Anda di halaman 1dari 10

KASUS PEDAGANG DAGING CELENG YANG

DISAMARKAN DENGAN DAGING SAPI


(Dikaitkan Dengan Pasal 8 ayat (1) Huruf h Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen)

Disusun Oleh :

ARISTYA BINTANG ASMARA


C100130246

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

LATAR BELAKANG
Undang-Undang perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen. Perlindungan terhadap konsumen dipandang terasa sangat
penting, karena semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
merupakan penggerak utama bagi produktivitas dan efisiensi produsen
atas barang atau jasa yang dihasilkannya rangka mencapai sasaran
usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut,
akhirnya baik langsung maupun tidak langsung, konsumenlah yang pada
umumnya
Peran

akan
pemerntah

merasakan
dalam

mngaatasi

dampaknya.
perlindungan

konsumen

terhadap bakso yang mengandung daging babi adalah dengan membuat


berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu : Undaang undang No 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) pasal 8 huruf h
disebutkan

bahwa

pelaku

usaha

dilarang

memproduksi

dan/

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan


berproduksi secara benar yang mana makan yang diproduksi atau yang di
perdagangkan harus halal, yang mana daging babi merupakan kategori
makanan yang tidak halal, karena daging babi tersebut tidak baik bagi
kesehatan tubuh.
UUPK merupakan salah satu tujuan yaitu untuk menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab.

NORMA

PERATURAN

Pasal 8 ayat (1) huruf h UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan


Konsumen
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang

dicantumkan

dalam label
Pasal 58 ayat (4) Undang-Undang No 18 tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan
"Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai
sertifikat veteriner dan sertifikat halal."
Pasal 62 ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah).

DOKTRIN

Menurut girindra aisjah dalam bukunya yang berjudul LP POM MI pengukir


sejarah sertifikasi halal:

yang dimaksud produk halal adalah produk yang memenuhi syarat


kehalalan sesuai dengan syariat islam yaitu:
a. Tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi
b. Tidak mengandung khamr dan produk turunannya
c. Semua bahan asal hewan harus berasal dari hewan halal disembelih
menurut tata cara syariat islam
d. Tidak mengandung bahan-bahan

lain

yang

diharamkan

atau

tergolong najis seperti: bangkai,darah, bahan-bahan yang berasal


dari organ manusia, kotoran dan lain sebagainya.
e. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengelolaan dan alat
transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi
atau barang tidak halal lainnya.
Menurut al-ashar thoeib dalam bukunua bahaya makanan haram bagi
kesehatan jasmani dan kesucian rohani
yang dimaksud dengan halal ditinjau dari segi bahasa adalah perkara
atau yang diperbolehkan, diharuskan, diizinkan atau dibenarkan
menurut syariat islam, sedangkan haram adalah perkara atau
perbuaran yang dilarang atau tidak diperbolehkan menurut syariat
islam

DATA
Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang
disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk
bahan baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang
benar

itu

daging

celeng,"

kata

Kepala

Seksi

Pengawasan

dan

Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat,


Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan
daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya
bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan
lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual
bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk,
seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan
memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging
bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan,
Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama
John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini
sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui
pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di

berbagai

daerah

di

Pulau

Jawa

dan

langsung

dipasarkan

secara

terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak
dikonsumsi," katanya.

PERBANDINGAN DATA DENGAN NORMA


Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No 8 Tahun 199 Tentang perlindungan
konsumen
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi
secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang

dicantumkan

dalam label.
Disini pedagang daging celeng giling telah terbukti melanggar pasal
tersbut dikarenakan pedangang tersebut memperdagangkan daging
celeng dengan cara disamarkan dengan daging sapi yang telah terbukti
tidak halal. Karena menurut pasal 58 ayat (4) Undang-Undang No 18
tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
"Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai
sertifikat veteriner dan sertifikat halal."
Dengan kewajiban memberikan label halal, secara tidak langsung
Pemerintah dapat mengawasi peredaran makanan yang berbahaya di
indonesia. Alasan daging babi tidak diperbolehkan beredar di indoneisa

karena ada beberapa penyakit disebabkan oleh babi seperti kholera babi
(penyakit menular berbahaya yang disebabkan bakteri), keguguran nanah
(disebabkan

bakteri

prosilia

babi),

kulit

kemerahan

yang

ganas

(mematikan) dan menahun, penyakit pengelupasan kulit, dan benalu


sskaris , yang berbahaya bagi manusia.
Menurut thoeib al-ashar dalam bukunya yang berjudul bahaya makanan
haram bagi kesehatan jasmani dan kesucian rohani
yang dimaksud dengan halal ditinjau dari segi bahasa adalah perkara
atau yang diperbolehkan, diharuskan, diizinkan atau dibenarkan
menurut syariat islam, sedangkan haram adalah perkara atau
perbuaran yang dilarang atau tidak diperbolehkan menurut syariat
islam
Jadi pada dasarnya kita sebagai manusia khusunya yang beragama
islam sudah diharuskan mengkonsumsi makanan yang halal karena
makanan yang halal itu adalah makanan yang membawa kebaikan pada
diri kita sendiri

Menurut girindra aisjah dalam bukunya yang berjudul LP POM MI pengukir


sejarah sertifikasi halal:
yang dimaksud produk halal adalah produk yang memenuhi syarat
kehalalan sesuai dengan syariat islam yaitu:
1. Tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi
2. Tidak mengandung khamr dan produk turunannya
3. Semua bahan asal hewan harus berasal dari hewan halal disembelih
menurut tata cara syariat islam
4. Tidak mengandung bahan-bahan

lain

yang

diharamkan

atau

tergolong najis seperti: bangkai,darah, bahan-bahan yang berasal


dari organ manusia, kotoran dan lain sebagainya.

5. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengelolaan dan alat


transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi
atau barang tidak halal lainnya.
Dalam doktrin tersebut diatas

sudah jelas

dikatakan bahwa

makanan yang mengandung atau berasal dari babi adalah makanan yang
haram atau makanan yang dilarang oleh ajaran islam. Daging celeng
sebagai bahan utama membuat bakso yang disamarkan pedagang
sebagai daging sapi seharusnya sudah tidak boleh lagi diperdagangkan
karena sudah merugikan konsumen.
Seharusnya pedagang bisa berkata jujur dalam berdagang bahwa
daging yang dijual sebenarnya adalah daging celeng bukan mengatakan
bahwa daging sapi tetapi sebenarnya adalah daging celeng, karena
konsumen bisa tertipu yang sebenarnya ingin mengkonsumsi daging sapi
tetapi yang dikonsumsinya adalah daging celeng.
Disini pemerintah bertindak tegas bagi pedagang yang nekat
menjual daging celeng giling yang disamarkan dengan daging sapi akan di
jerat dengan pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen, pasa ini berisikan bahwa :
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah).
Dengan adanyaa pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen, pemerintah berharap agar tidak ada lagi
pedagang yang nakal di indonesia yang menjual makanan yang tidak
halal dan merugikan konsumen di indonesia.

KESIMPULAN
kasus ini terjadi dimana penjual daging ini tidak mengatakan kepada
konsumennya bahwa daging yang dia buat menjadi bakso itu adalah
daging celeng. Kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

atau jasa. Dan konsumen akan sangat dirugikan sekali bila mereka
mengetahui bahwa daging yang dibelinya itu tidak sesuai dengan
kemasannya yang tertulis daging sapi.
Sebagai pelaku usaha seharusnya penjual daging ini memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang yang
dijualnya. Pelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh undangundang dimana ketidaksesuaiaannya isi barang dengan label kemasannya
yang dituliskan daging sapi padahal didalamnya daging celeng.
Peran

pemerintah

dalam

menangani

masalah

perlindungan

konsumen terhadap bakso yang mengandung daging babi adalah dengan


membuat suatu perarturan yang mana dapat melindungi konsumen dari
kecurangan yang dilakukan oleh pihak produsen dan mencantumkan atau
mendaftarkan sertifikat hahal terhadap hasil produksi yang akan dijual.
Pemerintah harus segera mengambil andil untuk masalah bakso yang
mengandung daging babi dengan melalukan penarikan segera dari
pasaran agar tidak merugikan konsumen. Pemerintah harus segera
mengambil andil untuk masalah bakso oplosan tersebut

Anda mungkin juga menyukai