Case Partus Prematurus Iminens
Case Partus Prematurus Iminens
PAR T U S P R E M AT U R U S
IMMINENS
Oleh:
dr. Fadhilah Putri Deviyandri
dr. Fadillah Sari
dr. Raissa Nurwany
Pembimbing :
dr. Abarham Martadiansyah, SpOG
Pembimbing :
Dr. Abarham Martadiansyah, SpOG
Telah dipresentasikan dan diterima sebagai salah satu syarat sebagai dokter internsip
di RSUD Banyuasin.
A. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. R
Rekam Medik : 379916
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Banyuasin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 30 September 2013
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 160 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,2oC
Anemia : -/-
Gizi : Sedang
Jantung : HR 80x/m,Bunyi jantung I dan II normal, Reguler, Murmur
(-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+) Normal, Wheezing (-), Ronkhi (-)
Hati/limfa : Sulit dinilai
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-
BAK : Biasa
BAB : Biasa
Turgor kulit : Biasa
Mata cekung : -/-
Edema pretibial : -/-
D. DIAGNOSIS KERJA
G3P2A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
presentasi kepala.
E. PROGNOSIS
Ibu dan janin: dubia ad bonam.
F. PENATALAKSANAAN
1. R/ Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Batasi aktivitas / tirah baring.
4. Tokolitik : MgSO4 40% 4 gram IV bolus pelan-pelan (20-30 menit) dilanjutkan
dengan 10 gram MgSO4 40% dalam D5% 500 cc gtt XXV/menit.
5. Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram IV (skin test) hari ke-1.
6. Nifedipine 3 x 10 mg peroral.
7. Injeksi Dexamethasone 4 x 5 mg IV dengan jarak pemberian 6 jam.
8. Pemeriksaan laboratorium darah rutin, urin rutin.
9. Rencana pemeriksaan USG.
10. Rencana pemeriksaan kultur urin dan bakteriologis vagina.
G. EVALUASI
01 Oktober 2013
Keluhan : Perut mulas.
Status present:
KU : Baik Sense : CM
TD : 120/80 mmHg N : 80 x/menit
T : 37,0oC RR : 20 x/menit
Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 28 cm, detak jantung janin 124 kali/menit teratur, letak janin
memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, his 1x/10/30.
Hasil USG :
Tampak JTH preskep
Biometri : BPD ~ AC 32 minggu; FL ~ 33 minggu
Ketuban cukup
Plasenta letak normal
Diagnosis:
G3P2A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
presentasi kepala
Terapi:
1. R/ Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Batasi aktivitas / tirah baring.
02 Oktober 2013
Keluhan : Perut mulas berkurang.
Status present :
KU : Baik Sense : CM
TD : 110/70 mmHg N : 80 x/menit
T : 37,0oC RR : 20 x/menit
Status obstetrikus:
Tinggi fundus uteri 28 cm, detak jantung janin 120 kali/menit teratur, letak janin
memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 5/5, his 1x/10/30.
Diagnosis:
G3P2A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus imminens, janin tunggal hidup
presentasi kepala.
Terapi:
1. R/ Konservatif
2. Observasi his, denyut jantung janin, tanda vital ibu.
3. Batasi aktivitas / tirah baring.
4. IVFD D5% 500cc gtt XX/menit
5. Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram IV hari ke-3.
6. Nifedipine 3 x 10 mg peroral.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur merupakan hal
yang berbahaya karena berpotensi meningkatkan kematian perinatal sebesar 70%.
Pada persalinan ini, seringkali bayi prematur mengalami gangguan tumbuh kembang
organ-organ vital yang menyebabkan ia masih belum mampu untuk hidup di luar
kandungan, sehingga sering mengalami kegagalan adaptasi yang dapat menimbulkan
morbiditas bahkan mortalitas yang tinggi.1
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan prematur tidak diketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab persalinan preterm,
seperti: solusio plasenta, kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan
kongenital janin, ketuban pecah dini dan lain-lain. Penyebab persalinan preterm
bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada
kehamilan akan menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktifasi sel
limfosit B dan T dengan hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi uterus.
Terdapat makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus
persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membran korioamnion. Dari penelitian
Lettieri dkk.(1993), didapati 38% persalinan preterm disebabkan akibat infeksi
korioamnion. Knox dan Hoerner (1950) telah mengetahui hubungan antara infeksi
jalan lahir dengan kelahiran prematur.1,2
Minor3
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari
5. Riwayat abortus pada trimester II
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor;
atau dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya.
C. Kriteria Diagnosis3
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari
2. Sebelum persalinan berlangsung dapat dirasakan tanda sebagai berikut:
nyeri pinggang belakang
rasa tertekan pada perut bagian bawah
terdapat kontraksi irreguler sejak sekitar 24-48 jam
terdapat pembawa tanda seperti bertambahnya cairan vagina atau terdapat
lendir bercampur darah.
D. Pemeriksaan penunjang3,4
1. Laboratorium
Pemeriksaan kultur urine
Pemeriksaan gas dan pH darah janin
Pemeriksaan darah tepi ibu
Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi
akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C.
CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm
(USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.
E. Penatalaksanaan3,4,5
Ibu hamil yang diidentifikasi memiliki risiko persalinan preterm dan yang
mengalami gejala persalinan preterm membakat harus ditangani seksama untuk
meningkatkan keluaran neonatal.
1. Akselerasi pematangan fungsi paru
Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2 x
selang 24 jam. Atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im) sampai 4 dosis.
Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol
juga merupakan pilihan karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
2. Pemberian tokolitik
Indeks tokolitik > 8 menunjukkan kontraindikasi pemberian tokolitik
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/tidak - Rendah/pecah
pecah jelas
Perdarahan Tidak ada Spotting Perdarahan - -
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
G. Cara persalinan3,4,5
1. Janin presentasi kepala : pervaginam dengan episiotomi lebar dan
perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu.
2. Indikasi seksio sesarea :
Janin sungsang
Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah,
ologohidramnion, dan cairan amnion berbau. bila syarat pervaginam tidak
terpenuhi
Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa, dan
sebagainya).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37 C ( rawat intensif di
bagian NICU ), perlu dibahas dengan dokter bagian anak.
Bila bayi ternyata tidak mempunyai kesulitan (minum, nafas, tanpa cacat) maka
perawatan cara kangguru dapat diberikan agar lama perawatan di rumah sakit
berkurang.
H. Penyulit5
1. Sindroma gawat nafas (RDS)
2. Perdarahan intrakranial
3. Trauma persalinan
4. Paten duktus arteriosus
5. Sepsis
6. Gangguan neurologi
I. Komplikasi5
1. Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis memiliki
risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis
neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih
besar.
2. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa bernafas
dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh udara
dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang
disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan
tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan
dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya
terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan
lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal. Kepada bayi diberikan
oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu ditempatkan dalam
sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa diteteskan secara langsung
melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan trakea bayi).
3. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin
belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa
digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak
yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler) atau cedera .
4. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung
yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang
diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah.
5. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6. Displasia bronkopulmoner.
7. Penyakit jantung.
8. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang
dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan karena
kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna.
Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan
perbaikan fungsi pencernaan bayi.
9. Infeksi atau septikemia.
10. Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.
Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi
(peradangan pada usus).
11. Anemia .
12. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa
tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
14. Keterbelakangan mental dan motorik.
BAB III
PERMASALAHAN
Pada pasien tokolitik yang diberikan yaitu MgSO4 karena memenuhi indikasi
(partus prematurus imminens, usia kehamilan 20-36 minggu, tafsiran berat janin <
2500 gram) dan syarat pemberiannya (pembukaan < 3 cm, ketuban +/-, ketuban tidak
menonjol keluar serviks, janin hidup, his minimal 1x/10, indeks tokolitik < 8). Cara
pemberiannya yaitu dosis awal 4 gram MgSO4 40% IV bolus pelan dalam waktu 20-
30 menit dilanjutkan dengan dosis maintenance MgSO4 40% 10 gram dalam D5%
500 cc gtt XXV/menit sampai kontraksi berhenti atau selama 24 jam. Tokolitik oral
sudah diberikan sebelum tokolitik dengan MgSO4 selesai, pada pasien diberikan
nifedipine 3 x 10 mg peroral.
Pematangan surfaktan paru janin perlu diberikan bila usia kehamilan < 35
minggu (pada pasien usia kehamilan 32 minggu) untuk menurunkan insidensi
respiratory distress syndrome, mencegah perdarahan intraventrikular sehingga pada
pasien diberikan deksametason 4 x 6 mg dengan jarak pemberian 6 jam.
1. Cunningham M.D, et all. 2005. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23nd
ed.McGraw- Hill.
2. Goepfert A.R. 2001. Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle
for Practise. McGraw-Hill.
3. Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th
ed.Saunders.
4. Jafferson Rompas. 2004.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145-
11Persalinanpreterm.pdf/145.30
5. Medlinux. 2007.http://medlinux.blogspot.com/2007/11/ruptur membran - pre-
persalinan.html