Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

Mastoiditis

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
THT-KL

Diajukan kepada:
Pembimbing Klinik : dr. Dina Permatasari, Sp.THT
Disusun oleh :
Sinta Tri Ciptarini (H2A011042)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL


RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
yang telah menolong dan memberkati kami menyelesaikan refarat ini. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di RSUD
Tugurejo Semarang. Selain itu, penyusunan referat ini juga bertujuan agar
penyusun lebih memahami mengenai Mastoiditis.
Dalam penyusunan referat ini, Kami banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa
terima kasih kepada dr, Dina Permatasari Sp. THT selaku pembimbing kami, atas
arahan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata, penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna, baik dari pemikran, pengetahuan, penyusunan bahasa, maupun
sistematika. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak yang membaca referat ini sangat diharapkan guna menjadi pelajaran
bagi penyusun dalam menyusun referat di waktu yang akan datang. Dan semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.

Semarang, Agustus 2016

Penyusun

DAFTAR IS

HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................2
1.

Anatomi Telinga dan Tulang Mastoid.................................................2

2.

Mastoiditis...........................................................................................7
A. Definisi Mastoiditis.......................................................................7
B. Epidemiologi.................................................................................8
C. Etiologi dan Faktor Risiko............................................................9
D. Patogenesis....................................................................................9
E. Manifestasi Klinis.......................................................................13
F. Pemeriksaan Fisik.......................................................................13
G. Pemeriksaan Penunjang..............................................................15
H. Diagnosis.....................................................................................17
I. Penatalaksanaan..........................................................................17
J. Komplikasi..................................................................................20

BAB III KESIMPULAN............................................................................23


DAFTAR PUSTAKA..................................................................................24

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Telinga....................................................................................
Gambar 2. Anatomi Telingan Dalam......................................................................
Gambar 3. Anatomi Telingan dan Tulang Mastoid.................................................
Gambar 4. Tulang Mastoid.....................................................................................
Gambar 5. Mastiditis akut dan mastoiditis kronik..................................................
Gambar 6. Mastoiditis.............................................................................................
.............................................................................................................................10
Gambar 7. Mastoiditis dan CT Scan Mastoid.........................................................
.............................................................................................................................15
Gambar 8. Mastoidektomi......................................................................................
.............................................................................................................................19
Gambar 9. Infeksi di telinga tengah........................................................................
.............................................................................................................................19
Gambar 10. Komplikasi dari Mastoiditis................................................................
.............................................................................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN

Mastoiditis akut (MA) merupakan salah satu komplikasi intratemporal


Otitis media (OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala
proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal.
Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid
air cells yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut
maupun kronis.1,2
Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah
menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah
gejala-gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga,
hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu
sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya). 2
Pada saat belum ditemukan antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab
kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang
dewasa. Jika tidak di obati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga
tengah, termasuk di antaranya otak, yang bisa menyebabkan infeksi yang serius.
Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi telinga tengah
sebelum
kematian. 3

berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI TELINGA DAN TULANG MASTOID


Gambar 1. Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam.
A. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga

bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada
duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. 1
B. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :

Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu


mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi
ats 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida (membrane sharpnell)
dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa
merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu

lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang

pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.


Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring.2

C. Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli.1,2
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) diantaranya.

Skala vestibule dan skala timpani berisi

perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan
natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan
rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membran vestibuli (Reissners Membrane) sedangkan skala
media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme

saraf perifer

pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan
tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubanglubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel
penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel
rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada
suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan
aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan
disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai
limbus.3,4
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membrane tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
organ Corti. 3,4

D. Tulang Mastoid
Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga,
didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Ronggarongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut
antrum mastoid.4
Kegunaan air cells adalah sebagai udara cadangan yang membantu
pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya
dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari
telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis.4

Gambar 3. Anatomi telinga dan tulang mastoid

Gambar 4 .Tulang mastoid


Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang
epitimpani/ atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan
antrum dengan epitimpani. Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips
yang keras

dibanding tulang sekitarnya yang membatasi rongga mastoid

dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk oleh
pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di
posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel
pneumatisasi mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero
superior lepeng sinus. Sudut keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan
yang keras sekali yang dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis semisirkularis.
Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi
oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang labirin.
Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior. 4,5,6

2. Mastoiditis
A. Definisi
Mastoiditis merupakan salah satu komplikasi intratemporal Otitis media
(OM) yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses
peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan
epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells
yang melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun
kronis.1,2
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung
melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang
sudah berlangsung lama bisanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid.
Infeksi

rongga

mastoid

dikenal

dengan

mastoiditis.

Beberapa

alhi

menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK. 7


Mastoiditis terbagi menjadi, mastoiditis akut dan mastoiditis kronik.
Mastoiditis akut merupakan komplikasi dari otitis media supuratif akut,
sedangkan mastoiditis kronik merupakan komplikasi dari otitis media supuratif
kronik.

Gambar 5. Mastoiditis akut dan mastoiditis kronik


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

B. Epidemiologi
Epidemiologi masih belum diketahui secara pasti, tetapi biasanya
terjadi pada pasien-pasien muda dan pasien dengan gangguan sistem imun.2
Di Amerika Serikat sebelum masa antimikroba, mastoidektomi
dilakukan sebanyak 20% dari pasien dengan OMA. Insiden mastoiditis telah
menurun sejak berkembangnya antimikroba dan telah menjadi langka. Pada
tahun 1948, tingkat ini menurun sampai kurang dari 3% dan saat ini
diperkirakan kurang dari 5 kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat atau
negara-negara maju lainnya. Insiden mastoiditis lebih tinggi di negara-negara
berkembang daripada di tempat lain, terutama sebagai konsekuensi dari otitis
media yang tidak diobati. Walaupun insiden penyakit ini telah menurun secara
substansial di Amerika Serikat, namun masih merupakan infeksi yang
signifikan secara klinis dengan potensi komplikasi yang mengancam jiwa yang
menjadi perhatian besar adalah dilaporkannya peningkatan tajam insiden
mastoiditis akut pada dekade terakhir di beberapa lokasi. Peningkatan ini
mungkin karena meningkatnya tingkat infeksi yang disebabkan oleh organisme
yang tahan antibiotic, virulensi patogen yang meningkat dan penurunan
penggunaan antibiotika untuk mengobati otitis media akut. Kejadian ini
kemungkinan besar menurun dengan ketersediaan dan pemberian vaksin
pneumokokus terkonjugasi, yang telah diizinkan untuk penggunaan klinis pada
tahun 2000. 8
Internasional negara-negara berkembang dan negara-negara di mana
OMA tidak diobati dengan antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis,
mungkin dihasilkan dari otitis media yang tidak diobati. Sebagai contoh,
insiden mastoiditis akut di Belanda, yang memiliki tingkat peresepan antibiotik
rendah untuk OMA, dilaporkan terdapat 3,8 kasus per 100.000 orang per tahun.
Di semua negara lain dengan tingkat peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini
jauh lebih rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun. 9

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah,
bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang
didapat pada infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan Streptococcus
aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini.10
Selain itu kurang dalam

menjaga kebersihan pada telinga seperti

masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang
kemudian dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan
telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat
infeksi traktus respiratorius.9,10
Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah
faktor tubuh penderita (imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat
dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua
tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti
bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya
penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada
dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri
terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya
penyakit.9,10
D. Patogenesis
Peradangan mukosa cavum timpani pada otitis media supuratif akut
maupun kronik yang sifatnya maligna (atikoantral) atau disebut juga tipe tulang
(kolesteatom) maka dapat menyebabkan komplikasi intra temporal berupa
mastoiditis, karena kolesteatom mampu mendestruksi tulang disekitarnya. Oleh
karena letak dari antrum mastoid pada dinding anteriornya berbatasan dengan
telinga tengah dan aditus ad antrum.7,8
Mastoiditis merupakan komplikasi intratemporal dari otitis media
yang paling sering dijumpai.

Otitis media, khususnya yang kronik (otitis

media supuratif kronik) adalah infeksi telinga tengah yang ditandai dengan
sekret telinga tengah aktif atau berulang pada telinga tengah yang keluar

melalui perforasi membran timpani yang kronik. OMSK sukar disembuhkan


dan menyebabkan komplikasi yang luas. Umumnya penyebaran bakteri
merusak struktur sekitar telinga dan telinga tengah itu sendiri. Komplikasi
intratemporal yaitu mastoiditis, labirintis, petrositis, paralisis n. facialis; dan
ekstratemporal meliputi komplikasi intrakranial (abses subperiosteal, abses
bezolds) dan intrakranial (meningitis, abses otak, sinus trombosis).7,8

Gambar 6. Mastoiditis
Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan
osteoitis, yang menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel
mastoid. Oleh karena itu istilah mastoiditis coalescent digunakan. Mastoiditis
coalescent pada dasarnya merupakan empiema tulang temporal yang akan
menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kecuali bila progresifitasnya dihambat,
baik dengan mengalir melalui antrum secara alami yang akan menyebabkan
resolusi spontan atau mengalir ke permukaan mastoid secara tidak wajar, apeks
petrosus, atau ruang intrakranial. Tulang temporal lain atau struktur didekatnya
seperti nervus fasiais, labirin, sinus venosus dapat terlibat. Mastoidtis dapat
berlangsung dalam 5 tahapan : 5,7,8
Tahap 1 : hiperemia mukosa pada selulae mastoid
Tahap 2 : transudasi dan eksudasi cairan dan atau pus dalam selulae

mastoid
Tahap 3 : nekrosis tulang akibat hilangnya vaskularisasi septum
Tahap 4 : hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence)

ke dalam kavitas abses


Tahap 5 : proses inflamasi ke area sekitarnya.

Telinga tengah biasanya steril. Gangguan aksi fisiologis silia, enzim


penghasil mucus dan antibodi berfungsi sebagai mekanisme pertahanan bila
telinga terpapar dengan mikroba dan kontaminan pada saat menelan. Ini terjadi
apabila mekanisme fisiologis ini terganggu. Sebagai pelengkap mekanisme
pertahanan dipermukaan, suatu anyaman kapiler subepitel yang penting
menyediakan pula faktor-faktor humoral leukosit polimorfonuklear dan sel
fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab
dasar. Dengan demikian hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri dan
sepsis bakteri yang tidak biasanya patogenik, dapat berkolonisasi dalam telinga
tengah menyerang jaringan dan menimbulkan nfeksi. Nanah (pus) yang
terbentuk akibat infeksi ditelinga tengah merupakan media yang sesuai bagi
berbagai macam kuman untuk dapat tumbuh dan berkembang baik.4,5
Apabila ada otitis media stadium supuratif penyakit berlanjut dan tidak
dilakukan miringiotomi, maka membran timpani akan pecah sendiri biasanya
dikuadran anteroinferior, tapi ada kalanya disetengah posterior membran
timpani. Cairan yang keluar pada mulainya serosasangiosa, kemudian menjadi
mukopurulen. Mukosa jelas menebal dan berwarna merah dengan corakan
banyak neokapiler. Proses ini terjadi pada seluruh telingan tengah dan mastoid
sehingga menyumbat sel-sel mastoid yang kecil-kecil, mukosa yang menebal
dapat menutup aditus ad antrum sehingga drainase mastoid terganggu.5,7,8
Setelah telinga mengeluarkan cairan keluhan nyeri akan hilang karena
penekanan pada membran timpani hilang, gejala toksemia dan demam mulai
berkurang, kini perubahan mukosa menyebabkan pendengaran jelas berkurang,
bila mukopus tertahan di mastoid akan terasa nyeri serta nyeri tekan di bagian
belakang telinga.8,10
Pada pemeriksaan tampak sekret mukopurulen yang sering berpulsasi,
keluar melalui perforasi pars tensa membran timpani, bila tampak terlihat
mukosa menebal, berwarna merah dan lembut seperti bludru, pada perforasi
yang kecil tampak mukosa edem menonjol keluar melalui lubang perforasi dan
sekret keluar dari tengahnya hal ini disebut perforasi puting susu, dan disebut
mastoiditis akut.7,8,10

Stadium komplikasi, komplikasi utama mastoiditis dengan perluasan


sekunder ke sinus venosus meningen atau labirin timbul karena drainase yang
tidak adekuat melewati aditus ad antrum akibat mukosa atik yang menebal,
akibatnya mastoid terisi oleh mukosa granuler yang edem serta sekret mukopus
yang mempunyai tekanan, kemudian proses ini akan menyebabkan absrobsi
dinding tulang mastoid yang tipis meluas sepanjang alur vena ke perifer
merusak periosteum mastoid. Pada proses stadium awal bersifat reversibel
sedang yang lanjut memerlukan tindakan pembedahan untuk memeperbaiiki
drenase sebelum terjadi perluasan ke sinus lateral atau meningen. Gejala
keluarnya cairan dari telinga, keluahan nyeri menghilang untuk sementara
waktu kemudian gejala ringan timbul kembali, terjadi demam subfebris dan
toksisitas yang disertai oleh rasa nyeri daerah mastoid, hal ini terjadi walaupun
sekret dari telinga tengah sudah berkurang. Tanda klinis terdapat nyeri tekan
dan penebelan periosteum korteks mastoid kemudian berlanjut menjadi masaa
yang berfluktuasi bila terjadi abses subperiosteum, pada pemeriksaan tampak
dinding posterosuperior liang telinga menggantung (sagging), gambaran
membran timpani tidak jelas berbeda dengan sebelumnya, gambaran radiologis
menjukan sel-sel mastodi berselubung dan terlihat penipisan (rarefaction) serta
batas-batas sel mastoid hilang.5,7,8,10
Stadium resolusi pada stadium ini infeksi mereda dan terjadi
penyembuhan telinga, sekret telinga kering, penebalan mukosa dan edem akan
berkurang perlahan-lahan namun bila sudah kembali normal makan peradangan
lambat laun akan kembali normal. Perforasi membran timpani yang kecil dapat
cepat menyembuh, biasanya tampak terbentuk jaringan parut, tetapi kadangkadang terbentuk parut atrofi kecil, ini merupakan titik lemah dari membarn
timpani yang sewaktu-watu dapat terinfeksi kembali dan mengeluarkan sekret
telinga. Penimbunan sedikit cairan steril aka tetap ada untuk beberapa tahun
dalam daerah coalescent di rongga mastoid tanpa menimbulkan gejala, hal ini
kadang dapat terlihat secara radiologik sebagai area radiolusen.8,10
E. Manifestasi Klinis
Sembilan tanda dari mastoiditis adalah :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nyeri ketuk pada mastoid


Bengkak, abses
Fistel di retroaurikula
CAE discharge mukopurulen berbau
Granulasi di CAE
Kolesteatoma
Cairan keluar terus dari telinga
Segging (dinding atap runtuh)
Perforasi membran timpani biasanya di apikal atau marginal
Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi
telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan
penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka
kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar. 9
Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan
pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks
mastoid akibat infeksi. Jika tidak diobati dapat terjadi ketulian yang
berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses otak atau kematian.9
F. Pemeriksaan Fisik
Temuan pada mastoiditis akut dan kronis termasuk penebalan
periosteal, abses subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipplelike (seperti
puting) dari membran timpani pusat. Menentukan adanya penebalan periosteal
memerlukan perbandingan dengan bagian telinga yang lain. Perubahan posisi
dari daun telinga ke arah bawah dan ke luar (terutama pada anak-anak <2
tahun) atau ke atas dan ke luar (pada anak-anak <2 tahun) dapat ditemukan.
Abses subperiosteal merubah posisi aurikel ke lateral dan melenyapkan lipatan
kulit postauricular. Jika lipatan tetap ada, proses ini terjadi di lateral
periosteum. Otitis media terlihat pada pemeriksaan dengan otoskop.6,7
Tonjolan nipplelike dari membran timpani sentral mungkin ada, ini
biasanya disertai rembesan nanah. Infeksi ringan persisten ( mastoiditis
tersembunyi) dapat terjadi pada pasien dengan otitis media rekuren atau efusi
telinga persisten. Kondisi ini dapat menyebabkan demam, sakit telinga, dan
komplikasi lain.6,7

Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut:


o Bulging membran timpani yang erythematous
o Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid
o Fluktuasi postauricular
o Tonjolan dari aurikula
o Pengenduran dinding kanalis posterosuperior
o Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun)
o Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak <2
tahun)
Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi
ekstensi ke luar prosesus mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya
atau dengan komplikasi lain intratemporal seperti lumpuh wajah.
Tanda-tanda meliputi:
o Membran timpani terinfeksi atau normal
o Demam berulang atau persisten
o Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan mastoideus
Pemeriksaan neurologis umumnya menghasilkan temuan nonfocal.
Namun, keterlibatan saraf kranialis dapat terjadi pada penyakit lanjut.
Tanda-tanda meliputi:
o Palsy dari saraf abducens (saraf kranial VI)
o Palsy dari saraf wajah (saraf kranial VII)

o Rasa nyeri dari keterlibatan cabang oftalmik dari saraf trigeminal.


G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Rontgen

Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid. Proyeksi foto


dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja pemeriksaan dan
berkas sinar X ditujukan dengan sudut 30 cephalo-caudad. Pada posisi ini
perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur trabekulasi dapat tampak dengan
lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi dasar tentang besarnya
kanalis auditorius eksterna dan hubungannya dengan sinus lateralis. 8

CT Scan

Gambar 7. Mastoiditis dan CT scan mastoiditis


CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi
oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.
Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis mengungkapkan adanya
opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal
dari sel-sel tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan
temuan ini dengan temuan pada otitis media serosa di mana kontur sel tetap
utuh. 11
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka
yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya
berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab
yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis media akut. 12

Laboratorium
a. Discharge harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan anaerobik, jamur,
mikobakteri dan basil tahan asam.
Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat
dibersihkan, dan sampel cairan drainase segar diambil. Ketelitian adalah
penting untuk mendapatkan cairan dari telinga tengah dan bukan saluran
eksternal. Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat membantu
dalam memodifikasi terapi inisial antibiotik.

Hasil kultur yang

dikumpulkan dengan benar untuk bakteri aerobik dan anaerobik sangat

membantu untuk pilihan terapi definitif. Pewarnaan Gram dari spesimen


awalnya dapat membimbing terapi antimikroba empiris. 13
b. Kultur darah harus diperoleh.
c. Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk mengevaluasi
efektivitas terapi seterusnya.
d. Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke
intrakranial. 5

H. Diagnosis
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto
polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid. Dengan CT scan bisa dilihat
bahwa air cell dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan
normal terisi oleh udara) dan melebar.1,6
Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur
mikrobiologi, hitung sel darah merah dan sel darah putih yang menandakan
adanya infeksi, pemeriksaan cairan sumsum untuk menyingkirkan adanya
penyebaran ke dalam ruangan di dalam kepala. Pemeriksaan lainnnya adalah
CT-scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala. 2
I. Penatalaksanaan
Terapi stadium supurasi pada saat didapatkan sekret perlu dilakukan
pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas untuk menentukan antibiotik yang
paling tepat. Karena pemeriksaan ini memerlukan waktu 24-48 jam maka
terapi segera diberikan dengan antibiotik spektrum luas yang dapat diganti bila
terdapat kuman yang tidak sesuai, dengan adanya sekret antibiotik topikal
dapat diberikan untuk mengobati mukosa telinga tengah dan melindungi kulit
liang telinga dari otitis eskterna sekunder. Perwatan umum seperti istirahat
baring, pemberian dekongestan dapat diberikan.
Pengobatan mastoiditis akut meliputi :

Ear toilet (menyedot/mengeluarkan debris telinga dan sekret)

Antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan pengalaman


empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya
berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman, resistensi,
keamanan, risiko toksisitas dan harga. Pengetahuan dasar tentang pola
mikroorganisme pada infeksi telinga dan uji kepekaan antibiotikanya
sangat penting.
Terapi stadium komplikasi yaitu mastoiditis bila sebelumnya sudah diobati

maka penderita harus dirawat untuk pengawasan yang ketat karena keadaan ini
stadium lanjut dan tindakan pembedahan sangat diperlukan. Pada stadium ini
dilakukan tindakan mastoid untuk draenase abses.
Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan
antibiotik yang sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan
perbaikan atau keadaan umum pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk
dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila gambaran radiologis memperlihatkan
hilangnya pola trabekular atau adanya progresi penyakit, maka harus dilakukan
mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah komplikasi serius
seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak. 5,6
Pengobatan utama pada mastoiditis adalah pembedahan (mastoidektomi) :
1. Mastoidektomi sederhana/ simple mastoidektomi (operasi Schwartze).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh, dengan tindakan operasi ini dilakukan
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannnya ialah
supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi, pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas
antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan sehingga ketiga daerah tersebut menjadi satu ruanggan.

Tujuan operasi ini untuk membuang semua jaringan patologik dan


mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
3. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma didaerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan
dari dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini ialah
membuang

semua

jaringan

patologik

dari

rongga

mastoid

dan

mempertahankan pendengaran yang masih ada.

Gambar 8. Mastoidektomi

J. Komplikasi
Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi
sekunder pada struktur di sekitarnya. 11
Tendensi otitis media mendapatkan komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada
pasien OMSK tipe maligna. Akan tetapi suatu otitis media akut atau suatu

eksaserbasi akut oleh kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat
menyebabkan suatu komplikasi. 11
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke
struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang
menyerupai mukosa saluran nafas yang mampu melokalisasi dan mengatasi
infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di
sekitarnya akan terkena. 13,14,15

Gambar 9. Infeksi di telinga tengah memungkinkan penjaralan ke struktur di


sekitarnya
Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal. Tetapi bila infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan
menyebabkan paresis fasialis atau labirintis. Bila ke arah kranial, akan
menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis atau
abses otak. Pada kebanyakan kasus, bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding
pertahanan ketiga, yaitu jaringan granulasi akan terbentuk.
Pada kasus akut atau eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui
osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus lain, terutama

yang kronis,

penyebaran biasanya melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah


melalui jalan yang sudah ada, misalnya fenestra rotundum, meatus akustikus
interna, dusktus perilimfatik atau duktus endolimfatik. 13,14,15

Complications in acute
mastoiditis. Extension of the
infectious process beyond
the mastoid system leads to
intracranial and extracranial
suppurative complications,
including :
- subperiosteal abscess (A),
- epidural abscess (B),
- subdural empyema (C),
- brain abscess (D),
- meningitis (E),
- lateral sinus thrombosis

Gambar 10. Komplikasi dari mastoiditis

Beberapa pola penyebaran penyakit : 15

Penyebaran hematogen, yaitu penyebaran melalui osteotromboflebitis


dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut,
dapat terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh
2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala
meningitis lokal

3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh dan tulang


serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah,

sehingga disebut juga mastoidits hemoragika.


Penyebaran melalui erosi tulang, dapat diketahui, bila :
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal
penyakit
2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi
yang lebih luas, misalnya paresis n. Fasialis ringan yang total, atau
gejala meningitis lokal mendahului meningitis purulen
3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara
fokus supurasi dengan struktur di sekitarnya. Struktus jaringan

lunak yang terbuka biasanya dilapisi ileh jaringan granulasi


Penyebaran melalui jalan yang sudah ada, penyebaran ini dapat diketahui
bila :
1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Ada serangan labirintis atau meningitis berulang, mungkin dapat
ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat
otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial
mengikuti komplikasi labirintis supuratif.
3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar
tulang yang bukan oleh karena erosi.

BAB III
KESIMPULAN

1. Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol dibelakang telinga). Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang
lama pada telinga tengah, bakteri penyebab yang paling banyak ditemukan
adalah bakteri gram negative dan Streptococcus aureus.
2. Tanda-tanda dari mastoiditis meliputi nyeri ketuk pada mastoid, bengkak /
abses, fistel di retroaurikula, CAE discharge mukopurulen berbau, granulasi di
CAE, kolesteatoma, cairan keluar terus dari telinga, segging (dinding atap
runtuh), perforasi membran timpani biasanya di apikal atau marginal.
3. Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto
polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.
4. Penatalaksanaan mastoiditis akut yaitu dengan antibiotik dan miringotomi,
sedangkan penatalaksanaan mastoiditis kronik yaitu dengan mastoidektomi.
5. Komplikasi penyakit mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi
sekunder pada struktur di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996
3. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi
13, Jilid II,Alih Bahasa Staf Ahli Bagian THT FK-UI/RSCM. Jakarta :
Binarupa Aksara. 1997
4. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta: Hipokrates. 1996.
5. Dejong, W., Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : 2005
6. Rasad, sjahriar. Radiologi Diagnostik edisi ke 2. Jakarta:FKUI. 2005
7. Widodo P dkk. Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret
Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akutdi RS Dr Kariadi Semarang. 2005.
8. Mukmin, Sri; Herawati, Sri. Teknik Pemeriksaan THT. Laboratorium Ilmu
Penyakit THT, FK UNAIR. Surabaya. 2000.
9. Ogle, J.W., Lauer, B.A. Acute mastoiditis. Am. J. Dis. Child. 2000.
10. Palva, T., Pukkinen, K. Mastoiditis. J. Laryngol. Otol. 1959.
11. Mygind, H. Subperiosteal abscess of the mastoid region. Ann. Otol. Rhinol.
Laryngol. 2000.

12. Bluestone, C.D., Klein, J.O. Intratemporal complications and sequelae of


otitis
media. in: C.D.
Bluestone,
S.E.
Stool
(Eds.) Pediatric
Otolaryngology. Saunders, Philadelphia, PA; 2003
13. Kelompok Studi Otologi. Guideline Penyakit THT di Indonesia.
Dalam:Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Jakarta: 2007.
14. Zanetti D, Nassif N. Indications for Surgery in Acute Mastoiditis and Their
Complications in Children. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2006.
15. Tarantino V, Agostino RD, Taborelli et al. Acute mastoiditis: a 10 year
retrospective study. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology
2002 :143-8.

Anda mungkin juga menyukai