Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

POST CRANIOTOMY (CRANIOPHARYNGIOMA)


A. DEFINISI
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh
di otak, meningen dan tengkorak.
Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud
untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
B. ETIOLOGI
Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, teratoma, berasal dari
sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan neoplastik
C.

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF)
Sakit kepala
Nausea atau muntah proyektil
Pusing
Perubahan mental
Kejang
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak)
1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda
papil edema.
2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi.
6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
7. Perubahan dalam seksual

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan.
1. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas
tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.
2. MRI membantu mendiagnosis tumor potak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor didalam
batang otak dan daerah hipofisis.
3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan
informasi prognosis.
4. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan letak
tumor serebral.
5. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
E. KOMPLIKASI POST OPERASI
1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar


tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan
ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptik dan antiseptik.
8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan
F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.
Perawatan pasca pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
Perut tidak kembung
Peristaltik usus normal
Flatus positif
Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi
agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan
untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem Perkemihan.
- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
- Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
- Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam
komplikasi ginjal.
Sistem Gastrointestinal.
- Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan
stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher
serta TIO meningkat.
- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
- Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.

jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam.


Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi
dan drainase lambung.
Meningkatkan istirahat.
Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
Memonitor perdarahan.
Mencegah obstruksi usus.
Irigasi atau pemberian obat.

Proses penyembuhan luka


Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah
baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai
kerangka.
Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel
timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan
baru dan otot dapat digunakan kembali.
Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan
batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
G.

Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;
1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2. Luka insisi normal tanpa infeksi.
3. Tidak timbul komplikasi.
4. Pola eliminasi lancar.
5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
Pengobatan lanjutan.
Jenis obat yang diberikan.
Diet.
Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

H. PENGKAJIAN
a.
Primary Survey
1)
Airway

Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)


setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.

Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau


hidung.

Auscultasi paru keadekwatan expansi paru,


kesimetrisan.
2)
Breathing

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan


irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

3)

4)

5)

Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR


< 10 X / menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan
cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernafasan diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
Circulating:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor
kulit, balutan.
Disability : berfokus pada status neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,
respon motorik dan tanda-tanda vital.
Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,
kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan
gelisah.
Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

b.

Secondary Survey : Pemeriksaan fisik


Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent,
apatis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.
1) Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak
membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada
gastrointestinal.
2) Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
3) Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4) Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

c.

Tersiery Survey
1) Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB
= 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
2) Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
3) Blader
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning kecoklatan.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
1.

2.

Diagnosa
Keperawatan
Ganggguan
rasa nyaman
nyeri
berhubungan
dengan luka
insisi.

Kriteria Hasil/
Tujuan
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
rasa nyeri
dapat teratasi
atau tertangani
dengan baik.
Kriteria hasil:
Melaporkan
rasa nyeri
hilang atau
terkontrol.
Mengungkapka
n metode
pemberian
menghilang
rasa nyeri.
Mendemonstra
sikan
penggunaan
teknik relaksasi
dan aktivitas
hiburan sebagi
penghilang
rasa nyeri.

Intervensi
Rasionalisasi
Keperawatan
1.
Kaji nyeri, 1.
Berguna
catat lokasi,
dalam pengawasan
karakteristik, skala keefektifan obat,
(0-10). Selidiki
kemajuan
dan laporkan
penyembuhan.
perubahan nyeri
perubahan pada
dengan tepat.
karakteristik nyeri
menunjukkan
terjadinya abses.
2.
Pertahankan 2.
Mengurangi
posisi istirahat
tegangan abdomen
semi fowler.
yang bertambah
dengan posisi
telentang.
3.
Dorong
3.
Meningkatk
ambulasi dini.
an normalisasi
fungsi organ,
contoh merangsang
peristaltic dan
kelancaran flatus,
dan menurunkan
ketidaknyamanan
abdomen.
4.
Berikan
4.
menghilang
kantong es pada
kan dan
abdomen.
mengurangi nyeri
melelui
penghilangan
ujung saraf.
catatan:jangan
lakukan kompres
panas karena dapat
menyebabkan
kongesti jaringan.
5.
Berikan
5.
menghilang
analesik sesuai
kan nyeri
indikasi.
mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
Kerusakan
Tujuan:
1.
Kaji dan
1.
Mengidentif
integritas kulit Setelah diberikan
catat ukuran,
ikasi terjadinya
berhubungan
tindakan pasien
warna, keadaan
komplikasi.
dengan luka
tidak mengalami
luka, dan kondisi
insisi.
gangguan
sekitar luka.
integritas kulit.
2.
lakukan
2.
merupakan

Kriteria hasil:
kompres basah dan tindakan protektif
sejuk atau terapi
yang dapat
Menunjukkan
rendaman.
mengurangi nyeri.
penyembuhan
3.
lakukan
3.
Memungkin
luka tepat
perawatan
luka
dan
kan
pasien
lebih
waktu. pasien
hygiene sesudah
bebas bergerak dan
menukjukkan
mandi,
lalu
meningkatkan
Pasien
keringkan kulit
kenyamanan
menunjukkan
dengan
hati
hati.
pasien.
perilaku untuk
4.
berikan
4.
mempercepa
meningkatkan
priopritas untuk
t proses
penyembuhan
meningkatkan
penyembuhan dan
dan mencegah
kenyamanan dan
rehabilitasi pasien,
komplikasi.
kehilanan pasien.
3.

4.

5.

Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan
higiene luka
yang buruk.

Gangguan
perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
pendarahan.

Kekurangan
volume cairan

Tujuan:
1.
awasi tandaSetelah dilakukan tanda vital,
tindakan
perhatikan demam,
keperawatan
menggigil,
pasien diharapkan berkeringat dan
tidak mengalami
perubahan mental
infeksi.
dan peningkatan
Kriteria hasil:
nyeri abdomen.
2.
Lihat lika
Tidak
insisi
dan
balutan.
menunjukkan
catat karakteristik,
adanya tanda
drainase luka.
infeksi.
3.
Lakukan
Tidak terjadi
cuci
tangan
yang
infeksi.
baik dan lakukan
perawatan luka
aseptik.
4.
Berikan
antibiotik sesuai
indikasi.

Tujuan:
Setelah
dilakukan
perawatan
tidak terjadi
gangguan
perfusi
jaringan.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda
vital stabil.
Kulit klien
hangat dan
kering
Nadi perifer
ada dan kuat.
Masukan atau
haluaran
seimbang.
Tujuan:
setelah

1.

Observasi
ekstermitas
terhadap
pembengkakan,
dan eritema.

Evaluasi
status mental.
perhatikan
terjadinya
hemaparalis,
afasia, kejang,
muntah dan
peningkatan TD.

1.

Deteksi dini
adanya infeksi.

2.

Memberikan
deteksi dini
terjadinya proses
infeksi.
3.
Menurunkan
penyebaran bakteri

4.

Mungkin
diberikan secara
profilaktif untuk
menurunkan
jumlah organisme,
dan untuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya.
1.
Tirah baring
lama dapat
mencetuskan statis
venadan
meningkatkan
resiko
pembentukan
trombosis.

2.

1.

2.

Indikasi
yang menunjukkan
embolisasi
sistemik pada otak.

awasi intake 1.
memberikan
dan out put cairan.
informasi tentang

berhubungan
dengan
perdarahan
post operasi.

6.

Pola nafas
inefektif
berhubungan
dengan efek
anastesi.

dilakukan
tindakan
keperawatan
pasien
2.
Awasi TTV,
menunjukkan
kaji membrane
keseimbangan
mukosa, turgor
cairan yang
kulit, membrane
adekuat.
mukosa, nadi
perifer dan
Tanda-tanda
pengisian kapiler.
vital stabil.
3.
Awasi
Mukosa
pemeriksaan
lembab
laboratorium.
Turgor kulit/
pengisian
kapiler baik.
Haluaran urine
4.
Berikan
baik.
cairan IV atau
produk darah
sesuai indikasi
Tujuan:
1.
Evaluasi
setelah dilakukan
frekuensi
tindakan
pernafasan dan
perawatan pasien
kedalaman.
menunjukkan
pola nafas yang
efektif.
Kriteria hasil:
volume nafas
adekuat.
klien dapat
Auskultasi
mempertahank 2.
bunyi
nafas.
an pola nafas
normal dan
efektif dan
tidak ada tanda
hipoksia.

3.

Lihat kulit
dan membran
mukosa untuk
melihat adanya
sianosis.

4.

Berikan
tambahan oksigen
sesuai kebutuhan.

7.

Bersihan jalan
napas
inefektif

Tujuan:
1.
Awasi
setelah dilakukan
frekuensi, irama,
tindakan
kedalaman

penggantian
kebutuhan dan
fungsi organ.
2.
indicator
keadekuatan
volume sirkulasi/
perfusi.

3.

Memberikan
informasi tentang
volume sirkulasi,
keseimbangan
cairan dan
elektrolit.
4.
Mempertaha
nkan volume
sirkulasi.
1.

Kecepatan
dan upayamungkin
meningkat karena
nyeri, takut,
demam, penurunan
volume sirkulasi
darah dan
akumulasi
secretatau juga
hipoksia.
2.
Bunyi nafas
sering menurun
pada dasar paru
selama periode
waktu setelah
pembedahan
sehubungan
dengan terjadinya
atelektasis.
3.
Sianosis
menunjukkan
adanya hipoksia
sehubungan
dengan gagal
jantung atau
komplikasi paru.
4.
Untuk
memaksimalkan
pengambilan
oksigen yang akan
diikat oleh Hb
yang
menggantikan
tempat gas
anestesidan
mendorong
pengeluaran gas
tersebut melalui zat
instalasi
1.
Perubaahan
sputum
menunjukkan

berhubungan
dengan
penumpukan
secret.

keperawatan
pernafasan.
pasien
menunjukkan
bunyi nafas yang 2.
Auskultasi
jelas.
paru, perhatikan
Kriteria hasil:
stridordan
frekuensi nafas penurunan bunyi
nafas.
dalam rentang
3.
Dorong
normal.
batuk
atau
latihan
bebas dipsnea.
pernafasan.
4.

8.

Perubahan
pola eliminasi
urin
berhubungan
dengan efek
anastesi.

9.

Perubahan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
berhubungan
dengan mual
muntah.

terjadi distres
pernafasan.
2.
Deteksi
adanya obstruksi.

3.

Meningkatk
an ekspansi paru
optimal/fungsi
pernafasan.
4.
Dugaan
adanya hipoksemia
atau karbon
monoksida.

Perhatikan
adanya warna
pucat atau merah
pada luka.
Tujuan:
1.
Catat
1.
Penurunan
setelah dilakukan
keluaran urine,
aliran urine tibatindakan
selidiki penurunan
tiba dapat
keperawatan
aliran urine secara
mengindikasikan
pasien
tiba-tiba.
adanya obstruksi
menunjukkan
atau juga karena
aliran urine yang
dehidrasi.
lancar.
Kriteria hasil:
2.
Awasi TTV, 2.
Indikator
kaji
nadi
perifer,
keseimbangan
Haluaran urine
turgor kulit,
cairan.
adekuat.
pengisian kapiler.
3.
Dorong
3.
Mempertaha
peningkatan cairan nkan hidrasi dan
dan pertahankan
aliran urine baik.
pemasukan akurat.
Tujuan:
1.
Timbang
1.
kehilangan
Setelah dilakukan BB secara teratur.
atau peningkatan
tindakan
menunjukkan
keperawatan
perubahan hidrasi,
pasien
tapi kehilangan
menunjukkan
lanjut juga
keseimbangan
menunjukkan
berat badan.
defisit nutrisi.
Kriteria hasil:
2.
Auskultasi 2.
Meskipun
bising usus, catat
bising usus sering
Berat badan
bunyi
tak
ada
atau
tak ada, inflamasi
klien tetap
hiperaktif.
atau iritasi usus
seimbang.
dapat menyertai
hiperaktifitas usus,
penurunan absorbsi
air atau juga diare.
3.
Kemajuan
3.
Tambahkan
diet yang hati-hati
diet sesuai
saat memasukkan
toleransi.
nutrisi dimulai lagi
dapat menurunkan
iritasi gaster.

Patofisiologi Post Craniotomy


Craniotomy

Luka insisi

Higiene luka buruk

Infasi kuman

Resti Infeksi

Jaringan kulit rusak

Kerusakan
integritas kulit

Ujung- ujung saraf

Pendarahan

Vol darah

Reseptor nyeri

Gangguan perfusi
jaringan

Kekurangan vol
cairan

Gangguan rasa
nyaman nyeri

Efek anastasi

Menekan pusat
pernapasan

Kerja organ
pernapasan

Ekspansi paru

Suplai Oksigen
inadekuat

Pola napas
inefektif

Penumpukan secret

Bersihan jalan
napas inefektif

Sistem perkemihan

Sistem G.I.

fungsi ginjal

Stimulasi medula

Reflek berkemih

Reflek muntah

Inkontinensia

Nausea, vomitas

Perubahan pola
eliminasi urin

Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical


Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.
EGC, Jakarta.
Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis;
Pedekatan Holistik Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
www.CerminDuniaKedokteran.co.id
www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai