Anda di halaman 1dari 14

TEKNIK BUDIDAYA MAKROALGA

UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH


Fikologi
yang dibimbing oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si

oleh
Dewi Maspufah
140342601189

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budidaya laut dan pantai merupakan kegiatan yang dapat berperan sebagai pelestari
sumberdaya dan sekaligus sebagai penghasil produk perikanan, terutama pada saat
produksi hasil perikanan tangkap mencapai titik yang mendatar atau menurun akibat telah
terjadinya tangkap lebih (overfishing). Budidaya laut atau marikultur (mariculture)
merupakan bagian dari revolusi biru yang menjanjikan peningkatan produksi secara
berlanjut, apabila didukung oleh teknologi, peraturan serta perundang-undangan yang
tepat (Aslan, 1991).
Menurut Paradigma pembangunan subsektor perikanan selama ini hanya bertumpu
pada kegiatan penangkapan dan pengumpulan hasil-hasil perikanan, sehingga perlu diubah
menjadi kegiatan yang berorientasi ke budaya. Perairan Indonesia secara alami mampu
menunjang kegiatan budidaya makroalga, pantai dan teluk tersebar luas dengan kondisi
yang relatif tenang. Kegiatan budidaya bertujuan menghasilkan komoditas yang
berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi.
Pemanfaatan makro alga dewasa ini telah dikembangkan secara luas dalam berbagai
bidang industri yakni sebagai bahan baku makanan, minuman, obat-obatan, farmasi,
kosmetik dan sebagai bahan tambahan (additive) pada proses industri plastic, baja, film,
tekstil serta kertas (Kordi, 2010). Selain itu, juga dapat dimanfaatkan secara luas dalam
bidang bioteknologi maupun mikrobiologi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud dengan makroalga ?
b. Bagaimana klasifikasi dan morfologi macam-macam makroalga?
c. Bagaimana teknik budidaya makroalga ?

1.3 Tujuan Makalah


a. Untuk mengetahui pengertian makroalga
b. Untuk mengetahui klasifikasi dan morfologi macam-macam makroalga
c. Untuk mengetahui teknik budidaya makroalga
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Makroalga


Alga merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak berpembuluh dan termasuk dalam
kelompok Thallophyta atau dikenal dengan tumbuhan bertalus. Tidak memiliki akar batang
dan daun sejati tetapi hanya menyerupai saja. Hidup menempel pada substrat dengan
menggunakan holdfast. Berklorofil a untuk fotosintesis dan juga mengandung pigmen lainnya
(Kimbal, 1992).
Menurut Mubarak (1982) Berdasarkan ukuran struktur tubuhnya alga terbagia menjadi
dua yaitu mikroalga dan Makroalga.
1. Mikroalga yaitu alga yang memilki bentuk dan ukuran mikroskopis.
2. Makro alga merupakan alga yang memiliki bentuk dan ukuran makroskopis atau
dapat dilihat secara langsung (kasat mata).
Makro alga umumnya epifit memiliki bagian talus yang khusus untuk menempel pada
subsrat bagian yang menyerupai akar, ini di sebut holdfast. Menurut Sze, (1986) tipe holdfast
pada alga makro adalah sebagai berikut :
a. Talus benar-benar diluruskan /menyebar menempel pada substrat (encrusting)
b. Rhizoids/ rhizoidal pada pangkal talus
c. Heterotrichy (lembaran /lampiran) Cabang dimodifikasi membentuk dasar untuk lampiran,
pertumbuhan kembali cepat dari dasar jika sistem hilang
d. Diskoid Pada jaringan (parenchymatous atau pseudoparenchymatous) membentuk dasar
makroalga yang lebih besar
e. Haptera Cabang/batang membentuk seperti jari-jari.
Kehadiran komunitas makro alga disuatu perairan memiliki peran yang cukup besar
terhadap kehidupan biota laut sebagai tempat berlindung dan sebagai tempat mencari makan
(Kumampung, dkk. 2009). Selain itu komunitas makro alga juga dapat berperan sebagai
habitat bagi organisme laut lainnya, baik yang berukuran besar maupun kecil seperti
Ampiphoda, kepiting dan biota laut lainnya.

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Makroalga


Klasifikasi alga laut, makroalga menurut Dawes (1981), terdiri dari 3 divisio yaitu
Rhodophyta alga merah, Phaeophyta alga coklat dan Chlorophyta alga hijau.

2.2.1 Chlorophyta (Alga Hijau)


Chlorophyta merupakan alga dengan pigmen hijau yang jelas menyerupai tingkat tinggi
karena mengandung pigmen klorofil a, b, karotin, xantovil, violaxantin, dan lutein. Pada
kloroplast terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Pigmen selalu dalam
plastida yang disebut kloroplast.
Dinding lapisan luar terbentuk atas bahan pektin sedangkan dinding lapisan dalam
terbentuk atas selulosa. Alga hijau umumnya hidup dilaut disepanjang perairan dangkal. Pada
umumnya melekat pada bebatuan dan seringkali muncul apabila air surut (Kordi, 2010).
Contoh : Chaulerpa dan Spirulina
Gambar 2.1 Chaulerpa

2.2.2 Phaeophyta (Alga Coklat)


Menurut tjitrosoepomo (2011) Phaeophyta merupakan alga yang berwarna pirang.
Dalam kromatofornya mengandung klorofil a, karotin, xantofil terutama fikosanting yang
menutupi warna lainnya sehingga menyebabkan warnanya menjadi pirang. Sebagai hasil
asimilasi dan sebagai zat makanan cadangan tidak pernah ditemukan zat tepung, tetapi
sampai 50% dari berat keringnya terdiri dari laminarin, sejenis karbohidrat yang menyerupai
dekstrin dan lebih dengan selulosa daripada dengan tepung.
Menurut Aslan (1991) Dinding lapisan luar Phaeophyta terbentuk atas pektin yang
terdapat algin yaitu suatu zat yang menyerupai gelatin, dan dinding bagian dalam terbentuk
atas selulosa. Tidak ada bentuk yang berupa sel tunggal atau koloni (filamen yang tidak
bercabang). Susunan tubuh yang paling sederhana adalah filamen heterotrikus. Struktur
thalus yang paling kompleks dapat ditemui pada alga pirang yang tergolong kelompok.
Kebanyakan hidup diair laut, hanya sebagian kecil saja yang hidup diair tawar. Melekat pada
batu-batu, kayu, sebagai epifit pada thalus lain, adapula yang endofit.
Contoh beberapa marga alga coklat yang ditemukan di indonesia : padina, dyctiota,
sargasum, dan turbinaria.
Gambar 2.2 Sargassum

2.2.3 Rhodophyta (Alga Merah)


Rhodophyta sebagian besar hidup dilaut, terutama dalam lapisan-lapisan air yang
dalam, yang hanya dapat dicapai oleh cahaya gelombang pendek. Hidupnya sebagai bentos
melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Hanya
beberapa yang hidup di air tawar, adapula yang hidup diatas tanah atau didalam tanah (hanya
bentuk yang uniseluler). Rhodophyta berwarna merah sampai ungu, kadang-kadang juga
lembayung atau pirang kemerah-merahan (Tjitrosoepomo, 2011).
Menurut Kimbal (1992) Kromatofora Rhodophyta berbentuk cakram atau suatu
lembaran mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup oleh zat warna
merah yang mengadakan fluoresensi yaitu fikoeritrin. Komponen dinding sel terdiri dari
fibriler dan terdiri dari manan dan xylan dan komponen non fibriler.
Contoh : Eucheuma, Gracilaria, dan Rhodymenia.

Gambar 2.3 Gracilaria

2.3 Teknik Budidaya Alga


Dalam usaha budidaya ada banyak permasalahan yang dihadapi termasuk masalah
lokasi kelayakan budidaya. Pemilihan lokasi budidaya yang tepat merupakan tahap awal yang
harus dilakukan untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut atau alga laut yang
berkelanjutan. Banyak factor yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi budidayaalga
laut ini (Mubarak, 1998).
Lokasi budidaya yang baik adalah didaerah teluk atau perairan yang setengah terbuka
dengan pergerakan arus air dan gelombang yang tidak terlalu keras. Untuk budidaya didasar
(Bottom Cultur) dasar perairan harus diperhatikan terutama jenis substratnya haruslah sesuai
dengan speises alga yang akan dibudidayakan.Juga kualitas perairan haruslah sesuai untuk
pertumbuhan alga.
Menurut Kordi (2010) Parameter kualitas air yang baik yaitu :
Kecerahan : 20-40 cm/detik
Suhu : 27-29oC
Salinitas : 30-33 ppt
pH : 7,5-8,2
Kecerahan : 4-6 m
Bahan organic: 50 ppm

1. Pemilihan Jenis dan bibit unggul


Dan dalam pemilihan jenis alga untuk dibudidayakan harus melihat juga keadaan
thallus alga tersebut yang diambil adalah bibit unggul yang memenuhi beberapa
persyaratan yang baik seperti ; keasdaan fisik alga, harus kuat dan tahan terhadap cuaca
buruk terutama terhadap ombak, untuk menghindari terjadinya kerontokan. Alga ini juga
harus memiliki pertumbuhan harian (daily growth rate) yang cukup baik agar
produktivitasnya akan tinggi. Selain itu juga alga harus yang bebas atau tahan terhadap
hama dan penyakit. Salah satu ciri bibit alga yang baik contohnya pada alga jenis
Eucheuma spinosum warnanya kemerah-merahan, dengan duri dan percabangan yang
lebih banyak (Winarno, 1990).
Pemilihan jenis alga yang akan dibudidayakan sangat tergantung pada produk akhir
yang diinginkan. Jika yang diinginkan hasil akhirnya adalah agar, maka dipilih alga jenis
agarophyt seperti Gelidium, Gracilaria, Pterocladia sp dan Acanthopeltis japonica dan
Ahnfeltia plicata. Apabila produk akhir yang diinginkan adalah karaginan maka dipilih jenis
alga yang jenis caragenophyt seperti Gigartina, Hypnea dan Eucheuma dll.
2. Metode Budidaya
Menurut Aslan (1991) Metoda budidaya alga dapat dilakukan dalam beberapa cara,
yang paling sederhana atau tradisional adalah menanam atau membudidayakan alga di tempat
asalnya dengan cara menebarnya di sekitar perairan tempat tumbuhnya yaitu pada substrat
alami berupa tanah berpasir, atau batu karang mati yang ada. Sedangkan yang telah
menggunakan teknologi yang lebih baik lagi memanfaatkan bahan-bahan yang ada seperti tali
rafia, botol aqua untuk pelampung.
Dan yang lebih maju lagi adalah dengan memanfaatkan material sebagai alat bantu
budidaya alga yang lebih baik lagi seperti menggunakan bola pelampung, tali nylon dan jaring
dari bahan polyetilen bahkan kerangka besi.
3. Teknik Budidaya
a. Sistem Terapung
Teknik budidaya system terapung ini biasanya menggunakan material sebagai alat
bantu untuk menggantungkan alga sehingga berada dalam kondisi terapung di dalam
kolom air tempat lokasi budidaya. System terapung ini cara budidayanya dibagi atas;
long line, rakit apung dan jalur.

Gambar 2.4 Sistem Terapung


1. Long line

a. bahan :
- Tali multifilament 12 mm sebagai tali utama (main line) dan pemberat
- Tali multifilament 5 mm sebagai tali ris
- Tali multifilament 2 mm sebagai tali pengikat tali utama dan pelampung
- Pelampung kecil (botol aqua) sebagai pelampung tali ris
- Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung
- Pemberat (beton, batu gunung dll)
- Tali rafiah/tali 2 mm /plastik es sebagai pengikat rumput Laut
b. Alat :
- Pisau dapur
- Meteran
- Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop
c.Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selam.
d. Ukuran long line bervariasi sesuai dengan keinginan yaitu 25 x 30 m, 50 x 50 m
e. Jarak antar titik ikat/titik rumpun tanam adalah 25 30 cm
f. Jarak antar tali ris 200 300 cm
g. Jumlah pelampung bola 12 buah
h. Jumlah pelampung kecil (botol aqua) 6 / tali ris
i. Jumlah pemberat 12 buah dengan berat masing-masing + 50 kg
j. Bibit yang ditanam antara 75 100 g / rumpun
k. Tali pengikat rumput untuk tali rapiah panjangnya 35 -40 cm, sedangkan untuk tali
berbentuk gelang diameternya 30 40 cm
2. Rakit Apung
a. Bahan :
- Tali multifilament 12 mm sebagai tali pemberat
- Tali multifilament 5 mm sebagai tali ris
- Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung
utama
- Pemberat (beton, batu gunung dll)
- Tali rafiah/tali 2 mm /plastik es sebagai pengikat rumput laut
- Bambu
- Kayu pasak/usuk
- Jaring
b. Alat :
- Pisau, parang, gergaji, bor tangan/listrik, pahat, gunting
- Meteran
- Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop
c.Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selama
> Bambu yang baik untuk rakit
- Tua dan lurus
- Diameter ukuran minimal 5 cm dan panjang minimal 10 m
- Tidak pecah
d. Ukuran rakit maksimal 10 x 10 m yang kecil 4 x 4 m
- Jarak antar tali ris 25 cm.
- Jarak antar titik tanam / rumpun 25 - 30 cm
- Jaring yang digunakan sebagai pelindung meshsize maksimal 2.5 inch
- Bentuk / disain tidak mudah berubah dan tali ris kuat terbenang
- Bibit yang ditanam antara 75 100 gram
3. Jalur
a. Bahan :
- Tali multifilament 12 mm sebagai tali pemberat dan main
line
- Tali multifilament 6 mm sebagai tali ris
- Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung utama
- Pemberat (beton, batu gunung dll)
- Tali rafiah/tali 2 mm /plastik es sebagai pengikat rumput ` laut
- Bambu
b. Alat :
- Pisau, parang, gergaji, bor tangan/listrik, pahat, gunting
- Meteran
- Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop
c.Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selam.
4.Metode Kantong
a. Bahan :
- Keranjang kantong terbuat dari benang PE ukuran D18 - 21
- Tali multifilament 6 mm sebagai ttali gantung
- Pelampung bola (drum foam) sebagai pelampung utama
- Pemberat (beton, batu gunung dll)
- Kantong
- Pemberat kantong
b. Alat :
- Pisau, parang, gergaji, gunting
- Meteran
- Peralatan tukang batu untuk membuat pemberat seperti sekop
c.Penunjang : Perahu, baju pelampung,kacamata selam.
Gambar 2.5 Metode Kantong
2. Sistem Lepas Dasar Penanaman rumput laut
Sistem Budidaya dengan cara ini dimana alga laut di tanam di dasar perairan. Menggunakan
patok dan tali.
Patok
a. Bahan :
- Tali multifilament 10 mm sebagai tali utama (main
line)
- Tali multifilament 5 mm sebagai tali ris
- Tali rafiah/tali 1 mm /plastik es sebagai pengikat
rumput laut
- Patok
b. Alat :
- Pisau dapur, parang
- Meteran
- Linggis, cangkul, hammer,
c. Penunjang : Kacamata selam, karung panen
d. Ukuran Patok ;
- Panjang patok maksimal 100 cm
- Diameter patok minimal 3 cm
- Bahan patok dapat berupa kayu atau besi
- Jarak antar patok 50 80 cm
- 40 % patok dipermukaan perairan
- Panjang tali ris 5 meter, jika lebih sebaiknya menggunakan pelampung kecil (botol ).
- Jarak antar tali ris 25 30 cm
- Jarak antar titik tanam 25 30 cm
- Jarak antara tali ris dengan dasar perairan 30 cm
3. Tebar Tempel
> Di Tambak :
- 1 ha bibit 1 -2 ton disesuaikan dengan kesuburan tambak
- Pergantian air minimal satu kali seminggu
- Kedalaman air tambak pada minggu 1 4 sekitar 40 50
cm, minggu ke 4 8 kedalaman 60 -70 cm
- Apabila pertumbuhan kurang dapat ditambahkan pupuk 20
kg/ha
- Tambak harus bersih dari predator dan teritip/siput dan
lumut
- Bibit ditebar secara terurai
> Di Laut :
- Bibit diikat dengan tali rafiah dan diikatkan pada karang atau batu gunung. kelemahannya
adalah mudah diserang oleh predator dan gampang hanyut atau putus.

> Proses Panen


- Panen dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Panen rumput laut secara langsung yaitu dengan mengambil rumput laut dengan
memotong pada tali ris
- Kelemahannnya : waktu digunakan lebih lama
- Kelebihannya : bersih, utuh
2. Panen rumput laut dengan memanen bersama tali risnya
3. Panen dengan mengangkat sarana budidayanya seperti rakit
4. Melepaskan rumput laut dengan tali risnya
Waktu Panen :
-Waktu panen :disesuaikan dengan pasang surut dan keadaan musim yang
terjadi.
BAB III
KESIMPULAN

1. Makro alga merupakan alga yang memiliki bentuk dan ukuran makroskopis atau
dapat dilihat secara langsung (kasat mata). Makro alga umumnya epifit memiliki
bagian talus yang khusus untuk menempel pada subsrat bagian yang menyerupai akar,
ini di sebut holdfast.
2. Klasifikasi alga, makroalga terdiri dari 3 divisio yaitu
- Rhodophyta alga merahmemiliki warna merah sampai ungu, kadang-kadang juga
lembayung atau pirang kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau
suatu lembaran mengandung klorofil a dan karotenoid, tetapi warna itu tertutup
oleh zat warna merah yang mengadakan fluoresensi yaitu fikoeritrin.
- Phaeophyta alga coklat merupakan alga yang berwarna pirang. Dalam
kromatofornya mengandung klorofil a, karotin, xantofil terutama fikosanting yang
menutupi warna lainnya sehingga menyebabkan warnanya menjadi pirang
- Chlorophyta alga hijau merupakan alga dengan pigmen hijau yang jelas
menyerupai tingkat tinggi karena mengandung pigmen klorofil a, b, karotin,
xantovil, violaxantin, dan lutein.
3. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk budidaya makroalga diantaranya
metode sistem terapung, metode kantong, metode sistem lepas dasar, dan sistem tebar
tempel.

Daftar Rujukan
Aslan, I.M, 1991. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.
Mubarak, H. 1982. Teknik Budidaya Rumput Laut. Jakarta: LON-LIPI.
Nahle. 2007. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Kimbal, J.1992. Biologi. Edisi ke lima jilid 2. Terjemahan edit S.S Tjitrosomo dan N. Sugiri.
Jakarta: Erlangga.

Kordi, M.G.H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Jakarta :
Rineka Cipta.

Kumampung, D.R.H., T. Sumarto dan I, Manembu.2009. Struktur Komunitas Alga Laut di


Perairan Pantai Malalayang Kota Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan.Volume V
Nomor 3, Desember 2009. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNSRAT. Manado.
hal 49-57.

Tjitrosoepomo, gembong. 2011. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM PRESS


Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengelolaan Alga Laut. Jakarta : Pustaka Sinar harapan.

Anda mungkin juga menyukai