Anda di halaman 1dari 22

Pedoman Coaching and Counseling

MATA KULIAH COACHING DAN COUNSELING

DOSEN PENGAMPU : Fandi Ahmad ST., MT

Disusun Oleh:

Muhamad Rizal Nugraha

21110315

MSDMA U3

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR

POLITEKNIK SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1

PEDOMAN COACHING DAN COUNSELING..................................................................2

1.1 COACHING.................................................................................................................3

1.1.1 Pengertian Coaching..................................................................................................3

1.1.2 Kapan Perlu Melakukan Coaching?..........................................................................3

1.1.3 Mengapa Melakukan Coaching?...............................................................................3

1.1.4 Tipe Coaching............................................................................................................4

1.1.5 Mindset Coaching......................................................................................................4

1.1.6 Kompetensi Coaching................................................................................................5

1.1.7 Coaching Model GROW ME....................................................................................5

1.1.8 Contoh Kasus Coaching.............................................................................................8

1.2 COUNSELING...............................................................................................................8

1.2.1 Pengertian Counseling...............................................................................................9

1.2.2 Kapan Perlu Melakukan Counseling?........................................................................9

1.2.3 Mengapa Melakukan Counseling?.............................................................................9

1.2.4 Fungsi Counselling..................................................................................................11

1.2.5 Jenis Counselling.....................................................................................................13

1.2.6 Contoh Kasus Counseling........................................................................................15

1.3 MEKANISME PELAKSANAAN COACHING DAN COUNSELING..................15

1.4 FORMULIR COACHING AND COUNSELING.....................................................17

Formulir Coaching and Counseling..................................................................................18

LAMPIRAN............................................................................................................................18

Formulir Matriks Coaching Metode “GROW”..............................................................19

REFERENSI...........................................................................................................................19

i
PEDOMAN COACHING DAN COUNSELING
1.1 COACHING
1.1.1 Pengertian Coaching
Menurut Harvard Business Review (HBR) coaching merupakan suatu interaksi antara atasan
dengan pekarjanya dalam menyelesaikan masalah atau mengembangkan kemampuan pegawainya.
Dengan dilakukannya Coaching dapat membantu dalam mengatasi masalah gap/kesenjangan di
organisasi tersebut (Shukla,2014). Sementara itu Whitmore dalam Passmore (2013) berpendapat
bahwa coaching merupakan kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.

Coaching sendiri berperan dalam membantu seseorang untuk belajar dan bukan mengajarinya.
Association for Coaching ditahun 2005 (Passmore,2013) mengungkapkan bahwa coaching merupakan
proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, sistemastis. Coach berperan
dalam memfasilitasi coachee dalam proses coaching untuk meningkatkan kinerja, pengalaman hidup,
pembelajaran diri dam pertumbuhan pribadi.

Jadi berdasarkan beberapa teori diatas coaching merupakan proses pengarahan yang dilakukan
oleh seorang atasan untuk melatih dan mengarahkan karyawannya pada realitas ditempat kerja. Serta
untuk membantu karyawannya dalam mengatasi permasalahan agar kinerjanya menjadi optimal.

1.1.2 Kapan Perlu Melakukan Coaching?


 Pertumbuhan bisnis yang stagnan
Coaching dapat membantu dalam pemeliharaan guna memastikan
organisasi/perusahaan pada jalur pertumbuhan yang sehat.
 Terdapat masalah dalam bisnis yang belum terselesaikan
Coaching dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan manajemen dan
kepemimpinan. Dengan melakukan coaching, seorang coach dapat membantu mengarahkan
dalam pemecahan permasalahan dan membantu membuat keputusan dan membantu dalam
menentukan titik awal.

 Merasa Tidak Yakin Apakah Bisnis Telah Dijalankan Dengan Baik dan Benar
Dengan adanya program coaching, seorang coach akan berpikir secara berbeda dan
memperluas tujuan, coach ini juga akan memastikan bahwa perusahaan telah bergerak
sesuai dengan jalurnya dalam mencapai tujuan.

 Masalah Pada Marketing

1
Dengan mengikuti program coaching, coach dapat membantu dalam membranding,
melakukan strategi pemasaran, dan juga memiliki taktik dalam membantu mengatasi
permasalahan marketing perusahan.

1.1.3 Mengapa Melakukan Coaching?


Terdapat beberapa manfaat dalam melakukan coaching

 Memperbaiki Performa Kerja

Coaching dapat membantu dalam meningkatkan kinerja dari seseorang. Melalui peningkatan
kompetensi dan mengisi kesenjangan dalam kinerjanya.

 Membentuk Komunikasi Positif di dalam Organisasi

Coaching dapat memudahkan karyawan untuk berbicara dan menangani masalahnya secara
langsung. Coaching dapat mendorong komunikasi positif antara semua anggota organisasi.

1.1.4 Tipe Coaching


Terdapat beberapa tipe coaching

 Executive Coaching
Menurut Kilburg tahun 1996, Executive Coaching merupakan sebuah hubungan antara
coach dan coachee dengan wewenang serta tanggung jawab manajerialnya dalam suatu
organisasi. Executive Coaching terjadi sebab beberapa alasan, termasuk integrasi ke dalam
peran baru, konsultasi mengenai strategi atau masalah kerja.
 Team Coaching
Menurut Traylor, Stahr, dan Salas tahun 2020, menyatakan bahwa team coaching
merupakan keterlibatan coaching dengan semua tim guna membantu anggota tim dalam
mengkoordinasikan upaya dan memakai sumber daya nya secara lebih efektif.
 Directive Coaching
Directive Coaching yaitu saat seorang manajer dengan pengalamannya bertahun-tahun
memberitahukan karyawannya yang lebih muda mengenai apa yang wajib dilakukan.
 Laissez Faire Coaching
Laissez Faire coaching melibatkan karyawan dalam melakukan pekerjaan. Gaya ini
sesuai saat anggota tim sangat efektif.
 Non-Directive Coaching
Non-Directive Coaching menarik wawasan, kebijaksanaan, dan juga kreativitas dari
orang lain lewat mendengarkan, bertanya, serta menilai.
 Situational Coaching

2
Situational coaching melibatkan mengenai penyeimbangan directive coaching dan non
directive coaching.

1.1.5 Mindset Coaching


 Fokus pada pembelajaran
Coach terfokus pada orang yang dicoachingnya, bukan pada topik yang dibawanya.
Coach berperan untuk bagaimana caranya topik apapun yang dibawa oleh coachee dapat
membawa kemajuan bagi dirinya.
 Bersikap Terbuka
Coach harus memiliki pemikiran yang terbuka terhadap pemikiran coachee. Hal tersebut
di tandai dengan minimnya perspektif coach dalam menganalisa pemikiran coachee dengan
pelabelan baik/buruk atau benar/salah pemikirannya tersebut.
 Bersikap Ingin Tahu Lebih Banyak
Seorang coach memelihara rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang
membuat coacheenya memiliki pemikiran/pendapat/perasaan tertentu.
 Memiliki Kesadaran Diri yang Kuat
Kesadaran diri yang kuat membantu coach untuk bisa menangkap adanya perubahan
yang terjadi selama pembicaraan. Dengan kesadaran diri yang kuat juga mampu menangkap
adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri
maupun dari coachee.
 Mampu Melihat Peluang Baru & Masa Depan
Coach harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa
coachee melihat masa depan.

1.1.6 Kompetensi Coaching


1) Presence
 Kemampuan untuk hadir utuh bagi coachee kita.
 Badan - pikiran - hati selaras saat sedang melakukan percakapan dengan coachee
 Ini bagian dari kesadaran diri
 Ini membantu munculnya mindset dan kompetensi yang lain
 Bersikap terbuka
 Bersikap sabar
 Bersikap ingin tahu lebih banyak
2) Mendengarkan aktif
Kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami
keseluruhan makna yang tidak terucapkan.
3) Mengajukan pertanyan berbobot

3
 Pertanyaan lahir dari mendengarkan
 Berbentuk pertanyaan terbuka
 Membuat coachee merenung, menggali, mengingat, mengaitkan
 Diajukan pada saat yang tepat

1.1.7 Coaching Model GROW ME


Dalam dunia pendidikan, Paulus 29 menguraikan coaching yang diakronimkan menjadi
GROW ME, (Goal, Reality, Option, What Next, Monitoring, dan Evaluation) terdiri atas:

 Goal, proses Menyusun target yang ingin dicapai, fokus dari tahapan ini adalah untuk
mencari solusi dibandingkan identifikasi masalah. Pada tahapan ini terdapat beberapa
pertanyaan yang fokusnya untuk mencari solusi dalam mencapai target yang ingin dicapai,
contohnya seperti “What do you want?, Hasil seperti apa yang kamu harapkan?, Bagaimana
cara terbaik untuk mencapai yang anda inginkan?”
 Reality, proses identifikasi masa sekarang atau saat ini. Pada tahapan ini coach akan
mengeksplor kondisi coachee saat ini, serta mencari tahu apa yang mempengaruhi coachee.
Fokus pada tahapan ini tidak hanya menggali permasalahan coachee, tetapi akan menjadi
standpoint untuk masa depan. Terdapat beberapa pertanyaan mendasar pada tahapan ini,
contohnya adalah “What is happening now?, Seberapa penting hal tersebut bagi anda?, Apa
yang anda dapat dari semua ini?”
 Option, pada proses ini berfokus untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang
akan terjadi. Dasar dari pertimbangan tersebut realitas yang telah diidentifikasi sebelumnya.
Terdapat beberapa pertanyaan mendasar, contohnya seperti “What could you do?, ,
Bagaimana cara penyelesaian hal tersebut?, apa saja pilihan anda terkait dengan situasi
tersebut”
 What’s next atau will, pada proses ini berfokus pada tindakan yang akan dilaksanakan dan
melakukan tindakan untuk meraih yang ingin dicapai. Terdapat beberapa pertanyaan dasar
pada tahapan ini , contohnya seperti “What will you do?, Apa yang akan anda lakukan?,
Kapan anda akan mulai?”

Dalam penerapannya pada supervisi akademik, GROW ME dikembangkan dengan tahapan


berikut:

1) Goals (G)- Tujuan


(a) Coachee menentukan sendiri tujuan.
(b) Coach bertanya tentang tujuan, makna dan indikator sukses sampai tujuan.

4
2) Reality (R)- Realitas
(a) Coachee menilai dirinya sendiri, bagaimana kondisi sekarang, dan mengapa begitu?
(b) Coach bertanya tentang kondisi dan alasannya, dan upaya yang pernah dilakukan.
3) Options (O) – Alternatif
(a) Coachee bertanya kepada dirinya tentang solusi untuk mencapai tujuan.
(b) Coach meminta coachee mengeksplorasi berbagai alternatif dan menawarkan saran-
saran dengan hati-hati.
4) What’s Next?/Will (W) - Langkah Selanjutnya.
(a) Coachee mengungkapkan rencana alternatif pemecahan masalah berikut tahapan,
serta potensi hambatan dan pemecahannya, serta alokasi waktunya.
(b) Coach meminta coachee memegang teguh pilihan rencana tindakan dan
mengidentifikasi langkah, hambatan, dukungan, cara mengatasi, serta waktu yang
diperlukan.
(c) Coach dan coachee membuat komitmen tentang rencana tersebut dan
didokumentasikan.
5) Monitoring (M)
(a) Coachee mengecek dan mereview kemajuan pencapaian tujuan tahapan GROW.
(b) Coach bertanya tentang proses mencapai tujuan, posisi, konsitensi waktu, dukungan
yang dibutuhkan
(c) Coach dan coachee berbagi pengalaman tentang hasil pengamatannya.
(d) Coach memberi umpan balik yang kreatif, akurat, konstruktif dan memotivasi.
6) Evaluasi
(a) Coachee mengevalausi pencapain tujuan yang telah ditetapkan dan alasannya.
(b) Coach bertanya tentang hasil evalusi pencapaian tujuan dan alasannya, bagian yang
signifikan, serta komentar.
(c) Coach memberikan hasil evaluasi, bila mana hasil evalusi jauh berbeda diperlukan
penyamaan persepsi dan kriteria.
(d) Coachee merayakan kesuksesan dan coach menyatakan dukungan atas usaha-usaha
yang telah dilakukan coachee.
 Manfaat Coaching Model GROW ME
Manfaat coaching secara umum adalah untuk membantu seseorang mencapai tujuan dari
kegiatan yang dilakukannya. Coaching model GROW ME memiliki beberapa manfaat.
a) Peningkatan Kinerja

5
Coaching model GROW ME dapat membantu SDM dalam meningkatkan kinerja
individu, yang mana hal tersebut dapat dirasakan langsung oleh setiap individu.
Peningkatan kinerja individu tersebut dapat berdampak pada peningkatan kinerja
organisasi karena dapat mempengaruhi kinerja dari kelompoknya.
b) Komitmen dan Motivasi yang Lebih Tinggi
Penerapan coaching GROW ME akan meningkatkan komitmen dan motivasi
individu dan kelompok. Loyalitas SDM akan meningkat terhadap organisasi yang
mana hal tersebut akan berdampak positif terhadap kinerjanya.
c) Kesadaran dan Refleksi diri
Melalui coaching model GROW ME memungkinkan setiap individu dapat
mengenali dirinya sendiri. Sehingga SDM tersebut akan mudah dalam
pengembangan potensi diri dan kelompok secara berkesinambungan.
d) Perbaikan Komunikasi dan Hubungan
Proses Coaching dengan model GROW ME dapat memperbaiki komunikasi dan
hubungan antar pihak. Proses coaching tersebut akan memberikan dampak
komunikasi yang efektif diorganisasi tersebut.

1.1.8 Contoh Kasus Coaching


Berkinerja tinggi adalah salah satu tuntutan utama dalam dunia industri modern. Perusahaan
dituntut untuk berkinerja tinggi agar mampu mempertahankan eksistensinya dan bersaing dalam
kancah global yang semakin ketat. Namun, perusahaan tidak akan mencapai kinerja yang tinggi tanpa
didukung oleh karyawan yang berkinerja tinggi pula. Sementara itu, hanya dengan memiliki motivasi
kerja yang tinggilah, karyawan mampu menghasilkan kinerja tinggi. Peran seorang atasan atau
supervisor dalam mengelola kinerja karyawan sangatlah krusial. Coaching merupakan salah satu tugas
seorang supervisor agar mampu mengelola kinerja karyawannya secara efektif.

Jaques dan Clement (1996:195) menyatakan bahwa agar terjadi praktek managerial yang
efektif, seorang supervisor perlu menerapkan Sepuluh Praktek Manajerial Kunci (Ten Key
Managerial Practices) yaitu : melakukan praktek manajerial dua arah, menjelaskan konteks,
merencanakan, memberikan tugas, melakukan penilaian efektivitas personal, meninjau penggajian,
melakukan coaching melakukan seleksi dan induksi, melakukan deseleksi dan pemberhentian dan
melakukan peningkatan secara berkelan-jutan. Meskipun teori Jaques dan Clement secara intensif
sudah diperkenalkan dalam berbagai pelatihan di PT Inco sejak tahun 1998, hingga sekarang belum
ada data empiris yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara coaching terhadap
motivasi kerja dan kinerja karyawan.

6
Data empiris ini diperlukan agar para supervisor dan karyawan semakin menyadari betapa
pentingnya manfaat coaching dalam aktivitas bisnis perusahaan sehingga mereka akan lebih intensif
dalam melakukan coaching yang yang diharapkan berujung kepada peningkatan kinerja individual
karyawan dan akhirnya memberikan kontribusi yang signifikan bagi kinerja perusahaan secara
keseluruhan.

1.2 COUNSELING
1.2.1 Pengertian Counseling
Pengertian konseling secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu
“consilium” yang berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami.
Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti
“menyerahkan”atau menyampaikan” (Prayitno dan Erman Amti, 2008: 99). Wagito, (dalam Aqib
2012:29) mengemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam
memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan
keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejateraan hidupnya. Menurut Tolbert, (dalam
Prayitno dan Amti 2004:101) Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap
muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-
kemampuan khusus yang dimilikinya.

Dalam hal ini peran konseling kepada konseli adalah untuk membantu dalam memahami
diri sendiri, keadaan sekarang dan kemungkinan keadaan mada depan yang dapat ia ciptakan
dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi kesejahteraan pribadi ataupun
kelompoknya.

Dari beberapa teori diatas, counselling merupakan suatu proses dalam membantu memberi
jalan penyelesaian dalam masalah yang dihadapi. Ada hubungan timbal balik antara individu
dengan, dimana konseli berusaha untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam
hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya, sedangkan Konselor hanya memberi jalan,
hasil akhir ada ditangan konseli itu sendiri.

1.2.2 Kapan Perlu Melakukan Counseling?


Terdapat beberapa permasalahan dalam kehidupan seseorang baik lingkungan
kerjanya ataupun lingkungan sosial lainnya, sehingga diperlukannya counseling untuk
menyelesaikan permaslahan tersebut

 Terdapat permasalahan pribadi yang mempengaruhi prrstasi kerja


 Hubungan kurang baik dengan rekan kerja
 Tekanan berlebih dari atasan

7
 Penentuan jenjang karir
 Pengembangan akan diri sendiri

1.2.3 Mengapa Melakukan Counseling?


Pada dasarnya tujuan dari counseliing adalah untuk membantu konseli dalam
mengembangkan potensinya (Rochman Natawidjaja (2007:464) Kemampuan menginternalisasi
nilai-nilai untuk mengembangkan potensinya meliputi 3 tahan, pemahaman (awareness), sikap
(Accommodation) dan keterampilan atau tindakan (action). Adapun beberapa tujuan umum dan
khusus dilakukannya counselling.

1.2.3.1 Tujuan Umum


 Agar konseli dapat memperkembangkan pengertian dan pemahaman dirinya untuk mencapai
kemajuan dirinya sendiri dan kelompok.
 Agar konseli dapat mengembangkan pengetahuan, kesempatann kerja, serta rasa tanggung
jawab dalam meraih peluang dan memilih dalam suatu kesempatan kerja tertentu
 Agar konseli dapat memperkembangkan kemampuan unuk memilih, dan mempertemukan
pengetahuan tentang dirinya dengan informasi yang ada
 Agar konseli dapat meningkatkan prestasi kerjanya.
1.2.3.2 Tujuan Khusus
 Agar konseli dapat memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya
sendiri
 Agar konseli memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan dalam memahami
lingkungannya.
 Agar konseli dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah
1.2.3.3 Tujuan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial
1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan
teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan
memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang
menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), sertadan mampu
meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait
dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.

8
7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak
melecehkan martabat atau harga dirinya. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan
dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
8. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam
bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
9. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam
diri sendiri) maupun dengan orang lain.
10. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif

1.2.3.4 Tujuan konseling yang terkait dengan aspek akademik


1. Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai
hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
2. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku,
disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti
semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
3. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
4. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca
buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
5. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti
membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam
pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka
mengembangkan wawasan yang lebih luas.
6. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

1.2.3.5 Tujuan konseling yang terkait dengan aspek karir


1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan
pekerjaan.
2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang
kematangan kompetensi karir.
3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang
pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan
norma agama.
4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan
persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya
masa depan.
5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri
pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan,
prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

9
6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara
rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi.
7. Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli
bercita-cita menjadi seorang guru, makadia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada
kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
8. Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam
suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.

1.2.4 Fungsi Counselling


a. Fungsi Pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma
agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya
secaraoptimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

b. Fungsi Preventif yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya
tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli
tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.

c. Fungsi Pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari
fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah
lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan
melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu
konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini
adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home
room, dan karyawisata.

d. Fungsi Penyembuhan yaitu fungsi konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan
upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek
pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial
teaching.

e. Fungsi Penyaluran yaitu fungsi konseling dalam membantu konseli memilih dan memantapkan
penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian
lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di
dalam maupun di luar lembaga Pendidikan

10
f. Fungsi adaptasi yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan
staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan,
minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai
konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat,
baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses
pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.

g. Fungsi penyesuaian yaitu fungsi konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri
dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

h. Fungsi Perbaikan yaitu fungsi konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki
kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi
(memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan
memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak
yang produktif dan normatif

1.2.5 Jenis Counselling


Pendekatan bimbingan konseling secara umum terdiri dari 11 jenis
pendekatan yaitu: a) Psikoanalisis Counseling Approach, b) Eksistensial Humanistik Counseling
Approach, c) Person Centered Counseling Approach, d) Behavioral Counseling Approach, e)
Rational Emotive Behavioral Counseling Approach, f) Gestalt Counseling Approach, g) Analisis
Transaksional Counseling Approach, h) Realitas Counseling Approach, i) Naratif Counseling
Approach, j) Solution Focused Brief Counseling Approach, k) Feminst Counseling Approach.

 Pendekatan Psikoanalisis (Sigmund Freud 1856 – 1939)


Pendekatan ini terfokus kepada kepribadian seseorang, dimana kepribadian tersebut terbagi
menjadi 3 sistem yaitu id, ego dan superego. Ketiga sistem tersebut saling terhubung yang
menghasilkan suatu sikap dalam menghadapi suatu hal. Jika ketiga sistem tersebut gagal
menyalurkan kehendaknya, maka seseorang tersebut akan mengalami kecemasan. Menurut
Freud terdapat 3 kecemasan yang dapat dialami individu yaitu kecemasan realitas, moral dan
neurotic (Akhmad Sugianto: 2018).
 Pendekatan Eksistensial Humanistik (viktor prank dan Abraham Maslow)
Pendekatan ini terfokus agar konseli sadar akan keberadaannya dan potensi – potensi yang
dimiliki dalam dirinya, serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan
kemampuannya. Pendekatan Eksistensial Humanistik juga dapat membantu konseli dalam
memghadapi kecemasan yang berhubungan dengan tindakan pengambilan keputusan dan
menerima kenyataan atas dirinya sendiri.
 Pendekatan person cintered counselling (Carl Rogers 1940 - 1990)
Pendekatan ini berfokus pada keterbukaan dalam penyampaian perasaan.

11
 Pendekatan Behavioral (Albert Bandura dan Skinner 1970)
Menurut pendekatan behavioral hakikat konseling adalah proses membantu orang dalam
situasi kelompok belajar tertentu dalam menyelesaikan masalah – masalah interpersonal,
emosional dan pengambilan keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri untuk
mempelajari tingkah laku baru yang sesuai. Dengan prosedur konseling tersebut maka
orientasi konseling behavior adalah pada pengubahan tingkah laku yang maladatif menjadi
adaptif.
 Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) (Albert Ellis 1955)
Pendekatan ini terfokus untuk mengubah tingkah laku dalam batas – batas tujuan yang
disusun secara Bersama – sama oleh konselor dan konseli.
 Pendekatan gestalt (Federick Pearls dan laura Pearls)
Fokus dari pendekatan ini adalah bagaimana cara merubah dari ketergantungan terhadap
lingkungan sekitar menjadi percaya pada diri sendiri serta dapat berbuat lebih banyak untuk
hidupnya.
 Pendekatan Analisis transaksional (Eric berneu 1910 – 1970)
Pendekatan ini berfokus pada hubungan interaksional. Maksud dari transaksional interaksi
antara seseorang dengan orang lain. Adapun yang dianalisis yaitu cara dan isi dari komunikasi
tersebut, sehingga dapat menggambarkan apakah seseorang mengalami masalah atau tidak.
Terdapat 3 ego dalam pendekatan ini.
 Ego orang tua, terdapat 2 ego dalam ego orang tua yaitu ego orang tua yang
membimbing (empatik dan penuh pengertian) dan ego orang tua yang mengkritik dan
menggurui (nada bicara tinggi dan sering kali berisi perintah dan larangan)
(Thompson, et:al. 1,2004,p1 10::Corey. 1986, p1 10).
 Ego dewasa, ciri – cirinya adalah berpikir logis, objektif dalam mengambil
keputusan, bersifat rasional, kata – kata netral, diplomatis dan nada suaranya datar.
(Thompson, et:al. 1,2004,p1 10::Corey. 1986, p1 10).
 Ego anak – anak, terdapat 3 jenis ego anak – anak, anak yang alamiah (spontan dalam
menyampaikan pendapatnya), professor kecil (menunjukan kebijaksanaan
(egosentris, manipulative dan kreatif), anak yang menyesuaikan diri (beradaptasi
dengan ego lainnya, penurut dan pemberontak).
 Pendekatan konseling Realitas (William Glasser 1962)
Pendekatan ini muncul dilatar belakangi karena ketidakpuasaan glasser terhadap psikiatri
psikoanalitik yang menitikberakkan fokus pada masa lalu. Sedangkan pendekatan realitas
menitikberatkan pada tingkah laku masa kini. Menurut glasser, seseorang dapat dikatakan
sukses dalam memahami identitas dirinya apabila telah terkait dengan konsep 3R yang mana
individu tersebut telah menunjukan fotal behavior (perilaku total), yakni tindakan (acting),
pikiran (thingking), perasaan (feeling), dan fisik (physiology) secara bertanggungjawab
(responsibility), sesuatu realita (reality), dan benar (right). Adapun konsep dari 3R tersebut
adalah.
 Tanggung jawab (Responsibility); Merupakan kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa harus merugikan orang lain.

12
 Kenyataan (Reality); Merupakan kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi
individu untuk memenuhi kebutuhanya
 Kebenaran (Right); Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara
umum, sehingga tingkah laku dapat dinilai.
 Pendekatan Naratif Konseling (Michael White dan David Epson 1990)
Pendekatan naratif mempunyai pandangan konstruktionist sosial, naratif, postmodern yang
menyoroti bagaimana kekuatan, pengetahuan dalam keluarga dan kebenaran serta sosial
lainya.
 Pendekatan SFBC/SFBT (Steve deShazer dan Insoo kim Berg)
Pendekatan ini berfokus pada solusi. Konselor membimbing konseli untuk memberdayakan
dirinya sendiri, l. Manusia memiliki kemampuan (kompetensi) 2. Manusia memilki
keberdayaan (kapasitas) untuk membangun (mengkontruksi) solusi 3. Manusia tidak terpaku
pada masalah tetapi berfokus pada solusi 4. Perubahan terjadi sepanjang waktu 5. Manusia
tidak bisa mengubah masa lalunya.
 Pendekatan Feminst (Mary Putman Jacobi 1960)
Hakikat manusia menurut teori Feminst ini adalah bahwa Perempuan dan laki laki
bersosialisasi dengan cara yang berbeda, Ekspektasi peran gender sangat berpengaruh besar
pada laki laki dan perempuan. Femininitas adalah kebalikan dari kekuatan, asertivitas dan
kompeten, sedangkan maskulinitas adalah kebalikan dari rasa takut, ketergantungan,
emosionalitas atau kelemahan.

1.2.6 Contoh Kasus Counseling


Proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi merupakan interaksi antara dosen dengan
mahasiswa. Dosen memfasilitasi mahasiswa dalam mencapai tujuan belajarnya dan mahasiswa
melakukan proses pembelajaran guna mendapatkan prestasi yang memuaskan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa semua orang memiliki potensi untuk mengalami masalah dalam
kehidupannya, dimanampun, kapanpun serta apapun profesinya. Begitu juga dengan mahasiswa
yang menjalani aktifitas di perguruan tinggi sangat rentan mengalami masalah. Berbagai
tuntutan tugas perkuliahan di kampus, serta tuntutan kehidupan di luar kampus sangat sering
menjebak para mahasiswa untuk mengalami masalah, baik masalah dalam bidang belajar atau
akademik maupun masalah dalam aspek pribadi, sosial dan juga karier atau non-akademik..
Dalam perjalanan mahasiswa menuntut ilmu tidak akan luput dari masalah yang dihadapi baik
masalah akademik maupun non akademik. Masalah-masalah tersebut dapat mempengaruhi
tidak tercapainya prestasi optimal mahasiswa, atau salah satu indikator yang dapat dilihat
dialimnya masalah oleh mahasiswa adalah dengan pencapain Indek Prestasi (IP) yang rendah,
atau dibawah rata-rata. Perlu diiingat bahwa pada hakekatnya permasalahan-permasalahan yang
muncul dan dapat diamati sebenarnya adalah hanya sebagian kecil dari permasalahan yang ada,
bagaikan gunung es di tengah lautan (Freud, Corey, 2009). Sehingga untuk mengungkap
permasalahan yang dialami oleh mahasiswa diperlukan kajian yang lebih mendalam dari

13
sekedar melihat capaian IP mahasiswa tersebut, sehingga dapat diketahui masalah yang lebih
jelas serta faktor-faktor penyebabnya.

14
1.3 MEKANISME PELAKSANAAN COACHING DAN COUNSELING
A. Menyiapkan Coach
Seorang coach adalah seseorang yang membantu orang lainnya untuk meraih
tingkah efektifitas yang lebih tinggi melalui sebuah dialog yang mengarah pada
penyadaran diri dan pengambilan tindakan (Loehr & Emerson; 2008). Seorang
Coach berfungsi sebagai cerminan untuk coachee.
Kemampuan seorang coach juga sangat dipengaruhi dengan kemampuan
berkomunikasi. Dalam berkomunikasi seorang coach bukan hanya mampu
mendengarkan, bertanya, memperjelas dan memberikan feedback, namun juga
mampu menantang ide – ide yang di keluarkan oleh coachee.
B. Menyiapkan Tim Penggerak Coaching
 Membuat surat tugas bagi pegawai yang akan ditugaskan sebagai coach.
 Menjadikan coaching sebagai sebuah bagian dari tugas pokok atau tugas tambahan
yang dimasukan dalam satuan kerja pegawai (SKP)
C. Menyiapkan Ruangan Pelaksanaan Coaching
Tempat bukan yang utama dalam coaching namun tempat merupakan sarana
penting yang perlu disiapkan oleh bagian SDM. Dengan memiliki tempat yang
tenang, aman, nyaman dan kondusif, dapat membuat proses coaching berjalan
optimal.
D. Melakukan Sosialisasi Coaching
a. Persiapan Sebelum Sosialisasi
a) Membuat SK tim penggerak, berisi;
 Penanggungjawab, pimpinan organisasi
 Koordinator Unit, memastikan setiap anggota hadir dan mengikuti
kegiatan tersebut
 Koordinator Administratif, menyiapkan persuratan, jadwal dan formular,
serta laporan pelaksanaan.
 Koordinator Lapangan, menyiapkan ruangan coaching, tempat
pelaksanaan sosialisasi, spanduk, konsumsi.
b) Membuat group komunikasi tim penggerak melalui media digital
c) Menyiapkan persuratan administrative coaching
d) Pemetaan pegawai yang akan dicoaching dengan menggunakan teori
matriks skill/will yang dipopulerkan oleh Max Landsberg.
b. Pelaksanaan Sosialisasi
 Membagikan daftar hadir pegawai
 Membuat rundown acara sosialisasi coaching

15
E. Pelaksanaan Coaching
a. Peran Atasan Langsung
 Memastikan bawahan mengikuti sesi coaching
 Tawarkan bantuan kepada bawahan
 Mengetahui agenda coaching dari bawahan
b. Peran SDM
 Menanyakan kepada para coaches, apakah sudah melihat dan
menghubungi masing-masing coachee mereka.
 Mengingatkan para Coach untuk mengisi form 1: coaching plan dan
form 2: coaching session
 Mengumpulkan bukti gambar sesi coaching yang dikirmkan oleh para
coach.
 Mengganti pasangan coach jika coachee tidak nyaman dengan
pasangan coachnya dan berkoordinasi dengan coach sebelumnya.
 Menyiapkan formular coaching
 Menyiapkan form evaluasi coaching
c. Peran Coach
 Membangun komunikasi yang baik dengan coachee
 Menjelaskan terkait ketentuan coaching
 Menanyakan kesiapan coachee dalam mengikuti kegiatan coaching
 Melakukan pendampingan terhadap coachee saat mengerjakan tugas.
F. Evaluasi
Melakukan pengumpulan data dan melakukan analisis terhadap data tersebut
untuk menilai proses coaching berlangsung. Pada tahap ini akan ditemukan
kelebihan dan kekurangan dari motode coaching yang digunakan, hal tersebut
dilihat dari seberapa besar dampak coaching terhadap coacheenya dalam
memberika kontribusi terhadap perusahaan.

16
1.4 FORMULIR COACHING AND COUNSELING
Formulir Coaching and Counseling
  Formulir Coaching and Counseling  
  Pertemuan ke 1/2/3  
  Tanggal    
  Jam    
  Tempat    
  Coach Coachee  
  Nama   Nama    
  NIP   NIP    
  Jabatan   Jabatan    
  Unit Kerja   Unit Kerja    
   
  A. Pemasalahan Yang Dihadapi  
  Pengetahuan/Keterampian Kerja  
     
  Tanggung Jawab Kerja  
     
  B. Penyebab Masalah  
     
  c. Pemecahan Masalah  
     
  Catatan Tambahan  
     
           

17
LAMPIRAN
Formulir Matriks Coaching Metode “GROW”
Formulir Matriks Coaching Metode “GROW”
   
  Hari, Tanggal :  
  Coach :  
  Coachee :  
   
  Topik Pembahasan  
   
     
   
  Goal Reality  
   
   
   
   
       
  Option Will  
   
   
   
       
                       

18
REFERENSI
36-340-1-PB, n.d.; Konsep & dan Praktik, n.d.; Kusmawati et al., 2019; Minor, 2002; Modul, n.d.;
Pendekatan et al., 2022; Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Kinerja PNS Badan Kepegawaian
Negara Katherin et al., n.d.; Sulastina Marina et al., 2017

(Dwi Nur Rahmah, 2020;

Grant et al., n.d.;

PENGEMBANGAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) BERBASIS SAINTIFIK “BAGUS”


MELALUI COACHING MODEL GROW ME, n.d.)

(Oleh et al., n.d.)

19

Anda mungkin juga menyukai