Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Seiring
dengan
keberhasilan
pemerintah
dalam
pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif
diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
terutama dibidang kesehatan khususnya kedokteran dan
keperawatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan
penduduk serta meningkatkan usia harapan hidup. Diseluruh
dunia 500 juta lanjut usia (lansia) dengan umur rata-rata 60
tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
milyar. Sedangkan menurut Badan kesehatan dunia WHO bahwa
penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah
mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya
tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia
terbesar di dunia (Badan Pusat Statistik (BPS)).
Bertambahnya lansia di Indonesia sebagai dampak
keberhasilan
pembangunan,
menyebabkan
meningkatnya
permasalahan pada kelompok lansia yang perjalanan hidupnya
secara alami akan mengalami masa tua dengan segala
keterbatasannya terutama dalam masalah kesehatan. Hal
tersebut diperkuat lagi dengan kenyataan, bahwa kelompok
lansia lebih banyak menderita penyakit yang menyebabkan
ketidakmampuan dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
Keadaan tersebut masih ditambah lagi bahwa lansia biasanya
menderita berbagai macam gangguan fisiologi yang bersifat
kronik, juga secara biologik, psikis, sosial ekonomi, akan
mengalami kemunduran (Brunner & Suddart, 2001).
Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh
aspek kehidupan termasuk kesehatannya. Oleh karena itu,
kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap
memelihara dan meningkatkan agar selama mungkin bisa hidup
secara produktif sesuai kemampuannya. Pada lansia pekerjaan
yang memerlukan tenaga sudah tidak cocok lagi, lansia harus
beralih pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan otak

dari pada otot, kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari


(Activity Daily Living/ ADL) juga sudah mengalami penurunan.
Aktifitas sehari-hari yang harus dilakukan oleh lansia ada
lima macam diantaranya makan, mandi, berpakaian, mobilitas
dan toieting (Brunner & Suddart, 2001). Untuk memenuhi
kebutuhan lansia diperlukan pengetahuan atau kognitif dan sikap
yang dapat mempengaruhi perilaku lansia dalam kemandirian
pemenuhan kebutuhan ADL. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang, semakin tinggi pengetahuan seseorang
semakin baik kemampuannya terutama kemampuannya dalam
pemenuhan kebutuhan ADL. Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek sehingga orang bisa menerima, merespon, menghargai,
bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ADL. Sikap
belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya
perilaku perlu faktor lain antara yaitu fasilitas atau sarana dan
prasarana. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku itu
terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni
faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) dan faktor dari
dalam diri seseorang yang bersangkutan (faktor internal). Oleh
karena itu perilaku manusia sangat bersifat kompleks yang saling
mempengaruhi dan menghasilkan bentuk perilaku pemenuhan
kebutuhan ADL pada lansia. Setiap insan manusia merupakan
makhluk hidup yang unik yang tidak bisa sama atau ditiru satu
sama lain, akan tetapi mempunyai satu persamaan pada
berbagai kebutuhan yang berdasarkan pada hirarki Maslow.
Pada saat ini lansia kurang sekali mendapatkan perhatian
serius ditengah keluarga dan masyarakat terutama dalam hal
pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari/ ADL. Hal ini
disebabkan karena lansia mempunyai keterbatasan waktu, dana,
tenaga dan kemampuan untuk merawat diri.
sedangkan
keluarga tidak mampu untuk membantu lansia.
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan emenuhan ADL ADA
LANSIA

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian ADL (Activity Daily Living)


ADL (Activity Daily Living )adalah kegiatan melakukan
pekerjaan rutin sehari hari. ADL merupakan aktivitas pokok
bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain : ke toilet,
makan, berpakaian (berdandan), mandi, dan berpindah
tempat (Hardywinito & Setiabudi, 2005).
Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002), ADL
adalah aktifitas perawatan diri yang harus pasien lakukan
setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup
sehari-hari.
ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional
yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara
mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-harinya dengan
tujuan untuk memenuhi atau berhubungan dengan perannya
sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Sugiarto,
2005).
Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti
berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias, juga
menyiapkan makanan, memakai telephone, menulis,
mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti
berguling di tempat tidur, bangun dan duduk, transfer atau
bergeser dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke
tempat lain) (Sugiarto, 2005).

B. Klasifikasi ADL (Activity Daily Living)


1. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan
dasar yang harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya
meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi,
berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air
besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini.
Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan
mobilitas (Sugiarto, 2005).
2. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan
penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan seharihari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon,
menulis, mengetik, mengelola uang (Sugiarto, 2005).

3. ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan


pekerjaan atau kegiatan sekolah.
4. ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional,
hobi, dan mengisi waktu luang.
C. Cara Pengukuran ADL
ADL mencakup kategori yang sangat luas dan dibagi-bagi
menjadi sub kategori atau domain seperti berpakaian, makan
minum, toileting atau higieni pribadi, mandi, berpakaian,
transfer,
mobilitas,
komunikasi,
vokasional,
rekreasi,
instrumental ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu
ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk
merawat dirinya meliputi berpakaian, makan dan minum,
toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan
kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori
ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan
kemampuan mobilitas (Sugiarto, 2005).
Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat
ketergantungan atau besarnya bantuan yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari. Pengukuran kemandirian ADL
akan lebih mudah dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif
degan sistem skor yang sudah banyak dikemukakan oleh
berbagai penulis ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu
ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk
merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum,
toileting, mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan
kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori
ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan
kemampuan mobilitas (Sugiarto, 2005)
Tabel 2.1 Beberapa Indeks Pengukuran ADL (Activity Daily
Living)
menurut Sugiarto, 2005.
Skala

Deskripsi
& Jenis skala

Indek
s
Barth
el

Skala ordinal
dengan skor 0
(total
dependent) 100(total

Kehandala
n,
Kesahihan
&
Sensitivita
s
Sangat
handal &
sangat
sahih, dan
cukup

Waktu &
Pelaksanaa
n

Komentar

< 10 menit,
sangat
sesuai
untuk
skrining,

Skala
ADLyang
sudah
diterima
secara luas,

Indek
s Katz

FIM
(Func
tional
Indep
ende
nce
Meas

independent) :
10
item : makan,
mandi, berhias,
berpakaian,
kontrol
kandung
kencing,dan
kontrol anus,
toileting,
ransfer
kursi atau
tempat
tidur, mobilitas
dan
naik tangga
Merupakan
penilian
kemandirian
yang
diukur
dependensi
yang hierarkis :
mandi,
berpakaian,
toileting,
berpindah
tempat, dan
makan.Penilaia
n
dari A (mandiri
pada kelima
item)
sampai G
(dependent
pada
kelimam item).
Skala ordinal
dengan 18
item, 7
level dengan
skor
berkisar antara
18126; area yang

sensitif.

penilaian
formal,
pemantaua
n&
pemelihara
an
terapi.

kehandalan
dan
kesahihan
sangat
baik.

Kehandala
n&
kesahihan
cukup;
kisaran
ADL
sangat
terbatas (6
item)

< 10 menit,
sangat
sesuai
untuk
skrining,
penilaian
formal,
pemantaua
n&
pemelihara
an
terapi.

Skala
ADLyang
sudah
diterima
secara luas,
kehandalan
dan
kesahihan
cukup,
menilai
keterampila
n
dasar,
tetapi tidak
menilai
berjalan
&
naik
tangga

Kehandala
n&
kesahihan
baik,
sensitif
dan dapat
mendetek
si

< 20 menit,
sangat
sesuai
untuk
skrining,
penilaian
formal,
pemantaua

Skala
ADLyang
sudah
diterima
secara luas.
Pelatihan
untuk
petugas

ure)

dievaluasi;
perawatan diri,
kontrol
stingfer,
transfer,
lokomosi,
komunikasi,
dan kognitif
sosial.

perubahan
kecil
dengan 7
level

n&
pemelihara
an
terapi serta
evaluasi
program.

pengisi
lebih lama
karena
item
banyak

.
1. Indeks Barthel (IB)
Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian
yang berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam
hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga
digunakan sebagai kriteria dalam enilai kemampuan
fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan
keseimbangan menggunakan 10 indikator, yaitu :
Tabel 2.2 Instrument Pengukuran ADL (Activity Daily Living)
dengan
Indeks Barthel menurut Sugiarto, 2005).
No.

Item

yang Skor

Nilai

dinilai
1.

Makan
(Feeding)

2.

Mandi
(Bathing)

3.

4.

0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan
memotong, mengoles
mentega dll.
2 = Mandiri
0 = Tergantung orang
lain
1 = Mandiri

diri 0 = Membutuhkan
bantuan orang lain
(Grooming)
1 = Mandiri dalam
perawatan muka,
rambut, gigi, dan
bercukur
Berpakaian
0 = Tergantung orang
lain
(Dressing)
1 = Sebagian dibantu

Perawatan

(misal mengancing
baju)
2 = Mandiri
5.

6.

7.

8.

9.

Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau


pakai kateter dan tidak
(Bowel)
terkontrol
1 = Kadang
Inkontinensia (maks,
1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur
untuk lebih dari 7 hari)
air 0 = Inkontinensia (tidak
teratur atau perlu
besar (Bladder)
enema)
1 = Kadang Inkontensia
(sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
Penggunaan
0 = Tergantung bantuan
orang lain
toilet
1 = Membutuhkan
bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa
hal sendiri
2 = Mandiri
Transfer
0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan
untuk bisa duduk (2
orang)
2 = Bantuan kecil (1
orang)
3 = Mandiri
Mobilitas
0 = Immobile (tidak
mampu)
1 = Menggunakan kursi
roda
2 = Berjalan dengan
bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun
menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)

Buang

10.

Naik

turun 0 = Tidak mampu


1 = Membutuhkan
tangga
bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil :
20
: Mandiri
12-19
: Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total

2. Indeks Kats
Indeks katz adalah suatu instrument pengkajian
dengan
sistem
penilaian
yang
didasarkan
pada
kemampuan
seseorang
untuk
melakukan
aktivitas
kehidupan
sehari-hari
secara
mandiri.
Penentuan
kemandirian
fungsional
dapat
mengidentifikasikan
kemampuan
dan
keterbatasan
klien
sehingga
memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, R.
Siti, dkk, 2011).
Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian Katz
untuk aktivitas kehidupan sehari-hari yang berdasarkan
pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien
dalam hal 1) makan, 2) kontinen (BAB atau BAK), 3)
berpindah, 4) ke kamar kecil, 5) mandi dan berpakaian
(Maryam, R. Siti, dkk, 011).
Tabel 2.3 Penilaian Indeks Katz menurut Maryam, R. Siti,
dkk, 2011.
INDEKS KATZ
SCORE
KRITERIA
A
Kemandirian

dalam

hal

makan,

kontinen,

berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi


B

Kemandirian dalam semua aktifitas hidup seharihari, kecuali satu dari fungsi tersebut

Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-

hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan


Kemandirian dalam semua aktifitas hidup seharihari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi

tambahan
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-

hari, kecuali mandi, berpakaian,ke kamar kecil


F

dan satu fungsi tambahan


Kemandirian dalam semua aktifitas hidup seharihari, kecuali mandi, berpakaian, berpindah, dan

G
Lain-lain

satu fungsi tambahan


Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi,
tetapi, tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D,
E, F dan G

Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan,
atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang
menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun sebenarnya mampu.
a. Mandi
Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti
punggung atau ekstermitas yang tidak mampu) atau
mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung: bantuan mandi lebih dari satu bagian
tubuh, bantuan masuk dan keluar dari bak mandsi, serta
tidak mandi sendiri.
b. Berpakaian
Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancingi atau mengikat
pakaian.
Tergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau baju
hanya sebagian.
c. Ke Kamar Kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genitalia sendiri.
Tergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar
kecil dan menggunakan pispot.
d. Berpindah
Mandiri: berpindah ke dan dari tempat tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi sendiri.
Tergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau lebih
berpindah.
e. Kontinen
Mandiri: BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri.
Tergantung: Inkontinensia parsial atau lokal; penggunaan
kateter, pispot, enema, dan pembalut (pampres).

f. Makan
Mandiri:
mengambil
makanan
dari
piring
dan
menyuapinya sendiri.
Bergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan
dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan
parenteral (NGT).
Tabel 2.4 Modifikasi Indeks Kemandirian Katz Menurut
Maryam, R. Siti,
dkk, 2011.
No
.
1.

2.

3.

Aktivitas
Mandi di kamar mandi
(menggosok,
membersihkan, dan
mengeringkan badan).
Menyiapkan pakaian,
membuka, dan
menggunakannya.
Memakan makanan yang
telah disiapkan.

4.

Memelihara kebersihan
diri untuk penampilan diri
(menyisir rambut,
mencuci rambut,
mengosok gigi, mencukur
kumis).

5.

Buang air besar di WC


(membersihkan dan
mengeringkaan daerah
bokong)
Dapat mengontrol
pengeluaran feses (tinja).
Buang air kecil di kamar
mandi (membersihkan
dan mengeringkan daerah
kemaluan).
Dapat mengontrol

6.
7.

8.

Mandiri
Nilai (1)

Tergantung
Nilai (0)

9.

10
.
11
.

12
.
13
.

14
.
15
.

16
.

17
.

pengeluaran air kemih.


Berjalan di lingkungan
tempat tinggal atau ke
luar ruangan tanpa alat
bantu, seperti tongkat.
Menjalankan agama
sesuai agama dan
kepercayaan yang dianut
Melakukan pekerjaan
rumah, seperti:
merapikan
tempat tidur, mencuci
pakaian, memasak, dan
membersihkan ruangan.
Berbelanja untuk
kebutuhan sendiri atau
kebutuhan keluarga.
Mengelola keuangan
(menyimpan dan
menggunakan uang
sendiri).
Mengguanakan sarana
transfortasi umum untuk
berpergian.
Menyiapkan obat dan
minum obat sesuai
dengan aturan (takaran
obat dan waktu minum
obat tepat).
Merencanakan dan
mengambil keputusan
untuk
kepentingan keluarga
dalam hal penggunakan
uang, aktivitas sosial
yang dilakukan dan
kebutuhan akan
pelayanan kesehatan.
Melakukan aktivitas di
waktu luang (kegiatan
keagamaan, sosial,
rekreasi, olah raga dan

menyalurkan hobi.
JUMLAH POIN MANDIRI
Analisis Hasil :
Point : 13 17 : Mandiri
Point : 0 12 : Ketergantungan
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ADL
ADL (Activities Daily Living) terdiri dari aspek motorik yaitu
kombinasi gerakan volunter yang terkoordinasi dan aspek
propioseptif sebagai umpan balik gerakan yang dilakukan.
Menurut Sugiarto (2005), ADL dasar dipengaruhi oleh :
a. ROM sendi
b. Kekuatan otot
c. Tonus otot
d. Propioseptif
e. Persepti visual
f. Kognitif
g. Koordinasi
h. Keseimbangan tubuh yang jelek
Menurut Hadiwynoto (2005), faktor yang mempengaruhi
penurunan ADL (Activities Daily Living) adalah:
a. Kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata
dan telinga
b. Kapasitas mental
c. Status mental seperti kesedihan dan depresi
d. Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh
e. Dukungan anggota keluarga

Menurut Hadiwynoto (2005), faktor yang mempengaruhi


penurunan ADL (Activities Daily Living) adalah:
a. Kurangnya bergerak (Immobilisasi)
b. Kepikunan yang berat (Dementia)
c. Beser buang air kecil atau buang air besar
(Inkontinensia)
d. Asupan makanan dan minuman yang kurang
e. Lecet dan borok pada tubuh akibat berbaring yang lama
(Decubitus)
f. Patah tulang
g. Persendian yang kaku

h. Pergerakan yang terbatas


i. Waktu beraksi yang lambat, keadaan tidak stabil bila
berjalan
j. Keseimbangan tubuh yang jelek
k. Gangguan peredaran darah
l. Gangguan penglihatan, gangguan pendengaran
m. Gangguan pada perabaan
n. Gangguan status mental seperti kesedihan atau depresi
E. Pengertian Kemandirian
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau
bantuan pribadi yang masih aktif. Seseorang lansia yang
menolak untuk melakukan fungsi dianggap sebagai tidak
melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu (Maryam,
2011). Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang
dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kata
kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat
awalan ke dan akhiran yang kemudian membentuk suatu
kata keadaan atau kata benda (Bahara, 2008).
Menurut Mutadin (2002), kemandirian mengandung
pengertian yaitu suatu keadaan dimana seseorang yang
memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya
mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap
apa yang dilakukan. Lebih lanjutnya Mutadin (2002),
menyebutkan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap
dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri
dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan sehingga
individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak
sendiri.

F. Fungsi Kemandirian
Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian
yaitu kemampuan yang dimiliki oleh lansia untuk tidak
tergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitasnya,
semuanya dilakukan sendiri dengan keputusan sendiri dalam
rangka memenuhi kebutuhannya (Hidayat, 2004).

G. Aspek Kemandirian
Menurut Steinberg (2002), kemandirian merupakan
kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang
diri. Untuk mencapai kemandirian melibatkan tiga aspek
yaitu:
1. Aspek kemandirian emosional (emotional autonomy), yaitu
aspek kemandirian yang berkaitan dengan perubahan
hubungan individu, terutama dengan orang tua.
2. Aspek kemandirian bertingkah laku (behavioral autonomy),
yaitu kemampuan untuk membuat suatu keputusan sendiri
dan menjalankan keputusan tersebut.
3. Aspek kemandirian nilai (value autonomy), yaitu memiliki
seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan
mana yang salah, mengenai mana yang penting dan mana
yang tidak penting.
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian orang lanjut
usia meliputi:
1. Kondisi Kesehatan
Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian
tertinggi adalah mereka yang secara fisik dan psikis
memiliki kesehatan yang cukup prima. Prosentase yang
paling tinggi adalah mereka yang mempunyai kesehatan
baik. Dengan kesehatan yang baik mereka bisa
melakukan aktivitas apa saja dalamkehidupannya seharihari seperti : mengurus dirinya sendiri, bekerja dan
rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mutadin, (2002)
bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat
dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan
Aktivitas. Kehidupan Sehari-hari. Dengan menurunnya
kondisi kesehatan seseorang secara bertahap dalam
ketidak mampuan secara fisik mereka hanya tertarik pada
kegiatan yang memerlukan sedikit tenaga dan kegiatan
fisik (Hurlock, 1994).
2. Kondisi Ekonomi
Pada kondisi ekonomi responden yang mandiri
memiliki kondisi ekonomi sedang. Responden dengan
kondisi ekonomi sedang berusaha tetap bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya agar tidak tergantung
pada anak atau keluarga lain. Dengan bekerja mereka
akan memperoleh beberapa keuntungan yaitu selain

mendapatkan penghasilan mereka dapat mengisi waktu


senggang dengan kegiatan yang berguna, sehingga
aktifitas fisik dan psikis tetap berjalan. Keterlibatan lanjut
usia
dalam
aktivitas
produktif
akan
menunjang
kemandirian mereka dalam rumah tangga.
3. Kondisi Sosial
Mereka yang beragama Islam aktif dalam perkumpulan
keagamaan, seperti Yasinan yang dilakukan tiap minggu
dan
pengajian
setiap
bulan,
yang
beragama
Kristen/Katolik aktif dalam Kebaktian. Kegiatan ini dihadiri
tidak hanya oleh orang lanjut usia saja tetapi juga dihadiri
oleh bapak/ibu yang masih muda, dan pra lanjut usia.
Mereka berkumpul bersama untuk melakukan kegiatan
tersebut.
Kegiatan ini didukung teori pertukaran sosial dimana
mereka melakukan kegiatan yang cara pencapaiannya
dapat berhasil jika dilakukan dengan berinteraksi dengan
orang lain.
B. Mempertahankan activity daily Living
1. Langkah-langkah mempertahankan Activity Of Daily Living
(ADL) Pada Lansia
a. Latihan kepala dan leher
1) Lihat keatas kemudian menunduk sampai dagu dan
dada
2) Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu
sebelah kiri
3) Miringkan kepala kebahu sebelah kanan lalu
kesebelah kiri
b. Latihan bahu dan legan
1) Angkat kedua bahu keatas mendekati
telingaa kemudian turunkan kembali
perlahan-lahan
2) Tepukkan kedua telapak tangan kedepann
lurus dengan bahu. Pertahankan bahu lurus
dan kedua tangan bertepuk kemudian angkat
lengan keatas kepala
3) Satu tangan menyentuh bagian belakang dari
leher kemudian raaihlah punggung sejauh
mungkin yang dapat dicapai. Bergantian
tangan kanan dan kiri

4) Letakkan tangan dipunggung kemudian coba


meraih keatass sedapatnya
A. Mempertahankan Activitry Daily Living (ADL)
1. Langkah-Langkah Mempertahankan Activity Of Daily Living (ADL)
Pada Lansia
a. Latihan kepala dan leher
1) Lihat keatap kemudian menunduk sampai dagu ke dada
2) Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri
3) Miringkan kepala ke bahu sebelah kanan lalu kesebelah kiri.
b. Latihan bahu dan lengan
1) Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga kemudian turunkan
kembali perlahan-lahan
2) Tepukan kedua telapak tangan dan renggangkan lengan kedepan
lurus dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan
bertepuk kemudian angkat lengan keatas kepala.
3) Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian
raihlah punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai. Bergantian
tangan kanandan kiri.
4) Letakan tangan di punggung kemudian coba meraih keatas
sedapatnya.
c. Latihan tangan
1) Letakan telapak tangan diatas meja. Lebarkan jari-jarinya dan
tekan ke meja
2) Baliklah telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan
telapak tangan untuk menyentuh jari kelingking. Kemudian tarik
kembali. Lanjutkan dengan menyentuh tiap-tiap jari dengan ibu jari
dan kemudian setelah menyentuh tiap jari.
3) Kepalkan tangan sekuatnya kemudian renggangkan jari-jari selurus
mungkin.
d. Latihan punggung
1) Dengan tangan disamping bengkokan badan kesatu sisi kemudian
kesisi yang lain.
2) Letakan tangan dipinggang dan tekan kedua kaki, putar tubuh
dengan melihat bahu kekiri dan kekanan..
3) Tepukan kedua tangan dibelakang dan regangkan kedua bahu ke
belakang.
e. Latihan paha

1) Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri tegak dan memegang


sandaran kursi atau dengan posisi tiduran.
2) Lipat satu lutut sampai pada dada dimana kaki yang lain tetap
lurus, dan tahan beberapa waktu.
3) Duduklah dengan kedua kaki lurus kedepan. Tekankan kedua lutut
pada tempat tidur hingga bagian belakang lutut menyentuh tempat
tidur.
4) Pertahankan kaki lurus tanpa membengkokan lutut, kemudian tarik
telapak kaki kearah kita dan regangkan kembali.
5) Tekuk dan regangkan jari-jari kaki tanpa menggerakan lutut.
6) Pertahankan lutut tetap lurus, putar telapak kaki kedalam sehingga
permukaannya saling bertemu kemudian kembali lagi.
7) Berdiri dengan kaki lurus dan berpegangan pada bagian belakang
kursi. Angkat tumit tinggi-tinggi kemudian putarkan.
f. Latihan pernafasan
1) Duduklah di kursi dengan punggung bersandar dan bahu relaks.
Letakkan kedua telapak tangan pada tulang rusuk. Tarik nafas
dalam-dalam maka terasa dada mengambang. Sekarang keluarkan
nafas perlahan-lahan sedapatnya. Terasa tangan akan menutup
kembali.
g. Latihan muka
1) Kerutkan muka sedapatnya kemudian tarik alis keatas
2) Tutup mata kuat-kuat, kemudian buka lebar-lebar
3) Kembangkan pipi keluar sebisanya. Kemudian isap kedalam
4) Tarik bibir kebelakang sedapatnya, kemudian ciutkan dan bersiul
2. Jenis Olah Raga / Latihan
Beberapa contoh olah raga yang dapat dilakukan oleh usia lanjut dalam
a.

Mempertahankan Activity Of Daily Living (ADL) Pada Lansia, antara lain :


Pekerjaan Rumah dan Berkebun
Kegiatan ini dapat memberikan suatu latihan yang dibutuhkan untuk
menjaga kesegaran jasmani, tetapi harus dilakukan secara tepat, agar nafas sedikit
lebih cepat, denyut jantung lebih cepat dan otot menjadi lelah. Akan tetapi perlu
selalu dikontrol terhadap peningkatan denyut nadi jangan sampai melebihi batas

maksimal.
b.
Jalan Kaki
Berjalan baik untuk meregangkan otot otot kaki dan bila jalannya makin
lama makin cepat, akan bermanfaat bagi daya tahan tubuh. Bila anda memilih
jenis ini sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 5 6, dikala udara

masih bersih dan segar. Lokasi terbaik adalah daerah perkebunan atau pegunungan
c.

yang jauh dari asap kendaraan bermotor, pabrik yang menyebabkan polusi udara.
Berenang
Berenang akan melatih pergerakan seluruh tubuh. Latihan ini lebih baik
lagi untuk orang orang yang mengalami kelemahan otot atau kaku sendi, asalkan

d.

dilakukan secara teratur.


Lompat Tali
Melompat tali mempunyai beberapa keistimewaan (menggerakkan tali
secara berirama menggerakkan tubuh bagian atas lebih banyak daripada lari
perlahan
3. Teknik dan Cara berlatih
Teknik dan cara berlatih yang dilakukan untuk Mempertahankan Activity
Of Daily Living (ADL) Pada Lansia terbagi dalam tiga segmen seperti yang

1.

dijelaskan di bawah ini:


Pemanasan (warming up)
Gerakan umum (yang melibatkan sebanyak-banyaknya otot dan sendi)
dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan bersama dengan
peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.
Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat. Pemanasan
dimaksud untuk mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat
turut serta dalam proses metabolisme yang meningkat.

2.

Latihan inti
Latihan inti bergantung pada komponen/faktor yang dilatih. Gerakan
senam dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang disSesuaikan

a.
b.
c.
d.
e.
3.

dengan gerakannya. Untuk lansia biasanya dilatih:


Daya tahan (endurance);
Kardiopulmonal dengan latihan-latihan yang bersifat aerobik;
Fleksibilitas dengan peregangan;
Kekuatan otot dengan latihan beban;
Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan latihan aerobik
kombinasi dengan latihan beban kekuatan.
Pendinginan (cooling down)
Dilakukan secara aktif. Artinya, sehabis latihan inti perlu dilakukan
gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang ditandai
dengan pulihnya denyut nadi dan terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan
seperti pada pemanasan,yaitu selama 8-10 menit.

4. Olahraga/Latihan Fisik yang Membahayakan bagi Lansia


Olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tubuh, namun tidak
semua olahraga baik dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam gerakan yang
dianggap membahayakan saat berolahraga. Gerakan-gerakan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Sit-up dengan kaki lurus
Cara-cara sit-up yang dilakukan dengan kaki lurus dan lutut dipegang dapat
menyebabkan masalah padapunggung. Oleh karena sit-up

cara klasik ini

menyebabkan otot liopsoas/fleksor pada punggung (otot yang melekat pada


kolumna vertebralis dan femur) menanggung semua beban. Otot ini merupakan
otot terkuat di daerah perut. Jika fleksor punggung ini digunakan, maka pinggul
terangkat ke depan dan otot-otot kecil pada punggung akan berkontraksi, sehingga
punggung kita akan melengkung. Jadi, latihan seperti ini akan menyebabkan
pemendekan otot punggung bagian bawah dan paha. Akhirnya menyebabkan
pinggul terangkat ke atas secara permanen dan lengkung lordosis menjadi lebih
banyak, sehingga menimbulkan masalah pada pinggang.
Tetapi bila kita membengkokkan lutut pada waktu latihan sit-up, otot-otot
fleksor panggul tidak bergerak. Dengan cara demikian, semua badan bertumpu
pada otot perut dan kecil kemungkinan terjadinya trauma pada pinggang bagian
bawah.
2. Meraih ibu jari kaki
Kadang-kadang untuk mengecilkan atau menguatkan perut diadakan latihan
meraih ibu jari kaki. Latihan-latihan ini selain tidak dapat mencaai ujuan, yaitu
mengecilkan perut, juga kurang baik karena dapat menyebabkan cedera.
Sebetulnya latihan-latihan meraih ibu jari kaki adalah latihan untuk menguatkan
otot-otot punggung bagian bawah.
Gerakan ini akan menyebabkan lutut menjadi hiperekstensi. Sebagai
konsekuensinya, tekanan yang cukup berat akan menimpa vertebra lumbalis yang
akhirnya menyebabkan keluhan-keluhan pada punggung bagian bawah. Kadangkadang hal ini dapat menyebabkan gangguan pada diskus invertebralis.
3. Mengangkat kaki
Mengangkat kaki pada posisi tidur terlentang sampai kaki terangkat 15 cm
dari lantai, kemudian ditahan beberapa saat selama mungkin. Latihan ini tidak
baik, karena dapat menyebabkan rasa sakit pada punggung bagian bawah (low

back pain) dan menyebabkan terjadinya lordosis yang dapat menyebabkan


gangguan pada punggung.
Bahaya yang ditimbulkan ialah otot-otot perut tidak cukup kuat untuk menahan
kaki setinggi 15 cm dari lantai dalam waktu yang cukup lama dan kaki tidak dapat
menahan punggung bagian bawah. Akibatnya terjadi rotasi pelvis ke depan. Rotasi
ini menyebabkan gangguan dari punggung bagian bawah.
4. Melengkungkan punggung
Gerakan hiperekstensi ini banyak dilakukan dengan tujuan meregangkan otot
perut agar otot perut menjadi lebih kuat. Hal ini kurang benar, karena dengan
melengkungkan punggung tidak akan menguatkan otot perut, melainkan
melemahkan persendian tulang punggung.

5. Hal-hal yang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan


dengan Lansia
Hal-halyang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan
1.
a.
b.
c.
d.
e.

Lansia adalah sebagai berikut:


Lingkungan (fisik dan psikologis)
Siapkan area yang adekuat.contoh: klien di kursi roda
Suasana tenang dan tidak ribut/bising. Contoh: suara TV, radio
Nyaman dan tidak panas
Gunakan cahaya yang agak redup,hindari cahaya langsung
Tempatkan pada posisi yang nyaman bila berganti posisi atau tanyakan apakah

f.
g.
h.
i.

ingin di tempat tidur


Sediakan waktu yang cukup dan air minum
Privasi harus dijaga
Perhitungkan tingkat energi dan kemampuan klien
Sabar, rileks, dan tidak terburu-buru. Beri klien waktu untuk menjawab

pertanyaan
j.
Perhatikan tanda-tanda kelelahan (mengeluh, respons menjadi lambat,
k.
l.

mengerut, dan tersinggung)


Rencanakan apa yang akan dikaji
Melakukan pengkajian pada saat energi klien meningkat. Contoh: sehabis

2.
a.
b.
c.

makan
Interviewer (sikap perawat: perasaan, nilai, dan kepercayaan)
Mengetahui mitos-mitos seputar lansia
Menjelaskan tujuan wawancara
Menggunakan berbagai teknik untuk mengimbangi kebutuhan pengumpulan
data dengan kepentingan klien

d.
e.

Mencatat data harus seizin klien


Pada awal interaksi perawat harus merencanakan bersama klien cara yang

f.
g.
h.
3.
a.

paling efektif dan nyaman


Menggunakan sentuhan
Sesuaikan situasi dan kondisi wawancara
Bicara tidak terlalu keras
Klien
Beberapa kultur yang memengaruhi kemampuan klien untuk berpartisipasi

b.

sangat berarti dalam wawancara.


Faktor-faktor yang memengaruhi proses penuaan adalah hereditas, nutrisi, status

kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stres.


c.
Perawat harus menyadari faktor-faktor ini karena kemampuan lansia untuk
mengkomunikasikan semua informasi penting sangat ditentukan oleh kelengkapan
dan kesesuaian wawancara.
B. Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Proses keperawatan pada lansia meliputi hal-hal dibawah ini:
1. Pengkajian
Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat dan sistematis.
Informasi yang dikumpulkan selama pengkajian harus dapat dipahami dan
didiskusikan dengan anggota tim, keluarga klien, dan pemberi pelayanan
interdisipliner.
Tujuan dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan kemampuan
klien dalam memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat
rencana keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi.
Pengkajian ini meliputi aspek fisik, psikis, sosial, dan spiritual dengan melakukan
kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan
(CGA: comprehensive geriatric assessment).
Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan
keluarga sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan
lansia. Sedangkan pengkajian pada kelompok lansia di panti ataupun di
masyarakat dilakukan dengan melibatkan penanggung jawab kelompok lansia,
kultural, tokoh masyarakat, serta petugas kesehatan.
Untuk itu, format pengkajian yang digunakan adalah format pengkajian
pada lansia yang dikembangkan sesuai dengan keberadaan lansia. Format yang
dikembangkan minimal terdiri atas: data dasar (identitas,

alamat, usia,

pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa); data biopsikososial, spiritual,

kultural; lingkungan; status fungsional; fasilitas penunjang kesehatan yang ada;


serta pemeriksaan fisik.
2. Diagnosis Keperawatan
Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan diagnosis
keperawatan. Diagnosis keperawatan dapat berupa diagnosis keperawatan
individu, diagnosis keperawatan keluarga dengan lansia,

ataupun diagnosis

keperawatan pada kelompok lansia.


Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain gangguan nutrisi:
kurang/lebih; gangguan persepsi sensorik; pendengaran, penglihatan; kurangnya
perawatan diri; intoleransi aktivitas;gangguan pola tidur; perubahan pola
eliminasi; gangguan mobilitas fisik; risiko cedera; isolasi sosial; menarik diri;
harga diri rendah; cemas; reaksi berduka; marah; serta penolakan terhadap proses
penuaan.
Contoh diagnosis keperawatan lansia dengan masalah keperawatan
gangguan sensori persepsi: penglihatan adalah sebagai berikut:
a.
Diagnosis keperawatan pada lansia secara individu: gangguan sensori-persepsi:
b.

penglihatan yang berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.


Diagnosis keperawatan pada keluarga dengan lansia: gangguan sensori persepsi:
pada ibu S di keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan

c.

keluarga merawat lansia dengan katarak.


Diagnosis keperawatan pada kelompok lansia di panti: risiko cedera pada
kelompok lansia di panti X yang berhubungan dengan penurunan penglihatan
ditandai dengan 80% lansia di panti X mengatakan tidak dapat melihat jauh, 20%
lansia di panti X pernah jatuh diselokan karena tidak melihat jalan dengan jelas,
80% lansia di panti X tampak lensa matanya keruh.
3.

Rencana Keperawatan
Perawat mengembangkan rencana pelayanan yang berhubungan dengan

lansia dan hal-hal lain yang berkaitan. Tujuan, prioritas, serta pendekatan
keperawatan yang digunakan dalam rencana perawatan termasuk didalamnya
kepentingan terapeutik, promotif, preventif, dan rehabilitatif.
Rencana keperawatan membantu klien memperoleh dan mempertahankan
kesehatan pada tingkatan yang paling tinggi, kesejahteraan dan kualitas hidup
dapat tercapai, demikian juga halnya untuk menjelang kematian secara damai.
Rencana dibuat untuk keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tak terbatas,
sesuai dengan respons atau kebutuhan klien.

a.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana keperawatan.


Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik di mana diarahkan pada pemenuhan

kebutuhan dasar.
b.
Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan.
c.
Kolaborasi dengan profesi kesehatan yang terkait.
d.
Tentukan prioritas.klien mungkin sudah puas dengan kondisinya, bangkitkan
e.
f.

perubahan tetapi jangan dipaksakan, rasa aman dan nyaman adalah yang utama
Sediakan waktu yang cukup untuk klien.
Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat.
4. Tindakan Keperawatan
Perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana perawatan
yang telah dibuat. Perawat memberikan pelayanan kesehatan untuk memelihara
kemampuan fungsional lansia dan mencegah komplikasi serta meningkatkan
ketidakmampuan. Tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan dari
setiap diagnosis keperawatan yang telah dibuat dengan didasarkan pada konsep

a.

asuhan keperawatan gerontik. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada lansia:


Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya dengan cara memanggil

nama klien.
b.
Menyediakan penerangan yang cukup: cahaya matahari, ventilasi rumah,
hindarkan dari cahaya yang silau, penerangan di kamar mandi, dapur, dan ruangan
lain sepanjang waktu.
c.
Meningkatkan rangsangan pancaindra melalui buku-buku yang dicetak besar
d.

dan berikan warna yang dapat dilihat.


Mempertahankan dan melatih daya orientasi realita: kalender, jam, foto-foto,

e.

serta banyaknya jumlah kunjungan.


Memberikan perawatan sirkulasi:

hindari

pakaian

yang

sempit,

mengikat/menekan, mengubah posisi, dukung untuk melakukan aktivitas, serta


melakukan penggosokan pelan-pelan waktu mandi.
f.
Memberikan perawatan pernapasan dengan membersihkan hidung, melindungi
dari angin, dan meningkatkan aktivitas pernapasan dengan latihan napas dalam
(latihan batuk). Hati-hati dengan terapi oksigen, perhatikan tanda-tanda gelisah,
keringat berlebihan, gangguan penglihatan, kejang otot, dan hipotensi.
g.
Memberikan perawatan pada organ pencernaan: beri makan porsi kecil tapi
sering, beri makan yang menarik dan dalam keadaan hangat, sediakan makanan
yang disukai, makanan yang cukup cairan, banyak makan sayur dan buah, berikan
makanan yang tidak membentuk gas, serta sikap fowler waktu makan.

h.

Memberikan perawatan genitourinaria dengan mencegah inkontinensia dengan


menjelaskan dan memotivasiklien untuk BAK tiap 2 jam serta observasi jumlah

i.

urine pada saat akan tidur. Untuk seksualitas, sediakan waktu untuk konsultasi.
Memberikan perawatan kulit. Mandi: gunakan sabun yang mengandung lemak,
hindari menggosok kulit dengan keras, potong kuku tangan dan kaki, hindari

j.

menggarukdengan keras, serta berikan pelembap (lotion) untuk kulit.


Memberikan perawatan muskuloskeletal: bergerak dengan keterbatasan, ubah
posisi tiap 2 jam, cegah osteoporosis dengan latihan aktif/pasif, serta anjurkan

k.

keluarga untuk membuat klien mandiri.


Memberikan perawatan psikososial: jelaskan dan motivasi untuk sosialisasi,
bantu dalam memilih dan mengikuti aktivitas, fasilitasi pembicaraan, sentuhan
pada tangan untuk memelihara rasa percaya, berikan penghargaan, serta bersikap

l.

empati.
Memelihara keselamatan: usahakan agar pagar tempat tidur (pengaman) tetap
dipasang, posisi tempat tidur yang rendah, kamar dan lantai tidak berantakan dan
licin, cukup penerangan, bantu untuk berdiri, serta berikan penyangga pada waktu
berdiri bila diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai