Anda di halaman 1dari 50

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT DERMATITIS

ATOPIK (DA) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD


RADEN MATTAHER JAMBI TAHUN 2015

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh :
NUSI ANDREAS HOTABILARDUS
G1A112052

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
2016

i
PERSETUJUAN SKRIPSI

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT DERMATITIS ATOPIK


(DA) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD RADEN
MATTAHER JAMBI TAHUN 2015

disusun oleh :

NUSI ANDREAS HOTABILARDUS

G1A112052

Telah disetujui Dosen Pembimbing Skripsi

April 2016

Pembimbing Substansi Pembimbing Metodologi

dr. Sri Yusfinah MH, Sp.KK dr. Azwar Djauhari,M.Sc

NIP: 00300212X5 NIP: 0030021211

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT DERMATITIS ATOPIK


(DA) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD RADEN
MATTAHER JAMBI TAHUN 2015

disusun oleh:
NUSI ANDREAS HOTABILARDUS
G1A112052

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Sri Yusfinah MH, Sp.KK dr. Azwar Djauhari,M.Sc

NIP: 00300212X5 NIP: 0030021211

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan


untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Tanggal 14 April 2016

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Jambi

dr. H. Irawan Anasta Putra, Sp.A


NIP. 19640705 198903 1 010

iii
GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT DERMATITIS ATOPIK
(DA) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD RADEN
MATTAHER JAMBI TAHUN 2015

disusun oleh:

NUSI ANDREAS HOTABILARDUS

G1A112052

Telah dipertahankan dan dinyatakan lulus dihadapan tim penguji pada :


Hari / Tanggal : Kamis, 14 April 2016
Pukul : 08.30 WIB s/d selesai
Tempat : Ruang Sidang PBR FKIK UNJA

Pembimbing I : dr. Sri Yusfinah MH, Sp.KK

Pembimbing II : dr. Azwar Djauhari,M.Sc

Penguji I : dr. Lipinwati, M.Biomed

Penguji II : dr. Ahmad Syauqy, M.Biomed

iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nusi Andreas Hotabilardus

Nim : G1A112052

Jurusan : Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan Universitas Jambi

Judul Skripsi : Gambaran Karakteristik Penyakit Dermatitis Atopik (DA) di


Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun
2015

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tugas akhir skripsi yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila
dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir skripsi ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas pebuatan tersebut.

Jambi, 14 April 2016


Yang membuat pernyataan

Nusi Andreas Hotabilardus


NIM : G1A112052

v
KATA PENGAN TAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa serta segala berkat,
kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang
berjudul Gambaran Karakteristik Penyakit Dermatitis Atopik (DA) Di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2015 ini dengan sangat
baik. Penulisan skripsi dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk dapat gelar
Sarjana pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan


bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :
1. Prof. Johni Najwa, SH, MH, Ph.D selaku rektor Universitas Jambi.
2. dr. H. Irawan Anasta Putra, Sp.A selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi yang telah memberikan fasilitas kepada
penulis dalam menjalani pendidikan.
3. dr. Sri Yusfinah MH,Sp.KK selaku pembimbing substansi yang telah
berkenan meluangkan waktu dalam kesibukan aktifitas beliau untuk
memberikan bimbingan, motivasi, dan masukan-masukan yang sangat
membantu dalam menyempurnakan skripsi ini.
4. dr. Azwar Djauhari,M.Sc selaku pembimbing metodologi atas bimbingan,
saran dan motivasi yang telah diberikan selama penyelesaian skripsi ini
5. dr. Citra Maharani selaku Pembimbing Akademik, atas segala bimbingan
dan motivasi kepada penulis selama menempuh studi di Program Studi
Kedokteran.
6. Orang tua tercinta, Ayah Drs. Hotman Nababan dan Ibu Abina Pangaribuan
atas dukungan, pengorbanan dan kesabaran serta selalu mendoakan
sekaligus memberikan dorongan dan semangat yang tiada henti selama

vi
penulis mengikuti perkuliahan di Program Studi Kedokteran Universitas
Jambi dan menyelesaikan skripsi ini.
7. Saudara-saudaraku tersayang Daniel Hotabilardus, Arye Santi
Hotabilardus, Winda L. Hotabilardus dan Wenda M. Hotabilardus beserta
keluarga yang selalu memberikan doa, dorongan, dan semangat kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Kedokteran
Universitas Jambi dan dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku di NERVOSA yang telah memberikan kebahagiaan dan
keceriaan selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Kedokteran, serta
bantuan, semangat dan dorongan yang diberikan kepada penulis.
9. Kepada Nurcahaya Bakkara yang selama ini telah memberikan motivasi,
dukungan dan keceriaan kepada penulis.
10. Seluruh teman teman di Program Studi Kedokteran FK UNJA angkatan
2012 yang saling memberikan semangat dan saling mendoakan dalam
penyelesaian skripsi ini.
11. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis memperoleh data-
data untuk melengkapi skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu
per satu, terima kasih telah banyak berkontribusi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna
kesempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi penelitian yang akan
dilaksanakan selanjutnya. Amin

Jambi, April 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN.. .............................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN. ........................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
RIWAYAT HIDUP PENULIS. .......................................................................... xiv
ABSTRAK. ......................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.1. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 2
1.3. Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Dermatitis Atopik ...................................................................... 4
2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 4
2.3 Etiologi dan Patogenesis .......................................................................... 5
2.3.1 Peningkatan IgE dan respon Inflamasi ......................................... 5
2.3.2 Kadar Eosinophil dalam darah ...................................................... 6
2.3.3 Penurunan sel perantara imunitas ................................................ 6
2.3.4 Aeroallergen .................................................................................. 6
2.4 Imunopatogenesis Dermatitis Atopik ...................................................... 7
2.4.1 Imunitas bawaan (innate) ............................................................. 7

viii
2.4.2 Imunitas didapat (acquired) ......................................................... 7
2.4.3 Sel dendritik .......................................................................... 8
2.4.4 Faktor yang berpengaruh pada diferensiasi sel T-helper ............. 8
2.4.5 Ekspresi sitokin dengan pola bifasik pada lesi dermatitis atopik . 9
2.4.6 Respons sel Th2 terhadap kulit pada dermatitis atopik ................. 10
2.4.7 Peran multifungsi IgE pada inflamasi kulit atopik ........................ 10
2.5 Gambaran Klinis ............... ....................................................................... 12
2.5.1 Dermatitis Atopik infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun) ............. 12
2.5.2 Dermatitis Atopik Anak (usia 2 sampai 12 tahun) ......................... 12
2.5.3 Dermatitis Atopik pada remaja dan dewasa (lebih dari 12 tahun) . 13
2.6 Diagnosis ......................................................................................... 13
2.7 Diagnosis banding ...................... .............................................................. 16
2.8 Komplikasi .............. ................................................................................. 16
2.9 Prognosis .............. ................................................................................... 17
2.10 Kerangka Teori ......................................................................................... 18
2.11 Kerangka Konsep ...................................................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 19
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................... 19
3.3 Subjek Penelitian ....................................................................................... 19
3.3.1 Populasi ......................................................................................... 19
3.3.2 Sampel Penelitian dan Besar Sampel............................................. 19
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..................................................................... 19
3.4.1 Kriteria Inklusi ............................................................................... 19
3.4.2 Kriteria Eksklusi ........................................................................... 20
3.5 Variabel Penelitian .................................................................................... 20
3.6 Definisi Operasional ................................................................................. 20
3.7 Instrumen Penelitian .................................................................................. 21
3.8 Metode Pengumpulan Data........................................................................ 22
3.9 Pengolahan dan Analisa Data .................................................................... 22
3.10 Etika Penelitian .......................................................................................... 22

ix
3.11 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 22
3.12 Alur Penelitian ........................................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian. ............................................................................................ 24
4.1.1 Analisis Univaraiat. .................................................................................... 24
4.1.1.1 Umur. ...................................................................................................... 24
4.1.1.2 Jenis Kelamin. ......................................................................................... 25
4.1.1.3 Lokasi Ruam. .......................................................................................... 25
4.1.1.4 Pekerjaan. ................................................................................................ 26
4.2 Pembahasan. .................................................................................................. 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan. .................................................................................................. 29
5.2 Saran.............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA. ........................................................................................ 31

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 18


Gambar 2.2 Kerangka Konsep .......................................................................... 18
Gambar 3.1 Alur Penelitian .............................................................................. 23

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Dermatitis Atopik ............................................ 15


Tabel 3.1 Defenisi Operasional...................................................................... 20
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Sampel yang memiliki Dermatitis Atopik
Berdasarkan Kelompok Umur................ 24
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sampel yang memiliki Dermatitis Atopik
Berdasarkan Jenis Kelamin................. 25
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sampel yang memiliki Dermatitis Atopik
Berdasarkan Lokasi Ruam.................. 25
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel yang Memiliki
Dermatitis Atopik Berdasarkan Pekerjaan..................................... 26

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel hasil Observasi


Lampiran 2. Hasil Output Analisis Data Penelitian
Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian

xiii
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nusi Andreas Hotabilardus lahir di Silangkitang pada tanggal 5 April 1994


dari pasangan Hotman Nababan dan Abina Pangaribuan, sebagai putra bungsu dari
5 bersaudara. Bertempat tinggal di komplek perumahan Pagar Beringin Permai no
279, Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara. Pendidikan yang telah
ditempuh oleh penulis adalah Sekolah dasar di SDN 178492 Pagar Beringin lulus
tahun 2006 kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Sipoholon lulus tahun 2009, Lalu
melanjutkan ke SMAN 1 Tarutung dan lulus pada tahun 2012 ditahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi. Sampai dengan penulisan skripsi ini penulis masih terdaftar
sebagai mahasiswa program S-1 Program Studi Kedokteran di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

xiv
ABSTRAK
GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT DERMATITIS ATOPIK (DA)
DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD RADEN MATTAHER
JAMBI TAHUN 2015

Latar Belakang: Prevalensi dermatitis atopik meningkat hingga dua kali lipat
dalam 3 dekade terakhir ini ditambah dengan belum adanya penelitian yang
meneliti tentang karakteristik penyakit dermatitis atopik di kota jambi.
Metode : Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, penelitian dengan
metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik objek yang diteliti tanpa
dilakukan analisis yang mendalam. Data yang diambil merupakan data sekunder
pada pasien yang terdiagnosis dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher tahun 2015. Data penelitian dianalisis secara univariat.
Hasil : Insidensi penyakit dermatitis atopik yang diperoleh dalam periode 1 Januari
hingga 31 Desember 2015 berjumlah 31 orang. Dengan penderita dengan kelompok
umur >12 tahun berjumlah 14 orang (45,1%), perempuan berjumlah 19 orang
(61,3%), lokasi ruam di ekstremitas atas 15 orang (28,9%), dan 12 (85,7%) dari 14
sampel usia produktif tidak bekerja.
Kesimpulan : Insidensi dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Raden Mattaher jambi tahun 2015 berjumlah 31 orang.

Kata Kunci : Dermatitis Atopik, Insidensi, Karakteristik, Jambi, Raden Mattaher

xv
ABSTRACT

DESCRIPTION OF THE CHARACTERISTICS OF ATOPIC DERMATITIS


(AD) DISEASE AT DERMATO-VENEREOLOGY POLICLINIC RADEN
MATTAHER HOSPITAL JAMBI 2015

Background : The prevalence of atopic dermatitis increased by two-fold in the past


three decades, compounded by a lack of research that examines the characteristics
of the atopic dermatitis disease in Jambi.
Methods: This research is descriptive research, research with this method aims to
describe the characteristics of the object under study without conducting an
exhaustive analysis. The data taken was secondary data on patients diagnosed with
atopic dermatitis at Dermato-Venereology Polyclinic Raden Mattaher Hospital
2015. Data were analyzed by univariate.
Result:. The incidence of atopic dermatitis disease acquired in the period from
January 1 to December 31, 2015 amounted to 31 people. With patients in the age
group >12 years amounted to 14 people (45,1%), women are 19 people (61.3%),
the rash location on the upper extremity are 15 people (28.9%), and 12 (85.7%) of
14 samples of childbearing age not working
Conclusion : The incidence of atopic dermatitis in Dermato-Venereology Policlinic
Raden Mattaher Hospital Jambi 2015 amounted to 31 people.

Keyword: Atopic Dermatitis, incidence, characteristics, Jambi, Raden Mattaher

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dermatitis Atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal
dengan gambaran klinis seperti eksema yang umumnya sering terjadi selama masa
bayi dan anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar Imunoglobulin E
(IgE) dalam serum dan riwayat atopik pada penderita atau keluarganya misalnya
rhinitis alergi, asma bronkial, dan konjungtivitis alergi. Kelainan kulit berupa gatal,
eritema, edema, vesikel dan luka pada stadium akut, tetapi pada stadium kronik

ditandai likenifikasi. Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit

kronik spesifik yang terjadi pada kulit atopik, ditandai rasa gatal, disebabkan oleh
hiperaktivitas kulit yang secara klinis bermanifestasi sebagai lesi eksematosa
dengan distribusi lesi yang khas.1
Dermatitis atopik dapat terjadi pada segala usia tetapi lebih sering terjadi pada
anak-anak, bahkan 50% terjadi pada tahun pertama kehidupan, sebagian besar di
usia 5 tahun dan kasus pada dewasa terjadi pada sebelum usia 30 tahun. Pada suatu
penelitian yang dilakukan Williams dan kawan-kawan terhadap 463.801 anak-anak
dari 56 negara, didapatkan pravelensi dermatitis atopik bervariasi dari 0,6%-
20,5%.2 Pada penelitian oleh Yura dan kawan-kawan di Osaka, didapatkan
peningkatan pravelensi dermatitis atopik dalam 3 dekade terakhir, sehingga
menjadi masalah kesehatan yang besar.2,3,4
Prevalensi DA berbeda antar negara / daerah. Di negara-negara industri,
prevalensi DA setidaknya dua kali lipat dalam tiga dekade terakhir, dan
mempengaruhi sekitar 15-30% anak-anak. Di negara-negara berkembang
dilaporkan kurang dari 10%. Prevalensi seumur hidup diperkirakan antara 10
sampai 20%.5
Survei di negara berkembang menunjukkan 10-20% bayi dan anak menderita
dermatitis atopik. Pada tahun 2000, di Indonesia ditemukan 23,67% kasus baru
dermatitis atopik pada anak dari 611 kasus baru penyakit kulit lainnya.6

1
Penelitian yang dilakukan oleh Safarina, Danisa Diandra dan Muslimin
karakteristik penderita dermatitis atopik di Poliklinik RSUP DR. Kariadi Semarang
pada tahun 2013 menunjukkan penurunan angka kejadian dermatitis atopik dari
tahun 2012 -2013. Diagnosis dermatitis atopik yang sesuai kriteria (83.5% ). Jenis
kelamin perempuan lebih banyak (61.4%). Kelompok usia tertinggi pada usia > 12
tahun (41,9% ). Lokasi lesi paling banyak adalah pada fleksor (58.4%). Terapi
paling banyak adalah kortikosteroid topikal (76.2%).7
Di Kota Jambi, dermatitis berada di posisi 5 dalam 10 penyakit terbesar pada
tahun 2013 dan 2014.8,9 Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan suatu penelitian
mengenai gambaran karakteristik penyakit dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi yang merupakan rumah sakit rujukan di
Kota Jambi dan juga merupakan rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

1.2 Perumusan masalah


Bagaimanakah gambaran karakteristik penyakit dermatitis atopik di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi pada tahun 2015?

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik dermatitis atopik di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi pada tahun 2015.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui distribusi penyakit dermatitis atopik berdasarkan usia
di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi pada
tahun 2015.
2) Untuk mengetahui distribusi penyakit dermatitis atopik berdasarkan
jenis kelamin di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher
Jambi pada tahun 2015.

2
3) Untuk mengetahui distribusi penyakit dermatitis atopik berdasarkan
lokasi ruam di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher
Jambi pada tahun 2015.
4) Untuk mengetahui distribusi penyakit dermatitis atopik berdasarkan
pekerjaan pada pasien usia produktif di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher Jambi pada tahun 2015.

1.4 Manfaat
1) Manfaat akademis: Sebagai Pengalaman dan Pengetahuan untuk
memperdalam dan memperluas pengetahuan serta wawasan dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat.
2) Manfaat klinis: Memberikan gambaran karakteristik dermatitis atopik
sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan upaya pencegahan dan
penatalaksanaan.
3) Manfaat penelitian: Memberikan informasi dan masukan bagi pembaca
dan peneliti selanjutnya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dermatitis atopik

Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal
dengan gambaran klinis seperti eksema yang umumnya sering terjadi selama masa
bayi dan anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
riwayat atopi pada penderita atau keluarganya misalnya rhinitis alergi, asma
bronkial, dan konjungtivitis alergi. Kelainan kulit berupa gatal,eritema,
edema,vesikel dan luka pada stadium akut, tetapi pada stadium kronik ditandai
likenifikasi.1

2.2 Epidemiologi

Kejadian dermatitis atopik menunjukkan kecenderungan yang terus


meningkat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara industri,
angka kejadian dermatitis atopik mencapai hingga 3 kali lipat dalam 3 dekade
terakhir.4

Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain


pravelensi dermatitis atopik pada anak mencapai 10 sampai 20 %, pada dewasa
kira-kira 1 sampai 3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, dan Asia
Tengah, pravelensi dermatitis atopik cenderung lebih rendah. Rasio gender sangat
bervariasi antar studi, dilaporkan lebih banyak terjadi pada wanita dengan
perbandingan 1,3 : 1. Berdasarkan penelitian Boediardja SA perbandingan
pravelensi dermatitis atopik pada wanita dan pria adalah 1 : 0,75. Penelitian yang
dilakukan Indian Journal Of Dermatology melaporkan berbeda, yaitu dominasi
penderita dermatitis atopik di India dominan laki-laki 2,13 : 1 untuk bayi dan 1,09
: 1 untuk anak-anak. Pada suatu penelitian di Inggris yang melibatkan 1760 anak-
anak dengan usia 1-5 tahun, didapatkan 84% kasus ringan, 14% kasus sedang dan
2% kasus berat.4,6,10

4
Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children,
prevalensi penderita dermatitis atopik pada anak bervariasi di berbagai negara.
Prevalensi dermatitis atopik pada anak di Iran dan China kurang lebih sebanyak
2%, di Australia, England dan Scandinavia sebesar 20%. Prevalensi yang tinggi
juga didapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu sebesar 17,2%. Pada tahun 2000,
di Indonesia ditemukan 23,67% kasus baru dermatitis atopik pada anak dari 611
kasus baru penyakit kulit lainnya.10,11

2.3 Etiologi dan Patogenesis

Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik,


yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Kadar IgE serum
dalam penderita dermatitis atopik dan jumlah eosinofil dalam darah perifer
umumnya meningkat.1,12,13

Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas


akibat peningkatan kadar IgE total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif kering
(disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada DA antara lain
adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, allergen debu, tungau debu rumah,
makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan
kelembaban), serta hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai
faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus.12

Beberapa faktor ikut berinteraksi dalam pathogenesis dermatitis atopik,


misalnya:

2.3.1 Peningkatan IgE dan respon Inflamasi

Peran IgE pada dermatitis atopik masih belum diketahui. Level IgE serum
meningkat pada banyak pasien dermatitis atopik, tetapi 20% pasien dermatitis
atopik memiliki kadar serum IgE normal dan tidak memiliki reaktivitas alergen.
Kadar IgE tidak sepenuhnya berhubungan dengan aktivitas penyakit, oleh karena
itu peningkatan kadar IgE hanya dianggap pendukung bukti untuk penyakit
dermatitis atopik. IgE total meningkat signifikan pada anak-anak dengan penyakit

5
respirasi atopik dalam semua kelompok umur. Kebanyakan orang dengan
dermatitis atopik memiliki riwayat rhinitis alergi atau asma dan peningkatan serum
antibody IgE.1,4,10

2.3.2 Kadar Eosinofil dalam darah

Jumlah eosinofil darah berhubungan dengan keparahan penyakit. Walaupun


banyak pasien dengan penyakit parah menunjukkan kadar eosinofil darah perifer
dalam jumlah normal. Pasien dengan jumlah eosinofil normal terutama mereka
dengan dermatitis atopik saja, pasien dengan dermatitis atopik parah dan disertai
alergi saluran respirasi umumnya memiliki peningkatan kadar eosinofil darah
perifer. Degranulasi eosinofil dalam dermis melepaskan protein dasar yang mampu
menginduksi pelepasan histamin dari basofil dan sel mast dan menstimulasi gatal,
iritasi dan likenifikasi.1,4

2.3.3 Penurunan sel perantara imunitas

Beberapa fakta menunjukkan bahwa pasien dermatitis atopik memiliki sel


yang memperantarai imunitas yang kacau. Ibu dengan herpes labialis aktif harus
menghindari kontak luka secara langsung dengan kulit anaknya, khususnya bila
anak tersebut menderita dermatitis.1,4

2.3.4 Aeroallergen

Aeroallergen berperan penting dalam menyebabkan lesi eksematosa.


tingkat tes patch reaksi adalah sebagai berikut: debu rumah 70%, tungau 70%,
kecoa 63%, campuran cetakan 50%, dan campuran rumput 43%. Pasien dengan
dermatitis atopik sering menunjukan goresan positif dan reaksi intradermal pada
beberapa antigen, penghindaran dari antigen tersebut jarang meningkatkan
dermatitis.4

6
2.4. Imunopatogenesis Dermatitis Atopik

2.4.1 Imunitas bawaan (innate)

Sistem imunitas bawaan (innate) dapat segera bereaksi terhadap berbagai


macam kolonisasi mikroba atau alergen atau iritan, serta berperan terhadap awitan
mekanisme imunitas didapat (acquired). Sel epitel kulit yang merupakan sel yang
membatasi tubuh dengan lingkungan merupakan mekanisme pertahanan pertama
pada sistem imunitas bawaan. Sel tersebut dilengkapi dengan sarana untuk
pengenalan, disebut sebagai reseptor pattern recognition (PRR), misalnya reseptor
toll-like (TLR). Dikenal lebih dari 10 macam pada manusia, dapat berikatan secara
spesifik dengan dinding sel bakteri, jamur atau DNA-RNA virus. TLR dapat
berikatan dengan berbagai struktur mikroba karena adanya molekul permukaan
pathogen-associated molecular pattern (PAMP). Produk mikroba pada permukaan
sel epitel yang saling berikatan akan menyebabkan aktivitas selular dengan
mengeluarkan molekul dengan aktivitas antimikroba, disebut sebagai antimicrobial
peptide/protein (AMP). Pada DA, AMP jumlahnya kurang sehingga menyebabkan
pasien dermatitis atopik mudah terinfeksi herpes.11,15

2.4.2 Imunitas didapat (acquired)

Peran sel T dan konsep T helper 1 (Th1) / T helper 2 (Th2) merupakan hal
penting pada dermatitis atopik. Ketidakseimbangan Th2 sistemik disertai
eosinofilia diterima sebagai patogenesis atopik. Sitokin yang diproduksi sel Th2,
misalnya Interleukin-4 (IL-4), Interleukin-5 (IL-5) dan Interleukin-13 (IL-13) dapat
dideteksi pada fase akut penyakit, baik pada lesi kulit maupun non lesi. IL-4 dan
IL-13 terkait dengan awitan jaringan inflamasi dan memicu ekspresi molekul adhesi
di sel endotel. IL-5 terkait dengan keberadaan eosinofil . Eosinofilia sistemik dan
peningkatan eosinophilic cationic protein (ECP) terjadi sesuai dengan aktivitas
penyakit dermatitis atopik. Pada dermatitis atopik fase kronik terjadi peningkatan
kadar Interferon- (IFN-), IL-12, IL-5 dan Granulocyte-macrophage colony-
stimulating factor (GMCSF) yang merupakan karakteristik dominasi sel Th1/Th0.

7
Kronisitas dermatitis atopik terkait dengan produksi sitokin oleh sel Th1, yaitu IL-
12 dan IL-18, juga IL-11 dan transforming growth factor (TGF)-1. Dermatitis
atopik merupakan penyakit inflamasi bifasik, dimulai dengan fase akut terkait
dengan sel Th2, dilanjutkan dengan fase kronik terkait dengan sel Th1.11,15

2.4.3 Sel dendritik

Sel dendritik merupakan sel penyaji antigen yang professional dan


selanjutnya menyajikannya kepada sel T pada respons imun primer dan sekunder.
Ada 2 tipe sel dendritik dermatitis atopik yaitu myeloid dendritik (mDC) dan sel
plasmasitoid dendritik (pDC). Pada lesi dermatitis atopik keduanya ditemukan,
tetapi pDC lebih sedikit dibandingkan mDC. Pada kulit yang mengalami inflamasi
terdapat sel inflamasi dendritik epidermal (inflammatory dendritic epidermal cell
IDEC). Sel Langerhans dan IDEC termasuk mDC dan mengekspresikan reseptor
IgE berafinitas tinggi (FcRI) pada lesi dermatitis atopik . Sel Langerhans dan
IDEC berperan sentral pada penyajian antigen ke sel Th1/Th2. FcRI pada Sel
Langerhans ditemukan pada kulit normal pada saat eksaserbasi penyakit atopik
lain, misalnya asma atau rinitis, sedangkan FcRI IDEC ditemukan pada kulit
berlesi. Sel Langerhans berperan aktif pada perkembangan sel T menjadi sel Th2,
sedangkan rangsangan FcRI pada IDEC akan memicu ke arah respons sel Th1
alergik. pDC mengekspresikan FcRI secara alami dan mengalami peningkatan
pada dermatitis atopik, penting untuk penanggulangan infeksi virus dengan cara
mengeluarkan interferon.11,15

2.4.4 Faktor yang berpengaruh pada diferensiasi sel T-helper

Sel Th0 dapat berkembang menjadi sel Th1 atau sel Th2 dan rangkaian
reaksi selanjutnya bergantung pada berbagai faktor, termasuk lingkungan sitokin
setempat, latar belakang genetik pejamu, faktor farmakologik, dan penanda
tambahan terkait dengan aktivasi sel T.12

8
Pada saat pajanan alergen, lingkungan sitokin berperan penting pada
perubahan sel T helper menjadi sel Th1 atau Th2. Sel Th1 dipicu oleh IL-12 yang
diproduksi makrofag dan sel dendritik. IL-4 menghambat non-lensi dan lesi akut
sel T mengekspresikan peningkatan jumlah IL-4, IL-5 dan IL-13, namun sedikit
IFN-. Lingkungan sitokin tersebut cenderung memicu perkembangan ke arah sel
Th2 dan mengurangi produksi sel Th1. Faktor genetik juga berpengaruh pada
diferensiasi sel T helper. Perbedaan genetik pada aktivitas transkripsi gen IL-4
mempengaruhi predisposisi terjadinya dermatitis atopik.11

Faktor farmakologis juga berpengaruh terhadap diferensiasi sel T helper.


Leukosit pasien dermatitis atopik mempunyai peningkatan aktivitas enzim cyclic
adenosine monophosphate (cAMP)-phosphodiesterase (PDE). Hal tersebut
mempengaruhi peningkatan sintesis IgE oleh sel B dan produksi IL-4 oleh sel T
pada dermatitis atopik.11

2.4.5 Ekspresi sitokin dengan pola bifasik pada lesi dermatitis atopik

Pola ekspresi lokal sitokin berperan penting pada terjadinya inflamasi di


jaringan setempat. Pada dermatitis atopik pola tersebut bergantung pada umur lesi
kulit. Pada inflamasi akut terutama terlihat ekspresi sitokin IL-4 dan IL-13,
sedangkan pada lesi kronik terutama terlihat ekspresi IL-5 dan IFN-. IL-12
berperan pada perkembangan sel Th1 dan pada lesi kronik ekspresinya pada
eosinofil dan makrofag memicu diferensiasi sel T Cluster of Differentiation 4+
(CD4+) ke arah lesi akut dan GM-CSF meningkatkan ketahanan hidup sel eosinofil
dan makrofag pada lesi kronik.11

Peningkatan ekspresi IL-4 dapat diamati 24 jam setelah terpajan alergen,


setelah itu akan terjadi penurunan ekspresi tersebut. Sedangkan ekspresi IFN-
tidak ditemukan dalam 24 jam setelah terpajan alergen, namun terlihat ekspresi
berlebihan 48-72 jam setelah terpajan alergen. Hasil tersebut sesuai dengan temuan
sel Th2 spesifik pada masa awal reaksi uji tempel, sedangkan pola utama sitokin sel
atopi didahului ekspresi puncak IL-12, membuktikan peran IL- 12 pada

9
perkembangan respons Th1. Peningkatan ekspresi IL-12 bersamaan dengan
infiltrasi makrofag dan eosinofil, sel yang mengekspresikan IL-12. Hal tersebut
diatas menggambarkan bahwa fase awal dermatitis atopik dipicu oleh alergen yang
mengaktifkan sel Th2, sedangkan pada respons inflamasi kronik didominasi oleh
respons sel Th1 yang dipicu pula oleh keberadaan makrofag dan eosinofil yang
mengekspresikan IL-12.11

2.4.6 Respons sel Th2 terhadap kulit pada dermatitis atopik

Rinitis alergik dan asma terjadi pada 80% anak dengan dermatitis atopik
dan pada banyak pasien DA terjadi perburukan bila mengalami alergi saluran nafas.
Hal tersebut sesuai konsep bahwa ekspresi klinis penyakit alergi ditentukan
sebagian oleh sensitisasi alergen di jaringan lokal dan respons imun di kulit
dibandingkan dengan mukosa saluran napas. Karena penyakit alergi terkait respons
inflamasi yang spesifik pada organ, maka sel T akan bermigrasi ke berbagai
jaringan. Sel T yang bermigrasi tersebut, disebut sebagai sel T-homing, terutama
diatur oleh interaksi antara reseptor sel T-homing dengan antigen permukaan sel
endotel vaskular yang pada manusia disebut cutaneous lymphocyte-associated
antigen (CLA) dan pasangan reseptornya yaitu E-selectin.11

Ekspresi sel T yang dipicu oleh CLA diatur oleh berbagai sitokin.
Transforming growth factor (TGF), IL-12 dan IL-6 meningkatkan
ekspresi Conjugated Linoleic Acid (CLA), tetapi tidak IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-
5, IL-7 dan IFN- .11

2.4.7 Peran multifungsi IgE pada inflamasi kulit atopik

IgE berperan pada infiltrat sel inflamasi dermatitis atopik melalui berbagai
mekanisme termasuk reaksi bifasik, presentasi alergen oleh sel Langerhans
penyandang IgE, aktivasi makrofag penyandang IgE yang dipicu alergen, dan
autoreaktivitas IgE terhadap protein manusia (Soebaryo, 2009).

10
Kelainan klinis reaksi yang dipicu oleh alergen terkait dengan respons
bifasik dan bergantung pada IgE. Sel mast penyandang IgE mediator ke jaringan
setempat dalam waktu 15-60 menit pasca pajanan. Hal tersebut tergambar setelah
pruritus dan eritema akut. Tiga sampai 4 jam kemudian, setelah reaksi akut
menghilang akan terjadi reaksi lambat (late phase reaction-LPR). Reaksi ditandai
dengan ekspresi molekul adhesi pada endotel kapiler, diikuti infiltrasi eosinofil,
neutrofil dan infiltrat mononuklear sekitar 24-48 jam setelah awitan LPR. Infiltrat
tersebut menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA untuk IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-
CSF, sehingga timbul dugaan bahwa infiltrat terdiri atas sel Th2.11

Permukaan sel Langerhans dan makrofag yang menginfiltrasi lesi DA


menyandang IgE. Terdapat 2 macam reseptor IgE, yaitu reseptor berafinitas tinggi
dan yang berafinitas rendah. Reseptor IgE pada sel Langerhans berafinitas tinggi,
sedangkan reseptor IgE pada makrofag berafinitas rendah. Sebagian besar pasien
DA mempunyai antibodi IgE yang bersirkulasi terhadap protein manusia. Respons
imun IgE diawali oleh alergen lingkungan dan inflamasi dipertahankan oleh alergen
endogen manusia tersebut.11

Pruritus akut pada dermatitis atopik dipicu oleh pelepasan berbagai macam
mediator ke kulit setelah terpajan alergen, meski perkembangan lesi eksematosa
bergantung pada trauma kulit akibat garukan. Akan terjadi proses inflamasi sebagai
akibat keratinosit mengeluarkan berbagai sitokin proinflamasi sebagai akibat
keratinosit mengeluarkan berbagai sitokin proinflamasi, antara lain IL-1, TNF- ,
IL-4 dan CC kemokin yang mampu mengarahkan limfosit, eosinofil dan makrofag
ke tempat terjadinya inflamasi. Pada tahap ini sel residen dan sel yang
menginfiltrasi akan mengeluarkan sitokin dan mediator yang akan mempertahan
inflamasi. Dermatitis atopik merupakan hasil kombinasi antara berbagai
mekanisme selular spesifik maupun nonspesifik yang bertugas memicu dan
mempertahankan inflamasi.11

11
2.5 Gambaran Klinis

Gejala klinis dan perjalanan dermatitis atopik sangat bervariasi, membentuk


sindrom manifestasi diatesis atopi. Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus,
dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari.
Akibatnya, penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan
kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta. Kulit
penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat atau redup, kadar lipid di
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.1,11

Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu: D.A. infantil (usia 2
bulan sampai 2 tahun); D.A. anak (2 tahun sampai 12 tahun); dan D.A pada remaja
dan dewasa (lebih dari 12 tahun).1,4

2.5.1 D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)

D.A paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah
usia 2 bulan. Lesi mulai dimuka (pipi, dahi) berupa eritema, papulo-vesikel yang
halus, gatal karena digosok, pecah eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi
kemudian meluas ke tempat lain yaitu leher, pergelangan tangan, lengan dan
tungkai. Rasa gatal timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur,
dan sering menangis. Lesi dapat meluas generalisata, bahkan, walaupun jarang,
dapat terjadi eritroderma, lambat laun lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia
18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita sembuh setelah
usia 2 tahun.1,4

2.5.2 D.A. Anak (usia 2 sampai 12 tahun)

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri (de novo).
Lebih sering kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan
sedikit skuama, letak kelainan kulit dilipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan

12
bagian fleksor, kelopak mata, leher. rasa gatal dapat menyebabkan pasien
menggaruk, dapat terjadi erosi, likenifikasi dan memungkinkan terjadinya infeksi
sekunder. Rangsangan menggaruk sering diluar kendali. Namun beberapa pasien
yang sering menggaruk tidak terjadi likenifikasi. Kebanyakan pasien dengan lesi
kronik dapat mentoleransi rasa gatal sehingga tidur dengan baik. D.A yang melebihi
50% permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.1,4

2.5.3 D.A pada remaja dan dewasa (lebih dari 12 tahun)

Sebagian orang yang mengalami dermatitis atopik pada masa anak juga
mengalami gejala pada masa dewasanya, namun penyakit ini dapat juga pertama
kali timbul pada saat telah dewasa. Gambaran penyakit saat dewasa serupa dengan
yang terlihat pada fase akhir anak. Pada umumnya ditemukan adanya penebalan
kulit di daerah belakang lutut dan fleksural siku serta tengkuk leher. Akibat adanya
garukan secara berulang dan perjalanan penyakit yang kronis, lesi ditandai Lesi
kulit.1,4,11

DA pada bentuk ini dapat berupa plak popular-eritematosa dan berskuama,


atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A remaja lokalisasi lesi dilipat siku, lipat
lutut dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A dewasa distribusi lesi
kurang karakteristik, sering mengenai tangan atau pergelangan tangan, dapat pula
ditemukan setempat, misalnya bibir, vulva, puting susu, atau scalp. Kadang erupsi
meluas, dan paling parah dilipatan mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak
menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan
sedikit squama, dan sering terjadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat
laun menjadi hiperpigmentasi.1,4

2.6 Diagnosis

Sampai saat ini belum ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat digunakan
untuk memastikan penyakit dermatitis atopik. Pada umumnya diagnosis dibuat dari

13
riwayat adanya penyakit alergi, misalnya eksim, asma dan rinitis alergi pada
keluarga, khususnya kedua orang tuanya. Kemudian dari gejala yang dialami
pasien, kadang perlu melihat beberapa kali untuk dapat memastikan dermatitis
atopik dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain serta mempelajari keadaan
yang menyebabkan iritasi/alergi kulit. Para ahli penyakit kulit telah membuat
beberapa kriteria diagnosis dan saat ini banyak digunakan adalah kriteria yang
dikemukakan oleh Hanifin dan Rajka, yang meliputi kriteria mayor dan kriteria
minor.1,4,11

14
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Dermatitis Atopik.1

Kriteria mayor Kriteria minor

- Pruritus 1. Xerosis 14. Muka pucat dan


- Dermatitis di 2. Infeksi kulit eritema
muka atau (khususnya oleh S. 15. Gatal bila
ekstensor bayi dan aureus dan virus H. berkeringat
anak simpleks) 16. Intoleransi
- Dermatitis di 3. Dermatitis non spesifik terhadap wol atau
fleksura pada pada tangan dan kaki pelarut lemak
dewasa 4. Iktiosis/hiperlinearis 17. Aksentuasi
- Dermatitis kronis palmaris/keratosis perifolikular
atau residif pilaris 18. Hipersensitif
- Riwayat atopi 5. Pitiriasis alba terhadap
pada penderita 6. Dermatitis di papila makanan
atau keluarganya mammae 19. Perjalanan
7. White dermatografism penyakit
dan delayed blanched dipengaruhi oleh
response faktor lingkungan
8. Keilitis dan atau emosi
9. Lipatan infra orbital 20. Tes alergi kulit
Dennie-Morgan tipe dadakan
10. Konjungtivitis positif
berulang 21. Kadar IgE dalam
11. Keratokonus serum meningkat
12. Katarak subkapsular 22. Awitan pada usia
anterior dini
13. Orbita menjadi gelap

15
Sumber: Djuanda, Adhi., Mochtar Hamzah dan Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 138-151

Seseorang dianggap menderita dermatitis atopik bila ditemukan minimal 3


gejala mayor dan 3 gejala minor.

Dalam perkembangan selanjutnya seiring dengan kemajuan di bidang


imunologi maka untuk diagnosis dermatitis atopik mulai dimasukkan uji alergi
sebagai kriteria diagnosis. Pemeriksaan atau uji alergik tersebut adalah uji tusuk
(skin prick test) terhadap bahan alergen inhalan dan pemeriksaan IgE total didalam
serum penderita.1

2.7 Diagnosis banding

Terdapat sejumlah penyakit kulit inflamasi, imunodefisiensi, penyakit


genetik, penyakit infeksi, dan infestasi yang mempunyai gejala dan tanda yang
sama dengan dermatitis atopik. Dermatitis atopik didiagnosis banding dengan
dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis numularis, skabies, iktiosis,
psoriasis, dematitis herpetiformis, sindrom Sezary dan penyakit Letterer-Siwe. Pada
bayi, dapat pula didiagnosis banding dengan sindrom Wiskott-Aldrich dan sindrom
hiperimunoglobulin E.1,11

2.8 Komplikasi

Barier kulit yang rusak, respon imun yang abnormal, penurunan produksi
peptide antimikroba endogen, semua presdiposisi mempengaruhi penderita
dermatitis atopik terkena infeksi sekunder. Infeksi kutan ini dapat menimbulkan
lebih resiko yang serius pada bayi dan pada waktu mendatang akan berpotensi untuk
infeksi sistemik. Penderita dermatitis atopik juga sangat rentan dengan infeksi

16
virus, yang paling berbahaya adalah herpes simplex dengan penyebaran luas dapat
mengakibatkan eksema hepatikum yang dapat terjadi pada semua usia.12,16

Komplikasi pada mata juga dihubungkan dengan dermatitis kelopak mata


dan blepharitis kronis yang umumnya terkait dengan dermatitis atopik dan dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan dari jaringan parut kornea. Kerato
konjungvitis atopik biasanya bilateral dan dapat memiliki gejala seperti rasa gatal
dan terbakar pada mata, mata berair dan mengeluarkan diskret yang mukoid.12,16

2.9 Prognosis

Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita dermatitis atopik.
Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak dan sering ada yang
kambuh pada masa dewasa. Sebagian kasus menetap hingga usia diatas 30 tahun.1

Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik pada dermatitis


atopik adalah1 :

1) Dermatitis atopik luas pada anak

2) Menderita rhinitis alergi dan asma bronkial

3) Riwayat dermatitis atopik pada orang tua atau saudara kandung

4) Awitan dermatitis atopik pada usia muda

5) Anak tunggal

6) Kadar IgE serum sangat tinggi

17
2.10 Kerangka Teori
1. Peningkatan IgE dan respon inflamasi
Faktor Endogen
2. Kadar Eosinofil dalam darah
Faktor Eksogen
3. Penurunan sel perantara imunitas

4. Aeroalergen

DERMATITIS
ATOPIK
Gambar 2.1 Kerangka teori

2.11 Kerangka Konsep

Usia

Jenis kelamin
Dermatitis Atopik

Lokasi ruam

18
Pekerjaan

.Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancangan penelitian

Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian


dengan metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik objek yang
diteliti tanpa dilakukan analisis yang mendalam.

3.2 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Rekam Medik Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan


Kelamin RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi dengan waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Februari 2016.

3.3 Subjek penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kasus dermatitis atopik di


poliklinik kulit dan kelamin RSUD Raden Mattaher pada tahun 2015.

19
3.3.2 Sampel penelitian dan besar sampel

Sampel penelitian ini adalah keseluruhan jumlah populasi, yang memenuhi


kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

3.4 Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi

3.4.1 Kriteria inklusi

Semua penderita dermatitis atopik yang berobat di Poliklinik Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher pada bulan Januari
Desember 2015.

3.4.2 Kriteria eksklusi

Pasien dermatitis atopik dengan disertai diagnosis penyakit kulit lain.


Pasien dermatitis atopik yang catatan mediknya hilang atau tidak dilengkapi
variabel penelitian.

3.5 Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini antara lain:

Karakteristik penderita dermatitis atopik meliputi usia, jenis kelamin dan


pekerjaan.
Lokasi ruam dermatitis atopik pada tubuh penderita.

3.6 Defenisi Operasional


Tabel 3.1 Defenisi operasional
Defenisi Cara Hasil Ukur Skala
ukur

20
Pasien yang didiagnosa
Dermatitis menderita DA oleh Catatan Nominal
DA
Atopik dokter spesialis kulit medik
kelamin.
Usia subjek saat datang
berobat di poliklinik
dihitung dari tanggal < 2 tahun
lahir. Bila lebih dari 6 Catatan 2-12 tahun Interval
Usia
bulan usia dibulatkan ke medik > 12 tahun
atas, dan bila kurang dari
6 bulan usia dibulatkan
kebawah.
Jenis Sifat (keadaan) laki-laki Catatan Laki-laki dan Nominal
Kelamin dan perempuan medik perempuan
1. Muka (dahi,
pipi, sekitar mata)

2. Skalp

3. Leher

4. Ekstremitas atas
Lokasi anatomis pada (Pergelangan
Lokasi tubuh penderita yang Catatan tangan, lipat siku)
Nominal
Ruam mengalami dermatitis medik.
5. Ekstremitas
atopik
bawah (lutut, lipat
lutut)

6. Badan (dada,
abdomen,
punggung)

7. Genitalia

21
Aktifitas yang dilakukan
oleh pasien usia PNS, Pegawai
produktif sebagai mata Catatan Swasta, Pedagang, Nominal
Pekerjaan
pencaharian, baik medik Petani, buruh dan
pekerjaan tetap maupun lain-lain
tidak tetap.

3.7 Instrumen penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan medik.

3.8 Metode pengumpulan data

Data dikumpulkan melalui catatan medik dari seluruh pasien yang berobat
dermatitis atopik di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Raden
Mattaher pada tahun 2015. Data tersebut meliputi: jenis kelamin, usia, lokasi ruam
pada tubuh penderita dan pekerjaan.

3.9 Pengolahan dan analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan narasi. Data disusun dan dikelompokkan berdasarkan usia,
jenis kelamin, lokasi ruam dan pekerjaan.

3.10 Etika penelitian

22
Peneliti mengajukan ijin untuk mengambil data melalui rekam medik di
RSUD Raden Mattaher. Setelah disetujui, penelitian dapat dimulai. Identitas subjek
penelitian akan dijamin kerahasiaannya.

3.11 Keterbatasan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, maka
pengamatan pada subjek studi melalui catatan medik hanya dilakukan satu kali,
sehingga tidak dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi dengan
berjalannya waktu. Selain itu terdapat pula catatan medik pasien DA di poliklinik
yang hilang dan tidak dilengkapi variabel penelitian.

3.12 Alur penelitian

Populasi

Pengumpulan data melalui catatan medik

Data

Pengolahan data

Analisis data

Kesimpulan

23
Gambar 3.1 Alur Penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rekam Medik Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher Jambi dengan menggunakan data rekam medik pasien.
Dalam periode waktu Januari - Desember 2015 didapatkan sampel penelitian
sebanyak 31 orang, dan dari data 31 orang inilah yang akan diolah dan disajikan
dalam bentuk analisis univariat.

24
4.1.1 Analisis Univariat
4.1.1.1 Umur

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Dermatitis Atopik berdasarkan kelompok umur


Kelompok Umur Frekuensi (orang) Persen (%)

< 2 tahun 6 19,4

2 - 12 tahun 11 35,5

>12 tahun 14 45,1

Total 31 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 31 orang sampel
yang memiliki Dermatitis Atopik paling banyak pada kelompok umur lebih dari 12
tahun yaitu terdapat 14 orang (45,1 %), lalu diikuti oleh kelompok umur 2 - 12
tahun yaitu sebanyak 11 orang (35,5 %), untuk kelompok umur < 2 tahun yaitu
hanya 6 orang (19,4 %).

4.1.1.2 Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi Dermatitis Atopik berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persen (%)
Laki-laki 12 38,7
Perempuan 19 61,3
Total 31 100

25
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa dari 31 orang sampel
yang memiliki Dermatitis Atopik, paling banyak dialami oleh pasien perempuan
yaitu berjumlah 19 orang (61,3 %), dibandingkan dengan pasien laki-laki yang
berjumlah 12 orang (38,7 %).

4.1.1.3 Lokasi Ruam

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi Dermatitis Atopik berdasarkan lokasi ruam.


Lokasi Ruam Frekuensi (orang) Persen (%)

Skalp 0 0

Wajah 5 9,7

Leher 3 5,7

Ekstremitas Atas 15 28,9

Badan 12 23

Ekstremitas Bawah 12 23

Genitalia 5 9,7

Total 52 100

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 31 orang sampel
yang memiliki Dermatitis Atopik, didapati total 52 lokasi ruam dengan lokasi ruam
yang paling banyak adalah ekstremitas atas yaitu berjumlah 15 orang (28,9%),
diikuti badan dan ekstremitas bawah masing-masing berjumlah 12 orang (23%),
wajah dan genitalia masing masing berjumlah 5 orang (9,7%), dan leher berjumlah
3 orang (5,7%).
4.1.1.4 Pekerjaan

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi Dermatitis Atopik berdasarkan pekerjaan.


Pekerjaan Frekuensi (orang) Persen (%)

26
PNS 0 0
Pegawai Swasta 2 14,3
Pedagang 0 0
Petani 0 0
Buruh 0 0
Tidak Bekerja 12 85,7
Total 14 100

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa dari 31 sampel terdapat
14 pasien Dermatitis Atopik yang berusia 15 hingga 65 tahun (usia produktif). 12
orang (85,7%) sampel tidak bekerja dan 2 orang (14,3%) bekerja sebagai pegawai
swasta.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan, dalam periode waktu
1 Januari 31 Desember 2015 terdapat 31 sampel yang memiliki Dermatitis Atopik.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 31 pasien Dermatitis


Atopik, dapat diketahui bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah
kelompok umur >12 Tahun sebanyak 14 orang (45,1%) dengan nilai minimum 1
dan nilai maksimum 62. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Intan
Pemata Putri (2011) di RUSD Dr. Pirngadi Medan dimana kelompuk umur yang
paling banyak menderita dermatitis atopik adalah kelompok umur >12 tahun yaitu
sebanyak 53,1%. Namun bila disesuaikan dengan pendapat Herper dkk (2006),
yaitu usia pasien dermatitis atopik dikategorikan kedalam 3 kelompok usia yaitu
usia 0-12 tahun, 12-40 tahun dan usia >40 tahun, maka hasil penelitian ini akan
sama dimana dermatitis atopik predominan terdapat pada anak anak pada usia 0
12 tahun, dalam penelitian ini pasien dermatitis atopik usia 0 12 tahun sebanyak
17 orang (54,8%), begitu juga menurut Bieber, (2008) bahwa sebanyak 45% dari
semua kasus dermatitis atopik dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60%
dimulai pada tahun pertama, dan 85% dimulai sebelum usia 5 tahun.17

27
Pada penelitian ini dermatitis atopik lebih banyak dijumpai pada perempuan
yaitu sebanyak 19 orang (61,3%) dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 12 orang
(38,7%) dengan perbandingan 1 : 0,63. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian Danisa Diandra Safarina (2014) dimana jumlah wanita yang terjangkit
dermatitis atopik sebanyak 61,4% dibandingkan dengan Laki laki 38,6%. Namun
uji statistic bivarian (Chi-square) yang dilakukan Melisa Anggreni (2013)
menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis
atopik. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil yang bervariasi dalam
frekuensi dermatitis atopik pada laki laki dan perempuan. Moore, dkk. (2004)
dalam sebuah penelitian kohort melaporkan kejadian dermatitis atopik lebih banyak
pada laki-laki dibandingkan perempuan (1,6 : 1) Sedangkan Boediardja SA
mengungkapkan dermatitis atopik lebih sering terkena pada perempuan
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1 : 0,75.6,8,18

Berdasarkan penelitian ini, dari 31 sampel ditemukan total 52 lokasi ruam


dengan ekstremitas atas sebagai lokasi ruam yang paling banyak yaitu berjumlah
15 orang (24,1%), ekstremitas atas yaitu meliputi tangan, pergelangan tangan
bagian fleksor, lengan bawah, lipatan siku dan lengah atas. Kemudian diikuti badan
yang berjumlah 12 orang (23%0 dan ekstremitas bawah meliputi kaki, tungkai
bawah, lipatan lutut, serta tungkai atas yang berjumlah 12 orang (23%). Hasil ini
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Intan Pemata Putri (2011) dimana
lokasi ruam paling banyak adalah pada ektremitas atas yang berjumlah 47 orang
(48,7%). Hal ini juga sesuai dengan beberapa penelitian yang mengungkapkan
lokasi ruam yang paling banyak pada Dermatitis Atopik adalah di daerah
ekstremitas, antara lain: lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,
dan tangan.17
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 31 sampel sebanyak 14
orang (45,1%) berada di usia produktif yaitu 15 hingga 65 tahun. Dari 14 pasien
usia produktif tersebut 2 orang (14,3%) bekerja sebagai pegawai swasta dan 12
orang (85,7%) tidak bekerja. Dimana arti dari tidak bekerja disini adalah pasien

28
yang tidak memiliki aktifitas sebagai mata pencaharian baik tetap maupun tidak
tetap. Dari 12 orang pasien yang tidak bekerja, 9 pasien berjenis kelamin perempuan
dan 3 orang pasien berjenis kelaminn laki laki. 4 pasien berprofesi sebagai ibu
rumah tangga dan 8 pasien berprofesi sebagai pelajar dan mahaiswa. Etiologi pasti
dermatitis atopik berhubungan dengan pekerjaan hingga saat ini belum diketahui,
namun penelitian yang dilakukan Peterson dan Chan (2006) menunjukkan bahwa
dermatitis atopik ini disebabkan dari interaksi antara genetik, lingkungan, defek
sawar kulit dan sistem imun. Prevalensi dermatitis atopik di negara-negara industri
menunjukkan bahwa faktor lingkungan (pajanan mikroba dan nutrisi) juga
mempunyai peran yang cukup penting.18

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

29
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan serta dari pembahasan,
dapat disimpulkan bahwa:
a. Insidensi Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Raden
Mattaher Periode 1 Januari 31 Desember 2015 berjumlah 31 orang.
b. Dari penelitian ini diketahui juga bahwa pasien Dermatitis Atopik dengan
kelompok umur > 12 tahun merupakan kelompok umur yang paling
banyak mengidap Dermatitis Atopik berjumlah 14 orang (45,1%) disusul
dengan kelompok umur 2 12 tahun berjumlah 11 orang (35,5%), dan
kelompok umur < 2 tahun berjumlah 6 orang (19,4%) dari 31 pasien
Dermatitis Atopik.
c. Dalam penelitian ini diketahui bahwa pasien Dermatitis Atopik laki laki
berjumlah 12 orang (38,7%) dan pasien perempuan berjumlah 19 orang
(61,3%) dari jumlah paien Dermatitis Atopik sebanyak 31 orang.
d. Dari penelitian ini diketahui bahwa lokasi ruam yang paling banyak
adalah ekstremitas atas yaitu berjumlah 15 orang (28,9%), badan
berjumlah 12 orang (23%), ekstremitas bawah 12 orang (23%), diikuti
dengan wajah dan genitalia masing masing berjumlah 5 orang (9,7%), dan
leher berjumlah 3 orang (5,7%) dari pasien Dermatitis yang berjumlah 31
orang.
e. Dari penelitian ini diketahui bahwa pasien Dermatitis Atopik sebanyak 12
orang (85,7%) tidak bekerja dan 2 orang (14,3%) bekerja sebagai pegawai
swasta dari 14 orang pasien Dermatitis Atopik yang berada di usia
produktif.
5.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh peneliti dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini, antara
lain:

30
a. Diperlukan adanya gambar ilustrasi lokasi ruam pasien dermatitis atopik dalam
pengisian rekam medik agar diperoleh pemahaman yang sama sehingga
diperoleh data yang rapi serta lengkap akurat.
b. Dikarenakan keterbatasan penelitian, diharapkan bagi peneliti kedokteran
selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai Dermatitis Atopik dengan
metode yang berbeda.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi., Mochtar Hamzah dan Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 138-
151.
2. Williams HC. Atopic Dermatitis. New Engand Journal of Medicine. 2005.
[Internet]. [ diperbarui: 2 Juni 2005; disitasi: 14 Januari 2014 ] 352:2314-
24.
Terdapat pada:
htp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp042803Statescu
3. L, Branisteanu D, Dobre C, et al. Contact Dermatitis Epidemiological
Study. Maedica. 2011. [Diperbarui Oktober 2011 ; disitasi 9 Desember
2013] ;6(4): 277-281.
Tersedia pada : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391944/
4. Habif, Thomas F. Clinical Dermatology - ed 5. UK :Elsevier inc; 2010.p.
154-180.
5. Bakhtiar. Faktor Risiko, Diagnosis, dan Tatalaksana Dermatitis Atopik pada
Bayi dan Anak. Jurnal Kedokteran Maranatha. 2010. Tersedia pada :
http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/832
6. Jacoeb TNA. Manifestasi klinis dermatitis atopik pada anak. Dalam:
Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, editor. Dermatitis pada bayi dan
anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. hal. 58-78.
7. Safarina, Danisa Diandra and Muslimin. Karakteristik Penderita Dermatitis
Atopik di Poliklinik RSUP DR. Kariadi Semarang. Semarang: Faculty of
Medicine Diponegoro University; 2014.
8. Dinas Kesehatan Kota Jambi. 10 Penyakit Terbesar 2013. Jambi : Dinas
Kesehatan Kota Jambi. [Internet]. Terdapat pada
http://dinkes.jambikota.go.id/index.php/artikel/212-10-penyakit-terbesar-
2013-di-kota-jambi
9. Dinas Kesehatan Kota Jambi. 10 Penyakit Terbesar 2014. Jambi : Dinas
Kesehatan Kota Jambi. [Internet]. Terdapat pada

32
http://dinkes.jambikota.go.id/index.php/artikel/237-10-penyakit-terbesar-
2014
10. Williams HC. Atopic Dermatitis. New Engand Journal of Medicine. 2005.
[Internet]. [ diperbarui: 2 Juni 2005; disitasi: 14 Januari 2014 ] 352:2314-
24. Terdapat pada: htp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp042803
11. Brahmana ARB, Annette Regina . Gambaran Dermatitis Atopik di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD DR.Pringadi Medan Tahun 2008.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [Internet]. 2010. [ Disitasi:
11 Januari 2014]; Tersedia pada :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25618
12. Kariosentono H. Dermatitis Atopik (eksema). Surakarta: Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan
UNS; 2006 . hal. 1-28
13. Kim BS. Atopic Dermatitis. Medscape. [Internet] 2014 [diperbarui: 21
Januari 2014; disitasi 28 Januari 2014]. Terdapat pada :
Http://emedicine.medscape.com/article/1049085overview#showall
14. Burns T. Rooks Textbook dermatology edisi ke-8. Blackwell Publishing;
2010. p. 24-40
15. Leung DYM, Eichenfield LF, Bogunewwicz M. Atopic dermatitis (atopic
eczema). Dalam: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DA, ed. Fitzpatricks Dermatology in general medicine edisi ke-7.
New York: Mc Graw Hill; 2008. p. 146-57.
16. Kariosentono, Harijono. Dermatitis Atopik (Eksema). 1sted. Surakarta: LPP
UNS dan UNS
17. Putri, Intan Pemata. Gambaran Kelainan Kulit Pada Pasien Dermatitis
Atopik di Poliklinik Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun
2011. Medan: USU; 2011
Tersedia pada : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/35350
18. Anggraeni, Melisa. Nilai Atopik Keluarga Menentukan Kejadian Dermatitis
Atopik Pada Bayi Usia 0-4 Bulan. Bali: Universitas Udayana; 2013

33
19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Metodologi penelitian
kesehatan penuntun latihan metode penelitian. Jakarta : PT Gramedia
printing group; 1999. h 52-53.
20. Darmawan A, Nindya A. Buku pedoman penulisan skripsi. Jambi: PSPD
UNJA; 2011.
21. Budiarto, Eko. Metodologi penelitian kedokteran; sebuah pengantar.
Jakarta: EGC; 2003.

34

Anda mungkin juga menyukai