Belajar Dan Pembelajaran Unit 2 PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 28

Unit 2

PRINSIP PERENCANAAN PEMBELAJARAN


Nabisi Lapono

Pendahuluan

S eorang anak ingin membuat layang-layang. Tentunya anak bersangkutan perlu


merencanakan dan menyiapkan terlebih dahulu semua bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk membuat layang-layang tersebut. Apabila tidak dirancang
dan disiapkan bahan-bahan yang diperlukan secara lengkap, tentunya anak tersebut
akan mengalami kesulitan menyelesaikan pembuatan layang-layang tersebut.
Demikian juga halnya dengan proses pembelajaran yang akan Anda laksanakan,
diperlukan perencanaan terlebih dahulu secara benar.
Dalam Unit 2 mata kuliah Belajar dan Pembelajaran di SD/MI ini, Anda akan
mempelajari prinsip perencanaan pembelajaran yang mendidik. Rencana
pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum, sehingga pembelajaran yang
mendidik perlu dirancang pada saat menyusun kurikulum mata pelajaran oleh setiap
guru. Anda akan mempelajari secara khusus tentang prinsip penyusunan kurikulum
sesuai dengan landasan yuridis dan standar nasional pendidikan (standar isi dan
standar kompetensi lulusan) yang menunjang pencapaian Kompetensi Dasar 2
(Menguasai prinsip perencanaan pembelajaran yang mendidik). Sesuai dengan
panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Unit 2 mata kuliah
ini terdiri atas 2 subunit sebagai berikut.
Subunit 2.1 Landasan yuridis perencanaan pembelajaran
2.2 Prinsip perencanaan pembelajaran

Secara berturut-turut pada tiap subunit dari Unit 2 ini, Anda akan mempelajari
secara garis besar landasan yuridis dan prinsip perencanaan pembelajaran serta
implikasi pedagogiknya dalam pembelajaran yang mendidik di SD/MI. Pada tiap
subunit akan dibahas topik-topik yang didasarkan pada kebijakan yang dikeluarkan
oleh penanggung jawab pendidikan mulai dari tingkat nasional sampai pada tingkat
kabupaten/kota, disertai sejumlah latihan yang harus Anda kerjakan secara individual

Belajar dan Pembelajaran 2-51


atau secara berkelompok. Setiap selesai mempelajari satu subunit, Anda diminta
untuk mengerjakan soal latihan tersebut secara individual, kemudian menilai sendiri
hasil belajar berdasarkan rambu-rambu jawaban yang disediakan. Sangat diharapkan,
penggunaan rambu-rambu jawaban yang disediakan pada bagian akhir tiap sub-unit
bahan ajar cetak ini Anda gunakan setelah selesai mengerjakan soal latihan, agar
pemahaman yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini perlu
diperhatikan, karena keberhasilan Anda sebagai seorang guru dalam mengelola
pembelajaran di SD/MI sangat ditentukan oleh pemahaman tentang teori-teori belajar
dan implikasi pedagogiknya. Oleh sebab itu, Anda diminta untuk mempelajari Unit 2
Bahan Ajar Cetak ini mulai dari Subunit 2.1 dan 2.2 secara berturut-turut; selesaikan
dahulu secara tuntas mempelajari materi pembelajaran pada Subunit 2.1 baru
berpindah pada Subunit 2.2. Pada akhir setiap sub-unit disediakan rangkuman materi,
soal latihan, dan rambu-rambu jawaban soal latihan.
Pada akhir Unit 2 disediakan rangkuman materi dan sejumlah soal tes formatif
yang harus dikerjakan secara individual. Anda diminta untuk mengerjakan soal tes
formatif tersebut secara individual, kemudian menilai sendiri hasil belajar
berdasarkan rambu-rambu jawaban tes formatif yang disediakan. Sangat diharapkan,
penggunaan rambu-rambu jawaban yang disediakan pada bagian akhir unit bahan
ajar cetak ini Anda gunakan setelah selesai mengerjakan soal tes formatif, agar
pemahaman yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini perlu
diperhatikan, karena keberhasilan Anda sebagai seorang guru dalam mengelola
pembelajaran di SD/MI sangat ditentukan oleh pemahaman tentang prinsip-prinsip
pengembangan pembelajaran yang mendidik dan implikasi pedagogiknya.

2-52 Unit 2
Subunit 2.1
Landasan Yuridis Perencanaan Pembelajaran

P roses pembelajaran pada suatu satuan pendidikan harus memenuhi standar


tertentu sehingga harus direncanakan. Perangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, bahan, dan strategi pembelajaran inilah yang biasa
disebut kurikulum. Di dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar yang
menjadi acuan dalam merencanakan dan mengatur proses pembelajaran adalah visi,
misi, dan tujuan pendidikan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem
pendidikan nasional.

Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai


pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua
warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah.
Misi pendidikan nasional adalah:
(1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
(2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat
nasional, regional, dan internasional;
(3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan
tantangan global;
(4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka
mewujudkan masyarakat belajar;
(5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
(6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan
sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional
dan global; dan
(7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

(Penjelasan Umum PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan)

Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, perlu dilakukan
berbagai hal sebagai bagian reformasi pendidikan antara lain sebagai berikut.

Belajar dan Pembelajaran 2-53


(1) Penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana
dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan
mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas
peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma
proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran.
Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam
mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada
paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam
rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika,
sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
(2) Adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia
sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai
subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk
manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki
karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan
kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (a) penumbuhkembangan
keimanan, ketakwaan,; (b) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan,
demokrasi, dan kepribadian; (c) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;
(d) pengembangan, penghayatan, apresiasi, dan ekspresi seni; serta (e)
pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan
manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(3) Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi
dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan
menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri
yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi
intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami
sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai
tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan
pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya.
(4) Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional,
diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan
satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal

2-54 Unit 2
berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam
kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan
pedoman untuk mewujudkan: (a) pendidikan yang berisi muatan yang
seimbang dan holistik; (b) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik,
memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis; (c) hasil pendidikan yang
bermutu dan terukur; (d) berkembangnya profesionalisme pendidik dan
tenaga kependidikan; (e) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang
memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (f)
berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan
pendidikan; dan (g) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang
berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.

Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang


dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar
dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang
bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai
perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Sedangkan di dalam standar nasional
pendidikan ditetapkan sejumlah kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang
memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan
pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya.

Bab II pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 mengamanatkan Dasar, Fungsi


dan Tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut:
Pasal 2
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sesuai dengan dasar, fungsi dan tujuan seperti diamanatkan di dalam Pasal 2 dan
3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat dikatakan
bahwa pendidikan nasional yang bermutu hendaknya diarahkan untuk
pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

Belajar dan Pembelajaran 2-55


bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Artinya, seluruh kegiatan pembelajaran yang berlangsung di sekolah, mulai
dari jenjang pendidikan dasar sampai pada jenjang pendidikan tinggi diarahkan
untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut. Artinya, proses pembelajaran
di sekolah tidak hanya ditujukan kepada penguasaan materi mata pelajaran oleh
peserta didik, melainkan secara komprehensif ditujukan kepada keterbentukan
peserta didik sebagai manusia yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (b) berakhlak mulia, (c) sehat, (d) berilmu, (e) cakap, (e) kreatif, (f)
mandiri, dan (g) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Proses
pembelajaran yang dirancang dan diatur untuk membantu peserta didik
mengembangkan dirinya ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
inilah yang disebut pembelajaran yang mendidik.
Sebagai rancangan dan pengaturan proses pembelajaran, kurikulum dapat
difungsikan secara ideal, instruksional, empirikal, dan operasional. sebagai
kurikulum idealberfungsi sebagai acuan dalam menetapkan tujuan, isi, bahan, dan
strategi pada sestiap proses pembelajaran berlangsung. Secara ideal, kurikulum
berfungsi mengarahkan proses pembelajaran agar tetap sesuai dengan amanat UUD
1945; secara instruksional, kurikulum berfungsi mengarahkan agar proses
pembelajaran pada suatu satuan pendidikan relatif sama dengan proses pembelajaran
pada satuan pendidikan lainnya; secara operasional, kurikulum berfungsi
mengarahkan proses pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik individual
peserta didik. Oleh karena karakteristik individual peserta didik berakar pada
berbagai faktor. Slavin (1994:114-118) menjelaskan sejumlah faktor yang
mempengaruhi keragaman karakteristik individual peserta didik seperti dirangkum
dalam Gambar 1 berikut ini.
KELAS SOSIAL

GENDER KEBANGSAAN

INDIVIDU
AGAMA RAS

ETNIK
WILAYAH GEOGRAFIS
KEMAMPUAN/
KETIDAKMAMPUAN

Gambar 1 Keragaman karakteristik individual peserta didik


(Adaptasi dari Slavin, 1994:115)

2-56 Unit 2
Oleh karena karakteristik individual bervariasi terutama dalam hal variasi kelas
sosial, etnik, wilayah geografis, agama, gender, dan kemampuan/ketidak-mampuan
setiap peserta didik, maka rencana dan pengaturan proses pembelajaran di sekolah
perlu disesuaikan. Penyesuaian rencana pembelajaran secara operasional dengan
keragaman karakteristik individual peserta didik ini dimaksudkan agar setiap peserta
didik memperoleh kesempatan untuk tumbuh-kembang berdasarkan potensi diri
(kemampuan dan ketidak-mampuan) yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan
hakikat kurikulum seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti dikutip berikut ini.

BAB X
KURIKULUM
Pasal 36
(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

(UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

Belajar dan Pembelajaran 2-57


BAB X
KURIKULUM
Pasal 37
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan; dan
c. bahasa.
(3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi
untuk pendidikan menengah.
Amanat(UU BabNomor
X Pasal20 36 dan 2003
Tahun 37 UU Nomor
tentang 20 Tahun
Sistem 2003 tentang
Pendidikan Nasional)Sistem
Pendidikan Nasional seperti dikutip di atas, menjelaskan tentang landasan yuridis
pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum meliputi berbagai konsep (Zais,
1976:6-11) yaitu, (a) curriculum as the program of studies atau program
pembelajaran, (b) curriculum as course content atau materi pembelajaran, (c)
curriculum as planned learning experiences atau pengalaman pembelajaran yang
direncanakan, (d) curriculum as an experiences had under the auspices of the
school atau pengalaman pembelajaran yang perlu diperbaiki, (e) curriculum as a
structured series of intended learning outcomes atau struktur hasil pembelajaran
yang diharapkan, dan (f) curriculum as a (written) plan for action atau rencana
tertulis untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Konsep tentang kurikulum ini
merupakan konsep filosofis dan ideologis karena pada prinsipnya kurikulum
merupakan segala rencana atau program yang disusun untuk menyelenggarakan
suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran perlu direncanakan terlebih dahulu
agar hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Perencanaan kurikulum
itu sendiri harus sesuai prinsip-prinsip keilmuan, terutama ilmu psikologi, sosiologi,
dan antropologi (budaya).

2-58 Unit 2
Dalam wacana psikologi, tiap peserta didik yang terlibat dalam proses
pembelajaran memiliki potensi psikologis untuk tumbuh-kembang. Di dalam diri
setiap peserta didik terdapat kemampuan (abilities) dan ketidak-mampuan
(disabilities). Kemampuan-kemampuan psikologis tersebut harus dikembangkan
oleh setiap peserta didik dalam proses pembelajaran yang diikutinya. Oleh sebab itu,
dalam merencanakan proses pembelajaran perlu diperhatikan prinsip-prinsip
perkembangan peserta didik, terutama yang berkaitan dengan aktifitas belajar dan
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seperti motivasi, minat, kecerdasan, dan
potensi psikis lainnya.
Secara sosiologis dan antropologis, peserta didik adalah individu yang
merupakan bagian dari suatu kelompok masyarakat. Tiap kelompok masyakarat
memiliki karakteristik tertentu sebagai konsekuensi nilai-nilai budaya yang
berkembang dan dianut oleh setiap anggota masyarakat bersangkutan. Karakteristik
sosiologis dan antropologis ini turut mempengaruhi proses pembelajaran, sehingga
dalam merancang kurikulum perlu dipertimbangkan pula keragaman karakteristik
individual peserta didik sebagai konsekuensi dari keragaman karakteristik sosiologis
dan antropologis masyarakat dari mana peserta didik berasal. Hal ini perlu
diperhatikan karena menurut penjelasan Owens (1991:62) bahwa keragaman
karakteristik identitas individual ini dapat dibedakan dalam beberapa kelompok kerja
sesuai peran dan status masing-masing. Secara mikro, ada dua kelompok kerja utama
di sekolah; di satu sisi ada individu yang berperan sebagai pendidik atau guru
(melakukan pekerjaan mengajar), dan di sisi lain, ada individu yang berperan sebagai
peserta didik (melakukan pekerjaan belajar). Secara natural antara kedua kelompok
kerja tersebut terjadi interaksi atau transaksi sosial dan transaksi akademik
(intelektual). Lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah tidak dapat
dilepaskan dari karakteristik budaya masyarakat di sekitarnya. Secara skematis
lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah digambarkan dalam Gambar 2
berikut ini.

BUDAYA

ORGANISASI
KELOMPOK KERJA
INDIVIDU

Gambar 2 Lingkup interaksi atau transaksi individu di sekolah


(Adaptasi dari Owens, 1991:62)

Belajar dan Pembelajaran 2-59


Kurikulum berkembang seiring dengan perkembangan ipteks dan kebutuhan
peserta didik. Secara historis sejak kemerdekaan Indonesia, kurikulum di sekolah-
sekolah mengacu pada kurikulum peninggalan zaman penjajahan (Belanda dan
Jepang). Secara bertahap kurikulum sekolah tersebut dikembangkan sesuai dengan
UUD 1945 dan kebutuhan masyarakat Indonesia sendiri. Kurikulum yang disusun
khusus untuk sekolah di Indonesia tersebut mulai dicobakan sejak tahun 1950an,
dan pada tahun 1968 ditetapkan secara yuridis formal kurikulum khusus untuk
sekolah-sekolah jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, yang
diperbaharui lagi dengan kurikulum tahun 1975. Demikian seterusnya kurikulum
terus dikembangkan hingga saat ini, dan yang terakhir diberlakukan adalah
kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Pada pertengahan tahun 2006, mulai disosialisasikan kebijakan yang memberi
kesempatan kepada tiap satuan pendidikan untuk mengembangkan sendiri kurikulum
operasional dengan nama kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Secara
yuridis, kebijakan pengembangan KTSP tersebut dilandasi oleh amanat yang
termaktub dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, seperti tertuang dalam pasal 1 ayat (19), pasal 18 ayat
(1), (2), (3), (4); pasal 32 ayat (1), (2), (3), pasal 35 ayat (2), pasal 36 ayat (1), (2),
(3), (4), pasal 37 auat (1), (2), (3), pasal 38 ayat (1), (2). Amanat dalam UU No. 20
Tahun 2003 tersebut secara operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP
19/2005 yang mengatur KTSP, adalah pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15) ayat (1), (2);
pasal 6 ayat (6), pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) (7), (8), pasal 8 ayat (1), (2),
(3), pasal 10 ayat (1), (2), (3), pasal 11 (1), (2), (3), (4), pasal 13 (1), (2), (3), (4),
pasal 14 (1), (2), (3), pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5), pasal 17 ayat (1), (2), pasal
18 ayat (1), (2), (3), pasal 20.
Secara yuridis, pengembangan KTSP tersebut menekankan penetapan standar isi
dan standar kompetensi lulusan pada tiap satuan pendidikan. Standar Isi (SI)
mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah
kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang
pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Sedangkan Standar Kompentesi Lulusan (SKL)
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan

2-60 Unit 2
keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Permendiknas Nomor 23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Latihan
Setelah mempelajari materi pada Sub Unit 2.1 di atas, Anda diminta mengerjakan
soal latihan berikut ini.
1. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menetapkan standar isi pendidikan
nasional. Jelaskan lingkup dari standar isi pendidikan nasional yang
dimaksud!
2. Apakah pemberlakuan KTSP merupakan pengganti KBK? Jelaskan jawaban
Anda!
3. Apakah landasan yuridis kurikulum di Indonesia tetap?

Rambu-Rambu Jawaban Soal Latihan


1. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, lingkup standar isi dimaksud
mencakup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan dasar dan
menengah.
2. Bukan, karena KTSP merupakan kebijakan tentang kurikulum sekolah seperti
diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Hal ini dapat disimak dari naskah pertimbangan Permendiknas
tersebut yang menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal
8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 18
ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Setiap satuan pendidikan perlu mengembangkan kurikulum yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK).
3. Landasan yuridis kurkulum di Indonesia adalah amanat yang termaktub
dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, seperti tertuang dalam pasal 1 ayat (19), pasal
18 ayat (1), (2), (3), (4); pasal 32 ayat (1), (2), (3), pasal 35 ayat (2), pasal 36

Belajar dan Pembelajaran 2-61


ayat (1), (2), (3), (4), pasal 37 auat (1), (2), (3), pasal 38 ayat (1), (2). Amanat
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut secara operasional diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah
pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15) ayat (1), (2); pasal 6 ayat (6), pasal 7 ayat (1),
(2), (3), (4), (5), (6) (7), (8), pasal 8 ayat (1), (2), (3), pasal 10 ayat (1), (2),
(3), pasal 11 (1), (2), (3), (4), pasal 13 (1), (2), (3), (4), pasal 14 (1), (2), (3),
pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5), pasal 17 ayat (1), (2), pasal 18 ayat (1), (2),
(3), pasal 20.

2-62 Unit 2
Subunit 2.2
Prinsip Perencanaan Pembelajaran

P ada prinsipnya pengembangan kurikulum merupakan perencanaan proses


pembelajaran pada suatu satuan pendidikan yang sesuai dengan standar tertentu
yang telah ditetapkan. Pengembangan kurikulum tersebut berisi rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan, dan strategi pembelajaran yang diberlakukan
pada setiap satuan pendidikan. Di dalam pendidikan formal seperti di SD/MI, standar
yang menjadi acuan dalam mengembangkan kurikulum adalah tujuan pendidikan
yang ditetapkan dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional.
Sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang
mendidik atau dalam pengembangan kurikulum di SD/MI (termasuk pula pada
satuan pendidikan lainnya pada tingkat pendidikan dasar dan menengah) adalah
seperti tertera dalam Gambar 3 berikut ini.

Beragam dan
terpadu
Berpusat pada
peserta didik dan
lingkungan
Tanggap ipteks

KURIKULUM
Menyeluruh dan
Berkesinam-
bungan Relevan dengan
kebutuhan
kehidupan

Belajar
sepanjang
hayat Seimbang antara
kepentingan nasional
Gambar 3 di atas menggambarkan prinsip-prinsipdanumum
daerah yang harus
diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik, yang mencakup:
(1) Prinsip berpusatGambar 3 Prinsip Pengembangankebutuhan,
Kurikulumdan kepentingan
pada potensi, perkembangan,
(Disadur dari Pusat Perkembangan Kurikulum Kementerian Pendidikan Malaysia, 2001 )
peserta didik dan lingkungannya.

Belajar dan Pembelajaran 2-63


Kurikulum hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjaab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik
disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti
kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Prinsip ini sesuai dengan
konsep dasar teori belajar konstruktivisme dan humanisme, karena peserta
didik melakukan kegiatan belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan
diarahkan ke pemenuhan kebutuhan dirinya.
(2) Prinsip beragam dan terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai
dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yan bermakna dan tepat antar substansi. Prinsip ini sesuai
dengan konsep belajar menurut teori belajar kognitivisme yang menekankan
pentingnya skemata atau struktur pengetahuan atau informasi sebagai hasil
belajar.
(3) Prinsip tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
(ipteks).
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu,
semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mengikutidan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.
(4) Prinsip relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan,
dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik
dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaannya.

2-64 Unit 2
(5) Prinsip menyeluruh dan berkesinambungan.
Substansi kurikulum yang dikembangkan harus mencakup keseluruhan
dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang
pendidikan.
(6) Prinsip belajar sepanjang hayat.
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan pemberdayaan, dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, non formal,
dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang
selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
(7) Prinsip seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling
mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Secara operasional, pengembangan kurikulum harus mengacu pada hal-hal sebagai
berikut.
(a) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang
memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman
dan takwa serta akhlak mulia.
(b) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik.
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat
manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum
disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, serta
kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta
didik.

Belajar dan Pembelajaran 2-65


(c) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik
lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan
karakteristik daerah dan pengalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu,
kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan
yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
(d) Tuntutan pengembangan daerah dan nasional.
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang
otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong
partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional.
Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
(e) Tuntutan dunia kerja.
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi
peserta didik berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh
sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali
peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi
satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi.
(f) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat
berbasis pengetahuan di mana ipteks sangat berperan sebagai penggerak
utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adapatasi dan
penyesuaian perkembangan ipteks sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara
berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
(g) Agama.
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kurikulum
umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran
harus ikut mendukung peningkatan iman, takhwa dan akhlak mulia.

2-66 Unit 2
(h) Dinamika perkembangan sosial.
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun
bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas.
Pergaulan antar bangsa yang semakin dekat memerlukan indvidu yang
mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup
berdampingan dengan suku dan negara lain.
(j) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan
peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu,
kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan
serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa salam wilayah
NKRI.
(k) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial
budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian budaya. Penghayatan
dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu ditumbuhkan
sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
(l) Kesetaraan jender.
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan
dan memperhatikan kesetaraan jender.
(m) Karakteristik satuan pendidikan.
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan
ciri khas satuan pendidikan.
Setiap mata pelajaran disusun deskripsi dan silabusnya yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, pengalaman belajar, materi pokok pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat
belajar.

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi


dan kompetensi dasar ke dalam:
(a) pengalaman belajar
(b) materi pokok atau materi pembelajaran,
(c) kegiatan pembelajaran, dan
(d) indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Belajar dan Pembelajaran 2-67


Prinsip penyusunan silabus mata pelajaran dirangkum dalam Gambar 4 berikut ini.

RELEVAN

ILMIAH
SISTEMATIS

KONSISTEN
MENYE
LURUH
SILABUS
MATA
PELAJARAN

AKTUAL MEMADAI
FLEKSIBEL dan
KONTEK
STUAL
Gambar 4 di atas merangkum prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam

Gambar 4 Prinsip Penyusunan Silabus Mata Pelajaran

penyusunan silabus mata pelajaran dengan penjelasan sebagai berikut.


(a) lmiah, artinya keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam
silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan,
terutama ilmu pendidikan dan pembelajaran;
(b) Relevan, artinya cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan
penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik;
(c) Sistematis, artinya komponen-komponen silabus saling berhubungan secara
fungsional dalam mencapai kompetensi;
(d) Konsisten, artinya adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber
belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian;

2-68 Unit 2
(e) Memadai, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian cukup untuk
menunjang pencapaian kompetensi belajar;
(f) Aktual dan Kontekstual, artinya cakupan indikator, materi pokok, pengalaman
belajar, sumber belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian
meperhatikan perkembangan ilmu teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi;
(g) Fleksibel, artinya keseluruhan komponen pribadi dapat mengakomodasi
keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah
dan tuntutan masyarakat; dan
(h) Menyeluruh, artinya komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
Di samping beberapa prinsip yang telah dikemukakan di atas, berkaitan dengan
teori belajar yang dikemukakan Skinner, perlu pula diperhatikan beberapa prinsip
yang perlu menjadi acuan dalam perencanaan pembelajaran yang mendidik seperti
dikemukakan berikut ini.
(1) Prinsip pengukuhan atau penguatan (reinforcement).
Reinforcer atau penguat yaitu stimuli yang meningkatkan peluang muncul
respons. Penguatan itu dampak stimuli. Contoh penguat permen karena permen
memperkuat perilaku dan karenda itu stimuli. Sasaran permen bukan penguat, meski
dampaknya pada anak selaku penguat. Skinner memilah penguat bersifat primer dan
digeneralisasi. Penguat primer adalah stimuli yang diperkuat tanpa perlu belajar;
misalnya makan adalah kebutuhan yang tidak dipelajari. Penguat digeneralisasi yaitu
stimuli netral tetapi karena setelah berulang kali dipasangkan dengan sejumlah
penguat dalam berbagai situasi, akhirnya menjadi penguat bagi perilaku tertentu.
Misalnya, perilaku pengejar uang, sukses, prestise merupakan jenis penguat generalis
bagi sejumlah orang modern. Ada penguat yang positif dan ada pula penguat yang
negatif. Penguat positif yaitu stimuli peningkat munculnya respon ketika stimuli enak
ditambahkan pada situasi, sedangkan penguat negatif yaitu stimuli peningkat
munculnya respon saat stimuli jelek disingkirkan.
(2) Prinsip penguat dan hukuman.
Penguat positif berupa senyuman, anggukan dan memberi nilai bagus. Penguat
negatif (melegakan) yaitu menyingkirkan stimuli ancaman dikeluarkan dari kelas
atau sekolah, ancaman memperoleh nilai gagal (tidak lulus), atau menghindarkan

Belajar dan Pembelajaran 2-69


pebelajar dari malu. Ketika hal negatif itu dipasangkan pada perilaku individu yang
kurang suka belajar dan suka mengganggu teman sekelas (perilaku yang dipandang
perilaku tidak dikehendaki), maka stimuli itu ditafsirkan sebagai hukuman, dan
dimaknai sebagai stimuli tidak nyaman setelah muncul perilaku tidak disetujui.
Munculnya perilaku salah suai seperti cenderung menghindari situasi tertentu, adalah
dampak penerapan penguatan negatif di luar batas wajar. Penguat negatif bukan
hukuman. Dampak hukuman adalah mengurangi (bukan menambah) peluang
dimunculkannya response. Hukuman terjadi bila stimuli menyenangkan disingkirkan
dan digantikan oleh stimuli menjengkelkan setelah perilaku tidak dikehendaki
muncul.
(3) Prinsip aversive control atau pengendali perilaku yang sangat dibenci.
Aversive control adalah jenis penguat negatif yang sering kali digunakan sebagai
pengganti hukuman. Konsekuensi atau dampak emosional dari penerapan positive
control ternyata lebih dikehendaki dari dampak aversive control. Aversive control
(lawannya positive control) berbentuk mematok nilai rendah, mengecam malas,
mengancam menunda naik kelas.
(4) Prinsip shaping atau pembentukan perilaku kompleks.
Shaping adalah teknik membelajarkan agar individu dapat mengkinerjakan
perilaku kompleks yang belum terkuasai. Biasanya hal ini dilakukan dengan cara
memberikan penguatan respon ke arah yang makin mendekati perkiraan
(approximations) perilaku yang dikehendaki. Metodenya disebut differental
reinforcement of successive approximations, yaitu prosedur penguatan hanya pada
respons yang dikehendaki saja atau yang makin mendekati penguasaan perilaku yang
dibelajarkan. Peristiwa shaping atau pembentukan perilaku kompleks pada pebelajar
dijelaskan sebagai berikut:
Perilaku manusia dibentuk reinforcement contingencies (hubungan
ketergantungan antar kejadian, kemunculan satu respons tergantung pada
munculnya respons lain), misal anak berlatih mengebut naik sepeda gunung.
Guru spontan memakai tehnik ini untuk mengubah perilaku, memberi
penguatan dengan ucapan, hm, hm bagus sekali sambil menganggukkan
kepala saat pebelajar berhasil (meski susah payah) mengekspresikan
kandungan perasaan dan pikirannya. Hal sama dilakukan pebelajar agar
terbentuk kebiasaan aneh pada guru yang tidak disadari olehnya.

2-70 Unit 2
(5) Prinsip jadwal penguatan.
Jadwal penguatan yaitu pola dan cara penguatan dilakukan berupa jadual
perlakuan penguatan. Pola penjadualan di antaranya lewat continuous reinforcement,
yaitu tiap respon yang benar dilakukan diberi penguatan, dan intermittent (partial)
reinforcement yaitu sebagian (bukan seluruh) respons yang benar diberi penguatan.
Skinner memakai continuous reinforcement untuk meningkatkan kecepatan belajar
tetapi hasilnya kurang cukup lama diingat. Jadual yang terbaik yaitu diawali dengan
penguatan berkesinambungan kemudian dilanjutkan dengan intermittent atau partial
reinforcement agar efektif menghindarkan pebelajar cepat lupa.
Memahami jadual penguatan berdampak pada perilaku diterapkan ibu yang
memuji nilai PR dan ulangan anaknya! Pujian itu membuat anak makin rajin
mengerjakan PR dan belajar. Perhatikan mannersim (bandana, Jawa) orang ketika
sedang berpikir keras, ia garuk-garuk kepala (padahal tidak gatal), menggigit kuku
dan menengadahkan kepala. Walau kebiasaan itu tidak berkaitan dengan berpikir,
tetapi berdampak penguatan dan pembiasaan. Kebetulan saat berperilaku aneh itu
berhasil menemukan pemecahan. Fenomena perilaku seperti ini sering disebut
sebagai tahyul perilaku terjadual (superstitious scheduled behavior) manusia
moderen.
Setelah mempelajari bahan ajar pada Sub-unit 2.2 di atas, Anda diminta
mengerjakan soal-soal latihan dengan membaca secara teliti terlebih dahulu kasus
yang tertera dalam kotak berikut ini.

Pagi itu, Ibu Sri guru kelas 4 SD Inpres 1 Kaliurang yang terletak di lereng
gunung Merapi berangkat naik sepeda motor ke sekolah dengan membonceng
anaknya yang duduk di kelas 3. Jam di arloji Ibu Sri sudah menunjukkan pukul
07.00 wib (Waktu Indonesia Bagian Barat), padahal jarak antara rumah Ibu Sri
dengan sekolah +6 km.
Setibanya di sekolah, peserta didik sudah berada di ruang kelas karena jam
sekolah dimulai tepat pukul 07.00 wib. Setelah mengantar anaknya ke ruang
kelas 3, Ibu Sri segera memasuki ruang kelas 4 dengan disambut ucapan
Selamat pagi Bu! oleh semua peserta didik secara serempak dalam keadaan
berdiri dipimpin ketua kelasnya. Dengan suara datar Ibu Sri berkata, Ok,
duduk dan keluarkan buku PR Matematika.
Semua peserta didik serempak duduk sambil mengambil buku tulis PR
Matematika dan membukanya di atas meja. Ibu Sri bertanya, Siapa yang
tidak mengerjakan PR silahkan berdiri di depan kelas. Peserta didik saling
berbisik satu sama lain sambil mendudukkan kepala. Ibu Sri berkata lagi
dengan suara yang agak keras, Baik, kalau semua mengerjakan PR saya akan
periksa, tetapi kalau ternyata ada yang tidak mengerjakan, awas ya, saya akan
suruh keluar dan tidak boleh ikut pelajaran hari ini.

Belajar dan Pembelajaran 2-71


Peserta didik diam semuanya, dan tidak seorang pun yang berani bergerak
atau saling berbisik. Ibu Sri berjalan berkeliling sambil memeriksa buku
peserta didik satu per satu. Pada meja peserta didik yang kelima, Ibu Sri
menemukan PR yang dikerjakannya hanya 2 nomor dari 5 nomor PR. Ibu Sri
langsung membentak, Mengapa kamu hanya mengerjakan 2 nomor PR, dasar
anak malas ... bodoh ... dan nakal. Kamu berdiri dan kerjakan PR nomor 3
sampai dengan nomor 5 di papan tulis. Peserta didik bersangkutan langsung
berdiri dan menuju ke papan tulis akan tetapi tidak dapat mengerjakan PR
tersebut. Ibu Sri dengan segera menyuruh peserta didik tersebut berdiri dengan
satu kaki sambil memegang kedua belah telinganya.
Ibu Sri langsung menghentikan kegiatan pembelajaran membahas
pengerjaan PR Matematika, dan selanjutnya menjelaskan materi pembelajaran
berikutnya.

Pertanyaan
1. Apakah Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti langkah-langkah tertentu?
Jelaskan jawaban Anda!
2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, apakah Ibu Sri
mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu?
Jelaskan jawaban Anda!
3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran apakah yang
diterapkan Ibu Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR
Matematika? Jelaskan jawaban Anda!

2-72 Unit 2
Rambu-Rambu Jawaban Soal Latihan
1. Ibu Sri mengelola pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip tertentu, yaitu (a)
menyuruh peserta didik menyiapkan di atas meja buku pekerjaan PR
Matematika, (b) menanyakan siapa peserta didik yang tidak mengerjakan PR
Matematika, (c) memeriksa buku pekerjaan PR Matematika satu per satu, dan
(d) menghukum seorang peserta didik yang hanya mengerjakan dua nomor
PR Matematika, serta (e) melanjutkan pembelajaran dengan materi baru.
Prinsip-prinsip yang ditempuh Ibu Sri ini bukanlah prinsip pembelajaran yang
telah dirancang sebelumnya, karena saat itu Ibu Sri sudah terlambat masuk
kelas dan tanpa membicarakan pekerjaan PR Matematika langsung
melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru.
2. Ditinjau dari prinsip penyusunan silabus mata pelajaran, Ibu Sri tidak
mengikuti prinsip tersebut dalam pembelajaran yang dikelolanya pagi itu.
Pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan Ibu Sri antara lain (a) tidak
memiliki dasar keilmuan dalam pendidikan dan pembelajaran karena di
dalam diri Ibu Sri terkandung muatan emosi sehingga pembelajaran
berlangsung tanpa terencana dengan baik, (b) tidak relevan, karena Ibu Sri
hanya menyuruh peserta didik menyiapkan buku PR Matematika di atas meja
dan tidak membahasnya bersama peserta didik bagaimana hasil pekerjaan
peserta didik, (c) tidak sistematis, karena Ibu Sri hanya memeriksa buku
peserta didik sampai pada orang yang kelima, kemudian langsung
menghentikan pembelajaran yang berkaitan dengan PR Matematika dan
langsung melanjutkan pembelajaran dengan materi yang baru, (d) tidak
konsisten, karena peserta didik yang dihukum mengerjakan soal PR
Matematika di papan tulis langsung dihukum berdiri terus di depan kelas
dengan satu kaki sambil memegang ke dua belah daun telinganya.
3. Ditinjau dari teori belajar Skinner, prinsip pembelajaran yang diterapkan Ibu
Sri terhadap peserta didik yang tidak mengerjakan PR Matematika ada
kemungkinan menggunakan prinsip penguatan negatif (negative
einforcement), akan tetapi penerapannya tidak mendidik. Peserta didik tanpa
diberi penjelasan mengapa ia dihukum dengan mengerjakan PR Matematika
di papan tulis dan berdiri satu kaki di depan kelas sambil memegang kedua
belah daun telinganya.

Belajar dan Pembelajaran 2-73


Rangkuman Unit 2
PRINSIP PERENCANAAN PEMBELAJARAN YANG MENDIDIK

Prinsip yuridis perencanaan pembelajaran yang mendidik:


1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, khususnya pasal 1 ayat (19), pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4);
pasal 32 ayat (1), (2), (3), pasal 35 ayat (2), pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4), pasal
37 auat (1), (2), (3), pasal 38 ayat (1), (2).
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, khususnya pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15) ayat (1), (2);
pasal 6 ayat (6), pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) (7), (8), pasal 8 ayat (1),
(2), (3), pasal 10 ayat (1), (2), (3), pasal 11 (1), (2), (3), (4), pasal 13 (1), (2), (3),
(4), pasal 14 (1), (2), (3), pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5), pasal 17 ayat (1),
(2), pasal 18 ayat (1), (2), (3), pasal 20.
3. Standar Isi (SI) yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006.
4. Standar Kompentesi Lulusan (SKL) yang ditetapkan dengan Permendiknas No.
23 tahun 2006.

Prinsip akademik perencanaan pembelajaran yang mendidik:


1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks).
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesimbungan.
6. Belajar sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
8. Diarahkan pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni:
(a) meningkatkan iman dan takwa serta akhlak mulia;
(b) meningkatkan potensi kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik;
(c) menghormati keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan;
(d) mengakomodasi tuntutan perkembangan daerah dan nasional;
(e) mengantisipasi tuntutan dunia kerja dan perkembangan ipteks serta dinamika
perkembangan sosial;
(f) meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan toleransi beragama;
(g) memelihara persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

2-74 Unit 2
Tes Formatif Unit 2
1. Jelaskan standar yang menjadi acuan dalam merencanakan proses pembelajaran
yang mendidik!
2. Jelaskan arah dari seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah dalam prinsip
pembelajaran yang mendidik!
3. Jelaskan maksud dari prinsip pembelajaran yang berpusat pada peserta didik!
4. Jelaskan aturan tentan Standar Isi yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor
22 Tahun 2006!
5. Prinsip utama apakah yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang
mendidik? Jelaskan jawaban Anda!

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah mengerjakan Tes Formatif Unit 2, bandingkanlah


jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada akhir unit
ini. Jika dapat menjawab dengan benar minimal 80% pertanyaan
dalam tes formatif tersebut, maka Anda dinyatakan berhasil dengan
baik. Selamat untuk Anda, silakan Anda mempelajari unit berikutnya.
Sebaliknya, bila jawaban yang benar kurang dari 80%, silakan
pelajari kembali uraian yang terdapat dalam unit sebelumnya,
terutama bagian-bagian yang belum Anda kuasai dengan baik.

Belajar dan Pembelajaran 2-75


Rambu-Rambu Jawaban Tes Formatif Unit 2

1. Standar yang menjadi acuan dalam merencanakan proses pembelajaran yang


mendidik adalah tujuan pendidikan nasional seperti termaktub dalam perundang-
undangan dan peraturan pemerintah tentang sistem pendidikan nasional.
2. Seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah diarahkan untuk kepentingan peserta
didik dalam menguasai berbagai keterampilan hidup yang dibutuhkannya kelak.
Pembelajaran di sekolah tidak diarahkan hanya untuk penguasaan materi
pembelajaran oleh peserta didik melainkan ditujukan untuk pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
3. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dimaksudkan bahwa peserta didik
perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Artinya seluruh proses
pembelajaran ditujukan untuk pencapaian kompetensi oleh peserta didik, bukan
hanya sebagai pelaksanaan tugas guru sesuai dengan tanggung jawabnya.
4. Standar isi yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 memuat
aturan tentang struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah,
terutama yang berkaitan dengan lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi
minimal yang harus dikuasai peserta didik disertai sejumlah acuan tentang beban
belajar peserta didik dan kalender pendidikan.
5. Pembelajaran yang mendidik dilaksanakan berdasarkan prinsip berpusat pada
peserta didik dan dilaksanakan secara ilmiah, relevan, sistematis, konsisten,
memadai, aktual, kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.

2-76 Unit 2
Daftar Pustaka

Bourne, Lyle E. Jr. & Ekstrand, Bruce R. 1973. Psychology: Its Principles and
Meanings. Hinsdale, Illinois: The Dryden Press

Diknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

Diknas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005


tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti

Diknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006


tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: http://www.diknas.go.id/

Diknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006


tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: http://www.diknas.go.id/

Diknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006


tentang Pelaksanaan Permen Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permen 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lilusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: http://www.diknas.go.id/

Slavin, Robert E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice. Boston:


Allyn and Bacon

Owens, Robert G. 1991. Organizational behavior in education. Englewood Cliffs,


New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Belajar dan Pembelajaran 2-77


Glosarium
Kompetensi= seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.

Potensi= kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara phisik mapun secara
psikis.

Silabus= rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema


tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

2-78 Unit 2

Anda mungkin juga menyukai