Bagaimana Obat Bekerja
Bagaimana Obat Bekerja
1. Farmakokinetik
2. Absorbsi
Obat, untuk dapat menimbulkan aksi dan menghasilkan efek,
terlebih dahulu harus diabsorbsi. Proses absorbsi meliputi
masuknya obat hingga sampai ke aliran darah.
1. Absorbsi topikal
Pertama, obat dilepaskan lalu akan melakukan penetrasi ke
lapisan keratin atau stratum korneum dan akhirnya ditangkap
oleh kapiler darah.
1. Absorbsi pulmonari
Gas dan cairan volatil untuk anestesi diberikan yang diberikan
melalui inhalasi akan cepat diserap oleh sistem sirkulasi dengan
cara difusi melalui epitelium alveoli.
1. Absorbsi peroral
Pertama, obat mengalami disolusi atau pemecahan obat dari
bentuk solid. Caranya bermacam-macam, diantaranya mengubah
obat menjadi bentuk garam, memperkecil bentuk partikel atau
terkadang menggunakan teknik micronization. Setelah tahap ini,
obat harus stabil di lingkungan lambung dan intestinum.
Selanjutnya akan mengalami proses difusi di membran mukosa
gastrointestinal menuju vena porta hepatika. Dalam proses-
proses tersebut ada kemungkinan terjadi penurunan jumlah obat
yang dpat mencapai sistem sirkulasi.
(Adams, 2001)
1. Distribusi
Obat disampaikan ke reseptor melalui sistem sirkulasi dan
mencapai target reseptor yang dipengaruhi oleh aliran darah dan
konsentrasi jumlah darah di reseptor tersebut. Konsentrasi obat di
suatu sel dipengaruhi oleh kemampuan obat berpenetrasi ke
dalam kapiler endotelium (tergantung ikatan obat dengan protein
plasma) dan difusi melalui membran sel. Distribusi obat di darah,
organ dan sel tergantung dosis dan rute pemberian,
lipid solubility obat, kemampuan berikatan dari protein plasma
dan jumlah aliran darah ke organ dan sel.
(Adams, 2001)
1. Biotransformasi (metabolisme)
Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi dan dulu agar
dapat dikeluarkan dari tubuh. Pada azasnya, tiap obat adalah zat
asing yang tidak diinginkan tubuh, sehingga tubuh berusaha
merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat hidrofil
agar lebih lancer diekskresikan melalui ginjal, jadi reaksi
biotransformasi merupakan peristiwa detoksikasi. Biotransformasi
berlangsung terutama di hati, saluran pencernaan, plasma dan
mukosa intestinal.
(Arief, 2007)
1. Ekskresi
Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat
diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai
metabolit. Jalan lain yang utama adalah elimiasi obat melalui
sistem empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau
metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi (siklus enterohepatik)
dan eliminasi dalam feses. Jalur ekresi dalam jumlah sedikit
adalah melalui air ludah dan air susu. Zat yang menguap seperti
gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.
(Arief, 2007)
1. Farmakodinamik
Fase farmakodinamik merupakan terjadinya interaksi obat dengan
tempat aslinya dalam sistem biologi, aksi struktur khusus obat,
potensinya berhubungan dengan interaksi yang terjadi dengan
struktur khusus letaknya.
1. Efek
Bentuk sediaan obat yang diberikan akan mempengaruhi
kecepatan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat
memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik
diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang hanya bekerja
setempat, misalnya salep.
1. Inhalasi
Inhalasi adalah proses melalui paru-paru. Inhalasi hanya dapat
dilakukan untuk obat yang berbentuk gas atau cairan yang
mudah menguap. Misalnya anestesi umum dan obat lain yang
dapat diberikan dalam bentuk aerosol. Absorbsi terjadi melalui
epitel paru dan mukosa saluran nafas. Absorbsi terjadi secara
cepat karena permukaan absorbsinya luas, tidak mengalami
metabolisme lintas pertama di hati. Metode ini lebih sulit
dilakukan, memerlukan alat dan metode khusus, sukar
mengaturya dosis dan sering mengiritasi paru.
1. Topikal
Topikal adalah sediaan untuk keperluan luar tubuh yang bekerja
sebagai agen protektif bagi kulit atau sebagai pembawa obat.
Dalam bentuk ini yang terpenting adalah saleb dan krim. Topikal
sering dilakukan terutama pada kulit dan mata. Pemberian topikal
pada kulit terbatas pada obat-obat tertentu karena tidak banyak
obat yang dapat menembus kulit yang utuh. Jumlah obat yang
diserap tergantung pada luas permukaan kulit yang kontak
dengan obat serta kelarutan obat dalam lemak. Peberian topikal
pada mata dimaksudkan untuk mendapatkan efek lokal pada
mata, yang biasanya memerlukan absorbsi obat melalui kornea.
(Hsu.walter h. 2008)
1. Supositoria (rektal)
Supositoria adalah bentuk sediaan yang didisain untuk diberikan
lewat jalur rektal, baik untuk maksud mendapatkan efek lokal
atau sistemik.
1. Pesaria (vaginal)
Pesaria adalah bentuk sediaan yang didisain untuk diberikan
untuk lewat jalur vagina.
Ada 2 macam agonis, yaitu full agonist dan partial agonist. Full
agonist menimbulkan respons maksimal dengan cara menempati
reseptor. Sedangkan partial agonist tidak dapat menimbulkan
respon maksimal walaupun menempati semua fraksi dari
reseptor.
Afinitas adalah tendensi suatu obat untuk berikatan dengan
reseptor, dimana aktivitas intrinsic berarti efek maksimal yang
dapat diproduksi oleh obat. Potensi obat diartikan dosis yang
harus diberikan untuk memeberikan efek. Potensi dipengaruhi
oleh afinitas obat dengan reseptor serta proses farmakokinetik.
(Adams, 2001)
1. Antagonis
Antagonis adalah jenis obat yang memblokir respon dari agonis.
Obat antagonis berinteraksi dengan reseptor atau komponen lain
dari efektor, namun tidak memiliki aktifitas intrinsik.
1. Antagonisme kimiawi
Interaksi atau reaksi kimiawi / fisikokimiawi dari 2 obat.
1. Antagonisme fungsional
Antagonisme antara 2 agonis yang efeknya berlawanan, dapat
bekerja pada jaringan yang sama.
1. Antagonisme kompetitif
Antagonisme antara agonis dan antagonis (obat-obat yang
hampir sama rumus kimianya) yang dapat mengadakan interaksi
dengan reseptor yang sama, tapi dengan afinitas dan aktifitas
intrinsik yang berbeda.
Daftar Pustaka
Adams, H Richard. 2001. Veterinary Pharmacology and
Therapeutics 8th edition. Blackwell Publishing.
Arief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Hsu.walter h. 2008. Handbook of vet pharmacology. America :
Wiley blackwell
Pengantar Farmakologi
13012009
Farmakologi
pengantar farmakologi
( By : Kelompok 7 )
I.FARMAKOKINETIK
A.Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantunng pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat
adalah saluran cerna ( mulut sampai dengan rectum ), kulit, paru, otot, dan
lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara
ini tempat absopsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan
absorpsi yanng sangat luas, yakni 200 m2 ( panjang 280 cm, diameter 4 cm,
disertai dengan villi dan mikrovilli ).(2)
Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi
pasif, karena itu absorpsi mudah terjadi bila obatdalam bentuk non-ion dan
mudah larut dalam lemak. Absorpsi secara transpor aktif terjadi teutama di
dalam usus halus untuk zat-zat makanan : glokusa dan gula lain, asam
amino, basa purin, dan pirimidin, mineral, dan beberapa vitamin. Cara ini
juga terjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya mirip struktur zat
makanan tersebut. Misalnya levodopa, metildopa, 6-merkaptopurin, dan 5-
flourourasil.(2)
Kebanyakan obat merupakan electrolit lemah, yakni asam lemah atau basa
lemah. Dalam air, elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya.
Untuk asam lemah, pH yang tinggi (suasana basa ) akan meningkatkan
ionisasinya dan mengurangi bentuk nonionnya. Sebaliknya untuk basa
lemah, pH yang rendah (suasana asam ) yang akan meningkatkan
ionisasinya dan mengurangi nonionnya. Hanya bentuk nonion yang
mempunyai kelarutan lemak, sehingga hanya bentuk nonion dan bentuk ion
berada dalam kesetimbangan, maka setelah bentuk nonion diabsopsi,
kesetimbangan akan bergeser kearah bentuk nonion sehingga absorpsi akan
berjalan terus sampai habis.Zat-zat makanan dan oabt0obat yanng
strukturnya mirip makanan, yang tidak dapat / sukar berdifusi pasif
memerlikan membran agar dapat dapat diabsorpsi dari saluran cerna
maupun direabsopsi dari lumen tubulus ginjal.(2)
-pH dan pK
-aliran darah
B.Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga
ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Obat yang mudah larut dalam lemak
akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam sel, sedangkan obat
yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga
distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi
oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat
berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein
plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar
proteinnya sendiri. (2)
Untuk mencapai sel target, suatu obat harus dapat menembus sawar
biologic, dapat berupa membrane yang terdiri atas satu atau beberapa sel.
Pada sawar darah otak, obat-obatan yang larut dalam air sulit melewatinya
dan pada sawar plasenta hanya obat-obatan dengan BM besar (seperti
heparin, plasma sekunder) sukar masuk fetus (3).
Oleh karena molekul protein plasma cukup besar, maka hanya fraksi obat
bebas saja yang mempunyai arti klinis, karena bagian tersebut yang dapat
mencapai reseptor pada organ sasaran (termasuk bakteri). Protein plasma
yang berikatan dengan molekul obat terutama adalah albumin(A), disamping
itu protein lain juga berperan, misalnya alfa amino globulin (AAG) dan
lipoprotein (LP) pada keadaan tertentu.(1)
C.Eliminasi
Proses eliminasi bertanggung jawab atas durasi atau lamanya obat berefek
dengan cara mengusahakan agar obat dapat segera dikeluarkan dari tubuh,
temasuk ke dalam alat eksresi seperti ginjal, hati dan paru. Agar obat mudah
dieksresi, kadang-kadang obat harus diubah lebih dahulu menjadi senyawa
lain yang bersifat tidak mudah larut dalam lemak baru dieksresi. Proses
metabolisme dan eksresi secara merupakan proses eliminasi. [3]
D.Metabolisme
Metabolisme atau biotransformasi obat adalah proses perubahan struktur
perubahan kimia yang tejadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada
poses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar (lebih mudah larut dalam
air) dan kurang larut dalam lemak sehingga mudah dieksresi melalui ginjal
[2].
Kebanyakan obat diubah di hati dalam hati, kadang-kadang dalam ginjal dan
lain-lain. Kalau fungsi hati tidak baik maka obat yang biasanya diubah dalam
hati tidak mengalami peubahan atau hanya sebagian yang diubah. Hal
tesebut menyebabkan efek obat berlangsung lebih lama dan obat menjadi
lebih toxic [4].
E.Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk
metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau
metabolit yang polar diekskresi lebih cepat daripada obat yang larut baik
dalam lemak, kecuali pada eksresi melaui paru-paru.[2]
Ginjal merupakan organ eksresi yang terpenting [2]. Metabolit yang larut
dalam air sukar direabsorpsi oleh tubuli ginjal, sehingga akan dikeluarkan
bersama-sama urine. Sebaliknya, obat yang mudah laut dalam lemak jika
sudah berada dalam tubuli ginjal sebagian besar direabsorpsi oleh tubuli
ginjal. Obat yang tidak dapat difiltasi oleh glomerulus bisa disekresi oleh
ginjal melalui sekresi tubulus. Jadi proses eliminasi oleh ginjal (ekskresi)
meupakan hasil dari proses-proses filtrasi glomerulus, reabsorbsi, dan
sekresi tubulus [4]. Bila fungsi ginjal rusak sedangkan obat harus dikeluarkan
melalui ginjal maka eksresinya tidak sempurna dan memudahkan terjadinya
keracunan [1]. Hasil ekskresi dapat berupa urine, air ludah, air susu, air
mata, keringat dan lain-lain [1].
II.FARMAKODINAMIK
Teori Reseptor
Efek terapeutik obat dan efek toksik obat adalah hasil dari interaksi obat
tersebut dengan molekul di dalam tubuh pasien. Sebagian besar obat
bekerja melalui penggabungan dengan makromolekul khusus dengan cara
mengubah aktivitas biokimia dan biofisika makromolekul, hal ini dikenal
dengan istilah reseptor. (1)
Reseptor obat yang paling baik adalah protein regulator, yang menjembatani
kerja dan sinyal-sinyal bahan kimia endogen, seperti: neurotransmitter,
autacoids, dan hormone. Kelompok reseptor ini menjembatani efek dari
sebagian besar agen terapeutik yang paling bermanfaat. Struktur molekuler
dan mekanisme biokimia reseptor regular ini menggunakan lima mekanisme
dasar sinyalisasi transmembran yang masing-masing menggunakan strategi/
pendekatan yang berbeda untuk menghindari halangan yang disebabkan
oleh dua lapisan lemak (bilayer lipid) membran plasma. Strategi pendekatan
ini menggunakan:
1.Ligan larut lemak yang melintasi membrane dan bekerja pada reseptor
intraseluler.
Sinyal kimia larut lemak melintasi membran plasma dan bekerja pada
reseptor intraseluler (yang mungkin adalah enzim atau pengatur transkripsi
gen)
2.Protein reseptor transmembran yang aktivitas enzimatik intraselulernya
diatur secara allosterical oleh ligan yang terikat pada tempat di domain
ekstraseluler protein.
Sinyal tersebut terikat pada domain ekstraseluler protein transmembran,
sehingga mengaktifkan aktivitas enzimatis domain sitoplasmiknya.
3.Reseptor transmembran yang mengikat dan menstimulasi protein tyrosine
kinase.
Sinyal tersebut terikat pada domain ekstraseluler reseptor transmembran
yang terikat pada protein kinase tyrosine, yang diaktifkannya.
4.Kanal ion transmembran yang ligand-gated, yaitu kanal ion yang
pembukaan/ penutupannya dapat diinduksi oleh ligan yang terikat pada
reseptor kanal ion tersebut.
Sinyal tersebut terikat dan langsung mengatur pembukaan saluran ion.
5.Protein reseptor transmembran yang menstimulasi transduktor yang
memberi sinyal setelah berikatan dengan GTP (protein G) yang kemudian
menimbulkan pembawa pesan kedua.
Sinyal tersebut terikat pada reseptor permukaan sel yang dihubungkan pada
enzim efektor oleh protein G.
Kelompok protein lainnya yang telah dikenal jelas sebagai reseptor obat juga
termaasuk enzim, yang mungkin dihambat (atau, yang kurang umum,
diaktifkan) dengan mengikat obat (misalnya dihydrofolate reductase,
reseptor untuk obat antikanker methotrexate), protein pembawa (transport
protein) (misalnya, Na+/ K+ ATPase, reseptor membran untuk digitalis,
glycoside yang aktif pada jantung) dan protein structural (misalnya, tubulin,
reseptor untuk colchicine, agen antiinflamasi).(3)
Ikatan obat reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen hidrofobik, van der
walls, atau kovalen , tetapi umumnya merupakan campuran dari berbagai
ikatan di atas.(2)
Hubungan antara konsentrasi dan efek obat (panel A) atau obat yang terikat
reseptor (panel B). Konsentrasi obat yang efeknya separuh maksimum
disebut EC50 dan konsentrasi obat yang okupansi reseptornya separuh
maksimum disebut KD.
Pada gambar diatas diperlihatkan suatu kurva dari tiga obat yang berbeda
yang menunjukkan potensi farmakologis yang berbeda dan efikasi maksimal
yang berbeda: (1)
Obat A lebih poten disbanding obat B, tetapi keduanya memiliki efikasi yang
yang sama, sedangkan obat C memperlihatkan potensi dan efikasi yang
lebih rendah daripada obat A dan B(1)
Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% individu (ED50) disebut juga
dosis terapi median. Dosis letal median adalah dosis yang emnimbulkan
kematian pada 50% individu , sedangkan TD50 adalah dosis toksik 50%.(2)
Indeks terapeutik
Indeks terapeutik suatu obat adalah rasio dari dosis yang menghasilkan
toksisitas dengan dosis yang menghasilkan suatu respon yang efektif dan
diinginkan secara klinik dalam suatu populasi individu(1)
Indeks terapeutik = dosis toksik/dosis efektif(1)
Indeks terapeutik bisa juga dituliskan sebagai berikut:
Indeks terapeutik = atau (2)
Jadi indeks terapeutik merupakan suatu ukuran keamanan obat, karena nilai
yang besar menunjukkan bahwa terdapat suatu batas yang luas/lebar
diantara dosis-dosis yang efektif dan dosis-dosis yang toksik(1)
Warafarin, suatu obat dengan indeks terapeutik yang kecil. Pada saat dosis
warfarin ditingkatkan , terjadi suatu respon toksik, yaitu kadar anti koagulan
yang tinggi yang menyebabkan perdarahan. Variasi respon penderita mudah
terjadi dengan obat yang mempunyai indeks terapeutik yang sempit, karena
konsentrasi efektif hamper sama dengan konsentrasi toksik(1)
Suatu obat dengan indeks terapeutik yang besar. Penisilin aman diberikan
dalam dosis tinggi jauh melebihi dosis minimal yang dibutuhkan untuk
mendapatkan respon yang diinginkan(1)
Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan
efek toksik pada seorang pasienpun, oleh karena itu, (2)
Indeks terapi = adalah lebih tepat
Dan untuk obat ideal : 1(2)
ASPIRIN
Aspirin/asam asetilsalisilat (asetosal adalah suatu jenis obat dari keluarga
salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit/nyeri
minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti inflamasi. Aspirin juga
memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo
lama untuk mencegah serangan jantung. Asperin obat pertama yang
dipasarkan dalam bentuk tablet.
Struktur kimia:
AMOKSISILLIN
DAFTAR PUSTAKA