Oleh
Reynald Prasetya
15413080
Aulia Oktaviani
15413097
Jeo Taufan S. P.
15413084
15413100
Nurafi Hananprapoerti
15413087
Siti Nurfarikhah
15413101
15413091
Hanna Anindya
15413102
Syahri Ramadhan
15413093
15413103
Putri Cendikiawati
15413095
Dosen:
Drs. Zadrach Ledoufij Dupe, M.Si.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1
Latar Belakang..........................................................................1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................2
1.3
1.4
Sistematika Penulisan................................................................2
Kawasan Pesisir.........................................................................4
2.2
Perubahan Iklim.........................................................................7
2.3
2.3.1
2.3.2
3.2.2
3.2.3
Kesimpulan........................................................................23
3.2.4
Saran................................................................................. 24
3.3 Studi Kasus Kenaikan Muka Air Laut Wilayah Pesisir Kota
Semarang......................................................................................... 24
BAB IV PANDANGAN PERENCANA WILAYAH DAN KOTA.........................27
4.1
4.1.1
BAB V KESIMPULAN.............................................................................. 34
5.1
5.2
1
PENDAHULUAN
kebutuhan
permukiman,
meningkatnya
kebutuhan
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pandangan perencana wilayah dan kota
terhadap kenaikan muka air laut yang terjadi di Indonesia.
BAB V
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari makalah secara
keseluruhan.
2
TINJAUAN LITERATUR
baik
Instansi
dinas
(kelautan
dan
perikanan)
yang
ada
ditingkat
kabupaten/kota pada era otonomi daerah ini sangat beragam baik dalam
struktur organisasi dan kewenangannya. Perubahan ini berpengaruh pada
Wilayah pesisir juga dapat meliputi kawasan pertanian yang subur yang perlu
dipahami dalam menentukan keputusan atas kegiatan pembangunan di
wilayah tersebut. Hubungan yang terjalin antara mata pencaharian penduduk,
sumber daya pantai, diversifikasi kehidupan liar dan keindahan panorama
pantai harus bersifat mutualisme dan dapat dirumuskan kebijakan yang tepat.
b. Pembangunan Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir, kesempatan untuk pembangunan dapat dibatasi oleh kondisi
fisik, seperti adanya ancaman banjir, erosi dan tanah longsor serta untuk
keperluan konservasi. Perencanaan wilayah pesisir dapat dilakukan dengan
cara pembangunan kawasan baru atau peremajaan lingkungan parkotaan pada
kawasan pesisir yang sudah terbangun. Serta dapat juga dilakukan untuk
membangun wilayah pesisir yang tertinggal.
Kegiatan pembangunan yang tampak memiliki efek signifikan terhadap
lingkungan pantai, termasuk pada efek terhadap lingkungan alam dan dampak
visual yang diinginkan. Analisa dampak lingkungan wajib dilakukan untuk
kegiatan pemanfaatan ruang tertentu, seperti kilang minyak, pembangkit
tenaga listrik, pabrik kimia, pelabuhan, saluran banjir, galangan kapal,
kawasan rekreasi, fasilitas rekayasa air limbah. Selain itu, pemerintah
selayaknya membuat panduan tentang pembangunan setiap bentuk konstruksi
di wilayah pantai. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mencegah
pemanfaatan ruang sempadan pantai untuk keperluan selain kepentingan
umum.
c. Mencegah Bencana Alam
Bencana alam dapat terjadi di wilayah pesisir seperti banjir, tsunami, erosi
laut, abrasi pantai, tanah longsor, dll. Kebijakan yang harus ditetapkan adalah
menghindari terjadinya bencana ini. Pembangunan tidak diperbolehkan di
wilayah yang beresiko adanya bencana alam. Pemerintah daerah harus dapat
meminimalisir pembangunan di wilayah terbangun yang mengandung
ancaman. Tingkat resiko yang ada harus dipertimbangkan dengan cermat dan
kebijakan pemerintah diperlukan untuk mengendalikan atau membatasi
ia
berubah
dari
cahaya
menjadi
panas
yang
tetap
terperangkap
menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur
dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gasgas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang
dipancarkan Bumi dan
akibatnya
panas
tersebut
akan
tersimpan
10
Gambar 1
Storm Surge and High Tides Magnify the Risk of Local Sea Level Rise
11
Para peneliti mengukur kecepatan kenaikan permukaan air laut sebesar 3.2
milimeter pertahun, dan angka tersebut meningkat dua kali lipat dari hasil
penelitian satu abad yang lalu, yang mana kenaikannya hanya sebesar 1.6
milimeter. Dampak kenaikan permukaan air laut ini telah menyebabkan tinggi
air laut 20 cm lebih tinggi dari satu dekade yang lalu. Tinggi permukaan air
laut akan terus meningkat selama abad ke 21, bahkan diproyeksikan akan
meningkat hingga 25-58 cm (Mansbach, 2012). Kenaikan permukaan air laut
yang bertambah ini mungkin terlihat kecil, namun kenaikan ini dapat
menyebabkan kerusakan bagi ekosistem dan wilayah yang terletak didekat
pesisir pantai. Sebagian besar negara-negara di dunia rentan terhadap
kenaikan permukaan air laut karena kurang dari 30 negara tidak memiliki laut
atau tidak berbatasan dengan laut (IPCC, 2013). Jika permukaan air laut
meningkat sekitar 1.5 meter maka lebih dari 50 juta orang diprediksi terpaksa
harus mengungsi(OBrien, 2013).
2.3.2 Dampak Kenaikan Muka Air Laut
Dampak naiknya permukaan laut adalah:
Berkurangnya luas kawasan pesisir dan hilangnya pulau pulau kecil yang
dapat mecapai angka 2000 hingga 4000 pulau (Gunawan, 2007) yang
12
Sumber: U.S.
Department of
the Interior
Geological
Survey, 2010
13
3
STUDI KASUS
2010
2050
2100
0,37
0,48
0,934
Dari kenaikan muka laut tersebut, beberapa kecamatan terkena dampak akibat
kenaikan muka laut tersebut, antara lain Kecamatan Banjarmasin Tengah,
Kecamatan Banjarmasin Utara, Kecamatan Banjarmasin Barat, dan
Kecamatan Banjarmasin Selatan. Daratan yang hilang di wilayah ini akibat
Sungai Barito yang mengalir di antara Kota Kalimantan dan kabupaten Barito
14
Kuala mendapatkan massa air kiriman dari Laut Jawa. Berikut ini juga
digambarkan seberapa luas daratan yang akan terendam akibat kenaikan
muka laut yang diproyeksikan akan terjadi di Banjarmasin.
Gambar 3
Kenaikan Muka Laut Tahun 2010
Gambar 4
Kenaikan Muka Laut Tahun 2050
15
Gambar 5
Kenaikan Muka Laut Tahun 2100
Kerugian Ekonomi
(km2)
0,530
1,039
2,581
16
Tabel 3
Proyeksi Jumlah Pengungsi
Tahun
2010
2050
2100
Kepadatan Penduduk
Rata-Rata
9.670
13.002
15.602
Jumlah Pengungsi
5.125
13.509
40.270
Akibat dari dampak yang mungkin timbul akibat kenaikan muka laut tersebut
dapat disimpulkan bahwa kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas
masyarakat dan perekonomian di Banjarmasin, dampaknya akan besar
mengingat Banjarmasin adalah Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan. Upaya
mitigasi dapat dilakukan dengan tindakan adaptasi berupa pembuatan tanggul
di pinggir Sungai Barito, relokasi penduduk sekitar sungai, dan pembangunan
rumah panggung. Namun dari seluruh upaya mengurangi dampak kerugian
yang timbul akibat kenaikan muka laut di Banjarmasin, upaya pengurangan
pemicu perubahan iklim secara global pun perlu dilakukan.
3.2 Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim Di
Wilayah Pesisir Cirebon (Jurnal oleh Ricky Rositasari,
Wahyu B. Setiawan, Indarto H.Supriadi, Hasanuddin,
dan Bayu Prayuda, Pusat Penelitian Oseanografi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Dampak berskala luas dari perubahan iklim terjadi di lautan karena mencakup
perubahan yang bersifat fisis, biologis dan kimiawi. Perubahan karakteristik
kimia akan berdampak pada struktur ekologis lingkungan perairan. Selain itu
peningkatan muka laut akan banyak menimbulkan perubahan pada sistem
pesisir yang disebabkan oleh banjir pasang, cuaca ekstrim dan pengikisan
lahan pesisir. Di berbagai Negara, wilayah pesisir merupakan wilayah yang
lebih cepat berkembang, baik dalam tingkat perekonomian maupun tingkat
populasinya. Pallewatta (2010) menyebutkan hampir separuh dari kota-kota
besar dunia berada dalam jarak 50 kilometer dari daerah pesisir, dan
kepadatan populasi di daerah ini dapat mencapai 2,6 kali lebih padat dari
seluruh pulau tersebut. Masyarakat pesisir sudah beradaptasi terhadap
17
komunitas
tersebut,
namun
perubahan
iklim
akan
18
Cirebon sangat terkait dengan kehadiran Kali Kanci, Kali Pengarengan Kali
Bangkaderes, Kali Cisanggarung, dan Kali Kabuyutan.
Di daerah Cirebon ini dikenali ada dua tanjung (delta) yaitu Tanjung / Delta
Oleweran dan Tanjung / Delta Losari. Lebih lanjut pada dataran pantai
ditemukan bentuk pantai berupa / seperti teluk . Paling sedikit ada tiga teluk
dapat dikenali di daerah ini yaitu Teluk Mundupesisir, Teluk Balong dan
Teluk M. Kluwut. Kondisi pantai yang serupa juga dapat dijumpai di daerah
Kendal. Mekanisme proses pembentukan teluk ini dapat disebabkan karena
pasokan material yang akan diendapkan di pantai tidak tersedia, atau dengan
kata lain tidak terdapat sungai yang bermuara ke laut di sekitar pantai
20
tersebut. Oleh karena itu pengaruh marin lebih dominan pada bentuk pantai
yang demikian. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakteristik pantai di daerah Cirebon lebih didominasi oleh pengharuh
pasokan material yang diangkut oleh sungai yang hulunya di sebelah selatan
dan kemudian diendapkan di sepanjang pantai.
3.2.2 Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan telah terjadinya perubahan garis pantai
di sepanjang pesisir Cirebon, perubahan ini telah berlangsung selama 10
tahun terakhir. Secara umum karakteristik garis pantai Cirebon terbagi
menjadi 2 yaitu garis pantai yang mengalami sedimentasi dan garis pantai
yang mengalami erosi. Dalam kecepatan sedimentasi tetap hingga 100 tahun
ke depan, dan muka laut naik 0,8 meter seperti yang diprediksikan oleh IPCC
(2007), daerah ini akan tergenang sedalam 0,5 meter.
Daerah intrusi di pesisir Cirebon dapat mencakup areal yang makin luas
setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan/eksploitasi air tanah
yang cenderung akan meningkat untuk berbagai kepentingan serta
terdapatnya fenomena kenaikan muka laut yang mulai memperlihatkan bukti
makin jelas. Karakteristik geomorfologi, bentang lahan dan tataguna lahan
sangat berpengaruh terhadap luasan penetrasi air asin ke arah darat di wilayah
Cirebon. Karakter geomorfologi wilayah barat laut pesisir Cirebon adalah
berupa endapan alluvial sebagai hasil endapan sungai sedangkan wilayah
tenggara berupa endapan gunung api. Endapan alluvial bersifat lepas, tidak
terkonsolidasi dan bersifat porous yang menyebabkan air laut lebih mudah
menyusup daripada terhadap sedimen yang terkonsolidasi dan masif seperti
batuan yang berasal dari gunung api. Di beberapa wilayah, terdapat
penghalang (barriers) seperti mangroves atau bukit-bukit pasir (cheniers)
yang memisahkan wilayah laut dengan lahan basah (wetlands) atau sumber
air tawar. Kerusakan pada wilayah penghalang ini dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yang mengakibatkan air laut mudah menyusup ke arah daratan
yang lebih tinggi. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terbukanya
penghalang tersebut dapat bersifat alami seperti kerusakkan yang disebabkan
oleh badai, atau akibat aktivitas manusia seperti pengerukkan untuk
21
22
ancaman yang serius. Untuk merancang aksi adaptasi sangatlah penting untuk
lebih dahulu mengetahui besaran biaya dan keuntungan yang akan didapat
dari langkah adaptasi tersebut. Dataran pantai mempunyai sensitivitas yang
tinggi terhadap perubahan permukaan laut. Hal ini disebabkan oleh karena
topografi / ketinggian dataran pantai pada umumnya sangat rendah
Perubahan iklim khususnya pemanasan global sangat boleh jadi penyebab
percepatan kenaikan permukaan laut. Kenaiklan ketinggian permukaan laut
sudah tentu akan
Selain
23
Kota
Cirebon
harus
mulai
memformulasikan
langkah
25
Sumber: google.com
Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadinya kenaikan muka air laut secara
tidak langsung disebabkan oleh dampak perubahan iklim. Perubahan iklim
terjadi akibat adanya pengaruh aktivitas menusia terhadap bumi. Dalam kasus
ini, aktivitas manusia dapat berupa pembangunan yang melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan.
26
4
PANDANGAN PERENCANA WILAYAH DAN KOTA
pembangunan
yang
berperspektif
ketahanan
iklim
27
bertahap
(stepwise)
yaitu
meliputi
scope,
assess,
design,
28
c. Design (Desain)
Pada tahapan ini lebih fokus terhadap identifikasi, evaluasi, dan memilih
tindakan yang tepat untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
stressor iklim maupun stressor non-iklim.
29
Gambar 7
Tahapan dalam Pendekatan Pembangunan Berperspektif Ketahanan
Iklim
Gambar 8
30
31
Gambar 9
Hutan Mangroove
32
33
5
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
Khakim, Lukman. 09 Maret 2015. Fungsi Fisik, Fungsi Kimia, Biologi, Fungsi
Ekonomi,
Dan
Fungsi
Wanawisata
Dari
Hutan
Mangrove.
http://www.dunsarware.com/2015/09/fungsi-fisik-fungsi-kimia-biologi.html?m=1.
Diakses 15 November 2016.
Kota Kita. 2014. Kajian Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim Kota Manado
Lembar Muara Cirebon, Jawa Barat. skala 1:50.000. Puslitbang Geologi,
Bandung.
Lumban Batu, U.M., Santoso, Hidayat S., Samodra H. 2009. Penelitian
Geomorfologi daerah Cirebon Bagian Selatan. Pusat Survei Geologi Badan
Geologi. Laporan Akhir Tidak diterbitkan
Silitonga, P.H., Masria, M. dan Suwarna, N., 1996. Peta Geologi Lembar Cirebon,
Jawa. skala 1:100.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
Sumanang, H., Mulyana, H., Hidayat, S. dan Basri, C., 1997. Peta Geologi
Kuarter
Susandi Armi, dkk. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka
Laut di Wilayah Banjarmasin, Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
Suyatman H, Herman Mulyana, Herman Moechtar dan Subiyanto (2009):
Sedimentologi dan Stratigrafi Aluvium Bawah Permukaan di Pesisir Cirebon dan
Sekitarnya Pusat Survei Geologi. Badan Geologi.
Rositasari, Ricky dkk. Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim Di Wilayah
Pesisir Cirebon. Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
USAID. 2014. Climate-Resilient Development A Framework For Understanding
and Addressing Climate Change. Engility Corporation : Washington
https://news.detik.com/berita/3242149/ditetapkan-sebagai-darurat-bencanabegini-kondisi-dan-efek-banjir-rob-di-semarang
36