiotika yang
dipahami bersama.
Menurut Theodore M. Newcomb, “Setiap tindakan komunikasi
dipandang sebagai suatu transmisi informasi,terdiri dari rangsangan yang
diskriminatif, dari sumber kepada penerima” Beberapa unsur yang ada
untuk membangun sebuah komunikasi
a) Sumber: pembuat informasi atau pengirim informasi. Pada komunikasi
antar manusia, sumber komunikasi bisa dari satu orang atau dari
beberapa orang (kelompok) misalnya sebuah organisasi atau lembaga.
Sumber komunikasi disebut juga komunikator.
b) Penerima: pihak yang menjadi tujuan untuk dikirimi pesan oleh sumber
(komunikator). Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih.
Penerima disebut juga komunikan.

8
c) Pesan: informasi yang disampaikan oleh pengirim pesan kepada
penerima (komunikan). Pesan tersebut bisa disampaikan dengan
bertatap muka (langsung) atau melalui media komunikasi (tidak
langsung).
d) Media: alat yang digunakan dalam berkomunikasi untuk memindahkan
pesan (informasi) dari sumber kepada penerima
e) Efek: engaruh yang dipikirkan dan dirasakan oleh penerima sebelum
dan sesudah menerima pesan. Yang kemudian akan mempengaruhi
sikap seseorang dalam menelaah pesan.
f) Umpan Balik – sebuah bentuk tanggapan balik dari penerima setelah
memperoleh pesan yang diterima.
2. Fungsi Umum Komunikasi
Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson dalam Dedy Mulyana
menjelaskan dua fungsi umum dari komunikasi. Pertama, komunikasi
berfungsi untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang mencakup
keselamatan fisik dan meningkatkan kesadaran pribadi. Fungsi komunikasi
yang kedua yaitu untuk kelangsungan hidup masyarakat, lebih tepatnya
berguna untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan
keberadaan suatu masyarakat (Deddy Mulyana).
3. Komunikasi Harmonis
Salah satu rahasia terciptanya suasana pembelajaran yang
menyenangkan ialah menciptakan komunikasi dengan mau menerima
umpan balik antar peserta diklat. Fasilitator harus mau mendengarkan dan
berbagi pengalaman dengan peserta diklat sehingga tujuan pembelajaran
tercapai. Permasalahan dalam pembelajaran harus didiskusikan dalam
pembelajaran harus didiskusikan dengan komunikasi yang efektif sehingga
pesan yang dimaksud oleh pengirim dapat diterima dengan baik oleh
penerima. Komunikasi yang efektif merupakan awal terciptanya komunikasi
yang harmonis, karena masing-masing anggota yang ingin menyampaikan
pesannya dapat diterima dengan baik oleh peserta lainnya dengan tidak
mengindahkan norma-norma kesopanan dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang harmonis adalah komunikasi yang tetap
memperhatikan norma-norma kesopanan yang sehingga tidak

9
menimbulkan kesalahpahaman diatara peserta serta mampu menciptakan
suasana pembelajaran yang harmonis.
Ada kemungkinan, bentuk komunikasi yang dikembangkan selama
ini adalah komunikasi searah, yakni fasilitator menyampaikan pesan
kepada peserta diklat. Sementara peserta diklat menerima mentah-mentah
tanpa kesempatan untuk berdialog dengan sesama peserta diklat. Cara
komunikasi jenis ini memang lebih cepat dan efisien, tetapi tidak intens.
Komunikasi searah sangat berbeda dengan komunikasi dua arah. Pada
tipe ini pengirim pesan mendapatkan umpan balik dari penerima pesan,
sehingga masing-masing pihak menjadi objek pembicaraan. Adanya
tanggapan dari lawan bicara, komunikasi menjadi lambat, tetapi jauh lebih
berkualitas. Tapi hasilnya, akan terbina sikap saling percaya, ketika
masing-masing anggota pendapat peserta diklat didengarkan dan
diperhatikan.
Bila diibaratkan, hubungan sesama peserta diklat tercermin pada
diskusi kelompok yang memberikan kesempatan kepada peserta diklat
untuk saling mengeluarkan pendapat. Ketika terjadi adu argumen dan
situasi memanas peserta diklat seharusnya bisa saling mengendalikan diri
dan tetap fokus pada tujuan bersama. Ketika berargumen tiap-tiap peserta
diklat seharusnya menyampaikannya dengan kalimat yang jelas sehingga
pesannya dapat ditermia dengan baik oleh peserta lainnya, dan tidak terjadi
penafsiran yang salah. Sanggahan ataupun perbedaan pendapat yang
disampaikan juga harus menggunakan kata-kata yang sopan dan didukung
oleh alasan yang kuat dan logis sehingga memberikan peluang untuk lebih
diterima oleh peserta diklat yang lain. Sanggahan yang diberikan juga
harus disampaikan dengan sopan dengan tidak menyinggung perasaan
peserta diklat yang lain. Jika pendapat peserta kurang kuat dan logis maka
semestinya mereka dapat menerima pendapat peserta diklat yang lain dan
mengingat tujuan bersama Mereka harus saling mengisi dan berbagi.
Dalam praktiknya, komunikasi dua arah bisa berjalan dengan beberapa
prasyarat. Misalnya saja, masing-masing pihak harus bisa mengendalikan
emosi. Emosi yang berlebihan dalam bentuk ketakutan, kesedihan,
kebencian, dsb. justru menghambat penyampaian pesan. Terlalu
melibatkan perasaan juga membuat orang tidak bisa melihat masalah

10
secara rasional. Ini tentu akan menyulitkan pemecahan masalah.
Komunikasi dua arah juga mensyaratkan adanya keterbukaan kedua belah
pihak, peserta dengan peserta lainnya dan peserta dengan fasilitator.
Namun, sering dijumpai peserta kurang terbuka dengan peserta lainnya
serta fasilitator. Alasan peserta umumnya takut kalau peserta lainnya
tersinggung karena perbedaan pendapat atau takut disalahkan fasiltator di
depan peserta lainnya kalau pendapatnya berbeda dengan fasilitator.
Hubungan antar peserta diklat mensyaratkan konsistensi tindakan,
ucapan, maupun sikap. Bila hal ini tidak dipegang, bisa saja komunikasi
menjadi terhambat dengan munculnya sikap saling curiga.
Ketidakharmonisan komunikasi itu tentu saja tidak bisa dibebankan begitu
saja kepada peserta diklat atau fasilitator. Akan tetapi yang perlu dilakukan
adalah mendorong supaya peserta diklat makin lama makin berani
mengungkapkan perasaan dan persoalannya. Caranya, bisa dimulai
dengan membiarkan peserta diklat mengungkapkan pandangannya
secara bebas. Peserta diklat juga jangan dikritik sewaktu mengutarakan
permasalahannya. Bahkan sebaiknya fasilitator dan peserta diklat yang
lainnya berempati dan berusaha merasakan apa yang diungkapkan.
Dengan berbagai langkah itu diharapkan, hubungan akan menjadi lebih
mesra dan harmonis.
C. Rasa Kebersamaan
Building Learning Commitment (BLC) dapat digunakan sebagai
usaha agar setiap individu dalam kelas berpartisipasi aktif. Jadi pada
dasarnya BLC merupakan metode dan proses yang bertujuan meningkatkan
nilai kerjasama kelompok, dimana antar anggotanya saling berinteraksi
sehingga timbul pengaruh tingkah laku secara timbal balik, baik antara
individu yang satu terhadap individu yang lain atau antara individu dengan
kelompok secara keseluruhan. BLC dipandang sebagai salah satu teknis
berhubungan antara manusia dengan maksud agar kualitas hubungan
individu dalam kelompok tersebut dapat mengarah kepada perubahan tingkah
laku yang positif melalui pendekatan andragogi di mana peserta yang lebih
berpartisipasi aktif dalam program pembelajaran.

11
Belajar terbaik bagi orang dewasa adalah belajar melalui pengalaman
(Exsperiencing). Belajar melalui pengalaman berarti belajar berhadapan
langsung dengan masalah praktis, masalah social yang nyata, dan berupaya
untuk memecahkannya. Melalui pengalaman dan diskusi secara bersama-
sama akan menumbuhkan kebersamaan karena sesama peserta diklat yang
ada dalam satu tim mempunyai tujuan yang sama yaitu menyelesaikan
permasalahan yang diberikan oleh fasilitator.
Permasalahan yang dihadapi dalam sebuah pembelajaran akan
menimbulkan tekanan-tekanan. Jika tekanan krisis ini tidak ditangani dengan
baik, maka dapat mengganggu keharmonisan tim dalam pembelajaran.
Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat dilakukan untuk menciptakan
kebersamaan tim di tengah tekanan atau permasalahan.
1. Diskusi Rutin
Diskusi rutin dengan tim menjadi suatu kebutuhan yang penting, karena
selain membangun komunikasi dan kebersamaan tim, juga membantu
meningkatkan kinerja tim. Dalam kondisi seperti ini, pemimpin juga dapat
mengajak peserta diklat yang lain mengambil keputusan secara bersama-
sama sesuai tugas yang diberikan oleh fasilitator.
2. Team Building/ Gathering
Pertemuan informal dalam bentuk team building/gathering ataupun
outbound akan mampu mempertemukan masing-masing peserta diklat
dalam kondisi yang lebih santai dan terlepas dari pekerjaan. Gathering
akan membantu tim untuk lebih s saling memahami kepribadian satu
sama lain. Hubungan yang dekat dengan rekan kerja juga akan
memungkinkan mereka untuk sharing masalah, sehingga bisa saling
membantu dan meringankan beban satu sama lainnya.
3. Sikap Positif
Pemimpin diskusi harus menjadi role model dalam kelompok. Oleh karena
itu, pemimpin diskusi yang perlu untuk mempelopori sikap positif dalam
segala hal. Ketika seluruh peserta diklat merasakan penurunan semangat
ataupun pesimis saat tidak dapat menyelesaiakan permasalahan yang
diberikan oleh fasilitator, maka pemimpin diskusi perlu memberikan
dorongan sikap positif. Dorongan sikap positif juga harus dimiliki oleh

12
peserta diklat yang lainnya sehingga sesama peserta diklat saling
mengingatkan dan berusaha mencapai tujuan bersama.
4. Komunikasi
Komunikasi adalah kunci yang menunjang keharmonisan tim. Melalui
komunikasi yang baik, maka pemimpin tim akan memahami seluk-beluk
tim, mulai dari kekuatan, tantangan, hingga masalah-masalah yang
menimpa anggota tim. Bangun komunikasi yang terbuka, sehingga
anggota tim tidak sungkan dalam mengemukakan pendapatnya.

D. Kontrak Pembelajaran dan Komitmen Belajar


Kontrak pembelajaran adalah produk yang disepakati untuk dihasilkan
diakhir kegiatan pembelajaran materi diklat BLC. Kontrak pembelajaran yang
dihasilkan dapat tercermin dalam norma-norma pembelajaran yang terbentuk.
1. Norma
Norma-norma yang terbentuk selama kegiatan pembelajaran
merupakan komitmen belajar yang harus dipatuhi oleh semua peserta
diklat selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang di dalamnya
mengandung aturan-aturan yang merupakan sebuah kesepakatan. Norma
ini merupakan cara melihat atau memandang sesuatu yang dimiliki oleh
suatu kelompok, berupa sikap, nilai ataupun aturan permainan bersama
(adam T. Indrawijaya, 1986). Norma yang telah disetujui bersama atau
kelompok tersebut selanjutnya berkembang secara bertahap dalam rangka
mengatur perilaku positif para anggotanya. Norma kelompok diperlukan
agar dapat memberikan arah dan isi tentang bagaimana anggota kelompok
berinteraksi dan berprilaku. Norma kelompok tercipta karena adanya tujuan
kelompok.
Norma kelompok dapat dirumuskan atau dinyatakan dalam berbagai
bentuk. Pada kelompok yang relative tidak terlalu formal, mungkin norma
kelompok dinyatakan dalam bentuk consensus tak tertulis. Dalam
kelompok formal dapat berupa peraturan, pedoman pelaksanaan,
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dsb. Norma kelompok selalu
ada apapun bentuknya, karena norma kelompok dimaksudkan agar dapat
mempengaruhi perilaku anggotanya. Perilaku anggota kelompok yang

13
mengacu pada norma kelompok, dikenal sebagai perilaku normatif. Tetapi,
dalam kenyataan, tidak semua anggota kelompok berperilaku normatif.
Hasil penelitian para ahli menunjukkan tentang kaitan antara norma
kelompok dengan penyesuaian perilaku, sebagai berikut : “penyesuaian
perilaku atau konformitas, adalah suatu modifikasi perilaku anggota sejalan
dengan norma kelompok. Modifikasi perilaku ini dapat saja terjadi secara
lahiriah saja (kompliansi) atau terjadi karena diterima dengan separuh,
artinya baik lahiriah maupun batiniah (akseptasi)”. Stanley E Seashore
mengemukakan bahwa tingkat keeratan hubungan dalam suatu kelompok
menentukan norma kelompok mengenai tingkat prestasi seseorang atau
kelompok. Hasil Penelitian seashore sampai kepada kesimpulan bahwa
terdapat korelasi antara tingkat keeratan hubungan dengan tingkat-tingkat
kepuasan anggota kelompok.
2. Komitmen Belajar
Komitmen (commitment) atau keikatan adalah janji atau
kesanggupan yang pasti untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu. Kelas dalam suatu diklat dapat dianggap sebagai kelompok sosial
yang memiliki batasan atau aturan yang perlu ditaati oleh semua anggota
yang tergabung didalamnya, agar tujuan pembelajaran, yang merupakan
kepentingan bersama tercapai dengan sebaik-baiknya dan berkualitas. Di
dalamnya ada norma yang mengandung nilai. Sesuatu yang dilarang
norma berarti mengandung nilai buruk bagi kelompok. Yang di haruskan
dan dituntut untuk ditaati dan dilaksanakan, mengandung nilai baik. Norma
merupakan aturan main yang perlu di taati, dan semua anggota kelompok
harus komit terhadap norma yang disepakati bersama.
Pembinaan komitmen belajar (Building Learning Commitment)
berperan untuk mencairkan suasana yang kaku karena antar peserta diklat
belum saling mengenal, menyiapkan mereka agar dapat berkomunikasi,
dan bertukar pengalaman secara terbuka, menciptakan suasana belajar
yang menggembirakan dan menyenangkan, menetapkan nilai belajar yang
disepakati bersama, membina kelompok yang berfungsi efektif sinergis,
dan bertekad untuk mensukseskan proses pembelajaran yang berkualitas.
Hal ini akan tercapai apabila antar peserta diklat telah tumbuh perasaan

14
saling mempercayai, adanya sikap keterbukaan, bertanggung jawab, dan
tumbuh rasa saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, banyak dikembangkan beberapa
instrument yang dapat membantu seseorang mengenali diri sendiri, dari
berbagai aspek potensi. Disamping dengan usaha pengisian kuisioner,
usaha pengenalan diri juga dapat dilakukan melalui kegiatan perenungan
atau intropeksi atau bias juga melalui masukan/pendapat dari orang lain
yang dianggap cukup mengenal diri sendiri.
Antar individu akan terjadi rekatan (komitmen) apabila setiap orang
dapat mengenal dirinya sendiri dan mengenal orang lain (teman satu
kelasnya) dengan baik. Salah satu alat yang biasa dipakai adalah dengan
menggunakan simulasi coat of arms. Dengan saling mengenal kekuatan
dan kelemahan diri setiap orang akan bisa berkomunikasi dengan baik dan
proposional, dan akan mampu bekerjasama dengan tim yang solid.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Building Learning Commitment bertujuan untuk menyiapkan peserta diklat
agar dapat saling mempercayai (trust), memilki sikap keterbukaan
(openness), memiliki rasa tanggung jawab (responsibility), dan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian integral dari yang lain (interdepedency).
Dengan keempat sikap tersebut diharapkan peserta memiliki tingkat
kesiapan yang cukup untuk mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
Oleh karena itu biasanya Building Learning Commitment ini diberikan pada
awal mengikuti Diklat, sebagai proses pencairan suasana agar tercipta
kondisi kesiapan peserta.
2. Komitmen belajar disepakati bersama dan dipatuhi dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran. Dengan mengenal diri sendiri dan mengenal orang
lain, diharapkan peserta dapat menempatkan diri yang meyesuaikan
dengan situasi dan kondisi pembelajaran selama diklat berlangsung

B. Saran
Dengan diberikannya materi Building Learning Commitment hendaknya
tidak hanya diterapkan pada saat pelatihan saja, namun sebaiknya juga
dilaksanakan dalam kehidupan sehari- hari pasca pelatihan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Augus Helen, 1996 Kiat Memimpin Lokakarya, Seminar dan Pelatihan, Gagasan
Informasi, Ilham, Arcan,
DePoter Bobbi & Mike Hernacki, 1999 Quantum Learning, Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan, Terjemahan : Alawiyah Abdurrahman, Jakarta,
KAIFA,
Elis, Steven K, 1998 How to Strive Training Assigment, Reading
Massachussetts;Addison Wesley Publishing Company, Inc,
Mulyana, Dedy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Poni, Tonny, 1991 Developing Effective Training Skills, London : Mac Graw Hill Book
Company
Ramli, Haris. Dr., MSc, 2005 Dinamika Kelompok, Jakarta: Pusdiklat Departemen
Agama
Ramli, Haris. Dr., MSc, , 2006 H. M. Azam Romly, Drs., Building Learning Commitment
(BLC), Jakarta: Pusdiklat Departemen Agama
Sri Murtini, Dra., MPA, Sumarno, Drs. 2002 Dinamika Kelompok, Jakarta, Lembaga
Administrasi Negara RI
Sri Ratna, Ir., MM., Sri Murtini, Dra., MPA, Dinamika Kelompok, Jakarta, Lembaga
Administrasi Negara, Cetakan Keempat.

17

Anda mungkin juga menyukai