Anda di halaman 1dari 86

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN

PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA


KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN
BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

CHANDRIYANI
I24051735

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN


PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA
KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN
BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

CHANDRIYANI
I24051735

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keluarga dan Konsumen pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Fakultas Ekologi Manusia
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

RINGKASAN
Chandriyani. Nilai anak, Stimulasi Psikososial, dan Perkembangan Kognitif Anak
Usia 2-5 Tahun pada Keluarga Rawan Pangan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa
Tengah (Di bawah bimbingan DWI HASTUTI dan ALFIASARI).
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui nilai anak,
praktek pengasuhan dan perkembangan kognitif pada anak usia 2-5 tahun
keluarga rawan pangan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Tujuan
khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik anak dan
karakteristik keluarga, 2) mengidentifikasi nilai anak yang berlaku pada keluarga,
3) mengidentifikasi stimulasi psikososial yang diterapkan keluarga kepada anak,
4) menganalisis hubungan nilai anak dengan stimulasi psikososial, 5)
menganalisis hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif
anak, dan 6) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
kognitif anak.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul:
Household Food Security, Family Resource Allocation, and Its Impact to Child
Development of Family Living in Rural Food Insecure Area in BanjarnegaraCentral Java Province, Indonesia (Martianto, Hastuti, Riyadi, Alfiasari 2008).
Dalam penelitian payung tersebut, pemilihan kabupaten dilakukan secara
purposive dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu
daerah yang termasuk ke dalam wilayah rawan pangan di Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan peta kerawanan pangan Indonesia. Selanjutnya, dipilih dua
kecamatan secara purposive yaitu Kecamatan Pejawaran dan Punggelan yang
merupakan representasi dari kecamatan yang memiliki banyak penduduk miskin
di Kabupaten Banjarnegara. Berdasarkan lokasi, Kecamatan Pejawaran mewakili
wilayah pedesaan (rural), sedangkan Kecamatan Punggelan mewakili wilayah
perkotaan/dekat dengan pusat kota. Dari masing-masing kecamatan dipilih
secara purposive tiga buah desa, selanjutnya melalui pengambilan contoh secara
acak terpilih 300 contoh dalam penelitian ini.
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan alat bantu
kuesioner, serta melalui pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan
checklist observasi. Pengukuran stimulasi psikososial diukur dengan
menggunakan instrumen HOME inventory berupa checklist observasi,
sedangkan pengukuran perkembangan kognitif diukur dengan menggunakan
instrumen yang dikembangkan dari penelitian sebelumnya. Sementara itu, data
sekunder dikumpulkan dari instansi terkait. Data yang diperoleh, diolah dengan
menggunakan program SPSS 13.0 for windows melalui proses editing, coding,
scoring, entrying, cleaning dan analisis data.
Keluarga di daerah rawan pangan yang diteliti menunjukan bahwa ratarata usia ayah yaitu 34.7 tahun dan rata-rata usia ibu yaitu 30 tahun.
Berdasarkan pendidikan orangtua, sebagian besar ayah (60.3%) dan ibu (62.0%)
hanya tamat SD/Sederajat. Sementara jika dilihat dari pekerjaan orangtua,
sebagian besar ayah (52.9%) bekerja sebagai petani dan 32.7 persen ibu bekerja
sebagai petani. Rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di lokasi penelitian
yaitu sebesar RP 87 186, kondisi ini masih lebih rendah dari standar garis
kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 yaitu sebesar Rp 146 531.
Berdasarkan riwayat pendidikan pra sekolah anak menunjukkan bahwa 14.3
persen anak mengikuti pendidikan. Pendidikan pra sekolah anak yang ada di
lokasi penelitian yaitu Kelompok PAUD, TK,dan TPQ. Secara umum, pendidikan
yang diikuti yaitu kelompok PAUD (7.3%).

Nilai anak dalam penelitian ini merupakan harapan dan persepsi orangtua
dalam tiga hal, yaitu nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai psikologis. Rata-rata
pencapaian skor nilai ekonomi sebesar 95.2 persen menunjukkan bahwa
harapan orangtua kepada anak tinggi, anak diharapkan dapat membantu
perekonomian keluarga. Jika dilihat dari nilai sosial, rata-rata pencapaian skor
sebesar 86.9 persen menunjukkan bahwa harapan orangtua termasuk tinggi
kepada anak, anak diharapkan dapat menjadi tokoh dan dapat meningkatkan
derajat keluarga. Sementara itu, rata-rata pencapaian skor nilai psikologi sebesar
67.2 persen menunjukkan bahwa orangtua mempunyai harapan yang cukup
tinggi kepada anak unuk daoat memberikan kebahagiaan. Secara keseluruhan,
rata-rata nilai anak adalah 81.2 persen yang menunjukan bahwa` persepsi dan
harapan orangtua kepada anak tinggi.
Stimulasi psikososial terbagi dalam dua kelompok usia, yaitu usia 2-3
tahun dan 3-5 tahun. Rata-rata persentase keseluruhan sub skala stimulasi
psikososial anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 49.8 persen. Jika dilihat dari
sebarannya, stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun (85.5%) termasuk ke
dalam kategori rendah. Sementara itu, rata-rata persentase keseluruhan sub
skala stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun yaitu sebesar 57.4 persen.
Berdasarkan dari sebarannya, 57.1 persen anak mendapatkan stimulasi
psikososial dalam kategori rendah.
Perkembangan kognitif anak terbagi menjadi tiga kelompok usia yaitu 2-3
tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun. Rata-rata pencapaian skor perkembangan
kognitif anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 59.0 persen. Jika dilihat dari
sebarannya, 54.5 persen anak termasuk ke dalam kategori rendah. Untuk anak
usia 3-4 tahun, rata-rata pencapaian skor perkembangan kognitif yaitu sebesar
56.4 persen. Perkembangan kognitif anak usia 3 -4 tahun, jika dilihat dari
sebarannya sebanyak 69.3 persen termasuk ke dalam kategori rendah.
Sementara itu, rata-rata pencapaian skor untuk anak usia 4-5 tahun yaitu
sebesar 57.2 persen. Jika dilihat dari sebarannya, perkembangan kogntif anak
usia 4-5 tahun yaitu sebesar 60.7 persen tergolong ke dalam kategori rendah.
Secara keseluruhan, sebanyak 61.1 persen anak usia 2 - 5 tahun termasuk
mempunyai perkembangan kognitif rata-rata total sebesar 50.6 persen dalam
kategori rendah.
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara nilai anak dengan
stimulasi psikososial anak di lokasi penelitian. Artinya bahwa semakin tinggi nilai
anak semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan. Terdapat hubungan
yang nyata dan positif pula antara stimulasi psikososial dengan perkembangan
kognitif. Artinya bahwa semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan,
semakin tinggi perkembangan kognitif anak.
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan
signifikan antara lama pendidikan ibu (tahun), lama pendidikan pra sekolah anak
(bulan), pengeluaran perkapita perbulan dan stimulasi psikososial. Hal ini
menunjukan bahwa peningkatan pendidikan ibu, partisipasi pendidikan pra
sekolah anak, dan peningkatan status ekonomi keluarga akan meningkatkan
perkembangan kognitif anak. Hasil uji menunjukkan bahwa usia anak
berpengaruh negatif terhadap perkembangan kognitif. Hal ini menunjukkan
adanya kecenderungan adanya penurunan perkembangan kognitif seiring
dengan bertambahnya usia.
Perlu adanya sosialisasi yang cukup kepada keluarga yang
dilakukan oleh Kelompok PAUD, Posyandu dan Dinas Pendidikan mengenai
pentingnya keikutsertaan anak dalam pendidikan pra sekolah. Disamping itu,
perlu adanya pendidikan parenting (pengasuhan) untuk ibu mengenai bagaimana
memberikan stimulasi kepada anak. Perlu adanya penelitian lanjutan berupa

observasi yang mendalam untuk mendapatkan gambaran secara kualitatif


pengasuhan yang berlangsung di pedesaan dan untuk melihat budaya dan
norma apa yang berlaku. Disamping itu, perlu adanya penyesuaian yang
dilakukan pada alat bantu perkembangan kognitif sesuai dengan wilayah
setempat yang akan diteliti.

Judul

: Nilai
Anak,
Stimulasi
Psikososial,
dan
Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun pada
Keluarga
Rawan
Pangan
di
Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah

Nama

: Chandriyani

Nomor Pokok

: I24051735

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc


NIP. 19641113 199003 2 002

Alfiasari, SP, M.Si


NIP.19811218 200604 2 015

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen,

Dr. Ir. Hartoyo, M. Sc


NIP. 19630714 198703 1 002
Tanggal
lulus :

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas
rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
begitu besar kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama kuliah
hingga selesainya skripsi ini, yaitu kepada :

1. Orangtua (Mamah dan Papah) atas semua doa, dorongan, nasihat,


semangat, cinta, kasih sayang yang begitu berlimpah selalu diberikan
kepada penulis. Suamiku (Yana Septiana), kakak dan adikku tercinta (Teh
Yan dan Neng Astri) atas semua dorongan, ide, dan semangat tanpa
batas, dan seluruh keluarga besar di Kuningan, di Cirebon, dan di Bali
yang selalu memberikan motivasi untuk memberikan dan menjadi yang
terbaik.

2. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc, dan Alfiasari, SP, M.Si sebagai dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran selama
penulisan skripsi ini, serta nasihat-nasihat yang dapat membuka
wawasan serta menjadi motivator untuk menghadapi masa depan.

3. Neti Hernawati, SP, M.Si sebagai dosen penguji dalam sidang untuk
semua masukan dan untuk perbaikan ke depannya.

4. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis mendapatkan wawasan dan ilmu yang belum pernah didapatkan
sebelumnya, dorongan dan semangat tiada henti.

5. Seluruh staf pengajar IKK yang telah memberikan ilmu menakjubkan


sebagai bekal penulis menghadapi dunia luar.

6. Sahabatku (Epil, Eku, Uthi, Mpit, Ina) yang selalu menemaniku dengan
keceriaan dan ocehan dalam mengisi kehidupan penulis.

7. Teman-temanku IKK 42 atas dukungan dan dorongan menjadi lebih baik


8. Teman-teman Zulfa (Teh Vivi, Icqhi, Febi, Gina, Okta, Agnur) atas suka
duka dalam penulisan skripsi ini.

9. Teh Medina atas bantuannya dalam mengajari statistika yang rumit.


10. Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah
memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Juni 1987. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dan merupakan anak dari
pasangan Bapak I Dewa Ketut Suardiana dan Ibu Wasrini. Tahun 2005 penulis
lulus dari SMA Negeri 3 Kuningan, dan pada tahun yang sama penulis diterima
menjadi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis tercatat
sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK),
Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), setahun setelah masuk di Institut Pertanian
Bogor.
Selama di IPB penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi
kampus. Penulis merupakan Sekretaris III Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga
dan Konsumen (HIMAIKO) tahun 2006/2007 dan Sekretaris Umum HIMAIKO
tahun 2007/2008.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN viii


PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
3
5
5

TINJAUAN PUSTAKA 6
Perkembangan Kognitif
Stimulasi Psikososial 8
Nilai Anak
10
Karakteristik Keluarga
Karakteristik Anak
13
KERANGKA PEMIKIRAN

11

16

METODE PENELITIAN
18
Disain, Tempat, dan Waktu 18
Cara Pemilihan Contoh
18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19
Pengolahan dan Analisis Data
20
Definisi Operasional 21
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Karakteristik Lokasi Penelitian
23
Karakteristik Keluarga 27
Karakteristik Anak
33
Nilai Anak
36
Stimulasi Psikososial 39
Perkembangan Kognitif
43
Hubungan Nilai Anak dengan Stimulasi Psikososial 49
Hubungan Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif 59
Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Kognitif 50
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif 56
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
59
Saran 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

65

62

59

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tahapan Perkembangan Kognitif Piaget 7
2 Kepadatan Penduduk Kecamatan Pejawaran

23

3 Banyaknya Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian 24


4 Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Kecamatan Pejawaran 25
5 Kepadatan Penduduk Kecamatan Punggelan

26

6 Banyaknya Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian 26


7 Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Kecamatan Punggelan 27
8 Sebaran Contoh berdasarkan Besar Keluarga

27

9 Sebaran Contoh berdasarkan Usia Ayah 28


10 Sebaran Contoh berdasarkan Usia Ibu 29
11 Sebaran Contoh berdasarkan Pendidikan Ayah 29
12 Sebaran Contoh berdasarkan Pendidikan Ibu

30

13 Sebaran Contoh berdasarkan Pekerjaan Ayah 31


14 Sebaran Contoh berdasarkan Pekerjaan Ibu

31

15 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengeluaran Keluarga 32


16 Alokasi Pengeluaran berdasarkan Total Pengeluaran Keluarga 33
17 Sebaran Contoh berdasarkan Usia Anak 33
18 Sebaran Rata-rata Skor Nilai Psikologi 37
19 Sebaran Rata-rata Skor Nilai Sosial

38

20 Sebaran Rata-rata Skor Nilai Ekonomi

38

21 Rata-rata dan Pencapaian Skor Nilai Anak

39

22 Sebaran Rata-rata Skor Stimulasi Psikologi Anak Usia 2-3 tahun

40

23 Sebaran Rata-rata Skor Stimulasi Psikologi Anak Usia 3-5 tahun

42

24 Sebaran Rata-rata Persentase Skor Perkembangan Kognitif Anak


Usia 2-3 tahun

44

25 Sebaran Rata-rata Persentase Skor Perkembangan Kognitif Anak


Usia 3-4 tahun

46

26 Sebaran Rata-rata Persentase Skor Perkembangan Kognitif Anak


Usia 4-5 tahun

47

27 Rata-rata Persentase Total Skor Stimulasi Psikososial berdasarkan

Nilai Anak 49

vi

28 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif Balita


berdasarkan Stimulasi Psikososial

50

29 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan


Besar Keluarga 50
30 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan
Lama Pendidikan Ibu

51

31 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan


Usia Ibu 52
32 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan
Usia Anak 52
33 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan
Jenis Kelamin

53

34 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan


Partisipasi Pendidikan Prasekolah Anak53
35 Hasil Uji Korelasi Peubah (sub skala) HOME dengan Perkembangan
Kognitif Anak 2-5 Tahun 54
36 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan
Nilai Anak 55
37 Uji Rregresi Linear Variabel yang Mempengaruhi Perkembangan
Kognitif

56

vii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Penelitian
2 Cara Pemilihan Contoh

17

19

3 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Kelamin

34

4 Sebaran Balita berdasarkan Riwayat Pendidikan Prasekolah

34

5 Sebaran Balita berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Diikuti

35

6 Sebaran Balita berdasarkan Lama Pendidikan Pra Sekolah

36

7 Sebaran Balita berdasarkan Nilai Anak

39

8 Sebaran Balita berdasarkan Stimulasi Psikososial Usia 2-3 Tahun


41
9 Sebaran Balita berdasarkan Stimulasi Psikososial Usia 3-5 Tahun
43
10 Sebaran Anak Usia 2-3 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan
Kognitif

45

11 Sebaran Anak Usia 3-4 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan


Kognitif

46

12 Sebaran Anak Usia 4-5 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan


Kognitif

48

13 Sebaran Anak Usia 2-5 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan


Kognitif

48

viii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Wilayah

66

2. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

67

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini banyaknya kejadian bencana alam baik banjir, tanah longsor,
gempa bumi bahkan kekeringan sudah menjadi siklus tahunan yang bisa terjadi
tiba-tiba. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya korban jiwa dan kerusakan alam
terutama kerusakan lahan pertanian. Lahan pertanian yang sedianya menjadi
sumber pangan bagi masyarakat, saat ini banyak yang hancur dan terancam
gagal panen (fuso). Akibatnya masyarakat terancam kekurangan pangan. Kondisi
seperti ini akan berdampak serius bagi masyarakat khususnya salah satunya
adalah berdampak pada meningkatnya kasus gizi kurang dan buruk pada balita.
Peristiwa busung lapar ditandai dengan perut membuncit, tulang iga menonjol,
yang disebabkan karena kelebihan cairan tubuh karena kekurangan zat
makanan. Penderita busung lapar kebanyakan adalah anak-anak (Yusuf 2005).
Masa-masa yang rentan dari kehidupan seseorang berada pada lima
tahun

pertama

dalam

kehidupannya

yang

merupakan

pondasi

bagi

perkembangan selanjutnya. Menurut Anwar (2002), apabila pada masa tersebut


pertumbuhan dan perkembangan seorang anak berjalan secara optimal
diharapkan pada masa dewasa akan tumbuh menjadi manusia yang berkualitas.
Manusia yang berkualitas harus didukung oleh perkembangan kognitif yang baik.
Menurut Webster (1993), kemampuan kognitif berhubungan dengan aktivitas
intelektual seperti berfikir, menjelaskan, membayangkan, mempelajari kata dan
menggunakan bahasa (Hastuti 2006). Optimalisasi perkembangan kognitif
dipengaruhi oleh kematangan fisiologis, terutama pada masa balita (Dariyo
2007). Seorang anak akan dapat melakukan koordinasi gerakan tangan, kaki
maupun kepala secara sadar setelah saraf-saraf maupun otot bagian organ telah
berkembang secara memadai. Artinya bahwa perkembangan kognitif harus
diiringi dengan kematangan fisiologis.
Kemampuan kognitif merupakan salah satu dimensi dari perkembangan
yang memiliki peran yang besar terhadap kecerdasan. Menurut Dariyo (2007)
perkembangan kognitif tidak lepas dari fakor genetik dan lingkungan. Lingkungan
keluarga merupakan salah satu lingkungan bagi anak untuk memperoleh
stimulasi psikososial. Sununingsih (2006) membuktikan bahwa stimulasi
psikososial mempengaruhi perkembangan kognitif.

Untuk merangsang perkembangan kognitif anak diperlukan interaksi


dengan lingkungannya antara lain dengan bergerak, melihat, memegang,
mendengar, mencium, merasakan sesuatu dan melakukan interaksi sosial
dengan lingkungannya. Hal ini terkait dengan tempat pertama anak belajar
beradaptasi dengan lingkungan yaitu keluarga. Agar anak dapat tumbuh dengan
optimal, diperlukan lingkungan yang kondusif. Orangtua memiliki peranan yang
sangat penting dalam menciptakan lingkungan guna merangsang potensi yang
dimiliki oleh anak (Dariyo 2007).
Oleh karenanya, praktek pengasuhan yang optimal dari orang tua sangat
diperlukan.

Pengasuhan

adalah

proses

membesarkan,

memberikan

perlindungan, memberikan perhatian, dan nilai untuk perkembangan anak dari


sejak lahir hingga memasuki usia dewasa (Brooks 2001). Tugas pengasuhan ini
umumnya diserahkan kepada ibu sebagai pengasuh yang utama dan ayah.
Pengasuhan yang dilakukan oleh ibu didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki
ibu, namun pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh ibu seringkali
kurang memadai. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah tingkat
pendidikan ibu. Pendidikan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan
pengetahuan ibu. Hal ini sejalan dengan pendapat Khomsan (2002) yang
mengatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Hal ini dikarenakan apabila ibu memiliki pengetahuan yang tinggi
maka akan lebih aktif dalam mencari informasi untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam pengasuhan anak.
Cara pengasuhan yang dilakukan orangtua dalam keluarga erat kaitannya
dengan persepsi orangtua terhadap nilai anak. Nilai anak ini merupakan harapan
orang tua terhadap anaknya di masa yang akan datang sesuai dengan potensi
yang dimiliki oleh anak yang meliputi nilai psikologi, nilai ekonomi dan nilai sosial
(Hernawati 2002). Berdasarkan hasil penelitian Kartino (2005), tidak ada
perbedaan persepsi pada orangtua antara anak laki-laki dan perempuan dalam
mempersepsikan nilai anak, baik nilai ekonomi, nilai psikologi, dan nilai sosial.
Berdasarkan uraian di atas, stimulasi psikososial yang diberikan oleh
pengasuh dalam hal ini orangtua mempengaruhi perkembangan kognitif pada
anak. Persepsi orangtua terhadap nilai anak diduga secara langsung ataupun
melalui perantara akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Semakin
tinggi harapan orangtua, stimulasi psikososial yang diberikan semakin baik. Hal

ini diduga akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Oleh karenanya


perlu dilakukan penelitian dengan judul Nilai Anak, Stimulasi Psikososial, dan
Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun pada Keluarga Rawan Pangan
yang dilakukan di daerah rawan pangan Kabupaten Banjarnegara.
Perumusan Masalah
Perkembangan di awal usia kanak-kanak dikatakan masa yang sulit
dibandingkan dengan perkembangan berikutnya. Pada periode ini, masa dewasa
anak dapat diramalkan. Pertumbuhan dan perkembangan masa balita yang baik
dapat memberikan gambaran masa depan anak yang lebih baik pula. Salah satu
pertumbuhan dan perkembangan anak yang penting adalah kognitif. Hal ini
dikarenakan sejak lahir, anak secara alamiah belajar dan berkembang sesuai
dengan usianya. Pada usia ini juga, diperlukan pemenuhan gizi yang tinggi dan
baik.
Pemenuhan akan gizi berkaitan dengan keadaan saat ini. Tercatat bahwa
100 kabupaten di Indonesia

masuk ke dalam kategori rawan pangan.

Kerawanan pangan ini akan memunculkan kerawanan dalam konsumsi pangan,


kesehatan dan gizi khususnya balita sebagai salah satu kelompok rawan pangan.
Disamping itu, taraf kecerdasan anak ditentukan oleh berbagai faktor seperti
pemberian nutrisi untuk otak, keturunan, lingkungan, dan stimulasi psikososial
(Sunartyo 2006). Pemberian nutrisi yang cukup untuk otak akan meningkatkan
kualitas kerja otak. Hal ini dikarenakan otak memiliki mekanisme perkembangan
yang tinggi dan kompleks. Jika otak tidak berfungsi dengan baik akan
menurunkan fungsi dan kerja otak.
Kerawanan

pangan

akan

meningkatkan

masalah

gizi

kurang.

Permasalahan gizi kurang pada anak-anak menimbulkan gangguan pada


perkembangan kecerdasannya. Hal ini menunjukkan bahwa kerawanan pangan
cenderung akan menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan kecerdasan
pada anak. Menurut Lawlis (2008) menyebutkan bahwa hasil penelitian yang
dilakukan selama 30 tahun menunjukkan bahwa gizi kurang akan menyebabkan
gangguan pada anak dalam hal kemampuan untuk fokus dan kemampuan untuk
mempertahankan atensi. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan kecerdasan

Diakses dari www.geografiana.com tanggal 15 November 2008. Data ini berdasarkan peta
kerawanan pangan dari 30 propinsi pada tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Departemen
Pertanian Indonesia.

dipengaruhi oleh pemberian nutrisi untuk otak. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian di bidang kedokteran bahwa sebagian besar anak-anak yang memiliki
masalah tingkah laku, mengalami kesulitan membaca, tidak bisa berkonsentrasi
atau mudah teralihkan perhatiannya, dan memiliki kesulitan pengamatan
tergolong ke dalam anak-anak yang mengalami kerusakan otak ringan (Sunartyo
2006).
Perkembangan kecerdasan anak disamping dipengaruhi oleh nutrisi,
dipengaruhi juga oleh pemberian stimulasi psikososial dari orangtua. Hal ini
sejalan dengan penelitian Mindasa (2007) dan Sununingsih (2006) yang
melaporkan bahwa perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh stimulasi
psikososial. Sunartyo (2006) menyebutkan bahwa dengan pemberian stimulasi
pada anak akan meningkatkan daya kreatifitas. Daya kreatifitas ini merupakan
salah satu bentuk khusus dari kecerdasan. Seorang anak yang kreatif pasti
memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi.
Stimulasi psikososial yang diberikan oleh orangtua terhadap anak erat
kaitannya dengan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak. Persepsi dan
harapan orangtua ini tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin dengan
pertimbangan bahwa anak adalah sama. Dengan tidak membedakan jenis
kelamin, orangtua diharapkan akan memberikan stimulasi psikososial kepada
anak secara sama dan seimbang. Persepsi dan harapan orangtua yang semakin
tinggi kepada anak diduga akan meningkatkan stimulasi psikososial orangtua
terhadap anak, sehinga stimulasi psikososial yang diberikan akan maksimal.
Dengan

pemberian

stimulasi

psikososial

diduga

akan

meningkatkan

perkembangan kognitif anak. Oleh karena itu, nilai anak diduga secara tidak
langsung akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Perumusan

tersebut

menunjukkan

banyaknya

faktor-faktor

yang

mempengaruhi optimalisasi perkembangan kognitif seorang anak khususnya


anak usia balita termasuk di dalamnya anak usia 2-5 tahun. Penelitian ini
melibatkan anak usia 2-5 tahun sebagai representasi anak balita. Oleh karena itu,
pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana hubungan nilai anak dengan pemberian stimulasi psikosoial


pada anak usia 2-5 tahun di daerah rawan pangan?

2. Bagaimana hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan


kognitif anak usia 2-5 tahun di daerah rawan pangan?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai anak,
stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif pada anak usia 2-5 tahun di
daerah rawan pangan.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik anak dan karakteristik keluarga rawan


pangan di lokasi penelitian.

2. Mengidentifikasi nilai anak yang berlaku pada keluarga.


3. Mengidentifikasi stimulasi psikososial yang diterapkan keluarga kepada
anak.

4. Menganalisis hubungan nilai anak dengan stimulasi psikososial pada


keluarga rawan pangan.

5. Menganalisis hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan


kognitif anak pada keluarga rawan pangan.

6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif


anak pada keluarga rawan pangan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada keluarga
dan pemerhati anak tentang nilai anak, praktek pengasuhan atau stimulasi
psikososial pada anak usia 2-5 tahun terhadap perkembangan kognitif anak di
daerah rawan pangan. Bagi institusi terkait seperti Departemen Kesehatan dan
Departemen Pendidikan Nasional diharapkan mampu menjadi masukan dalam
penyusunan program/kebijakan yang memihak kepada anak khususnya terkait
dengan praktek pengasuhan dan optimalisasi perkembangan kognitif anak usia
2-5 tahun. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai media
pengembangan ilmu yaitu sebagai informasi tentang nilai anak, perkembangan
kognitif, serta praktek pengasuhannya khususnya di daerah rawan pangan.

TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Kognitif
Kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu
pengetahuan (Fatimah 2006). Apabila diperlukan, pengetahuan yang dimiliki
dapat dipergunakan. Banyak atau sedikitnya pengetahuan merupakan ukuran
tingkat kemampuan kognitif seeorang. Menurut Fatimah (2006) menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kecerdasan dengan
kemampuan kognitif seseorang. Artinya bahwa semakin tinggi kecerdasan
seseorang, semakin tinggi pula tingkat perkembangan kognitifnya.
Kemampuan kognitif berkembang sebagai hasil dari kerjasama antar
genetik dengan lingkungan. Kemampuan ini akan meningkat karena adanya
rangsangan yang diberikan kemudian masuk ke dalam otak yang sedang
berkembang. Hal ini berarti akan membantu perkembangan kecerdasan.
Pembentukan kecerdasan dipengaruhi oleh proses kecerdasan dan interaksi
dengan lingkungan sejak dini. Kecerdasan terbentuk dari interaksi antara faktor
internal dengan lingkungan. Faktor lingkungan termasuk di dalamnya lingkungan
dalam keluarga dan luar keluarga (Dariyo 2007). Menurut Khomsan (2002),
terdapat tiga hal yang mempengaruhi kecerdasan seseorang, yaitu genetik,
lingkungan, dan gizi.
Teori perkembangan kognitif Piaget mengatakan bahwa anak secara aktif
membangun pemahaman dan pengetahuan mereka tentang dunia melalui empat
tahapan perkembangan kognitif (Santrock 2002). Masing-masing dari tahapan
perkembangan

mempunyai

keunikan

dan

kemampuan

tersendiri,

serta

membangun pencapaian dari setiap tahapan (Ormrod 2003). Perkembangan


kognitif menurut Piaget dapat digambarkan dalam Tabel 1.
Elemen perkembangan kognitif menurut Piaget terdapat dua prinsip
dasar yaitu akomodasi dan asimilasi. Akomodasi merupakan tahapan yang lebih
tinggi dari adaptasi. Akomodasi berarti merubah organisasi mental atas informasi
baru yang dimasukan. Artinya bahwa prose akomodasi mengubah pemahaman
dan pengetahuan yang lama dengan menambah informasi baru yang
didapatkannya.

Asimilasi

adalah

proses

dimana

anak

menerima

dan

mengintrepretasikan informasi baru disamping pengetahuan dan pemahaman


yang telah ada (Turner & Helms 1991).

Tabel 1. Tahapan perkembangan kognitif Piaget

Umur

Tingkat

0-2 tahun

Periode Sensorimotor

2-7 tahun

Periode
Pra-Operasional Konkret

7-11 tahun
11-15 tahun

Periode
Operasional Konkret
Periode
Operasional Formal

Deskripsi Umum
Menggunakan
sistem
penginderaan
dan
aktivitas
motorik untuk mengenal obyekobyek
di
lingkungannya.
Memberikan respon terhadap
rangsangan melalui refleks
Menggunakan pikiran
dalam
melihat suatu benda,
untuk
memahami
lingkungannya
dengan menggunakan
simbolsimbol,
meniru,
mampu
memahami hubungan
sebab
akibat, bersifat egosentris
Mencapai kemampuan
untuk
berfikir
sistematis terhadap halhal atau objek-objek yang konkrit
Mencapai kemampuan
untuk
berfikir sistematis terhadap halhal yang abstrak dan hipotesis

Sumber : Turner dan Helms (1991)

Pada usia 2-5 tahun, anak berada pada tahap pra-operasional konkrit.
Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak dalam menggunakan symbol-simbol
yang mewakili suatu konsep (Fatimah 2006). Kemampuan simbolik ini
memungkinkan seorang anak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan hal-hal yang telah dilihatnya. Tahapan pra-operasional konkrit ini terbagi
ke dalam tiga tahapan. Tahap tersebut diantaranya adalah : 1) egosentris, 2)
artifisialisme, 3) animisme (Miller 1983). Egosentris merupakan ketidakmampuan
anak dalam mengambil peran orang lain (tidak mampu memposisikan menjadi
orang lain), dimana kepuasannya dilakukan dengan bertanya kepada anak lain
mengenai sudut pandang yang lain tentang pegunungan. Artifisialisme adalah
kemampuan anak untuk menyamakan dua benda yang berbeda substansi, berat,
jumlah, isi, dan ruang. Animisme adalah kecenderungan anak menganggap
benda sebagai sesuatu yang hidup (Papalia & Olds 1986).
Perkembangan

kognitif

pada

anak

dipengaruhi

juga

lingkungan.

Pernyataan ini sejalan dengan inti teori Vygotsky yang menyatakan interaksi
social memainkan peran dalam perkembangan kognitif. Tiga pandangan teori
perkembangan kognitif social budaya adalah : 1) perkembangan kognitif anak
dapat diketahui dan dimengerti ketika perkembangannya dapat dianalisis dan di
intrepretasikan, 2) kemampuan kognitif digambarkan melalui kata-kata, bahasa,

dan pembicaraan formal, 3) kemampuan kognitif yang dimiliki mereka merupakan


hubungan antara sosial dan budaya dari masing-masing. Vygotsky lebih
menekankan pada pembelajaran learning context dimana anak bermain peran
aktif dalam setiap proses pembelajaran (Santrock 2002).
Stimulasi Psikososial
Berdasarkan teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson,
psikososial merupakan proses sosialisasi yang terjadi dikarenakan budaya. Pada
dasarnya teori perkembangan psikososial adalah kemampuan seseorang untuk
melewati setiap rangkaian tahapan atau tahapan yang potensial dalam
sepanjang kehidupannya. Perkembangan psikososial Erikson dibagi ke dalam
delapan tahapan. Perkembangan kepribadian dimulai dengan kekuatan ego
sejak lahir sampai meninggal, dimana kekuatan ego akan bertambah sebagai
kualitas dari waktu (Turner & Helms 1991).
Anak usia 2-5 tahun termasuk ke dalam dua tahapan perkembangan
psikososial, yaitu otonomi vs keragu-raguan (1-3 tahun)/autonomy vs doubt dan
inisiatif vs kesalahan (3-5 tahun)/initiative vs guilt. Pada waktu anak berada pada
tahap otonomi vs keragu-raguan (1-3 tahun)/autonomy vs doubt, kemampuan
perkembangan gerak dan mentalnya membutuhkan syarat utama berupa
kesempatan seluas-luasnya untuk bebas mengeksplorasi pengalamannya. Jika
pada pertumbuhan ini mendorong anak untuk mencari sesuatu, anak akan
tumbuh menjadi seseorang yang percaya diri dan lebih otonomi. Akan tetapi, jika
pertumbuhan hilang semangat kebebasannya, anak dapat bertanya-tanya
mengenai kemampuannya dan menyembunyikan keragu-raguannya mengenai
kemampuannya.
Pada tahapan inisiatif vs kesalahan (3-5 tahun)/initiative vs guilt,
kapasitas perkembangan kesopanan akan meningkat sehingga mendorong anak
untuk mencari dan menemukan insitiatif diri sendiri. Penguatan yang diberikan
oleh orangtua dapat mendorong inisitiaf dan meningkatkan tujuan. Orangtua
yang membatasi anaknya seperti menunjukan kesalahan yang dilakukan ketika
anak untuk mengetahui dunia dalam benak anak. Oleh karenanya, pemberian
stimulasi pada anak menjadi hal yang penting dalam mengembangkan
psikososial anak.
Caplan dan Caplan (1984) menyatakan bahwa dalam menjalankan peran
pengasuhan yang berkaitan dengan pemberian stimulasi kepada anak bukan

sesuatu yang didapatkan secara otomatis dan berdasarkan naluri namun


merupakan rangkaian dari pengetahuan, pengalaman, keahlian yang diperoleh
dan dipelajari. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menurut
Satoto (1999); Megawangi dan Mansour, diperlukan interaksi ibu dan anak
secara timbal balik dan stimulasi yang optimal (Hastuti, 2006).
Stimulasi merupakan rangsangan yang datangnya dari luar. Stimulasi
psikososial merupakan salah satu cara untuk memberikan pengalaman dan
pendidikan bagi anak. Menurut Dharmawan (1999) dalam Sununingsih (2006)
menyatakan bahwa stimulasi psikososial diberikan diantaranya melalui aktivitas
bermain, bernyanyi, dan menggambar. Depdiknas (2002) menyebutkan bahwa
stimulasi psikososial adalah pendidikan dalam

rangka mengembangkan

kemampuan kognitif, fisik atau motorik, serta sosial emosi anak.


Jalal (2002) menyatakan bahwa stimulasi psikososial tidak akan berarti
apabila tidak dibarengi dengan pemberian gizi dan kesehatan yang memadai.
Hal ini berarti bahwa pertumbuhan otak dalam hal ini berkaitan dengan
perkembangan kognitif anak ditentukan oleh cara pengasuhan, pemberian
makan, dan stimulasi terhadap anak.
Pengukuran stimulasi psikososial anak salah satunya dapat dilakukan
dengan alat bantu HOME Inventory (Caldwell and Bradley), dimana kualitas
lingkungan anak dilihat dari apakah orangtua memberikan reaksi emosi yang
tepat, apakah orangtua memberikan dorongan positif kepada anak, apakah
orangtua memberikan suasana yang nyaman kepada anak, menunjukkan kasih
sayang, menyediakan sarana tumbuh kembang dan belajar bagi anak, turut
berpartisipasi dalam kegiatan positif bersama anak, terlibat aktif dalam kegiatan
bersama anak, dan juga apakah orangtua memberikan lingkungan fisik yang
nyaman di rumah.
Hasil penelitian Hartoyo dan Hastuti (2004) menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan signifikan antara kelompok keluarga dalam hal ini adalah kelompok
juragan dan kelompok buruh nelayan dalam hal stimulasi psikososial. Upaya
untuk meningkatkan stimulasi psikososial, keadaan sosial ekonomi merupakan
salah satu aspek yang paling penting bagi perbaikan stimulasi psikososial anak.
Stimulasi psikososial yang diberikan orangtua kepada anak berhubungan
dengan perkembangan kognitifnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sununingsih (2006) pada anak usia 2-4 tahun di Kota Bogor melaporkan
bahwa terdapat hubungan antara pemberian stimulasi psikososial terhadap

10

perkembangan kognitif anak. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi stimulasi
yang diberikan maka perkembangan kognitif cenderung semakin tinggi.
Fenomena yang sama terjadi pada hasil penelitian Mindasa (2006) pada anak
usia 2.5-5 tahun di Kota Bogor.
Nilai Anak
Berry (1999) menyatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang dianut
oleh masyarakat secara kolektif ataupun individu (Kartino 2006). Anak
mempunyai nilai yang sangat penting dalam kehidupan seseorang atau suatu
keluarga melebihi nilai harta kekayaan. Nilai anak bagi orangtua dalam
kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain adalah dengan adanya
kenyataan bahwa anak menjadi tempat orangtua mencurahkan kasih sayang dan
sumber kebahagian keluarga.
Nilai jika dilihat dari segi sosial merupakan kualitas suatu objek yang
menyebabkan objek tersebut diinginkan dan dijunjung tinggi serta dianggap
penting atau berharga. Sementara itu jika dilihat dari segi ekonomi, nilai dijadikan
sebagai nilai tukar (harga) dan nilai guna (utilitas). Pembentukan nilai pada anak
paling efektif dan intensif terjadi dalam keluarga. Artinya bahwa nilai merupakan
faktor keturunan yang dibawa sejak lahir dan dibentuk oleh lingkungan (Deacon
& Firebaugh 1981).
Nilai memiliki karakterisik yang berbeda-beda berdasarkan ciri-ciri
tertentu. Dilihat dari segi kestabilan nilai, nilai dibedakan menjadi :1) nilai absolut,
2) nilai normatif, 3) nilai relatif. Nilai absolut merupakan nilai yang tertanam kuat
dalam diri seseorang yang memiliki kecenderungan tidak dapat berubah karena
faktor lingkungan. Nilai normatif merupakan acuan-acuan tertentu yang
digunakan oleh kelompok sosial tertentu. Nilai relatif merupakan nilai yang dianut
oleh seseorang dan berbeda bagi individu maupun kelompok tergantung dari
keadaan dan lingkungan tempat tinggal (Deacon & Firebaugh 1981).
Menurut Joshi dan Mac Clean (1997) dalam Putri (2006), nilai anak
merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak berdasarkan potensi
yang dimiliki oleh anak. Hal ini terkait dengan persepsi nilai anak oleh orangtua
merupakan respon dalam memahami akan adanya anak yang berwujud
pendapat-pendapat sebagai pilihan untuk berorientasi pada suatu hal (Siregar
2003).

11

Becker (1955) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa anak


dipandang sebagai sumberdaya yang sangat berharga dan tahan lama. Anak
secara alami memiliki nilai psikis dan materi. Oleh karena itu, orangtua
beranggapan bahwa anak merupakan nilai investasi di masa depan. Dalam hal
ini, orangtua beranggapan bahwa anak dapat memberikan kebahagiaan dan
merupakan jaminan di hari tua serta membantu perekonomian keluarga.
Penilaian orangtua diwujudkan dengan pengasuhan yang baik, perawatan,
sekolah dan pemenuhan makan anak. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana
orangtua memperlakukan anak. Cara orangtua memperlakukan anak akan
mempengaruhi penilaian anak terhadap orangtua. Pada intinya bahwa hubungan
orangtua dengan anak akan bergantung pada penilaian orangtua (Hurlock 1977).
Menurut Hartoyo (1998) investasi pada anak merupakan usaha atau alokasi
keluarga untuk meningkatkan kualitas anak sehingga pada saat dewasa menjadi
produktif.
Karakteristik Keluarga
Besar Keluarga
Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi seorang individu.
Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan eksternal pertama yang
dikenal begitu bayi dilahirkan di dunia. William Bannet dalam Mindasa (2006)
mengungkapkan bahwa keluarga sebagai tempat paling efektif dimana
seseorang anak menerima kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan
bagi hidupnya.
Keluarga inti terdiri dari orangtua dan anak. Namun dalam masyarakat
Indonesia masih ada kemungkinan bertambahnya jumlah keluarga sehingga
menjadi keluarga luas jika ditambah dengan saudara, nenek, kakek, tante,
paman. Menurut Monks, Knoers, & Haditono (2002), anak memiliki hak yang
sama untuk mendapatkan kasih sayang dan pendidikan yang sama (Mindasa
2007). Secara umum, orangtua yang berasal dari keluarga kecil dapat
mencurahkan waktu dan perhatian yang cukup banyak pada anak. Semakin
banyak jumlah anak dalam suatu keluarga, maka perhatian pada anak akan
terbagi-bagi.
Harisudin

(1997)

menyatakan

bahwa

jumlah

keluarga

akan

mempengaruhi kualitas pemenuhan kebutuhan anggota keluarga. Jumlah anak


yang banyak pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang cukup akan

12

menyebabkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak.


Untuk keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, dengan memiliki anak
yang banyak mengakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian dan
pemenuhan kebutuhan dasar baik primer, sekunder dan tersier.
Pendidikan Orangtua
Kemampuan seseorang untuk memahami perannya dan kemampuan
seseorang untuk mengelola sumberdaya dalam suatu keluarga tergantung dari
pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa
tingkat pendidikan orangtua berhubungan dengan tingkat kemajuan yang dimiliki
anak-anaknya atau potensi sumberdaya yang dimiliki anak-anaknya (Pulungan
dalam Kurniati 2004). Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan
mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka persepsi, pemahaman,
dan kepribadian. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang dapat menjadi
faktor penentu dalam berkomunikasi dalam keluarga.
Menurut Gunarsa dan Gunarsa dalam Kurniati (2004) menyebutkan
bahwa tingkat pendidikan secara langsung maupun tidak mempengaruhi baik
buruknya hubungan antar anggota keluarga. Tingkat pendidikan dapat dijadikan
cerminan keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat. Semakin tinggi
pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi
investasi yang diperlukan (Suhardjo dalam Rahmaulina 2007).
Dalam pengasuhan anak, pendidikan orangtua terutama pendidikan ibu
penting untuk diperhatikan karena akan turut menentukan kualitas pengasuhan
anak. Pendidikan formal yang tinggi pada ibu membuat pola pengasuhan akan
bertambah baik (Amelia 2001). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan
memudahkan

seseorang

untuk

menyerap

informasi

dan

mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


Pengeluaran perkapita
Menurut BPS (2006), besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga
dapat

menggambarkan

kesejahteraan

suatu

masyarakat.

Namun

data

pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga didekati melalui data


pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari
pengeluaran makanan dan bukan makanan dapat menggambarkan bagaimana
rumah tangga/keluarga mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Keluarga

13

dengan tingkat ekonomi rendah (poor income level family) umumnya kurang
memberikan perhatian perilaku anak. Hal ini terjadi karena kurangnya akses
yang diterima terhadap wawasan dan pengetahuan umum.
Berdasarkan hasil penelitian Fachrina (2005) menyebutkan bahwa
karakteristik sosial ekonomi pada rumah tangga miskin antara lain: 1) secara
umum tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan istri masih rendah yaitu tidak
sekolah atau hanya tamat SD, 2) sebagian besar usia kepala keluarga dan istri
masih dalam usia produktif antara 30-49 tahun, 3) kepala keluarga umumnya
bekerja di bidang pertanian, 4) anggota rumah tangga berjumlah lima sampai
tujuh orang.
Keadaan
kesejahteraannya.

ekonomi
Sejalan

keluarga
dengan

akan

hasil

menggambarkan

penelitian

Rachmawati

tingkat
(2006)

menyebutkan bahwa keadaan ekonomi keluarga berperan dalam perkembangan


anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Kondisi sosial yang serba
kekurangan akan menyebabkan kondisi yang kurang baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Hasil penelitian Watson dan Lidgen (1979) menyatakan
bahwa orangtua dari kelas ekonomi menengah lebih menekankan pada
komunikasi antara anak dan orangtua, memberi informasi yang jelas dan masuk
akal dan bersifat terbuka kepada anak-anaknya (Hernawati 2002).
Usia Orangtua
Usia adalah indeks yang menempatkan individu-individu dalam urutan
perkembangan (Hurlock 1980). Usia orangtua umumnya dimulai ketika
seseorang berada pada masa dewasa (20-60 tahun). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada tahun 1981 lebih banyak laki-laki dan perempuan
menikah pada usia muda, namun saat ini empat dari lima penduduk Amerika
Serikat yang berusia 18 tahun telah menikah dan tinggal bersama pasangan
(Duvall 1962).
Karakteristik Anak
Jenis Kelamin
Jenis kelamin akan mempengaruhi orangtua dalam memperlakukan
anaknya, misalnya anak laki-laki diberi kebebasan dibandingkan dengan anak
perempuan. Disamping itu, perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi jenis
permainan yang diberikan pada anak. Perbedaan jenis kelamin ini akan

14

mempengaruhi

bagaimana

seseorang

dalam

berpenampilan,

bermain,

mengungkapkan emosi, dan berkepribadian.


Pada masyarakat Jawa kuno, anak laki-laki biasanya memperoleh
pendidikan lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya yang berjenis kelamin
perempuan. Hal ini dikarenakan pendapat yang menyatakan bahwa laki-lakilah
yang harus mencari nafkah, sedangkan perempuan setelah menikah akan
dibawa oleh suami. Pada masa sekarang ini, pendidikan bagi anak perempuan
merupakan suatu yang biasa dan umum meskipun masih ada sedikit
keterbelakangan terhadap anak laki-laki (Monks, Knoers, & Haditono 2003).
Hurlock (1990) menyatakan ada tiga alasan jenis kelamin individu penting
bagi perkembangan selama hidupnya. Pertama, setiap bulan anak mengalami
peningkatan pemahaman perilaku orang tua, teman sebaya, dan masyarakat
yang mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku yang dipandang sesuai
dengan jenis kelamin. Kedua, pengalaman belajar ditentukan oleh jenis kelamin
individu. Ketiga, adalah sikap orang tua dan anggota keluarga lainnya
sehubungan dengan jenis kelamin mereka. Keinginan untuk memiliki anak
dengan jenis kelamin tertentu akan mempengaruhi sikap penerimaan orang tua
dan keluarga terhadap anak, yang selanjutnya berpengaruh juga pada perilaku
dan hubungan mereka dengan anak.
Usia
Menurut Hurlock (1980), usia anak mempengaruhi kualitas waktu ibu
dalam memberikan stimulasi psikososial. Anak pada umur dua tahun, perhatian
dan kasih sayang ibu lebih banyak tercurah kepada anak. Hal ini dikarenakan
anak belum mampu mandiri dan masih membutuhkan bantuan ibu sebagai
pengasuh utama. Di atas usia dua tahun, anak semakin mandiri dan mempunyai
jaringan sosial lebih luas sehingga ketergantungan terhadap ibu sebagi
pengasuh utama mulai sedikit berkurang.
Piaget dalam Ormrod (2003) mengatakan bahwa anak usia prasekolah
belum mampu memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara
serempak. Anak mulai mengerti mengenai objek yang ada di lingkungannya,
sehingga mulai menggunakan simbol dan kata. Fungsi simbol pada anak usia
prasekolah adalah kemampuan anak untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada
dan tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya. Fungsi simbolik ini
dapat bersifat abstrak atau nyata. Anak juga mulai mengerti dasar-dasar dalam

15

mengelompokkan sesuatu.
Anak pada masa prasekolah juga sudah mulai dapat melakukan sesuatu
sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku. Anak akan
memperlihatkan tingkah laku yang sama seperti tingkah laku yang diperlihatkan
oleh orang lain pada waktu yang sudah lewat. Anak tidak langsung meniru model
tinggkah laku, melainkan mengamati, menyimpan dan pada saat yang lain
memperlihatkan sesuatu kembali (Turner & Helms 1991).
Cara berpikir anak usia prasekolah sangat memusat (egosentris) dan
cara pikirnya tidak dapat dibalik. Egosentrisme adalah pemusatan pada diri
sendiri dan merupakan suatu proses dasar yang banyak dijumpai pada tingkah
laku anak dan pengamatan anak banyak ditentukan oleh pandangan sendiri.
Anak belum mampu menempatkan diri dalam keadaan orang lain (Turner &
Helms 1991).

KERANGKA PEMIKIRAN
Perkembangan kognitif merupakan suatu proses psikologis yang terjadi
dalam bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan
pengamatan, pendengaran, dan pemikiran (Baraja 2005). Perkembangan kognitif
menurut Dariyo (2007) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor genetik/keturunan,
faktor

lingkungan, dan interaksi faktor genetik dengan faktor lingkungan.

Perkembangan kognitif pada anak usia 2-5 tahun mencapai pada tahap pra
operasional konkrit. Artinya bahwa pada tahap ini, anak menggunakan pikirannya
dalam melihat suatu benda, memahami lingkungannya dengan menggunakan
simbol-simbol, meniru, serta mampu memahami suatu hubungan sebab akibat yang
bersifat egosentris. Disamping itu, perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh
stimulasi psikososial. Adapun persepsi orangtua terhadap nilai anak diduga akan
mempengaruhi tidak langsung terhadap perkembangan kognitif anak.
Karakteristik keluarga diduga akan mempengaruhi stimulasi psikososial pada
anak. Karakteristik keluarga terdiri dari besar keluarga, pendidikan orangtua, usia
orangtua, dan pengeluaran perkapita keluarga. Hasil penelitian Harisudin (1997)
menyebutkan bahwa besar keluarga akan mempengaruhi kualitas pemenuhan
kebutuhan anggota keluarga. Hasil penelitian Mindasa (2007) membuktikan bahwa
tingkat pendidikan ibu berhubungan nyata dan positif dengan stimulasi psikososial
yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa stimulasi psikososial dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan orangtua khususnya ibu secara langsung. Karakteristik anak yang
terdiri dari usia anak dan jenis kelamin anak diduga akan mempengaruhi stimulasi
psikososial yang diberikan orangtua.
Nilai anak merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak
berdasarkan potensi yang dimiliki. Nilai anak terdiri dari nilai ekonomi, nilai sosial,
dan nilai psikologis. Persepsi orangtua mengenai anaknya di masa depan dapat
menentukan pemberian stimulasi orangtua pada anak. Gaya pengasuhan orangtua
dalam pemberian stimulasi psikososial akan disesuaikan dengan nilai dan harapan
orangtua terhadap anak di masa yang akan datang, baik tetap mempertahankan
stereotip gender ataupun bebas gender (androgini). Berdasarkan hasil penelitian
Hernawati (2002), lebih dari separuh contoh (71.8%) menyatakan androgini dalam
menilai anak. Artinya bahwa sebagian besar contoh memiliki nilai yang sama

17

terhadap anak-anaknya, tanpa membedakan jenis kelaminnya.


Stimulasi psikososial memiliki hubungan dengan perkembangan kognitif
anak.pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Mindasa (2006), Sununingsih
(2006), dan Rahmaulina (2007). Pemberian stimulasi psikososial pada anak berupa
rangsangan dalam bentuk penyediaan mainan, stimulasi belajar, keterlibatan ibu
terhadap anak yang diukur dengan menggunakan HOME inventory untuk anak usia
2-3 tahun dan anak usia 3-5 tahun. Hasil penelitian Sununingsih (2006)
menyebutkan bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh stimulasi psikososial
yang dilakukan orangtua kepada anaknya. Artinya bahwa semakin tinggi stimulasi
psikososial yang diberikan maka semakin tinggi pula perkembangan kognitif
anaknya.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat perkembangan kognitif,
sedangkan variabel bebas adalah karakteristik keluarga (usia ibu, lama pendidikan
ibu, besar keluarga, pengeluaran perkapita), karakteristik anak (jenis kelamin, usia
anak), partisipasi pendidikan pra sekolah anak, dan stimulasi psikososial. Variabel
bebas ini akan mempengaruhi variabel terikat berupa perkembangan kognitif anak
usia 2-5 tahun. Model kerangka pemikiran dari penelitian disajikan pada Gambar 1.

Karakteristik anak
1. jenis kelamin
2. usia
Karakteristik
Keluarga
1.
2.
3.
4.

Status Gizi

IQ
besar keluarga
pendidikan
orangtua
pengeluaran
perkapita
usia orangtua

Nilai Anak

Stimulasi
Psikososial

Akses ke Media
TV
Majalah
Koran

: Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian.

Perkembangan
Kognitif

Lingkungan
TPQ
PAUD, TK
Partisipasi Pendidikan
a. Non-formal
b. Informal

METODE
Disain, Tempat, dan Waktu
Penelitian

ini

menggunakan

disain

cross

sectional

study

untuk

mengetahui pengasuhan stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif pada


anak usia balita di daerah rawan pangan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan salah satu bagian
dari penelitian payung yang berjudul: Household Food Security, Family
Resource Allocation, and Its Impact to Child Development of Family Living in
Rural Food Insecure Area in Banjarnegara-Central Java Province, Indonesia.
Pemilihan kabupaten dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa
wilayah tersebut merupakan salah satu daerah yang termasuk ke dalam wilayah
rawan pangan berdasarkan peta kerawanan pangan Indonesia (Martianto,
Hastuti, Riyadi, & Alfiasari 2008).
Waktu penelitian termasuk persiapan, pengumpulan data, pengolahan,
dan analisis data serta penulisan laporan direncanakan dilaksanakan dalam
jangka delapan bulan terhitung mulai Desember 2008 hingga Juli 2009. Khusus
untuk pengumpulan data primer berupa wawancara, pengamatan, dan
pengukuran perkembangan dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Februari
hingga Maret 2009.
Cara Pemilihan Contoh
Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang berada pada kategori
rawan pangan di Kebupaten Banjarnegara. Unit analisis terkecil dilakukan pada
tiap-tiap kecamatan untuk variabel-variabel karakteristik sosio demografi dan
karakteristik ekonomi. Sementara itu, unit analisis untuk variabel perkembangan
kognitif, nilai anak dan stimulasi psikososial dilakukan pada keluarga.
Penelitian ini mengambil dua kecamatan terpilih secara purposive dengan
beberapa pertimbangan. Diantaranya adalah pertimbangan wilayah tersebut
termasuk ke dalam kategori wilayah yang rawan pangan, dan pertimbangan
banyaknya jumlah penduduk miskin. Dari dua kecamatan tersebut dipilih enam
desa

masing-masing

tiga

desa

untuk

tiap

kecamatan

terpilih

dengan

pertimbangan bahwa lokasi tersebut termasuk desa yang rawan pangan, hasil
rekomendasi dari puskesmas setempat mengenai keadaan balita yang di
dalamnya terdapat keluarga yang mempunyai minimal satu anak balita.

19

Keseluruhan desa yang diambil adalah enam desa yang terpilih dan diambil
masing-masing desa secara acak 50 keluarga sebagai contoh dengan
pertimbangan mempunyai minimal satu anak balita. Total keseluruhan contoh
berjumlah 300 keluarga. Untuk lebih jelas, cara pemilihan contoh dapat dilihat
pada Gambar 2.

Kabupaten Banjarnegara
Desa
Pejawaran

Desa
Giritirta

Kecamatan
Punggelan

p
ur
p
o
si
v
e
Kecamatan Pejawaran

Desa
Desa
Karangsari

purposive

Kecepit

Simple random sampling

150

150

a langsr
Pengu
Ga
ung.
mb
mpula
ar
n Data
Data
2
prim
Ca
Data
ra
er
pe
yang
mili
yang
ha
dikumpulkan
diku
n
dalam
co
mpul
nto
penelitian
ini
h.
kan
terdiri dari data
Jprimer dan data
e
nsekunder.
iPengumpulan
s
data
primer
dmelalui
a
nwawancara
menggunakan
C
akuesioner dan
rpengamatan

dala
m
pene
litian
ini
adal
ah :

1.

K
a

a metode HOME

2.

3.
4.

(Home
Observation for
Measurement of
Environmental)
untuk anak.

5.

Perkembangan
kognitif
anak
diukur
dengan
menggunakan
instrumen yang

20

telah dikembangkan dari instrumen penelitian sebelumnya yang sejenis.


Data sekunder diperoleh dari puskesmas setempat berupa data jumlah
anak usia balita. Data sekunder berupa data keadaan umum lokasi penelitian dan
data demografi penduduk diperoleh dari pemerintah dan instansi setempat. Jenis
dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan terlebih dahulu dilakukan editing,
selanjutnya dilakukan pemindahan dari daftar pertanyaan ke lembar tabulasi
yang sudah disiapkan. Pengolahan data meliputi editing, coding, scoring,
entrying, cleaning, serta analyzing dengan menggunakan program komputer
Microsoft Excel dan SPSS 13.0 for Windows. Data dianalisis secara deskriptif
dan statistik inferensia.
Nilai anak diukur dengan menggunakan panduan pertanyaan yang terdiri
dari pertanyaan untuk nilai ekonomi, nilai psikologi, dan nilai sosial. Panduan
pertanyaan yang digunakan merupakan panduan pertanyaan yang telah
dikembangkan dari penelitian sebelumnya. Panduan pertanyaan ini terdiri dari
lima belas pertanyaan. Panduan pertanyaan yang digunakan telah diukur nilai
reliabilitasnya sebelum melakukan penelitian. Nilai reliabilitas dari nilai anak
adalah sebesar 0.63. Nilai ini menunjukkan bahwa panduan pertanyaan yang
digunakan dapat digunakan untuk penelitian yang memiliki karakteristik hampir
sama. Pengkategorian skor nilai anak dilakukan dengan asumsi bahwa semakin
bagus skor nilai anak, semakin tinggi persepsi orangtua terhadap nilai anak.
Pengkategorian persentase nilai anak menggunakan kategori rendah (<60%),
sedang (60-80%), dan tinggi (>80%).
Kualitas stimulasi psikososial dinilai dari kuesioner dengan menggunakan
alat ukur HOME inventory, yang terdiri dari dua variasi yaitu 45 item pertanyaan
dengan enam subskala (usia 0-3 tahun) dan 55 item pertanyaan dengan delapan
subskala (usia 3-6 tahun).
Untuk mengukur perkembangan kognitif anak menggunakan instrumen
yang telah dikembangkan berdasarkan penelitan sebelumnya. Instrumen ini
merupakan pengembangan dari instrumen-instrumen yang didasarkan pada
pengukuran Milestone. Instrumen ini juga telah dilakukan uji reliabilitas
berdasarkan kategori usia anak. Nilai reliabilitas untuk kategori usia anak 2-3
tahun yaitu sebesar 0.79, untuk kategori usia 3-4 tahun yaitu 0.77, dan untuk

21

kategori usia anak 4-5 tahun nilai reliabilitasnya adalah 0.87. Pengkategorian
dalam perkembangan kognitif ini menggunakan rata-rata pencapaian skor.
Pengkategorian rata-rata pencapaian skor ini menggunakan tiga variasi yaitu
mampu, kurang mampu dan tidak mampu. Pengkategorian persentase tingkat
perkembangan kognitif menggunakan kategori rendah (<60%), sedang (60-80%),
dan tinggi (>80%).
Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel yang
diteliti,

selanjutnya

untuk

melihat

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

perkembangan kognitif dilakukan uji regresi. Untuk menganalisis variabel yang


berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak akan dilakukan uji regresi
linier :
Yi=+ 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + 7X7+8X8 +
Keterangan :
Yi

= perkembangan kognitif anak


1
= konstanta
n = koefisien regresi X1 =
usia ibu (tahun)
X2
= besar keluarga (orang)
X3
= pendidikan ibu (tahun)
X4
= pengeluaran (Rp/kapita/bulan)
X5 = jenis kelamin anak (1= laki-laki, 2= perempuan) X6
= usia anak (bulan)
X7
= partisipasi pendidikan pra sekolah anak (bulan)
X8
= stimulasi psikososial
1
= galat

Definisi Operasional
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan
perkawinan dan hubungan darah atau adopsi tinggal dalam satu rumah
dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu
tujuan yang sama.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga terdiri dari ayah dan ibu,
anak (yang paling sedikit satu orang anak balita) serta anggota keluarga
yang lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama.
Tingkat pendidikan orangtua adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah
dicapai ayah dan ibu.
Pekerjaan orangtua adalah pekerjaan utama maupun sampingan orangtua.
Pengeluaran perkapita adalah jumlah total pengeluaran keluarga per bulan,
termasuk didalamnya pengeluaran pangan, non pangan, dan pendidikan.

Karakteristik anak adalah keadaan anak berdasarkan usia dan jenis kelamin.

22

Stimulasi psikososial adalah rangsangan psikososial yang datang dari


lingkungan di luar individu anak, meliputi stimulasi belajar, stimulasi
bahasa,

lingkungan

fisik,

kehangatan

dan

penerimaan,

stimulasi

akademik, modeling, pengalaman dan hukuman fisik. Pengukuran


stimulasi psikososial menggunakan instrumen HOME inventory untuk
anak usia 2-3 tahun terdiri dari enam item sub skala, dan untuk usia 3-5
tahun terdiri dari delapan sub skala.
Perkembangan kognitif adalah kemampuan anak dalam menggunakan
pikirannya untuk mempraktekkan kemampuan mengenai konsep ruang,
abstraksi, bahasa, dan kemampuan ilmu pasti melalui observasi atau tes
dengan alat bantu kuesioner.
Nilai anak adalah harapan orangtua terhadap anak dimasa depan, baik sebagai
investasi masa depan (ekonomi), dapat meningkatkan status sosial
(sosial), dan atau sebagai penambah kebahagiaan (psikologis).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Lokasi Penelitian
Kecamatan Pejawaran
Kecamatan Pejawaran merupakan salah satu kecamatan di wilayah
Kabupaten Banjarnegara dengan ketinggian wilayahnya 1 320 m di atas
permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Pejawaran adalah 52.25 Km 2. Secara
geografis batas wilayah Kecamatan Pejawaran berbatasan dengan Kecamatan
Batur sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pagentan,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Wanayasa (peta pada Lampiran 1).
Jumlah penduduk di Kecamatan Pejawaran yaitu sebanyak 41 829 jiwa.
Rata-rata kepadatan penduduk Kecamatan Pejawaran adalah sebesar 800
jiwa/km2. Rata-rata kepadatan ini dipengaruhi oleh kultur tanah dan demografi
wilayahnya yang masih banyak terdapat pegunungan dan bukit. Hal ini juga
dipengaruhi oleh masih banyaknya lahan yang digunakan bertani dibandingkan
dengan penggunaan lahan sebagai pemukiman. Kepadatan penduduk tertinggi di
lokasi penelitian berada di Desa Giritirta yaitu sebesar 1 077 jiwa/km2 (Tabel 2).

Tabel 2 Kepadatan penduduk Kecamatan Pejawaran


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Desa

Luas (km )

Kalilunjar
1.61
Biting
1.43
Tlahap
1.31
Darmayasa
5.04
Pejawaran
5.03
Pegundungan
3.67
Beji
2.11
Semangkung
2.26
Condong campur
3.43
Gempol
2.29
Sidengok
3.67
Ratamba
2.77
Penusupan
2.95
Giritirta
2.48
Karangsari
2.17
Sarwodadi
4.29
Grogol
5.74
Total
52.25
Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam Angka Tahun 2007(diolah)

Jumlah
penduduk
1 203
1 764
1 536
4 251
4 252
1 592
1 084
1 522
2 667
2 885
2 883
2 320
3 906
2 672
2 723
1 978
2 591
41 829

Kepadatan
747
1 233
1 172
843
845
433
513
673
777
1 259
785
837
1 324
1 077
1 254
461
451
800

24

Penduduk di Kecamatan Pejawaran secara umum memiliki mata


pencaharian sebagai petani, buruh tani, dan pedagang. Komposisi terbesar
adalah memiliki mata pencaharian sebagai petani. Apabila dilihat dari desa yang
diteliti, yaitu Desa Pejawaran, Desa Giritirta dan Desa Sidengok, sebagian besar
juga memilki mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani menempati urutan
kedua (Tabel 3).
Tabel 3 Banyaknya penduduk menurut mata pencaharian
No

Desa

2
156
322
411
1102
1070
281
258
223
576

Jenis Pekerjaan
4
5
6
12
12
2
12
5
2
25
1
2
52
7
10
15
2
2
10
1
1
1
1
2
2
45
4
10

7
8
9
Kalilunjar
22
1
12
19
Biting
6
5
9
39
Tlahap
23
4
4
21
Darmayasa
25
11
2
3
Pejawaran
5
14
4
46
Pegundungan
6
2
4
3
Beji
9
3
5
6
Semangkung
4
5
4
18
Condong
14
8
2
11
campur
10
Gempol
1528
644
12
46
5
19
9
6
15
11
Sidengok
1641
533
14
25
3
6
11
5
18
12
Ratamba
1082
546
6
34
2
21
14
5
19
13
Penusupan
1652 1126
16
156
4
12
19
9
21
14
Giritirta
1553
421
11
26
3
10
4
4
4
15
Karangsari
1361
677
15
21
4
3
4
4
8
16
Sarwodadi
866
608
14
28
5
4
7
20
10
17
Grogol
1275
585
17
40
1
12
9
4
28
Total
21312 9539
219
550
62
116 130
103 289
Catatan : 1=petani, 2= buruh tani, 3= buruh bangunan, 4= pedagang, 5= jasa sosial, 6= angkutan,
7= pns, 8= pensiunan, 9= lain-lain
Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam Angka Tahun 2007(diolah)
1
2
3
4
5
6
7
8
9

1
676
975
779
2112
2026
972
543
860
1411

Dalam segi pendidikan, penyediaan sarana dan prasarana di Kecamatan


Pejawaran masih cukup rendah. Hal ini dapat dilihat masih belum tersedianya
sekolah di setiap desa dan belum memiliki Sekolah Menengah Umum/sederajat.
Hanya terdapat lima buah sekolah TK dan SMP/MTS dalam satu kecamatan.
Akan tetapi untuk sekolah SD/MI sudah tersedia di seluruh desa (Tabel 4).

25

Tabel 4 Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan Kecamatan Pejawaran


Prasarana
SD/MI
SMP/MTS
1
Kalilunjar
1
1
2
Biting
1
3
Tlahap
1
4
Darmayasa
4
5
Pejawaran
4
1
6
Pegundungan
2
7
Beji
1
1
8
Semangkung
2
9
Condong campur
1
2
10
Gempol
1
1
1
11
Sidengok
3
12
Ratamba
1
2
13
Penusupan
1
3
14
Giritirta
3
15
Karangsari
3
1
16
Sarwodadi
4
1
17
Grogol
2
Total
5
39
5
Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam Angka Tahun 2007(diolah)
No

Desa

TK

SMA/MA
-

Kecamatan Punggelan
Kecamatan Punggelan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Banjarnegara. Secara geografis kecamatan ini memiliki ketinggian
279 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 3 231 m. Kecamatan
Punggelan terletak diantara 070LU - 120 LU dan 070LS - 310 LS, dan diantara
020BB - 330 BB dan 030 BT - 810 BT dengan luas wilayah 102.94 km 2. Sebelah
utara dari Kecamatan Punggelan berbatasan dengan Kecamatan Pandanarum
dan Kecamatan Kalibening, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Wanadadi dan Kecamatan Rakit, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Banjarmangu dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga
(peta pada Lampiran 1).
Jumlah penduduk Kecamatan Punggelan adalah sebanyak 70 877 jiwa.
Rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Punggelan adalah 688 jiwa/km2.
Kepadatan penduduk terbesar di daerah penelitian adalah kepadatan penduduk
di Desa Kecepit. Kepadatan penduduknya adalah 1 075 jiwa/km2 (Tabel 5).

26

Tabel 5 Kepadatan penduduk Kecamatan Punggelan


No

Desa

Luas (km )

Jumlah
penduduk
1
Sambong
5.88
3 965
2
Tribuana
4.35
3 460
3
Sawangan
4.36
2 682
4
Sidarata
3.66
3 357
5
Badakarya
5.03
4 274
6
Bondolharjo
5.45
5 525
7
Punggelan
8.99
6 000
8
Karangsari
5.62
3 867
9
Kecepit
4.88
5 246
10
Danakarta
6.28
4 838
11
Klapa
5.64
3 017
12
Jembangan
6.89
4 771
13
Purwasana
6.27
3 614
14
Petuguran
9.69
5 339
15
Tanjungtirta
6.36
3 979
16
Mlaya
6.37
2 296
17
Tlaga
7.22
4 647
Total
102.94
70 877
Sumber: Kecamatan Punggelan dalam Angka Tahun 2007(diolah)

Kepadatan
674
795
615
917
849
1 013
667
688
1 075
770
534
692
576
550
625
360
643
688

Penduduk kecamatan Punggelan yang berusia 10 tahun ke atas memiliki


mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, buruh bangunan dan pedagang.
Hampir separuh (23.9%) penduduk yang bekerja sebagai petani dan sebagian
kecil (10.4%) bekerja sebagai buruh tani. Dilihat di desa tempat penelitian,
penduduk yang bekerja sebagai petani paling besar terdapat di Desa Punggelan
(Tabel 6).
Tabel 6 Banyaknya penduduk menurut mata pencaharian
Jenis Pekerjaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Sambong
580
501
107
52
15
32
18
1 841
2
Tribuana
874
266
289
216
2
55
57
1 014
3
Sawangan
403
251
89
28
8
32
39
18
1 211
4
Sidarata
1 224
82
77
149
9
18
23
13
957
5
Badakarya
456
1 578
156
162
236
87
54
493
6
Bondolharjo
824
705
144
285
20
59
30
2 194
7
Punggelan
2 109
192
81
486 430
121
74
23
976
8
Karangsari
1 204
450
149
65
5
18
11
810
9
Kecepit
262
387
200
23
31
10
95
29
3 060
10 Danakerta
730
564
251
82
14
31
30
26
1 852
11 Klapa
437
56
59
38
10
12
4
1 641
12 Jembangan
578
317
271
183
9
17
6
2 381
13 Purwasana
942
74
71
67
1
9
9
1 522
14 Petuguran
1 800
248
46
26
14
18
16
1 765
15 Tanjungtirta
1 336
668
282
220
8
14
14
393
16 Mlaya
1 145
12
35
85
38
4
5
2
423
17 Tlaga
2 003
998
35
20
7
9
3
602
Total
16 907
7 349 2 342
2 187 538
535 596
333 23 135
Catatan : 1=petani, 2= buruh tani, 3= buruh bangunan, 4= pedagang, 5= jasa sosial, 6= angkutan,
7= pns, 8= pensiunan, 9= lain-lain
Sumber: Kecamatan Punggelan dalam Angka Tahun 2007(diolah)

No

Desa

27

Jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Punggelan dapat dilihat dari


seberapa banyak jumlah sarana pendidikan yang dimiliki. Di Kecamatan ini
terdapat cukup banyak TK dan SD/MI. Akan tetapi hanya terdapat 8 SD dan 1
SMK dalam satu kecamatan (Tabel 7).
Tabel 7 Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di Kecamatan Punggelan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Desa
Sambong
Tribuana
Sawangan
Sidarata
Badakarya
Bondolharjo
Punggelan
Karangsari
Kecepit
Danakerta
Klapa
Jembangan
Purwasana
Petuguran
Tanjungtirta
Mlaya
Tlaga
Total

TK/sederajat

SD/MI
3
4
3
4
6
7
6
4
5
5
2
1
2
5
3
3

63

70

Prasarana
SMP/MTS
3
4
4
3
4
7
5
4
3
7
2
5
5
6
3
2
3
8

SMA/MA/SMK
1
1
1
1
1
1
2
-

1
1

Sumber: Kecamatan Punggelan dalam Angka Tahun 2007(diolah)

Karakteristik Keluarga
Besar Keluarga
Jumlah anggota keluarga akan menentukan besar (ukuran) dalam
keluarga. Perkembangan anak dan interaksi pada anak erat kaitannya dengan
banyaknya anggota keluarga (Hurlock 1990). Dalam penelitian ini jumlah anggota
keluarga berkisar 3-12 orang. Persentase terbesar keluarga contoh (59.3%)
termasuk ke dalam kategori keluarga kecil dengan rata-rata jumlah anggota
keluarga 4 orang (Tabel 8). Sementara itu, kategori keluarga besar hanya empat
persen, dimana Kecamatan Pejawaran memiliki persentase 4.7 persen dan
Kecamatan Punggelan 3.3 persen.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Kategori besar
keluarga
Kecil (4)
Sedang (5- 7)
Besar (8)
Total
Rata-rata SD

Pejawaran

Punggelan

87
56
7

58.0
37.3
4.7

91
54
5

60.7
36.0
3.3

150
100.0
4.7 1.4

150 100.0
4.5 1.4

Total
n
178
110
12

%
59.3
36.7
4.0

300 100.0
4.6 1.4

28

Secara keseluruhan dengan besar keluarga rata-rata lima orang maka


keluarga contoh pada umumnya memiliki dua anak per keluarga. Hal ini tidak
sejalan dengan pendapat Soetjaningsih dalam Sununingsih (2006) bahwa
keluarga miskin relatif memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak.
Keluarga dengan jumlah anggotanya lebih banyak biasanya jarak antar usia anak
sangat dekat sehingga perhatian ibu terhadap anak akan terpecah. Orangtua
yang berasal dari keluarga kecil, umumnya akan mampu memberikan kasih
sayang dan perhatian yang cukup kepada anaknya. Disamping itu, fasilitas yang
diterima sama sehingga akan menunjang tumbuh kembang anak.
Usia Orangtua
Usia umumnya mempengaruhi kesiapan seseorang dalam menjalani
kehidupan.

Usia

orangtua

mempengaruhi

kesiapan

dalam

menjalankan

perannya, termasuk didalamnya kesiapan mengasuh anak. Menurut Sununingsih


(2006)

semakin

matang

usia

orangtua

diharapkan

orangtua

mampu

melaksanakan perannya, terutama dalam pemenuhan kebutuhan anak dalam


menunjang tumbuh kembang anak secara optimal.
Sebagian besar ayah di dua kecamatan tergolong usia dewasa muda
yaitu kurang dari 40 tahun. Usia ayah berkisar antara 21-40 tahun dengan ratarata keluarga contoh berumur 24-37 tahun. Rata-rata usia ayah contoh pada
Kecamatan Pejawaran hampir sama dengan usia ayah di Kecamatan Punggelan.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia ayah
Kelompok usia
(tahun)
< 20

Pejawaran

Punggelan

Total
n

0.0

0.0

21 40
41 60

120
27

81.6
18.4

120
28

81.1
18.9

240
55

81.4
18.6

Total
Rata-rata SD

147 100.0
34.7 7.3

148 100.0
34.8 7.4

295 100.0
34.7 7.3

Sama halnya dengan usia ayah, sebagian besar ibu tergolong berusia
muda. Rata-rata usia ibu keluarga contoh berkisar 24-36 tahun. Rata-rata usia
ibu di Kecamatan Punggelan hampir sama dengan usia ibu di Kecamatan
Pejawaran. Proporsi terbesar usia ibu antara 21-40 tahun.

29

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu


Kelompok usia
(tahun)
< 20
21 40
41 60
Total
Rata-rata SD

Pejawaran
n

Punggelan
%

4.6

127
16

84.7
10.7

131
13

150
100.0
29.9 6.6

Total
4.0

13

4.3

73.0 258
87.0 29

86.0
9.7

150 100.0 300


100.0
30.0 7.1
30.0 6.8

Secara keseluruhan, usia orangtua contoh merupakan usia produktif.


Usia produkif memungkinkan seseorang untuk memiliki potensi dalam mencari
tambahan penghasilan guna meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik
(Karyadi dalam Hanifa 2005). Hal ini berarti, orangtua contoh mempunyai potensi
dalam meningkatkan kualitas hidup termasuk dalam pemenuhan kebutuhan
tumbuh kembang anak.
Pendidikan Orangtua
Pendidikan orangtua bervariasi mulai dari tidak sekolah hingga tamat
perguruan tinggi. Berdasarkan pendidikan ayah, lebih dari separuh responden
(60.3%) berpendidikan SD dengan rata-rata lama pendidikan ayah 6.8 tahun.
Sebagian besar ayah di Kecamatan Pejawaran maupun Kecamatan Punggelan
berpendidikan SD. Rata-rata lama pendidikan ayah di Kecamatan Punggelan
lebih lama (7.1 tahun) dibandingkan dengan pendidikan ayah di Kecamatan
Pejawaran (5.7 tahun).
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah
Jenis Pendidikan
Tidak sekolah

Pejawaran
n

Punggelan
%

Total
%

6.1

3.4

14

4.7

23

15.6

19

12.8

42

14.2

102

69.4

76

51.4

178

60.3

SMP/sederajat

5.4

26

17.6

34

11.5

SMA/Sederajat
Perguruan tinggi

3
2

2.0
1.4

16
6

10.8
4.1

19
8

6.4
2.7

Tidak tamat SD
SD/sederajat

Total
Rata-rata lama pendidikan(tahun)SD

147 100.0
5.72.4

148 100.0
7.13.2

295 100.0
6.42.9

Sama halnya dengan ayah, sebagian besar ibu di Kecamatan Pejawaran


dan Kecamatan Punggelan berpendidikan SD (Tabel 16). Rata-rata lama

30

pendidikan ibu di Kecamatan Punggelan lebih lama (7.6 tahun) dibandingkan


dengan di Kecamatan Pejawaran (5.9 tahun). Secara keseluruhan berdasarkan
pendidikan ibu, lebih dari separuh contoh berpendidikan SD dengan rata-rata
lama pendidikan 6.8 tahun.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu
Jenis Pendidikan
Tidak sekolah

Pejawaran
n

Punggelan
n

Total
n

1.0

0.7

2.3

12

8.0

16

10.7

28

9.3

113

75.3

73

48.7

186

62.0

SMP/sederajat

18

12.0

38

25.3

56

18.7

SMA/Sederajat

0.7

16

10.7

17

5.7

Perguruan tinggi

0.0

4.0

2.0

150

100.0

150

100.0

300

100.0

Tidak tamat SD
SD/sederajat

Total
Rata-rata lama pendidikan(tahun)SD

5.91.9

7.62.8

6.82.5

Pekerjaan Orangtua
Pekerjaan orangtua terutama ayah dijadikan sebagai tulang punggung
keluarga yang erat kaitannya dengan pendidikan orangtua (Mindasa 2007).
Pekerjaan ayah di Kecamatan Punggelan lebih beragam dibandingkan dengan di
Kecamatan Pejawaran, karena ada yang bekerja sebagai tukang ojek, karyawan
sekolah, perangkat desa, security/keamanan, karyawan swasta dan PNS,
sedangkan di Kecamatan Pejawaran tidak ada (Tabel 13). Persentase pekerjaan
ayah terbesar pada dua kecamatan adalah bekerja sebagai petani (52.9%) yang
diikuti oleh buruh tani (17.6%).
Jenis pekerjaan ibu di Kecamatan Pejawaran berbeda dengan ibu di
Kecamatan Punggelan. Sebagian besar ibu contoh di Kecamatan Pejawaran
bekerja sebagai petani (59.3%), sedangkan sebagian besar ibu contoh di
Kecamatan Punggelan tidak bekerja (68.7%). Hal ini menunjukkan bahwa
adanya perbedaan dalam memandang beban ekonomi keluarga. Secara
keseluruhan, persentase terbesar pekerjaan ibu adalah tidak bekerja yang
kemudian diikuti oleh bekerja sebagai petani (Tabel 14).

31

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ayah


Pejawaran

Jenis Pekerjaan
Petani
Buruh tani

Punggelan

Total

118

80.3

38

25.7

156

52.9

16

10.9

36

24.3

52

17.6

Buruh bangunan/industry

1.4

13

8.8

15

5.1

Pedagang

3.4

19

12.8

24

8.1

Sopir

1.4

4.7

3.1

Guru

2.0

3.4

2.7

Tukang ojek

0.0

4.7

2.4

Wirausaha

7.0

10

6.8

11

3.7

Penjaga took

0.0

2.0

1.0

Karyawan sekolah

0.0

1.4

0.7

Perangkat desa

0.0

1.4

0.7

Security

0.0

0.7

0.3

Karyawan swasta
PNS

0
0

0.0
0.0

3
2

2.0
1.4

3
2

1.0
0.7

Total

147

100.0

148

100.0

295

100.0

Disamping melakukan perannya dalam pengasuhan, ibu dirasa perlu


membantu perekonomian keluarga khususnya di Kecamatan Pejawaran. Hal ini
diduga karena tingkat perekonomian keluarga yang relatif lebih rendah. Hal ini
juga didukung oleh perbedaan wilayah yang cukup kontras antara Kecamatan
Pejawaran dan Punggelan.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ibu
Jenis Pekerjaan

Pejawaran

Punggelan

Total

Tidak bekerja

34

22.7

103

68.7

137

45.7

Petani

89

59.3

6.0

98

32.7

Buruh tani

21

14.0

3.3

26

8.7

Buruh bangunan/industri

2.0

12

8.0

15

5.0

Pedagang

1.3

4.7

3.0

Guru

0.7

3.3

2.0

Wirausaha

0.0

2.7

1.3

Penjaga took

0.0

0.7

0.3

Karyawan sekolah

0.0

0.7

0.3

PNS
PRT

0
0

0.0
0.0

1
2

0.7
1.3

1
2

0.3
0.7

150

100.0

150

100.0

300

100.0

Total

32

Pengeluaran per Kapita Keluarga


Kondisi sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari rata-rata pengeluaran
per bulan. Menurut BPS (2006) besarnya pendapatan yang diterima rumah
tangga menggambarkan kesejahteraan masyarakat. Namun, data pendapatan
yang akurat sulit didapat, sehingga didekati oleh data pengeluaran rumah tangga
yang terdiri dari pengeluaran pangan dan pengeluaran non-pangan. Secara
umum, total pengeluaran keluarga kurang dari Rp 500 000.00/bulan, namun ada
beberapa keluarga yang memiliki pengeluaran di atas Rp 500 000.00/bulan
(Tabel 15). Jika dilihat dari garis kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008
yaitu sebesar Rp 146 531.00, kedua kecamatan termasuk kedalam kategori
daerah miskin. Rata-rata pengeluaran keluarga di Kecamatan Pejawaran lebih
kecil dibandingkan dengan di Kecamatan Punggelan. Secara keseluruhan ratarata pengeluaran keluarga contoh sebesar Rp 87 186.00/kap/orang/bln. Kondisi
ini mengindikasikan bahwa status sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan
Punggelan relatif lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dari lebih tingginya tingkat
pendidikan di kecamatan tersebut.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengeluaran keluarga
Pengeluaran
(Rp/kap/bln)

Pejawaran
n

Punggelan

Total
n

<50 000

86

57.3

31

20.7

117

39.0

50 000-100 000
>100 000

36
28

24.0
18.7

68
51

45.3
34.0

104
79

34.7
26.3

Total

150

100.0

150

100.0

300

100.0

Rata-rata (Rp)SD

72 27372 129

102 09984553

87 18679 865

Pengeluaran total keluarga dibagi menjadi tiga, yaitu pengeluaran


pangan, non-pangan dan pendidikan. Hampir separuh keluarga contoh
mengeluarkan untuk pangan sebesar Rp 43 053.00/kap/bln. Alokasi pengeluaran
untuk pangan lebih banyak terdapat di Kecamatan Punggelan dibandingkan
dengan di Kecamatan Pejawaran (Tabel 16). Pengeluaran pangan ini
dialokasikan untuk membeli beras, jagung, sayuran, kopi, teh, bumbu-bumbu
masak, minuman, minyak goreng dan makanan ringan.

33

Tabel 16 Alokasi pengeluaran berdasarkan total pengeluaran keluarga


Alokasi
pengeluaran

Pejawaran

Punggelan

Total

Rp/kap/bln

Rp/kap/bln

Rp/kap/bln

Pangan

32 235

44.6

53 870

52.8

43 053

49.4

Non-pangan
Pendidikan

36 705
3 332

50.8
4.6

41 097
7 132

40.3
6.9

38 901
5 232

44.6
6.0

Total

72 273

100.0

102 099

100.0

87 186

100.0

Alokasi pengeluaran non-pangan keluarga contoh digunakan untuk


minyak (untuk memasak dan penerangan), KB, rokok, tembakau, perlengkapan
mandi, arisan, dan tabungan. Secara umum pengeluaran non-pangan keluarga
contoh ini sebesar Rp 38 901.00/kap/bln. Pengeluaran non-pangan pun di
dalamnya terdapat pengeluaran untuk pendidikan dan hanya 6 persen yang
dikeluarkan untuk pendidikan dari total pengeluaran keluarga contoh.
Tabel 20 menunjukkan bahwa Kecamatan Pejawaran lebih banyak
mengalokasikan uangnya untuk non-pangan dibandingkan untuk pangan.
Keadaan berbeda ditunjukkan di Kecamatan Punggelan yang lebih banyak
mengeluarkan uangnya untuk pangan dibandingkan untuk non-pangan. Hasil ini
berbeda dengan pendapat BPS (2004) dalam Mindasa (2007) yang mengatakan
bahwa

keluarga

yang

memiliki

sosial

ekonominya

lebih

tinggi

akan

mengalokasikan uangnya untuk pengeluaran non-pangan.


Karakteristik Anak
Usia Anak
Usia anak pada penelitian ini antara 2-5 tahun. Hasil penelitian
menunjukan bahwa persentase usia anak terkecil di Kecamatan Pejawaran
terdapat pada kategori 4 - < 5 tahun (24%), sedangkan di Kecamatan Punggelan
persentase terbesar berada pada kategori 2 - < 3 tahun (36%). Rata-rata usia
anak berkisar antara 3.4 tahun (Tabel 17).
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan usia anak
Kelompok usia (tahun)

Pejawaran

Punggelan

Total

2-<3

57

38.0

54

36.0

111

37.0

3-<4
4-<5

57
36

38.0
24.0

48
48

32.0
32.0

105
84

35.0
28.0

Total
Rata-rata SD (bulan)

150
100.0
40.13 9.79

150
100.0
42.10 10.59

300
100.0
41.11 10.23

34

Jenis Kelamin
Persentase terbesar contoh merupakan anak perempuan, yaitu sebanyak
55.0 % dan sisanya adalah anak laki-laki. Gambar 3 menunjukkan lebih dari
separuh contoh baik di Kecamatan Pejawaran (52.7%) dan Kecamatan
Punggelan (57.3%) berjenis kelamin perempuan.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin.

Partisipasi Pendidikan Pra Sekolah Anak


Pendidikan anak sejak dini erat kaitannya dengan perkembangan
kecerdasan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patmodewo (2001) bahwa
perkembangan anak akan optimal jika diberikan intervensi berupa pendidikan.
Berdasarkan riwayat pendidikan prasekolah anak, hanya sedikit contoh mengikuti
pendidikan prasekolah (14.3 %) (Gambar 4). Fenomena ini menggambarkan
masih jauh tingkat partisipasi kasar PAUD di kedua kecamatan dari tingkat
partisipasi kasar PAUD nasional tahun 2008 (50.5%) (Muhammad 2008).

Gambar 4 Sebaran balita berdasarkan riwayat pendidikan prasekolah.

35

Dilihat berdasarkan lokasi penelitian, jumlah anak yang berpartisipasi di


Kecamatan Pejawaran lebih banyak (18.7%) daripada anak di Kecamatan
Punggelan (10.0%). Hal ini diduga berhubungan dengan pekerjaan ibu di
Kecamatan Pejawaran sebagai petani atau buruh tani, sehingga lebih banyak ibu
menyertakan anaknya di PAUD non-formal. Hal ini diduga karena dorongan
pekerjaan ibu sebagai petani atau buruh tani memaksa ibu untuk menyertakan
anaknya ke kelompok PAUD daripada meninggalkannya dirumah. Pada
umumnya, keberangkatan anak ke kelompok PAUD dan kepulangan anak ke
rumah dilakukan bersama teman seusianya. Hal ini terjadi karena lokasi
kelompok PAUD relatif lebih dekat dengan rumah. Secara umum, jenis
pendidikan yang diikuti oleh anak usia 2-5 tahun lebih banyak dalam bentuk
pendidikan PAUD non-formal seperti kelompok PAUD (7.3 %) dan TPQ (4.3%)
daripada PAUD formal (2.7%) seperti TK (Gambar 5).

Gambar 5 Sebaran balita berdasarkan tingkat pendidikan yang diikuti.

Jumlah anak yang mengikuti kelompok PAUD adalah 43 orang. Rata-rata


lama contoh mengikuti pendidikan adalah satu bulan (Gambar 6). Akan tetapi,
rata-rata lama pendidikan contoh mengikuti pendidikan di Kecamatan Pejawaran
relatif lebih lama (0.30.7) daripada di Kecamatan Punggelan (0.20.7).

36

Gambar 6 Sebaran balita berdasarkan lama pendidikan pra sekolah

Nilai Anak
Joshi and Clean (1997) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa
nilai anak

merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak

berdasarkan potensi yang dimiliki. Anak mempunyai nilai yang sangat penting
dalam kehidupan seseorang atau suatu keluarga bahkan bila dibandingkan
dengan nilai harta kekayaan. Nilai anak bagi orangtua dalam kehidupan seharihari dapat diketahui dari kondisi adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat
mencurahkan kasih sayang dan sumber kebahagiaan (nilai psikologis), anak
tempat mensosialisasikan nilai-nilai (nilai sosial), dan anak dijadikan tempat
menggantungkan harapan (nilai ekonomi) baik di masa sekarang maupun di
masa yang akan datang.
Nilai Psikologi
Pada nilai psikologi, lebih dari separuh ibu contoh (67.2%) mempunyai
harapan yang tinggi terhadap anaknya. Orangtua berharap dengan adanya anak
dapat mendatangkan kebahagiaan, anak perempuan lebih perhatian, anak lakilaki lebih aktif sehingga membutuhkan asupan makanan yang besar, anak lakilaki lebih berharga karena dianggap sebagai tulang punggung keluarga, anak
perempuan mudah sakit dan lebih pintar. Secara umum persepsi orangtua
terhadap nilai psikologi anak ialah anak dapat mendatangkan kebahagiaan.
Tabel 18 menunjukkan bahwa contoh di Kecamatan Pejawaran memiliki
rata-rata nilai psikologi anak relatif lebih rendah (63.4%) dibandingkan dengan di
Kecamatan Punggelan (71.0%). Lebih dari setengah ibu (66.3%) contoh tidak

37

setuju dengan pernyataan bahwa anak perempuan lebih perhatian kepada


orangtua dibandingkan anak laki-laki.
Tabel 18 Sebaran rata-rata pencapaian skor nilai psikologi
Pejawaran

Punggelan

Tidak

Setuju

Setuju
Pernyataan

setuju

Total

Tidak

Setuju

setuju

%
Tidak
Setuju

Anak datangkan bahagia

99.3

0.7

98.0

2.0

98.7

1.3

Anak perempuan perhatian *)

33.7

67.3

34.7

65.3

33.7

66.3

Anak laki-laki lebih aktif *)

54.0

46.0

73.3

26.7

63.7

36.3

Anak laki-laki lebih berharga *)

83.3

16.7

92.0

8.0

87.7

12.3

anak perempuan mudah sakit *)

60.7

39.3

64.7

35.3

62.7

37.3

Anak perempuan lebih pintar *)

50.7

49.3

63.3

36.7

57.0

43.0

Rata-rata SD

63.423.6

71.021.8

67.223.0

Nilai Sosial
Nilai sosial diukur dengan pernyataan bahwa anak dapat meningkatkan
derajat keluarga, baik laki-laki maupun perempuan diharapkan mendapatkan
prestasi yang baik di sekolah, dan anak diharapkan setelah besar dapat menjadi
tokoh sosial di masyarakat. Orangtua berharap anaknya berperilaku sesuai
dengan nilai dan aturan yang ada sehingga dapat menjadi orang terpandang dan
statusnya dalam masyarakat bisa lebih baik.
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa hampir seluruh orangtua
contoh (97.0) setuju bahwa anak dapat meningkatkan derajat keluarga, tetapi
hampir sebagian orangtua contoh (39.3%) tidak setuju dengan pendapat bahwa
derajat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Hasil ini
menggambarkan bahwa orangtua sudah mempunyai persepsi yang sama baik
anak laki-laki maupun anak perempuan dalam memandang anak-anaknya. Ratarata persentase nilai sosial di Kecamatan Pejawaran lebih kecil dibandingkan
dengan persentase nilai sosial di Kecamatan Punggelan (Tabel 19). Hal ini
diduga dikarenakan orangtua contoh di Kecamatan Punggelan lebih banyak yang
berpendidikan tinggi. Secara keseluruhan persentase nilai sosial anak di daerah
penelitian sebesar 86.9 persen.

38

Tabel 19 Sebaran rata-rata pencapaian skor


Pejawaran
%
Setuju
Pernyataan
Derajat laki-laki lebih tinggi *)
Anak dapat meningkatkan
derajat keluarga
Anak dapatkan prestasi
Anak laki-laki lebih untung *)
Anak menjadi tokoh sosial
Rata-rata SD

nilai sosial

Punggelan

%
Tidak
Setuju

%
Setuju

Total

%
Tidak
Setuju

%
Setuju

%
Tidak
Setuju

54.0

46.0

67.3

32.7

60.7

39.3

97.3

2.7

96.7

3.3

97.0

3.0

94.0
75.3
93.3

6.0
24.7
6.7

97.3
94.7
99.3

2.7
5.3
0.7

95.7
85.0
96.3

4.3
15.0
3.7

82.816.9

91.113.2

86.915.7

Nilai Ekonomi
Persepsi orangtua terhadap anak di bidang ekonomi menunjukkan bahwa
orangtua menaruh harapan baik terhadap anak laki-laki maupun anak
perempuan untuk dapat membantu ekonomi orangtua, saudara, dan dapat
menyekolahkan saudara-saudaranya, sehingga orangtua setuju bahwa semua
anak dibolehkan untuk bekerja. Hal ini diduga terjadi karena rendahnya
pendapatan yang didapatkan oleh keluarga.
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh orangtua
contoh setuju jika dimasa depan nanti anak dapat membantu keluarga besar baik
ekonomi maupun membantu menyekolahkan. Hal serupa dapat dilihat di dua
kecamatan, tidak terjadi perbedaan yang cukup besar antara Kecamatan
Pejawaran (92.3%) dan Kecamatan Punggelan (98.0) jika dilihat dari rata-rata
persentase skor nilai ekonomi anak.
Tabel 20 Sebaran rata-rata pencapaian skor nilai ekonomi
Pejawaran
Pernyataan

Anak memberikan bantuan


Anak bantu sekolah saudara
Semua anak boleh bekerja
Anak bantu ekonomi saudara
Rata-rata SD

%
Setuju
97.3
97.3
77.3
97.3
92.315.6

%
Tidak
Setuju
2.7
2.7
22.7
2.7

Punggelan
%
Setuju
98.0
97.3
97.3
99.3
98.08.5

Total

%
Tidak
Setuju
2.0
2.7
2.7
0.7

%
Setuju
97.7
97.3
87.3
98.3

%
Tidak
Setuju
2.3
2..3
12.7
1.7

95.212.8

Berdasarkan Tabel 21, rata-rata nilai anak adalah sebesar 81.2 persesn.
Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi dan harapan orangtua kepada anak
termasuk kategori tinggi. Akan tetapi, rata-rata nilai anak di Kecamatan
Punggelan relatif lebih tinggi (84.9%) dibandingkan dengan di Kecamatan
Pejawaran (77.6%).

39

Tabel 21 Rata-rata pencapaian skor nilai anak


Nilai Anak
Nilai Psikologis
Nilai Ekonomi
Nilai Sosial
Nilai Anak Total

Pejawaran
Rata-rataSD
63.423.6
92.315.6
82.816.9
77.614.7

Punggelan
Rata-rataSD
71.021.8
98.08.5
91.113.2
84.911.1

Total
Rata-rataSD
67.223.0
95.212.8
86.915.7
81.213.5

Secara keseluruhan, total rata-rata nilai anak termasuk ke dalam kategori


tinggi (49.0), kemudian diikuti kategori sedang (46.3%). Namun jika dilihat kondisi
di kedua kecamatan, Kecamatan Pejawaran termasuk ke dalam kategori sedang,
sedangkan di Kecamatan Punggelan termasuk kedalam kategori tinggi (Gambar
6). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan orangtua terutam ibu di Kecamatan
Punggelan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan orangtua di Kecamatan
Pejawaran, sehingga orangtua lebih dapat menerima informasi dengan mudah.
Disamping itu, akses informasi di Kecamatan Punggelan cenderung lebih mudah
dikarenakan dekat dengan kota kecamatan, sehingga penerimaan akses
informasi jauh lebih mudah dan cepat.

Gambar 7 Sebaran balita berdasarkan nilai anak.

Stimulasi Psikososial
Stimulasi psikososial merupakan serangkaian dari interaksi dalam
mengarahkan

anak

untuk

memiliki

kemampuan.

Stimulasi

merupakan

rangsangan yang datangnya dari luar. Dharmawan (1999) dalam Sununingsih


(2006) menyatakan bahwa stimulasi psikososial diberikan diantaranya melalui
aktivitas bermain, bernyanyi, dan menggambar.

40

Anak Usia 2-3 Tahun


Secara keseluruhan rata-rata persentase skor tanggap rasa dan kata,
penerimaan perilaku anak, pengorganisasian lingkungan anak, dan keterlibatan
ibu terhadap anak yang diberikan orangtua relatif lebih tinggi di Kecamatan
Punggelan. Hal ini dikarenakan banyak orangtua khususnya ibu yang sudah
mulai mengerti pentingnya pengasuhan. Disamping itu, tingkat pendidikan ibu
yang cukup tinggi dan banyaknya ibu tidak bekerja, sehingga cenderung akan
mencurahkan banyak waktunya untuk pengasuhan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Baqi (2005) bahwa ibu yang berpendidikan akan memberikan
kesempatan kepada anaknya untuk melakukan berbagai hal. Namun karena
keterlibatan ibu secara aktif dalam melakukan berbagai hal, ibu akan turun
tangan saat anak melakukan kesalahan dengan cara mendidik, sehingga anak
tidak bergantung pada orangtua (Mindasa 2007).
Tabel 22 Sebaran rata-rata pencapaian skor stimulasi psikososial usia 2-3 tahun
Sub skala

Pejawaran

Punggelan

Total

Tanggap rasa dan kata

59.8 22.5

59.3 27.2

59.5 24.8

Penerimaan terhadap perilaku anak

60.1 17.3

61.3 16.7

60.7 16.9

Pengorganisasian lingkungan anak

57.9 19.7

60.2 15.7

59.0 17.8

Penyediaan mainan untuk anak

13.8113.5

19.6 23.3

16.6 19.1

Keterlibatan ibu terhadap anak

57.6 19.9

65.7 22.1

61.6 21.3

Kesempatan variasi asuhan anak

40.4 20.9

32.6 22.4

36.6 21.9

% Rata-rata keseluruhan subskala

49.5 15.7

50.0 12.8

49.8 14.3

Berdasarkan rata-rata persentase skor, persentase skor terbesar dari


enam sub skala HOME adalah keterlibatan ibu terhadap anak yaitu 61.6 persen.
Sementara itu, rata-rata persentase skor terendah adalah penyediaan mainan
untuk anak yaitu 16.6 persen (Tabel 22). Hal ini berarti sebagian besar ibu sudah
mampu melaksanakan sub skala keterlibatan ibu dengan baik yaitu dengan
memberikan pengawasan secara langsung atau sambil bekerja, berbicara
kepada anak selama mengerjakan pekerjaan. Rendahnya sub skala penyediaan
mainan

menandakan

masih

kurang

dalam

merangsang

perkembangan

kematangan jiwa anak.


Kecamatan Punggelan dan Kecamatan Pejawaran tidak memiliki kualitas
stimulasi psikososial kategori tinggi. Kecamatan Pejawaran memiliki kualitas
simulasi psikososial kategori rendah namun lebih tinggi daripada kualitas
stimulasi psikososial di Kecamatan Punggelan (Gambar 8). Secara keseluruhan

41

kualitas stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun berada pada kategori rendah
yaitu sebesar 85.5 persen, kemudian diikuti oleh kategori sedang yaitu sebesar
14.5 persen. Fenomena ini menunjukkan bahwa orangtua belum secara optimal
memberikan reaksi emosi dengan tepat, dorongan yang positif kepada anak,
suasana yang nyaman kepada anak sarana tumbuh kembang dan belajar bagi
anak, berpartisipasi dalam kegiatan positif anak, keterlibatan aktif dalam kegiatan
bersama anak, dan juga lingkungan fisik yang nyaman di rumah.

Gambar 8 Sebaran balita berdasarkan stimulasi psikososial usia 2-3 tahun.

Anak Usia 3-5 Tahun


Pada kelompok usia 3-5 tahun, kualitas stimulasi psikososial diukur
dengan HOME yang terdiri dari 55 buah pertanyaan yang terbagi ke dalam
delapan sub skala meliputi: stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik,
kehangatan dan penerimaan perilaku anak, stimulasi akademik, modelling,
variasi stimulasi kepada anak, dan hukuman. Dari delapan sub skala yang ada
diperoleh sebaran contoh berdasarkan pencapaian skor sub skala HOME untuk
usia 3-5 tahun Kecamatan Punggelan cenderung lebih baik (Tabel 23).
Persentase terbesar dalam pencapaian skor dari delapan sub skala
HOME untuk usia 3-5 tahun adalah skor sub skala stimulasi bahasa sebesar 87.3
persen. Hal ini berarti bahwa sebagian besar ibu sudah mampu melaksanakan
sub skala ini dengan baik yaitu dengan mengajari anak mengenal nama-nama
binatang, belajar huruf alfabet, mengucapkan salam, terima kasih, memberi
kesempatan anak dan tanggapan ibu terhadap anak. Disamping itu, pencapaian
skor terkecil yaitu terdapat pada sub skala stimulasi belajar sebesar 23.0 persen
(Tabel 23). Hal ini menunjukkan bahwa ibu masih kurang dalam memberikan

42

stimulasi belajar kepada anaknya. Misalnya dalam memberikan alat bantu yang
dapat mendorong keinginan anak untuk belajar seperti menyediakan mainan
untuk belajar warna, bentuk, ukuran, tidak disediakannya mainan yang
menantang, anak tidak memiliki mainan bebas berekspresi (seperti spidol,
crayon, cat air); dan juga anak tidak memiliki mainan untuk belajar lewat media
audio/visual yang lebih beragam. Selain itu juga, mengindikasikan rendahnya
faktor kebiasaan membaca dalam keluarga baik dalam bentuk koran, buku,
maupun majalah.
Tabel 23 Sebaran rata-rata pencapaian skor stimulasi psikososial usia 3-5 tahun
Sub skala
Stimulasi belajar
Stimulasi bahasa
Lingkungan fisik
Kehangatan dan penerimaan
Stimulasi akademik
Modelling
Variasi stimulasi kepada anak
Hukuman
% Rata-rata keseluruhan subskala

Pejawaran
16.7 18.3
81.1 18.3
49.5 18.8
67.1 27.8
61.3 34.7
55.7 20.8
45.8 13.8
87.4 19.7
52.9 11.1

Punggelan
29.2 25.7
93.3 10.1
65.5 22.6
68.0 32.3
76.3 23.1
59.4 20.4
51.5 19.1
86.2 19.2
61.7 13.5

Total
23.0 23.2
87.3 15.9
57.6 22.2
67.6 30.1
68.9 30.3
57.6 20.6
48.7 16.9
86.8 19.4
57.4 13.1

Berdasarkan total skor HOME, sebanyak 57.1 persen contoh termasuk


kategori rendah dan 38.6 persen termasuk kategori sedang (Gambar 9). Kualitas
stimulasi psikososial rendah pada Kecamatan Pejawaran (73.1%) lebih besar
daripada Kecamatan Punggelan (41.7%). Hal ini berhubungan dengan faktor
pendidikan orangtua. Pendidikan orangtua khususnya ibu di Kecamatan
Punggelan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan ibu di Kecamatan
Pejawaran (Tabel 12).
Orangtua dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memberikan
stimulasi yang baik pada anaknya dibandingkan dengan orangtua yang tingkat
pendidikannya rendah (Hartoyo & Hastuti 2004). Disamping itu, pendapatan
yanng tinggi yang diproyeksikan melalui pengeluaran perkapita keluarga dapat
mengurangi tekanan ekonomi keluarga, sehingga ibu tidak perlu bekerja dan
menyediakan banyak waktu untuk memberikan stimulasi psikososial anak
dengan baik.
Terdapat perbedaan hasil antara kualitas stimulasi psikososial anak usia
2-3 tahun dengan hasil kualitas stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun.
Kualitas stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun lebih baik daripada kualitas
stimulasi psikososial anak 2-3 tahun.

43

Gambar 9 Sebaran balita berdasarkan stimulasi psikososial usia 3-5 tahun.

Perkembangan Kognitif
Anak Usia 2-3 Tahun
Anak pada usia 2-3 tahun, merupakan tahap peralihan dari tahap
sensorimotor ke tahap pra-operasional konkrit. Menurut teori Piaget, anak pada
usia ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam hal kemampuan dan
kesiapan, sebagian anak berkembang cepat dan sebagian lainnya berkembang
secara perlahan. Disamping itu, pada masa ini anak meniru apa yang dilakukan
oleh orang dewasa di lingkungannya dan bersifat egosentris. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, Yusuf (2002) menyatakan bahwa anak pada masa ini mulai
menemukkan bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain.
Keadaan ini membuat ketegangan dalam diri anak, sehingga tak jarang respon
dari anak dengan mulai sikap membandel atau keras kepala.
Tingkat perkembangan kognitif anak pada usia 2-3 tahun dapat dilihat dari
rata-rata persentase kemampuan anak yang terdiri dari sepuluh pernyataan dan
perintah, sehingga dapat diketahui tingkat perkembangan kognitif seperti pada
Tabel 24. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak mampu mengerti dan
melaksanakan satu perintah dengan baik yaitu 58.9 persen di Kecamatan
Pejawaran dan 83.3 persen di Kecamatan Punggelan. Rata-rata persentase
kemampuan kognitif contoh terendah di Kecamatan Pejawaran adalah menirukan
tiga suara binatang (12.5%) kemudian diikuti dengan mengelompokkan benda
yang sama (16.1%) dan di Kecamatan Punggelan adalah mengelompokkan
warna (24.1%) yang diikuti dengan mengelompokkan benda yang sama (26.0%).
Sementara untuk tingkat perkembangan kognitif lainnya, hampir sebagian besar
anak mampu melaksanakannya.

44

Dilihat dari Tabel 24 anak di Kecamatan Pejawaran masih banyak yang


tidak mampu mengelompokkan benda yang sama, mengelompokkan warna, dan
menirukan

tiga

suara

binatang,

sehingga

rata-rata

persentase

ketidakmampuannya paling tinggi dibandingkan dengan tingkat perkembangan


kognitif lainnya. Anak di Kecamatan Punggelan yang memiliki ketidakmampuan
tertinggi adalah pada kemampuan mengelompokkan warna, mengelompokkan
benda yang sama, dan menyebutkan nama benda. Tingginya rata-rata
persentase ketidakmampuan anak dalam perkembangan kognitif disebabkan
karena rendahnya kualitas stimulasi psikososial anak pada usia 2-3 tahun
(Gambar 9).
Tabel 24 Sebaran rata-rata persentase pencapaian skor tingkat perkembangan kognitif
anak usia 2-3 tahun
pernyataan
menirukan suara binatang
menyatakan kalimat pendek
melaksanakan perintah
melipat kertas sembarangan
menyebutkan nama benda
mengelompokkan benda
menyebutkan nama sendiri
membedakan besar-kecil
menirukan garis lurus
pengelompokan warna
Rata-rata SD

Pejawaran
%
%
%
kurang
tidak
mampu mampu
mampu
12.5
41.1
46.4
55.3
16.1
28.6
58.9
23.2
17.9
44.7
23.2
32.1
21.4
37.5
41.1
16.1
19.6
64.3
42.9
19.6
37.5
42.9
46.4
10.7
39.3
23.2
37.5
17.9
25.0
57.1
48.124.2

%
mampu
35.2
63.0
83.3
44.4
33.3
26.0
59.3
44.4
38.9
24.1

Punggelan
%
kurang
mampu
42.6
14.8
9.3
37.0
35.2
33.3
12.9
35.2
40.7
14.8
59.022.5

%
tidak
mampu
22.2
22.2
7.4
18.6
31.5
40.7
27.8
20.4
20.4
61.1

Lebih dari separuh anak (62.5%) di Kecamatan Pejawaran memiliki


tingkat perkembangan kognitif pada kategori rendah, sedangkan di Kecamatan
Punggelan hampir separuh anak (46.3%) memiliki tingkat perkembangan kognitif
pada kategori sedang (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
perkembangan kognitif anak 2-3 tahun di Kecamatan Punggelan lebih tinggi
daripada anak di Kecamatan Pejawaran. Hal ini berkaitan dengan pemberian
stimulasi ibu terhadap anaknya. Keterlibatan ibu akan mendukung optimalisasi
peran ibu dalam mendidik anak, sehingga anak akan merasa nyaman dan aman
dengan

lingkungan

perkembangan anak.

sekitar

yang

berdampak

pada

pertumbuhan

dan

45

Gambar 10 Sebaran anak usia 2-3 tahun berdasarkan kategori perkembangan


kognitif.

Anak Usia 3-4 Tahun


Tingkat perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun menurut Piaget
berada pada periode pra-operasional konkrit (2-6 tahun), yaitu tahapan dimana
anak belum mampu menguasai operasional mental secara logis. Pada usia 4
tahun anak mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Melalui
pengalaman berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami tentang
kegiatan atau perilaku mana yang baik, boleh, buruk. Berdasarkan pemahaman
itu, maka masa ini timbul kesadaran sosial anak, meliputi sikap simpati, murah
hati (Yusuf 2002).
Pengukuran perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun menggunakan
sepuluh pertanyaan. Sebagian besar contoh di Kecamatan Pejawaran tidak
mampu melaksanakan sepuluh perintah perkembangan kognitif, dan diperoleh
ketidakmampuan tertinggi pada perintah menyusun puzzle sederhana (Tabel 25).
Hal yang sama terjadi di Kecamatan Punggelan, ketidakmampuan anak pada
menyusun puzzle sederhana sebesar 51.1 persen. Hal ini dikarenakan anak baik
di

Kecamatan

Pejawaran

maupun

di

Kecamatan

Punggelan

belum

dikenalkannya puzzle. Disamping itu tingkat ekonomi keluarga masih rendah,


sehingga orangtua cenderung untuk tidak mengalokasikan uangnya untuk
membeli mainan khususnya puzzle. Ketidakmampuan anak dalam menyusun
puzzle di Kecamatan Pejawaran kemudian diikuti oleh ketidakmampuan anak
dalam menghubungkan titik-titik (62.3%) dan mengelompokkan bentuk (62.3%).
Ketidakmampuan anak di Kecamatan Punggelan diikuti oleh ketidakmampuan
anak dalam mengelompokkan bentuk (40.4%).

46

Berdasarkan Tabel 25 kemampuan anak di Kecamatan Pejawaran


tertinggi pada menyusun balok berdasarkan ukuran dan menunjukkan benda
berdasarkan ukuran. Sementara itu, sebagian besar contoh di Kecamatan
Punggelan mampu melaksanakan 2-4 perintah dengan baik (Tabel 28).
Persentase tertinggi di Kecamatan Punggelan terlihat pada kemampuan anak
menirukan gambar (73.6%), yang kemudian diikuti oleh mengelompokkan benda
(57.4%) dan menunjukkan benda berdasarkan ukuran (57.4).
Tabel 25 Sebaran rata-rata persentase pencapaian skor tingkat perkembangan kognitif
anak usia 3-4 tahun
Pernyataan
menirukan gambar
mengelompokkan benda
mengelompokkan bentuk
menunjukkan benda
menghubungkan titik-titik
menyusun puzzle sederhana
menyebutkan angka
menyusun balok
kelompokkan benda
mengenal dan menunjukkan
Rata-rata SD

%
mampu
24.5
34.0
7.5
41.5
9.4
5.6
13.2
43.4
22.6
18.8

Pejawaran
%
kurang
mampu
32.1
39.6
30.2
32.1
28.3
18.9
30.2
52.8
28.3
34.0
37.719.7

%
tidak
mampu
43.4
26.4
62.3
26.4
62.3
75.5
56.6
3.8
49.1
47.2

Punggelan
%
%
kurang
mampu mampu
73.6
17.0
57.4
29.8
6.4
53.2
57.4
34.0
29.8
48.9
10.6
38.3
27.7
38.3
51.1
40.4
42.6
31.9
17.0
48.9
56.419.4

%
tidak
mampu
6.4
12.8
40.4
8.6
21.3
51.1
34.0
8.5
25.5
34.1

Gambar 11 menunjukkan bahwa secara keseluruhan (69.3%) contoh usia


3-4 tahun, memiliki tingkat perkembangan kognitif pada kategori rendah. Tingkat
perkembangan kognitif di Kecamatan Pejawaran dalam kategori rendah (83.3%)
lebih banyak dibandingkan dengan perkembangan kognitif anak di Kecamatan
Punggelan (53.2%). Hal ini diduga disebabkan oleh kualitas stimulasi psikososial
di

Kecamatan

Pejawaran

lebih

rendah

dibandingkan

kualitas

stimulasi

psikososial di Kecamatan Punggelan.

Gambar 11 Sebaran anak usia 3-4 tahun


berdasarkan kategori perkembangan
kognitif.

47

Anak Usia 4-5 Tahun


Sama halnya dengan tingkat perkembangan kognitif anak usia 2-3 tahun
dan 3-4 tahun, terdapat 10 pertanyaan/perintah untuk mengukur kognitif anak
usia 4-5 tahun. Lebih dari separuh contoh di dua kecamatan mampu mengetahui
dan menyebut namanya sendiri. Akan tetapi, pada pertanyaan/perintah
menyusun puzzle dan menggambar ayam anak tidak mampu melaksanakannya
dengan baik di Kecamatan Pejawaran maupun di Kecamatan Punggelan.
Pejawaran persentase ketidakmampuan anak tertinggi di Kecamatan ditujukan
pada pertanyaan/perintah menyusun puzzle yang kemudian diikuti oleh
ketidakmampuan menggambar ayam. Sebagian besar anak di Kecamatan
Pejawaran mampu melaksanakan mengelompokkan warna, dan menyebut
namanya sendiri.
Tabel 26 Sebaran rata-rata persentase pencapaian skor tingkat perkembangan kognitif
anak usia 4-5 tahun
Pernyataan
menyebutkan 7-9 warna
mengelompokkan warna
mengelompokkan benda
menyusun puzzle
membuat gambar ayam
menggambar orang
mewarnai gambar
menghubungkan titik-titik
mengetahui & menyebut nama
menyebut bentuk geometri
Rata-rata SD

%
mampu
28.2
51.3
46.2
7.7
15.4
20.5
28.2
35.9
61.6
7.6

Pejawaran
%
kurang
mampu
43.6
30.8
43.6
25.6
23.1
23.1
25.6
35.9
17.9
46.2
44.927.6

%
tidak
mampu
28.2
17.9
10.2
66.7
61.5
56.4
46.2
28.2
20.5
46.2

%
mampu
44.9
65.3
73.5
10.2
22.5
38.8
42.8
59.2
69.4
20.4

Punggelan
%
kurang
mampu
28.6
24.5
20.4
22.5
10.2
26.5
42.9
24.5
18.4
32.7
57.223.8

%
tidak
mampu
26.5
10.2
6.1
67.3
67.3
34.7
14.3
16.3
12.2
46.9

Secara keseluruhan, lebih dari separuh (60.7%) anak usia 4-5 tahun,
memiliki tingkat perkembangan kognitif dengan kategori rendah (Gambar 12).
Anak di Kecamatan Pejawaran yang memiliki tingkat perkembangan kognitifnya
rendah (67.5%) lebih banyak dibandingkan anak di Kecamatan Punggelan
(55.1%). Pada masa anak usia ini, anak mulai mengetahui aturan-aturan baik di
lingkungan keluarga maupun di lingkungan bermain. Pada tahap ini juga, anak
dapat bermain bersama-sama dengan anak lain atau teman sebaya (Yusuf
2002).

48

Gambar 12 Sebaran anak usia 4-5 tahun berdasarkan kategori perkembangan


kognitif.

Berdasarkan Gambar 13, persentase terbesar tingkat perkembangan


kognitif anak usia 2-5 tahun di Kecamatan Pejawaran 70.9 persen pada kategori
rendah dan 51.3 persen di Kecamatan Punggelan pada kategori sedang. Secara
keseluruhan tingkat perkembangan anak usia 2-5 tahun termasuk ke dalam
kategori rendah (61.1%).

Gambar 13 Sebaran balita berdasarkan kategori perkembangan kognitif anak usia 2-5
tahun.

Tingkat perkembangan kognitif tidak lepas dari faktor genetis dalam


menentukkan kecerdasan anak. Di samping itu, faktor sosial juga mempunyai
peran dalam mengembangkan dan menumbuhkan kecerdasan anak. Menurut
Baqi (2005), lingkungan dan suasana keluarga yang nyaman itu penting
menjadikan anak tumbuh dengan baik (Mindasa 2007).

49

Hubungan Nilai Anak dengan Stimulasi Psikososial


Secara keseluruhan, hubungan nilai anak dengan stimulasi psikososial di
lokasi penelitian menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi nilai anak
semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan. Uji statistik menunjukkan
terdapat hubungan yang nyata, dalam hal stimulasi psikososial anak dengan nilai
anak (p<0.05). Sementara itu berdasarkan sebarannya, persentase tertinggi
stimulasi psikososial tinggi dan nilai anak termasuk ke dalam kategori tinggi
(52.6%). Hal ini terjadi karena semakin tinggi nilai anak, semakin tinggi harapan
dan persepsi orang tua. Kemudian, ini akan mendorong orang tua untuk
memberikan stimulasi psikososial dengan baik dan maksimal. Hasil ini berbeda
dengan penelitiannya Kartino (2005) yang melaporkan bahwa tidak terdapat
hubungan nilai anak baik nilai psikologi, nilai sosial dan nilai ekonomi dengan
stimulasi psikososial yang diberikan orangtua. Perbedaan ini diduga karena
perbedaan intstrumen yang digunakan oleh peneliti.
Tabel 27 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor stimulasi psikososial
berdasarkan nilai anak
Nilai
anak
Rendah
Sedang
Tinggi
r (sig)

Sebaran contoh
Rendah
Sedang
n
%
n
%
7
6.7
3
3.7
54 51.4 35
43.2
44 41.9 43
53.1

Rata-rata persentase skor


Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
4
3.5
42.47.1 64.61.3
0
50
43.9
46.58.7 66.45.7
85.5
60
52.6
47.67.9 67.56.1
86.84.8
0.229**(0.000)

Hubungan Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif


Hubungan perkembangan kognitif dengan stimulasi psikososial anak
menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi stimulasi psikososial yang
diberikan semakin tinggi pula perkembangan kognitif anak. Hasil ini diperkuat
dengan uji statistik, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata, dalam
hal stimulasi psikososial anak dengan perkembangan kognitif (p<0.05).
Sementara berdasarkan sebarannya, persentase perkembangan kognitif tertinggi
terletak pada stimulasi psikososial dengan kategori sedang (45.2%). Hal ini
sejalan dengan penelitian Mindasa (2007) yang melaporkan pada penelitiannya
di Kota Bogor bahwa stimulasi psikososial berpengaruh terhadap tingkat
perkembangan kognitif anak usia 2.5-5 tahun. Ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Hastuti (2006) di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Depok yang
melaporkan bahwa stimulasi psikososial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kecerdasan majemuk anak.

50

Tabel 28 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif
balita berdasarkan stimulasi psikososial
Stimulasi
Psikososial
Rendah
Sedang
Tinggi
r (sig)

Sebaran contoh
Rata-rata persentase skor
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n
%
70 38.0 31
36.5 4 12.9
34.715.5 67.96.7 91.96.5
46 25.0 21
24.7 14 45.2
40.513.4 69.77.6 91.15.0
68 37.0 33
38.8 13 41.9
0 76.75.8 89.04.2
0.391**(0.000)

Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Kognitif


Besar Keluarga
Jumlah anak dalam keluarga berpengaruh dalam memberikan curahan
perhatian kepada anak. Monks dkk (2002) berpendapat sama bahwa besar
keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Bayi dari keluarga besar
yang jarak semua usia anaknya sangat kecil mengalami sedikit hubungan
langsung dengan ibu, karena ibu terlampau sibuk. Hal ini akan berdampak pada
kurangnya interaksi dengan anak, sehingga stimulasi yang diberikan tidak
maksimal.
Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan antara besar
keluarga dengan perkembangan kognitif anak. Uji korelasi menunjukkan bahwa
tidak adanya hubungan yang nyata dan signifikan antara besar keluarga dengan
perkembangan kognitif anak. Berdasarkan sebaran contoh, persentase terbesar
perkembangan kognitif termasuk ke dalam kategori sedang dengan besar
keluarga 4 orang. Menurut Harisudin (1997) menyatakan bahwa jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi kualitas pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.
Secara tidak langsung, kualitas pemenuhan kebutuhan anggota keluarga yang
diberikan akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Tabel 29 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif
balita berdasarkan besar keluarga
Besar
keluarga
(orang)
4
5-7
8
r (sig)

Sebaran contoh
Rata-rata persentase skor
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n
%
110 59.8 52
61.2 16
51.6
36.7 15.0 69.97.2 91.95.1
69 37.5 28
32.9 13
41.9
34.215.7 67.17.0 90.45.6
5
2.7
5
5.9
2
6.5
45.010.6 68.07.6 87.53.5
0.042(0.470)

Lama Pendidikan Ibu


Menurut Alsa dan Bachroni (1994) dalam Sununingsih (2006), tingkat
pendidikan orangtua mempunyai korelasi yang positif dengan cara mendidik

51

anak termasuk dalam memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang anak.


Pendidikan tidak berhubungan langsung dengan perkembangan anak, tetapi
dengan stimulasi psikososial. Tingginya pendidikan bukan merupakan jaminan
mutlak dalam orangtua memberikan stimulasi psikososial dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan kenaikan
tingkat perkembangan kognitif, semakin lama pendidikan ibu semakin meningkat
tingkat perkembangan kognitif anak. Uji korelasi menunjukkan bahwa ada
hubungan yang nyata dan signifikan antara lama pendidikan ibu dengan tingkat
perkembangan

kognitif

anak.

Sementara

itu

berdasarkan

sebarannya,

persentase perkembangan kognitif terbesar termasuk ke dalam kategori rendah


dengan lama pendidikan ibu berkisar antara 6-9 tahun. Hal ini dikarenakan
sebagian besar ibu (62.7%) berpendidikan SD (Tabel 12). Oleh karena
rendahnya pendidikan ibu akan mempengaruhi rangsangan-rangsangan kognitif
anak sehingga perkembangan kognitifnya termasuk ke dalam kategori rendah.
Tabel 30 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif
balita berdasarkan lama pendidikan ibu
Lama
Pendidikan
Ibu
Rendah (0-6)
Sedang (6-9)
Tinggi (>9)
r (sig)

Sebaran contoh
Rendah
Sedang
n
%
n
%
25 13.6
7
8.2
124 67.4 49
57.7
35 19.0 29
34.1

Rata-rata persentase skor


Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
n
%
3
9.7
34.815.3
68.87.0 91.14.9
12
38.7
40.714.2
68.97.5 91.15.9
16
51.6
0 70.010.0 90.05.0
0.290***(0.000)

Usia Ibu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan
bahwa semakin besar usia ibu, rata-rata perkembangan kognitif anak semakin
naik. Uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara usia
ibu

dengan

perkembangan

kognitif

balita.

Sementara

itu

berdasarkan

sebarannya, persentase perkembangan kognitif tertinggi termasuk ke dalam


kategori sedang dengan usia ibu antara 21-40 tahun. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Mindasa (2006) yang menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan
yang nyata antara usia ibu dengan perkembangan kognitif contoh.

52

Tabel 31 Sebaran dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita
berdasarkan usia ibu
Sebaran contoh

Usia Ibu

Rendah
n
%
8
4.4
153 84.1
21 11.5

(tahun)
< 20
21 40
41 60
r (sig)

Sedang
n
%
2
2.4
78
91.8
5
5.8

Rata-rata persentase skor


Tinggi
Rendah
n
%
2
6.5 40.010.4
26
83.9 35.915.4
3
9.6 35.215.9
-0.018(0.759)

Sedang

Tinggi

72.510.6
69.07.0
65.08.7

92.53.5
90.45.3
95.05.0

Usia Anak
Hasil

menunjukkan

bahwa

tidak

terdapat

kecenderungan

yang

menunjukkan semakin tinggi usia anak, perkembangan kognitif akan mengalami


kenaikan. Uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara
usia anak dengan perkembangan kognitif. Sementara itu jika dilihat dari
sebarannya, persentase perkembangan kognitif anak tertinggi tergolong ke
dalam kategori rendah dengan rentang usia 2 - <3 tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa anak yang lebih muda memiliki perkembangan kognitifnya rendah.
Fenomena ini diduga karena rendahnya tingkat pengetahuan ibu, rendahnya
stimulasi

yang

diberikan

keluarga

khususnya

ibu

dalam

merangsang

perkembangan kognitif anak. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Mindasa
(2007) bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara usia contoh ASI eksklusif
dan ASI non eksklusif dengan perkembangan kognitif. Bloom (1964) dalam
Siskandar (2003), perkembangan kognitif yaitu perkembangan intellegensi,
kepribadiaan dan tingkah laku sosial berkembang pesat ketika anak berusia dini.
Tabel 32 Sebaran dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita
berdasarkan usia anak
Usia Anak
(tahun)
2-<3
3-<4
4-<5
r (sig)

Sebaran contoh
Rendah
n
%
90
85.7
8
7.6
7
6.7

Sedang
n
%
18 22.2
38 46.9
25 30.9

Rata-rata persentase skor


Tinggi
Rendah
n
%
2
1.8
35.614.9
60 52.6
34.216.1
52 45.6
41.413.5
0.094(0.104)

Sedang
68.26.4
70.37.8
67.57.8

Tinggi
91.46.0
91.33.5
90.05.6

Jenis Kelamin
Tabel 33 menunjukkan bahwa perempuan memiliki rata-rata persentase
total skor tingkat perkembangan kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan lakilaki. Namun hasil uji menunjukkan tidak terdapat kecenderungan jenis kelamin
berhubungan dengan kenaikan perkembangan kognitif anak. Uji hubungan
menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan
tingkat perkembangan kognitif, hal ini sejalan dengan penelitian Mindasa (2007).

53

Sementara itu jika dilihat dari sebarannya, persentase tertinggi perkembangan


kognitif anak berada dalam kategori tinggi dengan jenis kelamin contoh
perempuan. Hal ini diduga karena sebagian besar (57.0%) persepsi orangtua
terhadap anak perempuan lebih pintar daripada anak laki-laki (Tabel 18)
sehingga anak perempuan lebih diberikan rangsangan dalam perkembangan
kognitifnya. Disamping itu, adanya kedekatan antara anak perempuan dengan
ibu sehingga interaksi anak dengan ibu lebih banyak.
Tabel 33 Rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan jenis
kelamin
Sebaran contoh

Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Chi square

Rendah
n
%
81 44.0
103 56.0

Rata-rata persentase skor

Sedang
Tinggi
Rendah
n
%
n
%
41
48.2 13
42.0
35.315.0
44
51.8 18
58.0
36.515.4
.760

Sedang
68.36.9
69.47.5

Tinggi
90.05.0
91.75.4

Partisipasi Pendidikan Pra Sekolah Anak


Berdasarkan Tabel 34 menunjukkan bahwa tingkat perkembangan
kognitif termasuk ke dalam kategori tinggi pada anak yang mengikuti pendidikan
prasekolah. Hasil menunjukkan bahwa riwayat pendidikan prasekolah anak
mempunyai kecendurungan pada kenaikan pekembangan kognitif anak. Uji
korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara riwayat pendidikan
dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Sementara itu jika dilihat dari
sebarannya, persentase tertinggi perkembangan kognitif anak yang mengikuti
pendidikan pra sekolah termasuk ke dalam kategori tinggi (45.2%). Hasil ini
menunjukkan bahwa adanya pengaruh sekolah dalam perkembangan kognitif
anak. Anak yang mengikuti pendidikan pra sekolah umumnya sudah dikenalkan
dengan alat permainan edukatif (APE) yang dapat merangsang perkembangan
kognitifnya.
Tabel 34 Rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan
riwayat pendidikan prasekolah
Pendidikan Anak
Mengikuti
pendidikan
Tidak mengikuti
pendidikan
Chi square

Sebaran contoh
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n

Rata-rata persentase skor


%

Rendah

Sedang

Tinggi

18

9.8

11

12.9

14

45.2

39.717.8

69.19.4

91.45.3

166

90.2

74

87.1

17

54.8

35.614.9

68.96.9

90.65.3

.152

54

Stimulasi Psikososial Anak Usia 2-5 Tahun


Terdapat hubungan yang nyata antara perkembangan kognitif dengan
stimulasi psikososial anak (Tabel 35). Hal ini ditunjang oleh hasil korelasi sub
skala HOME yang menunjukkan hubungan yang nyata dan signifikan yaitu
tanggap rasa dan kata, penyediaan mainan untuk anak, keterlibatan ibu terhadap
anak, stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, stimulasi akademik,
modeling, variasi stimulasi kepada anak, dan hukuman. Uji korelasi menunjukkan
adanya hubungan yang nyata positif antara kualitas stimulasi psikososial pada
anak 2-5 tahun terhadap perkembangan kognitif.
Tabel 35 Hasil uji korelasi peubah sub skala stimulasi psikososial dengan tingkat
perkembangan kognitif 2-5 tahun
Variabel sub skala

p-value

Tanggap rasa dan kata


Penyediaan mainan untuk anak
Keterlibatan ibu terhadap anak
Stimulasi belajar
Stimulasi bahasa
Lingkungan fisik
Stimulasi akademik
Modeling
Variasi stimulasi kepada anak
Hukuman

Nilai r

.045
.001
.025
.000
.000
.000
.000
.019
.000
.046

.192 *
.301**
.213 *
.441**
.370**
.344**
.368**
.170 *
.407**
.146 *

*. Signifikan pada 0.05


**. Signifikan pada 0.01

Tanggap rasa dan kata berhubungan dengan perkembangan kognitif


anak, sesuai dengan teori Erikson bahwa anak usia 2-5 tahun merupakan masa
mencari pengalaman dan meningkatkan tujuan. Jika anak tidak diberikan
kebebasan pada usia ini akan mengakibatkan anak merasa tidak percaya diri
dan ragu-ragu dalam bertindak. Pujian dan kasih sayang yang ditunjukan oleh
orangtua khususnya ibu akan menambah kepercayaan diri anak dan anak
merasa tenang berada di dekat ibu.
Penyediaan mainan untuk anak berhubungan dengan perkembangan
kognitif anak sesuai dengan pendapat Erikson yang mengatakan bahwa anak
usia 2-5 tahun merupakan masa-masa bermain. Pada masa ini perlu diciptakan
lingkungan yang optimal untuk perkembangan anak yang berkaitan dengan
kreativitas-kreativitas

dalam

memberikan

rangsangan

dan

respon

yang

menyenangkan bagi anak dalam bentuk permainan.


Keterlibatan ibu terhadap anak menunjukkan hubungan yang positif
dengan perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun. Hal ini berarti semakin ibu

55

terlibat dalam aktivitas anak maka perkembangan kognitif anak akan semakin
baik. Demikian juga pada stimulasi bahasa, stimulasi belajar, stimulasi akademik
semakin baik stimulasi bahasa, stimulasi belajar dan stimulasi akademik yang
diberikan pada anak maka perkembangan kognitif anak juga semakin baik.
Hasil uji menunjukkan bahwa lingkungan fisik mempunyai hubungan
dengan perkembangan kognitif anak. Hal ini berarti bahwa kondisi fisik rumah
yang terang, bersih, aman, dan tidak sempit akan meningkatkan kenyamanan
anak berada dalam rumah sehingga anak akan belajar dengan tenang. Variasi
stimulasi kepada anak mempunyai hubungan yang positif dengan perkembangan
kognitif anak. Fenomena ini menunjukan bahwa dengan adanya variasi dalam
pemberian stimulasi yang merangsang perkembangan kognitif anak akan
meningkatkan rasa keingintahuan anak. Pemberian hukuman pada anak
berhubungan dengan perkembangan kognitif anak. Hal ini dikarenakan hukuman
yang diberikan orangtua membuat anak menjadi takut dan merasa terpaksa
untuk belajar. Karena ketakutan tersebut akan meningkatkan perkembangan
kognitif anak.
Nilai Anak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan kenaikan
nilai anak terhadap kenaikan perkembangan kognitif . Hal ini ditunjang oleh hasil
korelasi antara nilai anak dan tingkat perkembangan kognitif yang menunjukkan
adanya hubungan yang nyata positif antara nilai anak dengan perkembangan
kognitif. Sementara jika dilihat berdasarkan sebarannya, persentase tertinggi
perkembangan kognitif anak berada pada kategori tinggi dengan nilai anak
termasuk kategori tinggi. Hasil ini dikarenakan orangtua yang memiliki persepsi
dan harapan yang tinggi akan mempengaruhi dalam pemberian stimulasi.
Hubungan nilai anak dengan perkembangan kognitif ini tidak secara langsung
berhubungan tetapi ada stimulasi psikososial yang akan berhubungan secara
langsung terhadap perkembangan kognitif anak.
Tabel 36 Rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif berdasarkan nilai anak
Nilai
anak
Rendah
Sedang
Tinggi
r (sig)

Sebaran contoh
Rendah
Sedang
n
%
n
%
10
5.4
4
4.7
89 48.4 36
42.4
85 46.2 45
52.9

Rata-rata persentase skor


Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
0
0.0
31.118.7 70.04.1
0
14
45.2
33.215.2 68.27.6
92.54.7
17
54.8
39.214.4 69.37.1
89.75.4
0.149**(0.010)

56

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif


Dalam perkembangan seorang anak, maka proses kognitif yang terjadi
dalam diri anak akan berubah sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan
anak secara bertahap. Perkembangan kognitif secara bertahap mulai dari
prenatal meskipun kecepatan perkembangan tiap orang berbeda-beda. Menurut
Corsini (1987), perbedaan dalam tingkat perkembangan kognitif seseorang
ditentukan oleh unsur biologis (seperti unsur genetik dan proses kematangan),
pengalaman dengan lingkungan melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar
insidental secara umum (Patmodewo 2001).
Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
contoh digunakan uji regresi linear. Variabel terikat adalah tingkat perkembangan
kognitif, sedangkan variabel bebas adalah karakteristik keluarga (usia ibu, lama
pendidikan ibu, besar keluarga, pengeluaran perkapita), karakteristik anak (jenis
kelamin, usia anak), lama pendidikan prasekolah anak, dan stimulasi psikososial.
Berdasarkan hasil uji regresi linear secara keseluruhan (Tabel 37), terlihat
bahwa faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat perkembangan
kognitif contoh adalah lama pendidikan ibu, lama pendidikan pra sekolah anak,
stimulasi psikososial dan pengeluaran perkapita perbulan (p<0.001). Disamping
itu, hasil menunjukkan bahwa usia anak berpengaruh nyata dan negatif terhadap
perkembangan kognitif.
Tabel 37 Uji regresi linear variabel yang mempengaruhi tingkat perkembangan
kognitif

Model
1

(Constant)
usia ibu
besar keluarga
pendidikan ibu
pengeluaran (Rp/kap/bul)
jenis kelamin
usia anak
partisipasi pendidikan
prasekolah
stimulasi psikososial

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
17.206
9.983
.162
.190
.363
.921
1.244
.567
4.13E-005
.000
-.823
2.479
-.301
.133

.047
.022
.131
.140
-.017
-.131

t
1.724
.853
.394
2.194
2.384
-.332
-2.265

Sig.
.086
.394
.694
.029
.018
.740
.024

5.382

1.880

.161

2.863

.005

.512

.118

.286

4.343

.000

1.Dependent Variable: perkembangan kognitif


Adjusted R2=0.196

Standardized
Coefficients
Beta

57

Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa sebesar 19.6 persen faktor
yang berpengaruh terhadap tingkat perkembangan kognitif contoh dapat
dijelaskan dari hasil regresi, sedangkan sisanya (80.4%) diterangkan oleh
peubah lain (misalnya peer group, status gizi, IQ, akses terhadap media) yang
tidak diteliti pada penelitian ini.
Y = 17.206+1.244X1+5.382X2+0.512X3-0.301X4+4.13E-005X5
Keterangan :
Y = perkembangan kognitif 2-5 tahun
X1 = pendidikan ibu
X2 = partisipasi pendidikan prasekolah
anak X3 = stimulasi psikososial
X4 = usia anak
X5= pengeluaran

Lama pendidikan pra sekolah anak berpengaruh positif dan signifikan


terhadap perkembangan kognitif anak. Kenaikan satu bulan lamanya pendidikan
pra sekolah anak akan meningkatkan 5.4 persen perkembangan kognitif anak.
Hal ini diduga karena di lingkungan sekolah anak dikenalkan dengan alat
permainan edukatif dan pembelajaran yang dapat merangsang perkembangan
kognitifnya. Lama pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perkembangan
kognitif anak. Kenaikan satu tahun lama pendidikan ibu akan meningkatkan 1.2
persen perkembangan kognitif anak. Hasil ini diduga karena pendidikan ibu akan
berpengaruh terhadap pengetahuan ibu. Pengetahuan ibu berhubungan erat
dengan bagaimana ibu memberikan stimulasi psikososial kepada anak dalam
merangsang perkembangan kognitif anak.
Pemberian stimulasi psikososial orangtua khususnya ibu sebagai
pengasuh

utama

berpengaruh

positif

terhadap

perkembangan

kognitif.

Lingkungan keluarga yang harmonis merupakan tempat yang paling dibutuhkan


anak dalam memperoleh stimulasi psikososial yang baik. Kenaikan satu satuan
stimulasi psikososial akan meningkatkan 0.5 persen perkembangan kognitif
anak. Dengan memberikan lingkungan yang nyaman bagi anak, perkembangan
dan

pertumbuhan

anak

akan

berjalan

optimal

termasuk

di

dalamnya

perkembangan kognitif anak. Hal tersebut yang menyebabkan stimulasi


psikososial dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Kondisi sosial ekonomi keluarga yang dilihat melalui pendekatan
pengeluaran perkapita perbulan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif
anak. Kenaikan pengeluaran akan meningkatkan perkembangan kognitif anak.
Hal ini diduga bahwa uang yang dikeluarkan bukan untuk pengeluaran pangan,

58

tetapi untuk pengeluaran non-pangan yang didalamnya terdapat pengeluaran


untuk pendidikan. Sementara itu, usia anak berpengaruh negatif terhadap
perkembangan kognitif anak. Kenaikan usia anak satu bulan akan menurunkan
0.3 persen perkembangan kognitif. Hal ini berarti perkembangan kognitif akan
menurun dengan bertambahnya usia. Fenomena ini diduga karena usia 2-5
tahun merupakan masa-masa penting dalam memberikan pendidikan usia dini
untuk perkembangan kognitifnya. Pendidikan pra sekolah yang diikuti umumnya
untuk anak usia 4 tahun, sehingga anak kurang mengenal dengan pembelajaran
di sekolah. Hal tersebut yang menyebabkan usia anak berpengaruh negatif
terhadap perkembangan kognitif anak.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Keluarga di daerah rawan pangan yang diteliti menunjukan bahwa ratarata usia ayah yaitu 34.7 tahun dan rata-rata usia ibu yaitu 30 tahun.
Berdasarkan pendidikan orangtua, sebagian besar ayah (60.3%) dan ibu (62.0%)
hanya tamat SD/Sederajat. Sementara jika dilihat dari pekerjaan orangtua,
sebagian besar ayah (52.9%) bekerja sebagai petani dan 32.7 persen ibu bekerja
sebagai petani. Rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di lokasi penelitian
yaitu sebesar RP 87 186, kondisi ini masih lebih rendah dari standar garis
kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 yaitu sebesar Rp 146 531.
Berdasarkan riwayat pendidikan pra sekolah anak menunjukkan bahwa 14.3
persen anak mengikuti pendidikan. Pendidikan pra sekolah anak yang ada di
lokasi penelitian yaitu Kelompok PAUD, TK,dan TPQ. Secara umum, pendidikan
yang diikuti yaitu kelompok PAUD (7.3%).
Nilai anak dalam penelitian ini merupakan harapan dan persepsi orangtua
dalam tiga hal, yaitu nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai psikologis. Rata-rata
pencapaian skor nilai ekonomi sebesar 95.2 persen menunjukkan bahwa
harapan orangtua kepada anak tinggi, anak diharapkan dapat membantu
perekonomian keluarga. Jika dilihat dari nilai sosial, rata-rata pencapaian skor
sebesar 86.9 persen menunjukkan bahwa harapan orangtua termasuk tinggi
kepada anak, anak diharapkan dapat menjadi tokoh dan dapat meningkatkan
derajat keluarga. Sementara itu, rata-rata pencapaian skor nilai psikologi sebesar
67.2 persen menunjukkan bahwa orangtua mempunyai harapan yang cukup
tinggi kepada anak unuk daoat memberikan kebahagiaan. Secara keseluruhan,
rata-rata nilai anak adalah 81.2 persen yang menunjukan bahwa` persepsi dan
harapan orangtua kepada anak tinggi.
Stimulasi psikososial terbagi dalam dua kelompok usia, yaitu usia 2-3
tahun dan 3-5 tahun. Rata-rata persentase keseluruhan sub skala stimulasi
psikososial anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 49.8 persen. Jika dilihat dari
sebarannya, stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun (85.5%) termasuk ke
dalam kategori rendah. Sementara itu, rata-rata persentase keseluruhan sub
skala stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun yaitu sebesar 57.4 persen.
Berdasarkan dari sebarannya, 57.1 persen anak mendapatkan stimulasi
psikososial dalam kategori rendah.

60

Perkembangan kognitif anak terbagi menjadi tiga kelompok usia yaitu 2-3
tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun. Rata-rata pencapaian skor perkembangan
kognitif anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 59.0 persen. Jika dilihat dari
sebarannya, 54.5 persen anak termasuk ke dalam kategori rendah. Untuk anak
usia 3-4 tahun, rata-rata pencapaian skor perkembangan kognitif yaitu sebesar
56.4 persen. Perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun, jika dilihat dari
sebarannya sebanyak 69.3 persen termasuk ke dalam kategori rendah.
Sementara itu, rata-rata pencapaian skor untuk anak usia 4-5 tahun yaitu
sebesar 57.2 persen. Jika dilihat dari sebarannya, perkembangan kogntif anak
usia 4-5 tahun yaitu sebesar 60.7 persen tergolong ke dalam kategori rendah.
Secara keseluruhan, sebanyak 61.1 persen anak usia 2- 5 tahun termasuk
mempunyai perkembangan kognitif rata-rata total sebesar 50.6 persen dalam
kategori rendah.
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara nilai anak dengan
stimulasi psikososial anak di lokasi penelitian. Artinya bahwa semakin tinggi nilai
anak semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan. Terdapat hubungan
yang nyata dan positif pula antara stimulasi psikososial dengan perkembangan
kognitif. Artinya bahwa semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan,
semakin tinggi perkembangan kognitif anak.
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan
signifikan antara lama pendidikan ibu (tahun), lama pendidikan pra sekolah anak
(bulan), pengeluaran perkapita perbulan dan stimulasi psikososial. Hal ini
menunjukan bahwa peningkatan pendidikan ibu, partisipasi pendidikan pra
sekolah anak, dan peningkatan status ekonomi keluarga akan meningkatkan
perkembangan kognitif anak. Hasil uji menunjukkan bahwa usia anak
berpengaruh negatif terhadap perkembangan kognitif. Hal ini menunjukkan
adanya kecenderungan adanya penurunan perkembangan kognitif seiring
dengan bertambahnya usia.
Saran
Adanya pengaruh yang signifikan antara lama pendidikan pra sekolah
anak dengan perkembangan kognitif, menyarankan kepada keluarga yang
memiliki anak usia 2-5 tahun untuk mengikuti pendidikan pra sekolah. Disamping
itu, untuk Dinas Pendidikan setempat disarankan untuk melakukan sosialisasi
kepada keluarga mengenai pentingnya keikutsertaan anak dalam pendidikan pra

61

sekolah. Hal serupa juga ditujukan kepada Posyandu yang berintegrasi dengan
Kelompok PAUD untuk menyebarluaskan dan menginformasikan kepada
keluarga mengenai pentingnya anak mengikuti pendidikan pra sekolah dengan
menyebarkan leaflet, mengunjungi ke rumah-rumah keluarga dan menjadikan
agenda rutin setiap bulan dalam Posyandu.
Mengingat stimulasi psikososial berpengaruh terhadap perkembangan
kognitif anak maka disarankan kepada keluarga untuk memberikan stimulasi
yang maksimal kepada anak. Jika dalam pemberian stimulasi terbentur oleh
dana disarankan untuk meningkatkan aktivitas ibu dan anak, ibu lebih terlibat
dalam pengasuhan (bermain bersama anak, pergi bersama anak), serta
memberikan kehangatan dan penerimaan kepada anak serta memberikan
teladan kepada anak. Hal ini mengindikasikan pentingnya pendidikan parenting
untuk ibu mengenai bagaimana memberikan stimulasi kepada anak yang dapat
dilakukan oleh tim penggerak PKK dan Kelompok PAUD. Perlu adanya penelitian
lanjutan berupa observasi yang mendalam untuk mendapatkan gambaran secara
kualitatif pengasuhan yang berlangsung di pedesaan dan untuk melihat budaya
dan norma apa yang berlaku. Disamping itu, perlu adanya penyesuaian yang
dilakukan pada alat bantu perkembangan kognitif sesuai dengan wilayah
setempat yang akan diteliti.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar

F. 2002. Model Pengasuhan Anak Bawah Dua Tahun Dalam


Meningkatkan Status Gizi dan Perkembangan Sosial [Tesis]. Bogor.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik
Brooks JB. 2001. Parenting. United State of America. Mayfiled Publishing
Company.
Caldwell B & Bradley R. 1984. Home Observation for Measurement of The
Environment (HOME) Inventory. Winsor Drive, Eau Claire. Lorraine
Coulson HOME INVENTORY LLC.
Dariyo A. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung.
PT Refika Aditama.
Deacon RE & Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management Principles
and Applications. 2nd Edition. United State of America. Allyn and Bacon,
Inc.
[Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Acuan Menu Pembelajaran
pada Pendidikan Anak Usia Dini (menu pembelajaran generik).
Fatimah E. 2006. psikologi perkembangan (perkembangan peserta didik.
Bandung:cv. Pustaka setia
Goldsmith EB. 1996. Resource Management for Individuals and Families. Florida
State University. West Publishing Company.
Harisudin M. 1997. Pola Pengasuhan dan Harapan Ibu kepada Anak
Berdasarkan Perspektif Gender pada Keluarga Ibu Bekerja dan tidak
Bekerja [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Hartoyo. 1998. Investing Children Study of Rural Families in Indonesia
[Disertasi]. Virginia Tech Blacksburg, VA.
Hartoyo & Hastuti D. 2004. Perilaku Investasi pada Anak Keluarga Nelayan dan
Implikasinya terhadap Pengentasan Kemiskinan [Jurnal]. Bogor. Institut
Pertanian Bogor.
Hastuti D. 2006. Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada
Pembentukkan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter [Disertasi]. Bogor.
Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Hernawati N. 2002. Nilai Anak dan Pengasuhan Berdasarkan Gender pada Anak
Usia 2-3 Tahun di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.

63

Hurlock EB. 1977. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.


__________. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan edisi kelima. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Jalal F. 2002. Stimulasi Otak Untuk Mengoptimalkan Kecerdasan Anak. Buletin
PADU Vol 1No 2.
Kartino T. 2005. Nilai Anak dan Kualitas Pengasuhan Anak Usia Prasekolah pada
Keluarga Nelayan di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat
[Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kurniatillah N. 2003. Persepsi dan Nilai Gender, Keharmonisan Keluarga dan
Kualitas Pengasuhan pada Anak Usia 3-5 Tahun di Kota Bogor [Skripsi].
Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Khomsan A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT
Gramedia.
Lawlis F. 2008. The IQ Answer. Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak.
Jakarta : Gramedia
Miller

PH.

1983.

Theories

of

Developmental

Psychology.

New

York.

W.H.Freeman and Company.


Mindasa. 2007. Pengaruh Pemberian ASI dan Stimulasi Psikososial terhadap
Tingkat Perkembangan Kognitif Anak Usia 2.5-5 Tahun [Skripsi]. Bogor.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Ormrod JE. 2003. Educational Psychology Developing Learners. 4th Edition.
Ohio. Merrill Prentice Hall.
Patmonodewo S et al. 2001. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi :
dari Bayi samapi Lanjut Usia. Jakarta: UI Press.
Putri SS. 2006. Hubungan Antara Nilai Anak, Pola Asuh dan Aktivitas Anak Sibuk
[Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahmaulina
N. 2007. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Tumbuh
Kembang Anak serta Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan
Kognitif Anak Usia 2.5-5 Tahun [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan
Karakter

Semai

Benih

Bangsa

Sutera Alam,

Desa

Sukamantri,

Kecamatan Tamansari Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut


Pertanian Bogor.
Santrock JW. 2002. Life span development 8th edition. USA: Mc Graw Hill.

64

Sunartyo N. 2006. Membentuk Kecerdasan Anak Sejak Dini. Yogyakarta:


Penerbit Think.
Sununingsih D. 2006. Penerapan Stimulasi Psikososial di Kelompok Bermain
dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Kognitif Anak Usia 2-4 tahun.
[Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Turner JS & Helms BD. 1991. Lifespan Development. 4th Edition. United State of
America. Saunders College Publishing.
Yusuf LNS. 2002. Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

66

Lampiran 1. Peta wilayah


1. Kecamatan Pejawaran

2. Kecamatan Punggelan

67

Lampiran 2. Jenis dan cara pengumpulan data


No
1

Data/peubah
Karakteristik
keluarga

Isi
1.

Identitas keluarga

a.
b.
c.
d.

2.

Karakteristik
anak

Alokasi pengeluaran keluarga


yang terbagi atas
kebutuhan
pangan, non pangan,
dan
pendidikan

Pengeluaran
keluarga
1.

Usia anak

2.

Jenis
kelamin

Terbagi menjadi tiga kelompok Menggunakan


usia yaitu usia 2-3 tahun, 3-4 kuesioner
tahun, dan 4-5 tahun
(wawancara
langsung
dengan
Laki-laki dan perempuan
keluarga)

3.

3.

Nilai anak

Cara
pengambilan
data
Usia orangtua(tahun)
Menggunakan
Lama pendidikan(tahun) dan kuesioner
tingkat pendidikan
(wawancara
Jumlah
anggota langsung
keluarga(orang)
dengan
Pekerjaan orangtua
keluarga)
Jenis pertanyaan

Riwayat
a.
pendidikan
prasekolah
b.
anak
c.
Pertanyaan mengenai 1.
nilai anak yang terdiri
dari nilai
psikologi,
nilai sosial dan nilai 2.
ekonomi (= 0.63).
Panduan pertanyaan
ini
merupakan 3.
pengembangan dari
beberapa
penelitian
sebelumnya.
4.

5.

6.

7.

8.
9.

Mengikuti
atau
tidak
mengikuti
Lama mengikuti pendidikan
Jenis pendidikan yang diikuti
Anak dapat
memberikan Wawancara
bantuan
ekonomi
bagi dengan ibu
orangtua
Anak setelah bekerja dapat
membantu
menyekolahkan
saudara atau adiknya
Anak perempua
nantinya
sama dengan laki-lai boleh
bekerja di luar rumah
Setelah
besar,
anak
diharapkan dapat membantu
kesulitan ekonomi kakak atau
adiknya
Ibu memandang bahwa anak
laki-laki mempunyai derajat
lebih tinggi daripada anak
perempuan
Anak laki-laki maupun anak
perempuan yang
terdidik
dengan
baik
akan
meningkatkan
derajat
keluarga
Menurut
ibu,
anak
perempuan dapat
dididik
sama baiknya dengan anak
laki-lakiagar
mendapatkan
prestasi yang baik di sekolah
Memiliki anak laki-laki jauh
lebih
menguntungkan
daripada anak perempuan
Menurut ibu, setelah besar
anak
diharapkan
dapat
menjadi tokoh sosial
di
lingkungannya

68

No

Data/peubah

Stimulasi
psikososial
(HOME
inventory)

Isi

Anak usia 2-3 tahun

Anak usia 3-5 tahun

Perkembangan
kognitif

Panduan pertanyaan
dikembangkan
dari
penelitian
sebelumnya. Panduan
pertanyaan ini
dibagi
berdasarkan
kelompok usia anak.
Nilai alpha cronbach
untuk masing-masing
kategori
usia adalah
0.79, 0.77, dan 0.87.

Jenis pertanyaan
10. Menurut ibu, anak
dapat
mendatangkan kebahagiaan
bagi keluarga
11. Menurut
ibu,
anak
perempuan
lebih perhatian
kepada orangtua saat tua
nanti
12. Anak laki-laki lebih aktif
dalam
bergerak sehingga
membutuhkan makanan lebih
baik
daripada
anak
perempuan
13. Anak laki-laki lebih berharga
dibandingkan
anak
perempuan
14. Ibu setuju bila
dikatakan
bahwa anak perempuan lebih
mudah sakit sehingga perlu
dilindungi lebih dibandingkan
anak laki-laki
15. Anak perempuan lebih pintar
dan lebih mudah
sehingga
tidak perlu banyak
diajari
dibandingkan anak laki-laki
1. Tanggap rasa dan kata (11
item)
2. Penerimaan
terhadap
perilaku anak (8 item)
3. Pengorganisasian lingkungan
anak (6 item)
4. Penyediaan mainan
untuk
anak (9 item)
5. Keterlibatan
ibu terhadap
anak (6 item)
6. Kesempatan variasi asuhan
anak (5 item)

Cara
pengambilan
data

Wawancara
dengan
ibu,
dan observasi
langsung

1. Stimulasi belajar (11 item)


2. Stimulasi bahasa (7 item)
3. Lingkungan fisik (7 item)
4. Kehangatan dan penerimaan
(7 item)
5. Stimulasi akademik (5 item)
6. Modelling (5 item)
7. Variasi stimulasi kepada anak
(9 item)
8. Hukuman (4 item)
A. Anak usia 2-3 tahun
Observasi
1. Menirukan tiga
suara langsung
binatang
bersama anak
2. Menyatakan
kalimat
pendek dua kata
3. Mengerti
dan
melaksanakan
satu
perintah
4. Menlipat
kertas
sembarangan
5. Menyebutkan
nama
benda
6. Mengelompokkan
benda yang sama

69

No

Data/peubah

Isi

Jenis pertanyaan
7.

Menyebutkan
nama
sendiri
8. Membedakan
besarkecil
9. Menirukan garis lurus
10. Mengelompokkan
warna
B. Anak usia 3-4 tahun
1. Menirukan gambar
2. Mengelompokkan
benda
3. Mengelompokkan nama
bentuk
4. Menunjukkan
benda
menurut ukuran
5. Menghubungkan
titiktitik
6. Menyusun puzzle
7. Menyebutkan angka
8. Menyusun
balok
berdasarkan ukuran
9. Mengelompokkan
benda menurut warna
10. Mengenal
dan
menunjukkan warna
C. Anak usia 4-5 tahun
1. Menyebutkan 7-9 warna
2. Mengelompokkan warna
3. Mengelompokkan benda
yang sama
4. Menyusun puzzle
5. Membuat gambar hewan
6. Menggambar orang
7. Mewarnai
gambar
dengan tuntas
8. Menghubungkan titik-titik
9. Mengetahui
dan
menyebut nama
10. Menyebut bentuk-bentuk
geometri

Cara
pengambilan
data

Anda mungkin juga menyukai