Disusun oleh:
Muhammad Lodra Penta
12100115082
Preseptor:
Yani Dewi, dr., Sp.A., M.Kes
KETERANGAN UMUM
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Bayi Ny. H.
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Tanggal Lahir
Anak ke
Tanggal masuk RS
: 26 Agustus 2016
: Tn. S
Umur
: 38 tahun
Alamat
: Banjaran
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama
: Ny. H
Usia
: 30 tahun
Alamat
: Banjaran
Pekerjaan
Ibu
ANAMNESA
Keluhan Utama
lambat, kulit seluruh tubuh berwarna kemerahan, gerakan sedikit aktif. Apgar score menit ke 1= 4
5=7.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit jantung ataupun kelainan bawaan.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Prenatal
Selama hamil, ibu pasien tidak rutin melakukan kontrol kehamilan. Ibu pasien kontrol
kebidan sebanyak lima kali. Ibu pasien tidak pernah mengalami sakit berat hingga dirawat di RS,
perdarahan ketika hamil, ketuban pecah dini, demam, tidak mengkonsumsi obat-obatan, jamujamuan, riwayat trauma (-), riwayat konsumsi alkohol (-), riwayat merokok (-) ataupun memelihara
hewan peliharaan (-) saat mengandung pasien.
Natal
Pasien lahir dari ibu G3P2A0, dengan usia kehamilan 36-37 minggu bayi tunggal. Bayi lakilaki dilahirkan pada tanggal 26 Agustus 2016 pada jam 08.05 lahir di RSUD AL Ihsan, dengan SC
atas indikasi letak lintang, . Ketuban jernih, tidak ada KPSW. AS 4/7, dengan berat lahir 2618 g dan
panjang badan lahir 49 cm
RIWAYAT MAKAN DAN MINUM
Bayi dipuasakan
RIWAYAT IMUNISASI
Belum mendapatkan imunisasi
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Precthl State 3
Tanda Vital
Tekanan Darah
Denyut jantung
Pernapasan
Suhu
BB
Panjang Badan
LK
LD
LP
LL
Downe score :
skor 4 ----- ada distres napas
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Bentuk
UUB
Mata
: simetris, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflex cahaya +/+
Telinga
: lokasi normal, simetris, posisi puncak pina sejajar dengan kantus mata, sekret (-)
Hidung
: lokasi normal, simetris, sekret (-), PCH (-), dan terpasang NGT
Mulut
: bibir dan mukosa basah, perioral sianosis (-), reflex rooting (+), sucking (-),
labioschizis (-), paltoschizis(-), labioplatoschizis (-)
Leher
Kelenjar Tiroid
Thorax
Pulmo
Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi interkostal (+), Supra Sternal (+)
Palpasi : pergerakan nafas simetris, abdominotorakal
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : VBS kanan = kiri, Ronchi +/+, Merintih +/+
Cor
Abdomen
Inspeksi
: Bentuk datar, tidak ada massa, tali pusat belum lepas, kering dan tidak berbau,
retraksi epigastrik (+)
Palpasi
Perkusi
Pemeriksaan Neurologi
Primitif : Refleks moro (+), Palmar graps (+), plantar graps (+), babinski (+)
Fisiologis : Bisep (+), trisep (+), patella (+),achiles (+)
RESUME
Pasien neonatus cukup bulan bulan dengan sesuai masa kehamilan lahir secara SC atas
indikasi dengan letak lintang dengan keluhan tidak menangis, kebiruan, dan tonus otot melemah
saat lahir.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran prechtl state 4, sakit berat. BBL 2618 gram,
PB 49 cm, saat lahir AS 4/7, sucking refleks (-), Retraksi epigastrik, intercostal, suprasternal (+),
pada pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal
DIAGNOSIS BANDING:
Neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan, lahir spontan letak kepala, , dengan riwayat
asfiksia sedang dan pneumonia
Neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan, lahir spontan letak kepala, dengan riwayat
asfiksia sedang dan Transient Tachypnea of newborn
USULAN PEMERIKSAAN
Hematologi rutin(Hb, leukosit, trombosit, HCT)
Hitung jenis leukosit
Hitung neutrofil
Gula darah sewaktu
Analisis Gas Darah (AGD)
Foto Rontgen .
DIAGNOSIS KERJA :
Neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan, lahir spontan letak kepala, , dengan riwayat
asfiksia sedang dan pneumonia
PENATALAKSANAAN :
Umum
Khusus
Cefotaxime 2x120mg iv
PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: Ad Bonam
Quo ad Functionam
: Dubia Adbonam
Quo ad Sanantionam
: Dubia Adbonam
PEMBAHASAN
PNEUMONIA
Sign and Simptomp
KASUS
Demam
Tachypnea
Retraksi
Poor feding
Lethargy
Ronki +/+
Faktor Risiko
Asfiksia
Managemen
Amikasin 1 x 65mg
KASUS
Demam
Takipnea
Takikardia
Perdarahan Gaster
Leukositosis
Faktor Risiko
Asphyxia
Pneumonia
TEORI
1. Hipertermi
2. Hipotermia
3. Respiratory
Distress
4. Respiratory Failure
5. Cough
6. Ronchi
1. Maternal Fever
2. Ascending Infection
3. Aspiration
Meconium
4. Enviromental
5. Asphyxia
6. Low Birth Weight
7. Premature
1. Ampicillin
2. Cephalosporin
3. Aminoglycoside
4. Macrolide
TEORI
1. Hipertermia
2. Hipotermia
3. Tachycardia
4. Tachypnea
5. Altered Mental
Status
6. Hyperglicemia
7. Leukopenia or
Leukositosis
8. IT Ratio >0.2
9. Micro-ESR >15mm
1 hr
10.CRP >1mg/dL
11.Hematological :
Bleeding,
Ptechiace, Purpura
1. Low birth Weight
2. Prematurity
3. Febrill illness in
mother
4. Ruptur of
membrane >24jam
5. Foul smelling
and/or meconium
stained liquor
6. Single Unclean / >3
Sterile vaginal
Examination
7. Prolonged Labor
8. Perinatal Asphyxia
Managemen
Pada kasus ini, pasien merupakan bayi baru lahir dengan kategori preterm. Karena usia
gestasi < 37 minggu. Pada kasus ini kehamilan ibu, berkisar 9 bulan berdasarkan taksiran
dari HPHT. Tetapi, berdasarkan dari hasil penilaian NEW BALARD SCORE didapatkan
skor 29
Penilaian bayi baru lahir :
1) Masa Gestasi atau umur kehamilan
Merupakan masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari HPHT
(hari pertama haid terakhir)
a. Bayi kurang bulan (BKB)
Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu ( <259 hari)
b. Bayi cukup bulan (BCB)
Bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi 37-42 minggu ( 259-293 hari)
Berdasarkan perhitungan :
HPHT = 28 April 2012 ------- perkiraan masa gestasi 8 bulan 27 hari
New Ballar score ------ skor 29 ---- perkiraan masa gestasi 34-36 minggu
Pemeriksaan sesaat setelah kelahiran
Penilaian skor Apgar adalah metode praktis untuk menilai bayi baru lahir sesaat setelah
kelahiran secara sistematis untuk membantu identifikasi kebutuhan tindakan resusitasi dan untuk
memprediksi kemungkinan hidup pada periode neonatus. Nilai Apgar mencakup kriteria laju
jantung, usaha bernapas, tonus otot, refleks terhadap rangsangan, dan warna kulit.
Skor Apgar harus dinilai pada 1- dan 5- menit dengan menjumlahkan skor dari masing-masing
tanda yang dinilai. Penilaian skor Apgar diulangi setiap 5 menit kemudian selama nilainya <7.
Skor Apgar 1 menit dapat menandakan kebutuhan untuk tindakan resusitasi segera sedangkan
skor pada 5- menit dan selanjutnya dapat mengindikasikan efektivitas upaya resusitasi pada
bayi atau dikatakan memiliki nilai prognostik karena berhubungan dengan morbiditas neonatal.
Meskipun memliki nilai prognostik, skor Apgar tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
prognosis neurologis jangka panjang
Skor Apgar 8-10 menunjukkan keadaan neonatus normal, 4-7 menunjukkan keadaan asfiksia ringan
sampai sedang, dan nilai 0-3 menunjukkan keadaan asfiksia berat.
Pada bayi ini skor AS : 4/7 ( 4 pada menit ke-1; 7 pada menit ke-5)
Kesimpulan : Bayi mengalami Asfiksia ringan sampai sedang
ASFIKSIA NEONATORUM
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan Pa O 2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), PaCO2 di dalam darah meningkat dan asidosis.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bernapas secara spontan dan
teratur dalam 1 menit setelah lahir.
Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO menyebutkan bahwa semenjak tahun 2000-2003 asfiksia
menempati urutan ke-6 yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia
setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menyebutkan penyebab kematian bayi
baru lahir di Indonesia yaitu asfiksia neonatorum dengan persentasi 27%.
Etiologi
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas dan
pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan
asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan memegang peranan
penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari :
1. Faktor Ibu
a) Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik dan anastesi dalam. Hal ini akan
menimbulkan hipoksia janin.
b) Gangguan aliran darah uterus
Penurunan aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke
plasenta dan ke janin.
Hal ini sering ditemukan pada :
Gangguan kontraksi uterus, misalnya : hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit
atau obat.
Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan.
Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin
akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara iu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan :
Tali pusat menumbung
Tali pusat melilit leher
Kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
1) Pemakaian obat anastesi / analgetik yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.
2) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial. Kelainan kongenital
pada bayi, misalnya hernia diafrgamatika atresia/ stenosis saluran pernapasan, hipoplasia
paru dan lain-lain.
Klasifikasi Asfiksia
Keterangan berdasarkan penelitian klinis :
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan
iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang
berperan pada kejadian asfiksia.
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkanasfiksia ringan yang bersifat sementara
pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor
pusat pernafasan agar terjadi Primary gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi
asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung
kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnea
(Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada
penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode
apnea kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan
darah.Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan
keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya
menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung
dan hati akan berkuangasam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya
asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan
mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara
alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah
paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis
dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.
Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya.
Komplikasi
Komplikasi meliputi berbagai organ tubuh yaitu:
a) Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
b) Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru.
kompresi jantung
DJ < 60x/menit lakukan ventilasi dan segera lakukan kompresi jantung.
3) Bila frekuensi denyut jantung sama atau sudah lebih dari 80x/menit tindakan kompresi dada
dihentikan.
Medikamentosa (obat-obatan)
1. Epinefrin
Indikasi :
a. Denyut jantung bayi < 60 x/menit setelah 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada
b. Asistolik
Dosis : 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kgBB) via I.V atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2. Volume ekspander
Indikasi :
a. Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
terhadap resusitasi
b. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Secara klinis ditandai
adanya pucat, perfusi uruk, nadi kecil/lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
Jenis cairan :
- Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
- Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Golongan O
diberikan karena pada bayi biasanya belum dilakukan pemeriksaan golongan darah
sehingga yang paling aman yaitu dengan menggunakan golongan darah O.
Dosis :
Dosis awal 10 ml/kgBB I.V pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
3. Bikarbonat
Indikasi :
a. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
b. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%).
Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstroe 5% sama banyak diberikan secara I.V dengan
kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat dapat
merusak fungsi miokardium dan otak.
4. Nalokson
Nalokson hindroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernapasan.
Sebelum diberikan naloxon ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
a. Depresi pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum
persalinan.
b. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika karena dapat menyebabkan tanda with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kgBB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml) via I.V, endotrakeal atau bila perfusi baik
diberikan I.M atau S.C.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi asfiksia sesuai skor APGAR :
Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan
dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20.
Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang menekan
pertengahan sternum 80 100 x/menit.
Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal
lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz
1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atasbawah secara teratur 20x/menit.
Supportif
Jaga kehangatan
Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka
Koreksi gangguan metabolik ( cairan, glukosa darah dan elektrolit )
Prognosis
Prognosis dari asfiksia yaitu :
Asfiksia ringan
Quo vitam : ad bonam
Quo fungsional : ad bonam
Asfiksia berat
Quo vitam : dubia ad malam
Quo fungsional : ad malam karena dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama atau
kelainan saraf. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan
kelainan neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau retardasi mental.
Pada kasus, pasien mengalamai asfiksia ringan sedang, yang sudah disertaia adanya
komplikasi pada otak, dengan ditandai adanya gejala twitching pada ekstremitas bagian
kanan. Diduga pasien mengalami HIE (Hypoxic Ischemic Enceppalopathy)
KEJANG PADA NEONATUS
DEFINISI
Gerakan abnormal pada neonatus oleh karena gangguan fungsi sistem neuron
ETIOLOGI
1) Penyulit perinatal
a. Ensefalopati neonatal
b. Trauma susunan saraf pusat (SSP) dan perdarahan intrakranial
2) Gangguan metabolisme
a. Hipoglikemia
b. Hipokalsemia
c. Hipomagnesemia
d. Hipo/hipernatremia
e. Ketergantungan piridoksin
3) Gangguan metabolisme asam amino
a. Asidemia organik
b. Gangguan yang berkaitan dengan biotin
c. Intoleransi fruktosa
d. Kelainan mitokondria
e. Storage disease
f. Penyakit Menkes kinky hair
4) Infeksi
a. Meningitis
b. Ensefalitis
c. Abses otak
5) Gangguan perkembangan
6) Obat-obatan/toksin
7) Polisitemia/hiperviskositas
8) Infark fokal
9) Familial
10) Ensefalopati hipertensif
11) Tidak diketahui
PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat pelepasan elektrik secara berlebihan, yaitu oleh karena depolarisasi dari
neuron dalam SSP. Depolarisasi terjadi akibat masuknya Na pada proses Na-K pump. Untuk
mempertahankan proses Na-K pump diperlukan energi
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding sesuai dengan etiologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium
a. Darah : Gambaran darah tepi, kultur, infeksi TORCH, metabolik (glukosa, Na, K, Ca) dan
analisis gas
b. Urin : Rutin, kultur dan resistensi
c. Likuor : Jumlah sel, protein, kultur
2) Radiologi
3) USG kepala, CT scan dan MRI
4) EEG
TERAPI
Fenobarbital
Dosis awal 20 mg/kgBB i.v./i.m. Jika setelah 60 menit, kejang masih ada berikan dosis ke-2 (10
mg/kgBB)
Jika kejang masih ada, 2-4 jam kemudian dapat diberikan luminal 10 mg/kgBB. Dosis maksimum
loading dose fenobarbital 30-40 mg/kgBB
Jika fenobarbital tidak memberikan respons fenitoin
Dosis fenobarbital rumatan 3,5-4,5 mg/kgBB, dosis tunggal atau 2x/hari i.m./p.o., diberikan 12 jam
setelah loading dose
Pemberian dihentikan jika pemeriksaan fisis normal, tidak ada kejang rekurens dan gambaran EEG
normal. Pada penderita yang mempunyai risiko untuk terjadinya kejang rekurens (hipoxic ischemic
encephalopaty/HIE, malformasi korteks serebri) pemberian fenobarbital dilanjutkan sampai umur 2
bulan.
Fenitoin
Loading dose 15-25 mg/kgBB i.v., kecepatan tidak melebihi 0,5 mg/kgBB/menit. Selanjutnya 5
mg/kgBB/hari
Rumatan diberikan 4-8 mg/kgBB/hari, dalam 2-3 dosis i.v.
Diazepam
Hanya untuk menghentikan kejang dengan segera
Pemberian harus dengan monitoring ketat, sebaiknya di rawat di ruang intensif
Dosis 0,1-0,3 mg/kgBB pengenceran dengan NaCl fisiologis (1:4), i.v., perlahan-lahan sampai
kejang berhenti
Lorazepam
Bila resisten terhadap fenobarbital dan fenitoin
Dosis 0,05 mg/kgBB/dosis, i.v. dalam 2-5 menit
Paraldehid
Bila tidak berhasil dengan antikonvulsan lain
Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB, diencerkan dalam minyak mineral (rasio 1:1 atau 2:1), dalam bentuk
rektal/supositoria dan tidak boleh diberikan > 3x/hari
Obat lain
Ca : Untuk mengatasi kejang karena hipokalsemia lihat bab hipokalsemia
Mg : Bila penyebabnya hipomagnesemia
Dosis Mg-sulfat 50% 0,1-0,2 ml/kgBB i.m. setiap 12 jam
Piridoksin
Bila penyebabnya defisiensi/ketergantungan piridoksin, dosis 50 mg i.v.
Selama pemberiannya harus dimonitor EEG
Rumatan : Untuk ketergantungan 10-100 mg/hari p.o.(4 dosis) Untuk defisiensi 5 mg/hari p.o.
(4dosis)
PROGNOSIS
Secara umum baik bila
a.
b.
c.
d.
Neutropenia absolut < 1.000/mm3, rasio neutrofil imatur : total > 0,2, granular toksik
Trombositopenia
LED dan CRP meningkat
Kultur darah dan CSF, dll (+)
Cairan serebrospinal : Jika meningitis keruh disertai leukosit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
PENYULIT
Meningitis bakterialis
EKN
KID
Syok septik
TERAPI
Umum
a. Rawat dalam ruang isolasi/inkubator
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi
c. Pemeriksa harus memakai pakaian ruangan yang telah disediakan
d. Pengaturan suhu dan posisi bayi
Khusus
a. Suportif : Menjaga stabilitas hemodinamik dan oksigenasi jaringan vital
b. O2 : Bila sianosis, distres pernafasan, apnea dan serangan kejang
c. Pemberian cairan dan elektrolit
d.
e.
f.
g.
h.
Pada keadaan umum jelek nutrisi parenteral sesuai dengan umur dan BB bayi
Bila keadaan umum baik nutrisi enteral secara bertahap dan parenteral dikurangi sampai
kebutuhan rumatan terpenuhi
Atasi kejang (lihat terapi kejang pada neonatus)
Atasi hiperbilirubin (lihat terapi hiperbilirubinemia pada neonatus)
Atasi anemia dan syok
Antibiotik
Sebelum pemberian antibiotik, periksa kultur dan tes resistensi
Antibiotik spektrum luas untuk Gram (+) dan (-) selama belum ada hasil kultur.
Terapi awal (sebelum ada hasil kultur dan resistensi) :
Kombinasi ampisilin + aminoglikosida
Ampisilin 50 mg/kgBB/dosis, i.v.
-
Aminoglikosida
-
diperoleh hasil terjadi peningkatan pada bilirubin total, sedangkan bilirubin direk masih
dalam batas normal.
HIPERBILIRUBINEMIA NEONATORUM
Jaundice fisiologis
NORMAL
Akibat :
Belum matangnya fungsi hati
Produksi bilirubin setelah pemecahan sel darah merah fetal
terbatasnya konjukasi bilirubin oleh liver.
Tatalaksana Hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan Saki t
(< 37 minggu)
Berat (gram)
Terapi sinar
Transfusi tukar
Terapi sinar
Transfusi tukar
Hingga 1.000 g
5-7
10
4-6
8-10
1.001-1.500 g
7-10
10-15
6-8
10-12
1.501-2.000 g
10
17
8-10
15
> 2.000 g
10-12
18
10
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Jenson. Nelsons Textbook of Pediatrics 17th ed. Saunders. Philadelphia,
Pennsylvania; 2004.
2. Gomella T.L. Neonatology, Management, Procedures, On call Problems, Diseases & Drugs 5 th
Ed, A Lange clinical manual/Mc Graw-Hill,2004
3. Donald, Mhairi G., Martha D. Mullett, Mary M. K. Seshia. Averys Neonatology
Pathophysiology & Management of the Newborn. 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia, United States; 2005
4. Cloherty, John P. Manual of Neonatal Care. 6th Ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia, United States; 2008
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-4 Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2011
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I 2004. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2004
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neonatologi. 2010. Pengurus Pusat Ikatan Dokter
Anak Indonesia: Jakarta.